Anda di halaman 1dari 23

PERENCANAAN PERTANAHAN BERBASIS BENCANA

“ANALISIS SPASIAL UNTUK MITIGASI BENCANA TSUNAMI PESISIR


SELATAN JAWA (STUDI KASUS DI KABUPATEN CILACAP)”

KELOMPOK VII
SEMESTER VII/ PERPETAAN
1. ANGGA PRAYOGA S. NIT. 16252932
2. TIARA NUR KHANIFA NIT. 16252965
3. ANDIKA MAULANA NIT. 16252971

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/


BADAN PERTANAHAN NASIONAL
SEKOLAH TINGGI PERTANAHAN NASIONAL
YOGYAKARTA
2019
ANALISIS SPASIAL UNTUK MITIGASI BENCANA TSUNAMI PESISIR SELATAN
JAWA (STUDI KASUS DI KABUPATEN CILACAP)

Angga Prayoga Sukismantoro, Tiara Nur Khanifa, Andika Maulana

Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional


Email : tiarakhanifa@gmail.com

Abstract : Disaster mitigation is a series of efforts to reduce disaster risk. Tsunami mitigation
needs to be done in the coastal area of Cilacap Regency which incidentally is an area that has a
high risk of tsunami disaster. The Ministry of Agrarian Affairs and Spatial Planning / National
Land Agency (ATR / BPN) have responsibilities and roles in the tsunami disaster mitigation
process in Cilacap Regency. This study was carried out to apply the role of the Ministry of ATR
/ BPN in the disaster mitigation process, with spatial analysis between High Resolution Satellite
Imagery, Indonesian Earth Map, and Land Use Maps of Cilacap Regency to determine the
Disaster Prone Areas, Protected Areas, Evacuation Paths and Shelter.
Key Word : Mitigation, Tsunami, Spatial Analysis

Intisari : Mitigasi bencana merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana.
Perlu dilakukan mitigasi bencana tsunami di wilayah pesisir Kabupaten Cilacap yang notabene
merupakan wilayah yang memiliki risiko tinggi terhadap bencana tsunami. Kementerian Agraria
dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) juga memiliki tanggung jawab dan
peran dalam proses mitigasi bencana tsunami di Kabupaten Cilacap. Kajian ini dilakukan untuk
menerapkan peran Kementerian ATR/BPN dalam proses mitigasi bencana tersebut yakni
dengan analisis spasial antara Citra Satelit Google, Peta Rupa Bumi Indonesia, dan Peta Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Cilacap untuk menentukan Kawasan Rawan Bencana
(KRB), Kawasan Lindung, Shelter (Tempat Berlindung) serta Jalur Evakuasi.
Kata Kunci : Mitigasi, Tsunami, Analisis Spasial
A. Pendahuluan
Fenomena mengenai ancaman tsunami di Pesisir Selatan Jawa bukan hanya
isapan jempol belaka. Sisi selatan Pulau Jawa berhubungan langsung dengan zona
subduksi (penunjaman) antara lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia.
Bahkan, tsunami dengan ketinggian gelombang kecil telah terjadi berkali-kali.
Beberapa waktu lalu, seorang pakar tsunami dari Badan Pengkajian Penerapan
Teknologi (BPPT) menyatakan ada potensi gempa megathrust magnitudo 8,8 Skala
Richter (SR) yang dapat memicu tsunami setinggi 20 meter. Di beberapa kawasan,
dengan wilayah yang merupakan bidang datar akan membuat gelombang tsunami
sangat mudah menjangkau wilayah yang jauh dari bibir pantai. Dengan adanya hal
tersebut warga harus mempersiapkan diri karena ancaman tsunami bisa datang
sewaktu-waktu. Sementara, warga hanya memiliki waktu yang singkat untuk
menghindar dari tsunami.
Berdasarkan data Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Tahun 2017 - 2022, Kabupaten Cilacap memiliki luas wilayah 225.360,840 hektar (ha),
yang terbagi menjadi 24 kecamatan 269 desa dan 15 kelurahan. Wilayah yang
merupakan kabupaten terluas di Jawa Tengah ini merupakan salah satu daerah yang
berada di Pesisir Selatan Jawa yang masuk dalam perhatian daerah rawan bencana di
Indonesia.

