Anda di halaman 1dari 7

Ringkasan penelitian tidak lebih dari 500 kata yang berisi latar belakang penelitian, tujuan dan

tahapan metode penelitian, luaran yang ditargetkan, serta uraian TKT penelitian yang diusulkan.

RINGKASAN
Penelitian ini secara spesifik bertujuan untuk menganalisis nilai karakter bela Negara yang terdapat
dalam Serat Tripama karangan KGPAA Mangkunegara IV serta relevansinya dengan
pembelajaran tembang macapat di SMK Kota Surakarta. Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan Selanjutnya, pementasan tayub juga dianggap memiliki relevansi dengan
pembelajaran bahas dekonstruksi sastra, yaitu disiplin ilmu yang menganalisis sebuah karya sastra
dengan cara membongkar suatu ideologi yang ada dalam teks. Dengan menggunakan pendekatan
dekonstruksi sastra maka dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat sisi lain dari tokoh-tokoh
yang digambarkan dalam Serat Tripama, khususnya yaitu Tokoh Kumbakarna dan Adipati Karna
yang dalam pewayangan dianggap tokoh antagonis. Selanjutnya, penulis juga akan menggunakan
serat Tripama sebagai alternatif bahan ajar dalam pembelajaran bahasa Jawa Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) kelas XII Semester 2, pada Kompetensi Dasar 3.1 Menelaah teks serat Tripama
pupuh Dhandhanggula. Hal ini dikarenakan beberapa siswa di sekolah menengah kejuruan masih
belum memiliki karakter yang baik, terutama tentang karakter bela Negara dan mencintai tanah
airnya. Diharapkan dengan adanya pembelajaran mengenai Serat Tripama secara efektif akan
dapat menumbuhkan dan pengetahuan siswa akan pentingnya karakter bela Negara. Selanjutnya,
siswa SMK dapat lebih mengimplementasikan nilai-nilai dalam Serat Tripama dalam kehidupan
sehari-harinya dengan lebih mencintai negaranya, lebih mencintai budayanya, dan kekayaan alam
yang terdapat di NKRI. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif.
Jenis penelitian adalah kualitatif deskriptif yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan
menjelaskan mengenai karakter bela Negara yang terdapat dalam Serat Tripama karangan KGPAA
Mangkungera IV dengan menggunakan pendekatan dekonstruksi sastra. Sumber data dalam
penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu sumber data berupa dokumen (teks Serat Tripama) dan
informan (pakar serat dan karya sastra Jawa dan guru bahasa Jawa SMK). Teknik pengumpulan
data menggunakan teknik analisis dokumen dan wawancara mendalam. Data-data yang sudah
terkumpul kemudian dianalisis menggunakan teknik interaktif yang terdiri dari tiga tahapan besar,
yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan.

Kata kunci maksimal 5 kata


Analisis dekonstruksi sastra, karakter bela negara, Serat Tripama, pembelajaran tembang Jawa di
SMK

