Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap perusahaan baik perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa, dagang,
maupun manufaktur selalu melakukan persediaan/inventori. Dengan Manajemen
persediaan yang baik dapat dicapai titik ekonomis dimana ketersediaan selalu
mencukupi kebutuhan dan biaya yang dikeluarkan tidak berlebihan. Namun yang
sering terjadi adalah kurangnya tingkat pemahaman perusahaan dalam proses
pengadaan persediaan yang efektif sehingga mengakibatkan kelebihan persediaan
atau kekurangan persediaan. Apabila persediaan barang dagangan yang dimiliki
perusahaan kurang dari yang dibutuhkan maka proses kelancaran perdagangan
terganggu, kebutuhan pelanggan tidak terpenuhi sehingga perusahaan kehilangan
konsumen dan kehilangan kesempatan memperoleh laba akibat habisnya barang
dagangan. Sebaliknya apabila persediaan barang dagangan berlebihan berakibat
pengeluaran dana yang terlalu banyak, meningkatnya biaya penyimpanan dan
biaya perawatan serta memperbesar risiko barang rusak atau hilang.
Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik Sub Divisi Regional Banyumas
merupakan perusahaan umum milik negara di bidang pangan meliputi usaha
logistik/pergudangan, survei dan pemberantasan hama, penyediaan karung plastik,
usaha angkutan, perdagangan komoditi pangan dan usaha eceran. Berdasarkan
Perpres Nomor 48/2016 tentang penugasan kepada Perusahaan Umum BULOG
dalam rangka ketahanan pangan nasional, Perusahaan Umum BULOG mendapat
tambahan peran dengan tugas mengelola 11 komoditi pangan pokok. Komoditi
tersebut adalah beras, jagung, kedelai, gula, minyak goreng, tepung terigu,
bawang merah, cabai, daging sapi, daging ayam dan telur ayam. Hal ini
memberikan pengaruh kuat kepada Perusahaan Umum BULOG untuk
memperkuat sektor komersial meski tetap sebagai BUMN dengan bentuk
Perusahaan Umum.

Sebagai pendatang baru dalam sektor komersial dengan melakukan penjualan


beras dengan salah satu jenis beras yang dijual adalah beras premium 15,

1
Perusahaan Umum BULOG perlu merencanakan suatu sistem pengadaan yang
tepat agar persediaan stok beras menjadi optimal. Dampak dari persediaan stok
beras yang optimal maka total biaya persediaaan dapat menjadi minimal, tidak
terjadi penumpukan barang di gudang penyimpanan karena kelebihan stok dan
kebutuhan konsumen terpenuhi.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis membuat formulasi dan
menyelesaikan suatu model pengadaan beras di Perusahaan Umum BULOG Sub
Divisi Regional Banyumas menggunakan Model Economic Order Quantity.
Sedemikian sehingga diperoleh jumlah pengadaan yang tepat agar persediaan
beras optimal.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Berapa banyak jumlah beras premium 15 yang harus dipesan oleh Perusahaan
Umum BULOG Sub Divisi Regional Banyumas setiap kali melakukan
pemesanan agar optimal?
2. Bagaimana siklus pengadaan beras premium 15 dalam satu periode apabila
menggunakan Model Economic Order Quantity (EOQ)?
3. Berapa total biaya yang dikeluarkan Perusahaan Umum BULOG Sub Divisi
Regional Banyumas setiap kali melakukan pemesanan apabila menggunakan
Model Economic Order Quantity (EOQ)?
4. Bagaimana perbandingan total biaya yang dikeluarkan Perusahaan Umum
BULOG Sub Divisi Regional Banyumas dalam satu tahun, sebelum dan
sesudah menggunakan Model Economic Order Quantity (EOQ)?
1.3 Pembatasan Masalah
Masalah yang dibahas dalam Laporan Praktek Kerja Lapangan ini adalah
Optimalisasi Persediaan Beras pada Perusahaan Umum Badan Urusan
Logistik Sub Divisi Regional Banyumas Menggunakan Model Economic
Order Quantity (EOQ) Deterministik untuk memprediksi biaya stok bulan-
bulan berikutnya. Serta dalam permasalahan stok beras ini jenis beras yang
dipesan adalah beras premium 15, permintaan diketahui konstan, pembelian
beras tidak ada discount, tidak diperbolehkan adanya stockout, adanya lead
time (waktu tunggu antara pemesanan dengan waktu kedatangannya).
1.4 Tujuan dan Manfaat
1.4.1 Tujuan dari Praktek Kerja Lapangan ini adalah :

2
1. Menentukan besaran jumlah beras premium 15 yang optimal setiap kali
Perusahaan Umum BULOG Sub Divisi Regional Banyumas melakukan
pemesanan.
2. Menghitung siklus pengadaan beras premium 15 dalam satu periode
dengan menggunakan Model Economic Order Quantity (EOQ).
3. Menentukan total biaya yang dikeluarkan Perusahaan Umum BULOG Sub
Divisi Regional Banyumas setiap kali meakukan pemesanan dengan
menggunakan Model Economic Order Quantity (EOQ).
4. Mengetahui perbandingan total biaya yang harus dikeluarkan Perusahaan
Umum BULOG Sub Divisi Regional Banyumas dalam satu tahun sebelum
dan sesudah menerapkan Model Economic Order Quantity (EOQ)?
1.4.2 Manfaat dari Praktek Kerja Lapangan ini adalah :
1. Bagi Mahasiswa
Menambah wawasan dan pengalaman mahasiswa dalam menerapkan ilmu
matematika ke dalam permasalahan nyata, khususnya dalam penerapan
Model Economic Order Quantity (EOQ).
2. Bagi Perusahaan
Sebagai bahan pertimbangan bagi Perusahaan Umum Badan Urusan
Logistik untuk menentukan kebijakan yang paling tepat terkait dengan
proses pengadaan stok beras premium 15.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Menambah kepustakaan instansi, khususnya dalam penerapan Model
Economic Order Quantity (EOQ) yang dapat digunakan dibidang ilmu
matematika, ekonomi, agribisnis.