Gambar 1. Peta Administrasi Kabupaten Cilacap


(Sumber : Peta Tematik Indonesia)
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cilacap,
menginventarisir terdapat 55 desa di wilayah Pesisir Selatan Jawa yang berpotensi
terdampak tsunami. Ke-55 desa tersebut tersebar di 10 wilayah kecamatan. Dari 10
kecamatan tersebut, desa-desa di tujuh kecamatan memiliki kategori dampak tinggi.
Desa-desa tersebut antara lain desa-desa yang terdapat di wilayah pesisir Kecamatan
Nusawungu, Binangun, Adipala, Kesugihan, Cilacap Utara, Cilacap Selatan dan
Cilacap Tengah. Sedangkan desa-desa di tiga kecamatan lainnya, yakni desa-desa
yang berada di wilayah Kecamatan Maos, Kampung Laut dan Patimuan, masuk
kategori terdampak sedang.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN)
memberi perhatian penuh terhadap aspek kebencanaan. Sejalan dengan Undang-
Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, dijelaskan
bahwa penanggulangan bencana terdiri dari tiga tahap, yaitu pada saat pra bencana,
saat tanggap darurat, dan pasca bencana. Kementerian ATR/BPN terlibat penuh pada
tahap pra bencana dan pasca bencana. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Sofyan Djalil dalam Sarasehan Hari Agraria dan Tata Ruang
(HANTARU) 2018 di Jakarta mengatakan “Penentuan lokasi relokasi bencana
didasarkan pada rekomendasi aspek kebencanaan tata ruang dan ketersediaan data
bidang tanah terdaftar”. Abdul Kamarzuki Direktur Jenderal Tata Ruang
menambahkan peran utama Direktorat Jenderal (Ditjen) Tata Ruang dalam aspek
kebencanaan, terkandung dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang
Penataan Ruang yang merupakan bagian dari Penyelenggaraan Penataan Ruang
khususnya perencanaan tata ruang, pemanfaatan dan pengendalian.
Pada kondisi yang mungkin terjadi tersebut perlu adanya suatu analisis
terhadap mitigasi (upaya untuk mengurangi risiko) bencana tsunami di Pesisir
Selatan Jawa khususnya di Kabupaten Cilacap. Dengan analisis yang tepat terhadap
mitigasi bencana tsunami di Kabupaten Cilacap diharapkan akan mampu
mengurangi risiko bencana tsunami yang terjadi. Kajian ini sendiri bertujuan agar
masyarakat yang berada di dekat bibir pantai atau berada pada wilayah pesisir
Kabupaten Cilacap mampu menyelamatkan diri dari bencana tsunami yang terjadi.
Analisis dilakukan dengan interpretasi Citra Satelit untuk mendelineasi zona
rawan bencana dan mengetahui penggunaan tanah di Kabupaten Cilacap sehingga
diketahui daerah rawan bencana dan daerah yang aman terhadap risiko bencana.
Selanjutnya langkah yang dilakukan yakni mengoverlaykan Peta Rawan Bencana
(hasil analisis) dengan Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten
Cilacap. Dengan mengoverlaykan kedua peta tersebut maka kita dapat menganalisis
serta membuat Peta Kawasan Lindung, Peta Jalur Evakuasi, dan Peta Shelter (tempat
berlindung).

Berikut ini merupakan diagram alir penelitian pemetaan tematik mitigasi


bencana tsunami di Pesisir Pantai Selatan Kabupaten Cilacap.

Citra Satelit Digitasi Peta Peta RTRW dan


Google Rawan Bencana Peta Rupa Bumi
Kabupaten Cilacap

Interpretasi
Penggunaan
Tanah
Menentukan
Kawasan Rawan
Bencana (KRB)

Menentukan Membuat Peta


Penyesuaian Kawasan
Rencana Peruntukan Lindung, Peta
Ruang di Kawasan Jalur Evakuasi,
Rawan Bencana dan Peta Shelter.

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian Pemetaan Tematik Mitigasi Bencana Tsunami di


