Anda di halaman 1dari 58

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Distosia yang secara literatur berarti persalinan yang sulit memiliki

karakteristik kemajuan persalinan yang abnormal atau lambat.

Persalinan abnormal atau lambat umum terjadi bila ada disproporsi

anatara ukuran bagian terbawah janin dengan jalan lahir.pada

presentasi kepala, distosia adalah indikasi yang paling umum saat ini

untuk sekso sesaria primer. CPD (cephalopelvic disproportio) adalah

akibat dari panggul sempit ukuran kepala janin yang besar atau lebih

sering kombinasi dari kedua diatas setiap penyempitan diameter

panggul yang mengurangi kapasitas pelvis dapat mengakibatkan

distosia selama persalinan.panggul sempit bisa terjadi pada pintu atas

panggul, midpelvis atau pintu bawah panggul atau umumnya

kombinasi dari ketiganya. Karna CPD bisa terjadi pada tingkat

pelvis,inlet,outlet,dam midlet. Diagnosisnya bergantung pada

pengukuran ketiga hal tersebut yang dikombinasikan dengan evaluasi

ukuran kepala janin.panggul sempit di sebut-sebut sebagai salah satu

kendala dalam melahirkan secar abnormal karena menyebabkan

obstructed labor yang insidensinya adalah 1-3 % dari persalinan.

Apabila persalinan dengan panggul sempit dibiarkan berlangsung

sendiri tanpa pengambilan tindakan yang tepat timbul bahaya pada

ibu dan janin, bahaya apada ibu dapat berupa partus lama yang dapat
menimbulkan dehidrasi serta asedosis dan infeksi intrapartum,ruptur

uteri mnegancam serta resiko terjadinya fistula vesikoservikalis,atau

fistula vesikovaginalis atau fistula rectovaginalis karna tekanan yang

lama antara kepala janin dengan tulang panggu sedangkan bahyaa

pada janin dapat berupa meningkatkan kematian perinatal dan

perlukaan pada jaringan di atas tulang kepala janin bahkan bisa

menimbulkan fraktur pada os parietalis.

Oleh sebab itu penatalaksanaan perawatan yang tepat akan

sangat membantu mengurangi dan memperbaiki masalah-masalah

yang berhubungan dengan resiko ringgi persalinan pada distosia.

Dimana dengan perencanaan yang tepat akan memberikan hasil yang

lebih baik.

1.2 Rumusan masalah

1. apa defenisi dari distosia ?

2. apa saja dimensi janin dan disproporsi fetopelvik ?

3. apa itu distosia bahu?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :

1. Untuk mengetahui definisi dari distosia

2. Untun mengetahui apa saja dimensi janin dan disproporsi fetopelvik

3. Untuk mengetahu apa itu distosia bahu


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Distosia

1. disproporsi sefalopelvik menjadi sering digunakan sebelum abad

ke 20 untuk menggambarka persalinan yang terhambat akibat

disparitas antara ukuran kepala janin dengan pelvis ibu, tetapi

istilah ini dibuat pada saat indikasi utama nuntuk pelahiran Caesar

adalah kontraktur pelvis akibat rakitis (Olah dan Neilson, 1994).

Disproporsi absolut tersebut saat ini jarang terjadi, dan

kebanyakan kasus terjadi akibat mal posisi kepala janin didalam

pelvis (asinklitismus) atau akibat kontraksi uterus yang tidak

efektif. Disproporsi sejati merupakan diagnosis yang lemahkarena

dua pertiga atau lebih perempuan yang menjalani pelahuran

Caesar dengan alasan ini, dapat melahirkan bayi berikutnya, yang

bahkan lebih besar, dengan pelahiran pervaginam.

2. kegagalan kemajuan baik pada persalinan spontan maupun

dismulasi, telah menjadi deskripsi yang sangat popular untuk

persalinan yang tidak efektif istilah ini digunakan untuk mencakup

kurangnya kemajuan dilatasi serviks atau kurangnya penurunan

janin. Namun demikian, harus digunakan istilah dan definisi yang

spesifik untuk menjelaskan persalinan abnormal.

B. Overdiagnosis Distosia
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, distosia merupakan

indikasi tersering saat ini untuk pelarihan primer. Gifford dkk.,

(2000) melaporkan bahwa kurangnya kemajuan dalam persalian

merupakan alasan pada 68% pelahiran caesar yang tidak

direncanakan untuk janin dengan presentasi kepala.

Telah disetujui secara umum bahwa distosia yang menyebabkan

pelahiran caesar adalah suatu keadaan overdiagnosis di Amerika

Serikat dan dimanapun. Namun demikian, alas an itu masih

controversial. Alasan-alasan tersebut meliputi diagnosis yang tidak

tepat, analgesia epidural, ketakutan akan keturunan hokum, dan

bahkan kenyamanan klinis (Lieberman dkk., 1996 savages dan

francome, 1994 throp dkk., 1993a)

Tampaknya, beragam kriteria diagnosis merupakan penentu

utama peningkatan ini. Contohnya, Gifford dkk., (2000) menemukan

bahwa hampir 25 persen pelahiran caesar dilakukan setiap

tahunnya di Amerika Serikat akibat kurangnya kemajuan persalinan

pada perempuan yang dilatasi serviksnya hanya 0 sampai 3 cm.

Praktik ini bertolak belakang dengan rekomendasi American

College of Obstetricians and Gynecologists (1995a) yang

mengatakan bahwa serviks harus berdilatasi 4 cm atau lebih

sebelum diagnosis distosia. Jadi, diagnosis sering dibuat sebelum

persalinan aktif, dan dengan demikian sebelum percobaan

persalinan yang adekuat. faktor lain yang mempengaruhi adalah


stimulasi dengan oksitosin yang tidak mencukupi pada perempuan

dengan persalinan lambat (Rouse dan Owen, 1999b). King (1993)

menemukan bahwa pelahiran caesar untuk distosia pada pasien

swasta di inggris berkaitan dengan jam kerja dan jadwal operasi,

sedangkan waktu prosedur akibat bgawat janijn terdistribusi merata

sepanjang hari.

C. Mekanisme Distosia

Serviks dan uterus bagian bawah terlihat pada akhir kehamilan dan

akhir persalinan. Pada akhir kehamilan, kepala janin, untuk

melewati jalan lahir, harus memasuki segmen bawah rahim yang

relatif lebih tebal dan serviks yang tidak berdilatasi. Obat fundus

uteri kurang berkembang dan dengan demikian tentu tenaganya

kurang. Kontrakis uterus, resistensi serviks, dan tekanan ke depan

yang dihasilkan akibat majunya bagian janin merupakan faktor yang

mempengaruhi kemajuan persalinan kala satu.

Namun setelah dilatasi serviks sempurna, hubunganmekanis

antara ukuran kepala janin danposisi serta kapasitass pelvis, yang

dikenal dengan proporsi fetopelvik menjadi lebih tampak saat kala

dua tecapai.

Malfungsi otot uterus dapat disebabkan akibat uterus yang terlalu

distensi atau persalinan yang terhambat atau dapat keduanya. Jadi,


persalinan yang tidak efektif biasanya dianggap sebagai tanda

peringatan yang mungkin untuk disproporsi fetopelvik.

D. Tipe Disfungsi Uterus

Reynolds dkk., (1948) menekankan bahwa kontraksi uterus pada

persalinan normal ditandai dengan gradient aktivitas miometrial.

Kekuatan tersebut dirasakan paling kuat dan paling lama fundus

dianggap dominan fundus dan akan menghilang kearah serviks.

Caldeyro Barcia,dkk(1950) dari Montevideo, urugay, memasukkan

balon kecil kedalam myometrium pada berbagai tingkatan. Mereka

melaporkan bahwa selain gredien aktivitas, terdapat perbedaan

waktu awitan kontraksi difundus, dibagian tengah, dan segmen

bawah uterus. Larks (1960) menjelaskan bahwa stimulasi bermula

disala satu kornu dan beberapa mili detik selanjutnya dikornu lain.

Kemudian gelombang eksitasi bergabung dan menyapu seluruh

fundus dan turun ke uterus. Kelompok Montevideo. Batas bawah

tekanan kontraksi yang dibutuhkan untuk mendilatasi serviks

adalah 15 mmhg. Gambaran ini diperkuat dengan temuan dari

Hendrecks,dkk.,(1959), yang melaporkan bahwa kontraksi yang

spontan normal adalah sering mencapai tekanan sekitar 60 mmhg.

Dari pengamatan tersebut merupakan hal yang mungkin untuk

menentukan 2 tipe distunsi uterus. Pada disfungsi uterus hipotonik

yang sering terjadi, tidak terdapat hipertonus basal dan kontraksi


uterusnya memiliki pola gradian yang normal (singkron), tetapi

tekanan selama kontraksi tidak cukup untuk mendilatasi serviks.

Pada tipe yang kedua, disfungsi uterus hipertonik atau disfungsi

uterus inkoordinar terjadi tonus basal yang meningkat secara nyata

atau gradient atau tekanannya berubah. Perubahan gradient dapat

disebabkan oleh kontraksi segmen kontraksi uterus dengan

tekanan yang lebih kuat dari pada fundus atau akibat asinkronisme

komplit dari impuls yang berasal dari kornu atau kombinasi dari

keduanya.

1. Kelainan fase aktif

Abnormalitas persalinan secara klinis di bagi menjadi

kemajuan lebih lambat dari normal kelainan karena

pertambahan atau berhentinya kemajuan komplit kelainan

henti. Perempuan hamil harus berada dalam fase aktif

dengan dilatasi serviks setidaknya 4 cm untuk didiagnosis

dengan sala satu dari kedua keadaan ini. Handa dan laros

(1993) mendiagnosis fase aktif, yang diartikan sebagai tidak

adanya dilatasi selama 2 jam atau lebih, pada 5 % nullipara

aterm. Kontraksi uterus ynag tidak adekuat diartikan sebagai

kurang dari 180 montevideo didiagnosis dihitung seperti


ditunjukan pada gambar 20-3, yang didagnosis pda 80%

perempuan dengan fase aktif yang berhenti.

