Anda di halaman 1dari 90

TUGAS RANCANGAN ELEMEN MESIN

RODA GIGI SUPRA X 125

DAYA ( N ) : 10,1 PS

PUTARAN ( n ) : 8000 rpm

OLEH :

RONI TUA FRIHANDIKA TOGATOROP

NIM : 16202206

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI

INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN

MEDAN

2018

TUGAS RANCANGAN ELEMEN MESIN


KOPLING SUPRA X 125

DAYA ( N ) : 10,1 PS

PUTARAN ( n ) : 8000 rpm

OLEH :

RONI TUA FRIHANDIKA TOGATOROP

NIM : 16202206

Koordinator Tugas Rancangan Disetujui Oleh

Elemen Mesin Dosen Pembimbing

( MULDANI , MM) (MULYADI,ST,MT )

Diketahui oleh :

Ketua Jurusan Teknik Mesin

( Ir.NURDIANA,MT )

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN

MEDAN
2018
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat di segala bidang

terutama di bidang transportasi. Alat yang sangat di butuhkan oleh manusia setiap hari untuk

brbagai keperluan, baik keperluan komersil, pengangkat barang, dan jasa.

Salah satunya yaitu kendaran roda dua yang dalam hal ini penulis mengangkat judul

Rancangan Roda Gigi Lurus sebagai acuan rancangan penulis. Sepeda motor mempunyai

komponen utama yaitu transmisi yang di dalamnya terdiri dari roda gigi yang di susun

sedemikian rupa, sehingga dapat meneruskan daya dari out put mesin, dimana kecepatan

putar mesin dapat di rubah berdasakan perbandingan jumlah roda gigi yang pertama dengan

roda gigi berikutnya. Oleh karena itu penulis akan merancang ulang roda gigi lurus ini

sebagai tugas rancangan & sebagai pembelajaran bagi penulis.

I.2. Tujuan

Dengan merancang transmisi ini kita dapat mengetahui data-data sebagai acuan

rancangan, memperhitungkan kecepatan, kekuatan bahan, bahan yang akan di pilih dan lain-

lain, sehingga kita dapat mengetahui umur rancangan kita.

I.3. Batasan Masalah

Mengingat banyaknya pokok bahasan tentang perancangan transmisi ini, maka dalam

hal ini penulis membatasi hanya untuk mengetahui komponen-komponen yang ada dalam
transmisi, fungsi dan cara kerja serta melakukan perhitungan tentang poros, spline, naf, roda

gigi, bantalan dan pelumasan dengan daya 10,1 PS pada daya putar maximum 8000 rpm.
BAB II

LANDASAN TEORI

II.1. Pandangan Umum

Jika dari dua buah benda berbentuk silinder atau kerucut yang saling bersinggungan

pada kelilingnya salah satu diputar maka akan ikut berputar pula. Alat yang menggunakan

cara kerja semacam ini untuk mentransmisikan daya disebut Roda Gesek. Cara ini cukup

baik untuk meneruskan daya kecil dengan putaran yang tidak perlu tepat.

Untuk mentransmisikan daya yang besar dan putaran yang tepat tidak dapat dilakukan

dengan roda gigi gesek. Untuk ini, kedua roda gigi tersebut harus dibuat bergigi pada

kelilingnya sehingga penerus daya dilakukan oleh gigi-gigi kedua roda yang saling berkaitan.

Roda gigi semacam ini yang berbentuk silinder atau kerucut, disebut roda gigi.

Diluar cara transmisi diatas, ada pula cara lain untuk meneruskan daya, yaitu dengan

sabuk dan rantai karna lebih ringkas, putaran lebih tinggi dan tepat, dan daya lebih besar.

Kelebihan ini tidak selalu dipilihnya roda gigi di samping cara yang lain, karena memerlukan

ketelitian yang lebih besar dalam pembuatan, pemasangan, maupun pemeliharaannya.

Pemakaian roda gigi sebagai alat trasmisi telah menduduki tempat terpenting di

segala bidang selama 200 tahun terakhir ini. Pengunaannya dari alat pengukuran yang kecil

dan teliti seprti jam tangan, sampi roda gigi reduksi turbin yang besar yang berdaya puluhan

mega Watt.

Dalam pembuatan roda gigi terlihat banyaknya variasi roda gigi ini bertujuan untuk

memvariasikan kecepatan putar pada roda gigi. Dengan demikian putaran dapat di percepat

ataupun diperlambat dengan perhitungan besarnya perbandingan diameter roda gigi.


II.2. Roda Gigi

Klasifikasi Roda Gigi

Roda gigi di klasifikasikan seperti pada table 2.1 menurut letak poros, arah putaran,

dan bentuk gigi.

Tabel 2.1 Klasifikasi Roda Gigi Menurut Letak Poros, Arah Putaran dan Bentuk Jalur Gigi

(Sularso, 1997, hal 212)

Letak Poros Roda Gigi Keterangan


- Roda gigi lurus
Klasifikasi atas dasar bentuk
- Roda gigi miring
alur gigi
Roda gigi dengan - Roda gigi miring ganda
poros sejajar - Roda gigi luar - Arah putaran berlawanan
- roda gigi dalam dan pinyon - Arah putaran sama
- Batang gigi dan pinyon - Gerakan lurus dan berputar
- Roda gigi kerucut lurus
- Roda gigi krucut spiral
Klasifikasi atas dasar bentuk
- Roda gigi krucut ZEROL
Roda gigi dengan jalur gigi
- Roda gigi krucut miring
poros berpotongan
- Roda gigi krucut miring ganda
Roda gigi permukaan dengan Roda gigi dengan poros
poros berpotongan berpotongan bentuk istimewa
- Roda gigi miring silang - Kontak titik
- Batang gigi silang - Gerakan lurus dan berputar
- Roda gigi cacing silindris
-Roda gigi cacing selubung
Roda gigi dengan
ganda ( globaid )
poros silang
- Roda gigi cacing samping
- Roda gigi hiperbloid
- Roda gigi hipoid
- Roda gigi permukaan silang
Jenis- Jenis Roda Gigi

Roda Gigi Lurus ( Spur Gear )


Roda gigi lurus merupakan roda gigi paling dasar dengan jalur gigi yang sejajar poros

& paling banyak digunakan. Roda gigi lurus dapat dilihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Roda Gigi Lurus ( Spur Gear )

Roda Gigi Miring

Roda gigi miring mempunyai jalur gigi yang berbentuk ulir pada silinder jarak bagi.

Pada roda gigi miring ini, jumlah pasangan gigi yang saling membentuk kontak

serentak (disebut perbandingan kontak ) adalah lebih besar dari pada roda gigi lurus,

sehingga pemindahan momen putaran yang melalui gigi-gigi tersebut dapat berlangsung

dengan halus. Sifat ini sangat baik untuk metransmisikan putara tinggi dan beban besar.

Namun roda gigi miring memerlukan bantalan aksial dan kontak roda gigi yang lebih kokoh,

karena jalur roda gigi yang berbentuk ulir tersebut menimbulkan gaya reaksi yang sejajar

dengan poros ( gaya aksial ). Roda gigi miring terlihat pada gambar 2.2
Gambar 2.2. Roda gigi miring

Roda Miring Ganda ( Herringbone Gear )

Gaya aksial yang di timbulkan pada roda gigi ini yang memepunyai alur berbentuk V

tersebut akan saling meniadakan. Dengan roda gigi ini, perbandingan reduksi, kecepatan

keliling, dan daya yang di teruskan dapat di perbesar, tetapi sukar dalam pembuatan. Roda

gigi miring ganda terlihat seperti pada gambar 3.3.

Gambar 2.3. Roda Miring Ganda ( Herringbone Gear )

Roda Gigi Dalam ( Ring Gear )

Roda gigi dalam dipakai jika diingini alat transmisi dengan ukuran kecil dengan

perbandingan reduksi besar. Karena pinyon terletak di dalam roda gigi. Terlihat pada gambar

2.4.
Gambar 2.4 Roda gigi dalam ( ring gear )

Pinion dan Batang Gigi ( Rack and Pinion )

Pinion dan batang gigi merupakan dasar profil profil pahat pembuat gigi pasangan

antara batang gigi. Pasangan antara batang gigi dan pinion digunakan untuk merubah putaran

menjadi gerakan translasi. Terlihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5. Pinion dan Batang Gigi

( Rack and Pinion )

Roda Gigi Kerucut Lurus ( Straight Bevel Gear )

Dalam roda gigi kerucut, bidang jarak bagi merupakan bidang kerucut yang

puncaknya terletak di titik potong sumbu poros. Roda gigi kerucut lurus dengan gigi lurus

paling mudah dibuat dan paling sering dipakai. Tetapi roda gigi ini sangat berisik karena
perbandingan kontaknya yang kecil. Juga kontruksinya tidak memungkinkan pemasangan

bantalan pada kedua ujung porosnya. Terlihat pada gambar 2.6.

BAB III

Gambar 2.6. Roda gigi kerucut lurus ( Straight Bevel Gear )

Roda Gigi Krucut Spiral ( Spiral Bevel Gear )

Roda gigi krucut spiral mempunyai perbandingan kontak yang lebih besar dapat

meneruskan putaran tinggi dan beban besar. Sudut poros kedua roda gigi krucut ini biasanya

di buat 900 terlihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.7. Roda gigi krucut spiral


`

Roda Gigi Permukaan

Roda gigi permukaan juga termasuk kedalam katagori roda gigi dengan poros

berpotongan dengan bnentuk-bentuk istimewa. Terlihat pada gambar 2.8.


Gambar 2.8 Roda gigi permukaan

Roda Gigi Miring Silang

Roda gigi miring silang ini di gunakan pada konstruksi permesinan dengan

penggunaan poros yang saling silang. Terlihat pada gambar 2.9.

Gambar 2.9. Roda gigi miring silang.

Roda Gigi Cacing Silindris ( cylindrical Worm Gear )

Roda gigi cacing silindris meneruskan putaran dengan perbandingan reduksi yang

besar. Roda gigi cacing silindris mempunyai bentuk silindris dan lebih umum di pakai.

Terlihat pada gambar 2.10.


Gambar 2.10. Roda gigi cacing silindris

Roda Gigi Hipoid ( Hypoid Gear )

Roda gigi hipoid sering di pakai pada roda gigi difrensial otomatis. Roda gigi ini

memiliki jalur gigi berbentuk spiral pada bidang kerucut yang sumbunya bersilang, dan

pemindahan daya pada permukaan gigi berlangsung secara meluncur. Terlihat pada gambar

2.11.

Gambar 2.11. Roda gigi hipoid ( hypoid gear )

Nama-Nama Bagian Roda Gigi dan Perumusannya


Gambar 2.12. Nama-nama bagian roda gigi

Nama–nama bagian utama roda gigi terlihat pada gambar 2.12. Keterangan gambar

diatas antara lain :

1. Circular pitch ( jarak bagi lingkar )

2. Circular trickness ( tebal gigi )

3. Face with ( lebar gigi )

4. Face ( sisi kepala )

5. Flank ( sisi kaki )

6. Addendum, a ( tinggi kepala )

7. Dedendum ,b ( tinggi kaki )

8. Top land ( pucak kepala )

9. Bottom land (dasar kaki )


10. Fillet ( jari-jari fillet )

11. Pitch surface ( lebar ruang )

12. Out side or addendum circel ( diameter luar atau lingkar kepala )

13. Pitch circle ( lingkar jarak bagi )

13. Root circle ( lingkar akar atau lingkar kaki )

Nama-nama bagian utama roda gigi terlihat pada gambar 2.12. Adapun ukurannya

dinyatakan dengan diameter lingkar jarak bagi, yaitu lingkar hayal yang menggelinding tanpa

slip. Ukuran gigi dinyatakan dengan “jarak bagi lingkar”, yaitu jarak sepanjang lingkar jarak

bagi yang terdekat.

Jadi, jarak bagi lingkar adalah keliling lingkaran jarak bagi dibagi dengan jumlah

gigi. Dengan demikian ukuran gigi dapat di tentukan dari besarnya jarak bagi lingkar

tersebut. Namun, karna jarak bagi lingkar selalu mengandung factor π, pemakaiannya sebagai

ukuran gigi dirasakan kurang praktis. Untuk mengatasi hal ini, diambil suatu ukuran yang di

sebut “ modul” dengan lambang m, di mana menurut Sukrisno 1984, yaitu:

45610 xP
m3 …………………… ……………………………………………... ……( 2.1 )
xCxZxn

Dimana : m = Modul (mm) n = putaran ( rpm )

P = Daya ( Dk )

 = Factor pemasangan

Z = Jumlah gigi ( gigi )

Jika putaran roda gigi yang berpasangan dinyatakan dengan n1 ( rpm ) pada poros

penggerak dan n2 ( rpm ) pada poros yang digerakkan, diameter lingkar jarak bagi d1 dan d2
( mm ), dan jumlah gigi z 1 dan z2, maka perbandingan putaran “u” menurut Sularso 1997,

adalah:

n1 d1 m.z1 1
u    ..……………………………..……………………………….........( 2.2 )
n 2 d 2 m.z 2 i

z2
i
z1

Jarak sumbu poros a ( mm ), jumlah gigi adalah z1 dan z2, dan modul m, maka jarak

sumbu poros menurut Sularso 1997,adalah :

z1  z 2
am ……………………………..………………………………………….. ……( 2.3 )
2

Diameter lingkar jarak bagi input adalah d1, diameter lingkar jarak bagi output d2,

jarak sumbu poros a, rasio perbandingan gigi i, menurut Sularso 1997, maka:

2 xa
d1  …………………………………………………………………………………….( 2.4 )
1 i

2 xaxi
d2  …………………………….……………………………………………..........( 2.5 )
1 i

Out side or addendum circel ( diameter luar atau lingkar kepala ) adalah d k, jumlah

gigi adalah z, dan modul adalah m, maka Out side or addendum circel ( diameter luar atau

lingkar kepala ), menurut Sularso 1997 adalah:

d k   2  z  m ……………………………..………………………………………….........( 2.6 )

Root circle ( lingkar akar atau lingkar kaki ) adalah dd, diameter lingkar jarak bagi

input adalah d, maka Root circle ( lingkar akar atau lingkar kaki ), menurut Sularso 1997

adalah :
dd  d   2,5 xm  ………………………….....…………………………………………….( 2.7 )

Addendum, ( tinggi kepala ) adalah hk , m adalah modul, maka “hk” menurut

Sularso 1997 adalah:

hk  1xm …………………………….………………………………………………..........( 2.8 )

Dedendum, ( tinggi kaki ) adalah hf, modul m, maka ( tinggi kaki ) “hf” menurut

Sularso 1997 adalah:

h f  1,25 xm …………………………......………………………………………………...( 2.9 )

Circular trickness ( tebal gigi ) adalah Tb, π adalah 3,14, modul adalah m, maka

Circular trickness ( tebal gigi ), menurut Sularso 1997 adalah :


Tb  xm ……………………………..…………………………………………….........( 2.10 )
2

Circular pitch ( jarak bagi lingkar ) adalah t, π adalah 3,14, modul adalah m, maka

Circular pitch ( jarak bagi lingkar ), menurut Sularso 1997 adalah:

t  xm …………………………….……………………………………………………...

( 2.11 )

Face with ( lebar gigi ) adalah b, gaya tangensial Ft, kekuatan tarik B , modul m ,

factor bentuk gigi Y, maka Face with ( lebar gigi ), menurut Sularso 1997 adalah:

Ft
b …………………….............……………………………………………….
BxmxY

( 2.12 )

Di karnakan gaya tangensial Ft ( N ) belum di dapat, maka daya rencana Pd ( kW ),

dan kecepatan keliling V ( mm/det ), maka “Ft” menurut Sularso 1997 adalah :
102 xPd
Ft  …………………………….………………………………………….........( 2.13 )
v

Begitu juga demikian nilai V ( mm/det )juga belum di ketahui, maka π adalah 3,14,

diameter luar / kepala dk ( mm ), putaran rencana n (Rotasi Per Detik ), menurut Sularso

1997 maka :

xdk
V  ………………………………………………………………………..............
n
60

( 2.14 )

II.3. Poros

Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dalam setiap mesin. Hampir

semua mesin meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran. Putaran utama dalam

transmisi seperti itu dipegang oleh poros.

Macam-macam poros

Poros untuk penerus daya di klasifikasikan menurut pembebanannya sebagai berikut:

1. Poros Transmisi

Poros semacam ini mendapat beban puntir murni atau puntir lentur. Daya di tranmisikan

pada poros ini melalui koling, roda gigi, puli sabuk atau sprocket rantai, dan lain-lain.

2. Spindel

Poros transmisi yang relative pendek, sepeti poros utama mesin perkakas, di mana beban

utamanya berupa putiran, di sebut spindle.

3. Gandar

Poros seperti ini di pasang di antara roda-roda kereta barang, dimana tidak mendapat

beban puntir, bahkan kadang-kadang tidak boleh berputar, disebut gandar.


Tata cara perencanaan tersusun dalam sebuah diagram aliran, hal-hal yang perlu di

perhatikan antara lain, yaitu:

Pertama kali ambillah suatu kasus di mana daya P ( kW ) harus ditransmisikan dan

putaran poros n ( rpm ). Dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan terhadap daya P. Daya

yang besar mungkin terjadi pada saat start atau mungkin beban yang besar terjadi terus-

menerus setelah start, dengan demikian perlu adanya factor koreksi.

Jika P adalah daya nominal yang di keluarkan oleh motor penggerak, maka berbagai

macam factor keamanan yang dapat di ambil. Jika factor koreksi adalah fc, maka daya

rencana Pd ( kW ) sebagai patokan menurut Sularso 1997 adalah :

Pd  fcxP ………………………………………………………………………………...( 2.15 )

Jika daya di berikan dengan daya kuda ( Dk ) maka harus di kalikan dengan 0,746

untuk mendapatkan daya dalam kW, menurut Sularso 1997 adalah:

Pd  0,746 xP ……………………………………………………………………………..

( 2.16 )

Jika momen puntir ( di sebut juga sebagai momen rencana ) adalah T ( Kg.mm ),

menurut Sularso 1997, maka:

Pd
T  9,74 x10 5 …………………………..…………………………………………….( 2.17 )
n

Tegangan geser yang di izinkan  a ( Kg/mm2 ) untuk pemakaian umum pada poros

dapat di peroleh dengan berbagai cara, dalam hal ini digunakan metode Sf. Dimana harga Sf1

6,0 untuk bahan S-C dengan pengaruh masa dan baja paduan, sedangkan harga untuk Sf 2

yaitu poros ditinjau akan di beri pasak atau di buat bertangga karena pengaruh kosentrasi

tegangan cukup besar, adalah 1,3 sampai 3,0.


Dan B kekuatan tarik ( Kg/mm2), menurut Sularso 1997 adalah:

B
a  …………………………..……………………………………………......( 2.18 )
Sf 1 xSf 2

Untuk mendapatkan diameter poros ds (mm) ada factor Kt yaitu, di pilih 1,5 jika

bebab dikenakan secara halus, 1,0-1,5 jika terjadi sedikit kejutan atau tumbukan, 1,5-3,0 jika

terjadi beban atau tumbukan yang besar. Dan juga factor Cb diambil 1,2-2,3 , jika tidak akan

terjadi beban lentur cukup di ambil 1,6, menurut Sularso 1997 adalah:
1
 5,1xK t xC b xT  3
ds    ……………………………………………………………………
 a 

( 2.19 )

Sedangkan tegangan geser yang terjadi  ( Kg/mm2 )di karnakan adanya momen
rencana T (Kg.mm), dan pada suatu diameter poros d (mm), menurut Sularso 1997 yaitu :

5,1xT
a  ……………………………..………………………………………………....( 2.20 )
d s3

II.4. Spline

Spline adalah alur-alur yang terdapat pada poros sebagai tempat dudukan roda gigi

yang memeliki naaf.

Spline digunanakan bertujuan untuk meneruskan daya, dan dalam hal ini putaran

poros ke roda gigi. System ini dijumpai pada banyak system permesinan.

Untuk mendapatkan suatu nilai dimensi atau ukuran pada rancangan ini ada beberapa

ketentuan-ketentuan untuk medapatkan ukuran-ukuran tersebut:


Ds = Diameter spline

ds = Diameter poros

= 0,810 x Ds

ws = Tebal spline

= 0,15 x Ds

hs = Tinggi spline = 0,095 x Ds

Dalam merancang suatu poros, karna spline ini adalah termasuk dalam poros maka

harus diperhitungkan nilai-nilai keamanannya.

Tegangan geser yang di izinkan  a ( Kg/mm2 ) untuk pemakaian umum pada poros

dapat di peroleh dengan berbagai cara, dalam hal ini digunakan metode Sf. Dimana harga Sf1

6,0 untuk bahan S-C dengan pengaruh masa dan baja paduan, sedangkan harga untuk Sf 2

yaitu poros ditinjau akan di beri pasak atau di buat bertangga karena pengaruh kosentrasi

tegangan cukup besar, adalah 1,3 sampai 3,0. Dan B kekuatan tarik ( Kg/mm2), menurut

Sularso 1997 adalah:

B
a  ………………………………………………………………………….( 2.21 )
Sf 1 xSf 2

Sedangkan tegangan geser yang terjadi  ( Kg/mm2 )di karnakan adanya momen
rencana T (Kg.mm), dan pada suatu diameter poros d (mm), menurut Sularso 1997 yaitu :

5,1xT
a  …………………………………………………………………………….( 2.22 )
d s3
II.5. Bantalan

Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu poros berbeban, sehingga putaran atau

gerakan bolak-baliknya dapat berlangsung secara halus, aman, dan panjang umur

Klasifikasi Bantalan

Bantalan dapat di klasifikasikan sebagai berikut :

1. Atas dasar gerakan bantalan terhadap poros

a. Bantalan luncur, pada bantalan ini terjadi gesekan luncur antara poros dan bantalan

karena permukaan poros ditmpu oleh permukaan bantalan dengan perantara lapisa

pelumas.

b. Bantalan gelinding, pada bantalan ini terjadi gesekan gelinding antara bagian yang

berputar dengan yang diam melalui elemen gelinding seprti bola ( peluru ), rol, atau

rol jarum, dan rol bulat.

2. Atas dasar beban terhadap poros

a. Bantalan radial, arah beban yang di tumpu bantalan ini adalah tegak lurus sumbu

poros.

b. Bantalan aksial, arah beban ini sejajar dengan sumbu poros.

c. Bantalan gelinding khusus, bantalan ini dapat menumpu beban yang arahnya sejajar

dan tegak lurus sumbu poros.

Bagian-bagian bantalan dapat dilihat pada gambar 2.14 di bawah ini:

Gambar 2.14. Nama bagian-bagian bantalan


Hal-Hal Penting Dalam Perancangan Bantalan Radial

Dalam perancangan ini diambil bantalan radial karna, roda gigi yang di gunakan

adalah roda gigi lurus secara keseluruhan yang dalam hal ini nilai gaya aksial Fa dianggap

tidak ada. Sebelumnya kita menentukan nilai ekivalen P (Kg)

P = X . Fr + Y . Fa …………………………………………………………………….( 2.23 )

Dimana :P = Gaya ekivalen (Kg)

X = Faktor Radial

Y = Faktor Aksial

Fr = Gaya Radial

Fa = Gaaya Aksial

T
Fr 
D ……………………………………………………………………………...( 2.24 )
2

Dimana : T = Torsi

D = Diameter luar bantalan

Beban dinamis spesifik (C) yang tejadi

fh
CP ………………………………………………………………………………..( 2.25 )
fn

Dimana : fh = Life factor

fn = Speed factor
1
 Lh  3
fh    ……………………………….………………………………………...( 2.26 )
 500 

Dimana : Lh yaitu umur nominal bantalan bola


1
 33,3  3
fn    …………………………………………………………………….…...( 2.27 )
 n 

Dimana : n = Putaran

II.6. Pelumasan dan Tempeatur Kerja Mesin

Pada perancangan pelumas kali ini disamakan atara pelumas roda gigi dengan

pelumas mesin, karna gear box tercakup dalam klasifikasi mesin pada kendaraan roda dua

ini.

Sifat-sifat Utama Dari Pelumasan Yaitu :

Sebagai Pelumas

Oli melumasi permukaan metal yang bersinggungan dengan cara membentuk lapisan

film. Lapisan oli ( oil film ) tersebut berfungsi untuk mencegah kontak langsung antara

permukaan metal yang membatasi keausan dan kehilangan tenaga minim. Terlihat pada

gambar 2.15

Gambar 2.15 Roda Gigi yang Terlapisi Oli ( Oil Film )


Bersifat Pendingin

Pembakaran menimbulkan panas dan komponen mesin menjadi panas sekali. Hal ini

akan menyebabkan keausan yang cepat, bila tidak di turunkan temperaturnya. Untuk

melakukan ini oli perlu di sirkulasikan di sekeliling komponen agar dapat menyerap panas

dan mengeluarkannya dari mesin.

Sebagai Perapat

Oli membentuk semacam selaput oli antara dua roda gigi atau lebih yang berkaitan.

Ini berfungsi semacam perapat ( seal ) yang dapat mencegah hilangnya tenaga masin.

Sebagai pembersih

Kotoran akan mengendap dalam komponen-komponen mesin. Ini akan menambah

gesekan dan menyumbat saluran oli. Oli akan membersihkan kotoran-kotoran yang

menempel dan mencegah tertimbunnya kotoran dalam mesin dengan pergantian oli secara

berkala.

Sebagai Penyerap Tegangan

Oli menyerap dan menekan tekanan local yang beraksi pada komponen yang di lumasi,

serta melindungi agar komponen tersebut tidak menjadi tajam saat tejadinya gesekan-

gesekan pada bagian-bagian yang bersinggungan.


Syarat-Syarat Oli Mesin atau Roda Gigi

 Harus mempunyai kekentalan yang tepat

 Kekentalan harus relative stabil tanpa terpengaruh adanya perubahan temperatur

 Oli harus sesuai dengan pengunaan metal

 Tidak merusak dan anti karat terhadap komponen

 Tidak menimbulkan busa

Perhitungan Pelumasan dan Temperatur Kerja Mesin

Untuk mecari luas bidang gesek pada roda gigi, dimana luas bidang gesek roda gigi A

( mm ), lebar gigi b ( mm ), tinggi gigi ht atau tinggi kepala ditambah tinggi kaki, jumlah gigi

Z ( gigi ).

Maka : A = 2 x b x Ht x Z……………………………….…………………………….( 2.28 )

Karena dalam hal ini ada lima pasang roda gigi in dan out, maka luas total yaitu :

 Ain / out  A1  A2  A3  A4  A5 ……………………………………………………..( 2.29 )

Untuk mendapatkan luas total Atot , yaitu:

Atot = Ain + Aout ……………………………………………………………………..( 2.30 )

Diambil diameter linkar jarak bagi rata-rata pada roda gigi input dan out put pada

kecepatan 5 d5 (mm), dengan kecepatan keliling V ( m/s ), dan n5 putaran kecepatan 5 (rpm).

xd 5 xn5
V  …………………………………………………………………………( 2.31 )
60

d in  d out
d5  ……………………………………………..........................................( 2.32 )
2

Dimana : din = d1 pada kecepatan 5

dout = d2 pada kecepatan 5


BAB III

ANALISA PERHITUNGAN

III.1 PERHITUNGAN POROS

d
Gambar 3.1. Poros

Dalam merencanakan suatu elemen mesin pasti ada hal-hal yang penting dan perlu

diperhatikan. Begitu pula pada poros. Pada perencanaan poros ini antara lain :

 Pemasangan yang mudah dan cepat

 Ringkas dan ringan

 Aman pada putaran tinggi, getaran dan tumbukan yang kecil

 Gerakan aksial pada poros sedikit mungkin sebab pada waktu panas terjadi pemuaian.

Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dalam setiap mesin. Hampir

semua mesin meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran. Putaran utama dalam

transmisi seperti itu dipegang oleh poros. Dalam bab ini akan di bicarakan adalah proses

penerus daya yang dipakai untuk meneruskan momen.

Oleh karena itu perlu diperhatikan jenis bahan yang dipergunakan biasanya dalam

proses di buat dari baja yang mempunyai sifat-sifat sbb:


Tahan terhadap momen puntir

Mempunyai elastisitas yang baik

Tidak mudah patah

III.1.1 Perhitungan Poros Input

Pada perancangan ini poros pemindahan daya (P) sebesar 60 Dk pada putaran (n)

7200 rpm. Jika daya yang diberikan sebesar daya yang diberikan dalam daya kuda (Dk),

maka harus dikonfersikan kedalam kilowatt (kW) dengan mengalikan dengan factor konfersi

yaitu 0,746 sehingga daya yang terjadi . [1 Dk = 0,746 Kw ]

Maka : P = 60 Dk . 0,746 kW

= 44,76 kW

Jika P merupakan daya nominal out put dari motor penggerak, maka daya rencana pada (Kw)

adalah daya nominal dikalikan factor keamanan fc maka dapat di tulis

Pd = P . fc ………………

Table 3.1 harga factor keamanaan ( Sularso, 1997, hal 7 )

Daya yang di transmisikan fc


Daya rata-rata yang diperlukan 1,2 – 2.0

Daya maksimum 0,8 -1,2

Daya nominal 1,5 – 1,5

Nilai f c = 0,8 – 1,2 (Daya maksimum ), dari tabel 3.1

fc = 1,2 ( diambil )

Maka daya rencana hasil koreksi di dapat :


Pd = P . fc

= 44,76 kW . 1,2 = 53,71 kW

Momen puntir (T) Poros Input

 pd 
T  9,74 x10 5 
 n 

Dimana : T = Momen

Pd = Daya rencana (53,71 kW)

n = Putaran (7200 Rpm )

Maka diperoleh

 Pd 
T = 9,74 x10 5  
 n 

 53,71kW 
 
= 9,74 x 105  7200rpm 

= 7265,76 Kg.mm

Tabel 3.2 Baja karbon untuk kontruksi mesin dan baja batang yang difinis dingin

untuk poros ( Sularso, 1997, hal 3 )

Standart dan macam Lambang Perlakuan panas Kekuatan tarik Keterangan

(Kg/mm2)
Baja karbon S30C Penormaan 48

konstruksi mesin S35C “ 52

(JIS G 4501) S40C “ 55

S45C “ 58

S50C “ 62

S55C “ 66
Batang baja yang S35C-D _ 53 Ditarik dingin,

difinis dingin S45C-D _ 60 digerinda,

S55C-D _ 72 dibubut, atau

gabungan antara

hal-hal terebut.

Bahan poros dipilih dari bahan baja karbon kontruksi mesin (JIS G 4501) dan

kekuatan tarik yaitu 58 Kg/mm2 dengan tegangan geser yang di izinkan dapat dirumuskan

sebagai berikut :

B
a  ( Kg/mm2)
Sf 1xSf 2

Dimana : a =Tegangan geser yang diizinkan (Kg/mm2)

B = Tegangan patah izin poros 58 Kg/mm2

Sf1 = Faktor keamanan untuk pengaruh massa untuk bahan SC (baja karbon), maka

diambil 6,0 sesuai dengan standart ASME ( Sularso, 1997, hal 8 )

Sf2 = Faktor keamanan untuk bentuk poros, dimana harga ini sebesar 1,3-3,0. Maka

diambil 2,1 sesuai standart ASME ( Sularso, 1997, hal 8 )

B
Maka : a  Sf 1xSf 2

58 Kg / mm 2
=
6,0 x 2,1

= 4,6 Kg/mm2

Perhitungan Untuk Mencari Diameter Poros Input (dsin)

= 
5,1xCbxKtxT  3
ds in  (mm)
 a 
Dimana : ds in = diameter poros in put

Cb = Faktor keamanan terhadap beban lentur roda gigi “1,2 – 2,3” ( diambil 1,6 )

Kt = Faktor keamanan standart ASME, jika beban dikenakan dengan kejutan atau

tumbukan besar 1,5-3,0 ( diambil 1,5 )

T = Momen torsi rencana 7265,76 Kg.mm


1

= 
5,1xCbxKtxT  3
Maka : ds in 
 a 

1
 5,1x1,6 x1,5 x 7265,76 Kg .mm  3
=  
 4,6 Kg / mm 2 

= 26,83 mm ≈ 28 mm (di ambil dari tabel 3.2 )

Table 3.2 Diameter Poros Standart. ( Sularso, 1997 )

4 10 *224 40 100 *224 400


24 (105) 240
11 25 42 110 250 420
260 440
4,5 *11,2 28 45 *112 280 450
12 30 120 300 460
*31,5 48 *315 480
5 *12,5 50 125 320 500
130 340 530
35 55
*5,6 14 *35,5 56 140 *3350 560
(15) 150 360
6 16 38 60 160 380 600
(17) 170
*6,3 18 63 180 630
19 190
20 200
22 65 220
7 70
*7,1 71
75
8 80
85
9 90
95

Keterangan tabel 2.2, yaitu :

1. Tanda * menyatakan bahwa bilangan yang bersangkutan dipilih dari bilangan standart

2. Bilangan dlm kurung ( ) hanya dipakai untuk dipakai untuk bagian dimana dipasang

bantalan gelinding

3. Bilanga bercetak tebal, miring, dan bergaris bawah merupakan bilangan yang diambil

pada pada perencanan perhitungan ini.

Dari tabel 3.2 dapat dilihat diameter standart poros berdasarkan hasil perhitungan

diameter poros input maka diambil harga yang terdekat dari diameter standart yaitu 28 mm.

Maka tegangan geser () yang terjadi pada diameter poros input. Yaitu :

 T 
  5,1 3 
 ds 

 7265,76 
= 5,1  3  Kg / mm 2 = 1,68 Kg/mm2
 28 
Berdasarkan perhitungan diatas maka poros input tersebut aman untuk dipakai karena

tegangan geser yang terjadi (  ) lebih kecil sama dengan dari tegangan geser izin ( a )

 ≤ a

1,68 Kg/mm2 ≤ 4,6 Kg/mm2

III.1.2 Perhitungan Poros Output

Pada poros output, putaran terjadi berubah-ubah sesuai kecepatan yang di kehendaki.

Untuk itu putaran yang direncanakan adalah putaran ( n ) yang tertinggi pada poros output

n
yaitu : n out =
i

Di mana, n out = putaran poros

n = putaran poros input

i = Perbandingan poros putaran yang di reduksi, dimana nilai i ≤ 5 untuk

roda gigi lurus (2,75 diambil).

n 7200Rpm
n out = = 2,75
i

= 2618,1 Rpm

Maka : P = 60 Dk . 0,746 Kw

= 44,76 kW

Nilai f c = 0,8 - 1,2 (Daya maksimum ), dari tabel 3.1


fc = 1,2 ( diambil )

Maka daya rencana hasil koreksi di dapat :

Pd = P . fc

= 44,76 Kw . 1,2

= 53,71 Kw

Momen puntir Poros Output(Tout)

 pd 
T  9,74 x10 5 
 n 

Dimana : T = Momen

Pd = Daya rencana (53,71)

n out = Putaran ( 2618,1 rpm )

Maka diperoleh

 Pd 
T out = 9,74 x10 5  
 nout 

 53,71kW 
 
= 9,74 x 105  2618,1rpm 

= 19981,4 Kg.mm
Bahan poros dipilih dari bahan baja karbon kontruksi mesin (JIS G 4501) S 45 C

dengan kekuatan tarik yaitu 58 Kg/mm2 dengan tegangan geser yang di izinkan dapat

dirumuskan sebagai berikut :

B
a  ( Kg/mm2)
Sf 1xSf 2

Dimana : a =Tegangan geser yang diizinkan (Kg/mm2)

B = Tegangan patah izin poros 58 Kg/mm2

Sf1 = Faktor keamanan untuk pengaruh massa untuk bahan SC (baja karbon), maka

diambil 6,0 sesuai dengan standart ASME ( Sularso, 1997, hal 8 )

Sf2 = Faktor keamanan untuk bentuk poros, dimana harga ini sebesar 1,3-3,0. Maka

diambil 2,1 sesuai standart ASME ( Sularso, 1997, hal 8 )

B
Maka : a  Sf 1xSf 2

58 Kg / mm 2
=
6,0 x 2,1

= 4,6 Kg/mm2

Perhitungan Untuk Mencari Diameter Poros Output (dsout)


1

= 
5,1xCbxKtxT  3
ds out  (mm)
 a 

Dimana : ds out = diameter poros in put

Cb = Faktor keamanan terhadap beban lentur roda gigi “1,2 – 2,3” ( diambil 1,6 )

Kt = Faktor keamanan standart ASME, jika beban dikenakan dengan kejutan atau

tumbukan besar 1,5-3,0 ( diambil 1,5 )

Tout = Momen torsi poros output 19981,4 Kg.mm


1
 5,1xCbxKtxTout  3
Maka : ds out =  
 a 

1
 5,1x1,6 x1,5 x19981,4 Kg .mm  3
=  
 4,6 Kg / mm 2 

= 32,8 mm ≈ 35 mm (di ambil dari tabel 3.2 )

Dari tabel 3.2 dapat dilihat diameter standart poros berdasarkan hasil perhitungan

diameter poros output maka diambil harga yang terdekat dari diameter standart yaitu 35 mm.

Maka tegangan geser () yang terjadi pada diameter poros output. Yaitu :

 T 
  5,1 out 3 
 ds out 

19981,4 
= 5,1  3  Kg / mm 2
 35 

= 2,37 Kg/mm2

Berdasarkan perhitungan diatas maka poros output tersebut aman untuk dipakai

karena tegangan geser yang terjadi (  ) lebih kecil sama dengan dari tegangan geser izin( a)

 ≤ a

2,37 Kg/mm2 ≤ 4,6 Kg/mm2

III.2 PERHITUNGAN SPLINE DAN NAAF


Spline adalah alur-alur yang terdapat pada poros sebagai tempat dudukan roda gigi

yang memeliki naaf. Pada perencanaan ini ada dua jenis spline, yaitu spline poros input dan

spline poros output.

Spline digunanakan bertujuan untuk meneruskan daya, dan dalam hal ini putaran

poros ke roda gigi. System ini dijumpai pada banyak system permesinan. Gambar spline

terlihat pada gambar 3.2.

Gambar 3.2. Poros Spline

III.2.1. PERHITUNGAN SPLINE DAN NAAF PADA POROS INPUT

Di ketahui : Daya ( P in ) = 53,71 kW

Putaran ( n in) = 7200 rpm

Torsi ( T in ) = 7265,76 Kg/mm

Pada perencanaan spline ini terdapat ketentuan-ketentuan antara lain sebagai berikut:

Ds in = Dimeter Spline Input

ws in = Tebal Spline Input = 0,15 Ds

hs in = Tinggi Spline Input = 0,095 Ds

ds in = Diameter poros Input = 0,810 Ds

Diameter spline Dan Naf Input (Ds in)

ds in
ds in = 0,810 Ds  Ds in =
0,810
28mm
= 0,810mm

= 34,56 mm ( 28 mm untuk spline, 34,56 mm untuk naf )

Tebal Spline Dan Naf Input (ws in)

ws in = 0.156 x Ds in

= 0,156 x 34,56 mm

= 5,4 mm ( 5 mm untuk slpine, 5,4 mm untuk naf )

Tinggi Spline Dan Naf Input ( hs in )

hs = 0,095 x Ds in

= 0,095 x 34,56 mm

= 3,3 mm ( 3 mm untuk spline, 3,3 mm untuk naf )

Panjang Alur Spline Input (Lsin) “untuk poros pejal”.

De 3
Ls in = 2 dimana : De = Diameter efektif
dsin

Dsin  dsin
De = mm
2

34,56  28
= mm
2

= 31,28 mm

De 3 31,28 3 mm
Ls in = 2 = = 39 mm
dsin 28 2 mm
Jumlah Spline Dan Naf Input ( ns in )

   ds in  hs in x 2 
ns in =  ws in

 gigi
2

 3,14( 28mm  3,3mmx 2) 


=  5,4mm 
 ( gigi )
2

= 18 ≈ ( 18 gigi spline = 18 gigi naf )

Pemeriksaan Kekuatan Poros Spline Input

Diketahui : Diameter Spline Input ( Ds in) = 34,56 mm

Torsi Input ( T in ) = 7265,76 kg.mm

Pemeriksaan Tegangan Geser Izin

Bahan poros dipilih dari bahan baja karbon kontruksi mesin (JIS G 4501) S 45 C

dengan kekuatan tarik yaitu 58 Kg/mm2 dengan tegangan geser yang di izinkan dapat

dirumuskan sebagai berikut :

B
a  ( Kg/mm2)
Sf 1xSf 2

Dimana : a =Tegangan geser yang diizinkan (Kg/mm2)

B = Tegangan patah izin poros 58 Kg/mm2


Sf1 = Faktor keamanan untuk pengaruh massa untuk bahan SC (baja karbon), maka

diambil 6,0 sesuai dengan standart ASME ( Sularso, 1997, hal 8 )

Sf2 = Faktor keamanan untuk bentuk poros, dimana harga ini sebesar 1,3-3,0. Maka

diambil 2,1 sesuai standart ASME ( Sularso, 1997, hal 8 )

B
Maka : a  Sf 1xSf 2

58 Kg / mm 2
=
6,0 x 2,1

= 4,6 Kg/mm2

Tegangan Geser Yang Terjadi

 T 
  5,1 in 3 
 Ds in 

 7265,76 
= 5,1  3 
Kg / mm 2
 34,56 

= 0,9 Kg/mm2

Berdasarkan perhitungan diatas maka poros spline input tersebut aman untuk dipakai

karena tegangan geser yang terjadi (  ) lebih kecil sama dengan dari tegangan geser izin( a)

 ≤ a

0,9 Kg/mm2 ≤ 4,6 Kg/mm2

III.2.2 PERHITUNGAN SPLINE DAN NAAF PADA POROS OUTPUT

Di ketahui : Daya ( P in ) = 53,71 kW


Putaran ( n out ) = 2618,1 rpm

Torsi ( T out ) = 19981,4 Kg.mm

Pada perencanaan spline ini terdapat ketentuan-ketentuan antara lain sebagai berikut:

Ds out = Dimeter Spline Output

hs out = Tinggi Spline Output = 0,095 Ds

ds out = Diameter poros Output = 0,810 Ds

Diameter Spline Dan Naaf Output (Ds out)

ds out
ds out = 0,810 Dsout  Ds out =
0,810

35mm
= 0,810mm

= 43,2 ≈ ( 43 mm umtuk spline, 43,2 untuk naf )

Tebal Spline Dan Naaf Output (ws out)

ws out = 0.156 x Ds out

= 0,156 x 43,2 mm

= 6,74 mm ( 6 mm untuk spline, 6,74 mm untuk naf )

Tinggi Spline Dan Naaf Output ( hs out )

hsout = 0,095 x Ds out

= 0,095 x 43,2 mm

= 4,10 mm ( 4 mm untuk spline, 4,10 untuk naf )

Panjang Alur Spline Output (Lsin) “untuk poros pejal”.

De 3
Ls out = 2 dimana : De = Diameter efektif
ds out
Ds out  ds out
De = mm
2

43,2  35mm
= mm = 39,1 mm
2

De 3 39,13 mm
Ls out = 2 = = 48,79 mm
ds out 35 2 mm

Jumlah Spline Dan Naf Output ( ns out )

   dsout  hs out x 2  
ns out =  ws out

 gigi
2

3,14(35mm  4,10mmx 2)
= 6,74mm
2

= 10,06 ≈ 11 gigi ( 11 gigi spline, 11 gigi naf )

Pemeriksaan Kekuatan Poros Spline Output

Diketahui : Diameter Spline Output ( Ds out) = 43,2 mm

Torsi Output ( T out ) = 19981,4 kg.mm

Pemeriksaan Tegangan Geser Izin

Bahan poros dipilih dari bahan baja karbon kontruksi mesin (JIS G 4501) S 45 C

dengan kekuatan tarik yaitu 58 Kg/mm2 dengan tegangan geser yang di izinkan dapat

dirumuskan sebagai berikut :


B
a  ( Kg/mm2)
Sf 1xSf 2

Dimana : a =Tegangan geser yang diizinkan (Kg/mm2)

B = Tegangan patah izin poros 58 kg/mm2

Sf1 = Faktor keamanan untuk pengaruh massa untuk bahan SC (baja karbon), maka

diambil 6,0 sesuai dengan standart ASME ( Sularso, 1997, hal 8 )

Sf2 = Faktor keamanan untuk bentuk poros, dimana harga ini sebesar 1,3-3,0. Maka

diambil 2,1 sesuai standart ASME ( Sularso, 1997, hal 8 )

B
Maka : a  Sf 1xSf 2

58 Kg / mm 2
=
6,0 x 2,1

= 4,6 Kg/mm2

Tegangan Geser Yang Terjadi

 T 
  5,1 out 3 
 Ds out 

19981,4 
= 5,1  3 
Kg / mm 2
 43,2 

= 1,26 Kg/mm2

Berdasarkan perhitungan diatas maka poros spline output tersebut aman untuk dipakai

karena tegangan geser yang terjadi (  ) lebih kecil sama dengan dari tegangan geser izin (a)

 ≤ a
1,26 Kg/mm2 ≤ 4,6 Kg/mm2

III.2.3 PEMERIKSAAN KEKEUATAN NAAF INPUT

Naf adalah tempat kedudukan poros spline. Yang berfungsi untuk menerusankan

daya dari poros spline ke roda gigi. Naf terlihat pada gambar 3.3. Direncanankan adalah

sebagai berikut :

Gambar 3.3 Naaf

Table 3.3 Nilai Konstanta Bahan ( C )

Bahan  B ( Kg/cm2 ) C ( Kg/cm2 )


Besi tuang Bt 18 350 - 450 25
Besi tuang Bt 26 550 – 650 35
Besi tuang Bt 52 700 – 1000 35 – 65
Baja St 34 700 – 900 55
Baja St 42 800 – 950 65
Baja St 50 850 – 1100 70
Baja St 60 950 – 1200 85
Baja St 0 1200 – 1400 100

Pada perancangan naaf ini diambil data – data dari tebel 3.3 yaitu Tabel Nilai

Konstanta Bahan. Sebagai berikut:


Bahan : Besi tuang Bt 52

Kekuatan tarik ( B ) : 700 – 1000 Kg/cm2 = 70 – 100 Kg/mm2

Bahan naaf dari bahan besi tuang Bt 52 dengan kekuatan tarik (B) = 70–100

Kg/mm2, (di ambil 100 Kg/mm2) sehingga tegangan geser ijin (g) pada naaf adalah:

B
g =
Sf 1xSf 2

Dimana : Sf1 = 6,0

Sf2 = 2,1

B
Maka : B =
Sf 1xSf 2

100 Kg / mm 2
=
6,0 x 2,1

= 7,93 Kg/mm2

Pada naaf ini juga perlu dilakukan pemeriksaan – pemeriksaan untuk menguji naaf

tersebut, pemeriksaan yang dilakukan sebagai berikut :

Pemeriksaan tegangan geser (a) yang terjadi naaf input

Fbin
a = → Fb = Fs
Win xLnin

Dimana : Fbin = Fsin = gaya pada naaf & spline

Win = lebar spline dan naaf

Lnin = panjang naaf

Gaya yang bekerja pada jari-jari naf rata-rata (Fbin)


T Tin

Fbin = rm  Dsin  dsin 
 2 
 

7265,76 Kg / mm
=  34,56  28  mm
 2 

= 232,28 Kg

Gaya yang bekerja pada setiap spline (Fsin = Fbin)

Fbin
Fsin = Zin = Jumlah spline input = 18 buah
Z in

232,28kg
=
18

= 12,90 Kg

Maka pemeriksaan tegangan yang terjadi pada spline atau naaf sebagai berikut :

Fbin
ain =
Win xLnin

232,28 Kg
= 5,4mmx39mm

= 1,10 Kg/mm2

Pemeriksaan tegangan tumbuk pada naf input (cin)

Fbin
cin = Dimana Acin = hsin x Lsin = 3,3mm x 39mm = 128,7mm2
Acin

232,28 Kg
=
128,7 mm 2

= 1,80 Kg/mm2
Menurut analisa perhitungan yang telah dilakukan maka naaf ini aman digunakan

karena tegangan tegangan-tegangan yang terjadi tidak ada yang melebihi tegangan geser izin.

III.2.4 PEMERIKSAAN KEKEUATAN NAAF OUTPUT

Pada perancangan naaf ini diambil data – data dari tebel 3.3 yaitu Tabel Nilai

Konstanta Bahan. Sebagai berikut:

Bahan : Besi tuang Bt 52

Kekuatan tarik ( B ) : 700 – 1000 Kg/cm2 = 70 – 100 Kg/mm2

Bahan naaf dari bahan besi tuang Bt 52 dengan kekuatan tarik (B) = 70–100

Kg/mm2, (di ambil 100 Kg/mm2) sehingga tegangan geser ijin (g) pada naaf adalah:

B
g =
Sf 1xSf 2

Dimana : Sf1 = 6,0

Sf2 = 2,1

B
Maka : g =
Sf 1xSf 2

100 Kg / mm 2
=
6,0 x 2,1

= 7,93 Kg/mm2

Pada naaf ini juga perlu dilakukan pemeriksaan – pemeriksaan untuk menguji naaf

tersebut, pemeriksaan yang dilakukan sebagai berikut :

Pemeriksaan tegangan geser (a) yang terjadi naaf output


Fbout
aout = → Fbout = Fsout
Wout xLnout

Dimana : Fbout = Fsout = gaya pada naaf & spline output

Wout = lebar spline dan naaf out

Lnout = panjang naaf out

Gaya yang bekerja pada jari-jari naaf rata-rata (Fbout)


T Tout

Fbout = rm  Dsout  dsout 
 2 
 
19981,4 Kg / mm
=  43,2  35  mm
 2 

= 511,03 Kg

Gaya yang bekerja pada setiap spline (Fsout = Fbout)


Fbout
Fsout = Zout = Jumlah spline output = 11 buah
Z out
511,03Kg
=
11
= 46,4 kg

Maka pemeriksaan tegangan yang terjadi pada spline atau naaf out sebagai berikut :
Fbout
aout =
Wout xLn out
511,03Kg
= 6,74mmx 48,79mm

= 1,55 kg/mm2

Pemeriksaan tegangan tumbuk pada naaf output (cout)


Fbout
cout =
Acout
Dimana Acout = hsout x Lsout = 4,10mm x 48,79mm = 200,03mm2
511,03Kg
=
200,03mm 2

= 2,55 Kg/mm

Menurut analisa perhitungan yang telah dilakukan maka naaf ini aman digunakan
karena tegangan tegangan-tegangan yang terjadi tidak ada yang melebihi tegangan geser izin.

III.3. PERENCANAAN RODA GIGI

Dalam pembuatan roda gigi terlihat banyaknya variasi roda gigi ini bertujuan untuk

memvariasikan kecepatan putar pada roda gigi. Dengan demikian putaran dapat di percepat

ataupun diperlambat dengan perhitungan besarnya perbandingan diameter roda gigi. Terlihat

pada rangkaian roda gigi pada gambar 3.4.

gi
r gi
ba
la

Le
pa
Ke
ak
nc

Lingkaran Kepala
Pu

ala
ep
ik
Tinggi kepala Sis
Jarak bagi lingkar
Lingkaran ki
Tebal gigi Lebar ruang i ka
Sis
Tinggi Kaki Jarak bagi
ki
ka
s ar
Da
Jari - jari aki
Lingkaran kaki
Gambar 3.4 Rangkaian roda gigi

Untuk perencanaan roda gigi telah diperoleh data-data sebagai berikut:

Daya ( P ) = 60 dK

Putaran ( n ) = 7200 rpm

Table 3.4 Rasio Perbandingan Gigi (i)

Speed Speed Ratio


1 3,928
2 2,142
3 1,397
4 1,100
5 1,000

Table 3.5. Konstanta Bahan ( C ) Sukrisno 1984

Bahan B ( Kg/cm2) C( Kg/cm2)


Besi tuang Bt 18 350 - 450 25
Besi tuang Bt 26 550 – 650 35
Besi tuang Bt 52 700 – 1000 35 – 65
Baja St 34 700 – 900 55
Baja St 42 800 – 950 65
Baja St 50 850 – 1100 70
Baja St 60 950 – 1200 85
Baja St 0 1200 – 1400 100

Table 3.6. Faktor pemasangan (  )

Cara Pemasangan 
Dengan kolager dst Sampai 30
Pemasangan teliti Sampai 25
Pemasangan biasa Sampai 15

Maka nilai modul ( m ) untuk semua roda gigi adalah:

45610 xP
m3
xCxZ1 xn

Dimana: m = Modul ( mm )

P = Daya = 60 dK

 = Faktor pemasanga = 15 di ambil, pada pemasangan biasa

C = Konstanta bahan = Besi tuang Bt 52, C = 35 Kg/cm2 , diambil

Z1 = Jumlah gigi, 20 gigi direncanakan

B = 700-1000 Kg/cm2 = 70-100 kg/mm2

45610 xP
m3
xCxZ1 xn

45610 x60 Dk
 3
15 x35 Kg / cm 2 x 20 x7200 Rpm

=0,33 cm ≈ 3,5 mm
Besar modul yang di gunakan di sesuaikan dengan harga nodul standart JIS B 1701 –

1973.

Table 3.7 Harga modul stsndart ( JIS B 1701 – 1973 ), Sularso, 1997, hal 216

Seri ke1 Seri ke2 Seri ke3 Seri ke1 Seri ke2 Seri ke3
0,1
0,15 3,5
0,2 4
0,25 4,5
0,3 5
0,35 5,5
0,4 6 3,75
0,45 7
0,5 8
0,55 9
0,6 0,65 10
0,7 11
0,8 12
0,75 14
1 16
0,9 18
1,25 20
1,75 22
1,50 25 6,5
28
2 32
2,25 36
2,5 40
2,75 45
3 3,25 50
Keterangan ;

Dalam pemilihan utamakan seri ke 1, jika terpaksa baru kemudian ke seri 2 dan 3

Menghitung roda gigi pada kecepatan1

n1 Z 2
i 
n2 Z 1

Dimana : i = Rasio perbandingan gigi pada kecepatan 1 = 3,928

n1 = Putaran poros in put = 7200 rpm

n2 = Putaran poros out put

Z1 = Jumlah gigi roda gigi input, 20 direncanakan

Z2 = Jumlah gigi roda gigi out put


Putaran poros out put (n2)

n1 n 7200rpm
i  n2  1 
n2 i1 3,928

n 2  1832,99rpm

Jumlah gigi roda gigi out put (Z2)

Z2
i  Z 2  ixZ 1  3,928 x20 gigi
Z1

Z 2  78,56 gigi  79 gigi

Jarak sumbu poros (a)

m Z 1  Z 2  3,5 20  79
a   173,25mm
2 2

Diameter lingkar jarak bagi (d)

2 xa 2 x173,25mm
d1    70,31mm
1  i1 1  3,928

2 xaxi1 2 x173,25 x3,928mm


d2    276,2mm
1  i1 1  3,928

Diameter luar / diameter kepala (dk)

dk1   Z1  2 xm   20  2 x3,5mm  77mm

dk 2   Z 2  2 xm   79  2 x3,5mm  283,5mm

Diameter dalam / diameter kaki (dd)

dd1  d1   2,5 xm   70,31mm   2,5 x3,5mm  61,56mm

dd 2  d 2   2,5 xm  276,2mm   2,5 x3,5mm  267,5mm

Tinggi kepala / addendum (hk) [ untuk semua roda gigi]

hk  1xm  1x3,5mm  3,5mm


Tinggi kaki / dedendum (hf) [ untuk semua roda gigi]

hf  1,25 xm  1,25 x3,5mm  4,37 mm

Tebal gigi (Tb) [ untuk semua roda gigi]

 3,14
Tb  xm  x3,5mm  5,5mm
2 2

Jarak bagi lingkar (t) [ untuk semua roda gigi]

t  xm  3,14 x3,5mm  11mm

Lebar gigi (b) [ untuk semua roda gigi]

Ft
Ft  BxbxmxY =b
BxmxY

xdk1
untuk mencari nilai V yaitu : V 
102 xPd
Ft 
V n
60

Dimana :b = Lebar gigi (mm)

Ft = Gaya tangensial (N)

B = Kekuatan tarik 100Kg/mm2

m = modul, 3,5 mm

Y = Faktor bentuk gigi, 0,320

Pd = Daya rencana, 53,71 kW

V = Kecepatan keliling (mm/det)

dk1 = Diameter kepala roda gigi in put pada kecepatan 1 = 77 mm

n = putaran (rpm)

Z1 = Jumlah gigi pada roda gigi input kecepatan 1 (untuk mendapatkan nilai bentuk

gigi Y) 20 gigi.
Table 3.8 Faktor bentuk gigi Y. Sularso, 1997

Jumlah gigi Y Jumlah gigi Y


10 0,201 25 0,339
11 0,226 27 0,349
12 0,245 30 0,358
13 0,261 34 0,371
14 0,276 38 0,383
15 0,289 43 0,396
16 0,295 50 0,408
17 0,302 60 0.421
18 0,308 75 0,434
19 0,314 100 0,446
20 0,320 150 0,459
21 0,327 300 0,471
23 0,333 Batang gigi 0,484

Kecepatan keliling roda gigi, V

xdk1 3,14 x77mm


V   2,01 mm
n 7200 s
60 60

Gaya tangensial, Ft

102 xPd 102 x53,71kW


Ft    2725,5 N
V 2,01 mm
s

Lebar gigi keseluruhan, b

Ft 2725,5 N
b   24,33mm
BxmxY 100 Kg / mm 2 x3,5mmx 0,320

Menghitung roda gigi pada kecepatan2


n1
i
n2

Dimana : i = Rasio perbandingan gigi pada kecepatan 2 = 2,142

n1 = Putaran poros in put = 7200 rpm

n2 = Putaran poros out put

Putaran poros out put (n2)

n1 n 7200 Rpm
i  n2  1 
n2 i2 2,142

n 2  3361,34rpm

Diameter lingkar jarak bagi (d)

2 xa 2 x173,25mm
d1    110,2mm
1  i2 1  2,142

2 xaxi2 2 x173,25mmx 2,142


d2    236,2mm
1  i2 1  2,142

Jumlah gigi (Z)

d d
Berdasarkan persamaan m  Z
Z m

Dimana : m = Modul = 3,5mm

d = Diameter lingkar jarak bagi

Z = Jumlah gigi

d 1 110,2mm
Z1    31,48  32 gigi
m 3,5mm

d2 236,2mm
Z2    67,48  68 gigi
m 3,5mm
Diameter luar / diameter kepala (dk)

dk1   Z 1  2 xm   32  2  x3,5mm  119 mm

dk 2   Z 2  2 xm   68  2 x3,5mm  245mm

Diameter dalam / diameter kaki (dd)

dd1  d1   2,5 xm  110,2mm   2,5 x3,5mm  101,45mm

dd 2  d 2   2,5 xm   236,2mm   2,5 x3,5mm   227,45mm

Menghitung roda gigi pada kecepatan 3

n1
i
n2

Dimana : i = Rasio perbandingan gigi pada kecepatan 3 = 1,397

n1 = Putaran poros in put = 7200 rpm

n2 = Putaran poros out put

Putaran poros out put (n2)

n1 n 7200rpm
i  n2  1 
n2 i3 1,397

n 2  5153,9rpm

Diameter lingkar jarak bagi (d)

2 xa 2 x173,25mm
d1    144,5mm
1  i3 1  1,397

2 xaxi3 2 x173,25mmx1,397
d2    201,9mm
1  i3 1  1,397

Jumlah gigi (Z)

d d
Berdasarkan persamaan m  Z
Z m

Dimana : m = Modul = 3,5 mm


d = Diameter lingkar jarak bagi

Z = Jumlah gigi

d 1 144,5mm
Z1    41,28  42 gigi
m 3,5mm

d2 201,9mm
Z2    57,68  58 gigi
m 3,5mm

Diameter luar / diameter kepala (dk)

dk1   Z 1  2 xm   42  2  x3,5mm  154mm

dk 2   Z 2  2 xm   58  2 x3,5mm  210mm

Diameter dalam / diameter kaki (dd)

dd1  d1   2,5 xm  144,5mm   2,5 x3,5mm  135,75mm

dd 2  d 2   2,5 xm  201,9mm   2,5 x3,5mm   193,15mm

Menghitung roda gigi pada kecepatan 4

n1
i
n2

Dimana : i = Rasio perbandingan gigi pada kecepatan 4 = 1,100

n1 = Putaran poros in put = 7200 rpm

n2 = Putaran poros out put

Putaran poros out put (n2)

n1 n 7200rpm
i  n2  1 
n2 i4 1,100

n 2  6545,45rpm
Diameter lingkar jarak bagi (d)

2 xa 2 x173,25mm
d1    165mm
1  i4 1  1,100

2 xaxi4 2 x173,25mmx1,100
d2    181,5mm
1  i4 1  1,100

Jumlah gigi (Z)

d d
Berdasarkan persamaan m  Z
Z m

Dimana : m = Modul = 3,5 mm

d = Diameter lingkar jarak bagi

Z = Jumlah gigi

d1 165mm
Z1    47,14  48 gigi
m 3,5mm

d 2 181,5mm
Z2    51,8  52 gigi
m 3,5mm

Diameter luar / diameter kepala (dk)

dk1   Z 1  2  xm   48  2 x3,5mm  175mm

dk 2   Z 2  2 xm   52  2 x3,5mm  189mm

Diameter dalam / diameter kaki (dd)

dd1  d1   2,5 xm   165mm   2,5 x3,5mm  156,25mm

dd 2  d 2   2,5 xm  181,5mm   2,5 x3,5mm  172,75mm

Menghitung roda gigi pada kecepatan 5


n1
i
n2

Dimana : i = Rasio perbandingan gigi pada kecepatan 5 = 1,000

n1 = Putaran poros in put = 7200 rpm

n2 = Putaran poros out put

Putaran poros out put (n2)

n1 n 7200rpm
i  n2  1 
n2 i5 1,000

n 2  7200 Rpm

Diameter lingkar jarak bagi (d)

2 xa 2 x173,25mm
d1    173,25mm
1  i5 1  1,000

2 xaxi5 2 x173,25mmx1,000
d2    173,25mm
1  i5 1  1,000

Jumlah gigi (Z)

d d
Berdasarkan persamaan m  Z
Z m

Dimana : m = Modul = 3,5 mm

d = Diameter lingkar jarak bagi

Z = Jumlah gigi

d1 173,25mm
Z1    49,5  50 gigi
m 3,5mm

d 2 173,25mm
Z2    49,5  50 gigi
m 3,5mm

Diameter luar / diameter kepala (dk)

dk1   Z 1  2  xm   50  2 x3,5mm  182mm


dk 2   Z 2  2 xm   50  2  x3,5mm  182mm

Diameter dalam / diameter kaki (dd)

dd1  d1   2,5 xm  173,25mm   2,5 x3,5mm  164,5mm

dd 2  d 2   2,5 xm  173,25mm   2,5 x3,5mm  164,5mm

III.4. PERENCANAAN BANTALAN ( BEARING )

Bantalan yaitu elemen mesin yang menumpu poros berbeban sehingga putaran atau

gerak bolak-balik dapat berputar secara halus, aman dan tahan lama. Bantalang harus kokoh

untuk memungkinkan poros serta elemen mesin lainnya bekerja dengan baik. Jika bantalan

tidak berfungsi dengan baik, maka prestasi seluruh mesin akan menurun atau tidak bekerja

dengan baik. Terlihat gambar bagian-bagian bantalan radial pada gambar 3.5

Gambar 3.5 Bantalan radial


Dalam perancangan bantalan ini terdapat dua jenis bantalan yaitu, bantalan pada

poros in put dan pada poros out put. Gaya yang menekan bantalan adalah gaya yang bekerja

pada roda gigi yang saling berhubungan, dan dalam perancangan ini di gunakan jenis

bantalan radial.

III.4.1 Perhitungan Bantalan Pada Poros Input

Dalam rancangan bantalan poros intput ini yang di gunakan adalah bantalan radial,

dari hasil perhitungan diameter poros input diketahui diameter poros = 28 mm, maka nomor

bantalan dapat dilihat pada tabel 3.11.

Analisa gaya yang terjadi pada poros input:

Gaya keliling (radial) yang terjadi pada poros (Fr) :


T
Fr = 1
2 .dsi
7265,76
= 1
.28
2
= 518,98 kg.
Dimana:
T = momen torsi rencana = 7265,76 Kg.mm
dsi = dp = 28

Sedangkan gaya aksial yang terjadi (Fa) :


0,47.Fr
Fa =
K
Dimana : Fa = gaya aksial
Fr = gaya radial
K = perbandingan nilai rasial dan aksial bantalan : 1,5 untuk bantalan radial.
Maka :

0,47 . 518,98
Fa = 1,5

= 162,61 kg.
Perbandingan beban aksial dengan beban radial.
Fa
e
V .Fr
Dimana:
V = Faktor rotasi (untuk cincin dalam yang berputar = 1)
e = 0,30

Maka:
162,61
 0,31
1x518,98

0,31 ≥ 0,30 (Lengkungan keadaan ini konstruksi masih dapat digunakan)

Beban ekivalen dinamis untuk beban radial (Pr) :

Pr = Xo . V . Fr + Yo . Fa
Dimana :
V =L
Xo = 0,56
Yo = 1,45

Maka :
Pr = Xo . V . Fr + Yo . Fa
= 0,56 . 1 . 518,98 + 1,45 .162,61
= 526,41 kg.

Beban ekivalen statis untuk beban radial (Po).


Po = Xo . Fr + Yo . Fa
Dimana :
Xo = 0,6
Yo = 0,5

Maka :

Po = 0,6 . 518,98 + 0,5 .162,61


= 329,69 kg

Perhitungan umur nominal

a. Faktor Kecepatan (Fn) :


1
 33,3  3
Fn = 
 n  
1

=  33,3  3

 7200 

= 0,15

b. Faktor Umur (Fh) :


C
Fh = Fn .
Po
1030
= 0,15. 392,69

= 0,39

c. Umur Nominal (Lh) :


Lh = 500 . Fh3
= 500 . 0,393
Lh = 29,65 (keandalan dari bantalan)
= 29,65 . 20000 (pemakaian terus menerus)
= 59319 jam.

III.4.2 Perhitungan Bantalan Pada Poros Output.

Dari hasil perhitungan diameter poros diketahui bahwa dimeter poros output = 40,
maka nomor bantalan dapat dilihat pada tabel 3.11.

Analisa yang terjadi pada poros output:

Gaya radial (keliling) yang terjadi pada poros (Fr) :

T
Fr = 1
2 .dt
Dimana :
T = Momen torsi rencana
= 8073,3 Kg.mm
dt = dp = 40
Maka :
7265,76
Fr = 1 .40
2
= 363,28 kg.

Sedangkan gaya aksial yang terjadi dihitung dengan persamaan :

0,47.Fr
Fa =
k

Dimana :
Fa = Gaya aksial
Fr = Gaya radial
K = Perbandingan nilai radial dan aksial bantalan : 1,5 untuk bantalan radial.

Maka :
0,47 . 363,28
Fa = 1,5

= 113,83 kg.

Perbandingan beban aksial dengan beban radial.

Fa
e
V .Fr

Dimana :
V = Faktor rotasi (untuk cincin dalam yang berputar = 1)
e = 0,30

Maka :

113,93
 0,30
1 . 363,28

= 0,31 ≥ 0,30 ( Maka dengan demikian transmisi masih dapat dipakai).

Beban ekivalen dinamis untuk beban radial (Pr)

Pr = X0 . V . Fr + Y0 . Fa

Dimana :
V =L
X0 = 0,56
Y0 = 1,45

Maka :

Pr = 0,56 . 1 . 363,28 + 1,45 . 113,83


= 368,49 kg

Beban ekivalen statis untuk beban radial (Po)

Po = X0 . Fr + Y0 . Fa

Dimana :
X0 = 0,6
Y0 = 0,5

Maka :

Po = 0,6 . 368,49 + 0,5 . 113,83


= 278 kg

Perhitungan umur nominal

a.Faktor kecepatan (Fn)


1

Fn=  33,3  3
 n 
 

Dimana :
n = Putaran = 8100 rpm

Maka :
1

Fn =  33,3  3

 7200 

= 0,15

b. Faktor umur (Fh)


C
Fh = Fn .
Po
1250
= 0,15 .
278
= 0,674

c. Umur Nominal (Lh)


Lh = 500 . Fh3
= 500 . 0,6743
= 153,09 (keandalan dari bantalan )
Lh =153,09. 20000 jam (pemakaian terus menerus)
= 3061800 jam.

Tabel 3.9 faktor-faktor V, X, Y dan X0, Y0

Beban Beban Baris Baris Ganda


Putar Putar Tunggal Baris Baris
Pada Pada Tunggal Ganda
Cincin Cincin
Jenis bantalan dalam luar Fa/VFr>e Fa/VFr≤ e Fa/VFr>e e

Y0 X0 Y0
V X Y X Y X Y X0

Fa/C0 = 0,014 2,30 2,30 0,19


= 0,028 1,19 1,90 0,22
Bantal = 0,056 1,71 1,71 0,26
an = 0,084 1,55 1,55 0,28
Alur = 0,11 1 1,2 0,56 1,45 1 0 0,56 1,45 0,30 0,6 0,5 0,6 0,5
Dalam = 0,17 1,31 1,31 0,34
= 0,28 1,15 1,15 0,38
= 0,42 1,04 1,04 0,42
= 0,56 1,00 1,00 0,44
 = 20o 0,43 1,00 1,09 0,70 1,63 0,57 0,42 0,84
Bantal = 25o 0.41 0,87 0,92 0,67 1,41 0,68 0,38 0,76
an = 30o 1 1,2 0,39 0,76 1 0,78 0,63 1,24 0,80 0,5 0,33 1 0,66
Bola = 35o 0,37 0,66 0,66 0,60 1,07 0,95 0,29 0,58
Sudut = 40o 0,35 0,57 0,55 0,57 0,93 1,14 0,26 0,52

Untuk bantalan garis tunggal, bila Fa / VFr ≤ e, X = 1, Y = 0

Table 3.10 Bantalan untuk permesinan serta umurnya.

Umur Lh 2000-4000(jam) 5000-15000(jam) 20000-30000(jam) 40000-60000 (jam)


Pemakaian Pemakaian terus-
Pemakian jarang sebentar-sebentar Pemakaian terus- menerus dengan
(tidak terus- menerus keandalan tinggi
Factor beban fw menerus)
1-1,1 Pompa, poros
transmisi, Poros transmisi
separator, pengayak utama yang
Kerja halus tanpa Alat listrik Konveyor, mesin , mesin perkakas , memang peranan
tumbukan rumah pengangkat, lift, pres putar , penting motor-
tangga,speda tangga jalan separator motor listrik yang
sentripugal , penting
setrifus pemurni
gula ,motor listrik
1,1-1,3 Motor kecil, roda Pompa penguras, rol
Otomobil, mesin meja, pemegang kalender, kips angin,
Kerja biasa Mesin pertanian jahit pinyon, roda gigi penggiling bola,
reduksi, kereta rel motor rel kereta
listrik
1,2-1,5 Kerja dengan Alat-alat besar,
getaran atau unit roda gigi Penggetar,
tumbukan dengan getaran penghancur
besar
Table 3.11 Ukuran bantalan.

Nomor bantalan Ukuran luar(mm) Kapasitas Kapasitas


Dua sekat nominal nominal
Jenis Dua sekat tanpa d D B R dinamis statis
terbuka kontak spesifik spesifik C0
C(Kg) (Kg)
6000 10 26 8 0,5 360 196
6001 6001ZZ 6001VV 12 28 8 0,5 400 229
6002 02ZZ 02VV 15 32 9 0,5 440 263
6003 6003ZZ 6003VV 17 35 10 0,5 470 296
6004 04ZZ 04VV 20 42 12 1 735 465
6005 05ZZ 05VV 25 47 12 1 790 530
6006* 6006ZZ 6006VV 30 55 13 1,5 1030 740
6007* 07ZZ 07VV 35 62 14 1,5 1250 915
6008 08ZZ 08VV 40 68 15 1,5 1310 1010
6009 6009ZZ 6009VV 45 75 16 1,5 1640 1320
6010 10ZZ 10VV 50 80 16 1,5 1710 1430

6200 6200ZZ 6200VV 10 30 9 1 400 236


6201 01ZZ 01V 12 32 10 1 535 305
6202 02ZZ 02VV 15 35 11 1 600 360
6203 6203ZZ 6203VV 17 40 12 1 750 460
6204 04ZZ 04VV 20 47 14 1,5 1000 635
6205 05ZZ 05VV 25 52 15 1,5 1100 730
6206 6206ZZ 6206VV 30 62 16 1,5 1530 1050
6207 07ZZ 07VV 35 72 17 2 2010 1430
6208 08ZZ 08VV 40 80 18 2 2380 1650
6209 6209ZZ 6209VV 45 85 19 2 2570 1880
6210 10ZZ 10VV 50 90 20 2 2750 2100

6300 6300ZZ 6300VV 10 35 11 1 635 365


6301 01ZZ 01VV 12 37 12 1,5 760 450
6302 02ZZ 02VV 15 42 13 1,5 895 545
6303 6303ZZ 6303VV 17 47 14 1,5 1070 660
6304 04ZZ 04VV 20 52 15 2 1250 785
6305 05ZZ 05VV 25 62 17 2 1610 1080
6306 6306ZZ 6306VV 30 72 19 2 2090 1440
6307 07ZZ 07VV 35 80 20 2,5 2620 1840
6308 08ZZ 08VV 40 90 23 2,5 3200 2300
6309 6309ZZ 6309VV 45 100 25 2,5 4150 3100
6310 10ZZ 10VV 50 110 27 3 4850 3650

* Angka yang bercetak tebal dan bergaris bawah adalah bantalan yang diambil pada
perancangan ini.

Berdasarkan perhitungan maka di peroleh bantalan poros input :

Diameter poros (ds) 28 mm

Diameter dalam bantalan (d) 30 mm

Lebar bantalan (B) 13 mm

Diameter luar bantalan (D) 55 mm

Kapasitas nominal dinamis spesifik (C) 1030 Kg

Kapasitas nominal statis spesifik (C0) 740 Kg

Jari – jari kelengkungan ( r ) 1,5 mm

Nomor bantalan 6006

Dan di peroleh bantalan poros output :

Diameter poros (ds) 35 mm

Diameter dalam bantalan (d) 35 mm

Lebar bantalan (B) 14 mm

Diameter luar bantalan (D) 62 mm

Kapasitas nominal dinamis spesifik (C) 1250 Kg

Kapasitas nominal statis (C0) 915 Kg

Jari – jari kelengkungan ( r ) 1,5 mm

Nomor bantalan 6007


III.5. PERHITUNGAN PELUMASAN

Gesekan di sertai tenaga interaksi phisik antara obyek, dan gesekan selalu

mengakibatkan keaausan. Permukaan gigi adalah subyek gesekan akibat slip dan gesekan di

karnakan putaran.

Besarnya beban permukaan roda gigi, permukaan yang kasar dan kecepatan meluncur

menghasilkan gesekan yang besar dan bertambah panas yang di timbulkan.

Untuk alasan tersebut, oli roda gigi diperlukan dengan memenuhi kondisi berikut :

Kekentalannya harus sesuai

Mempunyai kemampuan memikul beban

Tahan terhadap panas dan oksidasi

Telihat pada gambar 3.6a bantalan yang terlumasi dan 3.6b roda gigi yang terlapisi

dengan selaput oli:


a b

Gambar 36. Bantalan dan Roda Gigi yang Terlumasi

Pelumasan berfungsi untuk mengurangi panas yang ditibulkan karena gesekan dan

menghindari terjadinya karat dan meredam laju.Untuk pelumas yang digunakan harus

ditentukan berat jenis minyak pelumas yang dibutuhkan dalam temperature kerja dengan

menggunakan persamaan sebagai berikut :

632 x Ng
t 
 x Ag

Dimana :
 t = kenaikan suhu ( temperature )

Ng=daya gesek (0,20)


 = Faktor perpindahan keceatan rata – rata ( k.kal / m2 0C )
Ag= luas bidang gesek (m2)

Sehingga kenaikan temperature (  t )


632 x 0,20
t 
0,04543 x 79,67

= 34,92 oC

Temperatur Kerja (Tk)


Tk = 34 + 34,92
= 68,92 oC

Kemudian diubah kedalam 0F:

= (9/5.68,92) + 32
= 156,05 oF
Sedangkan untuk menetukan Viskositas absolut minyak pelumas (Z) :
 180 
Z = Pt  0,22.S  
 S 

Dimana :
Pt = ( 0,894 – 0,000054) x (156,05 – 60)
= 0,950
S = Sal uninersal second (30 – 60 diambil 40 )
Z = Viskositas kinetik
 180 
Z = 0,950  0,22.40 
 40 

= 4,085 cp

Dari perhitungan diatas didapat temperature kerja (Tk = 156,05 0F) dan (Z = 4,085cp), maka
dapat hubungankan antara oF dengan viskositas absolut dan disesuaikan dengan grafik
dibawah ini maka jenis minyak pelumas yang digunakan adalah jenis SAE 50.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari hasil perhitungan rancangan roda gigi diperoleh hasil sebagai berikut :
Daya (P) : 10,1 PS
Putaran (n) : 8000 rpm

1. Hasil perhitungan poros


- Daya rencana = 67,14 kW
- Momen puntir yang terjadi = 80,73 kg .mm
- Diameter poros input = 28 mm
- Diameter poros out put = 40 mm

2. Hasil perhitungan Spline

a. Untuk poros input


-
Lebar spline = 5,4 mm
-
Tinggi Sline = 3,3 mm
-
Diameter spline = 34,56 mm
-
Panjang spline = 39 mm
-
Tegangan geser yang terjadi = 1 kg / mm2

b. Untuk poros out put


-
Lebar spline = 7,70 mm
-
Tinggi Sline = 4,70 mm
-
Diameter spline = 49,38 mm
-
Panjang spline = 55,82 mm
-
Tegangan geser yang terjadi = 0,94 kg / mm2
3. Hasil perhitungan roda gigi

* Roda gigi I
Jarak Sumbu poros (a) = 173,25 mm
DO1 = 70,31 mm
DO2 = 276,2 mm
Z1 = 20 gigi
Z2 = 79 gigi
Diameter kepala dk1 = 77 mm
dk2 = 283,5 mm
Diameter kaki dd1 = 61,56 mm
dd2 = 267,5 mm
Tinggi kaki (hf) = 4,37 mm
Tebal gigi (Tb) = 5,5 mm
Lebar gigi (b) = 34,15 mm

* Roda gigi II
Do1 = 110,2 mm
Do2 = 236,2 mm
Z1 = 32 gigi
Z2 = 68 gigi
Diameter kepala dk1 = 119 mm
dk2 = 245 mm
Diamter kaki dd1 = 101,45 mm
dd2 = 227,45 mm

* Roda gigi III


Do1 = 144,5 mm
Do2 = 201,9 mm
Z1 = 42 gigi
Z2 = 58 gigi
Diameter kepela dk1 = 154 mm
dk2 = 210 mm
Diameter kaki dd1 = 135,75 mm
dd2 = 193,15 mm

* Roda gigi IV
Do1 = 165 mm
Do2 = 181,5 mm
Z1 = 48 gigi
Z2 = 52 gigi
Diameter kepala dk1 = 175 mm
dk2 = 189 mm
Diameter kaki dd1 = 156,25 mm
dd2 = 172,75 mm

* Roda gigi V
Do1 = 173,25 mm
Do2 = 172,25 mm
Z1 = 50 gigi
Z2 = 50 gigi
Diameter kepala dk1 = 182 mm
dk2 = 182 mm
Diameter kaki dd1 = 164,5 mm
dd2 = 164,5 mm
4. Hasil perhitungan bantalan

* Bantalan poros input

Diameter dalam bantalan (d) : 30 mm


Diamater luar bantalan (D) : 55 mm
Lebar bantalan (B) : 13 mm
Kap. Nominal dinamis (C ) : 1030 Kg
Kap. Nominal statis ( C0 ) : 740 Kg
Jari-jari kelengkungan (r) : 1,5 mm
Nomor bantalan : 6006

* Bantalan poros output

Diameter dalam bantalan ( d ) : 40 mm


Diameter luar bantalan ( D ) : 68 mm
Lebar bantalan (B) : 68 mm
Kap.Nominal dinamis (C) : 1310 Kg
Kap.Nominal statis ( C0 ) : 1010 Kg
Jari-jari kelengkungan (r) : 1,5 mm
Nomor bantalan : 6008

5. Hasil perhitungan pelumasan

Temperatur kerja : 156,05 0F


Viskositas kinetik : 4,085 cp
Jenis pelumas yang dipakai : SAE 50

4.2 Saran

Dalam perencanaan roda gigi dan elemen-elemen pendukungnya harus dibuat dari bahan
yang berdasarkan teoritisnya dinyatakan aman atau tegangan yang terjadi lebih kecil dari
tegangan izin.

Gunakan faktor keamanan yang memenuhi standar internasional


DAFTAR PUSTAKA

Sularso, Kiyokatsu Suga, “ Dasar – dasar perencanaan dan pemilihan elemen mesin”, Pradya
Paramita, Jakarta, 1997.

Umar Sukrisno,” Bagian – bagian mesin dan merencanakan”,Erlangga, Jakarta, 1986.


KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas rancangan roda gigi ini. Adapun
tugas rancangan ini merupakan salah satu yang ditetapkan dalam kurikulum jurusan teknik
mesin di Institut Teknologi Medan (ITM). Judul dari tugas rancangan ini adalah “ Tugas
Rancangan Roda Gigi Lurus ” dengan acuan:
Daya : 10,1 PS
Putaran : 8000 rpm
Transmisi merupakan komponen komponen utama pada kendaraan yang sangat
bepengaruh. Tanpa ada transmisi sebuah kendaraan tidak dapat memindahkan daya dan
putaran ataupun mengatur kecepatan dari putaran mesin.
Pada penulisan tugas rancangan ini penulis menyadari masih banyak kekurangan
ataupun kesalahan, maka dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritikan dan saran
yang sifatnya membangun dari para pembaca agar tulisan ini sempurna.
Dalam kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Kedua Orang Tua dan seluruh keluarga yang telah sangat banyak memberikan
dorongan moril maupun materil.
2. Dosen pembimbing saya yaitu bapak Mulyadi, ST , MT, yang telah banyak
memberi nasehat dan bimbingan kepada penulis.
Akhirnya kepada Allah SWT penulis serahkan segalanya demi tercapainya
kesuksesan sepenuhnya, dan semoga tugas rancangan Roda Gigi ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Medan, 12 Juli 2018


Penulis
Roni Tua Frihandika Togatorop

ASSEMBLING
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...........................................................................................i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….ii
GAMBAR SURVEY …………………………………………………………...iii
ASSEMBLING………………………………………………………………….iv
KETERANGAN GAMBAR …………………………………………………....v
BAB I : PENDAHULUAN …………………………………………….
1.1 Latar Belakang ……………………………………………..
1.2 Tujuan…………..……………………………………………
1.3 Batasan masalah……………………………………………
BAB II : LANDASAN TEORI ………………………………………….
2.1 Pandangan umum…………………………………………
2.2 Roda Gigi……………………………………………
Klasifikas Roda Gigi ……………………………………….
Jenis – jenis roda gigi…………………………………………….
Nama bagian roda gigi dan perumusannya…………………..
2.3 Poros………………………………………………………………..
Macam – macam poros………………………………………….
2.4 Spline…………………………………………………………….
2.5 Bantalan…………………………………………………………..
Klasifikasi bantalan………………………………………………
Hal – hal penting dalam perencanaan bantalan radial……………
2.6 Pelumasan dan temperatur kerja…………………………………..
Sifat – sifat utama dari pelumasan…………………………..
Syarat – syarat oli mesin atau roda gigi……………………….
BAB III : ANALISA PERHITUNGAN …………………………………
3.1 Perhitungan Poros ……………………………………
3.1.1 Perhitungan poros input……………………………………
3.1.2 Perhitungan poros output……………………………………..
3.2 Perhitungan spline dan naaf………………………………………
3.2.1 Perhitungan spline dan naaf poros input……………………..
3.2.2 Perhitungan spline dan naaf poros output……………………..
3.3 Perencanaan roda gigi…………………………………………………..
3.4 Perencanaan bantalan…………………………………………………
3.4.1 Perhitungan bantalan pada poros input……………………………
3.4.2 Perhitungan bantalan pada poros output………………………………
3.5 Perhitungan pelumasan…………………………………………………….
BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………
4.1 Kesimpulan ………………………………………..
4.2 Saran – saran ……………………………………..
Literature ………………………………… …………………………….
Lampiran

ntuk mencari luas bidang gesek pada roda gigi input di gunakan persamaan yaitu:

Ain = 2 x b x Ht x Zin

Dimana : Ain = Luas bidang gesek pada roda gigi input (mm2)

b = Lebar gigi keseluruhan (mm)

Ht = Tinggi gigi keseluruhan (mm)

Zin = Jumlah roda gigi input

Maka :

Luas bidang gesek roda gigi input pada kecepatan 1 (Ain1)

Ain1 = 2 x b x Ht x Zin1

= 2 x 18mm x 4,5mm x 18

=2916 mm2

Luas bidang gesek roda gigi input pada kecepatan 2 (Ain2)

Ain2 = 2 x b x Ht x Zin2

= 2 x 18mm x 4,5mm x 28
= 4536 mm2

Luas bidang gesek roda gigi input pada kecepatan 3 (Ain3)

Ain3 = 2 x b x Ht x Zin3

= 2 x 18mm x 4,5mm x 37

= 5994 mm2

Luas bidang gesek roda gigi input pada kecepatan 4 (Ain4)

Ain4 = 2 x b x Ht x Zin4

= 2 x 18mm x 4,5mm x 44

= 7128 mm2

Luas bidang gesek roda gigi input pada kecepatan 5 (Ain5)

Ain5 = 2 x b x Ht x Zin5

= 2 x 18mm x 4,5mm x 48

= 7776 mm2

Maka laus total bidang gesek roda gigi input ( Ain )

A in = Ain1 + Ain2 + Ain3 + Ain4 + Ain5

= ( 2916 + 4536 + 5994 + 7128 + 7776 ) mm2

Ain = 28350 mm2

III.5.2. Luas Bidang Gesek Pada Roda Gigi output

Untuk mencari luas bidang gesek pada roda gigi output di gunakan persamaan yaitu:

Aout = 2 x b x Ht x Zout

Dimana : Aout = Luas bidang gesek pada roda gigi output (mm2)

b = Lebar gigi keseluruhan (mm)


Ht = Tinggi gigi keseluruhan (mm)

Zout = Jumlah roda gigi output

Maka :

Luas bidang gesek roda gigi output pada kecepatan 1 (Aout1)

Aout1 = 2 x b x Ht x Zout1

= 2 x 18mm x 4,5mm x 71

= 11502 mm2

Luas bidang gesek roda gigi output pada kecepatan 2 (Aout2)

Aout2 = 2 x b x Ht x Zout2

= 2 x 18mm x 4,5mm x 61

= 9882 mm2

Luas bidang gesek roda gigi output pada kecepatan 3 (Aout3)

Aout3 = 2 x b x Ht x Zout3

= 2 x 18mm x 4,5mm x 52

= 8424 mm2

Luas bidang gesek roda gigi output pada kecepatan 4 (Aout4)

Aout4 = 2 x b x Ht x Zout4

= 2 x 18mm x 4,5mm x 44

= 7128 mm2

Luas bidang gesek roda gigi output pada kecepatan 5 (Aout5)

Aout5 = 2 x b x Ht x Zout5

= 2 x 18mm x 4,5mm x 41
= 6642 mm2

Maka laus total bidang gesek roda gigi output ( Aout )

A out = Aout1 + Aout2 + Aout3 + Aout4 + Aout5

= ( 11502 + 9882 + 8424 + 7128 + 6642 ) mm2

Aout = 43578 mm2

Luas Total Pada Semua Roda Gigi ( Atot ), Yaitu:

Atot = Ain + Aout

= ( 28350 + 43578 ) mm2

= 71928 mm2
BAB IX

KESIMPULA DAN SARAN

IX.1 KESIMPULAN

Dari perhitungan rancangan kopling gesek untuk kendaran roda 4, TOYOTA

KIJANG PICK-UP diperoleh hasil-hasil sebagai berikut:

1. Daya-daya

 Daya maksimum 80 Ps / 4800 Rpm

 Torsi maksimum 14,3 Kg m / 2800 Rpm

2. Hasil perhitungan poros

 Daya yang terjadi (P) 58,8 Kw

 Momen torsi (T) 19090,4 Kg.mm

 Beban poros S 45 C-D

 Dimeter poros (ds) 34,9 mm ≈ 35 mm

3 Perhitungan spline dan naaf



Bahan spline dan naaf S 45 C-D dan S 35 C

Diameter poros (Ds) 43,2 mm

Lebar spline (ws) 7 mm2

Tinggi spline (hs) 4,1 mm

Panjang spline (Ls) 48,42 mm

Panjang naaf (Ln) 36,3 mm
4 Hasil perhitungan plat gesek

Bahan plat gesek Besi cor dan asbes kondisi kering

Diameter luar (D2) 147,49 mm

Diameter dalam (D1) 103,24 mm

Luas plat gesek 8483,338 mm2

Tebal plat gesek 8,78 mm

5. Hasil perhitungan pegas

Pegas Diafragma

 Bahan pegas SWA

 Tebal pegas matahari (h) 2 mm

 Jumlah pegas (n) 17 buah

Pegas Tekan

 Jari-jari letak pegas (rm) 43 mm

 Diameter ukur rata-rata(D) 17,5 mm

 Diameter kawat (d) 3,5 mm

6. Hasil perhitungan baut

Baut pengikat poros dengan fly wheel

 Bahan baut SS 50 B

 Jumlah baut (N) 4 buah

 Jarak sumbu ke baut (R) 41,5 mm

 Diameter inti baut (d1) 15 mm

 Tinggi baut (H) 20,67 mm

Baut pengikat rumah kopling dengan fly wheel


 Jumlah baut (N) 9 bauh

 Jarak sumbu ke baut (R) 115 mm

 Gaya yang diterima setiap baut 18 Kg/buah

 Diameter inti baut (d1) 10,103 mm

 Tinggi baut (H) 17,68 mm

 Jarak bagi (p) 1,75 mm

 Tinggi kaitan (H1) 1,75 mm

7. Hasil perhitungan bantalan

 Nomor bantalan 6307

 Diameter luar bantalan (D) 80 mm

 Diameter poros (ds) 34,90 mm

 Diameter dalam bantalan (d) 35 mm

 Lebar bantalan (B) 20 mm

 Kapasitas nominal dinamis spesifik (C) 2610 mm ≈ 2620mm

 Kapasitas nominal statis spesifik (C0) 1840 Kg

IX.2 SARAN

Dalam hal ini penulis menghimbau kepada penguna buku ini sebagai referensi

nantinya, hendaklah lebih teliti dalam menyelesaikan tugas rancangan kopling ataupun tugas-

tugas lainnya, sehingga tugas anda jauh lebih baik.

Banyak sekali faedah yang dapat dipetik dari tugas rancangan kopling ini, jika

dikerjakan sesuai prosedur yang sebagai mana mestinya. Diantaranya:

1. Sebagai pembelajaran untuk membuat skripsi


2. Menambah wawasan dengan banyaknya literatur yang diambil

3. Lebih bertanggung jawab dengan apa yang kita tulis.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasi banyak kepada Bapak Rahmadsyah, ST

sebagai pembimbing, kedua orang tua yang telah memebantu baik moril maupun materil, dan

tak terlupakan teman-teman yang tentunya sedikit banyaknya turut berperan dalam

penyelesaian tugas rancangan kopling ini.


LITERATUR

Sularso dan Kiokatsu Suga. 1978. Dasar Perancangan dan Pemeliharaan Elemen Mesin.

Bandung: Pradnya Paramita

Herfan Akbar. 2006. Rancangan Kopling Daihatsu Xenia. Medan: Institut Teknologi Medan.

New Step 1 , Training Manual. PT. Astra Motor

Umar Sukrisno. 1984. Bagian Mesin dan Perancangan. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai