Anda di halaman 1dari 12

Cerbung baru unt kel.

Seruni

#CINTA_SANG_PILOT 1

"Aina adalah adik kalian, Papi harap kalian dapat selayaknya menjadi saudara"

Suara Arman Herlambang memecah kesunyian ruang makan yang ditata aristokratis ini.

Suasana tetap hening, hanya terdengar denting sendok dan garpu yang sesekali beradu dengan piring-
piring di meja makan.

Meski demikian, ketenangan hanya nampak dipermukaan saja. Jauh dalam dada mereka yang duduk
melingkari meja makan, bergemuruh

"Aina, mulai saat ini, kau adalah bagian keluarga ini, jangan canggung"

Aina hanya mengangguk perlahan. Lidahnya tak sanggup mengucap satu kata pun ditengah keluarga
barunya. Aina tak nyaman dengan aura ketidaksukaan keluarga ini. Aina mampu merasakan tatap
kebencian dalam diamnya mereka.

"Pesta debut Aina akan dilaksanakan minggu depan"

Nampak rona terkejut menghiasi wajah kakak-kakak Aina. Namun, hanya sesaat, suasana kembali
tenang seperti tak ada apapun.

Selepas makan bersama keluarga barunya, Aina tak tahu harus melakukan apa, harus bicara pada siapa
dan bagaimana. Semua orang tampak tak mempedulikannya. Jangankan menyapa, melihat ke arahnya
saja tidak.

Hanya Papi yang peduli padanya. Papi kandungnya yang baru diketahui di ujung kematian kakek. Papi
membawanya ke rumah ini sebagai anak kelima keluarga Herlambang.
Aina hanya diam di sudut kamar mewahnya. Dia rindu kampung halaman, rindu kakek dan nenek. Satu
tetes bening lepas dari pelupuk wajahnya.

Tapi, mereka sudah meninggalkannya sendirian di dunia ini. Tersudut di pojok kamar yang sangat asing
dan menyiksanya.

===

"Jangan maksa kami untuk mengakui dia Pih"

Raisa kakak kedua Aina menyerang papi dengan mata menyala. Raisa adalah dokter muda yang baru
saja mendapat izin praktek.

"Mungkin dia anak Papi, tapi bukan adik kami"

Raisa makin tinggi nada bicaranya.

Papi mengumpulkan ke empat anaknya untuk meminta mereka bersikap lebih baik pada Aina. Dua hari
ini Papi melihat mereka membuat Aina seperti diabaikan.

"Ingat, darah yang mengalir di tubuh Aina sama dengan darah kalian"

Arman mulai tersulut emosi

"Kalau kami mengakui dia, sama saja kami mengkhianati Mami, mengakui perselingkuhan Papi"

Plak!

Papi menampar Arya, kakak ketiga Aina.


"Jaga bicaramu!"

"Kenapa, apa aku salah bicara kalau Papi selingkuh, mengkhianati Mami belasan tahun lamanya! "

Arya menantang Papi. Sebelum Papi lebih murka, Refan membawa Arya keluar dari ruangan.

Raisa pun pergi dari ruangan, disana tinggal Metta yang diam seribu bahasa. Dia pun membenci Aina,
tapi tak mampu melawan Papi yang sifatnya keras.

Sementara, Aina menangis di balik tirai. Kepingan hatinya terserak entah kemana. Jiwanya rapuh, tak
diakui itu sangat menyakitkan.

Didikan Arman yang keras pada anak-anaknya membentuk pola keras juga pada keempat anaknya.
Hukuman demi hukuman atas kesalahan kecil maupun besar menjadi makanan harian mereka.

Setahun setelah kematian istrinya, Arman Herlambang bertemu dengan mantan mertuanya, kakek
Aina.

Pertemuan yang tak terduga saat Arman mengurus proyek di Garut. Arman yang sedang mengemudi
mobil dengan kecepatan tinggi hampir saja menabrak mantan mertuanya.

Meski sudah berpisah lama, Arman masih bisa mengenali pria yang pernah berijab kabul dengannya 18
tahun yang lalu.