Haunt, dkk. (1986, 1991) melaporkan bahwa jika persalinan

diinduksi atau ditingkatkan dengan efektif, 90 persen

perempuan mencapai 200 sampai 225 unit Montevideo, dan

40 persen mencapai setidaknya 300 unit Montevideo. Hasil

ini menunjukkan bahwa terdapat aktivitas minimum uterus

tertentu yang seharusnya dicapai sebelum dilakukan

pelahiran caesar karena distosia. Berdasarkan hal tersebut,

American College Obstetricians and Gynecologists (1989)

telah menyarankan bahwa sebelum diagnosis henti selama

persalinan kala satu dibuat, harus dipenuhi kedua kriteria ini :

a. Fase alten telah komplit, dan dilatasi serviks sebesar 4

cm atau lebih.

b. Pola kontraksi uterus adalah 200 unit Montevideo atau

lebih selama periode 10 menit telah ada selama 2 jam

tanpa perubahan serviks.

Rouse dan owen (1999b) telah menguji “aturan 2 jam”

dialpangan dan didapatkan bahwa diperlukan lebih lama

waktu setidaknya 4 jam, sebelum menyimpulkan bahwa

persalinan fase aktif telah gagal.

2. Kelainan pada kala dua


Penurunan janin sebagian besar diikuti oleh dilatasi lengkap.

Lebih lanjut, kala dua menggabungkan berbagai gerakan

utama yang diperlukan janin untuk melewati jalan lahir.

Berdasarkan hal itu, disproporsi janin dan pelvis biasanya

menjadi nyata selama persalinan kala dua.

Hingga saat ini telah ada aturan kala dua yang diterima

sehingga membatasi durasinya. Aturan-aturan ditetapkan

dalam obstetrik di amerika pada awal abad ke 20, kala 2 pada

nullipara dibatasi smpai 2 jam dan diperpanjang menjadi 3 jam

jika analgesia regional digunakan. Untuk multipara, 1 jam

merupakan batasnya, diperpanjang menjadi 2 jam dengan

analgesia regional. Di parrklan Hospital selama 1999, hanya 6

persen persalnan kala dua pada nulipara cukup bulan yang

melebihi 2 jam.

Cohen (1977) meninvestigasi efek lamanya persalinan kala 2

pada janin di Beth Israel Hospital. Beliau mengikut sertakan

4403 nullipara dalam pemantauan denyut jantung janin

elektronik. Angka mortalitas neonates tidak meningkat pada

perempuan yang persalinan kala 2 nya lebih dari 2 jam.

Umumnya digunakan analgesia epidural, dan biasanya

digunakan untuk sebagian besar kehamilan dengan kala 2

yang memanjang data tersebut memenuhi keputusan untuk


memberikan tambahan jam pada peralinan kala 2 jika

analgesia regional digunakan.

Myls dan santolaya (2003) menganalisis konsekuensi

terhadap ibu nenonatus akibat persalinan kala 2 yang

memanjang pada 7818 perempuan dichicagoantara 1996 dan

1999. Angkah mortalitas dan morbiditas neonates tidak

berkatan dengan lamanya kala 2.

Usaha mendorong ibu. Dengan dilatasi serviks yang

penuhi sebagian besar menahan keinginan untuk “meneran”

atau “mendorong” setiap kali uterus berkontraksi. Kombinasi

dari kekuatan yang dihasilkan oleh kontraksi uterus dan otot

abdomen mendorong janin kebawah. Bloom dkk mempelajari

efek bimbingan aktif untuk usaha mendorong. Mereka

melaporkan bahwa walaupun lama kala 2 sedikit lebih singkat

pada perempuan yang dibimbing, tidak ada keuntungan lan

bagi ibu neonatus.

Saat ini, kekuatan yang dihasilkan oleh otot-otot abdomen

dianggap cukup untuk memperlambta atau bahkan mencegah

pelahiran per vagina spontan. Sedasi atau analgesia epidural

yang berat dapat mengurangi reflex yang mendesak untuk

mendorong dan dapat mengganggu kemampuan otot

abdomen untuk berkontrkasi dengan adekuat. Pada keadaan

lain, keinginan dasar untuk mendorong bertumbang tindih


dengan nyeri berat yang dihasilkan oleh robekan. Dua

pendekatan untuk dorongan kala dua pada perempuan

dengan analgesia epidural telah memeberikan hasil yang

bertolak belakang. Pendekatan yang pertama menyarankan

perempuan untuk mendorong dengan kekuatan penuh saat

kontraksi setelah dilatasi lengkap, walaupun tidak ada

keinginan untuk meneran. Yang kedua, infus analgesia

dihentikan dan mendorong dimulai hanya setelah ibu

mendapatkan keinginan untuk meneran. Fraser dkk.,(2000)

menemukan bahwa menunda mendorong akan mengurangi

pelahiran operatif yang sulit, sementara mayonda,dkk (1990)

melaporkan hal sebaliknya. Hansen dkk.,(2002) secara acak

gesia epidural pada sala satu dari dua pendekatan tersebut

tidak terdapat efek samping pada ibu atau keluaran neonates

yang berkatan dengan ditundanya pendorongan, meski

dengan persalinan kala 2 yang memanjang secara nyata.

Plinkett dkk.,(2003), pada penelitian yang sama,

mengkompirmasi temuan tersebut.

E. Station Janin pada Awitan Persalinan Aktif

Penuruan bagian terendah janin ke tingkat spina isiadika (station

0)
diartikan sebagai engagement. Friedman dan Sachtleben (1965, 1976)

melaporkan suatu hubungan yang bermakna antara station yang lebih

tinggi pada awitan persalinan dan distosia selanjutnya. Handa dan

Laros (1993) menemukan bahwa station janin pada saat persalinan

berhenti juga merupakan faktor risiko untuk distosia. Roshanfekr dkk.,

(1999) menganalisis station janin pada 803 perempuan nulipara cukup

bulan saat persalinan aktif. Saat masuk rumah sakit, sekitar 30% ibu

dengan kepala janin berada pada atau di bawah station0 mengalami

angka pelahiran caesar sebesar 5%. Hal ini dibandingkan dengan

angka 14 persen untuk kepala janin pada station yang lebih tinggi.

Namun demikian, prognosis untuk distosia tidak berkaitan dengan

station kepala janin yang masih sangat tinggi, yaitu diatas bidang

tengah pelvis (station0).Hal yang penting, 86 persen perempa tanpa

engagement kepala janin saat didiagnosis persalinan aktif, melahirkan

per vagina. Pengamatan ini terutama diterapkan untuk perempuan

para karena biasanya kepala turun lebih lama pada persalinan.

F. Penyebab Disfungsi Uterus yang Dilaporkan

Berbagai faktor persalinan telah dikaitkan sebagai penyebab disfungsi

uterus.

1. Analgesia epidural
Penting untuk menekankan bahwa analgesia epidural dapat

memperlambat persalian (sharma dan Leveno, 2000).Analgesia

epidural telah menyebabkan perpanjangan, baik persalinan kala

satu maupun dua dan dengan perlambatan kecepatan penurunan

janin.

2. Karioamnionitis

Karen adanya hubungan antara persalinan yang lama dengan

infeksi pascapartum ibu, sebagai klinis telah menunjukkan bahwa

infeksi itu sendiri berperan dalam aktivitas uterus yang abnormal.

Satin dkk., (1992) meneliti efek karioamnionitis terhadap stimulasi

oxytocin pada266 kehamilan. Infeksi yang terlambat didiagnosa

saat persaliann, diketahui sebagai petanda pelahiran caesar untuk

distosia, sementara, keadaan ini tidak dijumpai pada perempuan

dan didiagnosis mengalami karioamnionitis dini pada persalinan.

Secara rinci, 40 persen perempuan yang mengalami

karioamnionitis setelah mendapatkan oxcytosin karena persalinan

disfungsional, selanjutnya memerlukan pelahiran caesar karena

distosia. Hal ini sepertinya mengungkapkan bahwa infeksi uterus

pada keadaan klinis tersebut merupakan konsekuensi dari

persalinan yang lama dan disfungsional, bukan karena distosia.

3. Posisi ibu selama persalinan


Menurut Miller (1983), uterus lebih sering berkontraksi tetapi

dengan intensitas yang lebih lemah jika ibu berbaring terlentang

dibandingkan menyamping. Sebaliknya, frekuensi kontraksi dan

intensitasnya dilaporkan meningkat jika duduk atau berdiri. Namun,

Lupe dan Gross (1986) menyimpulkan bahwa tidak ada bukti

meyakinkan yang menyatakan postur ibu yang berdiri atau berjalan-

jalan, bermanfaat pada persalinan. Mereka melaporkan bahwa

perempuan lebih suka berbaring menyamping atau duduk di tempat

tidur. Beberapa memilih untuk berjalan, lebih sedikit lagi yang

berjongkok, dan tidak ada yang menginginkan posisi lutut dada.

Mereka cenderung mengambil posisi janin pada persalinan lanjut.

Kebanyakan perempuan antusias untuk berjalan kembali ketempat

tidur saat persalinan aktif dimulai (Carlos dkk., 1987, Williams dkk.,

1980).

Berjalan-jalan tidak mengurangi kebutuhan akan analgesia

ataupun berbahaya bagi janin neonatus. Dari penelitian ini, kami

memberikan pilihan pada ibu hamil tanpa komplikasi, untuk

berbaring atau berjalan-jalan dengan pengawasan selama

persalinan. Kebijakan ini ada dalam kesepakatan American College

of Obstetricians and Gynecologists (2003), yang menyimpulkan

bahwa berjalan-jalan saat persalinan tidak berbahaya, dan

mobilitas dapat memberikan rasa nyaman yang lebih besar.