Latar belakang penelitian tidak lebih dari 500 kata yang berisi latar belakang dan permasalahan
yang akan diteliti, tujuan khusus, dan urgensi penelitian. Pada bagian ini perlu dijelaskan uraian
tentang spesifikasi khusus terkait dengan skema.
LATAR BELAKANG
Fenomena merosotnya nilai nasionalisme dan kebangsaan akhir-akhir ini sangat marak dan kentara
dengan sangat jelas di masyarakat Indonesia. Rasa mencintai dan memiliki akan bangsa dan
negara, bahkan menghargai jasa-jasa para pahlawan sekarang sudah menjadi pemandangan yang
langka. Pemberitaan mengenai beberapa kasus di media massa semakin mempertegas fenomena
tersebut. Para pemuda tidak menaruh hormat kepada para pahlawan, bahkan menganggap remeh
dengan menjadikan foto para pahlawan menjadi objek mainan. Hal tersebut sangat
memprihatinkan, apabila mengingat jasa pahlawan yang rela berjuang mempertaruhka jiwa dan
raganya untuk kemerdekaan Indonesia. Pengaruh globalisasi semakin mengikis jatidiri dan
karakter bangsa. Para pemuda semakin acuh tak acuh kepada budaya sendiri. Masuknya budaya
dan produk-produk asing yang serba instan dianggap lebih relevan dan semakin marak diterima
oleh masyarakat karena dianggap sesuai dengan pola kehidupan di masa sekarang. Beberapa
fenomena seperti yang diungkapkan di atas sedikit banyak sudah dialami dan dirasakan oleh
masyarakat Indonesia.
Apabila tidak dilakukan langkah pencegahan akan pengaruh buruk dari globalisasi maka budaya
dan karakter bangsa akan semakin terkikis, terutama dialami oleh para generasi penerus bangsa.
Oleh karenanya, perlunya suatu pendidikan karakter yang ditujukan kepada para pemuda
mengenai nilai-nilai nasionalisme dan semangat kebangsaan. Hal tersebut berguna untuk
membangun karakter para insan muda bangsa supaya memiliki jiwa dan karakter yang sesuai
dengan cita-cita dan tujuan negara. Sementara itu, pentingnya pendidikan karakter untuk para
pemuda dikemukakan oleh Gaffar (dalam Supriyono & Sutono, 2014: 563) bahwa pendidikan
karakter merupakan sebuah transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam
kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang lain. Apabila
dicermati dari pendapat Gaffar di atas dapat diketahui bahwa muara dari pendidikan karakter
adalah perubahan sikap dan karakter manusia yang sesuai dengan nilai kehidupan bangsa yang
sudah diharapkan.
Tujuan khusus dan urgensi adalah untuk menganalisis nilai bela Negara dalam Serat Tripama
adalah pendekatan dekonstruksi sastra. Dekonstruksi merupakan pengurangan atau penurunan
intensitas bentuk yang sudah tersusun, sebagai bentuk yang baku. Dengan kata lain, dekonstruksi
adalah cara-cara pengurangan terhadap suatu intensitas konstruksi, yaitu gagasan, bangunan,dan
susunan yang sudah baku, bahkan universal (Ratna, 2012). Selanjutnya, dalam penelitian ini juga
akan membahas mengenai relevansi serat Tripama sebagai alternatif bahan ajar dalam
pembelajaran bahasa Jawa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) kelas XII Semester 2, pada
Kompetensi Dasar 3.1 Menelaah teks serat Tripama pupuh Dhandhanggula.. Hal ini dikarenakan
beberapa siswa di sekolah menengah kejuruan masih belum memiliki karakter yang baik, terutama
tentang karakter bela Negara dan mencintai tanah airnya. Diharapkan dengan adanya pembelajaran
mengenai Serat Tripama secara efektif akan dapat menumbuhkan dan pengetahuan siswa akan
pentingnya karakter bela Negara. Selanjutnya, siswa SMK dapat lebih mengimplementasikan
nilai-nilai dalam Serat Tripama dalam kehidupan sehari-harinya dengan lebih mencintai
negaranya, lebih mencintai budayanya, dan kekayaan alam yang terdapat di NKRI.

