Anda di halaman 1dari 50

ABSTRAK

Afriani Pandiangan : “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa Menggunakan


Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Pada Mata Pelajara
“PENGERITINGAN RAMBUT DENGAN TEKNIK DASAR”

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan hasil
belajar Pengeritingan Rambut dengan Teknik Dasar pada siswa kelas XI TKCdi SMK Negeri
10 Medan Tahun Ajaran 2017/2019. Pengeritingan Rambut dengan Teknik Dasar merupakan
salah satu mata pelajaran pada pendidikan kejuruan program studi keahlian Tata Kecantikan
Rambut. Melalui tindakan berupa penerapan model pembelajaran Problem Based Learning
(PBL). Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas model Arikunto
yang dilaksanakan dalam 2 siklus, dimana dalam setiap 1 siklus dilaksanakan dalam 1
pertemuan dan pada setiap siklus diselesaikan melalui tahap perencanan, tahap pelaksanaan
tindakan, tahap observasi, dan tahap refleksi. Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas XI
TKC SMK Negeri 10 Medan yang terdiri dari 30 orang. Pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah tes uji kemampuan berupa pilihan berganda. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat
meningkatkan hasil belajar Pengeritingan Rambut dengan Teknik Dasar pada siswa kelas XI
TKCdi SMK Negeri 10 Medan. Hal tersebut dapat dilihat dari pencapaian persentase
ketuntasan belajar secara klasikal yakni pada hasil belajar pada Siklus I mencapai 73,33% dan
pada Siklus II meningkat menjadi 86,67%.

Kata Kunci : Problem Based Learning (PBL), Hasil Belajar Siswa, dan Pengeritingan Rambut
dengan Teknik Dasar

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat menuntut
manusia untuk terus mengembangkan wawasan dan kemampuan di berbagai bidang
terutama dalam bidang pendidikan. Pendidikan sangat penting bagi manusia dan tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Oleh karena itu pendidikan harus
dilaksanakan dengan sebaik mungkin sehingga akan memperoleh hasil yang
diharapkan. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan susana belajar dan peroses pembelajaran agar siswa aktif mengembangkan
potensi diri untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai salah satu lembaga pendidikan
tingkat menengah bertujuan untuk mempersiapkan lulusannya menjadi tenaga kerja
yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan bidangnya. Hal ini
sesuai dengan pasal 33 ayat 3 UU Nomor RI No. 20 Tahun 2003. Kurikulum pada suatu
jenjang dikembangkan sesuai dengan prinsip deversifikasi sesuai dengan aturan
pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Untuk mencapai tujuan tersebut
pembinaan anak didik (siswa) yang akan terjun kemasyarakat harus dilakukan seoptimal
mungkin, baik mengenai kompetensi kejuruan maupun bidang disiplin ilmu. Hal ini
sesuai dengan tujuan SMK dalam GBPP Tahun 2004 yaitu : (1) Menyiapkan siswa
untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional, (10)
Menyiapkan siswa agar mampu memilih karir, mampu berkompetensi dan mampu
mengembangkan diri, (3) Menyiapkan tenaga kerja tingkat menengah pada saat ini
maupun pada saat yang akan datang, (4) Menyiapkan tamatan agar mampu menjadi
warga negara yang produktif, adaptif dan kreatif.
Keberhasilan siswa dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal siswa. Faktor
internal merupakan kondisi dalam proses belajar yang berasal dari dalam diri siswa
sehingga terjadi perubahan tingkah laku. Faktor internal ini antara lain kecerdasan,

2
bakat, keterampilan/kecakapan, minat, motivasi, kondisi fisik dan mental. Faktor
eksternal yaitu seluruh kondisi diluar individu siswa yang langsung maupun tidak
langsung dapat mempengaruhi belajarnya. Faktor eksternal ini diantaranya lingkungan
sekolah, guru, keluarga, teman bermain dan masyarakat luas. Guru sebagai pengembang
kompetensi siswa harus memiliki strategi untuk mengoptimalkan kompetensi siswa
dengan memperhitungkan faktor internal dan eksternal siswa. Hal ini selaras dengan
pendapat Rusman (2011:1310) yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat
dicapai secara efektif dan efisien.
Implementasi Kurikulum 2013 dalam pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar
peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, atau prinsip melalui tahapan-tahan
mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah). Merumuskan masalah,
mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik,
menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikannya (Hosnan, 2014).
Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman pada peserta didik
dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa
informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi
searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta
diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber
melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu.
Berbagai upaya telah dilakukan sekolah dan guru untuk mengatasi masalah-
masalah tersebut. Menurut Suryosubroto (2002: 14-15), agar guru dapat mengajar
secara efektif hendaknya syarat-syarat berikut dilakukan : a) Membelajarkan siswa
secara aktif, b) Mempergunakan banyak model mengajar (variasi model), c) Memberi
motivasi belajar siswa yang tepat, d) Mempertimbangkan perbedaan individual siswa, e)
Selalu membuat perencanaan sebelum mengajar, f) Mampu menciptakan situasi yang
demokratis di sekolah, g) Menghubungkan mata pelajaran disekolah dengan kebutuhan
dimasyarakat, dll. Rusman (2011:133) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah
suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana
pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pelajaran dan membimbing
pelajaran didalam kelas atau yang lain. Hal ini dapat dilakukan oleh guru dengan

3
menggunakan model pembelajaran yang tepat, pengemasan yang kreatif dan
pemeliharaan suasana pembelajaran yang menyenangkan.
Berdasarkan observasi peneliti yang dilakukan di SMK Negeri 10 Medan pada
bulan Juli 2018, meliputi pengamatan terhadap hasil belajar melalui pemberian tes awal
yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa hasil belajar siswa pada mata
pelajaran Pengeritingan Rambut dengan Teknik dasar masih rendah. Sejalan dengan
hasil wawancara terhadap guru mata pelajaran Pengeritingan Rambut dengn Teknik
Dasar, kriteria ketuntasan minimum (KKM) pada mata Pengeritingan Rambut dengn
Teknik Dasar adalah 75. Untuk meningkatkan nilai siswa yang tidak lulus biasanya guru
bidang studi tersebut akan mengadakan ujian ulangan.
Perolehan hasil tes awal mata pelajaran Pengeritingan Rambut dengn Teknik
Dasar siswa kelas XI TKC dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini :
Tabel 1. Nilai Tes Awal Siswa XI TKC
Skor
No. Nama Siswa Nilai Test Awal Keterangan
Perolehan
1. Amanda Putri 13 86,67 Lulus
2. Ayu Septia Ningsih 12 80 Lulus
3. Bunga Purnama Sari 6 40 Tidak Lulus
4. Chintya Aulia Pane 11 73,33 Tidak Lulus
5. Cindy Marini 6 40 Tidak Lulus
6. Clauracia Yumastari Dmk 8 53,33 Tidak Lulus
7. Eka Putrid Tywi 10 66,67 Tidak Lulus
8. Evi Susanti 12 80 Lulus
9. Geby Aulia 8 53,33 Tidak Lulus
10. Hani Magdalena Panjaitan 11 73,33 Tidak Lulus
11. Helena Br Manalu 12 80 Lulus
12. Jesika Amelia Agatha Sinaga 12 80 Lulus
13. Maria Irena Br.Ginting 12 80 Lulus
14. Nabila Larasati 12 80 Lulus
15. Nadasyifa Sabina 13 86,67 Lulus
16. Najwa 10 66,67 Tidak Lulus
17. Nova Rotua Tampubolon 8 53,33 Tidak Lulus
18. Nurhayani Nasution 8 53,33 Tidak Lulus
19. Putrid Patricia Papuas 12 80 Lulus
20. Rahel Olyvia Silaban 10 66,67 Tidak Lulus
21. Renata Anjenika Br.Tarirolan 12 80 Lulus
22. Salsabila Defian 8 53,33 Tidak Lulus
23. Serojanta Br Ginting 12 80 Lulus
24. Shofia Br. Manullang 13 86,67 Lulus

4
25. Sindi Klarisa Lase 12 80 Lulus
26. Sri Liasna Sembiring 10 66,67 Tidak Lulus
27. Stevani Putrid Pelawi 10 66,67 Tidak Lulus
28. Syaqira Ayu Andini 10 66,67 Tidak Lulus
29. Tio Monika Hasugian 12 80 Lulus
30. Wahyuni Valentina 12 80 Lulus
Jumlah Siswa yang mencapai KKM (75) 15
Persentase Ketuntasan Klasikal 50%
(Sumber : Data Pribadi)

Diagram Ketuntasan Klasikal


Siswa

50.00% 50.00% Tuntas


Tidak Tuntas

Gambar 1. Diagram Ketuntasan Siswa Kelas XI TKC


Dari data diatas dapat dilihat pada persentase ketuntasan siswa pada mata
pelajaran Pengeritingan Rambut dengan Teknik Dasar hanya sebesar 50%. Untuk
mencapai hasil belajar yang optimal dan sesuai dengan tuntutan kurikulum diperlukan
suatu alternatif model pembelajaran dan penggunaan yang mengarah kepada
pembelajaran siswa aktif dengan harapan dapat meningkatkan penguasaan konsep dan
mengembangkan keterampilan berkomunikasi siswa pada mata pelajaran Pengeritingan
Rambut dengan Teknik Dasar
Hal ini disebabkan pembelajaran masih berpusat pada guru dan metode
penyampaian materi didominasi dengan metode konvensional yaitu ceramah dan
mencatat, sehingga siswa hanya menerima pengetahuan dari guru saja, kurangnya
interaksi dan aspek keterbukaan antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa
sehingga segala kesulitan siswa dalam proses pembelajaran tidak bisa diketahui oleh
guru, sumber belajar dominan yang digunakan siswa adalah catatan yang diberikan guru
dalam kegiatan belajar mengajar, penggunaan model pembelajaran yang kurang
mengarah pada upaya memberikan contoh-contoh penerapan materi yang diajarkan