4. Posisi Melahirkan pada Persalinan Kala Dua

Manfaat yang diharapkan telah ditunjukan pada posisi

melahirkan alternatif saat persalinan kala dua dan efeknya

terhadap persalinan. Posisi tegak meliputi duduk menggunakan

“kursi melahirkan”, berlutut, berjongkok atau bersandar dengan

punggung diangkat 30 derajat. Dengan posisi tersebut, mereka

mendapakan interval 14 menit lebih singkat untukpelahiran, nyeri

berkurang dan insideni yang lebih rendah pada pola denyut jantung

janin yang tidak dapat dipastikn, serta pelahiran operatif per vagina.

Mereka melaporkan peningkatan kecepatan kehilangan darah

melebihi 500 mL. Bergella dkk., (2008) memberikan hipotesis

bahwa paritas, kompresi aortoaval yang kurang kuat, perbaikan

posisi janin, dan diameter pintu bawah panggul yang lebih besar,

mungkin dapat menjelaskan temuan ini. Pada penelitian

sebelumnya, Russell (1969) menjelaskan bahwa area pintu bawah

panggul meningkat 20-30 persen dengan berjongkok bandingkan

dengan posisi berbaring terlentang. Akhirnya, Babayer dkk., (1998)

memperingkatkan bahwa duduk atau berjongkok dalam waktu lama

selama kala dua dapat menyebabkan neuropati peroneal.

5. Berendam dalam Air

Berendam dalam air menurunkan angka penggunaan analgesia

epidural tetapi tidak mengubah angkah pelahiran operatif. Lebih


banyak bayi dari ibu kelompok berendam dalam air dimasukkan

dalam unit perawatan intensif nonatus (NICU,Neonatal Intensive

Care Unit).

G. PERSALINAN DAN PELAHIRAN PRESIPITATUM

Persalinan presipitatum adalah persalinan dan pelahiran yang

sangat cepat. Hal ini mungkin dapat disebabkan oleh resistensi bagian

lunak jalan lahir yang sangat lemah, dari kontraksi uterus dan abdomen

yang sangat kuat, atau jarang, dari tidsk adanya sensasi nyeri dan

sehingga kurang waspada terhadap persalinan yang kuat.

H. DISPROPORSI FETOPELVIK

Disproporsi fetopelvik terjadi akibat berkurangnya kapasitas pelvis,

ukuran janin yang sangat besar, atau yang lebih umum, kombinasi

keduanya.

A. Kapasitas Pelvik

Setiap kontraksi diameter pelvic yang mengurangi kapasitasnya

dapat menciptakan distosia selama persalinan. Mungkin terdapat

kontraksi pintu atas panggul, bagian tengah panggul, atau pintu bawah

panggul atau secara umum pelvik yang sempit disebabkan oleh

kombinasinya.

1. Pintu Atas Panggul yang Sempit


Pintu atas panggul biasanya dianggap sempit jika diameter

anteroposterior yang kurang dari 10 cm atau jika diameter yang

paling besar ukurannya kurang dari 12 cm. Diameter pintu atas

panggul anteroposterior biasanya diperkirakan dengan mengujur

konjugata diagonalisis secara manual, yaitu sekitar 1,5 cm lebih

besar lihat (Bab 2 hlm.31). Dengan demikian, pintu atas yang

sempit biasanya diartikan dengan konjugata diagonalisis yang

kurang dari 11,5 cm.

Sebelum persalinan, diameterbiparietal telah menunjukkan

rata-rata 9,5 sampai sebesar 9,8 cm. Dengan demikian, mungkin

sulit dibuktikan bahwa atau bahkan tidak mungkin sebagaian janin

untuk melalu pintu atas panggul yang diameter anteroposteriornya

yang kurang dari 10 cm. Mengert (1948) dan Kaltreider (1952),

dengn menggunakan pelvimetri sinar-x, menunjukkan bahwa

insedeni sulitnya pelahiran meningkat dengan angkat yang kurang

sama, baik pada diamneter anteroposterior pintu atas panggul

kurang dari 10 cm maupun diameter transversalnya yang kurang

dari 12 cm. Seperti yang diperkirakan, jika kedua diameter sempit,

distosia jauh lebih berat daripada hanya salah satunya yang

sempit.

Perempuan yang berbadan kecil biasanya memiliki panggul

yang sempit, tetapi dia juga sangat mungkin memiliki bayi yang

kecil. Thoms (1937) meneliti 362 nulipara dan menemukan rata-rata


berat badan lahir bayi mereka lebih rendah-280 g-pada perempuan

dengan panggul sempit daripada mereka yang memiliki berukuran

medium atau luas. Pada ilmu kebidanan hewan, pada sebagian

besar spesies, penentu penting dari ukuran janin adalah ukuran

maternal,bukan ukuran peternal.

Normalnya, dilatasi serviks dibantu dengan kinerja hidrostik dari

membranyang belum ruptur atau setelah Membran ruptur, melalui

kontak langsung bagian terendah janin dengan serviks (lihat

gambar 6-8,hal 151,) namun, pada panggul seluruh kekuatan yang

dikeluarkan uterus bekerja secara langsung pada bagian membran

yang berkontak dengan serviks yang sedang berditalasi , akibatnya

ruptur spontan dini membran sering terjadi.

Setelah membran ruptur , tidak adanya tekanan dari kepala pada

serviks dan segmen bawah uterus menunjukkan adanya kontraksi

yang kurang efektif. Jadi, dilatasi selanjutnya dapat terjadi sangat

lambat atau tidak sama sekali. Cibliks dan Hendricks (1965)

melaporkan bahwa adaptasi mekanis dari janin terhadap tulang

jalan lahir memainkan bagian penting dalam menentukan efisiensi

kontraksi. Semakin baik adaptasi tersebut, semakin efisien

kontraksikontraksi. Dengan demikian, respons servikal terhadap

persalinan memberikan tinjauan pragnostik terhadap Keluaran

persalinan pada perempuan dengan pintu atas panggul yang

sempit.
Pintu atas panggul yang sempit memainkan perang penting dalam

menghasilkan presentasi abnormal. Para nulipara normal, bagian

terendah pada kehamilan aterm biasanya turun ke dalam rongga

panggul sebelum awitan persalinan . Namun, jika pintu atas sangat

sempit, penurunan biasanya tidak terjadi sampai setelah awitan

persalinan, atau tidak sama sekali. Presentasi Kepala masih

dominan, tetapi kepala terapung bebas diatas pintu diatas panggul

atau lebih kearah lateral salah satu fossa illiaca. Karena itu, sedikit

saja pengaruh dapat menyebabkan perubahan presentasi janin.

Pada perempuan yang panggulnya sempit, presentasi wajah dan

bahu terhitung tiga kali lebih sering , dan prolabsusu tali pusat

terjadi empat sampai enam kali sering.

a. Panggul Tengah Yang Sempit

Temuan ini lebih sering dari pada pintu atas panggul yang

sempit. Keadaan ini sering kali menyebabkan berhenti nya kepala

bayi dalam posisi melintang, yang berpotensi menyebabkan operasi

Midforseps yang sulit atau kelahiran Caesar.

Bidang abstetris panggul tengah membentang dari batas inferior

sinfisis pubis melalui spina Ischiadica dan menyentuh as sacrum

dekat dengan taut vertebra keempat dan kelima (lihat bab 2,hal 33.)

secara teoritis , garis transversal menghubungkan spina Ischiadica

dan membagi panggul Tengah menjadi bagian antirior dan pastirior.

Bagian anterior panggul tengah dibagian anterior nya dibatasi oleh


batas bawah simfisis pubis dan bagian lateral nya oleh rumus

Ischiuspubicus . Bagian posterior panggul tengah di bagian dorsal

dibatasi oleh Assacrum dan bagian lateralnya oleh Legamenitum

Sacrospinale membentuk batas bawah incisura Ischiadica major.

Ukuran panggul tengah rata-rata adalah sebagai berikut;

manuversal atau spinosus Interiscial, 10,5 cm; Anteroposteri; dari

batas bawah sinfisis pubis ketaut S4-S5, 11,5 cm; dan sagitalis

posterior , dari titik tengah garis intern spinosus ketitik yang sama di

os sacrumsacrum, 5cm. Definisi panggul tengah yang belum akurat

seperti defenisi pintu atas panggul yang sempit. Meskipun

demikian, panggul tengah biasanya sempit jika jumlah diameter

intern spinosus dan sagitalis posterior normal 10,5 ditambah 5cm

atau 15,5 cm menjadi 13,5 cm atau kurang. Konsep ini ditekankan

oleh Chen dan Huang (1982) dalam mengevaluasi kemungkinan

sempitnya panggul tengah terdapat alasan untuk mencurigai

sempitnya panggul tengah bila diameter interpinosus kurang dari 10

cm. Ketika ukurannya kurang dari 8 cm, panggul tengah sempit.

walaupun tidak terdapat metode manusia pasti untuk mengukur

dimensi pangil tengah panggil tengah ayng sempit terkadang dapat

di duga jika spina menonjol, dinding samping panggul cekung, atau

incisura ichiadica major sempit,lebih lanjut eller dah mangerr (1948)

menyatakan bahwa hubungan antra diameter intertuberositas dan

interspinosus os ischii cukup konstan sehingga penyempitan


diameter interspinousus dapat di pertimbangkan jika diameter

intertuberositas sempit. Namun demikian diameter intertuberositas

yang normal tidak selalu menyakitkan diameter interspinosus yang

sempit.

b. Pintub Bawah Panggul Yang Sempit

Temuan ini biadanya didefinisikan sebagi diameter

tuberositas ibteriskial sebesar 8 cm atau kurang. Pintu bawah

panggul secara kasar dianalogikan dengan dua segitiga dengan

tuberositas interischial yang di anggap sebagai dasar keduanya,

sisi segitiga anterior adalah ramus pubis dan apeksnya adalah

permukaan inferoposterioe simfisis puji, segitiga posterior tidak

memiliki sisi tulang tetapi apeksnya dibatasi oleh ujung vertebra

sakral terakhir dan bukan ujung os cogcygis. pengurangan diameter

intertuberositas yang diikuti oleh penyempitan segitiga anterior pasti

menyebabkan terdorongnya kepala janin ke arah posterior floberg

dkk (1987) melaporkan baha panggul bawah yang sempit

ditemukan sebanyak hampir 1 persen pada lebih dari 1400 nulipara

dengan kehamilan aterm yang di pilih secara acak pintu bawah

yang sempit seringnya disertai panggul tengah sempit. Pintu bawah

panggul yng smepit tanpa disertai bidang tengah yang sempit

jarang terjadi.

Walaupun disproporsi antara kepala janin dampingi bawah

panggul tidak cukup kuat untuk menimbulkan distosia berat, hal ini
mungkin berperan penting dalam menyebabkan robekan perineum.

Dengan makin mneyempitnya arcus pubis oksiput tidak dapat

keluar sodara langsung di bawah simfisis pubis, tetapi dorong kuat

jauh kebawah pada permukaan rumus ischiopubicus. Selanjutnya

perineum menjadi sangat terdistensi dan dengan demikian memiliki

peluang besar untuk mengalami laserasi.

c. Fraktur Pelvis

Speer dan peltier (1972) meninjau kembali pengalaman

dengan. fraktur pelvis dan kehamilan. Trauma akibat kecelakaan

lalu lintas adalah penyebab tersering fraktur pelvis. Sering terjadi

fraktur bilateral rami pubis yang membahagiakan kapasitas kapan

lahir dengan pembentukan kakus atau malunion. Riwayat fraktur

pelvis menghapus tinjauan yang cernat terhadap radiografi

sebelumnya dan mungkin nantinya computed tomographic

pelvimetry pada saat hamil.

d. Perkiraan Kapasitas Panggul

Teknik evaluasi menggunakan pemeriksaan digital tulang

panggul selama persalinan akan dijelaskan secara detail Pada bab

2 hal 33 singkatnya pemeriksa berusaha untuk menilai diameter

anteroposterior pintu atas panggul konjugata diagonalis, diameter

interspinosus panggil tengah dna ajrak intertuberositas pintu bawah

panggul. Arkur panggul sempit kurang dari 90 derajat dapat

menandakan panggul sempit. Kepala janin yang unengeged dapat


mengindikadikan ukuran kepala janin yang sangat besar atau

berkurang kapasitas pintu atas panggul.

Pelvimetri sinar x. Walaupun telah di gunakan secara luas,

prognosis untuk pekahiran pervagina yang berhasil baik pada

setiap kehamilan tidak dapat ditetapkan menggunakan plevimetri

sinar x saja karna itu pelvimetri sinar x dianggap mempunyai nilai

terbatas dalam penatalaksanaan persalinan dengan presentasi

kepala (american college of obstetricians and gynecologists 1995b)

Singkatnya, pemeriksa berusaha untuk menilai diameter

anteroposterior pintu atas panggul kunjugata diagonalis, diameter

interspinosus panggul bawah panggul. Arkus panggul sempit yang

kurang dari 90 derajat dapat menandakan panggul sempit. Kepala

janin yang unegegment dapat mengidentikasikan ukuran kepala

janin yang sangat besar atau kurangnya kapasitas pintu atas

panggul.

Computed temographic (CT) scanning. Dengan pelvimetri sinar-

X konvensional, rata-rata pajanan gunadal yang diperkirakan oleh

Committee onRadiologicalHazards to Patiens adalah 885 mrad

(Osborn 1963). Bergantung pada mesin dan teknikyang digunakan,

dosis janin dengan CT dapat berkisar dari 250 sampai 1500 mrad

(moored an Shearer, 1989).

B. Dimensi janin pada Disproporsi fetopelvik


Ukuran janin saja, jarang menjadi penjelasan yang sesuai

untuk persalinan yang gagal. Bahkan dengan evolasi teknologi saat

ini, ambang ukuran janin untuk memprediksi disproporsi fetopelvik

masih sulit diapahami. Sebagian besar kasus disproporsi muncul

pada jani yang beratnya cukup dalam kisaran populasi obstetric

umum. Dua pertiga neonates memerlukan pelahiran Caesar setelah

pelahiran dengan porseps yang gagal, memiliki berat badan kurang

dari 3700 g. karena itu faktor lain, sperti malposisi kepala,

menghalangi perjalanan janin melewati jalan lahir. Keadaan ini

meliputi asinklitismus, posisi oksiput posterior, dan presentasi

wajah atau dahi.

a. Perkiraan ukuran kepala janin

untuk memprediksi disproporsi fetopelvik berdasarkan ukuran

kepala janin, secara klinis dan radiologis, telah terbukti

mengecewakan. Muller (1880) dan Hills (1990) menjelaskan

suatu maneuver klinis untuk memprediksi disproporsi. Dahi

janin dan daerah suboksipital digenggam melalui dinding

abdomen dengan jari-jari, dan tekanan keras ditujukan kea rah

bawah aksis pintu atas panggul. Jika tidak terdapat disproporsi,

kepala akan segera masuk kepelvis, dan dapat diprediksi

pelahiran pe vagina. Thever Mueller-Hillis dan mereka


menyimpulkan bahwa tidak da hubungan antar distosia dengan

kegagalan penurunan selama maneuver.

Pengukuran diameter kepalajanin mengfgunakan teknik

radiografik polos tidak digunakan karena distoni yang diukur

secara sonografis, dan sudah dilakukan usaha untuk

menggunakan infirmasi ini dalam penaltalaksaan distosia,

Thumau dkk. (1991) menggunakan indeks join-pelvik untuk

mengidentifikasi komplikasi persalinan. Sayangnya, sensitivitas

pengukuran tersebut untuk memprediksi disproporsi

sefalopelvik masih buruk (ferguson dkk.,1998). Kami

memandang bahwa saat ini tidak ada metode memuaskan

yang secara akurat dapat memprediksi disproporsi berdasarkan

ukuran kepala.

b. Presentasi wajah

Dengan presentasi ini kepala dalam keadaan hipereksteral.

Sehingga oksiput berkontak denga punggungjani, dan dagu

(mentum) adalah bagian yang terendah. Wajah bayi dapat

tampak dengandagu (mentum) dibagian anterior atau posterior,

relative terhadap simfisis pada ibu. Walaupun kebanyakan

dapat menetap, banyak presentasi dagu posterior berubah

secara spontan menjadi anterior, bahkan pada persalinan lanjut


(Duff, 1981). Jikatidak, dahi (bregma) janin tertekan melawan

simfisis pubis ibu. Posisi ini mencegah fleksi kepala janin yang

diperlukan untuk melintasi jalan lahir.

Etiologi. Banyak penyebab presentasi wajah dan meliputi

kondisi yang membatu ekstensi atau mencegah fleksi kepal.

Bayi prematur, dengan dimensi kepalanya yang lebih kecil,

dapat engagesebelum berubah ke posisi verteks (Shaffer dkk,

2006b). pada keadian khusus yang, ditandai dengan

pembesaran leher atau lilitan tali pusat di sekitar leher dapat

menyebabkan ekstensi. Bashri dkk., (2008) melaporkan bahwa

malformasi janin dan hidramnion merupaka faktor risiko untuk

presentasi wajah atau dahi. Janin tanpa kepala biasanya

secara alami berada dalam presentasi wajah.

Posis yang terekstensi lebih sering berkembang jika panggul

sempit atau janin sangat besar. Pada rangkaian 141 presentasi

wajah yang diteliti oleh Helman, dkk., (1950),insiden panggul

sempit yang tinggi ini perlu diingat, saat mempertimbangkan

pinata laksanaan.

Paritas tinggi adal predisposisi untuk presentasi wajah. Pada

kasus ini, abdomen pendulum memungkinkan punggung bayi

untuk membengkok ke depan atau ke lateral, sering pada arah

yang samadengan arah yang ditunjukkan oleh oksiput. Hal ini

menyebabkan ekstensi servikal dan spina terokal.


Diagnosis. Presentasi wajah didiagnosis melalu pemerikasaan

vagina dan palpasi gambaran wajah. Mungkin terjadi kekeliruan

presentasi bokong untuk wajah karena anus dapat

disalahartikan sebagai mulut dan tuber ischiadicum dengan

pneminensia dengan tulang wajahpada atau bawah pintu

panggul merupakan tanda yang khas.

Mekanisme persalinan. Presentasi wajah jarang terlihat diatas

perut panggul. Bahkan, dahi umumnya tampak lebih awal dan

biasanya berubah menjadi presentase wajah esetelah ekstensi

lebih lanjut dari kepala selama penurunan. Mekanisme

persalinan dalam kasus ini terdiri dari pergerakan utama yang

meliputi penurunan, rotasi normal, dan fleksi, serta pergerakan

tambahan dari ekstensi dan rotasi eksternal. Penurunan

disebabkan oleh faktor yang sama dengan faktor pada

presentasi kepala. Ekstensi dihasilkan dari hubungan tubuh

janin terhadap kepala yang terdefleksi, yang berubah menjadi

pengungkit dengan dua lengan, lengan yang lebih panjang

memanjang dari condylus ocsipitalis ke oksiput. Ketika

resistensi terjadi, oksiput harus didorong kea rah punggung

janin sementara dagu turun.


Tujuan rotasi internal wajah adalah untuk membawa dagu

kearah simfisis pubis. Hanya dengan cara ini leher dapat

melewati permukaan posterior simfisis pubis. Jika dagu berotasi

secara langsung ke posterior, leher yang relative pendek tidak

dapat melewati permukaan anterior os sacrum, yang

panjangnya sekitar 12 cm. lebih lanjut lagi, dahi (bregma) janin

tertekan pada simfisis ibu. Posisi ini menghalangifleksi yang

diperlukan untuk melewati jalan lahir. Jadi, terjadi kecuali bahu

memasuki panggul dalam waktu yang sama, suatu kejadian

yang tidak mungkin kecuali jika janin samgat kecil mengalami

maserasi. Rotasi internal disebebkan oleh faktor yang sama

seperti pada presentasi verteks.

Setelah rotasi anterior dan penurunan, dagu dan mulut

tampak pada vulva, permukaan bawah dagu menekan simfisis,

dan kepal dilahirkan dengan fleksi. Hidung, mata, dahi

(bregma), dan oksiput kemudian tampak satu persatu diatas

batas anterior perineum. Setelah kelahiran kepala, oksiput

membengkok ke belakang ke arah anus. Selanjutnya, dagu

berotasi keluar ke sisi tempat tujuan awalanya dan bahu

dilahirkan seperti pada presentasi kepala.

Edema kadang-kadang dapat mengubah bentuk wajah

secara signifikan. Disaat yang sama, tengkorak mengalami


molding yang nyata, bermanifestasi sebagai suatu

pertambahan panjang diameter metooksipital kepala.

Penatalaksanaan. Tidak adanya panggul sempit dan dengan

persalinan yang efektif biasanya akan diikuti oleh keberhasilan

pelahiran per vagina. Pemantauan denut jantung janin mungkin

lebih baik dilakukan dengan alat eksternal untuk mengindari

kerusakan terhadap wajah dan mata. Karena presentasi wajah

diantara janin cukup bulan lebih sering dijumpai juka terdapat

derajat pintu atas panggul yang sempit, pelahiran Caesar

sering kali diindikasikan. Usaha untuk menggubah presentasi

wajah secara manual, menjadi presentasi verteks, rotasi

manual atau forceps pada dagu posterior yang persistem

menjadi posisi dagu anterior, dan versi dan ekstraksi podalik

internal merupakan hal yang berbahaya dan tidak dilakukan.

Presentasi Dahi. Posisi yang jarang ini didiagnosis jika bagian

kepala janin diantara margo supraorbitalis dan fontanel anterior

berada di pintu atas panggul. Kepala janin akan mengambil

posisi di pertengahan antara fleksi penuh (oksiput) dan ekstensi

(wajah). Masuknya kepala janin dan, kemudian, pelahiran tidak

dapat terjadi selama masih dalam presentasi dahi, kecuali jika

kepala janin kecil atau panggul sangat besar.


Etiologi dan diagnosis. Penyebab presentasi dahi yang

persisten sama dengan penyebab wajah. Presentasi dapat

diketahui dengan oksiput dan dagu yang mudah diraba pada

palpsi abdomen, tetapi pada pemeriksaan vagina biasanya

diperluka. Sutura frontalis, fontanel anterior yang besar, margo

supraobitalis,mata dan dasar hidungdapat disrasakan saat

pemerikasaan vagina. Tetapi baik mulut ataupun dagu tidak

bisa diraba.

Mekanisme persalinan. Pada janin yang sangat kecil dan

panggul yang besar, umumnya persalinan dapat dengan

mudah, tetapi pada janin yang lebih besar, basanya sulit.

Karena, engagement tidak mungkin terjadi sampai terdapat

molding yang nyata yang memperpendek diameter

oksipitopemntal atau yang lebih sering, sampai terdapat fleksi

menjadi presentasi oksiput atau ekstensi menjadi presentasi

wajah. Molding yang nyata dapat merusak bentuk wajah yaitu

terjadi caput succedaneum di atas dahi.

c. Posisi Melintang

Pada posisi ini aksis memanjang janin diperkirakan tegak lurus

terhadap ibu. Jika aksis panjang membentuk sudut akut,


dihasilakan janin dengan posisi oblik. Posisi tersebut biasanya

hanya sementara, karena baik posisi longitudianal atau

melintang biasanya terjadi ketika persalinan tidak terduga.

Karena alasan tersebut, posisi oblik disebut dengan posisi tidak

stabi;l di Inggris raya.

Pada posisi melintang, biasanya bahu berada diatas pintu

atas panggul. Kepala berada pada salah satu fossa ilica, dan

bokong di fossa lainnya. Keadaan ini menciptakan presentasi

bahu dengan sisi ibu, letak akromion terletak, menntukan arah

posisi janin yaitu akromial kanan atau kiri. Dan karena pada

kedua posisi tersebut punggung janin dapat berada di anterior

atau posterior, superior atau inferior, biasanya dibedakan ,

menjadi dorsoanterior dan dorsoposterior.

Etiologi Sebagian dari penyebab yang telah sering untuk posisi

melintang melipu:

1. relaksasi dinding abdomen pada paritas tinggi.

2. janin premature

3. plasenta previa

4. anatomi uterus abnormal

5. hidramnion

6. panggul sempit
Perempuan yang pernah melahirkan empat kali atau sering

memiliki risiko 10 kali lipat untuk terjadinya posisi melintang

disbanding dengan nulipara. Relaksasi abdomen dan berbentuk

pendulum memungkinkan uterus untuk jatuh ke depan,

mengubah aksis panjang janin menjadi posisi oblik ayau

melintang. Plasenta previa atau panggul sempit berperan

dnegan cara yang serupa. Posisi melintang atau oblik

biasanyaterjadi pada persalinan yang posisi awalnya

longitudianal.

Diagnosis Posisi melintang biasanya mudah dikenali dengan

inspeksi abdomen yang biasanya lebar, sementara fundus uteri

hanya sedikit meluas diatas umbilicus. Tidak ada kutub janin

yang teraba di fundus. Posisi punggung dapat dengan mudah

diketahui.

d. Presentasi gabungan

Pada presentasi gabungan, ekstremitas menonjol pada

bagian terendah janin, dan keduanya tampak secara

bersamaan didalam panggul.


Insiden dan eiologi opletud dan Eastman (1951) menemukan

tangan atau lengan yang menonjol disisi kepala pada satu dari

setiap 700 pelahiran. Yang lebih jarang terjadi adalah prolapsus

salah satu atau kedua ekstremitas bawah disamping presentasi

kepala atau satu tangan disamping bokong. Penyebab

presentasi gabungan adalah kondisi yang mencegah oklusi

komplit pintu atas panggul oleh kepla jani, termasuk persalinan

kurang bulan.

Penatalaksanaan dan Prognosis. Pada sebagian besar

kasu, bagian yang mengalami prolapsus seharusnya

dibiarkan saja, karena kebanyakan tidak akan mengganggu

jalannya perslalinan. Jika lengan mengalami prolapsus

disamping kepala, kondisi tersebut harus diamati secara

ketat untuk memastikan apakah lengan tertarik kembali dari

jalan lahir saat turunnya bagian terendah. Jika gagal tertarik

dan jika tampaknya menghalangi penurunan kepala, lengan

yang prolapsus sebaiknya didorong perlahan ke atas dan

kepala akan secara simultan terdorong kebawah oleh

tekanan fundus.
e. Posisi oksiput posterior persisten

kebanykan posisi oksiput posterior mengalami posisi anterior

spontan yang didikuti dengan pelahiran tanpa komplikasi.

Walaupun alasan pasti untuk gagalnya rotasi spontan tidak

diketahui, penyempitan melintang panggul tengah tidak

diragukan lagi sebagai faktor yang berperan. Kebanyakan

presentasi oksiput posterior pada pelahiran adalah akibat

malrotasi posisi oksiput anterior selama persalinan, dan hamper

90 persen presentasi oksiput pada permulaan persalinan,

secara spontan, berotasi ke anterior.

Persalinan dan pelahiran pada posisi oksiput posterior tidak

perlu dibadakan dengan oksiput anterior. Kemajuan dapat

ditentukan dengan menilai dilatasi servikal dan penurunan

kepala. Sebagian besar keadaan, pelahiran biasasnya dapat

diselesaikan tanpa kesulitan berarti jika kepala

C. DISTOSIA BAHU

adalah suatu keadaan diperlukannya tambahan maneuver obstetrik

oleh karena dengan tarikan biasa kea rah belakang pada kepala bayi

tidak berhasil untuk melahirkan bayi.pada persalinan dengan

presentasi kepala, setelah kepala lahir bahu tidak dapat dilahirkan

dengan cara pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab lain dari

kesulitan tersebut. Insidensi distosia bahu sebesar 0,2-0,3% dari

seluruh persalinan vagina presentasi kepala. Apabila distosia bahu


didefinisikan sebagai jarak waktu antara lahirnya kepala dengan

lahirnya badan bayi lebih dari 60 detik, maka, insidensinya menjadi 11

Pada mekanisme persalinan normal, ketika kepala dilahirkan, maka

bahu memasuki panggul dalam posisi oblik. Bahu posterior memasuki

panggul lebih dahulu sebelum bahu anterior. Ketika kepala melakukan

putaran paksi luar, bahu posterior berada di cekungan tulang sacrum

atau disekitar spina iskhiadika, dan memberikan ruang yang cukup

bagi bahu anterior untuk memasuki panggul melalui belakang tulang

pubis atau berotasi dari foramen obturator. Apabila bahu beradar

dalam posisi antero-posterior ketika hendak memasuki pintu atas

panggul, maka bahu posterior dapat tertahan promontorium dan bahu

anterior tertahan tulang pubis. Dalam keadaan demikian kepala yang

sudah dilahirkan tidak dapat melakukan putar paksi luar, dan tertahan

akibat adanya tarikan yang terjadi antara bahu posterior dengan

kepala (disebut dengan turtle sign).

Komplikasi

Komplikasi distosia bahu pada janin adalah fraktur tulang (klavikula

dan humerus), cedera pleksus brakhialis, dan hipoksia yang dapat

menyebabkan kerusakan permanen di otak. Dislokasi tulang servikalis

yang vatal juga dapat terjadi akibat melakukan tarikan dan putaran

pada kepala dan leher. Fraktur tulang pada umumnya dapat sembuh

sempurna tanpa sekuele, apabila didiagnosis dan diterapi dengan


memadai. Cedera pleksus brakhialis dapat membaik dengan

berjalannya waktu, tetapi sekuele dapat terjadi pada 50 % kasus.

Pada ibu, komplikasi yang dapat terjadi adalah pendarahan akibat

laserasi jalan lahir, episiotomy ataupun atonia uteri.

Factor resiko dan pencegahannya

Belum ada cara untuk memastikan akan terjadinnya distosia bahu

pada suatu persalinan. Meskipun sebagian besar distosia bahu dapat

ditolong tanpa morbiditas pada bayi dan mencegah terjadinnya

tuntutan, penolong persalinan perlu mengidentifikasi factor resiko

terjadinya distosia bahu dan mengomunikasikan akibat yang dapat

terjadi pada ibu serta keluargannya.

Bayi cukup bulan pada umumnya memiliki ukuran bahu yang lebih

lebar dari kepalanya, sehingga mempunyai resiko terjadi distosia

bahu. Risiko akan meningkat dengan bertambahnya perbedaan antara

ukuran badan dan bahu dengan ukuran kepalannya. Pada bayi

makrosomia, perbedaan ukuran tersebut lebih besar dibanding bayi

tampa makrosomia, sehingga bayi makrosomia lebih beresiko.

Dengan demikian, kewaspadaan terjadinnya distosia bahu diperlukan

pada setiap pertolongan persalinan, dan semakin penting bila terdapat

factor-faktor yang meningkatkan resiko makrosomia. Adanya DOPE

(diabetes, obesity, prolonged pregnancy, excesive fetal size or

maternal weight gain) akan meningkatkan resiko kejadian. Keadaan


intrapartum yang banyak dilaporkan berhubungan dengan kejadian

distosia bahu adalah kala 1 lama, partus macet, kala ll lama, perlu di

sadari bahwa sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat

diprediksi dengan tepat sebelumnya. Upaya pencegahan distosia

bahu dan cedera dapat ditimbulkannya dapat dilakukan dengan cara.

1. Tawarkan untuk dilakukan bedah sesar pada persalinan vaginal

berisiko tinggi : janin luar biasa besar (> 5 kg), janin sangat besar (>

4.5 kg) dengan ibu diabetes, janin besar (> 4 kg) dengan riwayat

distosia bahu pada persalinan sebelumnya, kala ll yang memanjang

dengan janin besar.

2. Identifikasi dan obati diabetes pada ibu

3. Selalu bersiap bila sewaku-waktu terjadi

4. Kenali adanya distosia seawall mungkin. Upaya mengejan,

menekan suprapubis atau fundus, dan traksi brpotensi

meningkatkan resiko cedera pada janin.

5. Perhatikan waktu dan segera minta pertolongan begitu distosia

diketahui. Bantuan diperlukan untuk membuat posisi mcroberts,

pertolongan persalinan, sesusitasi bayi, dan tindakan anesthesia

(bila perlu)

Diagnosis

Distosia bahu dapat dikenali apabila di dapatkan adanya :

1. Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat

dilahirkan
2. Kepala bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan

kencing

3. Dagu tertarik dan menekan perineum

4. Trkasi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap

tertahan di kranial simfisi pubis.

Begitu distosia bahu diketahui, maka prosedur tindakan untuk

menolongnya haru segera dilakukan.

Penanganan

Diperlukan seorang asisten untuk membantu, sehingga bersegeralah

minta bantuan. Jangan melakukan tarikan atau dorongan sebelum

memastikan bahwa bahu posterior sudah masuk ke panggul. Bahu

posterior yang belum melewati pintu atas panggul tersebut, dapat

dilakukan episiotomy yang luas, posisi mcrobert, atau posis dada-lutut.

Dorongan pada fundus juga tidak diperkenankan karena semakin

menyulitkan bahu untuk dilahirkan dan berisiko menimbulkan rupture

uteri. Di samping perlunya asisten dan pemahaman yang baik tentang

mekanisme persalinan, keberhasilan pertolongan persalinan dengan

distosia bahu juga ditentukan oleh waktu. Setelah kepala lahir akan

terjadi penurunan pH arteria umbilikalis dengan laju 0.04 unit/menit.

Dengan demikian, pada bayi yang sebelumnya tidak mengalami

hipoksia tersedia waktu antara 4-5 menit untuk melakukan maneuver

melahirkan bahu sebelum terjadi cedera hipoksik pada otak.


Secara sistematis tindakan pertolongan distosia bahu adalah sebagai

berikut :

DISTOSIA BAHU

Diagnosis

Hetikan traksi pada kepala, segera memanggil bantuan

Maneuver Mcrobert

(posis Mcrobert, episiotomi bila perlu, tekanan suprapubik, tarikan kepala)

Maneuver rubin

(posisi tetap Mcrobert, rotasikan bahu, tekanan suprapubik, tarikan

kepala)

Lahirkan bahu posterior, atau posisi merangkak, atau maneuver wood

Langkah pertama : maneuver Mcrobert

Maneuver Mcrobert dimulai dengan memosisikan ibu dalam posisi

Mcrobert, yaitu ibu terlentang memfleksikan kedua paha sehingga lutu

menjadi sedekat mungkin ke dada, dan rotasikan kedua kaki ke arah


luar (abduksi). Lakukan episiotomi yang cukup lebar. Gabungan

episiotomy dan posisi Mcrobert akan mempermudah bahu posterior

melewati promontorim dan masuk kedalam panggul. Mintalah asisten

menekan suprasimfisis kea rah posterior menggunakan pangkal

tanganya untuk menekan bahu anterior agar mau masuk kebawah

simfisis. Sementara itu lakukan tarikan pada kepala janin kea rah

posterokaudal dengan mantap.

Langkah tersebut akan melahirkan bahu anterior. Hindari tarikan yang

berlebihan karena akan mencederai pleksus brakhialis. Setelah bahu

anterior dilahirkan, langkah selanjutnnya sama dengan pertolongan

persalinan presentasi kepala. Maneuver ini cukup sederhana, aman,

dan dapat mengatasi sebagian besar distosia bahu derajat ringan

sampai sedang.

Langkah kedua : maneuver rubin

Oleh karena diameter anteroposterior pintu atas panggul lebih sempit

dari pada diameter oblik atau transversannya, maka apabila bahu

dalam anteroposterior perlu diubah menjadi posisi oblik atau

transversa untuk memudahkan melahirkannya. Tidak boleh

melakukan putaran pada kepala atau leher bayi untuk mengubah

posisi bahu. Yang dapat dilakukan adalah memutar bahu secara

langsung atau melakukan tekanan suprapubik kearah dorsal. Pada

umumnya sulit menjangkau bahu anterior, sehingga pemutaran bahu


lebih mudah dilakukan pada bahu posteriornya. Masih dalam posisi

Mcrobert, masukkan tangan pada bagian posterior vagina, tekanlah

daerah ketiak bayi sehingga bahu berputar menjadi posisi oblik atau

transfersa. Lebih menguntungkan bila pemutaran itu kea rah yang

membuat punggung bayi menghadap kea rah anterior (maneuver

rubin anterior) oleh karena kekuatan tarikan yang diperlukan untuk

melahirkannya lebih rendah dibandingkan dengan posisi bahu

anteroposterior atau punggung bayi menghadap kearah posterior.

Ketika dilakukan penekanan suprapubik pada posisi punggung janin

anterior akan membuat bahu lebih abduksi, sehingga diameternnya

mengecil. Dengan bantuan tekanan suprasimfisis kea rah posterior,

lakukan tarikan kepala kea rah posterokaudal dengan mantap untuk

melahirkan bahu anterior.

Langkah ketiga : melahirkan bahu posterior, posisi merangkak, atau

maneuver wood

Melahirkan bahu posterior dilakukan pertama kali dengan

mengidentifikasi dulu posisi punggung bayi. Masukkan tangan

penolong yang berseberangan dengan punggung bayi (punggung

kanan berarti tangan kanan, punggung kiri berarti tangan kiri) ke

vagina. Temukan bahu posterior, telusuri lengan atas dan buatlah

sendi siku menjadi fleksi (bisa dilakukan dengan menekan fossa

kubiti). Peganglah lengan bawah dan buatlah gerakan mengusap

kearah dada bayi. Langkah ini akan membuat bahu posterior lahir dan
memberikan ruang cukup bagi bahu anterior masuk kebawah simfisis.

Dengan bantuan tekanan suprasimfisis ke arah posterior, lakukan

tarikan kepala kearah posterokaudal dengan mantap untuk melahirkan

bahu anterior.

Manfaat posisi merangkak didasarkan asumsi fleksibilitas sendi

sakroiliaka bisa meningkatkan diameter sagittal pintu atas panggul

sebesar 1-2 cm dan pengaruh gravitasi akan membantu bahu

posterior melewati promontorium,. Pada posisi terlentang atau dengan

kedua tangan dan kedua lututnya. Pada maneuver ini bahu posterior

dilahirkan terlebih dahulu dengan melakukan tarikan kepala.

Bahu melalui panggul ternyata tidak dalam gerak lurus, tetapi berputar

seperti uliran sekrup. Berdasarkan hal itu, memutar bahu akan

mempermudah melahirkannya. Maneuver wood dilakukan dengan

menggunakan dua jari dari tangan yang berseberangan dengan

punggung bayi (punggung kanan berarti tangan kanan, punggung kiri

berarti tangan kiri) yang diletakkan di bagian depan bahu posterior .

bahu posterior dirotasi 180 derajat. Dengan demikian, bahu posterior

menjadi bahu anterior dan posisinya berada dibawah arkus pubis,

sedangkan bahu anterior memasuki pintu atas panggul dan berubah

menjadi bahu posterior. Dalam posisi seperti ini, bahu anterior akan

dengan mudah dapat dilahirkan.