Pesisir Selatan Kabupaten Cilacap

B. Identifikasi Kawasan Rawan Bencana (KRB) Tsunami


Seperti yang kita ketahui bahwa wilayah pesisir selatan Kabupaten Cilacap
memiliki risiko yang tinggi akan timbulnya bencana tsunami. Mencermati aktivitas
kegempaan di zona selatan Cilacap akhir-akhir ini, tampak ada peningkatan aktivitas
seismik. Catatan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), sejak Mei
2019 sudah terjadi 3 kali gempa signifikan yang mengguncang zona selatan Jawa Barat
dan Jawa Tengah. Dengan memperhatikan tingginya aktivitas kegempaan di wilayah
ini tampaknya zona gempa selatan Cilacap patut diwaspadai. Oleh karena itu, sangat
penting untuk terus menggalakkan upaya mitigasi gempa dan tsunami. Dalam hal ini
Kementerian ATR/BPN berperan dalam penataan ruang Kawasan Rawan Bencana
(KRB) Tsunami, yang mana dinilai sangat strategis untuk pengurangan risiko bencana
tsunami itu sendiri. Penataan ruang tersebut nantinya untuk mengatur lokasi yang
aman sebagai kawasan budidaya dan lokasi mana yang termasuk dalam kawasan
berfungsi lindung.
Hal paling mendasar untuk proses mitigasi bencana tsunami ini sendiri yaitu
pembuatan Peta Rawan Bencana sebagai informasi yang dapat diakses oleh berbagai
kalangan. Peta Rawan Bencana ini dibuat dengan mengidentifikasi daerah yang
termasuk dalam zona rawan bencana tsunami serta daerah yang aman terhadap risiko
bencana tersebut guna menentukan jalur evakuasi maupun daerah/ kawasan yang
aman untuk berlindung apabila terjadi bencana tsunami. Zona rawan bencana dan
daerah yang aman terhadap bencana ini didapatkan dengan cara melakukan digitasi
terhadap Peta Bahaya Tsunami Kabupaten Cilacap yang sudah ada sebelumnya yang
dibuat oleh Gtz (tim survei) Kabupaten Cilacap pada tahun 2012. Hasil digitasi
tersebut dioverlaykan dengan .shp batas administrasi Kabupaten Cilacap yang
diunduh dari Indonesia Geospatial Portal.
Kemudian untuk memastikan (cross check) mengenai daerah rawan bencana
tsunami tersebut juga dilakukan identifikasi berdasarkan kemiringan lereng yang
mana data .shp kemiringan lereng ini didapat dari DEM SRTM usgs.gov.. Berdasarkan
klasifikasi menurut Universal Soil Loss Equation (USLE) klasifikasi kemiringan lereng
adalah sebagai berikut :
Tebel 1. Klasifikasi Kemiringan Lereng Menurut USLE
Klasifikasi (%) Keterangan
1-2 Datar
2-7 Sangat Landai
7-12 Landai
12-18 Agak Curam
18-24 Curam
< 24 Sangat Curam
Sumber : Universal Soil Loss Equation (USLE)
Gambar 3. Peta Kemiringan Lereng Pesisir Selatan Kabupaten Cilacap
Sumber : Analisis Data Tahun 2019

Berdasarkan identifikasi tersebut bahwa wilayah pesisir selatan Kabupaten


Cilacap memiliki kemiringan lereng rata-rata 0-2 % yang berarti datar dan 3-8 % yang
termasuk landai. Kemiringan di wilayah pesisir selatan Kabupaten Cilacap ini
membuat daerah tersebut menjadi rawan terhadap risiko bencana tsunami.
Selanjutnya dari hasil analisis dan identifikasi kelerengan tersebut di atas
dihasilkan Peta Rawan Bencana Tsunami sebagai berikut :

Gambar 4. Peta Rawan Bencana Tsunami Kabupaten Cilacap


Sumber : Analisis Data Tahun 2019
Hasil digitasi Peta Rawan Bencana Tsunami di atas dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Zona berwarna merah adalah “Zona Bahaya Tsunami” untuk perkiraan tinggi
gelombang tsunami kurang dari 3 meter (< 3 meter).
Zona merah ini merupakan wilayah pesisir dengan ketinggian berkisar antara 6-12
meter di atas permukaan air laut (mdpl) yang berjarak hingga mencapai 500 meter
dari garis pantai.
Total luas wilayah yang berada dalam zona merah ini yakni ± 4.771 hektar.
Adapun wilayah yang termasuk dalam zona merah disajikan dalam tabel 1 sebagai
berikut :
Tabel 2. Wilayah yang Termasuk Zona Merah
(Peta Rawan Bencana Tsunami)
No. Desa/ Kelurahan Kecamatan
1 2 3
1. Tambakreja
Kecamatan Cilacap Selatan
2. Tegal Kamulyan
3. Mertasinga (bagian selatan) Kecamatan Cilacap Utara
4. Menganti (bagian selatan)
5. Karangkandri (bagian selatan) Kecamatan Kesugihan
6. Slarang (bagian selatan)
7. Gombolharjo
8. Wlahar
9. Bunton
10. Karanganyar Kecamatan Adipala
11. Karangbenda (bagian selatan)
12. Glempangpasir (bagian selatan)
13. Welahan Wetan (bagian selatan)
14. Widarapayung Kulon (bagian selatan)
15. Sidayu (bagian selatan)
Kecamatan Binangun
16. Widarapayung Wetan (bagian selatan)
17. Sidaurip (bagian selatan)
1 2 3
18. Pagubugan Kulon (bagian selatan)
Kecamatan Binangun
19. Pagubugan (bagian selatan)
20. Karangtawang (bagian selatan)
21. Karangpakis (bagian selatan)
Kecamatan Nusawungu
22. Banjarsari (bagian selatan)
23. Jetis (bagian selatan)