5
pada dunia nyata. Hal itulah yang menjadi faktor yang menyebabkan hasil belajar siswa
di SMK Negeri 10 Medan tergolong rendah.
Setelah diterapkannya model pembelajaran yang telah dikembangkan dan
diaplikasikan dalam pembelajaran, maka penulis mengambil satu model pembelajaran
yaitu model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yang diharapkan mampu
meningkatkan hasil belajar siswa. Menurut ((Darmad: 2017) Problem Based Learning
adalah metoda pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media
Pembelajaran berbasis proyek dapat dikatakan sebagai operasional konsep “ Pendidikan
Berbasis Produksi” yang dikembangkan di Sekolah Menegah Kejuruan karena SMK
sebagai institusi yang berfungsi untuk menyiapkan lulusan untuk bekerja di sunia usaha
dan indsutri yang dapat membekali siswa dengan “kompetensi terstandar” yang
dibutuhkan untuk bekerja dibidang masing-masing, dengan pembelajaran berbasis
produksi siswa di SMK dierkenalkan dengan suasana dann makna kerja yang
sesungguhnya.
Alasan dipilihnya model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) karena
pada Kurikulum K13 menggunakan 3 (tiga) model pembelajaran utama (Permendikbud
No. 103 Tahun 2014) yang diharapkan dapat membentuk perilaku saintifik, perilaku
sosial serta mengembangkan rasa keingintahuan. Ketiga model tersebut adalah Model
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning), Model Pembelajaran
Berbasis Projek (Problem Based Learning), dan Model Pembelajaran Melalui
Penyingkapan/ Penemuan (Discovery/ Inquiry Learning).
Dalam proses pembelajaran siswa dituntut untuk memecahakan masalah dengan
menghasilkan karya nyata. menurut Bern dan Erickson dalam Komalasari (2015: 70)
mendefinisikan Problem Based Learning merupakan pendekatan yang memusat pada
prinsip dan konsep utama suatu disiplin, melibatkan siswa dalam memecahkan masalah
dan tugas penuh makna yang lainnya, mendorong siswa untuk bekerja mandiri
membangun pembelajaran, dan pada akhirnya menghasilkan karya nyata. Menurut B.
Baron dalam Hosnan (2016:320) Problem Based Learning adalah pendekatan cara
pembelajaran secara kontruktif untuk pendalaman pembelajaran dengan pendekatan
berbasis riset terhadap permasalahan dan pertanyaan yang berbobot, nyata dan relevan
bagi kehidupannya.

6
Dari uraian diatas maka permasalahan tersebut menarik untuk dijadikan suatu
penelitian yang berjudul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa Menggunakan
Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Pada Mata Pelajara
Pengeritingan Rambut Dengan Teknik Dasar”

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka yang
menjadi identifikasi masalah adalah:
1. Proses pembelajaran masih berpusat pada guru.
2. Kurangnya interaksi dan aspek keterbukaan antara guru dengan siswa
maupun siswa dengan siswa.
3. Sumber belajar dominan yang digunakan siswa adalah catatan yang diberikan
guru dalam kegiatan belajar mengajar.
4. Penggunaan model pembelajaran yang kurang mengarah pada upaya
memberikan contoh-contoh penerapan materi yang diajarkan pada dunia
nyata.
5. Hasil belajar siswa sebagian besar tidak sampai pada Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM), yaitu ≥ 75.

C. Pembatasan Masalah
Dalam suatu penelitian diperlukan adanya pembatasan masalah agar masalah yang
diteliti tidak terlalu luas. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).
2. Mata pelajaran yang diajarkan yaitu Pengeritingan Rambut dengan Teknik
Dasar di kelas XI TKC.
3. Sekolah tempat melakukan penelitian diadakan di SMK Negeri 10 Medan dan
subjek penelitian adalah siswa kelas XI TKC.

D. Perumusan Masalah
Bedasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut : Apakah dengan penerapan model pembelajaran Problem
Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran
Pengeritingan Rambut dengan Teknik Dasar kelas XI TKC SMK Negeri 10 Medan?

7
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa
melalui penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada mata
pelajaran Pengeritingan Rambut dengan Teknik Dasar kelas XI TKC SMK Negeri 10
Medan.

F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang dirumuskan dari penelitian ini adalah sebagai
berkut:
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan
teknologi di bidang pendidikan, khususnya dalam bidang pembelajaran
produktif di SMK.
b. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan bagi guru dalam
menunjang keberhasilan belajar siswa, khususnya meningkatkan mutu
pendidikan melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
Problem Based Learning (PBL).
2. Manfaat Praktis
Manfaat penelitian ini adalah diperolehnya informasi tentang peningkatan
hasil belajar siswa dengan model pembelajaran Problem Based Learning
(PBL).

8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori
1. Hakekat Hasil Belajar Pengeritingan Rambut dengan Teknik Dasar
a. Hakekat Belajar
Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi,
keterampilan, dan sikap. Usaha untuk mencapai kepandaian atau ilmu merupakan usaha
manusia untuk memenuhi kebutuhannya, mendapatkan ilmu atau kepandaian yang
belum dipunyai sebelumnya. Sehingga dengan belajar manusia menjadi tahu
memahami mengerti dapat melaksanakan dan memiliki tentang sesuatu. Dalam
keseluruhan proses pendidikan di sekolah kegiatan belajar mengajar merupakan
kegiatan paling pokok. Hal ini berarti bahwa keberhasilan atau tidaknya pencapaian
tujuan pendidikan bergantung pada proses belajar yang dilakukan siswa sebagai anak
didik. Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan
yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam
memenuhi kebutuhannya. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002 : 78), belajar
merupakan kegiatan sehari-hari bagi siswa sekolah. Kegiatan belajar tersebut ada yang
dilakukan di sekolah, di rumah, dan di tempat lain seperti perpustakaan, museum, kebun
binatang, sawah, sungai, hutan, menurut. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata
dalam seluruh aspek tingkah laku. Seperti yang dinyatakan oleh Sagala (2009: 13)
dalam buku konsep dan makna pembelajaran mengungkapakan bahwa “belajar
merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan hanya dialami
oleh siswa sendiri. Sadiman (2009 : 1) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses
yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia
masih bayi hingga ke liang lahat nanti. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah
belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya.
Slameto (2003:13) menyatakan “belajar merupakan suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perbahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya”. Untuk mendapatkan sesuatu seseorang harus melakukan usaha agar
apa yang di inginkan dapat tercapai. Usaha tersebut dapat berupa kerja mandiri

9
maupun kelompok dalam suatu interaksi. Belajar merupakan suatu proses usaha yang
dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar berhubungan
dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang
disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam suatu situasi. Pada dasarnya
belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai
hasil interaksi dengan lingkungan, hal ini seperti yang dikatakan oleh Muhibbin (2006 :
910) bahwa: “Belajar merupakan tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang
relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang
melibatkan proses kognitif”. Senada dengan hal tersebut, Djamarah (2002 : 10-11)
mengatakan bahwa: “Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan
latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut
pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme
atau pribadi”.
Dari beberapa uraian pendapat para ahli diatas maka penulis menyimpulkan
bahwa belajar adalah pada dasarnya belajar merupakan proses perubahan tingkah laku
yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu melalui pemberian pengetahuan, latihan
maupun pengalaman. Belajar dengan pengalaman akan membawa pada perubahan diri
dan cara merespon lingkungan.

b. Hakekat Hasil Belajar


Hasil belajar merupakan tujuan akhir dilaksanakannya kegiatan pembelajaran di
sekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar yang dilakukan secara
sistematis mengarah kepada perubahan yang positif yang kemudian disebut dengan
proses belajar. Akhir dari proses belajar adalah perolehan suatu hasil belajar siswa.
Hasil belajar siswa di kelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Semua hasil
belajar tersebut merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar.
Dari sisi guru, tindak mengajar di akhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, sedangkan
dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar
(Dimyati dan Mudjiono, 2002 : 3).
Menurut Sudjana (2009 : 1010), hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki
siswa setelah menerima pengalaman belajar. Selanjutnya Depdiknas (2006: 1105)

10
mengemukakan bahwa hasil dari kegiatan belajar ditandai dengan adanya perubahan
perilaku ke arah positif yang relatif permanen pada diri orang yang belajar. Sehubungan
dengan pendapat itu maka Wahidmurni, dkk. (2010: 18) menjelaskan bahwa sesorang
dapat dikatakan telah berhasil dalam belajar jika ia mampu menunjukkan adanya
perubahan dalam dirinya. Perubahan-perubahan tersebut di antaranya dari segi
kemampuan berpikirnya, keterampilannya, atau sikapnya terhadap suatu objek.
Proses belajar yang dialami oleh siswa menghasilkan perubahan dalam bidang
pengetahuan, dalam bidang keterampilan, dalam bidang nilai dan sikap. Adanya
perubahan itu tampak dalam hasil belajar yang dihasilkan oleh siswa terhadap
pertanyaan atau persoalan tugas yang diberikan oleh guru. Hasil ini berbeda sifatnya,
tergantung didalamnya siswa menberikan prestasi misalnya dalam bidang pemahaman
atau pengetahuan yang merupakan unsur kognitif
Dalam sistem pendidikan nasional menggunakan klasifikasi hasil belajar dari
Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah
kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris. Ranah kognitif berhubungan dengan
intelektual, ranah afektif berhubungan dengan sikap, sedangkan ranah psikomotor
berhubungan dengan keterampilan dan kemampuan bertindak.
a. Ranah Kognitif
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam
aspek, yakni pengetahuan atau tindakan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan
evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek
berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi (Sudjana 2009: 1010).
Menurut urutan dari yang terendah ke yang tertinggi, keenam aspek tersebut
adalah :
1) Pengetahuan
Kemampuan mengingat apa yang sudah dipelajari.
2) Pemahaman
Kemampuan menangkap makna dari yang dipelajari.
3) Aplikasi
Kemampuan untuk menggunakan hal yang sudah dipelajari itu ke dalam
situasi baru yang kongkrit.

