PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
mulai dari skala kecil seperti jamu gendongan dan jamu seduhan, sampai dengan
perusahan besar yang memproduksi jamu serbuk, kapsul jamu, pil, tablet jamu,
minyak oles, dll. Obat tradisional ini memiliki peranan yang cukup besar dalam
semakin meningkat. Industri obat tradisional saat ini berkembang cukup pesat.
disebabkan oleh pesatnya jumlah industri yang diikuti permintaan konsumen yang
obat tradisional disebabkan oleh harganya yang jauh lebih murah dan memiliki
1
B. Tujuan Kunjungan Industi
Adapun tujuan kunjungan industri di PT. Karya Pak Oles adalah sebagai
berikut :
2. Untuk mengetahui produk-produk apa saja yang di produksi di PT. karya Pak
Oles.
Adapun manfaat dari kunjungan industri di PT. Karya Pak Oles Adalah
sebagai berikut :
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Umum
1. Definisi Industri
pengertian yang dipakai dalam teori ekonomi yaitu kumpulan dari perusahaan-
perusahaan yang menghasilkan barang yang sama atau sangat bersamaan yang
menghasilkan nilai tambah dan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua
yang homogen atau saling dapat mengganti secara erat (Hasibuan, 1994).
dari sumber daya lingkungan menjadi barang yang bermanfaat bagi manusia
(Djojodipuro, 1992).
3
2. Macam-Macam Industri
1. Industri Primer
alam. Ini adalah industri yang berorientasi alam, yang membutuhkan usaha
2. Industri Sekunder
peternakan, dll.
3. Industri Ekstraktif
dari tanah, udara atau air. Umumnya produk industri ekstraktif masuk dalam
bentuk mentah dan digunakan oleh industri manufaktur dan konstruksi untuk
batubara, industri minyak, bijih besi, ekstraksi kayu dan karet dari hutan, dll.
4
4. Industri Manufaktur
menjadi produk jadi dengan bantuan mesin dan tenaga kerja. Barang jadi
bisa berupa barang konsumsi atau barang barang. Misalnya tekstil, bahan
5. Industri Konstruksi
jembatan, jalan, bendungan, kanal, dan lain-lain. Industri ini berbeda dengan
industri jenis lain karena dalam hal barang industri lain dapat diproduksi di
satu tempat dan dijual di tempat lain. Tapi barang yang diproduksi dan dijual
6. Industri Jasa
pembangunan bangsa dan oleh karena itu dinamai sebagai industri jasa.
7. Industri Kuarter
5
pengembangan adalah tipe bisnis yang paling umum di sektor ini merupakan
8. Hasil Barang
diklaimnya juga.
dari :
disebut industri berskala besar. Industri tekstil kapas atau jute adalah industri
berskala besar.
6
2. Industri Skala Menengah
industri radio dan televisi adalah beberapa contoh industri skala menengah.
3. Industri Kecil
1. Industri berat
menghasilkan produk dari kategori yang sama disebut industri berat. Industri
2. Industri Ringan
produk jadi yang ringan. Penggemar listrik, mesin jahit adalah industri ringan.
7
2. Industri Sektor Publik
Industri milik negara dan agensinya yang akan dimiliki oleh di kelola
demi kepentingan orang banyak atau masyarakat adalah industri sektor publik.
Industri yang dimiliki bersama oleh perusahaan swasta dan negara atau
orang yang pada umumnya produsen bahan baku industri tertentu seperti
pabrik gula yang dimiliki dan dijalankan oleh petani disebut industri sektor
koperasi.
dari pertanian. Tekstil katun, tekstil goni, gula dan minyak sayur merupakan
industri besi dan baja, aluminium dan semen termasuk dalam kategori ini.
8
3. Industri Berbasis Pastoral
Industri ini bergantung pada hewan untuk bahan bakunya. Jangat, kulit,
tulang, tanduk, sepatu, susu, dan sebagainya adalah beberapa industri berbasis
pastoral.
1. Persaingan Sempurna
2. Monopoli
sosial dan menghasilkan biaya yang lebih tinggi daripada perusahaan yang
kompetitif.
9
3. Oligopoli
keuntungan seperti monopoli. Namun, karena insentif yang kuat untuk menipu
kesepakatan kolusi, perusahaan oligopoli sering kali saling bersaing satu sama
lain.
Obat tradisional adalah ramuan bahan yang bisa berasal dari tumbuhan,
hewan, mineral, sediaan sarian atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang
pada kata herb yang berarti tanaman, yaitu obat yang berasal dari tanaman atau
tumbuhan. Obat herbal dapat berasal dari akar, batang, daun, buah, atau biji
suatu tanaman. Terdapat tiga kategori obat herbal yaitu jamu, herbal terstandar,
10
a. Jamu (Emphirical Based Herbal Medicine)
Jamu adalah obat tradisional yang berisi seluruh bahan tanaman yang
bentuk serbuk seduhan, pil, atau cairan. Umumnya obat tradisional ini dibuat
dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur. Satu jenis jamu disusun
dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya antara 5-10 macam,bahkan bisa
lebih. Jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai uji klinis, tetapi
keamanan dan standar mutu. Jamu yang telah digunakan secara turun-
kesehatan tertentu.
penyarian bahan alam, baik tanaman obat, binatang, maupun mineral. Dalam
mahal dari pada jamu. Tenaga kerjanya pun harus didukung oleh
11
c. Fitofarmaka (Clinical Based Herbal Medicine)
ilmiah sampai uji klinis pada manusia. Karena itu, dalam pembuatannya
diperlukan peralatan bertehnologi modern, tenaga ahli, dan biaya yang tidak
Pengobatan secara tradisional ini mencakup cara dan obat yang digunakan
secara turun-temurun.
(pengobatan dan atau perawatan) dengan cara lain diluar ilmu kedokteran.