Sumber : Analisis Data Tahun 2019

2. Zona berwarna kuning adalah “Zona Bahaya Tsunami” untuk perkiraan tinggi
gelombang tsunami lebih dari 3 meter (> 3 meter).
Zona kuning ini merupakan wilayah pesisir dengan ketinggian berkisar antara 6-12
meter di atas permukaan air laut (mdpl) yang rata-rata berjarak antara 500 meter
hingga 1,5 kilometer dari garis pantai.
Total luas wilayah yang berada dalam zona merah ini yakni ± 9.415 hektar.
Adapun wilayah yang termasuk dalam zona kuning disajikan dalam tabel 2 sebagai
berikut :
Tabel 3. Wilayah yang Termasuk Zona Kuning
(Peta Rawan Bencana Tsunami)
No. Desa/ Kelurahan Kecamatan
1 2 3
1. Sidakaya
Kecamatan Cilacap Tengah
2. Gunungsimping
3. Kebonmanis
4. Gumilir Kecamatan Cilacap Utara
5. Mertasinga (bagian utara)
6. Menganti (bagian utara)
7. Karangkandri (bagian utara)
8. Slarang (bagian utara) Kecamatan Kesugihan
9. Kalis Abuk (bagian selatan)
10. Kesugihan Kidul
11. Karang Kemiri (bagian selatan) Kecamatan Maos
1 2 3
12. Karangsari (bagian selatan)
13. Penggalang
14. Adipala
15. Adireja Kulon
16. Adireja Wetan
Kecamatan Adipala
17. Adiraja
18. Karangbenda (bagian utara)
19. Pedasong
20. Glempangpasir (bagian utara)
21. Welahan Wetan (bagian utara)
22. Jati (bagian selatan)
23. Kepudang (bagian selatan)
24. Jepara Kulon
25. Widarapayung Kulon (bagian utara)
26. Sidayu (bagian utara) Kecamatan Binangun
27. Widarapayung Wetan (bagian utara)
28. Sidaurip (bagian utara)
29. Pagubugan Kulon (bagian utara)
30. Pagubugan (bagian utara)
31. Karangtawang (bagian utara)
32. Karangpakis (bagian utara)
33. Banjarsari (bagian utara) Kecamatan Nusawungu
34. Jetis (bagian utara)
35. Banjareja (bagian tenggara)

Sumber : Analisis Data Tahun 2019

3. Zona berwarna abu-abu adalah “Zona Aman Dari Tsunami”.


Zona abu-abu ini merupakan wilayah yang berjarak lebih dari 1,5 kilometer dari
garis pantai dengan ketinggian yang beragam.
Dengan mengetahui Kawasan Rawan Bencana (KRB) Tsunami, maka
Kementerian ATR/BPN dapat melakukan penyesuaian rencana peruntukan ruang di
kawasan rawan tsunami tersebut. Dalam penentuan penyesuaian rencana
peruntukan ruang tersebut dilakukan analisis terhadap Peta Rawan Bencana dengan
pola penggunaan tanah di Kabupaten Cilacap. Adapun untuk identifikasi pola
penggunaan tanah di wilayah pesisir selatan Kabupaten Cilacap dilakukan dengan
cara interpretasi citra satelit yakni menggunakan citra satelit google yang diunduh
dari SAS Planet Nigthly 2019 untuk wilayah pesisir selatan Jawa (Kabupaten Cilacap).
Citra satelit tersebut digunakan untuk mendigitasi pola penggunaan tanah yang ada
di wilayah pesisir selatan Kabupaten Cilacap.

Gambar 5. Citra Pesisir Selatan Kabupaten Cilacap


(Sumber : SAS Planet Nigthly 2019)

Kemudian hasil digitasi pola penggunaan tanah di wilayah pesisir selatan


Kabupaten Cilacap tersebut dioverlaykan dengan Peta Rawan Bencana Tsunami
Kabupaten Cilacap. Sehingga dari hasil analisis spasial tersebut didapatkan
persentase pola penggunaan tanah yang berada di Kawasan Rawan Bencana (KRB)
Tsunami, yang mana zona rawan bencana ini dibagi menjadi 2 yakni zona merah
untuk perkiraan tinggi gelombang tsunami kurang dari 3 meter (< 3 meter) dan zona
kuning untuk perkiraan tinggi gelombang tsunami lebih dari 3 meter (> 3 meter).
Adapun tabel persentase dapat dilihat berikut ini :
1. Zona berwarna merah
Tabel 4. Persentase Penggunaan Tanah di Zona Merah
No. Penggunaan Tanah Luas (ha) Persentase (%)
1. Perkotaan 126 2,64
2. Pedesaan 354 7,42
3. Perkotaan Ibukota 231 4,84
4. Kawasan Industri 578 12,12
5. Lahan Kering & Basah 3.482 72,98
Jumlah 4.771 100
Sumber : Analisis Data Tahun 2019