11
4) Analisis
Kemampuan untuk merincikan hal-hal yang dipelajari ke dalam unsur-
unsurnya agar struktur organisasinya dapat dimengerti.
5) Sintesis
Kemampuan untuk menyatukan unsur-unsur ke dalam bentuk menyeluruh.
6) Evaluasi
Kemampuan memberikan keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin
dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara kerja, pemahaman, dan lain-lain.

b. Ranah Afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar afektif tampak
pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran,
disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan
hubungan sosial (Sudjana 2009 : 109 - 30).
Ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar. Kategorinya
dimulai dari tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks :
1) Receiving/attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan
(stimulsasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah,
situasi, gejala, dan lain-lain.
2) Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang
terhadap stimulasi yang datang dari luar.
3) Valuing (penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala
atau stimulasi tadi.
4) Organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi,
termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan, dan prioritas
nilai yang telah dimilikinya.
5) Karakteristik nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki
seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
Menurut Sudjana (2009 : 31) yang mengatakan bahwa kondisi dan karakteristik
siswa yang merupakan ciri dari hasil belajar ranah afektif dapat dilihat sebagai berikut.
Misalnya bagaimana sikap siswa pada waktu belajar disekolah, terutama pada waktu
guru mengajar. Sikap tersebut dapat dilihat dalam hal :

12
1) Kemauannya untuk menerima pelajaran dari guru,
2) Perhatiannya terhadap apa yang dijelaskan oleh guru,
3) Keinginannya untuk mendengarkan dan mencatat uraian guru,
4) Penghargaannya terhadap guru itu sendiri, dan
5) Hasratnya untuk bertanya kepada guru

Sedangkan sikap siswa setelah pelajaran selesai dapat dilihat dalam hal :
1) Kemauannya untuk mempelajari bahan pelajaran lebih lanjut,
2) Senang terhadap guru dan mata pelajaran yang diberikannya.

c. Ranah Psikomotorik
Menurut Sudjana (2009 : 31-310) bahwa tipe hasil belajar ranah psikomotorik
berkenaan dengan keterampilan atau kemampuan bertindak setelah siswa menerima
pengalaman belajar tertentu. Kondisi dan karakteristik siswa yang merupakan ciri dari
hasil belajar ranah psikomotorik dapat dilihat sebagai berikut. Misalnya bagaimana
sikap siswa pada waktu belajar disekolah, terutama pada waktu guru mengajar. Sikap
tersebut dapat dilihat dalam hal :
a) Segera memasuki kelas pada waktu guru datang dan duduk paling depan
dengan mempersiapkan kebutuhan belajar.
b) Mencatat bahan pelajaran dengan baik.
c) Sopan, ramah dan hormat kepada guru pada saat guru menjelaskan pelajaran.
d) Mengangkat tangan dan bertanya pada guru mengenai bahan pelajaran yang
belum dijelaskan.
e) Keperpustakaan untuk belajar lebih lanjut atau meminta informasi kepada
guru tentang buku yang harus dipelajari, atu segera membentuk kelompok
untuk diskusi.
f) Akrab dan mau bergaul, mau berkomunikasi dengan guru, dan bertanya atau
meminta saran bagaimana mempelajari mata pelajaran yang diajarkannya.
Masing-masing ranah terdiri dari sejumlah aspek yang saling berkaitan. Alat
penilaian untuk setiap ranah tersebut mempunyai karakteristik tersendiri sebab setiap
ranah berbeda dalam cakupan dan hakikat yang terkandung di dalamnya.

13
Dari uraian berapa pendapat para ahli diatas maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku secara positif serta kemampuan yang
dimiliki siswa dari suatu interaksi belajar dan mengajar yang berupa hasil belajar
intelektual, strategi kognitif, sikap dan nilai, inovasi verbal, dan hasil belajar motorik.
Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang
lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya.

c. Pembelajaran Pengeritingan Dasar


Tujuan Program Keahlian Tata Kecantikan secara umum mengacu pada isi
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU/RI No. 20 Tahun 2003) Pasal 3
mengenai Tujuan Pendidikan Nasional dan penjelasan Pasal 18 yang menyebutkan
bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan
peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.
Mata pelajaran Pengeritingan Rambut dengan Teknik Dasar merupakan salah
satu pelajaran kelompok produktif yang termasuk dalam bagian di Sekolah Menengah
Kejuruan bidang Pariwisata. Kompetensi dasar yang akan dijadikan sebagai bahasan
pokok adalah: Menguraikan konsep dasar pengeritingan rambut dengan teori
pengeritingan dan memilih alat dan kosmetika pengeritingaan rambut teknik dasar
sesuai dengan fungsinya. Secara khusus tujuan dari mata pelajaran Pengeritingan
Rambut dengan Teknik Dasar adalah membekali peserta didik dengan keterampilan,
pengetahuan dan sikap agar kompeten dalam hal: 1) Menjelaskan pengertian
penggeritingan rambut dengan teknik dasar, 10) Menjelaskan fungsi dari pengeritingan
rambut dengan teknik dasar, 3) Mengidentifikasi alat dan kosmetik apa saja yang
digunakan dalam pengeritingan rambut teknik dasar, dan 4) Melakukan pengeritingan
rambut teknik dasar sesuai prosedur.
Adapun materi yang diajarkan pada mata pelajaran ini adalah:
1) Pengertian pengeritingan rambut dengan teknik dasar
2) Fungsi pengeritingan rambut dengan teknik dasar
3) Alat dan kosmetik pengeritingan rambut dengan teknik dasar
4) Langkah kerja pengeritingan rambut dengan teknik dasar

14
Dari teori-teori di atas maka dapat diambil kesimpulan, bahwa hasil belajar
Pengeritingan Rambut dengan Teknik Dasar perubahan perilaku yang terjadi pada
siswa setelah mendapatkan pengalaman belajar pada satu pelajaran yang dalam hal ini
adalah pengeritingan rambut dengan teknik dasar. Perubahan perilaku disebabkan
karena siswa mencapai pengusaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses
belajar mengajar. Perubahan yang terjadi berupa perubahan intelektual (kognitif), sikap
(afektif), dan keterampilan (psikomotor) sesuai dengan tujuan pembelajaran yang sudah
ditetapkan sebelumnya dan diberi kriteria tuntas apabila mendapat hasil ≥ 75 dan belum
tuntas apabila mendapatkan hasil < 75.

2. Hakekat Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)


a. Pengertian Pembelajaran Problem Based Learning (PBL).
Problem Based Learning (PBL) atau pembelajaran berbasis masalah telah dikenal
sejak zaman John Dewey, yang sekarang ini mulai diangkat sebab ditinjau secara umum
pembelajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah
yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada siswa untuk
melakukan penyelidikan dan inkuiri (Trianto, 2007). Menurut John Dewey belajar
berbasis masalah adalah interaksi antara stimulus dengan respon, merupakan hubungan
antara dua arah belajar dan lingkungan. Pengalaman siswa yang diperoleh dari
lingkungan akan menjadikan kepadanya bahan dan materi guna memperoleh pengertian
serta bisa dijadikan pedoman dan tujuan belajarnya. Pembelajaran berbasis masalah
adalah suatu kegiatan pembelajaran yang berpusat pada masalah. Istilah berpusat berarti
menjadi tema, unit, atau isi sebagai fokus utama belajar (Mustaji, 2005).
Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena
dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses
kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan,
mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara
berkesinambungan.

b. Konsep dan Karakteristik Problem Based Learning (PBL)


Pendidikan pada abad ke-101 berhubungan dengan permasalahan baru yang ada di
dunia nyata. Pendekatan PBM berkaitan dengan penggunaan inteligensi dari dalam diri

15
individu yang berada dalam sebuah kelompok orang, atau lingkungan untuk
memecahkan masalah yang bermakna, relevan, dan kontekstual. Pembelajaran berbasis
masalah adalah seperangkat model mengajar yang menggunakan masalah sebagai fokus
untuk mengembangkan ketrampilan pemecahan masalah, materi, dan pengaturan diri
(Hmelo-Silver, 2004; Serafino & Ciccheilli, 2005). Pelajaran dan pembelajaran berbasis
masalah memiliki tiga karakteristik yang digambarkan dalam Paul Eggen & Don
Kauchak (20110) berikut ini.

Gambar 2. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah

Gambar di atas menjelaskan, yakni: Pertama, pelajaran berawal dari masalah dan
memecahkan masalah adalah fokus pelajarannya (Krajcik & Blumenfeld, 2006). Kedua,
siswa bertanggung jawab untuk menyusun strategi dan memecahkan masalah. Ketiga,
guru menuntun upaya siswa dengan mengajukan pertanyaan dan memberi dukungan
pengajaran lain saat siswa berusaha memecahkan masalah. Karakteristik ini penting dan
menuntut ketrampilan serta pertimbangan yang professional untuk memastikan
kesuksesan pelajaran.
Boud dan Feletti (1997) mengemukakan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah
adalah inovasi yang paling signifikan dalam pendidikan. Margetson (1994)
mengemukakan bahwa kurikulum PBM membantu untuk meningkatkan perkembangan
keterampilan belajar sepanjang hayat dalam pola pikir yang terbuka, refleksi, kritis, dan
belajar aktif. Kurikulum PBM memfasilitasi keberhasilan memecahkan masalah,
komunikasi, kerja kelompok dan keterampilan interpersonal
Pembelajaran berbasis masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk
pembelajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk
memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan

16
mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini untuk
mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.
Pembelajaran berbasis masalah memiliki karakteristik sebagai berikut.
1) Pengajuan pertanyaan atau masalah
Artinya, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran
disekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan
secara pribadi bermakna untuk siswa. Pertanyaan dan masalah yang diajukan
haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut.
a) Autentik, yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata siswa
dari pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.
b) Jelas, yaitu masalah dirumuskan dengan jelas dan tidak menimbulkan masalah
baru.
c) Mudah dipahami, yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami
dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
d) Luas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran, artinya masalah tersebut mencakup
seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan
sumber yang tersedia dan didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan.
e) Bermanfaat, yaitu masalah yang telah disusun dan dirumuskan haruslah
bermanfaat, yaitu dapat meningkatkan kemampuan berpikir memecahkan
masalah siswa, serta membangkitkan motivasi belajar siswa.
2) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin
Artinya, meskipun pengajaran berbasis masalah mungkin berpusat pada mata
pelajaran tertentu (IPA, matematika, ilmu-ilmu sosial), masalah yang akan
diselidiki telah yang dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa
meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.
3) Penyelidikan autentik
Artinya, pengajaran berbasis masalah mengharuskan siswa melakukan
penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.
Mereka menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan
membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan
eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi dan merumuskan kesimpulan.

17
4) Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya
Pengajaran berbasis masalah menuntut siswa menghasilkan produk tertentu dalam
bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili
bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan.
5) Kolaborasi
Pembelajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja satu sama
dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil.

c. Masalah dan Pedagogi Pembelajaran Berbasis Masalah


1) Kekuatan Masalah
Masalah dapat mendorong keseriusan, inkuiri, dan berpikir dengan cara yang
bermakna dan sangat kuat (powerful). Pendidikan memerlukan perspektif baru
dalam menemukan berbagai permasalahan dan cara memandang suatu
permasalahan. Berbagai terobosan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi
merupakan hasil ketertarikan terhadap masalah. Pada umumnya pendidikan dimulai
adanya ketertarikan dengan masalah, dilanjutkan dengan menentukan masalah, dan
penggunaan berbagai dimensi berpikir.
2) Masalah dan Pedagogi
Menurut Shulman (1991), pendidikan merupakan proses membantu orang dalam
mengembangkan kapasitas untuk belajar bagaimana menghubungkan kesulitan
mereka dengan teka-teki yang berguna untuk membentuk masalah.
3) Masalah dan Multiple Perspective
Dalam memecahkan permasalahan yang ada di dunia nyata, kita perlu menyadari
bahwa seluruh proses kognifiti dan aktifitas mental yang terlibat di dalamnya. Otak
bekerja dengan siklus tertentu dan literasi dari berpikir sistematis, sistemik, analisis
general, dan divergen. Abad ke-21 ditandai dengan tingginya konektivitas karena
realita yang tidak dapat dipisahkan. Isu-isu yang ada di dunia nyata merupakan
disiplin silang dan melibatkan persektif yang saling berhubungan.
4) Teori Belajar dan Pembelajaran Berbasis Masalah
Dari segi pedagogi, pembelajaran berbasis masalah didasarkan pada teori belajar
konstruktivisme dengan ciri sebagai berikut.

