KELOMPOK VII
SEMESTER VII/ PERPETAAN
1. ANGGA PRAYOGA S. NIT. 16252932
2. TIARA NUR KHANIFA NIT. 16252965
3. ANDIKA MAULANA NIT. 16252971
Abstract : Disaster mitigation is a series of efforts to reduce disaster risk. Tsunami mitigation
needs to be done in the coastal area of Cilacap Regency which incidentally is an area that has a
high risk of tsunami disaster. The Ministry of Agrarian Affairs and Spatial Planning / National
Land Agency (ATR / BPN) have responsibilities and roles in the tsunami disaster mitigation
process in Cilacap Regency. This study was carried out to apply the role of the Ministry of ATR
/ BPN in the disaster mitigation process, with spatial analysis between High Resolution Satellite
Imagery, Indonesian Earth Map, and Land Use Maps of Cilacap Regency to determine the
Disaster Prone Areas, Protected Areas, Evacuation Paths and Shelter.
Key Word : Mitigation, Tsunami, Spatial Analysis
Intisari : Mitigasi bencana merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana.
Perlu dilakukan mitigasi bencana tsunami di wilayah pesisir Kabupaten Cilacap yang notabene
merupakan wilayah yang memiliki risiko tinggi terhadap bencana tsunami. Kementerian Agraria
dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) juga memiliki tanggung jawab dan
peran dalam proses mitigasi bencana tsunami di Kabupaten Cilacap. Kajian ini dilakukan untuk
menerapkan peran Kementerian ATR/BPN dalam proses mitigasi bencana tersebut yakni
dengan analisis spasial antara Citra Satelit Google, Peta Rupa Bumi Indonesia, dan Peta Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Cilacap untuk menentukan Kawasan Rawan Bencana
(KRB), Kawasan Lindung, Shelter (Tempat Berlindung) serta Jalur Evakuasi.
Kata Kunci : Mitigasi, Tsunami, Analisis Spasial
A. Pendahuluan
Fenomena mengenai ancaman tsunami di Pesisir Selatan Jawa bukan hanya
isapan jempol belaka. Sisi selatan Pulau Jawa berhubungan langsung dengan zona
subduksi (penunjaman) antara lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia.
Bahkan, tsunami dengan ketinggian gelombang kecil telah terjadi berkali-kali.
Beberapa waktu lalu, seorang pakar tsunami dari Badan Pengkajian Penerapan
Teknologi (BPPT) menyatakan ada potensi gempa megathrust magnitudo 8,8 Skala
Richter (SR) yang dapat memicu tsunami setinggi 20 meter. Di beberapa kawasan,
dengan wilayah yang merupakan bidang datar akan membuat gelombang tsunami
sangat mudah menjangkau wilayah yang jauh dari bibir pantai. Dengan adanya hal
tersebut warga harus mempersiapkan diri karena ancaman tsunami bisa datang
sewaktu-waktu. Sementara, warga hanya memiliki waktu yang singkat untuk
menghindar dari tsunami.
Berdasarkan data Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Tahun 2017 - 2022, Kabupaten Cilacap memiliki luas wilayah 225.360,840 hektar (ha),
yang terbagi menjadi 24 kecamatan 269 desa dan 15 kelurahan. Wilayah yang
merupakan kabupaten terluas di Jawa Tengah ini merupakan salah satu daerah yang
berada di Pesisir Selatan Jawa yang masuk dalam perhatian daerah rawan bencana di
Indonesia.
Interpretasi
Penggunaan
Tanah
Menentukan
Kawasan Rawan
Bencana (KRB)
2. Zona berwarna kuning adalah “Zona Bahaya Tsunami” untuk perkiraan tinggi
gelombang tsunami lebih dari 3 meter (> 3 meter).
Zona kuning ini merupakan wilayah pesisir dengan ketinggian berkisar antara 6-12
meter di atas permukaan air laut (mdpl) yang rata-rata berjarak antara 500 meter
hingga 1,5 kilometer dari garis pantai.
Total luas wilayah yang berada dalam zona merah ini yakni ± 9.415 hektar.
Adapun wilayah yang termasuk dalam zona kuning disajikan dalam tabel 2 sebagai
berikut :
Tabel 3. Wilayah yang Termasuk Zona Kuning
(Peta Rawan Bencana Tsunami)
No. Desa/ Kelurahan Kecamatan
1 2 3
1. Sidakaya
Kecamatan Cilacap Tengah
2. Gunungsimping
3. Kebonmanis
4. Gumilir Kecamatan Cilacap Utara
5. Mertasinga (bagian utara)
6. Menganti (bagian utara)
7. Karangkandri (bagian utara)
8. Slarang (bagian utara) Kecamatan Kesugihan
9. Kalis Abuk (bagian selatan)
10. Kesugihan Kidul
11. Karang Kemiri (bagian selatan) Kecamatan Maos
1 2 3
12. Karangsari (bagian selatan)
13. Penggalang
14. Adipala
15. Adireja Kulon
16. Adireja Wetan
Kecamatan Adipala
17. Adiraja
18. Karangbenda (bagian utara)
19. Pedasong
20. Glempangpasir (bagian utara)
21. Welahan Wetan (bagian utara)
22. Jati (bagian selatan)
23. Kepudang (bagian selatan)
24. Jepara Kulon
25. Widarapayung Kulon (bagian utara)
26. Sidayu (bagian utara) Kecamatan Binangun
27. Widarapayung Wetan (bagian utara)
28. Sidaurip (bagian utara)
29. Pagubugan Kulon (bagian utara)
30. Pagubugan (bagian utara)
31. Karangtawang (bagian utara)
32. Karangpakis (bagian utara)
33. Banjarsari (bagian utara) Kecamatan Nusawungu
34. Jetis (bagian utara)
35. Banjareja (bagian tenggara)
Dari analisis tersebut dapat dilihat bahwa pola penggunaan tanah di daerah
rawan bencana tsunami tersebut sebagian besar berupa lahan kering dan lahan basah.
Namun masih ada pola penggunaan pemukiman, hal ini dapat diketahui dari
persentase penggunaan perkotaan dan pedesaan. Padahal seharusnya kawasan rawan
bencana (zona bahaya tsunami) tidak boleh digunakan untuk pemukiman. Adapun
penggunaan pemukiman tersebut tersebar pada beberapa desa di wilayah Kecamatan
Cilacap Selatan, Kecamatan Cilacap Utara, Kecamatan Adipala, Kecamatan Binangun,
Kecamatan Nusawungu, Kecamatan Kasugihan, dan Kecamatan Maos. Berdasarkan
data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Cilacap, dapat diketahui perkiraan
jumlah penduduk yang tinggal di kecamatan yang mana masuk ke dalam zona rawan
bencana tsunami tersebut. Berikut ini tabel perkiraan jumlah penduduk berdasarkan
data Kecamatan dalam angka tahun 2019 yang dikeluarkan oleh BPS Kabupaten
Cilacap :
Tabel 6. Perkiraan Jumlah Penduduk di Zona Rawan Bencana Tsunami
No. Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa)
1. Cilacap Selatan 41.110
2. Cilacap Utara 46.326
3. Adipala 79.253
4. Binangun 38.963
5. Nusawungu 32.484
6. Kesugihan 56.376
7. Maos 5.003
Jumlah 299.515
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Cilacap Tahun 2018
Sumber : FEMA (2005), FEMA (2008), Permana (2007), BNPB (2010), BNPB (2012)
Penentuan lokasi shelter (tempat berlindung) dilakukan dengan cara
mengidentifikasi persebaran lokasi-lokasi yang layak dijadikan sebagai shelter
(tempat berlindung) sesuai dengan faktor dan indikator dalam penentuan lokasi
shelter (tempat berlindung) tersebut di atas. Dalam menentukan persebaran shelter
(tempat berlindung) maka dilakukan analisis spasial yakni dengan interpretasi citra
satelit, identifikasi dengan google earth, .shp Peta Rupa Bumi Indonesia Kabupaten
Cilacap Tahun 2018, dan .shp penggunaan tanah serta dengan mempertimbangkan
kepadatan penduduk di wilayah tersebut.