2. Zona berwarna kuning


Tabel 5. Persentase Penggunaan Tanah di Zona Kuning
No. Penggunaan Tanah Luas (ha) Persentase (%)
1. Perkotaan 506 5,37
2. Pedesaan 2.043 21,70
3. Perkotaan Ibukota 1.094 11,62
4. Kawasan Industri 0 0
5. Lahan Kering & Basah 5.772 61,31
Jumlah 9.415 100
Sumber : Analisis Data Tahun 2019

Dari analisis tersebut dapat dilihat bahwa pola penggunaan tanah di daerah
rawan bencana tsunami tersebut sebagian besar berupa lahan kering dan lahan basah.
Namun masih ada pola penggunaan pemukiman, hal ini dapat diketahui dari
persentase penggunaan perkotaan dan pedesaan. Padahal seharusnya kawasan rawan
bencana (zona bahaya tsunami) tidak boleh digunakan untuk pemukiman. Adapun
penggunaan pemukiman tersebut tersebar pada beberapa desa di wilayah Kecamatan
Cilacap Selatan, Kecamatan Cilacap Utara, Kecamatan Adipala, Kecamatan Binangun,
Kecamatan Nusawungu, Kecamatan Kasugihan, dan Kecamatan Maos. Berdasarkan
data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Cilacap, dapat diketahui perkiraan
jumlah penduduk yang tinggal di kecamatan yang mana masuk ke dalam zona rawan
bencana tsunami tersebut. Berikut ini tabel perkiraan jumlah penduduk berdasarkan
data Kecamatan dalam angka tahun 2019 yang dikeluarkan oleh BPS Kabupaten
Cilacap :
Tabel 6. Perkiraan Jumlah Penduduk di Zona Rawan Bencana Tsunami
No. Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa)
1. Cilacap Selatan 41.110
2. Cilacap Utara 46.326
3. Adipala 79.253
4. Binangun 38.963
5. Nusawungu 32.484
6. Kesugihan 56.376
7. Maos 5.003
Jumlah 299.515
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Cilacap Tahun 2018

Maka dari itu Kementerian ATR/BPN dapat mengusulkan dan merencanakan


untuk dilakukan relokasi sebagai salah satu upaya mitigasi bencana tsunami. Adapun
mengenai usulan/rencana kawasan untuk relokasi yakni dengan jarak ± 3,5 sampai
dengan 5 kilometer (km) dari garis pantai yang mana tidak jauh dari lokasi
pemukiman sebelumnya. Hal ini dengan mempertimbangkan hasil analisis spasial
kawasan yang aman terhadap bencana yang memiliki pola penggunaan tanah yang
sesuai untuk kawasan relokasi.

C. Analisis Spasial untuk Menentukan Kawasan Lindung


Dalam mitigasi bencana tsunami di Pesisir Selatan Kabupaten Cilacap,
Kementerian ATR/BPN juga berperan penting dalam penetapan Batas Sempadan
Pantai (BSP) serta peningkatan pengendalian pemanfaatan ruang di sempadan pantai
dan di KRB tsunami tersebut. Peranan ini dapat dilakukan menggunakan metode
analisis spasial dengan cara overlay (menumpang-tindihkan) citra satelit dengan
beberapa .shp peta antara lain peta rawan bencana, penggunaan lahan dan peta
kawasan hutan Jawa Tengah (Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 359/
Menhut-II/ 2004).
Hasil analisis yang pertama yakni mengenai Batas Sempadan Pantai (BSP).
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016 Tentang Batas Sempadan
Pantai Pasal 1 ayat 2 yang dimaksud dengan sempadan pantai adalah daratan
sepanjang tepian pantai, yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik
pantai, minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Hal tersebut juga
diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 9 Tahun 2011 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cilacap Tahun 2011-2031 Pasal 28 ayat 5 yang
menyebutkan bahwa kawasan perlindungan sempadan pantai ditetapkan dengan
ketentuan minimal lebar 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat
proporsional sesuai bentuk dan kondisi fisik. Oleh karena itu hasil analisis spasial
bahwa untuk daerah sempadan pantai sekitar 100 meter dari garis pantai akan
dijadikan kawasan lindung (hutan mangrove) sebagai penahan tusnami. Adapun pola
penggunaan untuk kawasan lindung tersebut antara lain Kawasan Resapan Air;
Kawasan Perlindungan Mata Air; Kawasan Perlindungan Mangrove; Kawasan Cagar
Alam; Kawasan Lindung; Kawasan Pertanian Lahan Basah; Kawasan Pertanian Lahan
Kering; Kawasan Hutan Lindung; Kawasan Hutan Produksi; Dan Kawasan Hutan
Produksi Terbatas.
Berikut ini merupakan Peta Kawasan Lindung hasil dari analisis spasial :