Tinjauan pustaka tidak lebih dari 1000 kata dengan mengemukakan state of the art dan peta jalan
(road map) dalam bidang yang diteliti. Bagan dan road map dibuat dalam bentuk JPG/PNG yang
kemudian disisipkan dalam isian ini. Sumber pustaka/referensi primer yang relevan dan dengan
mengutamakan hasil penelitian pada jurnal ilmiah dan/atau paten yang terkini. Disarankan
penggunaan sumber pustaka 10 tahun terakhir.
TINJAUAN PUSTAKA
Serat Tripama seperti dikemukakan oleh Hendri (2008: 1) bahwa Serat Tripama merupakan
warisan penting Sri Mangkunegara IV di Surakarta yang menceritakan tentang tiga tauladan
utama. Khususnya bagi para prajurit serta para abdi negara yang melaksanakan tugas sesuai peran
dan garisnya masing-masing. Pada awalnya memang Serat Tripama ditujukan kepada prajurit dan
abdi dalem Pura Mangkunegaran. Serat Tripama pada jaman penjajahan Belanda juga digunakan
sebagai pembimbing dan inspirasi melawan penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Akan
tetapi, dalam makna yang lebih luas Serat Tripama ditujukan kepada seluruh warga negara
mengenai pentingnya nilai nasionalisme dan semangat kebangsaan dalam diri setiap warga negara.
Ajaran-ajaran mengenai rasa nasionalisme dan semangat membela tanah air dalam Serat Tripama
dicerminkan melalui penggambaran tiga tokoh dalam pewayangan, yaitu Patih Suwanda, Raden
Kumbakarna, dan Adipati Karna. Ketiga tokoh tersebut oleh MN IV dianggap sebagai representasi
sosok patriotis dan pejuang bangsa yang sangat gigih. Ketiga tokoh tersebut (Suwanda,
Kumbakarna, dan Karna) dianggap memiliki jiwa nasionalis yang sangat tinggi dalam membela
dan mempertahankan negaranya. Mangkunegara IV menggambarkan ketiga tokoh tersebut dengan
menggunakan Tembang Macapat Dhandhanggula, dimulai dari penggambaran tokoh Patih
Suwanda, Raden Kumbakarna, dan terakhir tokoh yang diceritakan adalah Adipati Karna. Serat
Tripama memuat 7 pada tembang Dhandhanggula (pada= bait tembang macapat).
Tembang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ialah syair yang diberi lagu (untuk
dinyanyikan) dan pengertian macapat dalam kultur Jawa merupakan bentuk puisi Jawa
Tradisional, setiap baitnya mempunyai baris kalimat (gatra) tertentu, setiap gatra mempunyai
jumlah suku kata (guru wilangan) tertentu, dan berakhir pada bunyi sanjak akhir (guru lagu; guru
suara tertentu) (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2016). Tembang macapat termasuk
karya sastra Jawa tradisional. Ketradisionalannya terletak pada aturannya yang ketat, yakni terikat
pada aturan guru gatra yakni ‘jumlah baris pada setiap bait’, terikat guru lagu yakni bunyi vokal
pada akhir setiap baris’ dan terikat guru wilangan yakni jumlah suku kata pada setiap baris’. Hal
itu berbeda dengan puisi bebas yang dalam sastra Jawa disebut geguritan. Dalam cakepan ‘syair’
tembang macapat terkandung nilai sastra dan dari segi isi dapat merupakan bahan baku untuk
pendidikan budi pekerti dan ajaran sikap laku utama. Sampai saat ini tembang macapat masih terus
ditulis. Cakepan ‘syair’ tembang macapat masih ditulis oleh para pengarang dan dipublikasikan
lewat majalah berbahasa Jawa Djaka Lodang di Yogyakarta, ataupun dalam bentuk buku yang
diterbitkan secara terbatas, atau dinyanyikan sendiri oleh pengarangnya ketika berlangsung
pergelaran macapat.
Teori dekonstruksi menurut Derrida adalah penolakan terhadap logosentrisme dan fonosentrisme
yang secara keseluruhan melahirkan oposisi biner dan cara-cara berpikir lainnya yang bersifat
hierarkis dikotomis (Fikri, 2018: 95). Dekonstruksi merupakan pengurangan atau penurunan
intensitas bentuk yang sudah tersusun, sebagai bentuk yang baku. Dengan kata lain, dekonstruksi
adalah cara-cara pengurangan terhadap suatu intensitas konstruksi, yaitu gagasan, bangunan,dan
susunan yang sudah baku, bahkan universal (Ratna, 2012). Dekonstruksi dapat dikatakan sebagai
sebuah bentuk teknik cara membongkar suatu ideologi yang ada dalam teks.
Istilah dekonstruksi pertama kali dikemukakan oleh Jacques Derrida, seorang filusuf Perancis yang
lahir di Aljazair pada tahun 1930. Kata dekonstruksi berasal dari kata konstruksi yang berarti
‘susunan’ dan awalan de-berarti ‘sebuah penurunan’ (Pratiwi, Suyitno, & Wardani, 2017: 225).
Jadi, pengertian dekonstruksi secara umum adalah penghancuran terhadap suatu konsep pemikiran
terdahulu dari masa lampau yang bisa dimengerti sebagai sebuah model, susunan, atau sistem
tertentu yang terdapat dalam sebuah pemikiran yang dapat menghubungkan satu pernyataan
dengan pernyataan lain di dalam kaitan logika yang khusus (Rohman, 2014).
Pendapat lain menambahkan bahwa dekonstruksi adalah suatu metode analisis yang
dikembangkan Jacques Derrida dengan membongkar struktur dan kode bahasa, khususnya oposisi
sehingga menciptakan permain tanpa tanda akhir dan makna akhir Derrida (dalam Rusmana,
2014). Dekonstruksi menolak adanya gagasan makna pusat karena pusat itu bersifat relatif. Oleh
karena itulah terjadi banyak tafsir terhadap objek. Menurut (Norris, 2016) dekonstruksi merupakan
strategi untuk membuktikan bahwa sastra bukanlah bahasa yang sederhana. artinya dekonstruksi
merupakan upaya untuk merekonstruksi dan “membongkar” logosentrisme yang merupakan
kekuatan paling dominan secara terus-menerus. Membongkar yang dimaksudkan Deridda bukan
berarti menghancurkannya tapi memberikan struktur dan fungsi yang berbeda dengan tujuan