18
a) Pemahaman diperoleh dari interaksi dengan skenario permasalahan dan
lingkungan belajar.
b) Pergulatan dengan masalah dan proses inkuiri, masalah menciptakan disonansi
kognitif yang menstimulasi belajar.
c) Pengetahuan terjadi melalui proses kolaborasi negosiasi sosial dan evaluasi
terhadap keberadaan sebuah sudut pandang.
5) Pembelajaran Berbasis Masalah dan Kognisi
Pedagogi pembelajaran berbasis masalah membantu untuk menunjukkan dan
memperjelas cara berpikir serta kekayaan dari struktur dan proses kognitif yang
terlibat di dalamnya. Inovasi PBM menggabungkan penggunaan dari akses e-
learning, interdisipliner kreatif, penguasaan, dan pengembangan keterampilan
individu.

d. Langkah-langkah Pelaksanaan Model Pembelajaran Problem Based Learning


(PBL)
PBM digunakan tergantung dari tujuan yang ingin dicapai apakah berkaitan
dengan: (1) penguasaan isi pengetahuan yang bersifat multi disipliner; (10) penguasan
keterampilan proses dan disiplin heuristic; (3) belajar keterampilan pemecahan masalah;
(4) belajar keterampilan kolaboratif; dan (5)belajar keterampilan kehidupan yang lebih
luas. Ketika tujuan PBM lebih luas, maka permasalahan pun menjadi lebih kompleks
dan proses PBM membutuhkan siklus yang lebih panjang. Jenis PBM yang akan
dimasukkan dalam kurikulum tergantung pada profil dan kematangan siswa,
pengalaman masa lalu siswa, fleksibelitas kurikulum yang ada, tuntutan evaluasi,
waktu, dan sumber yang ada.
Tabel 2. Sintaks Model Pembelajaran Problem Basel Learning (PBL)
Fase Indikator Aktivitas Guru
Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan
logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena
Orientasi siswa pada
1 atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan
masalah
masalah, dan memotivasi siswa untuk terlibat
dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
Guru membantu siswa untuk mendefenisikan dan
Mengorganisasi
2 mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
siswa untuk belajar
dengan masalah tersebut
Membimbing Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan
3
pengalaman informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen

19
individual/ untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan
kelompok masalah.
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan
Mengembangkan
menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan,
4 dan menyajikan hasil
video, dan model serta membantu mereka untuk
karya
berbagi tugas dengan temannya.
Menganalisis dan Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi
5 mengevaluasi proses atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan
pemecahan masalah proses-proses yang mereka gunakan.

Tahap 1: Orientasi siswa pada masalah


Guru menjelaskan tujuan pembelajaran secara jelas, memotivasi terhadap
pelajaran, dan menjelaskan apa yang diharapkan untuk dilakukan siswa. Guru
memberikan penjelasan kepada mereka tentang proses dan prosedur pembelajaran ini
secara terperinci yang meliputi.
1. Tujuan utama dari pembelajaran adalah tidak untuk mempelajari sejumlah besar
informasi, akan tetapi lebih kepada belajar bagaimana menjadi pelajar yang mandiri
dan percaya diri.
2. Masalah atau pertanyaan yang diselidiki adalah masalah yang kompleks memiliki
banyak penyelesaian dan sering kali saling bertentangan. Selama penyelidikan
siswa akan didorong untuk mengajukan pertanyaan dan mencari informasi.
3. Guru akan bertindak sebagai pembimbing yang menyediakan bantuan, sedangkan
siswa berusaha untuk bekerja mandiri atau bersama temannya.

Tahap 2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar


Pembelajaran ini membutuhkan pengembangan keterampilan siswa. Oleh karena
itu, mereka juga membutuhkan bantuan untuk merencanakan penyelidikan mereka dan
tugas-tugas pelaporan, yang meliputi.
1. Kelompok belajar, mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar.
Pembelajaran ini harus disesuaikan dengan tujuan yang ditetapkan guru untuk
proyek tertentu.
2. Perencanaan kooperatif, setelah siswa diorientasikan kepada situasi masalah dan
telah membentuk kelompok belajar, guru dan siswa harus menyediakan waktu yang
cukup untuk menyediakan sub pokok bahasan yang spesifik, tugas-tugas
penyelidikan dan jadwal waktu.

20
Tahap 3: Membimbing penyelidikan individual/kelompok
Membimbing proses penyelidikan dapat dilakukan secara mandiri maupun
kelompok. Teknik penyelidikannya meliputi.
1. Pengumpulan data dan eksperimen.
Pada tahap ini, guru mendorong siswa untuk mengumpulkan data dan
melaksanakan eksperimen yang sesungguhnya sampai mereka benar-benar
memahami dimensi-dimensi situasi masalah. Tujuannya adalah agar siswa
mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan membangun ide mereka
sendiri.
2. Berhipotesis, menjelaskan, dan memberikan pemecahan.
Pada tahap ini,guru mendorong siswa untuk mengeluarkan semua ide dan
menerima sepenuhnya ide tersebut. Selanjutnya guru mengajukan pertanyaan yang
membuat siswa memikirkan kelayakan hipotesis dan pemecahan mereka serta
tentang kualitas informasi yang telah mereka kumpulkan. Guru secara terus-
menerus menunjang dan memodelkan pertukaran ide secara bebas dan mendorong
mengkaji lebih dalam masalah tersebut jika dibutuhkan. Selain itu, guru juga
membantu menyediakan bantuan yang dibutuhkan siswa.

Tahap 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya


Guru meminta beberapa kelompok untuk mempresentasikan hasil pemecahan
masalah dan membantu siswa yang mengalami kesulitan. Kegiatan ini berguna untuk
mengetahui hasil pemahaman dan penguasaan siswa terhadap masalah yang berkaitan
dengan materi yang dipelajari.

Tahap 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah


Guru membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka, di
samping keterampilan penyelidikan dan keterampilan intelektual yang mereka gunakan.
Selama tahap ini, guru meminta siswa untuk melakukan membangun kembali pemikiran
dan aktifitas mereka selama tahap-tahap pembelajaran yang telah dilewatinya.

21
e. Peran Guru dalam Pembelajaran PBL
Guru harus menggunakan proses pembelajaran yang akan menggerakkan siswa
menuju kemandirian, kehidupan yang lebih luas, dan belajar sepanjang hayat.
Lingkungan belajar yang dibangun guru harus mendorong cara berpikir reflektif,
evaluasi kritis, dan cara berpikir yang berdayaguna. Peran dalam PBM berbeda dengan
peran guru dalam kelas. Guru dalam PBM terus berpikir tentang beberapa hal, yaitu : 1)
bagaimana dapat merancang dan menggunakan permasalahan yang ada di dunia nyata,
sehingga siswa dapat menguasai hasil belajar?; 10) bagaimana bisa menjadi pelatih
siswa dalam proses pemecahan masalah, pengarahan diri, dan belajar dengan teman
sebaya?; 3) dan bagaimana siswa memandang diri mereka sendiri sebagai pemecah
masalah yang aktif?
Guru dalam PBM juga memusatkan perhatiannya pada: 1) memfasilitasi proses
PBM; mengubah cara berpikir, mengembangkan keterampilan inkuiri, menggunakan
pembelajaran kooperatif; 10) melatih siswa tentang strategi pemecahan masalah,
pemberian alasan yang mendalam, metakognisi, berpikir kritis, dan berpikir secara
sistem; 3) menjadi perantara proses penguasaan informasi; meneliti lingkungan,
mengakses sumber informasi yang beragam, dan mengadakan koneksi.
1) Menyiapkan Perangkat Berpikir Siswa
Beberapa hal yang dapat dilakukan guru untuk menyiapkan siswa dalam PBM
adalah : 1) membantu siswa mengubah cara berpikir; 10) menjelaskan apakah PBM itu?
Pola apa yang akan dialami oleh siswa?; 3) memberi siswa ikhtisar siklus PBM,
struktur, dan batasan waktu; 4) mengomunikasikkan tujuan, hasil, dan harapan; 5)
menyiapkan siswa untuk pembaruan dan kesulitan yang akan menghadang; dan 6)
membantu siswa merasa memiliki masalah.

2) Menekankan Belajar Kooperatif


PBM menyediakan cara untuk inkuiri yang bersifat kolaboratif dan belajar. Bray,
dkk. (2000) menggambarkan inkuiri kolaboratif sebagai proses di mana orang
melakukan refleksi dan kegiatan secara berulang-ulang, mereka bekerja dalam tim
untuk menjawab pertanyaan penting. Dalam proses PBM, siswa belajar bahwa bekerja
dalam tim dan kolaborasi itu penting untuk mengembangkan proses kognitif yang

22
berguna untuk meneliti lingkungan, memahami permasalahan, mengambil dan
menganalisa data penting, dan mengalaborasi solusi.

3) Memfasilitasi Pembelajaran Kelompok Kecil dalam Pembelajaran Berbasis


Masalah
Belajar dalam kelompok kecil lebih mudah dilakukan apabila anggota berkisar
antara 1 sampai 10 siswa atau bahkan lebih sedikit dengan satu orang guru. Guru dapat
menggunakan berbagai teknik belajar kooperatif untuk menggabungkan kelompok-
kelompok tersebut dalam langkah-langkah yang beragam dalam siklus PBM untuk
menyatukan ide, berbagai hasil belajar, dan penyajian ide.

4) Melaksanakan Pembelajaran Berbasis Masalah


Guru mengatur lingkungan belajar untuk mendorong penyatuan dan pelibatan siswa
dalam masalah. Guru juga memainkan peran aktif dalam memfasilitasi inkuiri
kolaboratif dan proses belajar siswa.