Gambar 6. Peta Kawasan Lindung Kabupaten Cilacap


Sumber : Analisis Data Tahun 2019
Kawasan lindung ini merupakan kawasan khusus untuk konservasi. Pada
kawasan ini sangat dilarang untuk didirikannya bangunan (untuk penggunaan
perumahan). Pola penggunaan kawasan lindung ini bertujuan untuk menahan
gelombang tsunami. Untuk kawasan di luar kawasan lindung yang masih berada
dalam zona rawan bencana diperuntukkan sebagai kawasan dengan penggunaan
terbatas, dalam arti kawasan ini masih tertutup untuk pemukiman akan tetapi
diperbolehkan bagi pertanian dan industri dengan syarat bangunan harus tahan
gempa dan paling tidak struktur bangunan memungkinkan ruang air untuk lewat
sehingga daya hantaman gelombang berkurang.

D. Analisis Spasial untuk Menentukan Shelter (Tempat Berlindung) dan Jalur


Evakuasi
Dengan mengetahui Kawasan Rawan Bencana (KRB) dan daerah yang aman
terhadap bencana maka selanjutnya dapat dilakukan juga analisis spasial terkait
penentuan lokasi shelter (tempat berlindung) dan jalur evakuasi untuk upaya
mitigasi bencana. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa terdapat kurang
lebih 299.515 jiwa penduduk yang berada di wilayah zona rawan bencana tsunami,
oleh karena itu analisis spasial terkait shelter (tempat berlindung) maupun jalur
evakuasi merupakan hal yang sangat diperukan untuk mengurangi risiko korban jiwa
karena bencana tersebut. Dengan adanya analisis ini diharapakan masyarakat pesisir
selatan Pulau Jawa khususnya wilayah Kabupaten Cilacap sudah mempersiapkan diri
bila sewaktu-waktu terjadi bencana tsunami. Oleh karena itu, Kementerian ATR/BPN
berperan dalam perencanaan dan pengintegrasian sistem evakuasi bencana tsunami
(jalur dan tempat evakuasi) ke dalam perencanaan tata ruang dan pembangunan.
Shelter (tempat berlindung) ini merupakan tempat bagi masyarakat untuk
dapat menyelamatkan diri pada saat terjadi bencana tsunami. Kondisi topografi
wilayah pesisir Kabupaten Cilacap yang datar dan tidak terdapat wilayah perbukitan
maka pemilihan lokasi untuk shelter (tempat berlindung) meliputi bangunan-
bangunan tinggi yang kokoh seperti Sekolah, Kantor Kelurahan, Kantor Kecamatan,
gedung-gedung tinggi, Masjid maupun ruang terbuka seperti lapangan. Berikut ini
merupakan faktor dan indikator dalam penentuan lokasi shelter (tempat berlindung):
Tabel 7. Faktor dan Indikator Lokasi Shelter (Tempat Berlindung)
No. Faktor Indikator
 Tidak dekat badan air yang terhubung
1. Lokasi dengan laut

2. Populasi  Dekat dengan kawasan populasi tinggi

 Mudah diakses baik siang maupun malam,


berada di pinggir jalan/ jalur evakuasi
3. Aksesibilitas  Waktu tempuh kurang dari waktu
gelombang tsunami pertama sampai di
pantai

 Berada pada kawasan dengan ketinggian


4. Topografi Kawasan lebih dari gelombang tsunami pertama
sampai di pantai

 Pintu masuk berada di depan jalur


evakuasi
5. Orientasi Bangunan  Merupakan bangunan yang kokoh yang
tahan terhadap gempa bumi