4. Definisi CPOB
CPOB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat
dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang
sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan
12
spesifikasi produk. CPOB mencakup Produksi dan Pengawasan Mutu.
telah ditetapkan;
2. tahap proses yang kritis dalam pembuatan, pengawasan proses dan sarana
yang terkualifikasi dan terlatih; bangunan dan sarana dengan luas yang
dan label yang benar; prosedur dan instruksi yang disetujui; dan
4. prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa yang
jelas, tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada sarana
yang tersedia;
13
dan jumlah serta mutu produk yang dihasilkan sesuai dengan yang
mutu obat;
9. tersedia sistem penarikan kembali bets obat manapun dari peredaran; dan j)
5. Aspek-aspek CPOB
1. Manajemen Mutu
14
efektif. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan,
a. Bahan awal
b. Proses pembuatan
c. Pengawasan mutu
d. Bangunan
f. Personalia
obat itu dibangun sejak awal ke dalam produk, dan memastikan bahwa mutu
2. Personalia
faktor penunjang, salah satu faktor terpenting adalah faktor manusia. Oleh
15
karena itu alur produksi hanya bisa terjadi bila personel yang
sebagai berikut :
1. Sehat
3. Berpengalaman
kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu oba dapat dihindarkan dan
dikendalikan.
16
Desain dan tata letak ruang hendaklah memastikan :
bagi personil dan bahan atau produk, atau sebagai tempat penyimpanan
4. Peralatan
rancang bangun dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta
ditempatkan dengan tepat, sehingga mutu yang dirancang bagi tiap produk
obat terjadi secara seragam dari batch ke batch serta untuk memudahkan
pembersihan.
ruangan hanya terdapat satu alat, ini bertujuan agar tidak terjadi pencemaran
dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan
17
Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan,
peralatan dan perlengkapan, alat produksi beserta wadahnya, dan setiap hal
individu.
6. Produksi
Hal-hal yang dapat dilakukan agar tidak terjadi pencemaran silang adalah
yang mengandung bakteri hidup dan produk biologi lain serta produk
darah)
18
c. Memperkecil risiko pencemaran yang disebabkan oleh udara yang
disirkulasi ulang atau masuknya udara yang tidak diolah atau udara yang
Agar mutu obat selalu terjaga, maka dilakukan IPC (In Process
Control) oleh bagian Quality Control. IPC dilakukan selama proses produksi
7. Pengawasan Mutu
yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan
19
bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual,
juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk.
memuaskan.
Produk Kembalian.
beberapa batch. Hal ini dilakukan bila ada produk yang mengalami masalah
20
11. Obat kembalian
memenuhi spesifikasi yang dapat digunakan, yang dapat diolah ulang dan
12. Dokumentasi
harus dibuat secara jelas karena menentukan tanggung jawab dan kewajiban
masing-masing pihak.
dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen yang setara. RIV
21
6. Landasan Hukum Industri
ekonomi;
22
kerakyatan, keadilan, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa dengan
Undang tentang
Demokrasi Ekonomi;
dan
MEMUTUSKAN:
23
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1. Perindustrian adalah tatanan dan segala kegiatan yang bertalian dengan kegiatan
industri.
2. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku
yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri.
4. Industri Strategis adalah Industri yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak, meningkatkan atau menghasilkan nilai tambah sumber
daya alam strategis, atau mempunyai kaitan dengan kepentingan pertahanan serta
5. Bahan Baku adalah bahan mentah, barang setengah jadi, atau barang jadi yang
dapat diolah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang mempunyai nilai
6. Jasa Industri adalah usaha jasa yang terkait dengan kegiatan Industri.
24
8. Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik
11. Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan Industri yang
inovasi dalam bentuk teknologi proses dan teknologi produk termasuk rancang
kegiatan Industri.
13. Data Industri adalah fakta yang dicatat atau direkam dalam bentuk angka, huruf,
waktu tertentu, bersifat bebas nilai, dan belum diolah terkait dengan kegiatan
Perusahaan Industri.
14. Dana Kawasan Industri adalah fakta yang dicatat atau direkam dalam bentuk
sebenarnya untuk waktu tertentu, bersifat bebas nilai, dan belum diolah terkait
25
15. Informasi Industri adalah hasil pengolahan Data Industri dan Data Kawasan
Industri ke dalam bentuk tabel, grafik, kesimpulan, atau narasi analisis yang
16. Sistem Informasi Industri Nasional adalah tatanan prosedur dan mekanisme kerja
yang terintegrasi meliputi unsur institusi, sumber daya manusia, basis data,
perangkat keras dan lunak, serta jaringan komunikasi data yang terkait satu sama
17. Standar Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat SNI adalah standar yang
di bidang standardisasi.
19. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik
Tahun 1945.
20. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah
Perindustrian.
26
Pasal 2
a. kepentingan nasional;
b. demokrasi ekonomi;
c. kepastian berusaha;
d. pemerataan persebaran;
f. keterkaitan Industri.
Pasal 3
nasional;
c. mewujudkan Industri yang mandiri, berdaya saing, dan maju, serta Industri Hijau;
pemusatan atau penguasaan Industri oleh satu kelompok atau perseorangan yang
merugikan masyarakat;
Pasal 4
27
Lingkup pengaturan dalam Undang-Undang ini meliputi:
d. perwilayahan Industri;
g. pemberdayaan Industri;
BAB II
DI BIDANG PERINDUSTRIAN
Pasal 5
Perindustrian.
(2) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri.
(3) Dalam rangka pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
28
Pasal 6
(1) Kewenangan pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) yang
bersifat teknis untuk bidang Industri tertentu dilaksanakan oleh menteri terkait
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan pengaturan yang bersifat teknis
untuk bidang Industri tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 7
bidang Perindustrian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau
BAB III
Pasal 8
Nasional.