mengarah kepada kemajuan. Lebih lanjut, (Nurgiyantoro, 2013) menambahkan bahwa
dekonstruksi terhadap suatu teks kesastraan, berarti menolak adanya makna umum yang telah
diasumsikan ada dan melandasi karya yang bersangkutan dengan unsur-unsur yang ada dalam
karya itu sendiri.
Dalam pembelajaran tembang, Sutardjo menyatakan bahwa pendidik cenderung senang apabila
dilaksanakan kegiatan nembang secara bersama-sama. Pada saat kegiatan ini berlangsung data
disisipkan nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam tembang macapat kepada peserta didik.
Dengan hal ini diharapkan peserta didik akan merealisasikan nilai-nilai pendidikan yang terdapat
dalam tembang macapat tersebut. Oleh karenanya, pembelajaran tembang macapat sangat erat
kaitannya dengan materi teks tembang itu sendiri. Jadi, diperlukan pemberian materi berupa
tembang yang di dalamnya terkandung nilai-nilai pendidikan karakter sebagai bahan ajar bagi
peserta didik.
Pembelajaran tembang macapat dalam hal ini masuk keterampilan membaca indah. Keterampilan
membaca menurut Tarigan (1981: 1) merupakan salah satu dari empat keterampilan membaca
yang bertujuan untuk memperoleh suatu informasi yang baru. Informasi tersebut dapat berupa ilmu
pengetahuan, hal-hal yang bersifat umum maupun nasihat. Dalam hal ini kegiatan membaca
banyak ragamnya. Salah satu keterampilan membaca dalam pembelajaran bahasa Jawa adalah
membaca indah tembang macapat.
Tujuan dari pembelajaran membaca dapat dibedakan menjadi dua. Nurhadi (Dalman, 2014: 13)
memberikan penjelasan bahwa tujuan pembelajaran membaca terbagi menjadi dua tujuan utama,
yaitu tujuan behavioral dan tujuan ekspresif. Tujuan behavioral disebut dengan tujuan tertutup
ataupun tujuan instruksional, sedangkan tujuan ekspresif disebut dengan tujuan terbuka. Tujuan
behavioral diarahkan pada kegiatan-kegiatan membaca, yakni pemahaman diri sendiri,
keterampilan-keterampilan studi, dan pemahaman terhadap teks bacaan. Tujuan ekspresif
diarahkan pada kegiatan membaca pengarahan diri sendiri, membaca penafsiran atau membaca
interpretative, dan membaca kreatif.
Tuijuan pembelajaran membaca harus disesuaikan dengan kurikulum dan Standar Kompetensi
Lulusan (SKL), sehingga siswa dapat memiliki kompetensi di dalam pokok bahasa membaca.
Dalam hal in, siswa dituntut untuk terampil dalam membaca indah atau menembangkan tembang
macapat sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Oleh sebab itu, pembelajaran membaca indah
tembang macapat perlu difokuskan juga pada pemahaman isi bacaan.
Metode atau cara untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan ditulis tidak melebihi 600 kata.
Bagian ini dilengkapi dengan diagram alir penelitian yang menggambarkan apa yang sudah
dilaksanakan dan yang akan dikerjakan selama waktu yang diusulkan. Format diagram alir dapat
berupa file JPG/PNG. Bagan penelitian harus dibuat secara utuh dengan penahapan yang jelas,
mulai dari awal bagaimana proses dan luarannya, dan indikator capaian yang ditargetkan. Di
bagian ini harus juga mengisi tugas masing-masing anggota pengusul sesuai tahapan penelitian
yang diusulkan.
METODE
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan penelitian kualitatif deskriptif, dalam
penelitiana ini data-data yang diperoleh yaitu berupa kata-kata melalui informasi dari para
informan, tulisan-tulisan, dan hasil dokumentasi. Metode kualitatif merupakan prosedur penelitian
yang menghasilkan data-data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku secara utuh (Moleong, 2014:1). Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan
stilistika untuk menganalisis nilai karakter bela Negara dalam Serat Tripama karangan KGPAA
Mangkunegara IV.
Sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu sumber data berupa dokumen dan
informan. Dokumen yang digunakan sebagai sumber data dalam penelitian ini, yaitu berupa Teks
Naskah Serat Tripama karangan KGPAA Mangkunegara IV. Narasumber dalam penelitian ini
adalah pakar karya sastra Jawa, yaitu Prof. Dr. Sumarlam, M.S. Dalam kesempatan lain, penulis
juga akan melakukan wawancara dengan guru mata pelajaran Bahasa Jawa dan siswa di Sekolah
Menengah Kejuruan di Kota Surakarta. Adapun SMA yang dipilih, yaitu SMKN 1 Surakarta dan
SMKN 6 Surakarta.
Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini meliputi teknik analisis
dokumen (content analysis) dan teknik wawancara. Definisi analisis dokumen (content analysis)
menurut Holsti (dalam Moleong, 2014: 220) adalah teknik apa pun yang digunakan untuk menarik
kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, dan dilakukan secara objektif dan
sistematis. Selain menggunakan teknik analisis dokumen, penulis juga melakukan wawancara
dengan informan untuk memperoleh data. Wawancara digunakan untuk mengumpulkan data dari
narasumber.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling atau
sampel bertujuan. Teknik sampel bertujuan menurut Sutopo (2002: 36) adalah pilihan sampling
diarahkan pada sumber data yang dipandang memiliki data penting yang berkaitan dengan
permasalahan yang sedang diteliti. Pengambilan sampel yang dilakukan oleh penulis dengan
mencuplik bagian-bagian dalam naskah Serat Tripama karya KGPAA Mangkunegara IV yang
terdapat relevan dengan kajian dalam penelitian ini. Hal tersebut kemudian dijadikan sebagai data
yang mewakili informasi penting untuk selanjutnya dianalisis untuk mengetahui keseluruhan
makna dari naskah serat Tripama karangan KGPAA Mangkunegera IV.