Arman memaksa Hamid, kakek Aina untuk mengetahui dimana sekarang dia tinggal. Hamid bungkam
dan tak peduli dengan permintaan Arman

Arman tak menyerah, dia membuntuti Hamid hingga takdir mempertemukannya dengan Aina, putri
yang lahir dari Hilmah istri keduanya. Arman pun tak kuasa menahan tangis saat tahu Hilmah istrinya
sudah tiada
Sejak itu Arman sering mengunjungi mereka. Saat Hamid merasa umurnya sudah tak lama lagi, barulah
dia menceritakan bahwa Aina adalah anak Arman dengan Hilmah.

Hamid sangat membenci Arman yang telah meninggalkan Hilmah. Setelah 6 bulan menikah, Arman tak
pernah datang lagi mengunjungi Hilmah hingga 3 bulan lamanya. Sampai akhirnya terjadi kebakaran
rumah Hilmah yang dibelikan Arman. Setelah kebakaran itu, Hamid membawa Hilmah pindah dari satu
kota ke kota lain. Hamid sengaja melakukan itu agar Arman tak bisa menemukan mereka. Hilmah
meninggal saat melahirkan Aina. Rahasia itu pun tertutup hingga 17 tahun lamanya.

===

"Woy pilot ganteng, kapan nyampe nih"

Hari ini teman-teman Refan, kakak pertama Aina datang ke rumah mereka. 4 cowok ganteng usai 28
tahunan itu meramaikan kamar Refan.

"Malem"

Zidan menjawab singkat. Dia langsung merebahkan badannya di kasur Refan.

Zidan seorang pilot muda berperawakan atletis khas seorang pilot. Pemilik mata teduh, hidung
mancung, kulit kuning langsat, rahang kuat yang merupakan perpaduan sempurna keturunan Timur
tegah dan Asia timur.

"Keren lo bisa keliling dunia gratis"

Aldi menepuk bahu Zidan kencang

"Sakit woy!"

Zidan meringis saat Aldi menepuk bahunya


"Yaelah cemen lo"

Saat Aldi hendak menepuk bahunya kembali, Zidan menangkisnya

"Bahu gue cedera"

Zidan memegang bahu kanannya

"Why"

Anton dosen matematik yang nyentrik naik ke Kasur Refan, sok perhatian.

"Paling di cipok Marsya... Hahaha"

Agung playboy cap kampak yang punya lapak di Mall Taman Anggrek di timpuk bantal oleh Zidan

"Gue bebas tugas sebulan coy"

Zidan merentangkan tangannya

"Asik tuh, bisa molor lo"

Aldi menimpali

"Fan, lo jadi merit? " tanya Agung

"Menurut lo? " Refan balik bertanya

"Kagak, coz Sofia cintanya ma gue"


Agung siap menangkap guling yang akan dilempar Refan

Refan, Zidan, Agung, Aldi dan Anton baru bertemu kembali setelah 2 tahun terakhir. Dengan kesibukan
pekerjaan masing-masin, tak memungkinkan untuk sering kumpul bareng.

Mereka berteman sejak SMU, berlanjut hingga seusia ini. Kebetulan hari ini mereka berlima memiliki
jadwal kosong. Rumah Refan jadi star kumpul untuk selanjutnya go ke tempat-tempat favorit mereka.

Sementara itu, Aina keluar dari kamarnya, bosan mengurung diri di kamar. Minggu depan, Aina baru
mulai masuk sekolah di SMU barunya.

Meski hari libur, Papi dan kakak-kakaknya tetap tak ada di rumah. Rumah ini sepi, seperti tak
berpenghuni.

Aina bermaksud kembali mengelilingi rumah barunya itu. Rumah ini sangat mewah. Tiang-tiang besar,
kokoh menyangga bangunan 3 lantai ini. Hampir di setiap sudut terdapat taman-taman asri yang
menyejukkan pandangan

Di lantai 1 terdapat ruang tamu, ruang makan, ruang santai, beberapa kamar asisten, dapur, kolam
renang, ruang olahraga. Juga terdapat garasi yang bisa menampung belasan mobil.