29
(2) Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional sejalan dengan Rencana
(4) Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional disusun untuk jangka waktu 20
(dua puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun.
Pasal 9
(1) Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional disusun dengan paling sedikit
memperhatikan:
30
f. pemberdayaan Industri; dan
g. perwilayahan Industri.
Industri Nasional.
Pemerintah.
Pasal 10
memperhatikan:
b. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan/atau Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota; dan
31
(4) Rencana Pembangunan Industri Provinsi ditetapkan dengan Peraturan Daerah
perundang-undangan.
Pasal 11
Kabupaten/Kota.
memperhatikan:
b. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota; dan
dukung lingkungan.
BAB IV
Pasal 12
32
(1) Kebijakan Industri Nasional merupakan arah dan tindakan untuk melaksanakan
(3) Kebijakan Industri Nasional disusun untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
(4) Kebijakan Industri Nasional disusun oleh Menteri berkoordinasi dengan instansi
(5) Kebijakan Industri Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Presiden.
Pasal 13
(2) Rencana Kerja Pembangunan Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
33
(3) Rencana Kerja Pembangunan Industri disusun oleh Menteri berkoordinasi
kepentingan terkait.
BAB V
PERWILAYAHAN INDUSTRI
Pasal 14
(2) Perwilayahan Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
melalui:
34
d. pengembangan sentra Industri kecil dan Industri menengah.
pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 15
Bagian Kedua
Pasal 16
sumber daya manusia yang kompeten guna meningkatkan peran sumber daya
35
(2) Pembangunan sumber daya manusia Industri sebagaimana dimaksud pada ayat
masyarakat.
(3) Pembangunan sumber daya manusia Industri sebagaimana dimaksud pada ayat
kabupaten/kota.
(4) Sumber daya manusia Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. wirausaha Industri;
d. konsultan Industri.
Pasal 17
(1) Pembangunan wirausaha Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4)
meliputi:
a. kompetensi teknis;
(2) Pembangunan wirausaha Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
36
a. pendidikan dan pelatihan;
c. kemitraan.
(3) Pembangunan wirausaha Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
terhadap calon wirausaha Industri dan wirausaha Industri yang telah menjalankan
kegiatan usahanya.
undangan;
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) diatur dengan Peraturan
Menteri.
Pasal 18
(1) Pembangunan tenaga kerja Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat
(4) huruf b dilakukan untuk menghasilkan tenaga kerja Industri yang mempunyai
b. kompetensi manajerial.
37
(2) Pembangunan tenaga kerja Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
b. pemagangan.
(3) Pembangunan tenaga kerja Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dilakukan terhadap tenaga kerja dan calon tenaga kerja.
undangan;
d. Perusahaan Industri.
Pasal 19
(1) Tenaga kerja Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) terdiri atas:
b. tenaga manajerial.
(2) Tenaga teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit
memiliki:
b. pengetahuan manajerial.
38
(3) Tenaga manajerial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit
memiliki:
b. pengetahuan teknis.
Pasal 20
Pasal 21
(1) Pembangunan pembina Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4)
b. kompetensi manajerial.
(2) Pembangunan pembina Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui kegiatan:
b. pemagangan.
(3) Pembangunan pembina Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
39
a. lembaga pendidikan formal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
d. Perusahaan Industri.
Pasal 22
Pasal 23
(1) Konsultan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) huruf d
merupakan tenaga ahli yang berperan untuk membantu, memberi saran, dan
Industri.
(2) Konsultan Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memiliki
40
Pasal 24
(1) Dalam keadaan tertentu Menteri dapat menyediakan konsultan Industri yang
kompeten.
Pasal 25
Industri.
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak
(4) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan tidak ditetapkan, Standar Kompetensi
41
Perusahaan Industri dan/atau Perusahaan Kawasan Industri wajib menggunakan
Indonesia.
menggunakan tenaga kerja Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dikenai
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. penutupan sementara;
d. pembekuan izin usaha Industri atau izin usaha Kawasan Industri; dan/atau
(8) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif dan besaran denda
Pemerintah.
Pasal 26
Pasal 27
42
(2) Dalam kondisi tertentu Perusahaan Industri dan/atau Perusahaan Kawasan
Industri asing.
dimaksud pada ayat (2) melakukan alih pengetahuan dan keterampilan kepada
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tenaga kerja Industri dan konsultan Industri
Pasal 28
(1) Tenaga kerja asing yang bekerja di bidang Industri harus memenuhi Standar
(2) Tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diperbolehkan
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud
Pasal 29
Menteri dapat melakukan pelarangan penggunaan tenaga kerja asing dalam rangka
Bagian Ketiga
Pasal 30
43
(1) Sumber daya alam diolah dan dimanfaatkan secara efisien, ramah lingkungan,
dan berkelanjutan.
(2) Pemanfaatan sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan
(5) Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi
administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. penutupan sementara;
d. pembekuan izin usaha Industri atau izin usaha Kawasan Industri; dan/atau
pada ayat (1) dan tata cara pengenaan sanksi administrative dan besaran denda
44
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Pasal 31
Dalam rangka peningkatan nilai tambah sumber daya alam, Pemerintah mendorong
Pasal 32
(1) Dalam rangka peningkatan nilai tambah Industri guna pendalaman dan penguatan
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelarangan atau pembatasan ekspor sumber
daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Pasal 33
(2) Guna menjamin ketersediaan dan penyaluran sumber daya alam untuk Industri
dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan Pemerintah
dalam negeri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jaminan ketersediaan dan penyaluran sumber
daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pemanfaatan sumber daya
alam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
45
Pasal 34
(2) Perusahaan Industri tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Menteri.
Pasal 35
memanfaatkan air baku wajib melakukan manajemen air sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Perusahaan Industri tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Menteri.