B. Penelitian Yang Relevan


Beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini, diantaranya adalah:
1. Penelitian yang dilakukan oleh marini Hadi (2017) yang menunjukkan
penerapan model pembelajaran Problem Basel Learning (PBL) terhadap teori
hasil belajar rias wajah sehari-hari kelas X SMK NEGERI BERINGIN.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Juliani Sanjaya (2016), yang menunjukkan
penggunaan Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Basel Learning) untuk
meningkatkan hasil belajar K3 daan Hygiene sanitasi siswa SMK NEGERI 1
BERINGIN
3. Penelitian yang dilakukan oleh Rini herliani (2017) yang menunjukkan
penerapan model pembelajaran Problem Basel Learning (PBL) dapat
meningkatkan motivasi dan hasil belajar akuntasi

C. Kerangka Berfikir
Aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting di dalam interaksi pembelajaran.
Tidak ada belajar tanpa disertai aktivitas. Melalui penerapan model pembelajaran

23
Problem Basel Learning (PBL), siswa tidak hanya dituntut untuk mempelajari materi
saja, tetapi siswa juga harus mempelajari keterampilan khususnya yang disebut
keterampilan dalam pemecahan masalah. Metode pembelajaran Problem Basel
Learning (PBL) juga menuntut adanya interaksi yang multi arah di dalam kegiatan
belajar mengajar sehingga siswa akan lebih aktif dan mempunyai kesempatan untuk
bekerja, berpikir, dan berkomunikasi dengan baik. Dalam hal ini siswa tidak hanya
dapat berdialog dengan anggota tetapi juga dengan sesama siswa yang lain dan
memungkinkan siswa menjadi sumber belajar bagi sesamanya sehingga akan tersedia
sumber belajar yang banyak dan dapat mengoptimalkan pencapaian tujuan belajar
terutama bagi siswa yang kesulitan dalam belajar.
Dari pemaparan diatas dapat diduga bahwa penerapan model pembelajaran
Problem Basel Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran
Pengeritingan Rambut dengan Teknik Dasar pada siswa kelas XI TKCSMK Negeri 10
Medan.

D. Hipotesa Tindakan
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir diatas, maka hipotesis tindakan
dalam penelitian ini adalah :
“Dengan penerapan model pembelajaran Problem Basel Learning (PBL) dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI TKC di SMK Negeri 10 Medan pada mata
pelajaran Pengeritingan Rambut Dengan Teknik Dasar”.

24
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di SMK Negeri 10 Medan
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Juli s/d September 2019.

B. Subjek dan Objek Penelitian


Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI TKC SMK Negeri 10 Medan,
dengan jumlah siswa 30 orang. Objek penelitian ini adalah proses belajar mengajar
dengan penerapan model pembelajaran Problem Basel Learning (PBL).

C. Definisi Operasional Variabel


Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel
terikat.
1. Variabel bebas yaitu : Model pembelajaran Problem Basel Learning (PBL)
merupakan pembelajaran menggunakan masalah sebagai fokus untuk
mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, materi, dan pengaturan
diri (Hmelo-Silver, 2004; Serafino & Cicchelli, 2005, Egen dan Kauchak,
2012: 307).
2. Variabel terikat yaitu : Hasil belajar Pengeritingan Rambut Dengan Teknik
Dasar adalah taraf pencapaian tujuan belajar oleh siswa melalui proses belajar
pada mata pelajaran Pengeritingan Rambut Dengan Teknik Dasar yang
dinyatakan dalam bentuk angka atau huruf.

D. Prosedur Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action
Research) yang mengarah kepada peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan
model pembelajaran Problem Basel Learning (PBL) pada mata pelajaran Pengeritingan
Rambut dengan Teknik Dasar (Arikunto, 2006). Secara garis besar proses penelitian ini

25
terdiri dari 10 siklus dimana terdapat empat tahapan yang dilakukan dalam penelitian
tindakan kelas yaitu (1) perencanaan, () pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi.

Perencanaan

Refleksi SIKLUS I Pelaksanaan

Pengamatan

Refleksi

Refleksi SIKLUS II Pelaksanaan

Pengamatan

Gambar 3. Model Penelitian Tindakan Kelas (Arikunto, 2014 :16)

Prosedur penelitian adalah tahapan kegiatan yang dilakukan dalam proses


penelitian sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Penelitian ini memiliki beberapa
tahapan pelaksanaan yang dilakukan di dalam kelas antara lain:

1. Tahap Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah pengenalan awal dan
penyamaan persepsi antara guru dan peneliti terhadap langkah-langkah yang akan
dilaksanakan dalam penerapan model pembelajaran Problem Basel Learning
(PBL). Langkah-langkah pada tahap perencanaan mencakup:
a. Menyusun RPP dengan menggunakan model pembelajaran Problem
Basel Learning (PBL).

26
b. Menyiapkan media/sumber pembelajaran yang sesuai dengan materi
yang akan diajarkan dan disesuaikan dengan model pembelajaran
Problem Basel Learning (PBL).
c. Menyusun lembar kerja siswa.
d. Menyusun lembar observasi siswa untuk mengetahui bagaimana
kondisi proses belajar mengajar dengan menggunakan model
pembelajaran Problem Basel Learning (PBL).

2. Tahap Pelaksanaan Tindakan


Pelaksanaan tindakan ini merupakan penerapan dari perencanaan yang telah
dibuat. Tahapan ini terdiri dari:
a. Guru memulai kegiatan pembelajaran dengan mengucapkan salam dan
meminta ketua kelas untuk memimpin doa.
b. Guru memberikan apersepsi dan menjelaskan materi awal kepada
siswa tentang kompetensi dasar memahami prinsip Pengeritingan
Rambut Dengan Teknik Dasar.
c. Menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
d. Guru menanyangkan video mengenai materi yang akan diajarkan
e. Siswa dibagi menjadi kelompok kelompok.
f. Menyampaikan materi pelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran Problem Basel Learning (PBL).
g. Siswa melakukan diskusi mengenai materi kelompoknya masing-
masing kemudian mempresentasikan hasil diskusinya.
h. Siswa dari kelompok lain memberikan tanggapan mengenai hasis
diskusi kelompok lain.
i. Guru menyimpulkan hasil diskusi dan memberikan apresiasi hasil
diskusi kelompok.
j. Melakukan evaluasi belajar berupa pemberian tes akhir.

27
3. Tahap Observasi
Observasi dilakukan selama berlangsungnya pelaksanaan proses
pembelajaran di kelas. Hal-hal yang perlu diobservasi meliputi: aktivitas siswa
selama proses pembelajaran secara individu maupun kelompok. Dalam tahap
observasi ini guru bisa dibantu oleh pengamat. Langkah-langkah yang dilakukan
pada tahapan ini adalah:
a. Membuat catatan observasi
Tahap ini dilakukan untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan pada
saat kondisi melakukan proses belajar mengajar dengan menggunakan
model pembelajaran Problem Basel Learning (PBL).
b. Melakukan Tes Akhir
Tahap ini merupakan tahap pengumpulan data tentang hasil belajar
siswa setelah penerapan model pembelajaran Problem Basel Learning
(PBL).

4. Tahap Refleksi
Tahap refleksi dilakukan untuk melihat berbagai kekurangan yang
dilaksanakan guru selama tindakan. Kegiatan refleksi dilakukan dengan cara
diskusi antara guru dan peneliti atau teman sejawat untuk mengevaluasi hasil
tindakan yang telah dilaksanakan, hambatan-hambatan yang muncul, dan
melakukan penilaian terhadap hasil tindakan. Hasil refleksi digunakan untuk
memperbaiki kegiatan pada siklus selanjutnya. Apabila tindakan pada siklus I
belum menunjukkan hasil yang optimal, maka perlu dilakukan langkah perbaikan
pada siklus selanjutnya.
Adapun pelaksanaan tindakan setiap siklus yang direncanakan akan dijelaskan
pada tabel dibawah ini:

28
Tabel 3. Implementasi Siklus I
SIKLUS I
Jenis Kegiatan
Tahap
Masukan Hasil
1. Menyusun RPP pada kompetensi
dasar Memahami prinsip kerja RPP
sistem pendinginan.
2. Menyiapkan sumber dan bahan
Tersedianya sumber dan
ajar yang akan digunakan pada saat
bahan ajar
Perencanaan PBM berlangsung di kelas.
3. Mengambil nilai test awal dari
hasil ulangan pada materi
kompetensi dasar Memahami Lembar test
prinsip kerja Pengeritingan
Rambut Dengan Teknik Dasar.
Pemberian stimulus terhadap siswa
1. Membuka pelajaran dengan
ucapan salam dan meminta ketua
kelas untuk memimpin doa
sebelum memulai kegiatan
pembelajaran.
2. Memeriksa kehadiran peserta
1. Meningkatkan daya
didik.
tarik siswa terhadap
3. Menjelaskan kompetensi dan
pembelajaran
tujuan pembelajaran
2. Siswa memperhatikan
Identifikasi masalah
penjelasan yang
1. Guru menampilkan tayangan/
diberikan oleh guru.
video mengenai sistem pendingin
3. Siswa aktif dalam
sepeda motor.
belajar dan mampu
2. Guru memberikan kesempatan
menyelesikan tugas
untuk bertanya pada peserta didik
Tindakan dengan bantuan antar
terkait materi yang belum
sesama siswa dalam
diketahui dari materi yang telah
kelompok,menumbuhk
ditayangkan atau dipaparkan
an kekompakan dan
Pengumpulan data
gotong-royong yang
1. Guru mengajak peserta didik
baik.
untuk mengumpulkan informasi
dari berbagai sumber tentang
4. Termotivasi untuk me-
materi yang dibahas
ningkatkan hasil
2. Guru mengarahkan peserta didik
belajar kedepanya.
untuk membentuk kelompok yang
terdiri dari 4-5 orang
3. Guru membagikan tugas
kelompok dan wajib setiap
individu paham, siswa yang sudah
paham membantu siswa yang lain.
Jika kelompok tidak bisa

29
menyelesaikan tugas, guru
membimbing siswa untuk
menyelesaikan permasalahan
Pembuktian
1. Guru membantu peserta didik untuk
memahami modul demi pencapaian
tujuan pembelajaran seefisien dan
seefektif mungkin.
2. Memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk berdiskusi
dengan teman-temannya.
3. Guru memfasilitasi kegiatan diskusi
4. Guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk
mempresentasikan hasil diskusi
kelompoknya dan merespon hasil
diskusi kelompok lain
Menarik kesimpulan/ Generalisasi
1. Mengajak peserta didik untuk
merangkum materi pembelajaran.
2. Menugaskan siswa untuk
mengkomunikasikan hasil
rangkuman.
3. Merefleksi dan mengapresiasikan
pendapat peserta didik.
4. Memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk menyampaikan
pernyataan yang dianggap belum
dimengerti.
5. Guru melakukan pemberian lembar
test kepada siswa secara individu
6. Mengakhiri proses belajar mengajar
dengan ucapan salam dan mengajak
siswa untuk kembali berdoa.
1. Observer mengamati aktivitas Pelaksanaan
belajar selama proses pembelajaran pembelajaran yang
Observasi berlangsung. kondusif
2. Observer mengisi lembar observasi
Data aktivitas siswa
aktivitas siswa.
1. Peneliti berdiskusi dengan guru
dan merefleksi terhadap
pembelajaran yang telah dilakukan
dan melakukan perbaikan dengan
Refleksi Rumusan siklus I
tindakan berikutnya.
2. Guru membuat kesimpulan untuk
dasar pembelajaran pada aktivitas
berikutnya.