Setiap anggota keluarga memiliki mobil sendiri. kecuali Aina. Jumlah mobil yang ada di garasi rumah
mereka, melebihi jumlah penghuninya sendiri. Kadang Aina melihat mereka suka gonta-ganti mobil.

Lantai 2 khusus untuk kamar-kamar anggota keluarga dan kamar tamu. Di setiap kamar terdapat toilet
masing-masing. Disana terdapat juga ruang kerja, ruang baca, ruang keluarga, ruang santai. Saking
banyaknya kamar, awal datang kesini dia pernah salah masuk kamar. Aina masuk ke kamar Arya dan
langsung mendapatkan semprotan pedas dari Arya yang sangat membencinya.

Lantai 3 di bentuk lebih blong, lebih mirip aula. Meski begitu tetap masih ada beberapa ruang di sana.
Lantai 3 ini jarang di singgahi pemilik rumah. Aina pernah sekali kesana dan melihat Refan yang sedang
termenung sendiri.
Sudah seminggu Aina di rumah ini, sikap penghuni rumah masih sama, tak peduli. Terutama Raisa dan
Arya, mereka berdua paling kentara menampakkan ketidak sukaannya. Sedangkan Refan hanya
mencuekkannya saja. Kalau Metta cenderung diam tanpa ekspresi, Aina tak bisa meraba seperti apakah
perasaan Metta padanya.

Batin Aina tersiksa dengan kondisi ini. Meski demikian, di depan mereka, dia berusaha bersikap biasa.

Pernah terlintas untuk kabur saja. Namun niatnya urung saat tersadar dia tak punya tujuan di Jakarta ini.
Aina pasrah saja, mungkin ini adalah garis takdir yang harus dia lewati, sambil terus berharap cahaya
kebahagiaan akan segera mennyinarinya.

Aina berjalan mengitari rumahnya. Para asisten yang berpapasan bersikap hormat padanya, Aina
membalas dengan senyuman ramah.

Asisten rumah tangga mereka bersikap baik pada Aina. Mereka merasa di hargai oleh Aina. Berbeda
dengan majikan yang lain, tak peduli dan angkuh.

===

Di Kamar Refan, kelima cowok itu bersiap pergi.

"Gue ke toilet dulu ya".

Zidan masuk ke toilet, sementara yang lain keluar.

"Cepet ya jangan pake dandan"

"Lo kira gue lekong"

Zidan keluar dari kamar Refan. Baru beberapa langkah, ekor matanya menangkap sosok Aina.
Zidan sedikit terkejut dengan keberadaan Aina. Seingatnya, Adik perempuan Refan berwajah mirip
Refan, sedangkan gadis ini tidak.

Keterkejutan bukan hanya terjadi pada Zidan, Aina pun mengalami hal yang sama saat melihat pria
asing di depannya. Hampir saja dia berteriak.

Zidan menangkap kekagetan gadis di depannya. Wajah Aina yang terlihat lucu saat kaget membuat
Zidan tersenyum geli.

"Jangan takut, aku bukan penjahat"

Zidan mendekati Aina. Aina makin ketakutan melihat Zidan mendekatinya.

"Aku Zidan, teman Refan"

Zidan mengulurkan tangannya

Aina ragu apakah harus menyambut tangan itu atau tidak.

"Aina"

Aina menyambut uluran tangan Zidan. Seketika kehangatan menjalar merasuki jiwa Aina yang kesepian.

"Zidan ce ... !"

Refan tercekat melihat adegan di depannya. Aina menarik cepat tangannya dari genggaman Zidan. Aina
jadi salah tingkah dibuatnya, terlebih kakaknya melihat kejadian itu.

Refan kembali ke kamarnya untuk memanggil Zidan yang lama tak muncul.
Zidan segera menghampiri Refan. Sebelum melangkah pergi bersama Refan, Zidan menoleh dan
tersenyum pada Aina.

Aina menatap kepergian dua pria berbadan tegap itu hingga hilang dari pandangan

Sesaat kesepian menghilang dari hatinya. Zidan adalah orang yang menyambutnya disaat yang lain
mengabaikannya.