Bagian Keempat
Pasal 36
46
menteri terkait dan mempertimbangkan masukan dari pemangku kepentingan
terkait.
Pasal 37
Pasal 38
Pasal 39
(2) Penyedia teknologi dalam proyek putar kunci wajib melakukan alih teknologi
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan Teknologi Industri melalui proyek
putar kunci sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Presiden.
47
(4) Penyedia teknologi dalam proyek putar kunci yang tidak melakukan alih
berupa:
a. peringatan tertulis;
c. penghentian sementara.
(5) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif dan besaran denda
Pemerintah.
Pasal 40
Pasal 41
(2) Pengaturan investasi bidang usaha Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
48
(3) Dalam melakukan audit Teknologi Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai audit Teknologi Industri sebagaimana dimaksud
Pasal 42
bidang Industri antara Perusahaan Industri dan perguruan tinggi atau lembaga
Bagian Kelima
Pasal 43
49
(2) Pengembangan dan pemanfaatan kreativitas dan inovasi masyarakat sebagaimana
Daerah melakukan:
berinovasi;
e. fasilitasi promosi dan pemasaran produk Industri kreatif di dalam dan luar
negeri.
Bagian Keenam
Pasal 44
pembangunan Industri.
(2) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari Pemerintah,
50
(3) Pembiayaan yang berasal dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat diberikan kepada Perusahaan
Industri yang berbentuk badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah.
(4) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan dalam bentuk:
a. pemberian pinjaman;
b. hibah; dan/atau
c. penyertaan modal.
Pasal 45
a. penyertaan modal;
b. pemberian pinjaman;
Pasal 46
51
(1) Pengalokasian pembiayaan dan/atau pemberian kemudahan pembiayaan kepada
Perusahaan Industri swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) huruf
nasional.
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat sementara dan dilaksanakan sesuai
Pasal 47
Perusahaan Industri swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) huruf
c, huruf d, dan huruf e dilakukan dalam rangka peningkatan daya saing Industri
(2) Penetapan kondisi dalam rangka peningkatan daya saing Industri dalam negeri
Pasal 48
52
(3) Pembentukan lembaga pembiayaan pembangunan Industri sebagaimana
BAB VII
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 49
a. Standardisasi Industri;
Bagian Kedua
Standardisasi Industri
Pasal 50
Standardisasi Industri.
(3) SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara berlaku di seluruh wilayah
Pasal 51
53
(2) Perusahaan Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah menerapkan
(3) Terhadap barang dan/atau Jasa Industri yang telah dibubuhi tanda SNI
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Perusahaan Industri harus tetap memenuhi
persyaratan SNI.
Pasal 52
(3) Pemberlakuan SNI secara wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
terhadap barang dan/atau Jasa Industri berdasarkan SNI yang telah ditetapkan.
(4) Pemberlakuan spesifikasi teknis secara wajib sebagaimana dimaksud pada ayat
54
(5) Pemberlakuan pedoman tata cara secara wajib sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan terhadap barang dan/atau Jasa Industri berdasarkan tata cara
b.SNI dan spesifikasi teknis dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan
c. spesifikasi teknis dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib,
Pasal 53
Industri yang tidak memenuhi SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata
(2) Menteri dapat menetapkan pengecualian atas SNI, spesifikasi teknis, dan/atau
pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib sebagaimana dimaksud pada
Pasal 54
55
Setiap barang dan/atau Jasa Industri yang tidak memenuhi SNI, spesifikasi teknis,
dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib, pelaku usaha atau
pemilik barang dan/atau Jasa Industri wajib menarik barang dan/atau menghentikan
Pasal 55
Menteri berkoordinasi dengan menteri terkait menarik setiap barang yang beredar
dan/atau menghentikan kegiatan Jasa Industri yang tidak memenuhi SNI, spesifikasi
teknis, dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib sebagaimana
Pasal 56
Kewajiban mematuhi ketentuan SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara
yang diberlakukan secara wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 oleh importir
Pasal 57
(1) Penerapan SNI secara sukarela sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dan
pemberlakuan SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara secara wajib
(2) Penilaian kesesuaian SNI yang diterapkan secara sukarela sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh lembaga penilaian kesesuaian yang telah
terakreditasi.
56
(3) Penilaian kesesuaian SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara yang
diberlakukan secara wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
lembaga penilaian kesesuaian yang telah terakreditasi dan ditunjuk oleh Menteri.
Pasal 58
Untuk kelancaran pemberlakuan SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara
dan
Pasal 59
dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) dan ayat (3) dan pemberlakuan SNI, spesifikasi
teknis, dan/atau pedoman tata cara secara wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal
52.
Pasal 60
(1) Setiap Orang yang membubuhkan tanda SNI atau tanda kesesuaian pada barang
dan/atau Jasa Industri yang tidak memenuhi ketentuan SNI, spesifikasi teknis,
dan/atau pedoman tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf
57
(2) Pelaku usaha atau pemilik barang dan/atau Jasa Industri yang tidak menarik
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. penutupan sementara;
Pasal 61
Pasal 50 serta tata cara pengenaan sanksi administrative dan besaran denda
Pemerintah.
Bagian Ketiga
Infrastruktur Industri
Pasal 62
peruntukan Industri.
(3) Infrastruktur Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit meliputi:
58
b. fasilitas jaringan energi dan kelistrikan;
b. pola kerja sama antara Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dengan swasta,
badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dan swasta; atau
Pasal 63
(1) Untuk mendukung kegiatan Industri yang efisien dan efektif di wilayah pusat
(2) Kawasan Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berada pada
(3) Pembangunan kawasan Industri dilakukan oleh badan usaha swasta, badan usaha
59
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Kawasan Industri diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Keempat
Pasal 64
(1) Setiap Perusahaan Industri wajib menyampaikan Data Industri yang akurat,
lengkap, dan tepat waktu secara berkala kepada Menteri, gubernur, dan
bupati/walikota.