30
Tabel 4. Implementasi Siklus II
Siklus II
Jenis kegiatan
Tahap
Masukan Hasil
1. Menyusun RPP pada materi
Merawat secara berkala pada
RPP
Pengeritingan Rambut Dengan
Teknik Dasar.
Perencanaan 2. Menyiapkan sumber dan bahan
Tersedianya sumber dan
ajar yang akan digunakan pada
bahan ajar
saat PBM berlangsung di kelas.
3. Mengambil nilai dari hasil test
Lembar test.
pada siklus I.
Pemberian stimulus 1. Meningkatkan daya
1. Membuka pelajaran dengan tarik siswa terhadap
ucapan salam dan meminta ketua pembelajaran.
kelas untuk memimpin doa 2. Siswa memperhatikan
sebelum memulai kegiatan pen-jelasan yang
pembelajaran. diberikan oleh guru.
2. Memeriksa kehadiran peserta 3. Siswa aktif dalam
didik. belajar dan mampu
3. Mereiview materi yang telah menyelesikan tugas
disampaikan sebelumnya dan dengan bantuan antar
mengkaitkannya dengan materi sesama siswa dalam
Tindakan
yang akan dibahas. kelompok,
menumbuhkan
kekompakan dan
gotong-royong yang
baik.

4. Terlihat hasil belajar


secara individu.
5. Termotivasi untuk
mening-katkan hasil
belajar kedepanya.
Identifikasi Masalah
1. Guru menampilkan tayangan/
video mengenai Pengeritingan
Rambut Dengan Teknik Dasar.
2. Guru memberikan kesempatan
untuk bertanya pada peserta
didik terkait materi yang belum
diketahui dari materi yang telah
ditayangkan atau dipaparkan.
Pengumpulan data
1. Guru mengajak peserta didik
untuk mengumpulkan informasi

31
dari berbagai sumber tentang
materi yang dibahas
2. Guru mengarahkan peserta didik
untuk membentuk kelompok
yang terdiri dari 4-5 orang.
Pembuktian
1. Guru membantu peserta didik
untuk memahami modul demi
pencapaian tujuan pembelajaran
seefisien dan seefektif mungkin.
2. Memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk berdiskusi
dengan teman-temannya.
3. Guru memfasilitasi kegiatan
diskusi.
Menarik kesimpulan/ Generalisasi
1. Guru membimbing peserta didik
membuat rangkuman.
2. Guru merefleksi dan
mengapresiasikan pendapat
peserta didik sendiri.
3. Guru memberikan lembaran test
kepada siswa secara individu
4. Mengakhiri proses belajar
mengajar dengan ucapan salam
dan mengajak siswa untuk
kembali berdoa.
1. Observer mengamati aktivitas Pelaksanaan
belajar selama proses pembelajaran yang
Observasi pembelajaran berlangsung. kondusif
2. Observer mengisi lembar
Data aktivitas siswa
observasi aktivitas siswa.
1. Peneliti berdiskusi dengan guru
dan merefleksi terhadap
pembelajaran yang telah
dilakukan dan melakukan
Refleksi perbaikan dengan tindakan Rumusan siklus II
berikutnya.
2. Guru membuat kesimpulan untuk
dasar pembelajaran pada aktivitas
berikutnya

E. Teknik Pengumpulan Data


1. Data dan sumber data
Sumber data dari penelitian ini adalah siswa kelas XI TKC SMK Negeri 10
Medan. Data dalam penelitian ini berupa data hasil tes belajar siswa setelah

32
mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
Problem Basel Learning (PBL).
2. Metode pengumpulan data melalui tes tertulis
Data tentang hasil belajar diperoleh dari jawaban nilai tes tiap siklus. Tes
yang digunakan dalam penelitian ini adalah ulangan formatif yang dilakukan pada
akhir siklus guna memperoleh data yang diinginkan dan untuk mendapatkan
gambaran tentang kemampuan seseorang atau kelompok. Dalam hal ini tes berupa
soal-soal pilihan berganda berjumlah 45 soal dimana 15 soal untuk Prasiklus, 15
soal untuk Siklus I, dan 15 soal untuk Siklus II. Soal dibuat oleh guru bidang studi
dan dianggap sudah layak sehingga test tidak diperlukan lagi yang diambil dari
buku pegangan guru yang selalu digunakan sebagai sumber soal-soal mata
pelajaran Pengeritingan Rambut dengan Teknik Dasar.

F. Teknik Analisis Data


1. Analisis Data Kualitatif
a. Reduksi Data
Setelah tes mengenai Pengeritingan Rambut dengan Teknik Dasar
diberikan, selanjutnya diberikan koreksi hasil pekerjaan siswa, dipelajari dan
ditelaah untuk menggolongkan dan mengorganisasikan jawaban siswa.
Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui kesulitan siswa dalam memecahkan
masalah dan bagaimana tindakan penanggulangan yang akan dilakukan.

b. Paparan Data
Kegiatan analisis berupa paparan data adalah sebagai kumpulan
informasi yang terorganisasi dan terkategorikan sehingga memungkinkan
adanya kesimpulan. Data yang dianalisis untuk mendeskripsikan ketuntasan
belajar siswa yaitu data yang diperoleh dari nilai akhir dari tiap siklus.

c. Penyimpulan
Pada penyimpulan ini merupakan tahapan terakhir dari analisis data
dimana paparan data diambil intisari yang akan dijadikan sebagai kesimpulan
yang akan digunakan sebagai masukan untuk merencanakan perbaikan

33
pembelajaran berikutnya, apabila proses pembelajaran sebelumnya belum
tuntas.
Dalam hal ini ditarik beberapa kesimpulan berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan. Kesimpulan yang diambil merupakan dasar bagi pelaksanaan
siklus berikutnya dan perlu atau tidaknya siklus II dilanjutkan atas
permasalahan yang diduga. Dalam tulisan ini kemampuan pemecahan
masalah dikatakan meningkat apabila persentase ketuntasan individual dan
ketuntasan klasikal yang diperoleh siswa semakin meningkat dari tes yang
diberikan pada tiap akhir siklus. Berdasarkan Kriteria Ketuntasan Mengajar
bahwa sekurang-kurangnya 70% siswa memperoleh nilai ≥ 75 untuk hasil
belajar yang dikatakan tuntas.

2. Analisis Data Kuantitatif


Peneliti juga ingin melihat perolehan hasil belajar siswa pada materi. Data
yang diperoleh berupa data kuantitatif yang didapat dari hasil tes dalam bentuk
pilihan berganda pada setiap akhir siklus.

a. Penilaian hasil belajar siswa secara individual


Hasil belajar siswa diperoleh dari tes yang dilakukan siswa setiap akhir
siklus (Prasiklus, Siklus I dan Siklus II). Soal yang diberikan guru berupa
pilihan berganda sebanyak 15 butir soal untuk Prasiklus, 15 butir soal Siklus I
dan 15 butir soal untuk Siklus II.

Untuk menghitung hasil yang diperoleh siswa digunakan rumus:


𝒔𝒌𝒐𝒓 𝒋𝒂𝒘𝒂𝒃𝒂𝒏 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒆𝒏𝒂𝒓
𝑵𝒊𝒍𝒂𝒊 = × 𝟏𝟎𝟎
𝒔𝒌𝒐𝒓 𝒎𝒂𝒌𝒔𝒊𝒎𝒂𝒍

Kriteria penilaian dapat dilakukan sebagai berikut :


1. Jika siswa memperoleh nilai 0 – 74 maka nilai siswa tergolong kurang.
2. Jika siswa memperoleh nilai 75 – 84 maka nilai siswa cukup.
3. Jika siswa memperoleh nilai 85 – 92 maka nilai siswa baik.
4. Jika siswa memperoleh nilai 93 – 100 maka nilai siswa tergolong amat baik.

34
b. Penilaian Sikap
Tabel 5. Instrumen Penilaian Sikap
Nilai
Nama Peserta Aspek Penilaian Sikap (Attitude)
No skor
Didik
1 2 3 4 5 6 7 8
1
2
3
4
5
6
7
8 Dst
Indikator Penilaian:
1. Kedisiplinan
2. Kejujuran
3. Kerjasama
4. Mengakses dan mengorganisasi informasi
5. Tanggung jawab
6. Memecahkan masalah
7. Kemandirian
8. Ketekunan

Untuk menghitung hasil yang diperoleh siswa digunakan rumus:


𝒔𝒌𝒐𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒅𝒂𝒑𝒂𝒕
𝑵𝒊𝒍𝒂𝒊 = × 𝟏𝟎𝟎
𝒔𝒌𝒐𝒓 𝒎𝒂𝒌𝒔𝒊𝒎𝒂𝒍

Tabel 6.Total Pencapaian Nilai Akhir

Skor
Aspek Bobot (%) Nilai Keterangan
(0-20)
Sikap 40
Syarat kelulusan
Pengetahuan 60 nilai minimal 75,
dengan skor setiap
Nilai Akhir aspek minimal 75

35
Kriteria Kelulusan :
0 – 74 = Kurang (Tidak tuntas belajar)
75 – 84 = Cukup (Tuntas belajar)
85 – 92 = Baik (Tuntas belajar)
93 – 100 = Amat Baik (Tuntas belajar)

c. Penilaian hasil belajar siswa secara klasikal


Setelah memperoleh hasil belajar siswa secara individual, Selanjutnya
dapat diketahui apakah ketuntasan belajar siswa secara klasikal. Hasil belajar
siswa secara klasikal bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang hasil
belajar siswa secara keseluruhan yang diperoleh dari persentasi siswa yang
sudah tuntas dalam belajar dapat dirumuskan sebagai berikut :
∑ 𝐒𝐢𝐬𝐰𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐞𝐫𝐠𝐨𝐥𝐨𝐧𝐠 𝐭𝐮𝐧𝐭𝐚𝐬
(%)𝐊𝐞𝐭𝐮𝐧𝐭𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐛𝐞𝐥𝐚𝐣𝐚𝐫 𝐤𝐥𝐚𝐬𝐢𝐤𝐚𝐥 = × 𝟏𝟎𝟎%
𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐬𝐞𝐥𝐮𝐫𝐮𝐡 𝐬𝐢𝐬𝐰𝐚

G. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Secara
klasikal sekurang-kurangnya 75% siswa memperoleh nilai ≥ 75 sesuai dengan Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) Pada Mata Pelajaran Pengeritingan Rambut dengan Teknik
Dasar di SMK Negeri 10 Medan.