===

"Kak Raisa" Aina memanggil Raisa yang hendak menaiki tangga

Raisa tak mempedulikannya dan mempercepat langkah menaiki tangga

"Papi bilang, hari ini aku harus ke butik"

Raisa membalikkan badannya

"Terus" Raisa berkata sinis

"Papi bilang, katanya aku pergi bareng kak Raisa saja kan butiknya sama"

Raisa melotot

"Lo pikir gue kurir"

Raisa berlalu dihadapan Aina dengan menghentakkan kaki.


Aina sudah menyangka akan begitu tanggapan Raisa ataupun yang lain. Tapi, karena Papi yang
menyuruhnya, dia memberanikan diri. Tujuan papi adalah agar Aina lebih dekat dengan kakaknya.

Aina berlalu sambil menyeka matanya yang sudah basah. Kenapa juga dia bodoh meminta tolong Raisa,
tentu saja dia akan menolak secara menyakitkan

Aina duduk di taman di samping rumahnya. Denyut sakit di dadanya masih terasa. Sampai kapan dia
akan

mengalami keadaan ini.

Di depannya terdapat kolam ikan kecil yang dibuat menyerupai sungai dengan pancuran kecil di
pinggirnya. Gemerecik pancuran itu membawa suasana alam yang menenangkan.

Aina menatap ikan-ikan yang bergerak hilir mudik tanpa beban. Aina berfikir enak sekali menjadi ikan,
tak ada sakit, tak ada airmata.

Disekitar kolam, ditata rumput hijau yang disekelilingnya ditanami berbagai macam aneka bunga. Angin
yang berhembus menjadikan aneka bunga tersebut menari-nari menggoda mata yang memandangnya.

Aroma semerbak menyeruak di taman ini, memanjakan siapa saja yang menghirupnya. Berada di taman
ini, sesaat Aina mampu melupakan sakit itu.

"Kau mau ke butik? "

Metta tiba-tiba duduk di sebelahnya

Aina kaget setengah mati melihat Metta duduk di sebelahnya.

"Aku bisa mengantarmu, sekalian mencari bajuku"

Aina membelalakkan matanya tak percaya


"Be... Benarkah? "

"Ayo"

Metta segera berlalu. Tanpa lama, Aina mengikutinya. Mendadak bahagia itu menyerangnya. Denyut-
denyut kesedihan pun hilang.

Sesampainya di butik langganan keluarga Herlambang, Aina di pandu oleh pelayan yang sangat ramah.
Pelayan itu sudah tahu siapa Metta. Keluarga Herlambang adalah pelanggan setia mereka.

Metta pun memberi masukkan mode dan warna yang cocok untuk Aina. Di mata Aina meski tak banyak
bicara, Metta terlihat sangat baik hari ini

Selepas dari butik, Metta mengajak Aina belanja di mall. Mereka membeli berbagai barang yang
dibutuhkan. Saking asyiknya memilih barang, Aina tak sadar kalau Metta meninggalkannya.

Saat tersadar, Aina mencari Metta kemana-mana hingga keluar Mall. Tapi yang dicari sudah tak ada.
Aina panik sebab dia sama sekali tak kenal Jakarta. Dia juga tak hapal alamat rumahnya. Aina pun tak
memiliki handphone, papi belum membelikannya.

Aina tak kuasa menahan tangis. Dia menangis bukan hanya karena tak tahu jalan pulang, tapi karena
terhempas dari hayalan yang terlampau tinggi, Metta mengakuinya. Dia terlalu naif, harusnya
menyadari dari awal bahwa Metta merencanakan untuk membuangnya.

Hari sudah sore, Aina tak tahu harus kemana, harus bagaimana. Papi sedang di luar negeri, tak mungkin
papi akan mencarinya, tahu saja tidak peristiwa ini.

Aina hanya bisa menangis meratapi nasibnya.

"Aina"
Satu suara memanggilnya. Aina mendongakkan kepala dan....

"Kak Zidan ...! "

Anda mungkin juga menyukai