Sumber : FEMA (2005), FEMA (2008), Permana (2007), BNPB (2010), BNPB (2012)
Penentuan lokasi shelter (tempat berlindung) dilakukan dengan cara
mengidentifikasi persebaran lokasi-lokasi yang layak dijadikan sebagai shelter
(tempat berlindung) sesuai dengan faktor dan indikator dalam penentuan lokasi
shelter (tempat berlindung) tersebut di atas. Dalam menentukan persebaran shelter
(tempat berlindung) maka dilakukan analisis spasial yakni dengan interpretasi citra
satelit, identifikasi dengan google earth, .shp Peta Rupa Bumi Indonesia Kabupaten
Cilacap Tahun 2018, dan .shp penggunaan tanah serta dengan mempertimbangkan
kepadatan penduduk di wilayah tersebut.
Dari interpretasi citra satelit maka didapatkan penampakan penggunaan tanah
yang berupa lapangan di mana penampakannya yakni lahan terbuka (tanpa tutupan
lahan). Lokasi berupa lapangan ini nantinya dijadikan shelter (tempat berlindung)
seperti didirikannya tenda-tenda untuk pengungsian warga, yang mana lokasi ini
berada di wilayah yang aman terhadap bencana tsunami. Selain itu dari identifikasi
penggunaan tanah serta identifikasi dengan penampakan di google earth maka dapat
ditentukan pula lokasi shelter (tempat berlindung) yang berupa bangunan-bangunan
kokoh yang layak sebagai tempat untuk evakuasi. Bangunan-bangunan kokoh ini bisa
tersebar di zona rawan maupun zona aman tsunami.
Berikut ini merupakan hasil analisis spasial berupa Peta Shelter (Tempat
Berlindung) yang digunakan sebagai acuan untuk evakuasi saat terjadi bencana
tsunami :

Gambar 8. Peta Tempat Pengungsian (Shelter)


Sumber : Analisis Data Tahun 2019

Shelter (tempat berlindung) ini meliputi tempat pengungsian sementara dan


juga tempat pengungsian akhir. Tempat pengungsian sementara merupakan
bangunan-bangunan kokoh yang tersebar di wilayah zona kuning. Tempat
pengungsian sementara ini digunakan untuk pengungsian warga yang berada di zona
merah secara darurat harus segera berlindung dan tidak memungkinkan untuk
menempuh jarak hingga ke zona aman (zona abu-abu). Adapun tempat pengungsian
akhir merupakan bangunan-bangunan kokoh ataupun lapangan (ruang terbuka)
untuk berdirinya tenda-tenda pengungsian yang tersebar di wilayah zona abu-abu
yakni zona aman dari bencana tsunami.
Beberapa contoh penampakan bangunan yang dapat dijadikan sebagai shelter
(tempat berlindung) yang telah memenuhi kriteria :
Gambar 9. Shelter (Tempat Berlindung)
Sumber : Google Earth 2019

Setelah didapatkan persebaran lokasi shelter (tempat berlindung), tentunya


perlu dilakukan pemetaan jalur evakuasi. Jalur evakuasi berfungsi sebagai
pedoman/petunjuk arah ke mana masyarakat akan menyelamatkan diri. Jalur
evakuasi ini juga menunjukkan arah menuju lokasi shelter (tempat berlindung)
sehingga masyarakat dapat menyelamatkan diri saat terjadi bencana tsunami.
Adapun beberapa faktor dan indikator dalam penentuan jalur evakuasi tsunami
adalah sebagai berikut :
Tabel 8. Faktor dan Indikator Jalur Evakuasi Tsunami
No. Faktor Indikator
 Memanfaatkan jalur eksisting
Menjauhi Garis  Menuju jalan dengan lebar yang lebih
1. besar, minimal bisa dilalui 2 orang
Pantai
 Menghindari melewati jembatan

 Pergerakan massa setiap blok diarahkan


agar tidak tercampur dengan lainnya
2. Aksesibilitas untuk tidak terjadi kemacetan
 Dilarang parkir kendaraan di jalan
No. Faktor Indikator
3. Pemanfaatan Ruang  Tidak terjadi arus balik saat evakuasi

4. Topografi Kawasan  Menuju kawasan tinggi/ kawasan aman


Sumber : FEMA (2005), FEMA (2008), Permana (2007), BNPB (2010), BNPB (2012)

Pemetaan jalur evakuasi ditentukan dengan menggunakan analisis spasial peta


rawan bencana tsunami dengan .shp jaringan jalan Kabupaten Cilacap dengan
mempertimbangkan faktor dan indikator di atas. Dari hasil analisis spasial, rata-rata
jalan yang berada di wilayah pesisir selatan Kabupaten Cilacap ini merupakan jalan
arteri yang memiliki lebar ± 11 meter, artinya lebar jalan-jalan ini memenuhi kriteria
untuk ditetapkan sebagai jalur evakuasi. Selain itu penentuan jalur evakuasi ini juga
mempertimbangkan jumlah populasi di setiap wilayahnya, yang mana semakin padat
populasi di suatu wilayah, maka jalur evakuasi ditentukan semakin banyak. Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa berdasarkan data di BPS, jumlah penduduk
yang berada di zona rawan bencana kurang lebih 299.515 jiwa yang tersebar di
beberapa wilayah kecamatan pesisir selatan Kabupaten Cilacap, sehingga perlu
dipetakan banyak jalur evakuasi yang bisa dilalui masyarakat untuk menyelamatkan
diri/ untuk menuju ke shelter (tempat berlindung). Pemetaan jalur evakuasi tersebut
dapat dilihat seperti pada Peta Jalur Evakuasi berikut ini :

