ABSTRAK
Latar belakang : Kasus-kasus disfoni causa massa pada plika vokalis sering dijumpai,
namun kadang-kadang tidak terdiagnosis ataupun tidak dapat dapat ditangani oleh
karena keterbatasan alat-alat operasi. Tujuan : memaparkan beberapa kasus
penanganan bedah laring secara endoskopik. Kasus : dilaporkan 2 kasus disfoni
causa tumor jinak laring atau massa pada plika vokalis yang ditangani secara bedah
di RS Umum Wahidin Sudirohusodo Makassar. Penatalaksanaan: dilakukan bedah
laring endoskopik dengan hasil yang memuaskan, kontrol 3 bulan pasca operasi tidak
ada disfoni dan tidak ada kekambuhan. Kesimpulan : Penanganan bedah laring
secara endoskopik merupakan tehnik alternatif selain bedah laring mikroskopik.
ABSTRACT
Background : Dysphonia caused by mass on the vocal cords are common, but
sometimes undiagnosed or can not be handled due to the limited operation instrumets.
Goal: expose some cases of laryngeal endoscopic surgical treatment. Case: reported
2 dysphonia cases caused by benign tumors of the larynx or vocal cords mass
surgically treated at the General Hospital Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Management: endoscopic laryngeal surgery performed with excellent results, 3
months postoperative control no disfoni and no recurrence. Conclusions:
Management of Laryngeal endoscopic surgery is an alternative to the surgical
technique of microscopic larynx.
Selama respirasi plika vokalis ditahan agak berjauhan sehingga udara dapat
keluar-masuk. Suara dihasilkan oleh vibrasi plika vokalis selama ekspirasi. Suara
yang dihasilkan dimodifikasi oleh gerakan palaturn molle, pipi, lidah, dan bibir, dan
resonansi tertentu oleh sinus udara kranialis. Apabila otot cricoarytenoid posterior
berkontraksi, kartilago arytenoid terputar dan plika vokalis terabduksi. Apabila otot
cricoaytenoid lateral berkontraksi, kartilago arytenoidea terputar dan plika vokalis
teradduksi. Ekspirasi intermiten yang terjadi antara adduksi plika vokalis,
menyebabkan getaran pada plika vokalis dan menghasilkan suara. Panjang lipatan
vokal bervariasi antara 12.5 mm dan 17.5 mm pada\ wanita dan 17 mm dan 25 mm
pada laki-laki.(3)
C. ETIOPATOGENESIS
Trauma yang terjadi berulang kali dari penyalahgunaan vokal atau penggunaan
suara yang berlebihan dapat menyebabkan perkembangan lesi jinak yang timbul
terutama dalam lamina propria Faktor predisposisi dari kista pita suara adalah faktor
iritasi kronis, refluks gastroesofageal dan infeksi. Kista plika vokalis biasanya
unilateral, terdiri dari kista epidermoid dan kista retensi mukus. dengan mukus.(2,9,10,11)
Kista retensi mukus dapat terjadi secara spontan atau mungkin berhubungan dengan
hygiene vokal yang kurang.
Kista plika vokalis dapat unilateral atau bilateral dan terletak di salah satu
ligamen atau ruang subepitel. Ruang subepitel didefinisikan sebagai wilayah tepat di
bawah epitel plika vokalis (bagian superfisial lamina propria). Apabila plika vokalis
yang patologi (kista atau massa fibrosa) melekat ke permukaan bawah dari mikroflap, i
terletak dalam ruang subepitel. Apabila terletak di mikroflap mengikuti cordotomi, kista
atau massa fibrosa diklasifikasikan sebagai lesi ligamen. Kista plika vokalis tidak
berespon terhadap terapi suara dan, tergantung pada lokasi (subepitel atau ligamen)
dan ukuran.(6)
D. GEJALA KLINIS
Keluhan meliputi suara serak, kelelahan bila lama menggunakan suara, dan
nyeri apabila bersuara. Penyanyi biasanya mengeluh hilangnya suara secara tiba-tiba
atau suaranya bisa hilang pada pitch tertentu..(7,8,9)
Pada laringoskopi indirek, kista dapat muncul sebagai kista yang penuh dalam
lipatan atau hanya sebagai garis lusen yang terlihat di bawah mukosa. Massa intak.(8)
E. DIAGNOSA BANDING
1. Nodul plika vokalis
Terdapat berbagai sinonim klinis untuk nodul vokal termasuk screamer’s nodule,
singer’s node, atau teacher’s node. Nodulus jinak dapat terjadi unilateral dan timbul
akibat penggunaan suara yang tidak tepat dan berlangsung lama. Letaknya sering
pada sepertiga anterior atau di tengah plika vokalis, unilateral atau bilateral. Klinis
yang ditimbulkan adalah suara parau, kadang-kadang disertai batuk. Pada
pemeriksaan terdapat nodul di plika vokalis sebesar kacang hijau atau lebih kecil,
berwarna keputihan. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan laring tidak
langsung/langsung. Beberapa pasien berespon baik dengan pembatasan dan
reedukasi vokal, namun banyak juga yang memerlukan pembedahan mikrolaring. (10,11)
2. Polip plika vokalis
Polip laring ditemukan pada orang dewasa, lebih banyak pada pria dari pada wanita,
dan sangat jarang didapatkan pada anak. Pada pemeriksaan, polip paling sering
ditemukan di sekitar komisura anterior, tampak bulat, kadang-kadang berlobusl,
berwarna pucat, mengkilat dengan dasarnya yang lebar di pita suara, dan tampak
kapiler darah sangat sedikit.
F. PENATALAKSANAAN
Sebelum diputuskan tindakan operasi, pasien disarankan untuk mengistirahatkan
suara secara total (membisu) ditambah dengan pemberian obat kortikosteroid untuk
mengurangi iritasi kista. Terapi medis terdiri dari menghilangkan iritasi dan kondisi
peradangan seperti alergi dan LPR. Jika tindakan tersebut sudah dilakukan namun
kista menetap atau bahkan membesar, pasien akan disarankan melakukan tindakan
operasi.(7)
Istirahat bicara, diharapkan agar kista dapat menyusut sendiri tetapi jarang sekali
kista menyusut sendiri. Paling umum, kista harus diangkat melalui pembedahan
Jenis operasi secara teknis menantang, karena kista, yang umumnya rapuh, dapat
melekat pada jaringan di sekitarnya dan kemungkinan akan pecah atau bocor jika tidak
ditangani dengan sangat hati-hati.
Beberapa risiko yang mungkin terjadi adalah perdarahan maupun gangguan pada pita
suara. Setiap tindakan operasi tentu memiliki risiko, namun jika dilakukan sesuai
prosedur yang benar maka risiko tersebut dapat diminimalisir sehingga tidak
menyebabkan gangguan yang berarti.(6)
LAPORAN KASUS
Kasus I :
Nama : Ny. A
Umur : 42 tahun
Pekerjaan : Dosen
Anamnesa
Keluhan Utama : Disfoni
Dialami sejak 3 bulan ,yang lalu, odinofoni (-), dispneu kadang-kadang jika lama
berbicara, terasa lelah jika lama berbicara, odinofagi (-), disfagi (-), riwayat penyakit
yang dalam keluarga (-), batuk (-), riwayat merokok di sangkal, riwayat nyeri ulu hati
dan (-). Tidak terdapat keluhan telinga dan hidung.
Pada pemeriksaan fisis rinoskopi anterior, pemeriksaan otoskopi dan pemeriksaan
faringoskopi kesan normal. Pada pemeriksaan laboratorium dan foto toraks tidak
tampak kelainan.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisis dan penunjang yang dilakukan dapat di diagnosis
kista plika vokalis.
Penanganannya dilakukan Bedah laring endoskopik, pada tanggal 4 Januari 2015.
TEHNIK OPERASI :
1. Prosedur operasi dilakukan penanganan bedah laring secara endoskopik pada kedua
kasus, dengan mengangkat massa secara tajam dan tumpul tanpa mencederai
ligamentum vokalis.
2. Tidak ada komplikasi perdarahan.
3. Suara membaik pasca operasi, penderita dipulangkan 1 hari pasca operasi, tidak ada
disfoni.
4. Kontrol pasca operasi 3 bulan kemudian, tidak ada disfoni, tidak ada kekambuhan.
2. Hermani B., Syahrial M. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorokan, Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2008. Hal. 241-2.
4. Rosen CA, Anderson D, Murry. Evaluating Hoarseness: Keeping Your Patient Voice
Healthy, http://www.aafp.org/afp/980600/rosen.html
5. Bailey B.J, Johnson J.T. Larynx, In : Head and Neck Surgery Otolaryngology. Fourth
Edition. Philadelphia. Lippincot William & Wilkins. 2006. P.838.
6. Fauquiser ENT. How do vocal cord cyst. Polyps, and Nodules Form-Fauquier
ENT.htm