Jadwal penelitian disusun dengan mengisi langsung tabel berikut dengan memperbolehkan
penambahan baris sesuai banyaknya kegiatan.

JADWAL
Bulan
No Nama Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Persiapan Penelitian √ √ √
Merancang Jadwal √ √ √
Mengurus Izin √ √
Persiapan Bahan dan Alat √
2 Penelusuran Referensi √ √
Penelusuran Perpustakaan, Website, dan
Sumber Lainnya √ √
Penentuan Informan dan Narasumber √ √
Pengumpulan dan Pengolahan Data
3
Penelitian √ √ √ √
Pengumpulan Data √ √ √ √
Pengolahan Data √ √ √ √
4 Analisis Data Penelitian √ √ √ √ √ √ √ √
5 Analisis Lanjutan √ √ √ √ √ √ √ √
6 Penulisan Laporan Penelitian √ √ √ √ √
7 Seminar dan FGD Tahap 1 √ √
Revisi Laporan Penelitian dan FGD
8
Tahap 2 √ √
Penulisan Artikel Ilmiah (Penerapan
9
Model) √ √
10 Penyusunan Draf e-Book √ √
11 Penyerahan Laporan Penelitian √ √

Daftar pustaka disusun dan ditulis berdasarkan sistem nomor sesuai dengan urutan pengutipan.
Hanya pustaka yang disitasi pada usulan penelitian yang dicantumkan dalam Daftar Pustaka.

DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. (2016). Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
2. Fikri, Moch. 2018. “Dekonstruksi Stereotip Eksklusivitas Etnis Tionghoa dalam Cerpen
Clara Karya Seno Gumira Ajidarma”. Jurnal Masyarakat dan Budaya, Vol. 20, No. 1,
2018.
3. Hendri, Dimas. 2008. Serat Tripama: Tuntunan Abdi Negara. Yogyakarta: Pilar Media
Pustaka Utama
4. Norris, C. 2016. Membongkar Teori Dekonstruksi Jacques Derrida. Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media.
5. Nurgiyantoro, B. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
6. Pratiwi, Paramita N.; Suyitno; & Wardani, Nugraheni E. 2017. “Paradigm
Deconstruction of Jejak Dedari yang Menari di Antara Mitos dan Karma a Novel by
Erwin Arnada”. Jurnal Lingua Didaktika, Vol. 11, No. 2, 2017.
7. Ratna, Nyoman Kutha. 2012. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra: dari
Strukturalisme hingga Poststrukturalisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
8. Rohman, S. 2014. Dekonstruksi Desain Penelitian dan Analisis. Yogjakarta: Ombak.
9. Rusmana. 2014. Filsafat Semiotika Paradigma, Teori, dan Metode Interpretasi Tanda dari
Semiotik Struktural hingga Dekonstruksi Praktis. Bandung: CV Pustaka Setia.
10. Supriyono & Sutono, Agus. 2014. “Identifikasi Nilai-nilai Keutamaan dalam Serat
Tripama sebagai Bentuk Pengembangan Pendidikan Karakter Berbasis Budaya” dala
JURNAL CIVIS, Vol. 4, No. 2 Juli 2014. Semarang: Universitas PGRI Semarang

Anda mungkin juga menyukai