Gambar 7. Peta Jalur Evakuasi Kabupaten Cilacap


Sumber : Analisis Data Tahun 2019
Arah jalur evakuasi yakni ke arah utara menuju tempat/ wilayah yang lebih
aman. Untuk yang berada di wilayah zona merah evakuasi ke zona kuning maupun
ke zona abu-abu, sedangkan untuk yang berada di wilayah zona kuning, maka
evakuasi ke zona abu-abu atau evakuasi ke gedung bertingkat yang aman di wilayah
zona kuning. Untuk mendukung upaya mitigasi bencana tsunami ini, selain
pembuatan peta jalur evakuasi juga perlu dipasang adanya rambu/ tanda arah jalur
evakuasi di lapangan.

E. Kesimpulan
Analisis spasial untuk mitigasi bencana tsunami di wilayah pesisir selatan Kabupaten
Cilacap dimulai dari proses identifikasi Kawasan Rawan Bencana (KRB) Tsunami,
sehingga dari identifikasi tersebut kemudian dapat menghasilkan Peta Kawasan
Lindung, Peta Jalur Evakuasi dan Peta Shelter (Tempat Berlindung). Berdasarkan hasil
analisis spasial tersebut ke Kementerian ATR/BPN dapat melakukan kebijakan
penataan ruang KRB tsunami yang meliputi penetapan Batas Sempadan Pantai (BSP)
dengan mempertimbangkan risiko bencana tsunami, perubahan/penyesuaian
rencana peruntukan ruang di kawasan rawan tsunami, perencanaan dan
pengintegrasian sistem evakuasi bencana tsunami (jalur dan tempat evakuasi) ke
dalam perencanaan tata ruang dan pembangunan, dan peningkatan pengendalian
pemanfaatan ruang di sempadan pantai dan di KRB tsunami.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Cilacap 2019, Diakses melalui


http://bpbd.cilacapkab.go.id/.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Cilacap 2019, Diakses melalui


https://cilacapkab.bps.go.id/.

Kelompok Kerja Cilacap untuk Pemetaan Bahaya Tsunami 2010, Dokumentasi Teknis
Peta Bahaya Tsunami untuk Kabupaten Cilacap, Gitews.

Handoyo, G, dkk 2017, ‘Peta kerawanan tsunami serta rancangan jalur evakuasi di pantai
Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa
Yogyakarta’, Jurnal Kelautan, vol. 10, no. 2, hlm. 136-146.

Hilmi, E, dkk 2012, ‘Analisis Potensi Bencana Abrasi dan Tsunami di Pesisir Cilacap’,
Jurnal Penanggulangan Bencana, vol. 3, no. 1, hlm. 34-42, Badan Penanggulangan
Bencana Daerah.

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional 2019, Diakses
memlalui https://www.atrbpn.go.id/Berita/Siaran-Pers/pacitan-jadi-contoh-tata-
ruang-kawasan-rawan-bencana-tsunami-68585.

Nurfaida 2016, ‘Penggunaan SIG untuk Pemetaan Jalur Evakuasi Bencana Tsunami di
Desa Tonggolobibi, Kecamatan Sojol, Kabupaten Donggala’, E-Journal Geo-
Tadulako UNTAD, Universitas Tadulako.

Rachman, AP, Suryo, MS 2015, ‘Penerapan Sistem Evakuasi Tsunami di Kawasan


Perkotaan Kabupaten Cilacap, Kasus: Kecamatan Cilacap Selatan’, Jurnal
Permukiman, vol. 10, no. 1, hlm. 37-48.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Cilacap Tahun


2017-2022

Rencana Strategis Badan Nasional Penanggulangan Bencana Tahun 2015-2019.


Risiko Bencana Indonesia (RBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

Subardjo, P, Ario, R 2015, ‘Uji Kerawanan Terhadap Tsunami dengan Sistem Informasi
Geografis (SIG) di Pesisir Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Yogyakarta’,
Jurnal Kelautan Tropis, vol. 18, no. 2, hlm. 82-97.

Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016 Tentang Batas Sempadan Pantai
Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Cilacap Tahun 2011-2031
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai