DISUSUN OLEH:
NAMA NIM
NURAISYA TAMA PUTRI HARAHAP 170503123
"Kewajiban membayar tunggakan pajak air permukaan di areal tambang Freeport sesuai
dengan putusan Pengadilan Niaga Jakarta pada tanggal 18 Januari 2017, " ujar Gerson di Biak,
Rabu, 27 September 2017.
Berdasarkan data target penerimaan pajak dan retribusi daerah Pemerintah Provinsi
Papua pada tahun anggaran 2017 ditetapkan senilai Rp1,2 Triliun.
Freeport Bakal Banding ke MA Atas Putusan Pajak Air Permukaan
Jakarta, CNN Indonesia -- PT Freeport Indonesia berencana untuk menantang kembali amar
putusan Pengadilan Pajak Jakarta, di mana perusahaan asal Amerika Serikat (AS) tersebut
diwajibkan untuk membayar pajak air permukaan dan dendanya sebesar US$376 juta, atau setara
Rp3,4 triliun.
Mengutip keterangan resmi induk usaha Freeport Indonesia, Freeport-McMoran Inc, perusahaan
berhak menggugat kembali putusan tersebut ke Mahkamah Agung (MA) sesuai dengan Kontrak
Karya (KK) antara perusahaan dan pemerintah. Meski, Freeport diwajibkan membayar denda
tersebut selama 30 hari setelah amar putusan itu ditetapkan.
"Freeport berharap bisa menantang balik keputusan ini dan kini perusahaan tengah mengevaluasi
berbagai opsi tindak lanjutnya," jelas keterangan tersebut dikutip dari laman resmi Freeport
McMoran, Jumat (27/1).
Menurut keterangan tersebut, Freeport diwajibkan untuk membayar pajak air permukaan kepada
Pemerintah Provinsi Papua antara Januari 2011 hingga Juli 2015 dengan total nilai US$376 juta,
dengan asumsi nilai tukar pada tanggal 31 Desember 2016. Dari angka tersebut, sebanyak
US$227 juta merupakan penalti yang perlu dibayar oleh Freeport.
Sementara itu, Juru Bicara Freeport Indonesia, Riza Pratama mengaku bahwa perusahaan masih
belum menentukan langkah selanjutnya selepas putusan ini ditetapkan oleh pengadilan pajak.
"Kami telah memperoleh informasi dan akan mempelajari putusan pengadilan pajak terkait kasus
pajak air permukaan ini," ujar Riza kepada CNNIndonesia.com.
Di tempat terpisah, Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan bahwa Freeport belum
membayar denda sejak putusan itu keluar 17 Januari 2017 silam. Ia berharap, Freeport Indonesia
mau membayar denda yang diwajibkan dan dalam periode yang dijanjikan. Apalagi menurutnya,
Freeport tidak memiliki celah untuk mengelak, karena putusan ini sudah mendapatkan
rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Menurut Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 4 Tahun 2011, tarif pajak atas air permukaan
yang harus ditanggung Freeport adalah Rp120 per meter kubik per detik. Namun dengan dalih
klausul Kontrak Karya, Freeport hanya mau mengakui pajak sebesar Rp10 per meter kubik per
detik.
Padahal, kata Enembe, Pengadilan Pajak Jakarta telah menolak gugatan PTFI pada 17 Januari
2017 lalu dan mengharuskan anak perusahaan Freeport McMoRan ini membayar tunggakan
sejak 2011.
“Mereka (Freeport) belum mau bayar dan sekarang mereka mengajukan Peninjauan Kembali
(PK). Kami tidak bisa lagi negosiasi, ini keputusan pengadilan dan harus dibayar,” ujar Enembe
kepada wartawan di Jakarta, Minggu (14/1/2018).
Enembe menegaskan PTFI tidak punya celah untuk mangkir dari kewajiban membayar pajak air
permukaan berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 4 Tahun 2011, karena putusan
itu telah mendapat rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 4 Tahun 2011, tarif pajak atas air
permukaan yang harus ditanggung PTFI sebesar Rp120 per meter kubik per detik. Dengan dalih
klausul Kontrak Karya, PTFI hanya mau membayar pajak air permukaan sebesar Rp10 per meter
kubik per detik.
“Kami harap Freeport punya keinginan baik melaksanakan putusan itu,” kata Enembe.
Kondisi Perusahaan Tidak Stabil
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) Yunus Wonda mengaku sudah mendapat surat
dari PTFI bahwa perusahaan tambang emas dan tembaga ini hanya mau membayar Rp800 miliar
dari yang seharusnya Rp5,6 triliun karena kondisi perusahaan tidak stabil.
“Freeport mengaku hanya sanggup membayar Rp800 miliar, jelas kami menolak ,” kata Yunus.
Freeport McMoRan, kata Yunus, adalah perusahaan tambang emas dan tembaga terbesar di
dunia sehingga tidak ada alasan bagi mereka untuk tidak membayar kewajiban itu. Yunus
mengingatkan keluarnya putusan pengadilan karena Freeport McMoRan yang menggugat
Pemprov Papua.
“Perusahaan dunia sekelas Freeport McMoRan tentu punya simpanan dana, sehingga tak masuk
akal menggunakan alasan kondisi perusahaan yang tidak stabil. Seharusnya perusahaan ini
berkomitmen melaksanakan putusan pengadilan,” kata Yunus menegaskan.
Membayar pajak air tanah merupakan kewajiban PT Freeport. "Jadi kita akan tetap
menuntut pajak itu harus dibayarkan. Kita pantang mundur akan melakukan tuntutan sampai
tingkat yang paling tinggi," tegas Soedarmo.
Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) juga mendukung langkah yang akan diambil
Pemerintah Provinsi Papua untuk mengajukan PK terhadap putusan MA.
Anggota Komisi I DPR Papua, Yohannes Nussy, mengatakan, secara politik, pihak DPR
Papua akan menemui Presiden Joko Widodo untuk meminta kebijakan hukum atas putusan MA
itu. Nussy mengatakan Papua selalu dibenturkan oleh UU Nasional sehingga UU Otsus Papua
seolah-olah tidak ada.
"Ada dua kaki yang mengeksekusi pelayanan publik di Papua. Saya curiga ada orang-
orang di Jakarta yang ingin menghancurkan Papua dan stabilitas nasional dengan menggunakan
interpelasi regulasi nasional," kata dia.
1. Terkait doktrin hukum kontrak bahwa kontrak karya antara Freeport dengan Pemerintah
RI, yang telah disetujui oleh Pemerintah RI setelah mendapat rekomendasi DPR dan
departemen terkait, mengikat dari Pemerintah Pusat sampai Pemerintah Daerah. Oleh
karena itu, sesuai pula dengan surat dari Menteri Keuangan Nomor S-1032/MK.04/1988
tanggal 15 Desember 1998, bersifat khusus yaitu lex spesialis derigat lex generalis dan
berlaku sebagai UU bagi pembuatnya. (Vide pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata).
2. Sifat kekhususan memiliki yurisdiksi dan kedudukan perlakuan hukum sama tanpa ada
pembedaan perlakuan dalam pelayanan hukum.
3. Perikatan atau perjanjian itu harus dilaksanakan dengan iktikad baik (Pasal 1338 ayat 3
KUHPerdata).
4. Bahwa perkara a quo pada dasarnya merupakan kebijakan fiskal yang merupakan otoritas
pemerintah pusat (dalam hal ini Menteri Keuangan sebagai mandatory). Hal ini secara
historis dapat dibaca dalam Penjelasan UU PRDR (vide UU Nomor 18/1997 ho UU
Nomor 34/2000), yang menyatakan: kebijakan perpajakan antara pemerintah pudat dan
pemerintah daerah pada hakikatnya merupakan sistem dan bagian dari suatu kebijakan
fiskal nasioanal dan oleh karenanya terbanding (sekarang termohon peninjauan kembali)
dalam perkaraa quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 32 dan
Pasal 33A ayat 4 UU Pajak Penghasilan jo Penjelasan Pasal 13 UU Nomor 24/2000
tentang Perjanjian Internasional artikel 27 Vienna Convention, jo Pasal 13 Kontrak
Karya, jo Surat Menteri Keuangan Nomor S-604/MK.017/1998.
Lebih lanjut, Riza menjelaskan, pajak tersebut akan dibayarkan selama tiga tahun, mulai
dari 2019 hingga 2021. Selain itu, mulai dari 2019, Freeport akan membayar pajak air
permukaan tahunan sebesar US$ 15 juta per tahun atau setara Rp 214,5 miliar, sebagaimana yang
sudah disepakati dan diatur oleh izin usaha pertambangan khusus.
Sebagai informasi, sengketa pajak antara Pemerintah Provinsi Papua dengan Freeport
sudah berlangsung sejak tahun 2011.
Freeport tidak setuju membayar pajak karena tidak sesuai dengan jumlah yang ditetapkan
dengan Perda Nomor 5 tahun 1990, yakni ketika kontrak karya ditandantangani dengan tarif
Rp.10/m3. Sementara Pemerintah Provinsi Papua menginginkan Freeport membayar PAP sesuai
nilai yang dirumuskan dari Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 4 tahun 2011 tentang Pajak
Daerah, sebesar Rp 120/m3.
Dalam amar putusan yang dibacakan pertengahan Mei 2019, menjelis hakim yang
diketuai H. Supandi, menolak permohonan PK dari otoritas pajak terkait keberatan Wajib Pajak
atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) masa pajak
Januari 2014.
“Menolak permohonan peninjauan kembali dari pemohon PK Direktur Jenderak Pajak.”
Kata majelis hakim yang dikutip Bisnis.com, Kamis (15/8/2019).
Sengketa pajak antara Ditjen Pajak dan PT. Freeport Indonesia bemula ketika Ditjen
Pajak mengeluarkan SKPKB PPN No. 00029/207/14/091/16 terkait beban PPN yang harus
dibayar oleh PT. FI.
Pokok yang disengketakan dalam kasus ini adalah koreksi atas kredit pajak sebesar
Rp42,4 miliar, yang tidak disetujui oleh pihak PT FI.
Setelah melihat memori dan kontra memori dari kedua belah pihak, hakim MA alasan-
alasan Ditjen Pajak tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang mengabulkan
seluruh banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-
00472/KEB/WPJ.19/2017, tanggal 18 April 2017, sudah tepat dan benar.
Selain itu, alasan-alasan otoritas pajak atas pajak masukan yang dapat diperhitungkan
masa pajak Januari 2014 sebesar Rp42,4 miliar yang tidak dipertahankan oleh majelis hakim
Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan.
Apalagi setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam memori
PK oleh Ditjen Pajak dihubungkan dengan kontra memori PK tidak dapat menggugurkan fakta-
fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan.
https://bisnis.tempo.co/read/1020131/freeport-indonesia-diminta-bayar-tunggakan-pajak-air-rp-
56-t
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170127171849-85-189535/freeport-bakal-banding-
ke-ma-atas-putusan-pajak-air-permukaan
https://haipapua.com/enggan-bayar-tunggakan-pajak-freeport-ajukan-pk/
https://www.ayooberita.com/berita-ma-menangkan-freeport-tagihan-pajak-air-rp-26-t-dibatalkan
https://www.ayooberita.com/berita-ma-menangkan-freeport-tagihan-pajak-air-rp-26-t-dibatalkan
https://www.voaindonesia.com/a/freeport-naik-banding-kasus-pajak-air/3692916.html
https://tirto.id/putusan-ma-bebaskan-freeport-bayar-pajak-air-ratusan-miliar-cJcB
https://news.harianjogja.com/read/2019/08/15/500/1012261/ditjen-pajak-kalah-lawan-freeport-
di-pengadilan