1.5 Sistematika Penulisan


Sistematika yang digunakan dalam penyusunan Laporan Praktek Kerja
Lapangan ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab pertama merupakan bab pendahuluan sebagai pengantar untuk
menjelaskan isi laporan secara garis besar. Dalam bab ini terdapat uraian
mengenai latar belakang, permasalahan, pembatasan masalah, tujuan dan
manfaat,serta sistematika penulisan yang digunakan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab kedua berisi dasar teori yang digunakan, dikutip dari berbagai sumber
yang kompeten. Dasar teori dibahas berkaitan dengan optimasi logistik dan

3
inventori dilanjutkan model Economic Order Quantity berserta cara
penyelesaiannya.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ketiga berisi sumber data, metode pengumpulan data dan teknik
pengolahan data.
BAB IV PEMBAHASAN
Bab keempat berisi gambaran umum perusahaan, hasil pengambilan data,
memformulasikan Model Economic Order Quantity (EOQ), komponen
pembentukan model inventori beras premium, pengolahan data, reorder level.
BAB V PENUTUP
Bab kelima berisi kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan optimalisasi
persediaan beras.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Inventori


Setiap perusahaan, baik yang bergerak dibidang perdagangan, pabrik serta
perusahaan jasa selalu melakukan persediaan. Tanpa adanya persediaan, para
pengusaha dihadapi pada risiko bahwa perusahaannya pada suatu waktu tidak
dapat memenuhi keinginan pelanggan yang memerlukan atau meminta barang
atau jasa yang dihasilkan. Hal ini mungkin terjadi, karena tidak selamanya barang-
barang atau jasa-jasa tersedia setiap saat, yang berarti pula bahwa pengusaha
berpotensi kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan yang seharusnya ia
dapatkan. Jadi persediaan sangat penting artinya untuk setiap perusahaan baik
perusahaan yang menghasilkan suatu barang atau jasa. Persediaan ini diadakan
apabila keuntungan yang diharapkan dari persediaan tersebut (terjadinya

4
kelancaran usaha) hendaknya lebih besar daripada biaya-biaya yang ditimbulkan
[1].
Inventori/persediaan adalah sebagai suatu aktiva yang meliputi barang-
barang milik perusahaan dengan maksud untuk menjual dalam suatu periode
usaha yang normal, atau persediaan barang-barang yang masih dalam
pengerjaan/proses produksi, ataupun persediaan barang baku yang menunggu
penggunaannya dalam suatu proses produksi. Jadi persediaan merupakan sejumlah
bahan-bahan, parts yang disediakan dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat
dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barang-barang jadi/pokok yang
disediakan untuk memenuhi permintaan dari komponen atau langganan setiap
waktu [1].
2.2 Fungsi Inventori
Inventori/persediaan memiliki beberapa fungsi, adapun fungsi-fungsinya
sebagai berikut [2]:
1. Fungsi Batch Stock atau Lot Size Inventory
Persediaan dalam jumlah besar (Lot Size Inventory) perlu
mempertimbangkan penghematan-penghematan atau potongan pembelian,
biaya pengangkutan per unit menjadi lebih murah dan sebagainya. Jadi
keuntungan yang diperoleh dari adanya Batch Stock atau Lot Size Inventory
adalah memperoleh adanya potongan harga pada harga pembelian,
memperoleh efisiensi produksi, dan adanya penghematan didalam biaya
pengangkutan.
2. Fungsi Decoupling
Adalah persediaan yang memungkinkan perusahaan dapat memenuhi
permintaan pelanggan tanpa tergantung supplier (pemasok).
3. Fungsi Antisipasi
Merupakan penyimpanan inventori bahan yang fungsinya untuk
penyelamatan jika sampai terjadi keterlambatan datangnya pesanan bahan
dari pemasok atau leveransir. Tujuan utama adalah untuk menjaga proses
konversi agar tetap berjalan lancar.
2.3 Jenis Inventori
Inventori sebagai kekayaan perusahaan, memiliki peranan penting dalam
operasi bisnis. Jenis-jenis inventori dalam pabrik dapat berupa [1]:
1. Persediaan bahan baku (raw materials stock)

5
Persediaan dari barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses
produksi, yang mana dapat diperoleh dari sumber-sumber alam ataupun
dibeli dari supplier (pemasok) atau perusahaan yang menghasilkan bahan
baku bagi perusahaan pabrik yang menggunakannya. Bahan baku
diperlukan oleh pabrik untuk diolah, yang setelah melalui beberapa proses
diharapkan menjadi barang jadi (finished goods), contoh benang yang diolah
menjadi kain atau kaos, kapas dipintal menjadi benang, dan kulit diolah
menjadi sepatu. Jadi pengertian dari bahan baku meliputi semua bahan yang
dipergunakan dalam perusahaan pabrik, kecuali terhadap bahan-bahan yang
secara fisik akan digabungkan dengan produk yang dihasilkan oleh
perusahaan pabrik tersebut.

2. Persediaan bagian produk atau parts yang dibeli (purchase/componenst


parts)
Persediaan barang-barang yang terdiri dari parts yang diterima dari
perusahaan lain, yang dapat secara langsung dikombinasikan dengan parts
lain, tanpa melalui proses produksi sebelumnya. Jadi bentuk barang yang
merupakan parts ini tidak mengalami perubahan dalam operasi. Misalnya
pabrik mobil, dimana dalam hal ini bagian-bagian dari mobil tersebut tidak
diproduksi dalam pabrik mobil, tetapi diproduksi perusahaan lain.
3. Bahan-bahan pembantu (supplies stock)
Persediaan barang-barang atau bahan-bahan yang diperlukan dalam proses
produksi untuk membantu berhasilnya produksi atau yang dipergunakan
dalam bekerjanya suatu perusahaan, tetapi tidak merupakan bagian atau
komponen dari barang jadi. Misalnya minyak solar dan minyak pelumas.
4. Barang dalam proses (work in process/progress stock)
Persediaan barang-barang yang keluar dari tiap-tiap bagian dalam satu
pabrik atau bahan-bahan yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi
lebih perlu diproses kembali untuk kemudian menjadi barang jadi. Jadi
pengertian dari barang setengah jadi atau barang dalam proses adalah
barang-barang yang belum berupa barang jadi, tetapi masih merupakan
proses lebih lanjut lagi di pabrik itu sehingga menjadi barang jadi yang
sudah siap jual.

6
5. Persediaan barang jadi (finished goods stock)
Persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam
pabrik dan siap untuk dijual kepada pelanggan atau perusahaan lain. Jadi
barang jadi ini merupakan produk selesai dan telah siap untuk dijual.
Misalnya baju siap pakai dan mobil.
2.4 Pengendalian Inventori
Pentingnya manajemen inventori yang efektif berhubungan langsung
dengan besarnya investasi dalam inventori. Untuk mengontrol investasi dalam
inventori, manajemen harus memecahkan dua masalah, yaitu masalah besarnya
pesanan (order quantity) dan masalah batas pemesanan. Dalam hal ini ada tiga hal
yang harus benar-benar diperhatikan. Pertama, harus ada persediaan dasar sebagai
penyeimbang keluar masuknya barang. Kedua, perlu selalu ada persediaan
pengaman (safety stock). Ketiga, dimungkinkan dibutuhkan tambahan persediaan
antisipasi (anticipation stock) [3].

1. Masalah besarnya pesanan.


Masalah besarnya pesanan menyangkut soal penentuan banyak pesanan
untuk barang-barang inventori. Economic Order Quantity (EOQ)
merupakan konsep paling penting dalam pengendalian persediaan barang.
Dalam hal ini kita harus bisa menentukan jumlah optimal barang yang
dipesan dengan ditentukannya kebutuhan/penggunaan dalam suatu periode
tertentu, biaya pesan dan biaya simpan.
2. Masalah batas pesanan.
Ada dua faktor yang menentukan perkiraan batas pesanan yaitu:
 Lamanya mendapatkan persediaan atau waktu pengiriman
yang diperlukan.
 Besarnya cadangan pengaman yang diinginkan.
Kemudian dalam pengendalian persediaan terdapat beberapa fungsi, diantaranya :
1. Siklus persediaan (Inventory Cycle)
Siklus persediaan berkaitan dengan membeli atau menyediakan dalam
jumlah lebih besar dari yang dibutuhkan. Alasannya karena faktor
ekonomis, dengan jumlah yang besar akan mendapatkan diskon besar pula.

7
Di samping itu, hambatan–hambatan berupa faktor teknologi, transportasi
dan lain–lain.

2. Persediaan pengaman (Safety Stock )


Mencegah terhadap ketidaktentuan persediaan. Artinya, sebelum persediaan
habis harus dipersiapkan sejumlah persediaan, jika disuatu saat ternyata
persediaan habis sedangkan pemesanan kembali tidak bisa tersedia seketika
itu. Ketika ada permintaan dari pelanggan sedangkan persediaan habis maka
akan timbul stock out cost yang mungkin tidak kecil, yaitu biaya pengganti
atau biaya karena kehabisan barang.

2.5 Parameter-parameter Inventori


Tujuan yang hendak dicapai dalam penyelesaian masalah inventori adalah
meminimalkan total biaya inventori. Biaya inventori merupakan
keseluruhan biaya operasi atas sistem inventori. Adapun unsur-unsur yang
mempengaruhi biaya inventori adalah sebagai berikut [1] :

1. Biaya pembelian (purchase cost)


Biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku/barang. Faktor biaya
pembelian menjadi sangat berarti ketika supplier memberikan sejumlah
diskon kepada perusahaan untuk pembelian dalam jumlah barang yang
banyak. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh perusahaan untuk menurunkan
biaya total persediaan.
2. Biaya pemesanan (ordering cost)
Biaya yang dikeluarkan ketika terjadi proses pemesanan suatu barang. Biaya
ini dapat meliputi biaya menugaskan karyawan utuk melakukan pemesanan,
biaya ongkos kirim barang, biaya uji kualitas bahan baku, biaya kontrak
pembelian. Jumlah pemesanan yang sedikit berakibat frekuensi pemesanan
semakin sering dilakukan dan berakibat biaya pemesanan menjadi tinggi
dan sebaliknya jumlah pemesanan barang yang banyak berakibat frekuensi

8
pemesanan menjadi semakin jarang dilakukan dan berakibat biaya
pemesanan menjadi rendah.
3. Biaya penyimpanan (holding cost atau carrying cost)
Biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pemeliharaan, sewa tempat,
asuransi atas barang/bahan baku yang ada. Semakin banyak persediaan
barang berakibat biaya penyimpanan semakin besar. Beberapa hal yang
termasuk biaya penyimpanan adalah biaya pergudangan (storage cost) yang
terdiri dari biaya sewa gudang, upah dan gaji tenaga pengawas dan
pelaksana pergudangan, biaya perawatan material handling di gudang, biaya
administrasi gudang dan biaya lain-lainnya. Selain biaya pergudangan, yang
termasuk biaya penyimpanan adalah asuransi atas persediaan, pajak,
kerusakan, kecurian, dan turunnya nilai/harga dalam persediaan.

4. Biaya kekurangan (stockout cost)


Biaya yang timbul akibat kehabisan bahan baku/barang sehingga berakibat
perusahaan berhenti produksi/beroperasi. Kekurangan bahan baku dapat
berakibat hilangnya pendapatan yang potensial dan hilangnya kepercayaan
konsumen perusahaan
Berdasarkan keterangan poin 1 sampai 4, biaya pemesanan memiliki sifat
yang positif-linier dengan frekuensi pemesanan. Semakin sering dilakukan
pemesanan, maka biaya pemesanan semakin tinggi. Sebaliknya, biaya
penyimpanan memiliki hubungan yang negatif-linier dengan frekuensi
pemesanan, yakni semakin sering pemesanan barang dilakukan, maka
semakin kecil biaya penyimpanannya. Hubungan biaya pemesanan, biaya
penyimpanan dan jumlah biaya pada model EOQ dapat diperlihatkan dalam
Gambar 2.1 sebagai berikut [4] :

Rp
(Cost)

9
Annual total cost
( total biaya persediaan)

Annual holding cost


(biaya penyimpanan)

Annual ordering cost


(biaya pemesanan)

q ( jumlah pemesanan)
q*

Gambar 2.1 Kurva biaya total inventori

2.6 Pengertian Model


Economic Order
Quantity (EOQ)
Economic Order
Quantity (EOQ) dikembangkan
pertama kali oleh F. W. Harris
Westinghouse
Coporation pada tahun 1915. Economic Order Quantity (EOQ) adalah salah satu
model manajemen inventori. EOQ sangat berguna untuk menentukan kuantitas
pesanan inventori yang dapat meminimalkan biaya penyimpanan dan biaya
pemesanan inventori. EOQ juga berguna untuk mengatasi masalah yang berkaitan
dengan ketidakpastian melalui inventori pengaman (safety stock). EOQ adalah
jumlah kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya yang minimal atau

10
sering dikatakan sebagai jumlah pembelian yang optimal. Pada pendekatan
Economic Order Quantity (EOQ), tingkat ekonomis dicapai pada keseimbangan
antara biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.

Jika inventori besar maka biaya pemesanan turun tetapi biaya penyimpanan
naik. Sebaliknya, jika inventori kecil maka biaya pemesanan naik tetapi biaya
penyimpanan turun. Dalam menentukan EOQ sangat dipengaruhi oleh faktor
tinggi rendahnya tingkat permintaan bahan baku hingga datangnya pesanan.
Dengan adanya faktor tersebut EOQ diklasifikasikan menjadi 2 model yaitu
model deterministik dan probalistik.
2.6.1. Model Economic Order Quantity(EOQ) Deterministik
EOQ deterministik adalah suatu model EOQ dimana parameter sistem
pengawasan sediaan dianggap selalu sama atau tidak berubah. Berikut ini jenis-
jenis model persediaan deterministik:
a. Model EOQ Klasik (sederhana)
b. Model EOQ Back Order
c. Model EOQ Fixed Production Rate
d. Model EOQ Quantity Discount
Sedangkan dalam permasalahan di Perusahaan Umum Badan Urusan
Logistik Sub Divisi Regional Banyumas yang dibahas dalam hal ini hanya analisa
pembelian, maka model yang digunakan adalah Model EOQ Klasik (sederhana).
Asumsi yang digunakan dalam EOQ deterministik klasik (sederhana) adalah
sebagai berikut [5]:

1. Pemesanan Berulang (repetitive ordering)


Pemesanan dilakukan berulang-ulang dalam periode waktu (siklus) tertentu.
Jumlah pemesanan EOQ sama dengan jumlah yang dikirim (delivery
quantities). Jika jumlah yang dikirim lebih kecil, sediaan rata-rata dalam
model EOQ tidak valid.
2. Permintaan Konstan (constant demand)
Permintaan rata-rata bersifat konstan, digambarkan dengan distribusi yang
tidak berubah dengan waktu. Karenanya jika ada kecenderungan atau

11
pengaruh musiman yang kuat dalam kebutuhan tahunan rata-rata, model
EOQ sederhana tidak sesuai.

3. Waktu Tunggu atau Tenggang Konstan (constant lead time)


Waktu tunggu untuk setiap pesanan telah diketahui konstan. Waktu tunggu
disini adalah waktu antara barang dipesan sampai barang datang dan masuk
gudang penyimpanan.

4. Pemesanan secara Terus Menerus (continuous ordering)


Pemesanan dilakukan secara terus menerus agar dapat memenuhi
permintaan konsumen.
Jadi untuk dapat digunakan model EOQ deterministik sederhana, maka harus
dipenuhi asumsi-asumsi berikut:
1. Barang yang dipesan dan disimpan hanya barang sejenis
(homogen),
2. Permintaan per periode diketahui dan konstan,
3. Ordering cost konstan,
4. Holding cost berdasarkan rata-rata persediaan,
5. Harga barang per unit konstan,
6. Tidak ada discount pembelian,
7. Barang yang dipesan segera tersedia (tidak diijinkan back order).
Sehingga model yang digunakan dalam menyelesaikan Laporan Praktek
Kerja Lapangan ini adalah model EOQ klasik dengan no shortage allowed (tidak
diperbolehkan terjadi kekosongan barang). Ketentuan model no shortage allowed
adalah tidak diperbolehkan terjadi kekurangan stok persediaan dalam gudang,
setiap proses yang berkaitan dengan proses produksi akan selalu dapat
dilaksanakan oleh karena gudang tidak mengalami kekurangan persediaan [4].
Total biaya per satu kali pesan Tc (q) dalam kasus no shortage allowed
(tidak diperbolehkan terjadi kekosongan barang) dapat dicari dengan
menjumlahkan total biaya pemesanan, total biaya pembelian, dan total biaya
perawatan atau penyimpanan.

12
Tc (q) = total biaya pemesanan + total biaya pembelian + total biaya
perawatan
Jika diasumsikan jumlah pemesanan adalah q unit, dan permintaan per tahun
adalah D unit dimana:
1. Total biaya pemesanan (K) adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh suatu
organisasi karena pemesanan suatu barang.
2. Total biaya pembelian (Tb) adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh suatu
organisasi karena pembelian suatu barang.
3. Total biaya penyimpanan (Ts) adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh
suatu organisasi yang berkaitan dengan penyimpanan persediaan di dalam
gudang. Semakin banyak dan semakin lama barang itu disimpan, maka
semakin besar biaya penyimpanan itu. Misalkan, biaya sewa gudang, biaya
kerusakan atau penyusutan, biaya kecurian barang, dan sebagainya.
Secara matematis total biaya penyimpanan dirumuskan sebagai berikut :
q
Ts= .C h .T (2.1)
2
Sedangkan total biaya pembelian sebagai berikut :
Tb= p . q (2.2)
Sehingga diperoleh total biaya Tc(q) :
Tc ( q ) =K +Tb+Ts (2.3)

Substitusikan persamaan (2.1) dan (2.2) ke dalam persamaan (2.3), diperoleh :


q
Tc ( q ) =K + p .q + . C h . T (2.4)
2

Keterangan :
Tc(q) : total biaya per satu kali pesan

K : biaya pemesanan (order cost) satu kali pemesanan

D : jumlah permintaan per tahun

p : biaya pembelian per unit

13
Ch : biaya perawatan (holding cost) per unit per satuan waktu

T : waktu satu siklus pemesanan (cycle)

q : jumlah pemesanan (barang yang dipesan per pemesanan)

f : frekuensi pemesanan per satuan waktu


Jika jumlah barang setiap kali pesan sebesar q unit dan jumlah permintaan dalam
setahun adalah D unit, maka frekuensi pemesanan dalam satu tahun adalah :
D
f=
q
(2.5)
1
Dengan f = maka diperoleh waktu satu siklus pemesanan adalah :
T
1 q
T= = (2.6)
f D
Gambar 2.2 berikut adalah besarnya stok apabila q merupakan besarnya
pesanan untuk kasus no shortage allowed (tidak diperbolehkan terjadi kekosongan
barang) q

T
T1 T2 T3

Gambar 2.2 Grafik no shortage allowed

Total biaya per satuan waktu c (q) dapat dihitung dengan cara membagi total
biaya dengan satuan waktu, sebagai berikut:

14
Tc( q) K p . q Ch . q . T
c ( q )= = + +
T T T 2T
(2.7)

q
Dengan T = maka diperoleh total biaya persediaan per satuan waktu yaitu:
D

K.D C .q
c ( q )= + p . D+ h (2.8)
q 2

Untuk mencari nilai q yang meminimalkan c (q) , maka turunan pertama


c (q) terhadap q sama dengan nol.

−KD C h
c ' ( q )= 2
+ =0
q 2
(2.9)

C h KD
= 2
2 q
(2.10)

2
q . Ch=2. K . D
(2.11)

2 KD
q 2=¿ Ch
(2.12)

Oleh karena itu, diperoleh jumlah pemesanan optimal sebagai berikut:

q ¿=
√ 2 KD
Ch
(2.13)

Persamaan q ¿=
√ 2 KD
Ch
merupakan peminimal dari fungsi c (q) asalkan

turunan kedua c ( q ) terhadap q lebih besar dari nol c (q)>0)


¿

15
c (q)= {2KD } over {{q } ^ {3 }
(2.14)

Karena c (q)= {2KD } over {{q } ^ {3 } ¿ 0 , maka q¿ merupakan


pembuat minimal fungsi c (q) atau fungsi c (q) akan mencapai nilai

¿
minimal pada saat q =
√ 2 KD
Ch
.

2.6.2. Re Order Level (ROL)


Asumsi bahwa barang yang dipesan segera tersedia pada kenyatannya
jarang terpenuhi, karena banyak faktor yang menyebabkan hal ini terjadi karena
kegiatan penyediaan atau pemesanan barang perlu tenggang waktu (lead time)
hingga barang pesanan bisa tersedia. Saat kapan pemesanan kembali dilakukan
hingga barang yang dipesan tersedia disebut titik pemesanan kembali (Re Order
Level). ROL diperoleh dari hasil kali lead time (L) dan tingkat kebutuhan per
satuan waktu/daily demand (d), secara matematis ditulis:
ROL=d x L (2.15)

Untuk memperlihatkan besar Re Order Level (ROL) dapat digambarkan dalam


Gambar 2.3 sebagai berikut:

Slope=d
Siklus
Pemesanan

Gambar 2.3 Re Order Level

16
BAB III

METODOLOGI PENULISAN

3.1 Sumber data


Pengumpulan data dilakukan dengan Praktek Kerja Lapangan selama 26
hari yang dimulai dari 17 Desember 2018 sampai dengan 11 Januari 2019 di
Perusahaan Umum BULOG Sub Divisi Regional Banyumas. Adapun metode
yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penulisan laporan PKL ini
adalah sebagai berikut:

a. Data Primer

“Data Primer merupakan data yang dikumpulkan sendiri oleh perorangan


atau suatu organisasi langsung dari objeknya” [6]. Data primer diperoleh
secara langsung melalui observasi dan wawancara dengan Ketua Seksi
Komersial, Ketua Seksi Operasional dan Pelayanan Publik, Staf bagian
Pengadaan dan SATGAS (Satuan Tugas) di Perusahaan Umum BULOG Sub
Divisi Regional Banyumas mengenai mekanisme pengadaan beras premium
dan perawatannya.

3.2 Metode Pengumpulan Data


Metode yang digunakan untuk memperoleh data dari Praktek Kerja
Lapangan ini adalah metode wawancara dimana wawancara dilakukan dengan

17
cara mengajukan pertanyaan secara lisan terhadap pihak yang terkait. Dalam
hal ini penulis melakukan wawancara dengan Ketua Seksi Komersial, Ketua
Seksi Operasional dan Pelayanan Publik, Staf bagian Pengadaan dan SATGAS
(Satuan Tugas).
Selain itu, dilakukan juga pengamatan secara langsung terhadap Gudang
Cindaga milik Perusahaan Umum BULOG Sub Divisi Regional Banyumas
agar mengetahui gambaran secara umum tentang kondisi kerja di perusahaan
dan mengambil data melalui dokumen perusahaan yang tersedia.

3.3 Teknik Pengolahan Data

Setelah memperoleh data dari hasil Praktek Kerja Lapangan, maka


langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan dan analisa sehingga
tujuan dari penulisan laporan ini terpenuhi yaitu pengoptimalan persediaan
beras pada Perusahaan Umum BULOG Sub Divisi Regional Banyumas.
Adapun langkah-langkah pengolahan data adalah sebagai berikut :

1. Memformulasikan model yang cocok untuk data yang diperoleh.

2. Menentukan jumlah pembelian yang optimal dalam satu siklus.

3. Menentukan waktu pembelian yang efektif, meliputi siklus pemesanan,


frekuensi pemesanan selama satu periode perencanaan, serta Re Order
Level.

4. Melakukan perhitungan total biaya persediaan yang dikeluarkan dalam


satu periode perencanaan.

18
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini dijelaskan penyelesaian masalah yang telah dirumuskan


dengan menggunakan model Economic Order Quantity (EOQ) yang memiliki
Reorder Level.

4.1 Gambaran Umum Perusahaan


4.1.1 Sejarah Perusahaan
Perjalanan Perum BULOG dimulai pada saat dibentuknya BULOG pada
tanggal 10 Mei 1967 berdasarkan keputusan presidium kabinet
No.114/U/Kep/5/1967, dengan tujuan pokok untuk mengamankan penyediaan
pangan dalam rangka menegakkan eksistensi pemerintahan baru. Selanjutnya
direvisi melalui Keppres No.39 tahun 1969 tanggal 21 Januari 1969 dengan tugas
pokok melakukan stabilisasi harga beras, dan kemudian direvisi kembali melalui
Keppres No.39 tahun 1987, yang dimaksudkan untuk menyongsong tugas
BULOG dalam rangka mendukung pembangunan komoditas pangan yang multi
komoditas.
Perubahan berikutnya dilakukan melalui Keppres No.103 tahun 1993 yang
memperluas tanggung jawab BULOG mencakup koordinasi pembangunan pangan

19
dan meningkatkan mutu pangan yaitu ketika Kepala BULOG dirangkap oleh
Menteri Negara Urusan Pangan.
Pada tahun 1995 keluar Keppres No. 50, untuk menyempurnakan struktur
organisasi BULOG yang pada dasarnya bertujuan untuk lebih mempertajam tugas
pokok, fungsi, serta peran BULOG. Oleh karena itu, tanggung jawab BULOG
lebih difokuskan pada peningkatan stabilisasi dan pengelolaan persediaan bahan
pokok dan pangan.
Tugas pokok BULOG sesuai Keppres tersebut adalah mengendalikan harga
dan mengelola persediaan beras, gula, gandum, terigu, kedelai, pakan dan bahan
pangan lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam rangka
menjaga kestabilan harga bahan pangan bagi produsen dan konsumen serta
memenuhi kebutuhan pangan berdasarkan kebijaksanaan umum pemerintah.
Namun tugas tersebut berubah dengan keluarnya Keppres No.45 tahun
1997, dimana komoditas yang dikelola BULOG dikurangi dan tinggal beras dan
gula. Kemudian melalui Keppres No.19 tahun 1998, ruang lingkup komoditas
yang ditangani BULOG kembali dipersempit. Pada Keppres tersebut, tugas pokok
BULOG dibatasi hanya untuk menangani komoditas beras. Sedangkan komoditas
lain yang dikelola selama ini dilepaskan ke mekanisme pasar. Arah pemerintah
mendorong BULOG menuju suatu bentuk badan usaha mulai terlihat dengan
terbitnya Keppres No.29 tahun 2000, dimana didalamnya tersirat BULOG sebagai
organisasi transisi (tahun 2003) menuju organisasi yang bergerak dibidang jasa
logistik disamping masih menangani tugas tradisionalnya.
Pada Keppres No.29 tahun 2000 tersebut, tugas pokok BULOG adalah
melaksanakan tugas pemerintah dibidang manajemen logistik melalui pengelolaan
persediaan, distribusi, dan pengendalian harga beras(mempertahankan Harga
Pembelian Pemerintah-HPP), serta usaha jasa logistik sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Arah perubahan tersebut semakin kuat dengan
keluarnya Keppres No.166 tahun 2000, yang selanjutnya diubah menjadi Keppres
No.103/2000, kemudian diubah lagi dengan Keppres No.03 tahun 2002 tanggal 7
Januari 2002 dimana tugas pokok BULOG masih sama dalam ketentuan dalam
Keppres No.29 tahun 2000, tetapi dengan nomenklatur yang berbeda dan memberi
waktu masa transisi sampai dengan tahun 2003. Akhirnya dengan dikeluarkannya

20
Peraturan Pemerintah RI No.7 tahun 2003 BULOG resmi beralih status menjadi
Perusahaan Umum (Perum) BULOG yang memiliki peranan penting dalam
pengendalian pangan nasional.
4.1.2 Visi dan Misi Perusahaan
Visi Perum BULOG adalah menjadi perusahaan pangan yang unggul dan
terpercaya dalam mendukung terwujudnya kedaulatan pangan.

Misi Perum BULOG adalah :


1. Menjalankan usaha logistik pangan pokok dengan mengutamakan layanan
kepada masyarakat.
2. Melaksanakan praktik manajemen unggul dengan dukungan sumber daya
manusia yang professional teknologi yang terdepan dan sistem yang
terintegrasi.
3. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik serta senantiasa
melakukan perbaikan yang berkelanjutan.
4. Menjamin ketersediaan, keterjangkauan, dan stabilitas komoditas pangan
pokok.

4.2 Hasil Pengambilan Data


4.2.1 Pengadaan Beras Premium 15
Sesuai peran sebagai pengelola 11 komoditi pangan pokok, BULOG
menjual beras premium 15 yang dijual kepada masyarakat memalui RPK (Rumah
Pangan Kita). Beras premium 15 adalah beras yang memiliki karakteristik derajat
sosoh minimal 95%, kadar air maksimal 14%, butir patah maksimal 15%. Untuk
memenuhi kebutuhan beras premium 15, BULOG melakukan kerjasama dengan
produsen beras baik perorangan maupun kelompok.
Biaya pemesanan adalah biaya yang dikeluarkan ketika terjadi proses
pemesanan suatu barang. Biaya pemesanan bersifat konstan, tidak bergantung
pada jumlah barang yang dipesan. Biaya ini dapat meliputi biaya menugaskan
karyawan untuk melakukan pemesanan, biaya ongkos kirim barang, biaya uji
kualitas bahan baku, biaya kontrak pembelian [1]. Biaya yang dikeluarkan
BULOG untuk melakukan pemesanan beras adalah biaya mengirim SATGAS
(Satuan Tugas) untuk melakukan pemesanan beras sebesar Rp 50.000,00 dan

21
biaya survei kualitas beras sebesar Rp 5.019,00 sehingga total biaya pemesanan
adalah sebesar Rp 55.019,00. Dan untuk biaya yang lain seperti biaya transportasi,
biaya keluar-masuk barang ke gudang, serta biaya pengemasan dihitung per
kilogram beras.

4.2.2 Analisa Biaya Pengadaan Beras Premium 15


Biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan beras premium 15 meliputi
beberapa biaya berikut :
1. Biaya Perawatan
Perawatan terdiri dari spraying dan fumigasi
a. Spraying
Spraying adalah suatu tindakan penyemprotan insektisida pada kemasan
dan pada dinding gudang. Spraying biasanya dilakukan sebulan sekali
di Gudang Cindaga milik Perusahaan Umum BULOG Sub Divisi
Regional Banyumas dengan biaya sebesar Rp. 400,00/ton.
b. Fumigasi
Fumigasi adalah suatu cara untuk membunuh serangga hama gudang
dengan menggunakan senyawa kimia dilakukan 3 bulan sekali, dengan
biaya Rp. 7.270,00/ton.
2. Biaya Operasional Non Penyimpanan
Biaya operasionalnya meliputi :
a.) Harga beras premium 15 sebesar Rp. 9.500,00/kg
b.) Tenaga kerja (lapangan)
- Biaya timbang beras (OPSLAG) sebesar Rp. 12,00/kg
- Angkut sebesar Rp.145,00/kg
- Biaya bongkar beras di gudang sebesar Rp. 12,00/kg
c.) Pengemasan
Biaya pengemasan yaitu biaya harga karung kemasan 10 kg sebesar Rp.
300,00/karung, atau sebesar Rp. 30,00/kg

Rincian biaya-biaya dalam pengadaan beras premium 15 di Perusahaan


Umum BULOG Sub Divisi Regional Banyumas diasumsikan selalu konstan
(tidak ada perubahan harga). Serta dalam setiap kali melakukan pemesanan
tidak ada potongan harga (discount) berapapun jumlah barang yang dipesan.

22
4.2.3 Hasil Pengamatan
Badan Urusan Logistik (BULOG) memiliki lima hari kerja dalam seminggu.
Sehingga dari pengamatan selama 26 hari di Perusahaan Umum BULOG Sub
Divisi Regional Banyumas diperoleh data permintaan beras premium pada tabel
berikut :
Tabel 4.1 Data Permintaan Beras Premium 15 Tahun 2018

Bulan Jumlah Permintaan Beras


Januari 19.400
Februari 44.500
Maret 36.100
April 23.500
Mei 27.200
Juni 53.350
Juli 32.485
Agustus 38.350
September 18.300
Oktober 34.850
November 74.970
Desember 27.176
Jumlah 430.181
Sumber : Perusahaan Umum BULOG Sub Divisi Regional Banyumas
Sumber data dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.
Terlihat bahwa jumlah permintaan selama 1 tahun adalah sebanyak 430.181
kilogram. Beras yang dipesan selalu tersedia dan tidak diperbolehkan terjadinya
kehabisan stok (stockout). Serta selama pengamatan diketahui ada waktu tunggu
(Lead Time) selama 3 hari. Lama satu periode perencanaan adalah satu tahun (1
tahun = 52 minggu).

4.3 Memformulasikan Model Economic Order Quantity (EOQ)


Berdasarkan data yang diperoleh dari pengamatan di Perusahaan Umum
BULOG Sub Divisi Regional Banyumas, untuk memformulasikan model
Economic Order Quantity (EOQ) deterministik, maka data tersebut harus
memenuhi asumsi-asumsi yang ada pada model EOQ, antara lain :
1. Barang yang dipesan dan disimpan hanya barang sejenis (homogeny),

23
2. Permintaan per periode diketahui dan konstan,
3. Ordering Cost konstan,
4. Holding Cost berdasarkan rata-rata persediaan,
5. Harga barang per unit konstan,
6. Tidak ada discount pembelian,
7. Barang yang dipesan segera tersedia (tidak diijinkan back order).
Karena dari data pengamatan hanya diamati satu jenis beras premium 15,
permintaan per periode diketahui dan konstan yaitu 430.181 kg/tahun, biaya
pemesanan (Ordering Cost) diketahui dan konstan yaitu sebesar Rp. 55.019,00
biaya penyimpanan diketahui yaitu dari rata-rata penyimpanan dikalikan biaya
perawatan per kg beras, harga beras premium 15 diketahui dan konstan yaitu
sebesar total dari biaya satu paket per kg beras, serta dari pengamatan diketahui
bahwa tidak ada discount dan tidak diperbolehkan adanya backorder/stockout,
maka model Economic Order Quantity(EOQ) deterministik klasik (sederhana)
cocok digunakan untuk menyelesaikan permasalahan pengadaan beras premium
15 di Perusahaan Umum BULOG Sub Divisi Regional Banyumas.
Berdasarkan persamaan yang ada pada poin (2.4) pada Bab 2 Landasan
Teori diperoleh persamaan untuk menghitung total biaya Tc(q) adalah sebagai
berikut :
q
Tc ( q ) =K + p .q + . C h . T (2.4)
2

Total biaya per satuan waktu c (q) dapat dihitung berdasarkan persamaan yang
ada pada poin (2.8) pada Bab 2 Landasan Teori sebagai berikut :

K.D C .q
c ( q )= + p . D+ h (2.8)
q 2

Sedangkan jumlah pemesanan yang optimal q¿ dapat dihitung berdasarkan


persamaan yang ada pada poin (2.13) pada Bab 2 Landasan Teori sebagai berikut :

q ¿=
√ 2 KD
Ch
(2.13)

Karena ada Lead Time (Waktu Tunggu) sebanyak 3 hari maka dihitung ROL (Re
Order Level) berdasarkan persamaan yang ada pada poin (2.15) pada Bab 2
Landasan Teori sebagai berikut :

24
ROL=d x L (2.15)

Berikut parameter yang digunakan dalam penyelesaian model :


K : biaya pemesanan beras (Ordering Cost) per pemesanan,
Ch : biaya perawatan atau penyimpanan (Holding Cost) per kg per tahun,
p : biaya beli per kg beras,
D : jumlah permintaan per tahun,
d : jumlah permintaan harian,
q : jumlah pemesanan (kg),
¿
q : jumlah pemesanan optimal (kg),
T : waktu yang diperlukan untuk satu siklus,
f : frekuensi pemesanan per tahun,
Tc(q) : total biaya persediaan satu siklus,
c (q) : total biaya persediaan selama satu tahun,
L : Lead Time (waktu tunggu saat pemesanan sampai barang datang).
4.4 Komponen Pembentukan Model Inventori Beras Premium 15
1. Biaya pemesanan ( K )
Biaya pemesanan adalah biaya yang dikeluarkan ketika terjadi proses
pemesanan suatu barang. Biaya pemesanan bersifat konstan, tidak
bergantung pada jumlah barang yang dipesan. Biaya ini dapat meliputi biaya
menugaskan karyawan untuk melakukan pemesanan, biaya ongkos kirim
barang, biaya uji kualitas bahan baku, biaya kontrak pembelian. Biaya yang
dikeluarkan BULOG untuk melakukan pemesanan beras premium 15 adalah
biaya mengirim SATGAS (Satuan Tugas) untuk melakukan pemesanan
beras sebesar Rp. 50.000,00 dan biaya survei kualitas beras sebesar Rp.
5.019,00 sehingga total biaya pemesanan adalah sebesar Rp. 55.019,00 /
pemesanan.
2. Jumlah permintaan per tahun ( D )
Jumlah permintaan selama satu tahun yaitu 430.181 kg
3. Biaya pengadaan ( p )
Biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan beras premium 15 meliputi harga
beras sebesar Rp. 9.500,00/kg, opslag (biaya timbang beras) sebesar Rp.
12,00/kg, biaya angkut Rp. 145,00/kg, biaya bongkar beras di gudang
sebesar Rp. 12,00/kg, biaya harga karung kemasan 10 kg sebesar Rp.
300,00/karung atau sebesar Rp. 30,00/kg. Biaya pengadaan tersaji dalam
tabel 4.2 berikut :
Tabel 4.2 Biaya Pengadaan Beras Premium

25
No. Jenis Pengeluaran Biaya/kg
1 Harga Beras Rp.9.500,00
2 Opslag Rp. 12,00
3 Angkut Rp. 145,00
5. Biaya bongkar beras Rp. 12,00
di gudang
4 Pengemasan Rp. 30,00
Jumlah ( p ) Rp.9.699,00
4. Biaya penyimpanan ( Ch )
Biaya penyimpanan untuk pengadaan beras premium 15 terdiri dari biaya
Fumigasi sebesar Rp. 7.270,00 per ton/3 bulan dan biaya Spraying sebesar
Rp. 400,00 per ton/bulan. Biaya penyimpanan tersaji dalam disajikan dalam
tabel 4.3 berikut :
Tabel 4.3 Biaya Penyimpanan Beras di Gudang BULOG

No Jenis Besar Pengeluaran Pengeluaran per


. Pengeluaran kg/tahun
1 Fumigasi Rp. 7.270,00- per ton/3 bulan Rp. 29,08
2 Spraying Rp. 400,00- per ton/bulan Rp. 4,8
Jumlah ( Ch ) Rp. 33,88
Sumber : Perusahaan Umum BULOG Sub Divisi Regional Banyumas
Sumber data biaya penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 3.
5. Jumlah pemesanan ( q ) dan pemesanan optimal ( q ¿ ).
6. Tenggang waktu antara pembelian satu dengan pembelian selanjutnya atau
siklus ( T ).
7. Frekuensi pemesanan selama satu tahun ( f ).
4.5 Pengolahan Data
Dari data pengamatan diperoleh nilai-nilai sebagai berikut :
D = 430.181 kg/tahun
K = Rp. 55.019,00 per pemesanan
p = Rp. 9.699,00 per kg
Ch = Rp. 33,88 per kg/tahun
Sehingga dapat dicari pemesanan beras yang optimal ( q ¿ ) dan waktu
pemesanan optimal ( T ), dimana
q ¿=
√ 2 KD
Ch


¿
2 ( 55019 ) (430181)
33,88
¿ 37378,79147 ≈ 37379 kg kg.
Jadi, diperoleh jumlah pemesanan optimal adalah 37.379 kg/siklus
pemesanan. Selanjutnya akan dicari siklus ( T ¿ ), karena Badan Urusan

26
Logistik (BULOG) memiliki 5 hari kerja dalam seminggu, maka T¿
dihitung sebagai berikut :
¿
¿ q
T=
D
37379
¿
430181
¿ 0,086891331 tahun
¿ 0,086891331× 52=4,518349253 minggu
¿ 4,518349253 ×5 hari ¿ 22,59174626 ≈ 23 hari.

Diperoleh waktu pemesanan optimal adalah 23 hari aktif kerja.

Selanjutnya akan dihitung frekuensi pemesanan beras yang optimal dimana

¿ 1 D
f = =
T ¿ q¿

430181
¿ =11,50862784 ≈ 12 kali pemesanan.
37379

Jadi, agar biaya yang dikeluarkan minimal, maka BULOG harus memesan beras
premium 15 sebanyak 37379 kg/ 23 hari kerja. Selama satu tahun harus dilakukan
12 kali pemesanan.

Total biaya yang dibutukan setiap kali melakukan pemesanan :

¿
¿ ¿ q ¿
Tc ( q )=K + p q + Ch T
2

( 37379 ) ( 33,88)(23)
¿ 55019+ ( 9699 ) .(37379)+
2

¿ 55019+362538921+ 14563605,98

¿ 377.157 .546 per satu kali pesan

Jadi biaya yang dibutuhkan sebesar Rp. 377.157.546,00

27
Total biaya yang dibutuhkan dalam satu tahun yaitu :

K.D Ch . q¿
c ( q¿ )= + p . D+
q¿ 2

( 55019 ) . ( 430181 ) ( 33,88 ) . ( 37379 )


¿ + ( 9699 ) . ( 430181 )+
37379 2

¿ 633193,1951+ 4172325519+633200,26

¿ 4.173 .591.912,00 per tahun

Jadi biaya yang dibutuhkan sebesar Rp. 4.173.591.912,00 per tahun.

4.6 Re Order Level


Karena terdapat lead time ( L ) atau waktu tunggu antara pemesanan dan
masuknya barang selama 3 hari, maka beras tidak bisa dipesan pada saat beras
tersebut habis. Karena lead time 3 hari ¿ T ¿ =23 hari maka Reorder Level
(ROL) dapat dihitung dengan :
ROL=d × L

3
ROL=430.181× =4963,626923≈ 4964 kg
52.5

Sehingga pemesanan beras premium 15 dilakukan kembali sebesar 37.379 kg jika


stok beras di gudang tinggal 4.964 kg atau tersisa 500 kemasan (karena beras
dikemas dalam bentuk 10 kg).

4.7 Pengendalian Persediaan Berdasarkan Kebijakan Perusahaan

Dari data pengamatan diperoleh nilai-nilai sebagai berikut :

D = 430.181 kg/tahun

K = Rp.55.019,00 per pemesanan

28
p = Rp. 9.699,00 per kg

Ch = Rp. 32,944 per kg/tahun

1. Frekuensi Pemesanan
Frekuensi pemesanan f merupakan banyaknya pemesanan beras premium
15 dalam setahun yang dilakukan oleh Perum Bulog Sub Divisi Regional
Banyumas. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua Seksi Komersial
pemesanan beras premium dilakukan 3 kali dalam sebulan. Oleh karena itu
pemesanan beras premium dalam setahun sebanyak 36 kali.
2. Jumlah Pemesanan
Frekuensi pemesanan beras premium 15 dalam satu tahun adalah f, jumlah
permintaan dalam satu tahun adalah D, maka jumlah barang yang dipesan
setiap satu kali pesan q adalah
D
q=
f

Jumlah permintaan beras premium dalam setahun sebanyak D =


430181 kg, frekuensi pemesanan beras premium sebanyak 36 kali, maka

D 430.181
q= ¿ =11949,4722 ≈ 11950 kg
f 36

3. Total biaya per Satu Kali Pesan


Total biaya yang dibutukan :
q
Tc ( q ) =K + pq + C h T
2
( 11950 ) (33,88)(7)
¿ 55019+ ( 9699 ) .(11950)+
2
¿ 55019+115903050+1417031
¿ 117.375 .100 per satu kali pesan

Jadi biaya yang dibutuhkan sebesar Rp. 117.375.100,00 per satu kali pesan

4. Total Biaya yang Harus Dikeluarkan Perusahaan Dalam Satu Tahun


K.D Ch . q
c ( q )= + p . D+
q 2
( 55019 ) . ( 430181 ) ( 33,88 ) . ( 11950 )
¿ + ( 9699 ) . ( 430181 )+
11950 2

29
¿ 1980596.522+ 4172325519+202443

¿ 4.174 .508 .559 per tahun

Jadi biaya yang dibutuhkan sebesar Rp. 4.174.508.559,00 per tahun

BAB V
PENUTUP
Dari masalah pengendalian persediaan ini, yang ingin dicapai adalah
meminimumkan total biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. Jadi ada beberapa
keputusan yang harus dilakukan untuk hal tersebut, yaitu menemukan jumlah
barang yang harus dipesan setiap kali pemesanan dan kapan waktu yang tepat
untuk melakukan pemesanan.

5.1 Kesimpulan
Dari bab sebelumnya yaitu bab pembahasan, maka dapat disimpulkan
beberapa hal berikut ini :
1. Masalah pengendalian persediaan beras premium 15 di Perusahaan
Umum BULOG Sub Divisi Regional Banyumas dapat diselesaikan
dengan menggunakan model Economic Order Quantity (EOQ) klasik.
2. Jumlah pesanan (Order) beras premium 15 yang optimal adalah sebesar
37397 kg sedangkan kebijakan perusahaan 11950 kg.
3. Periode pemesanan menggunakan Model EOQ 23 hari atau setiap tahun
12 kali sedangkan kebijakan perusahaan 7 hari atau setiap tahun 36 kali.
4. Reorder Level (ROL) dari pengadaan beras premium 15 adalah sebesar
4964 kg, artinya setelah persediaan tersisa 4964 kg, maka perlu adanya
pemesanan kembali sebesar 37397 kg.
5. Total biaya yang diperlukan untuk setiap kali melakukan pemesanan
beras premium 15 menggunakan Model EOQ adalah Rp.

30
377.157.546,00 sedangkan menurut kebijakan perusahaan Rp.
117.375.100,00
6. Total biaya yang diperlukan untuk pemesanan beras premium 15 selama
setahun menggunakan Model EOQ adalah Rp. 4.173.591.912,00 per
tahun sedangkan menurut kebijakan perusahaan adalah Rp.
4.174.508.559,00.

5.2 Saran
Pada pengadaan beras premium 15 metode EOQ klasik sangat cocok
digunakan dalam pengendalian persediaan yang ada di gudang. Harapannya
pihak Perusahaan Umum BULOG Sub Divisi Regional Banyumas dapat
memperhitungkan kembali jumlah pemasukan beras setiap bulannya. Ini
bertujuan agar tidak terjadinya penumpukan beras di gudang maupun
terjadinya kekurangan komoditi beras premium 15 untuk dijual. Terjadinya
penumpukan beras di gudang terlalu lama berakibat merugikan perusahaan,
karena terjadi penurunan mutu beras maupun penyusutan volume karena
hama maupun yang lainnya. Sedangkan kekurangan stok beras juga
berakibat merugikan bagi perusahaan karena banyak kebutuhan konsumen
masyarakat yang tidak terlayani sehingga pendapatan mengalami penurunan
dan keuntungan dari hasil penjualan berkurang.

31
DAFTAR PUSTAKA

[1] Assauri. 1969. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Empat. Jakarta :
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
[2] Rangkuti, Freddy. 2004. Manajemen Persediaan (Aplikasi di bidang
bisnis). Cetakan Keenam. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
[3] Hartanti & Sugiarto, Y. 1984. Dasar-Dasar Riset Operasi. Semarang :
Badan Penerbit UNDIP
[4] Winston, Wayne. L. 2003. Operation Research Aplication and
Algorithms, 4th edition. California : Duxbury Press.
[5] Buffa, Elwood S. & Sarin, Rakesh K. 1995. Modern
Production/Operation Management. New York City : John Wiley &
Sons. Inc
[6] Supranto J MA. 1996. Metode Riset, Aplikasi dalam Pemasaran.
Jakarta : LPFE-UI.

32
Lampiran 1

33
Lampiran 2

34
Lampiran 3

35
36

Anda mungkin juga menyukai