(2) Data Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui Sistem
(3) Gubernur dan bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara
informasi.
Pasal 65
(1) Setiap Perusahaan Kawasan Industri wajib menyampaikan Data Kawasan Industri
yang akurat, lengkap, dan tepat waktu secara berkala kepada Menteri, gubernur,
dan bupati/walikota.
(2) Data Kawasan Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui
60
(3) Gubernur dan bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara
mengakses informasi.
Pasal 66
Industri wajib memberikan data selain Data Industri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 64 dan Data Kawasan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 yang
terkait dengan:
a. data tambahan;
Pasal 67
(1) Menteri mengadakan data mengenai perkembangan dan peluang pasar serta
(2) Pengadaan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit
melalui:
61
d. pembelian; dan
e. intelijen Industri.
(3) Pengadaan data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh satuan kerja
(4) Data sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan melalui Sistem Informasi
Industri Nasional.
Pasal 68
(2) Sistem Informasi Industri Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit memuat:
a. Data Industri;
(3) Sistem Informasi Industri Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(4) Untuk menjamin koneksi Sistem Informasi Industri Nasional dengan sistem
62
kabupaten/kota membangun sistem Informasi Industri di provinsi dan
kabupaten/kota.
Pasal 69
(1) dan Data Kawasan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) yang
Pasal 70
(1) Setiap Perusahaan Industri yang tidak menyampaikan Data Industri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) dan Perusahaan Kawasan Industri yang tidak
ayat (1), Perusahaan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang tidak
administrative berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. penutupan sementara;
d. pembekuan izin usaha Industri atau izin usaha Kawasan Industri; dan/atau
63
(2) Pejabat dari instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang menyampaikan
a. teguran tertulis;
d. penurunan pangkat pada pangkat setingkat lebih rendah untuk paling lama 1
(satu) tahun;
Pasal 71
dimaksud dalam Pasal 68 dan tata cara pengenaan sanksi administratif serta besaran
Pemerintah.
BAB VIII
PEMBERDAYAAN INDUSTRI
Bagian Kesatu
Pasal 72
64
(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melakukan pembangunan dan
a. berdaya saing;
dan
(2) Untuk mewujudkan Industri kecil dan Industri menengah sebagaimana dimaksud
a. perumusan kebijakan;
c. pemberian fasilitas.
Pasal 73
Dalam rangka merumuskan kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (2)
65
Pasal 74
(1) Penguatan kapasitas kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (2)
Pasal 75
(1) Pemberian fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (2) huruf c
e. pengembangan produk;
Hijau;
wirausaha baru;
66
i. penyediaan Kawasan Industri untuk Industri kecil dan Industri menengah yang
kecil dengan Industri menengah, Industri kecil dengan Industri besar, dan
Industri menengah dengan Industri besar, serta Industri kecil dan Industri
menguntungkan.
Pasal 76
Bagian Kedua
Industri Hijau
Pasal 77
Pemerintah melakukan:
a. perumusan kebijakan;
c. Standardisasi; dan
d. pemberian fasilitas.
67
Pasal 78
b. pengujian;
c. sertifikasi; dan
d. promosi.
Pasal 79
(2) Standar Industri Hijau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat
ketentuan mengenai:
b. proses produksi;
c. produk;
e. pengelolaan limbah.
68
a. memperhatikan sistem Standardisasi nasional dan/atau system standar lain
terkait.
(4) Standar Industri Hijau yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
Pasal 80
(1) Penerapan standar Industri Hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2)
(2) Pemberlakuan secara wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Menteri.
(3) Perusahaan Industri wajib memenuhi ketentuan standar Industri Hijau yang telah
(4) Perusahaan Industri yang tidak memenuhi ketentuan standar Industri Hijau
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. penutupan sementara;
69
e. pencabutan izin usaha Industri.
Pasal 81
(1) Perusahaan Industri dikategorikan sebagai Industri Hijau apabila telah memenuhi
Pasal 79.
(2) Perusahaan Industri yang telah memenuhi standar Industri Hijau sebagaimana
(3) Sertifikasi Industri Hijau dilakukan oleh lembaga sertifikasi Industri Hijau yang
(4) Dalam hal belum terdapat lembaga sertifikasi Industri Hijau yang terakreditasi
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh sertifikat Industri Hijau
Pasal 82
70
Pasal 83
Ketentuan lebih lanjut mengenai Industri Hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal
79 dan tata cara pengenaan sanksi administratif serta besaran denda administratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Industri Strategis
Pasal 84
(2) Industri Strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Industri yang:
dan/atau
(3) Penguasaan Industri Strategis oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui:
a. pengaturan kepemilikan;
b. penetapan kebijakan;
c. pengaturan perizinan;
e. pengawasan.
71
(4) Pengaturan kepemilikan Industri Strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
(5) Penetapan kebijakan Industri Strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf
(6) Izin usaha Industri Strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c
ayat (3) huruf d dilakukan paling sedikit dengan menetapkan jumlah produksi,
(8) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e meliputi penetapan
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai Industri Strategis sebagaimana dimaksud pada
Bagian Keempat
Pasal 85
72
Untuk pemberdayaan Industri dalam negeri, Pemerintah meningkatkan penggunaan
Pasal 86
(1) Produk dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 wajib digunakan
oleh:
anggaran pendapatan
dan belanja daerah, termasuk pinjaman atau hibah dari dalam negeri atau luar
negeri; dan
b. badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha swasta
dikuasai negara.
a. peringatan tertulis;
73
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif dan
besaran denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
(4) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan dalam hal
Pasal 87
(1) Kewajiban penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
86 ayat (1) dilakukan sesuai besaran komponen dalam negeri pada setiap
(2) Ketentuan dan tata cara penghitungan tingkat komponen dalam negeri merujuk
(3) Tingkat komponen dalam negeri mengacu pada daftar inventarisasi barang/jasa
(4) Menteri dapat menetapkan batas minimum nilai tingkat komponen dalam negeri
Pasal 88
Dalam rangka penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
74
Pasal 89
Pasal 90
Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan penggunaan produk dalam negeri diatur
Bagian Kelima
Pasal 91
Industri; dan
d. peningkatan investasi.
c. memberikan fasilitas.
75
(4) Dalam hal kerja sama internasional di bidang Industri sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berdampak pada Industri, terlebih dahulu dilakukan melalui
Pasal 92
b. bantuan negosiasi;
Pasal 93
(2) Penempatan pejabat Perindustrian di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat
dalam negeri.
(3) Dalam hal belum terdapat pejabat Perindustrian sebagaimana dimaksud pada
(4) Pejabat Perindustrian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan perwakilan
76
Pasal 94
Pasal 95
Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama internasional di bidang Industri diatur
BAB IX
Bagian Kesatu
Pasal 96
(2) Tindakan pengamanan Industri dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
Pasal 97
77
Tindakan pengamanan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2) huruf
Pasal 98
dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2) huruf b berupa tariff dan nontarif.
(2) Penetapan tindakan pengamanan berupa tarif dilakukan oleh menteri yang
(3) Penetapan tindakan pengamanan berupa nontarif dilakukan oleh Menteri setelah
(4) Tindakan pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat didukung
Pasal 99
Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Pasal 100
dalam negeri.
78
(2) Tindakan penyelamatan Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan penyelamatan Industri diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
BAB X
Bagian Kesatu
Pasal 101
(1) Setiap kegiatan usaha Industri wajib memiliki izin usaha Industri.
(2) Kegiatan usaha Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Industri kecil;
c. Industri besar.
(3) Izin usaha Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Menteri.
(4) Menteri dapat melimpahkan sebagian kewenangan pemberian izin usaha Industri
(5) Izin usaha Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
79
c. Izin Usaha Industri Besar.
(6) Perusahaan Industri yang telah memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada
a. melaksanakan kegiatan usaha Industri sesuai dengan izin yang dimiliki; dan
Pasal 102
(1) Industri kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (2) huruf a ditetapkan
berdasarkan jumlah tenaga kerja dan nilai investasi tidak termasuk tanah dan
(2) Industri menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (2) huruf b
(3) Industri besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (2) huruf c ditetapkan
(4) Besaran jumlah tenaga kerja dan nilai investasi untuk Industri kecil, Industri
Pasal 103
(1) Industri kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (1) hanya dapat
(2) Industri yang memiliki keunikan dan merupakan warisan budaya bangsa hanya
80
(3) Industri menengah tertentu dicadangkan untuk dimiliki oleh warga negara
Indonesia.
(4) Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan oleh
Presiden.
Pasal 104
(1) Setiap Perusahaan Industri yang memiliki izin usaha Industri sebagaimana
Pasal 105
(1) Setiap kegiatan usaha Kawasan Industri wajib memiliki izin usaha Kawasan
Industri.
(2) Izin usaha Kawasan Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh
Menteri.
(3) Menteri dapat melimpahkan sebagian kewenangan pemberian izin usaha Kawasan
(4) Perusahaan Kawasan Industri wajib memenuhi standar Kawasan Industri yang
(5) Setiap Perusahaan Kawasan Industri yang melakukan perluasan wajib memiliki
81
Pasal 106
(1) Perusahaan Industri yang akan menjalankan Industri wajib berlokasi di Kawasan
Industri.
(2) Kewajiban berlokasi di Kawasan Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(4) Perusahaan Industri yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
(5) Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 107
(1) Perusahaan Industri yang tidak memiliki izin usaha Industri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 101 ayat (1), Perusahaan Industri yang tidak memenuhi
82
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (6), dan/atau Perusahaan
Industri yang tidak memiliki izin perluasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
(2) Perusahaan Kawasan Industri yang tidak memiliki izin usaha Kawasan Industri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (1), Perusahaan Kawasan Industri
Pasal 105 ayat (4), Perusahaan Kawasan Industri yang tidak memiliki izin
perluasan Kawasan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (5),
dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1), Perusahaan Industri yang dikecualikan yang
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. penutupan sementara;
d. pembekuan izin usaha Industri atau izin usaha Kawasan Industri; dan/atau
Pasal 108
dimaksud dalam Pasal 101, izin perluasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104,
izin usaha Kawasan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 dan kewajiban
83
berlokasi di Kawasan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 serta tata cara
Bagian Kedua
Pasal 109
sumber daya nasional dalam rangka pendalaman struktur Industri nasional dan
(2) Untuk mendorong penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
e. pemberian fasilitas.
Bagian Ketiga
Fasilitas Industri
Pasal 110
84
(2) Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada:
spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib;
Hijau; dan
85
Pasal 111
(1) Fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1) berupa fiskal dan
nonfiskal.
(2) Fasilitas fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sesuai dengan
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk fasilitas dan tata cara pemberian fasilitas
BAB XI
Pasal 112
(2) Komite Industri Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketuai oleh
(3) Komite Industri Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)mempunyai tugas:
3. pemberdayaan Industri;
86
5. pengamanan dan penyelamatan Industri;
pada huruf a;
(4) Ketentuan mengenai susunan organisasi dan tata kerja Komite Industri Nasional
Pasal 113
Untuk mendukung pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat
(3), Komite Industri Nasional dapat membentuk kelompok kerja yang terdiri dari
pakar terkait di bidang Industri yang berasal dari unsur pemerintah, asosiasi Industri,
Pasal 114
(1) Pelaksanaan tugas Komite Industri Nasional didukung oleh kementerian yang
87
BAB XII
Pasal 115
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dalam
bentuk:
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran serta masyarakat dalam pembangunan
Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 116
usaha Industri.