Dari interpretasi citra satelit maka didapatkan penampakan penggunaan tanah
yang berupa lapangan di mana penampakannya yakni lahan terbuka (tanpa tutupan
lahan). Lokasi berupa lapangan ini nantinya dijadikan shelter (tempat berlindung)
seperti didirikannya tenda-tenda untuk pengungsian warga, yang mana lokasi ini
berada di wilayah yang aman terhadap bencana tsunami. Selain itu dari identifikasi
penggunaan tanah serta identifikasi dengan penampakan di google earth maka dapat
ditentukan pula lokasi shelter (tempat berlindung) yang berupa bangunan-bangunan
kokoh yang layak sebagai tempat untuk evakuasi. Bangunan-bangunan kokoh ini bisa
tersebar di zona rawan maupun zona aman tsunami.
Berikut ini merupakan hasil analisis spasial berupa Peta Shelter (Tempat
Berlindung) yang digunakan sebagai acuan untuk evakuasi saat terjadi bencana
tsunami :
E. Kesimpulan
Analisis spasial untuk mitigasi bencana tsunami di wilayah pesisir selatan Kabupaten
Cilacap dimulai dari proses identifikasi Kawasan Rawan Bencana (KRB) Tsunami,
sehingga dari identifikasi tersebut kemudian dapat menghasilkan Peta Kawasan
Lindung, Peta Jalur Evakuasi dan Peta Shelter (Tempat Berlindung). Berdasarkan hasil
analisis spasial tersebut ke Kementerian ATR/BPN dapat melakukan kebijakan
penataan ruang KRB tsunami yang meliputi penetapan Batas Sempadan Pantai (BSP)
dengan mempertimbangkan risiko bencana tsunami, perubahan/penyesuaian
rencana peruntukan ruang di kawasan rawan tsunami, perencanaan dan
pengintegrasian sistem evakuasi bencana tsunami (jalur dan tempat evakuasi) ke
dalam perencanaan tata ruang dan pembangunan, dan peningkatan pengendalian
pemanfaatan ruang di sempadan pantai dan di KRB tsunami.
DAFTAR PUSTAKA
Kelompok Kerja Cilacap untuk Pemetaan Bahaya Tsunami 2010, Dokumentasi Teknis
Peta Bahaya Tsunami untuk Kabupaten Cilacap, Gitews.
Handoyo, G, dkk 2017, ‘Peta kerawanan tsunami serta rancangan jalur evakuasi di pantai
Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa
Yogyakarta’, Jurnal Kelautan, vol. 10, no. 2, hlm. 136-146.
Hilmi, E, dkk 2012, ‘Analisis Potensi Bencana Abrasi dan Tsunami di Pesisir Cilacap’,
Jurnal Penanggulangan Bencana, vol. 3, no. 1, hlm. 34-42, Badan Penanggulangan
Bencana Daerah.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional 2019, Diakses
memlalui https://www.atrbpn.go.id/Berita/Siaran-Pers/pacitan-jadi-contoh-tata-
ruang-kawasan-rawan-bencana-tsunami-68585.
Nurfaida 2016, ‘Penggunaan SIG untuk Pemetaan Jalur Evakuasi Bencana Tsunami di
Desa Tonggolobibi, Kecamatan Sojol, Kabupaten Donggala’, E-Journal Geo-
Tadulako UNTAD, Universitas Tadulako.
Subardjo, P, Ario, R 2015, ‘Uji Kerawanan Terhadap Tsunami dengan Sistem Informasi
Geografis (SIG) di Pesisir Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Yogyakarta’,
Jurnal Kelautan Tropis, vol. 18, no. 2, hlm. 82-97.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016 Tentang Batas Sempadan Pantai
Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Cilacap Tahun 2011-2031
LAMPIRAN