Setelah melakukan prosedur pertolongan distosia bahu, tindakan

selanjutnnya adalah melakukan proses dekontaminasi dan


pencegahan infeksi pasca tindakan serta perawatan pascatindakan.

Perawatan pascatindakan termasuk menuliskan laporan dilembar

catatan medic dan memberikan konseling pasca tindakan.


BAB III

STUDI KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN


DENGAN KALA II LAMA

I. PENGKAJIAN
Tanggal : 15 September 2019
Jam : 03.00 WIB
Tempat : PKM KASSI-KASSI

A. DATA SUBYEKTIF
1. Biodata
Nama : Ny “E”/Tn M“
Umur : 26 Thn/28 Thn
Nikah : ± 2 tahun
Suku : Makassar/ Makassar
Agama : Islam/ Islam
Pendidikan : SMA/SMA
Pekerjaan : IRT/wiraswasta
Alamat : JL. Todopulli
2. Keluhan utama
Ibu mengatakan hamil 9 bulan dan mengeluh mules pada perut bagian
bawah menjalar ke punggung serta keluar lendir bercampur darah sejak
pukul 21.00 WIB.

3. Tanda-tanda persalinan
Kontraksi uterus sejak tanggal 15 September 2019 jam 21.00 WIB
Kekuatan : kuat
Lokasi ketidaknyamanan : perut bagian bawah, menjalar ke punggung
Pengeluaran per vaginam
Lendir darah : ya
Air ketuban : tidak, banyaknya - cc, warna -
Darah : tidak ada, banyaknya - cc, warna -

4. Riwayat Menstruasi
a) Menarche : 12 tahun
b) Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) : 16 Agustus 2011
c) Siklus Menstruasi : teratur
d) Lama Menstruasi : 7 hari
Banyak Perdarahan : 3-4 kali ganti pembalut/ hari
e) Keluhan Terkait Menstruasi
Nyeri Haid : tidak ada
Fluor Albus : tidak ada
f) Perkiraan Taksiran Persalinan : 23 Agustus 2019

5. Riwayat Kehamilan Sekarang


a) ANC
Frekuensi : 5 kali teratur
Tempat : Bidan Tuti Darmawan
b) Gerakan Janin dalam 24 jam : 10x/12 jam
c) Tanda Bahaya Yang Timbul : tidak ada
d) Keluhan Umum Tentang Kehamilan Sekarang: -
e) Jenis Kelamin Bayi Yang Diinginkan : apa saja yang penting
selamat
f) Kehawatiran –Kekhawatiran Khusus : tidak ada
g) Imunisasi TT
Imunisasi TT 1 : ya , tanggal 17-05-2017
Imunisasi TT 2: ya, tanggal 17-06-2017
Imunisasi TT 3 : ya, tanggal 17-12-2018
Imunisasi TT 4 : ya,tanggal 17-12-2018
Informasi yang pernah didapat : pola makan selama hamil
(makan sedikit dan sering serta makan makanan tinggi kalori tinggi
protein), tanda bahaya selama kehamilan (adanya perdarahan, ketuban
pecah, gerakan janin berkurang, pusing hingga pandangan kabur,
bengkak pada wajah dan tangan) dan tanda-tanda persalinan
h) Terapi yang didapat beserta dosisnya : Fe 1 tablet/hari , B
complex 1 tablet/hari.

6. Riwayat Kehamilan,Persalinan Dan Nifas Yang Lalu


-
7. Riwayat Kontrasepsi

Ibu menyatakan belum pernah menggunakan alat kontrasepsi


8. Riwayat Kesehatan/Penyakit Yang Pernah Diderita Sekarang Dan
Dahulu

Ibu menyatakan tidak pernah menderita penyakit keturunan, seperti : DM,


Asma
Ibu menyatakan tidak pernah menderita penyakit menular, seperti : TBC,
Hepatitis, Penyakit Menular Seksual, (HIV AIDS) dll
Ibu tidak pernah menderita penyakit jantung, ginjal, hipertensi, malaria
Ibu tidak pernah menderita penyakit infeksi panggul
Ibu tidak pernah menderita keputihan

9. Riwayat Operasi
Ibu tidak pernah menjalani operasi sebelumnya

10. Riwayat Kesehatan Keluarga


Ibu menyatakan dari keluarga suami/istri tidak ada yang menderita penyakit
keturunan , seperti: DM, Asma
Ibu menyatakan dari keluarga suami/istri tidak ada yang menderita penyakit
menular, seperti : TBC, Hepatitis, Penyakit Menular Seksual dll
Ibu menyatakan dari keluarga suami/istri tidak ada yang memiliki keturunan
kembar
Ibu menyatakan dari keluarga suami/istri tidak ada yang mengalami sindrom
Down

11. Riwayat Sosial


a) Status Perkawinan
Menikah Berapa Kali : 1 kali
Lama Menikah : 2 tahun
b) Respon Ibu Dan Keluarga Terhadap Kehamilan : senang
c) Dukungan Keluarga : keluarga sangat mendukung
d) Pengambil Keputusan Dalam Keluarga : Suami
e) Kekerasan Dalam Rumah Tangga : Tidak ada
f) Adat Yang Dipercaya : Tidak ada
g) Gizi Yang Dikonsumsi Dan Kebiasaan Makan
 Sebelum Hamil
Pola Makan : 3x/hari, keluhan (-)
Variasi Makanan : Porsi sedang, nasi, lauk : tahu,
tempe, ikan, daging, sayur : bayam,
kangkung,buah (pisang,pepaya,apel).
Minum : ± 8 gelas belimbing sehari
 Saat Hamil
Pola Makan : 3x/hari, keluhan (-)
Variasi Makanan : Porsi sedang, macam : nasi, sayur
(kangkung, bayam), lauk-pauk
(tempe, tahu, ikan), buah
(pisang,papaya,apel)
nasi, lauk : tahu, tempe, ikan,
daging, sayur :
bayam, kangkung.
Minum : ± 10 gelas belimbing sehari
h) Pola Istirahat
Istirahat Tidur Siang/Malam : Cukup,tidur malam 8 jam/hari, tidur
siang 1 jam
Gangguan Tidur : tidak ada
i) Pola Eliminasi
BAB : 1 x/ hari konsistensi lunak,
keluhan(-)
BAK :  6x/hr, warna jernih, keluhan (-)
j) Beban Kerja Dan Aktivitas Sehari-Hari
Pekerjaan : karyawan swasta dan ibu rumah
tangga
Aktivitas Dalam Bekerja : ibu melakukan kegiatan sebagai ibu
rumah tangga seperti menyapu,
mengepel, memasak dan mencuci
baju.
k) Pola seksual
Frekuensi : 1 x/2 minggu
Keluhan : tidak ada
l) Kebiasaan Hidup Sehat, Merokok, Minum Minuman Keras, Penggunaan
Obat Terlarang( ibu dan keluarga yang lain)
Merokok : tidak pernah
Minum Alkohol : tidak pernah
Menggunakan Obat Terlarang : tidak pernah
m) Keadaan Psiko Sosio Spiritual/ kesiapan menghadapi proses persalinan
Pengetahuan tentang tanda-tanda persalinan dan proses persalinan
-Ibu telah mengetahui tanda-tanda persalinan, yaitu perut mulas secara
teratur, mulasnya semakin sering dan lama, keluar lendir bercampur darah
dari jalan lahir, keluar cairan ketuban dari jalan lahir
-Ibu sudah mengetahui sekilas mengenai proses persalinan melalui cerita
ibunya, yaitu bayi dapat lahir saat pembukaan rahim telah lengkap, lalu
akan dilakukan bimbingan meneran oleh bidan hingga bayi berhasil
dilahirkan.
Persiapan persalinan yang telah dilakukan (pendamping ibu, biaya, dll)
- Sudah mempersiapkan biaya persalinan dengan tabungan bersalin
- Sudah mempersiapkan perlengkapan persalinan untuk ibu dan bayi
(jarit 2, baju ganti 3, grito untuk ibu<sejenis stagen>, pakaian dalam
untuk ganti, perlengkapan mandi, grito bayi, baju bayi, gedong, topi
bayi, kaos tangan, kaos kaki, minyak telon dan bedak bayi )
- Sudah direncanakan suami yang akan mendampingi dalam proses
persalinan.
- Ibu telah merencanakan untuk bersalin di Rumah Bidan Tuti Darmawan
- Sudah disiapkan donor darah dari keluarga untuk kemungkinan terjadi
komplikasi saat persalinan yaitu ayah dari ibu.
- Telah disiapkan alat transportasi dari bidan penolong untuk rujukan

Tanggapan ibu dan keluarga terhadap proses persalinan yang dihadapi


- Ibu dan keluarga merasa senang menyambut kelahiran bayi, karena ini
adalah anak pertama sekaligus cucu pertama.

B. DATA OBJEKTIF
PEMERIKSAAN FISIK
1. Kesadaran dan Postur Tubuh : baik, lordosis
2. Keadaan umum : Composmentis
3. Antropometri
TB : 156cm
BB : Sebelum Hamil 57 kg
Saat Hamil 69 kg
LILA : 26 cm

4. Vital Sign
Tekanan Darah : 120/ 70 mmHg
Nadi : 88 x/ menit
Suhu : 36,6 ° C
Respirasi : 24 x / menit

5. Memeriksa Kepala Dan Leher


 Edema Pada Wajah : tidak ada
 Chloasma gravidarum : tidak ada
 Memeriksa Mata
Conjuctiva : tidak pucat
Sklera : tidak ikterus
 Memeriksa Gigi
Caries : tidak ada
Epulis : tidak ada
 Palpasi Leher
Pembesaran Kelenjar Tiroid : tidak ada pembesaran
Bendungan Vena Jugularis : tidak ada
Pembesaran Kelenjar Limfe : tidak ada

6. Memeriksa Payudara
 Inspeksi
Kesimetrisan : simetris/ normal
Putting Payudara : menonjol
Kebersihan payudara : bersih
 Palpasi
Kolostrum Atau Cairan Lain : tidak ada
Massa Atau Pembesaran Kelenjar Limfe : tidak ada

7. Memeriksa Abdomen
 Inspeksi
Bekas Luka Operasi : tidak ada
Linea Alba/Nigra : ada
Striae livide/albicans : tidak ada
Pembesaran : membujur
Bentuk : normal, tidak menggantung
 Palpasi Abdomen Untuk Mengetahui Letak, Presentasi, Posisi Dan
Penurunan Kepala Janin
Leopold I : TFU 2 jari dibawah processus xiphoideus, pada
bagian
fundus teraba bagian bulat, lunak, dan tidak
melenting (bokong)
Leopold II : pada bagian kiri perut ibu teraba bagian keras janin
seperti papan
(punggung)
Leopold III : bagian terbawah janin teraba bagian keras, bulat
dan tidak dapat
digerakkan (kepala), sudah masuk PAP
Leopold IV : divergen
TFU dalam cm : 36 cm
Perlimaan : 2/5
HIS : 10’. 3x. 30”
Sedang
TBJ : 3875 gram
 Auskultasi
DJJ : punctum maksimum di kuadran kiri bawah perut
ibu
Frekuensi : 148x / menit
Keteraturan : regular
Intensitas : Kuat

8. Memeriksa Tangan Dan Kaki


 Inspeksi Dan Palpasi
Edema, Pucat Pada Kuku Jari : tidak ada
 Varises : tidak ada
 Perkusi Reflek Patella : +/+

9. Anus
Hemoroid : tidak

Pemeriksaan Dalam
Tanggal 15 Mei 2012
Jam 03.20 WIB
Oleh Bidan Tuti Darmawan

v/v : lendir bercampur darah, tidak ada kondiloma, tidak odem, tidak varises,
tidak ada jaringan parut
v/t : Perineum elastis, tidak ada kelainan di jalan lahir vagina, pembukaan 5 cm,
effacement serviks 60 %, ketuban utuh, presentasi belakang kepala, molase 0
UUK kiri depan, penurunan kepala di H-II

Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

II. DIAGNOSA
Diagnosa : G1 P0000 Ab000, UK 39 minggu, janin tunggal hidup intrauterin,
presentasi belakang kepala, inpartu kala 1 fase aktif

III. DIAGNOSA POTENSIAL


-
IV. KEBUTUHAN TINDAKAN SEGERA
-
V. RENCANA TINDAKAN
1. Jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarganya
2. Siapkan obat dan peralatan untuk persalinan yang di butuhkan ( partus set ,
heacting set, alat resusitasi )
3. Lakukan asuhan sayang ibu :
- Berikan dukungan emosional kepada ibu agar ibu tidak khawatir
menghadapi persalinan.
- Informasikan pada ibu mengenai proses persalinan dan batasan yang
diberlakukan.
- Melakukan usapan pada abdomen dan punggung untuk mengurangi
ketidaknyamanan.
- Ajarkan cara bernafas yang benar saat terjadi kontraksi.
4. Anjurkan pada ibu untuk berjalan-jalan dan tidak terlalu sering tidur
telentang
5. Lakukan pemeriksaan Nadi ibu, memeriksa DJJ janin setiap 30 menit, suhu
tiap 2 jam, Tekanan darah tiap 4 jam
6. Anjurkan ibu untuk minum susu, teh, atau makan makanan yang cukup gizi
7. Jelaskan pada ibu tentang kemajuan persalinan dan perubahan yang terjadi.
8. Anjurkan pada ibu untuk banyak berdoa sesuai dengan agama dan
kepercayaannya.

VI. TINDAKAN
Tanggal : 15 September 2019 Jam : 03.35
WIB

1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarganya


2. Menyiapkan obat dan peralatan untuk persalinan yang di butuhkan ( partus
set , heacting set, alat resusitasi )
3. Melakukan asuhan sayang ibu :
- Memberikan dukungan emosional kepada ibu agar ibu tidak khawatir
menghadapi persalinan.
- Menginformasikan pada ibu mengenai proses persalinan dan batasan yang
diberlakukan.
- Melakukan usapan pada abdomen dan punggung untuk mengurangi
ketidaknyamanan.
- Mengajarkan cara bernafas yang benar saat terjadi kontraksi.
4. Menganjurkan pada ibu untuk berjalan-jalan tidak terlalu sering tidur
telentang
5. Melakukan pemeriksaan Nadi ibu, memeriksa DJJ janin setiap 30 menit,
suhu tiap 2 jam, Tekanan darah tiap 4 jam
6. Menganjurkan ibu untuk minum susu, teh, atau makan makanan yang cukup
gizi
7. Menjelaskan pada ibu tentang kemajuan persalinan dan perubahan yang
terjadi.
8. Menganjurkan pada ibu untuk banyak berdoa sesuai dg agama dan
kepercayaannya.

VII. EVALUASI
Tanggal : 15 September 2019 Jam : 07.00 WIB
1. Keadaan ibu sudah tenang
2. Kemajuan persalinan berlangsung lebih cepat
3. Ibu sudah mengkonsumsi satu mangkok sayur sop tanpa nasi ,meminum
susu juga memakan buah jeruk dan pear, makan roti, dan sudah minum dua
gelas air mineral.
PENDOKUMENTASIAN HASIL ASUHAN KEBIDANAN PADA NY “E”
DENGAN DISTOSIA BAHU

Tanggal Pengkajian : 16 September 2019


Jam : 07.30 WIB

S : Ibu mengatakan rasa ingin BAB dan ingin mengejan


O : KU baik
Kesadaran composmentis
Tanda vital
TD : 120/80 mmHg Nadi : 82 x/menit
RR : 22 x/menit Suhu : 370 C
DJJ 145 x/menit, teratur
His 4 x dalam 10, teratur lamanya 45 detik
v/v : keluar lendir bercampur darah, vulva dan sfingter ani membuka ,
perineum menonjol
v/t : pembukaan 10 cm, eff 100 %, ketuban (-) jernih, presentasi belakang
kepala, UUK anterior, molase 0, hodge III,tidak teraba bagian kecil janin
A : G1P0A0 UK 38 minggu, tunggal, hidup, intrauterin, presentasi kepala,
inpartu kala II
P : Menginformasikan kepada ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan
kondisi janin baik.
Meminta keluarga untuk membantu ibu dalam posisi yang nyaman dan
memberikan minum pada saat ibu merasa lelah
Membimbing ibu untuk meneran ketika ada dorongan untuk meneran
Meminta ibu untuk bernafas biasa jika tidak ada kontraksi
Memeriksa DJJ diantara kontraksi
Menolong kelahiran kepala dengan perasat Ritgen.
Tanggal Pengkajjian : 16 September 2019
Jam : 07.45 WIB

S : Ibu merasa ingin mengejan serta ibu merasa lelah dan haus.
O : KU lemah dan pucat
Kesadaran composmentis
Tanda vital
TD : 90/70 mmHg Nadi : 90 x/menit
RR : 25 x/menit Suhu : 36,80 C
DJJ 150 x/menit, teratur
His 4 x dalam 10, tidak teratur lamanya 45 detik
Ibu meneran dengan baik, kepala sudah lahir tidak ada lilitan tali pusat tetapi
tidak melakukan putar paksi luar

A : G1P0A0 UK 38 minggu inpartu kala II dengan distosia bahu


P : Memberikan infus RL 20 tetes per menit
Melakukan tarikan curam ke bawah untuk melahirkan bahu depan
Melakukan episiotomy mediolateral untuk memperluas jalan lahir
Melakukan tekanan suprapubik untuk membantu bahu depan bebas dari
simpisis
Melakukan Maneuver Mc Robert
- Bahu tetap tertahan setelah dilakukan Maneuver Mc Robert
Melakukan maneuver Woods dengan posisi merangkak.
- Seluruh badan bayi lahir
Tanggal Pengkajjian : 16 September 2019
Jam : 07.50 WIB

S : Ibu merasa perutnya masih terasa mules


pemeriksaan pada ibu
KU lemah dan pucat
Kesadaran composmentis
Tanda vital
TD : 90/70 mmHg Nadi : 90 x/menit
RR : 25 x/menit Suhu : 36,80 C
His 4x dalam 10, teratur lamanya 30 detik
Pemeriksaan pada bayi
As : 7-8
Jenis kelamin bayi laki - laki
A : P1001A000 inpartu kala III
P : Memberikan suntikan oksitosin 10 IU IM pada sepertiga paha kanan atas
bagian luar
Memotong tali pusat bayi
Meletakkan bayi pada dada ibu untuk kontak kulit dan IMD
Melakukan penegangan tali pusat terkendali
Melahirkan plasenta
Melakukan massase fundus sampai kontraksi uterus baik
Memeriksa kelengkapan plasenta baik sisi maternal maupun fetal
Memeriksa laserasi pada perineum dan vagina
Melakukan estimasi perdarahan

Tanggal Pengkajjian : 16 September 2019


Jam : 07.55 WIB

S : Ibu merasa lelah dan pusing


O : KU lemah ,pucat
Kesadaran composmentis
Tanda vital
TD : 90/70 mmHg Nadi : 88 x/menit
RR : 25 x/menit Suhu : 36,80 C
His 3x dalam 10, teratur lamanya 30 detik
Plasenta lahir lengkap
Perdarahan 450 cc
Laserasi derajat 3
A : P1001A000 inpartu kala IV dengan laserasi derajat 3
P : Menambah jumlah tetesan infuse menjadi 40 tetes per menit
Memantau kondisi bayi
Menjelaskan kepada ibu dan keluarga tentang kondisi ibu dan bayi sekarang
Merujuk ibu ke Rumah Sakit

Anda mungkin juga menyukai