BAB XIII
Pasal 117
88
(2) Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
Kawasan Industri.
c. manajemen energi;
d. manajemen air;
pengangkutan.
(4) Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh pejabat dari unit kerja di bawah Menteri dan/atau lembaga
89
(5) Pemerintah, Pemerintah Daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota
perundangundangan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan dan pengendalian usaha
Pasal 118
Pasal 59 dan Pasal 117 ayat (3) huruf e ditemukan dugaan telah terjadi tindak pidana,
pejabat atau lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (4) dan ayat (5)
BAB XIV
PENYIDIKAN
Pasal 119
(1) Selain penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai
negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan
Undang ini.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang:
90
a. menerima laporan dari Setiap Orang tentang adanya dugaan tindak pidana
c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi dalam perkara
tindak pidana mengenai SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara
e. meminta keterangan dan barang bukti dari Setiap Orang sehubungan dengan
menjadi tempat penyimpanan atau tempat diperoleh barang bukti dan menyita
benda yang dapat digunakan sebagai barang bukti dan/atau alat bukti dalam
tindak pidana mengenai SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara
91
g. meminta bantuan tenaga ahli dalam melakukan penyidikan tindak pidana
pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib di bidang Industri; dan/atau
tindak pidana mengenai SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara
demihukum.
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(4) Dalam melaksanakan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyidik
Pegawai Negeri Sipil dapat meminta bantuan kepada aparat penegak hukum.
BAB XV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 120
spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib di
92
bidang Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf b, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling
spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib di
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling
Pasal 121
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 dilakukan oleh
pengurusnya.
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 122
Kawasan Industri yang telah beroperasi dalam melakukan pemanfaatan sumber daya
alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, wajib menyesuaikan dengan ketentuan
dalam Undang-Undang ini dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak
tanggal diundangkan.
93
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 123
Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik
Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik
bertentangan atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-
c. Izin Usaha Industri dan/atau Izin Perluasan Industri, Tanda Daftar Industri atau izin
yang sejenis, yang telah dimiliki oleh Perusahaan Industri dan Izin Usaha Kawasan
Industri dan/atau Izin Perluasan Kawasan Industri yang telah dimiliki oleh
Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
94
Pasal 124
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun
Pasal 125
95
BAB III
Gede Ngurah Wididana atau dikenal dengan sebutan Pak Oles. Lahir di
Ryukyus Pak Oles belajar langsung dengan Prof. Dr. Teruo Higa yaitu guru besar
dihasilkan, yaitu: EM4, Sarul, Saferto, Ecocity dan Bokashi Kotaku. Pada tahun
Pada tahun 1997 Gede Ngurah Wididana menciptakan produk minyak oles
bokashi, suatu produk dari ekstrak minyak tanaman obat yang multi khasiat. Dari
96
hasil penelitiannya, Gede Ngurah Wididana berhasil menemukan puluhan jenis
produ berbahan hebal untuk tujuan kesehatan, kecantikan dan lingkungan. Pada
tahun 1997, Gede Ngurah Wididana mendirikan PT. Karya Pak Oles Tokcer untk
penelitian dalam bidang kesehatan dan pengobatan yang lebih ditekankan dengan
dengan mendirikan Industri Kecil Obat Traisional (IKOT) Bokashi. Dari IKOT ini
menjadi masing-masing divisi dengan tetap berada pada satu paying atau holding
Ramuan Minyak Oles Bokashi hasil temuan Gede Ngurah Wididana yang
dengan nama Pak Oles, dan ramuannya dikenal oleh masyarakat luas sebagai
Ramuan Pak Oles. Pak Oles mempunyai motivasi untuk mengangkat citra Pulau
97
B. Profil PT. Karya Pak Oles
PT. Karya Pak Oles Tokcer adalah sebuah perusahaan yang didirikan sejak
tahun 1997 oleh Dr. Ir. Gede Ngurah Wididana M.Agr. Perusahaan yang berkantor
pusat di Jl. Pulau Komodo No. 38 X Denpasar - Bali ini bertujuan untuk
memasarkan produk-produk hasil temuan dari Gede Ngurah Wididana atau yang
konsumen, PT. Karya Pak Oles Tokcer telah merentangkan sayapnya dengan cara
Makasar. Ekspansi dan promosi juga dilakukan sebagai sarana informasi untuk
Ramuan Pak Oles yang telah diluncurkan ke pasaran hingga saat ini
Minyak, Krim, Keramik, Madu, Pupuk Organik, Biotor, dan Minuman. Semua
produk yang diciptakan oleh Gede Ngurah Wididana --lebih sering disebut dengan
Ramuan Pak Oles-- telah mendapatkan ijin dari BPOM (Badan Pengawas Obat
produsen jamu dan obat tradisonal sehingga pada tahun 2012 telah mendapat
sertifikat CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik dan Benar).
98
Untuk menyampaikan informasi kepada publik, PT. Karya Pak Oles Tokcer
membangun sebuah wadah yang disebut dengan Pak Oles Network dan di
dalamnya terbagi dalam beberapa divisi, diantaranya penerbitan surat kabar Koran
Pak Oles dan Koran Renon, Radio (Radio Pak Oles, Radio Hexon, dan Radio
Bokashi FM), Jasa Pijat Kesehatan, Restoran, Perkebunan, dan IPSA (Jasa
Informasi dan berita terkini dapat di lihat melalui website resmi kami di
artikel, tips, dan juga dapat mengirimkan komentar, keluhan, dan saran yang
selanjutnya akan kami tanggapi secara berkala. Dengan demikian diharapkan dapat
2. Produksi
99
3. Research and Development
sehingga produk-produk yang dihasilkan oleh PT. Karya Pak Oles Tokcer bisa
bersaing dalam industri obat tradisional. Untuk mencapai tujuan tersebut, PT.