36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 10 Medan dengan menerapkan model
pembelajaran Problem Basel Learning (PBL) untuk meningkatkan hasil belajar mata
pelajaran Pengeritingan Rambut dengan Teknik Dasar pada siswa kelas XI TKC Tahun
ajaran 2019/2020. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang
dilaksanakan bersiklus dimana masing-masing siklus diselesaikan dengan 2 kali
pertemuan melalui empat tahapan, yaitu: 1) Tahap perencanaan, 2) Tahap pelaksanaan,
3) Tahap pengamatan atau observasi dan 4) Tahap refleksi. Pada pertemuan awal siklus
guru menanyakan tentang materi Pengeritingan Rambut dengan Teknik Dasar. Untuk
mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang akan dipelajari
dan pada setiap akhir siklus dilaksanakan tes akhir untuk mengetahui hasil belajar siswa
setelah proses belajar mengajar dengan penerapan model pembelajaran Problem Basel
Learning (PBL) terlaksanakan. Dari hasil evaluasi tes uji kemampuan tersebut jika nilai
siswa belum mencapai nilai KKM (75) dengan ketuntasan klasikal minimum 75%,
maka siklus penelitian dinyatakan belum berhasil, sehingga perlu dilanjutkan ke siklus
selanjutnya. Dalam penelitian ini pembelajaran dilakukan dalam dua siklus sebagaimana
pemaparan berikut ini :

1. Siklus I
Siklus pertama (I) penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada tanggal
17 Juli 2019 dengan alokasi waktu (4x45) menit untuk setiap pertemuan.
Perlakuan tindakan kelas ini adalah pada pembelajaran Pengeritingan Rambut
Dengan Teknik Dasar. yang meliputi empat tahapan yaitu tahap perencanaan,
tahap pelaksanaan, tahap pengamatan (observasi), dan tahap refleksi.

a. Perencanaan (Planning)
Sesuai dengan ciri khas Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu penelitian
berawal dari permasalahan yang timbul dalam proses pembelajaran yang dihadapi

37
oleh guru. Tahap perencanaan (Planning) bertitik tolak dari permasalahan
yang timbul dalam proses pembelajaran, adapun dalam penelitian ini masalah
dibatasi pada rendahnya hasil belajar Pengeritingan Rambut dengan Teknik Dasar
yang dibuktikan dengan diberikannya tes awal dengan ketuntasan klasikal yaitu
50% dengan syarat ketuntasan klasikal minimal 75%. Solusi untuk pemecahan
masalah ini adalah dengan penerapan model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL). Berdasarkan masalah tersebut maka peneliti bersama guru mata
pelajaran melaksanakan perencanaan (planning) pelaksanaan pembelajaran
meliputi pendesainan penyampaian materi dengan menerapkan model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) berdasarkan silabus yang sesuai
dengan kurikulum yang diterapkan di sekolah.
Pada tahap perencanaan (planning) penelitian tindakan kelas ini peneliti
bersama guru mata pelajaran mendiskusikan skenario pelaksanaan tindakan, mulai
dari penentuan materi yang akan diajarkan, pemilihan media dan sumber belajar,
serta menyusun tes uji kemampuan berupa pilihan berganda yang digunakan
untuk mengetahui hasil belajar siswa sesudah siswa dan guru melaksanakan
proses pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL).

b. Pelaksanaan (Acting)
Tahap pelaksanaan tindakan ini adalah merealisasikan strategi pembelajaran
yang telah dirancang pada tahap perencanaan dengan penerapan model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Dalam tahap pelaksanaan tindakan
pembelajaran ini guru mata pelajaran berperan penuh merealisasikan strategi
pembelajaran sesuai dengan rancangan pembelajaran yang telah disusun bersama
dengan peneliti pada tahap perencanaan sementara peneliti bersama rekan
observer mengawasi langsung kegiatan pembelajaran untuk mengumpulkan data
yang diperlukan untuk menganalisis tahapan yang perlu dibenahi pada pertemuan
selanjutnya serta membimbing siswa serta memberikan penjelasan yang perlu jika
terdapat kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam proses pembelajarannya.
Setelah pelaksanaan tindakan selesai, di akhir siklus dilakukan tes uji kemampuan

38
dengan bentuk tes pilhan berganda terhadap siswa sebagai penilaian terhadap hasil
belajar siswa.

c. Tahap Pengamatan (Observation)


Pengamatan dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung dengan
diterapkannya model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) oleh peneliti
bersama dengan rekan observer, dimana yang diamati atau di observasi adalah :
(1) Proses pembelajaran sesuai atau tidak dengan sintaks; (2) Materi yang dibahas
sesuai RPP; (3) Proses penyusunan kelompok; dan (4) Aktivitas siswa selama
proses belajar mengajar berlangsung. Pada akhir siklus yang telah dilaksanakan,
setiap siswa diberi tes/ ujian. Adapun nilai akhir hasil belajar Pengeritingan
Rambut dengan Teknik Dasar merupakan hasil belajar teori sebagai ranah kognitif
melalui pemberian tes tertulis. Data hasil belajar siswa disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Perolehan Nilai Hasil Belajar Siswa Pada Siklus I
Skor
No. Nama Siswa Nilai Keterangan
Perolehan
1. Amanda Putri 26 86,67 Lulus
2. Ayu Septia Ningsih 24 80 Lulus
3. Bunga Purnama Sari 16 53,33 Tidak Lulus
4. Chintya Aulia Pane 24 80 Lulus
5. Cindy Marini 10 66,67 Tidak Lulus
6. Clauracia Yumastari Damanik 24 80 Lulus
7. Eka Putrid Tywi 24 80 Lulus
8. Evi Susanti 16 53,33 Tidak Lulus
9. Geby Aulia 26 86,67 Lulus
10. Hani Magdalena Panjaitan 24 80 Lulus
11. Helena Br Manalu 24 80 Lulus
12. Jesika Amelia Agatha Sinaga 24 80 Lulus
13. Maria Irena Br.Ginting 24 80 Lulus
14. Nabila Larasati 26 86,67 Lulus
15. Nadasyifa Sabina 24 80 Lulus
16. Najwa 24 80 Lulus
17. Nova Rotua Tampubolon 22 73,33 Tidak Lulus
18. Nurhayani Nasution 22 73,33 Tidak Lulus
19. Putrid Patricia Papuas 24 80 Lulus
20. Rahel Olyvia Silaban 16 53,33 Tidak Lulus
21. Renata Anjenika Br.Tarirolan 22 73,33 Tidak Lulus
22. Salsabila Defian 18 60 Tidak Lulus

39
23. Serojanta Br Ginting 24 80 Lulus
24. Shofia Br. Manullang 26 86,67 Lulus
25. Sindi Klarisa Lase 24 80 Lulus
26. Sri Liasna Sembiring 24 80 Lulus
27. Stevani Putrid Pelawi 24 80 Lulus
28. Syaqira Ayu Andini 24 80 Lulus
29. Tio Monika Hasugian 26 86,67 Lulus
30. Wahyuni Valentina 26 86,67 Lulus
Jumlah Siswa yang mencapai KKM (75) 22
Persentase Ketuntasan Klasikal 73,33%

Dari hasil belajar siswa yang diperoleh pada akhir Siklus I selesai maka
diketahui nilai hasil belajar siswa dengan kategori kurang sebanyak 8 orang
(26,67%), cukup sebanyak 16 orang (53,33%), dan baik sebanyak 6 orang (20%).
Berdasarkan data di atas nilai perolehan ketuntasan klasikal hanya 73,33 yaitu
kategori belum tuntas, seperti yang dapat kita lihat pada grafik dibawah ini :
100 Keterangan:
90 Baik (85-92)
80
70 Cukup (75-84)
60
Kurang (0-74)
50
40
30
20
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718192021222324252627282930

Gambar 4. Grafik Perolehan Nilai Hasil Belajar Siswa Pada Siklus I

d. Tahap Refleksi
Dari analisis data yang terkumpul pada siklus I, maka diperoleh data sebagai
berikut: a) Nilai rata-rata hasil belajar siswa 76,89; b) Persentase ketuntasan hasil
belajar siswa secara klasikal 73,33%.
Dari analisis data di atas dinyatakan indikator keberhasilan penelitian belum
terpenuhi, sehingga penelitian harus dilanjutkan kembali ke Siklus II. Menanggapi
ketidaktercapaian indikator keberhasilan penelitian ini, guru bersama peneliti dan
rekan observer menyoroti beberapa kajian masalah yang perlu dibenahi. Kendala

40
utama yang dihadapi pada proses pembelajaran dengan penerapan model
pembelajaran pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah:
1) Siswa belum terbiasa dengan pembelajaran kelompok, hal ini dapat dilihat
dari proses pembentukan kelompok yang memakan waktu cukup lama.
2) Proses diskusi dalam kelompok cenderung masih dimonopoli oleh beberapa
orang siswa sementara siswa yang lain hanya memperhatikan saja atau belajar
sendiri.
3) Presentasi kelompok sebagian siswa masih ragu untuk bertanya atau
mengutarakan pendapatnya, sehingga keaktifan pembelajaran belum merata
terlaksana dengan baik.
4) Sebagian siswa masih menganggap tes yang diberikan terhadap mereka
sebagai suatu tantangan yang mau tidak mau harus dijawab dengan cara
apapun, misalnya dengan mencontek pekerjaan teman sebangkunya.

2. Siklus II
Siklus kedua (II) penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada tanggal 25
September 2019 dengan alokasi waktu (4x45) menit untuk setiap pertemuan.
Perlakuan tindakan kelas ini adalah materi Pengeritingan Rambut Dengan Teknik
Dasar.yang meliputi empat tahapan seperti halnya pada siklus I, yaitu tahap
perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap pengamatan (observasi), dan tahap
refleksi.

a. Perencanaan (Planning)
Menanggapi kajian masalah pada tahap refleksi di siklus I, guru bersama
peneliti dan rekan observer melaksanakan perencanaan ulang yang perlu dibenahi
di siklus II. Adapun rancangan skenario pelaksanaan pembelajaran tetap
dilalaksanakan sesuai dengan rancangan pelaksanaan pembelajaran pada siklus I
dengan menekankan beberapa tindakan guna memperbaiki masalah yang tersaji
pada siklus I. Adapun tindakan tersebut meliputi:
1) Memotivasi siswa dengan motivasi yang menumbuhkan rasa percaya diri
dengan prinsip bahwa semua siswa memiliki hak yang sama dalam
pembelajaran dan semua siswa memiliki keistimewaan.

41
2) Memberikan arahan dan pemahaman kepada siswa untuk menumbuhkan rasa
kebersamaan dalam kerja sama yang baik dengan prinsip bahwa kemajuan
belajar temannya merupakan tanggung jawab bersama oleh semua siswa serta
agar semua siswa saling menghargai pendapat dan status sesama.
3) Memberikan kesempatan bertanya dan menanggapi paparan kelompok secara
merata kepada seluruh siswa.
4) Menekankan kepada siswa bahwa penilaian yang berarti bukan nilai yang
berasal dari hasil kecurangan, tetapi nilai yang murni berasal dari kemampuan
sendiri.

b. Tahap Pelaksanaan (Acting)


Tahap pelaksanaan tindakan ini adalah merealisasikan strategi
pembelajaran yang telah dirancang pada tahap perencanaan dengan penerapan
model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan menekankan
beberapa hal yang telah disoroti dari tahap refleksi pada siklus I. Dalam tahap
pelaksanaan tindakan pembelajaran ini guru mata pelajaran berperan penuh
merealisasikan strategi pembelajaran sesuai dengan rancangan pembelajaran yang
telah disusun bersama dengan peneliti pada tahap perencanaan sementara peneliti
bersama rekan observer mengamati langsung kegiatan pembelajaran. Setelah
pelaksanaan tindakan selesai, di akhir siklus dilakukan tes uji kemampuan dengan
bentuk tes pilhan berganda terhadap siswa sebagai penilaian terhadap hasil belajar
siswa.

c. Tahap Pengamatan (Observation)


Tahap pengamatan dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung
dengan diterapkannya model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) oleh
peneliti bersama dengan rekan observer. Kegiatan selanjutnya adalah
megumpulkan data hasil belajar siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah
penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat
meningkatkan hasil belajar siswa sebagai acuan untuk refleksi terhadap proses
pembelajaran. Hasil belajar siswa diperoleh dari nilai tes uji kemampuan yang

42
dikerjakan oleh siswa sesudah proses belajar mengajar dilaksanakan. Perolehan
nilai tes uji kemampuan siswa pada siklus II dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 8. Perolehan Nilai Hasil Belajar Siswa Pada Siklus II


Skor
No. Nama Siswa Nilai Keterangan
Perolehan
1. Amanda Putri 24 80 Lulus
2. Ayu Septia Ningsih 26 86,67 Lulus
3. Bunga Purnama Sari 24 80 Lulus
4. Chintya Aulia Pane 26 86,67 Lulus
5. Cindy Marini 24 80 Lulus
6. Clauracia Yumastari Damanik 26 86,67 Lulus
7. Eka Putrid Tywi 24 80 Lulus
8. Evi Susanti 22 73,33 Tidak Lulus
9. Geby Aulia 22 73,33 Tidak Lulus
10. Hani Magdalena Panjaitan 26 86,67 Lulus
11. Helena Br Manalu 24 80 Lulus
12. Jesika Amelia Agatha Sinaga 24 80 Lulus
13. Maria Irena Br.Ginting 24 80 Lulus
14. Nabila Larasati 28 93,33 Lulus
15. Nadasyifa Sabina 24 80 Lulus
16. Najwa 24 80 Lulus
17. Nova Rotua Tampubolon 24 80 Lulus
18. Nurhayani Nasution 22 73,33 Tidak Lulus
19. Putrid Patricia Papuas 24 80 Lulus
20. Rahel Olyvia Silaban 26 86,67 Lulus
21. Renata Anjenika Br.Tarirolan 24 80 Lulus
22. Salsabila Defian 22 73,33 Tidak Lulus
23. Serojanta Br Ginting 24 80 Lulus
24. Shofia Br. Manullang 30 100 Lulus
25. Sindi Klarisa Lase 24 80 Lulus
26. Sri Liasna Sembiring 24 80 Lulus
27. Stevani Putrid Pelawi 24 80 Lulus
28. Syaqira Ayu Andini 28 93,33 Lulus
29. Tio Monika Hasugian 26 86,67 Lulus
30. Wahyuni Valentina 100 100 Lulus
Jumlah Siswa yang mencapai KKM (75) 106
Persentase Ketuntasan Klasikal 86,67%

Berdasarkan data hasil belajar siswa di siklus II pada tabel di atas, terdapat 4
orang siswa (13,33%) yang memperoleh nilai dengan kategori kurang, cukup

43
sebanyak 16 orang (53,33%), baik sebanyak 6 orang (20%), dan amat baik
sebanyak 4 (13,33%). Dari hasil belajar siswa pada Siklus II, diperoleh nilai rata-
rata 83,33.
120 Keterangan:
Amat Baik
100 (93-100)

Baik (85-92)
80
Cukup (75-84)
60
Kurang (0-74)
40

20

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718192021222324252627282930

Gambar 5. Grafik Perolehan Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus II

d. Tahap Refleksi
Dari keseluruhan data yang terkumpul pada siklus II, maka diperoleh
analisis data kemampuan siswa dalam proses belajar mengajar sudah megarah ke
pembelajaran bermakna dengan model pembelajaran Problem Based Learning
(PBL). Siswa mampu bekerjasama dengan kelompoknya. Hal ini dapat dilihat dari
hasil belajar rata-rata siswa pada Siklus I yaitu 73,33 meningkat menjadi 80 pada
Siklus II. Dari hasil analisis data tersebut dinyatakan bahwa keseluruhan indikator
keberhasilan penelitian telah terpenuhi dan penelitian dapat dihentikan.

3. Analisis Peningkatan Pembelajaran Siklus I dan Siklus II


Berdasarkan data hasil belajar yang diperoleh dari hasil penelitian, dapat
dianalisis perbandingan hasil belajar untuk setiap siklusnya, seperti yang
dirincikan pada Tabel 9 berikut:

44
Tabel 9. Data Hasil Belajar pada Siklus I dan Siklus II
Tes Prasiklus/ Tes Awal Hasil Belajar Hasil Belajar
Kategori Siklus I Siklus II
Penilaian Jumlah Siswa (%) Jumlah Jumlah
(%) (%)
Siswa Siswa
Tidak Tuntas 15 50 8 6,67 4 13,33
Tuntas 15 50 22 73,33 26 86,67

Berdasarkan Tabel 9, dapat dilihat peningkatan hasil belajar siswa dengan


penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Berikut diagram
perolehan hasil uji kemampuan pada tes awal, siklus I, dan siklus II:

86.67
90
80 73.33
70
60 50 50
50 Tidak Tuntas
40 Tuntas
26.67
30
20 13.33
10
0
Prasiklus Siklus I Siklus II

Gambar 6. Persentase Hasil Uji Kemampuan pada Siklus I dan Siklus II


Nilai rata-rata hasil belajar pada siklus I adalah 76,89, sedangkan nilai rata-
rata pada Siklus II adalah 80. Selisih nilai rata-rata hasil belajar dari siklus II ke
siklus I adalah sebesar 6,44. Persentase peningkatan hasil belajar siswa dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
𝑃−𝑄
Peningkatan Hasil Belajar = x 20
𝑄
Dimana:
P = Rata-rata nilai siklus II
Q = Rata-rata nilai siklus I
Maka:

45
80 − 76,89
Peningkatan Hasil Belajar = x 100
76,89
Berdasarkan rumus di atas, maka diperoleh persentase rata-rata peningkatan
hasil belajar siswa secara klasikal dari hasil uji kemampuan siklus I ke siklus II
adalah sebesar 4,04%.

B. Pembahasan Penelitian
Dari hasil analisis data penelitan, untuk siklus I diperoleh data sebagai berikut: a)
Nilai rata-rata hasil belajar siswa adalah 76,89; b) Persentase ketuntasan hasil belajar
siswa secara klasikal adalah sebesar 73,33%. Untuk siklus II diperoleh data sebagai
berikut: a) Nilai rata-rata hasil belajar siswa adalah 80; b) Persentase ketuntasan hasil
belajar siswa secara klasikal adalah sebesar 86,67%. Persentase rata-rata peningkatan
hasil belajar siswa secara klasikal dari hasil uji kemampuan siklus I ke siklus II adalah
sebesar 4,04%
Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) bertujuan untuk
meningkatkan hasil Pengeritingan Rambut Dengan Teknik Dasar pada siswa kelas XI
TKC di SMK Negeri 10 Medan, berdasarkan hasil analisis data di atas tujuan penelitian
ini telah terpenuhi berdasarkan indikator keberhasilan penelitian. Berdasarkan hasil
penelitian, penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.

46
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian, maka kesimpulan dalam
penelitian ini adalah: “penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
dapat meningkatkan hasil belajar Pengeritingan Rambut Dengan Teknik Dasar pada
siswa kelas XI TKC di SMK Negeri 10 Medan tahun ajaran 2019/2020”. Peningkatan
hasil belajar siswa tersebut yakni :
1. Pada siklus I ketuntasan belajar siswa secara klasikal sebesar 73,33% dan nilai
tertinggi 86,67 serta nilai rata-rata kelas 76,89;
2. Pada siklus II Ketuntasan belajar siswa secara klasikal sebesar 86,67% dengan nilai
terendah 73,33 dan nilai tertinggi 100 serta nilai rata-rata kelas 80.

B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penulis, adapun saran yang dapat
disampaikan adalah sebagai berikut:
1. Efektifitas pembelajaran dipengaruhi oleh keaktifan belajar siswa, semakin aktif
siswa membelajarkan diri maka hasil belajar akan semakin lebih baik. Oleh sebab
itu disarankan kepada guru untuk membuat variasi mengajar dengan menggunakan
model pembelajaran yang menuntut siswa berperan lebih aktif dalam pembelajaran.
2. Model pembelajaran Problem Basel Learning (PBL) merupakan pembelajaran
menggunakan masalah sebagai fokus untuk mengembangkan keterampilan
pemecahan masalah, materi, dan pengaturan diri.
3. Menerapkan model pembelajaran yang menuntut siswa berperan lebih aktif dalam
proses pembelajaran tentunya memiliki kendala tersendiri, terutama dalam
mengkoordinir ketertiban belajar. Oleh sebab itu sebelum menerapkan model
pembelajaran yang menuntut peran aktif siswa, diharapkan kepada guru untuk
memanajemen pembelajaran dengan matang agar sistem kontrol pada pelaksanaan
pembelajaran terlaksana dengan baik.

47
DAFTAR PUSTAKA

Amri, S. 2013. Pengembangan & Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013. Jakarta:
PT. Prestasi Pustakaraya.

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

. (2014). Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Jakarta: PT Bumi


Aksara

Depdiknas. (2006). Bunga Rampai Keberhasilan Guru dalam Pembelajaran (SMA,


SMK, dan SLB). Jakarta: Depdiknas.

Dimyati & Mudjiono. (2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:Rineka Cipta.

Djamarah, S.B., dan Zain, A. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah, Syaiful Bahri. (2002). Psikologi Belajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Hosnan. (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21.
Bogor: Ghalia Indonesia.

Kusumah. Wijaya dan Dedi Dwigatama. (2010). Mengenal Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta: PT. Indeks.

Muhibbin, Syah. (2006). Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Sardiman. A., M. (2011). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali
Press.

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka
Cipta

48
i
1

Anda mungkin juga menyukai