Karya Pak Oles Tokcer memperkuat tim R&D dengan merekrut dan melatih
4. Strategi Pemasaran
Produk obat tradisional PT. Karya Pak Oles Tokcer dikenal dengan
nama Ramuan Pak Oles. Ramuan Pak Oles dibagi kedalam tiga kelompok
bahan dasar yaitu: bahan dasar minyak, madu dan keramik. Produk berbahan
dasar minyak adalah: Minyak Oles Bokashi, Parem Lantik, Minyak Rare,
Minyak Lingsir, Minyak Pijat EM Spa dan Minyak Kayu Putih Boma. Produk
berbahan dasar madu adalah Madu Geruh, Madu Putih Pandu, Madu Malen,
Madu Sekar, Madu Resi, Madu Jamur, Masker Madu Hitam dan Pasta Pollen.
Produk berbahan baku keramik adalah Gelang Keramik, Kalung Keramik, dan
merek dagang BioXera. Produk herbal untuk penghemat BBM (Kudo) dan
pengawet oli mesin (Hexon) diproduksi oleh PT. Pak Oles dan Biotor
100
Sistem pemasaran produk Ramuan Pak Oles dilakukan dengan system
penjualan langsung melalui Sales Promotion Group (SPG), Konter Pak Oles,
ditribusi melalui Apotik dan Outlet. Diseluruh cabang pemasaran PT. Karya
Pak Oles Tokcer memiliki tim pemasaran SPG. Minyak Oles Bokashi telah di
pasarkan di hampir seluruh Toko Obat dan Apotik di pulau Jawa dan Bali.
pemerintah.
akrab lingkingan.
101
BAB IV
PEMBAHASAN
PT. Karya Pak Oles Tokcer merupakan perusahaan terakhir yang dikunjungi
selama industry. Kami mengunjungi PT. Karya Pak Oles setelah selesai sarapan
pagi. Mekanisme kunjungan di PT. Karya Pak Oles adalah presentasi profil
perusahaan dan produk, dan melihat beberapa kegiatan di PT. Karya Pak Oles
Tocker.
Presentasi profil perusahaan dan produk dilakukan oleh Bli I Made Adi
Suyasa, S.Farm.,Apt. Beliau adalah salah satu freshmeen Staf PT.karya Pak Oles
studynya pada tahun 2009. Bli Adi, begitu sapaannya, menjelaskan mengenai
sejarah pabrik obat PT. Karya Pak Oles Tokcer. Dijelaskan pula bahwa produk
minyak oles bokashi merupakan produk unggulan PT. Karya Pak Oles Tokcer dan
memberikan 70-75% omset, serta menjadi first line atau komoditi utama PT.
Selain itu, Bli Adi juga menjelaskan mengenai perbedaan antara obat kimia
dan obat tradisional. Perbedaan tersebut terletak pada cure function, dimana pada
Disamping itu, Bli Adi juga menjelaskan mengenai produk ramuan PT.
Karya Pak Oles Tokcer yang terdiri dari 3 bahan utama, yaitu : madu, minyak
102
kelapa, dan beeswax. Adapun bahan baku yang digunakan dalam proses
pembuatan produk PT. Karya Pak Oles Tokcer berasal dari simplisia tanaman
yang diperoleh dari petani sekitar. Hal ini membuktikan bahwa PT. Karya Pak
Oles Tokcer peduli terhadap kekayaan alam Indonesia dan peduli terhadap
farmasi dari PT. Karya Pak Oles Tokcer yaitu gelang. Selanjutnya, kami diajarkan
cara membedakan madu asli dan palsu, dimana madu asli akan membentuk sarang
atau tidak bercampur ketika direaksikan dengan air dan ketika dituang, madu asli
tidak terputus. Terakhir, kami diajak untuk melihat produk-produk yang dihasilkan
Kegiatan terakhir kami di PT. Karya Pak Oles diakhiri dengan pengambilan
gambar atau dokumentasi bersama para staf di PT. Karya Pak Oles Tokcer dan
103
10 : 00 Presentasi Materi
14 : 00 Pulang ke hotel
10 : 00 Presentasi Materi
14 : 00 Pulang ke hotel
104
08 : 00 Berangkat dari hotel
10 : 00 Presentasi Materi
14 : 00 Pulang ke hotel
10 : 00 Presentasi Materi
105
Karya Pak Oles
14 : 00 Pulang ke hotel
10 : 00 Presentasi Materi
14 : 00 Pulang ke hotel
10 : 00 Presentasi Materi
106
12 : 00 Pengenalan Produk Farmasi
14 : 00 Pulang ke hotel
10 : 00 Presentasi Materi
14 : 00 Pulang ke hotel
107
10 : 00 Presentasi Materi
14 : 00 Pulang ke hotel
108
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
2. Ramuan Pak Oles dibagi kedalam tiga kelompok bahan dasar yaitu bahan
B. Saran
berkualitas baik.
109
DAFTAR PUSTAKA
BPOM RI. 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta : Departemen
Kesehatan
Djojodipuro, M. 1992. Teori Lokasi. Jakarta : Ekonomi UI
Sari et., al. 2008. Pemanfaatan obat tradisional dengan pertimbangan manfaat dan
keamanannya. Yogyakarta : Majalah ilmu kefarmasian.
Sukirno, 1995, Pengantar Teori Ekonomi Mikro Edisi Ke Dua. Jakarta: Pt. Karya
Grafindo Persada
110
LAMPIRAN
Gambar 1.1 Proses Kegiatan Presentasi Materi di PT. Karya Pak Oles
111
Gambar 1.2 Mahasiswa PKL diajak melihat-lihat salah satu pembuatan produk
farmasi di PT. Karya Pak Oles
112