Anda di halaman 1dari 92

BAB I

PENDAHULUAN

(Diketik oleh: Ni Putu Eprilia Pratiwi, 171200263)

1.1. Latar Belakang


Makhluk hidup atau organisme, yang dalam bahasa Yunani adalah organon yang
berarti alat adalah kumpulan molekul - molekul yang saling memengaruhi sedemikian rupa
sehingga dapat berfungsi secara stabil dan memiliki sifat hidup. Istilah organisme kompleks
mengacu pada organisme yang memiliki lebih dari satu sel. Makhluk hidup adalah struktur
biologis yang merespon perubahan lingkungan atau dalam entitas sendiri. Makhluk hidup
memiliki organisasi biokimia yang kompleks yang memungkinkan mereka untuk
memproses zat dan memanfaatkan energi untuk merespon perubahan di sekitar mereka.
Salah satu jenis makhluk hidup yang amat kecil adalah mikroorganisme.
Mikroorganisme adalah organisme hidup yang berukuran mikroskopis sehingga tidak
dapat dilihat dengan mata telanjang. Mikroorganisme dapat ditemukan di semua tempat
yang memungkinkan terjadinya kehidupan, di segala lingkungan hidup manusia. Mereka
ada di dalam tanah, di lingkungan akuatik, dan atmosfer (udara) serta makanan. Dan karena
beberapa hal mikroorganisme tersebut dapat masuk secara alami ke dalam tubuh manusia,
tinggal menetap dalam tubuh manusia atau hanya bertempat tinggal sementara. Lebih lanjut,
fisiologi, gizi dan perlindungan tanaman dan hewan (termasuk manusia) adalah tergantung
pada berbagai hubungan dengan mikroba. Mikroorganisme dapat hidup bebas ataupun
menumpang pada tubuh makhluk hidup lain. Manusia secara konstan berhubungan dengan
beribu-ribu mikroorganisme ini, yang dapat menguntungkan maupun merugikan.
Mikroorganisme ini dapat menguntungkan inangnya tetapi dalam kondisi tertentu
dapat juga menimbulkan penyakit. Untuk itu lah makalah ini disusun guna membahas
mikroorganisme alami penghuni tubuh manusia, sehingga kita dapat mengetahui hubungan
antara manusia dan flora normal tubuh manusia. Tubuh manusia, ditemukan sekitar

1014 bakteri. Populasi bakteri merupakan flora mikroba normal. Flora normal dapat
ditemukan di banyak situs dari tubuh manusia. Kebanyakan flora normal yang terdapat pada
tubuh manusia adalah dari jenis bakteri. Namun beberapa virus, jamur, dan protozoa juga
dapat ditemukan pada orang sehat.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari flora normal?
2. Apa fungsi flora dan Penggolongan normal ?
3. Bagaimana Proses Pembentukan flora normal ?
4. Pada bagian manakah letak flora normal pada tubuh manusia?
5. Apa saja jenis – jenis flora normal?
6. Bagaimana dampak positif dan negative flora normal pada tubuh manusia?
7. Apakah factor – factor yang mempegaruhi flora normal tubuh manusia?
8. Bagaimana cara pencegahan dan penanggulangan flora normal pathogen pada tubuh
manusia?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari flora normal.
2. Untuk mengetahui fungsidan Penggolongan flora normal.
3. Untuk mengetahui Proses Pembentukan flora normal.
4. Untuk mengetahui letak flora normal pada tubuh manusia.
5. Untuk mengetahui jenis – jenis flora normal.
6. Untuk mengetahui dampak positif dan negative flora normal pada tubuh manusia.
7. Untuk mengetahui factor – factor yang mempengaruhi flora normal pada tubuh manusia.
8. Untuk mengetahui bagaimana cara pencegahan dan penanggulangan flora normal
pathogen pada tubuh manusia.

BAB II

PEMBAHASAN

(Diketik oleh: Ni Putu Eprilia Pratiwi, 171200263)

2.1 Pengertian Flora Normal


Flora normal atau mikrobiota adalah kumpulan organisme yang umumditemukan
secara alamiah pada orang sehat dan hidup rukun berdampingan dalam hubungan yang
seimbang dengan host-nya. Sebenarnya mikroorganisme yang terdapat pada tubuh manusia
tidak dapat digolongkan dengan tegas, apakah itu sebuah komensal atau suatu spesies yang
pathogen bagi manusia tersebut. Flora dalam tubuh manusia dapat menetap atau transient.
Mikroba normal yang menetap tersebut dapat dikatakan tidak menyebabkan penyakit dan
mungkin menguntungkan bila ia berada dilokasi yang semestinya dan tanpa adanya keadaan
yang abnormal. Mereka dapat menyebabkan penyakit bila karena keadaan tertentu berada
ditempat yang tak semestinya atau bila ada factor predisposisi. (Jawetz dkk, 2005)
Mikroorganisme dari flora normal dapat yang membantu host (dengan bersaing untuk
microenvironments lebih efektif daripada patogen seperti Salmonella sp atau dengan
memproduksi nutrisi host dapat menggunakan), ada juga yang dapat merugikan host
(dengan menyebabkan karies gigi, abses, ataupenyakit menular lainnya), atau mungkin ada
sebagai commensals (menghuni tuan rumah untuk waktu yang lama tanpa menyebabkan
kerusakan terdeteksi atau manfaat). (Jawetz dkk, 2005)
2.2 Fungsi dan Penggolongan Flora Normal
2.2.1 Fungsi Flora Normal
Flora normal mampu mencegah kolonisasi bakteri patogen potensial,
apakah dengan melepaskan faktor antibakteri (bacteriocins, colicins) dan produk –
produk limbah metabolik bersama dengan berkurangnya oksigen yang tersedia dan
mencegah pembentukan spesies lainnya. Misalnya, bakteri lactobacilli menjaga supaya
lingkungan mereka tetap asam sehingga dapat menekan pertumbuhan organisme lain.
Bakteri usus juga melepaskan faktor -faktor metabolik, memproduksi vitamin B dan K
. Selain itu, diperkirakan bahwa stimulasi antigenik dilepaskan oleh flora adalah
penting untuk perkembangan sistem kekebalan tubuh normal. (Staff Pengajar
Kedokteran UI, 1994)
Fungsi memahami flora normal dalam tubuh yaitu dapat membantu menduga macam -
macam infeksi yang akan timbul setelah terjadinya kerusakan jaringan pada situs – situs
yang khusus. Hal ini memberikan petunjuk yaitu tentang kemungkinan sumber –
sumber dan pentingnya mikroorganisme yang teramati pada beberapa infeksi klinis.
Sebagai contoh Escherichia coli tidak berbahaya di dalam usus tetapi bila memasuki
kandung kemih dapat menyebabkan sistitis, suatu peradangan pada selaput lendir organ
ini. Hal ini dapat mbuat kita menaruh perhatian lebih besar terutama terhadap infeksi
yang disebabkan oleh mikroorganisme yang merupakan mikrobiota normal atau asli
pada inang manusia. Hal ini terutama penting karena terlihat adanya peningkatan
timbulnya infeksi yang disebabkan oleh jasad – jasad renik ini daripada sumber luar.
(Jawetz dkk, 2005)
2.2.2 Penggolongan Flora Normal
Flora normal tubuh manusia berdasarkan bentuk dan sifat kehadirannya dapat
digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu :
1. Mikroorganisme tetap/normal (resident flora / indigenous)
Mikroorganisme jenis tertentu yang biasanya ditemukan pada bagian tubuh
tertentu dan pada usia tertentu. Keberadaan mikroorganismenya akan selalu tetap,
baik jenis ataupun jumlahnya, jika ada perubahan akan kembali seperti semula.
Flora normal/tetap yang terdapat pada tubuh merupakan organisme komensal.
Flora normal yang lainnya bersifat mutualisme. Flora normal ini akan
mendapatkan makanan dari sekresi dan produk-produk buangan tubuh manusia,
dan tubuh memperoleh vitamin atau zat hasil sintesis dari flora normal.
Mikroorganisme ini umumnya dapat lebih bertahan pada kondisi buruk dari
lingkungannya. Contohnya : Streptococcus viridans, S. faecalis, Pityrosporum
ovale, Candida albicans. (Michael J, 2008)
2. Mikroorganisme sementara (transient flora)
Mikroorganisme non – patogen atau potensial patogen yang berada di kulit
dan selaput lendir/mukosa selama kurun waktu beberapa jam, hari, atau minggu.
Keberadaan mikroorganisme ini ada secara tiba-tiba (tidak tetap) dapat disebabkan
oleh pengaruh lingkungan, tidak menimbulkan penyakit dan tidak menetap. Flora
sementara biasanya sedikit asalkan flora tetap masih utuh, jika flora tetap berubah,
maka flora normal akan melakukan kolonisasi, berbiak dan menimbulkan penyakit.
(Michael J, 2008)
2.3. Proses Pembentukan flora normal
Flora normal diperoleh dengan cepat selama dan segera setelah lahir, dan perubahan
terus - menerus selama pertumbuhan terkait umur, gizi dan lingkungan individu. Misalnya,
pada bayi yang diberi ASI dan yang diberi minum susu formula. (Staff Pengajar Fakultas
Kedokteran UI, 1994)
Saat proses kelahiran bayi, Mekoneum bayi yang baru lahir secara mikroskopik tidak
mengandung bakteri. Namun dalam waktu 24 jam pertama akan timbul bakteri coliform,
enterococci lactobacilli, produk pembusukan kuman clostridium dan staphylococcus
sebagai flora normal saluran cerna.Jumlah bakteri ini kurang lebih sebanyak 1011 per gram
feses. Hari ke 3-4 setelah lahir, bifidobacteria mulai berkembang biak mengikuti kuman
flora normal sebelumnya seperti coliform bakteri, enterococci dan hasil pembusukan
bakteri. Selanjutnya bifidobakteri akan tumbuh lebih pesat, sedangkan bakteri lainnya akan
berkurang hingga sampai seperseratusnya. (Grafik 1) Selanjutnya, bifidobakteria akan
menjadi flora normal atau mikrobiota yang utama di dalam saluran cerna bayi baru lahir.

Grafik 1. Perubahan flora normal pada bayi usia 7 hari pertama. (Dikutip dari Mitsuoka, 1987)

Sebagian peneliti berspekulasi bahwa flora normal bayi baru lahir diperoleh dari
saluran pada saat proses kelahiran, menelan udara yang menempel di payudara ibu pada
saat menyusui, dari jari-jari ibu, serta perawat yang terlibat dalam perawatan paska proses
kelahiran. Bakteri yang terdeteksi pada bayi tersebut secara konsisten sesuai dengan
bakteri yang dijumpai di lingkungan jalan lahir serta di jari-jari perawat yang terlibat
dalam perawatan bayi. Meskipun bifidobakteria jumlahnya dominan pada hari kelima
setelah lahir, namun mempunyai spesies yang spesifik (infant type) dibandingkan
bifidobakteria yang dijumpai di dalam usus ibu (adult type).
Dengan demikian timbul spekulasi bahwa bifidobakteri ini bukan berasal dari
saluran cerna ibu. Spekulasi lain mengatakan bahwa bifidobakteria ini berasal dari
kolostrum. (Mitsuoka, 1987)
Pemberian ASI dan susu formula, telah banyak dibuktikan bahwa bayi yang
mendapatkan ASI secara bermakna kurang peka terhadap infeksi saluran cerna,
dibandingkan kelompok bayi yang mendapatkan susu formula. Perbedaan mortalitas dan
morbiditas kedua kelompok bayi ini dimungkinkan oleh karena adanya bahan yang berada
di dalam susu ibu, yang mempunyai peran perlindungan terhadap infeksi.
Bila feses bayi yang mendapatkan ASI diperiksa dibawah mikroskop, maka akan
tampak kuman gram positif lebih dominan dibandingkan gram negative. Sedangkan yang
mendapatkan susu formula, didapatkan kuman gram negatif lebih dominan dibandingkan
dengan gram positif. Pada tinja bayi yang mendapatkan ASI, per gram fesesnya dijumpai
bifidobacteria sebanyak 1010 hingga 1011. Sedangkan kuman coliform dan enterococci
sebanyak 108per gram feses, termasuk kuman anaerobik lainnya dan bacteroides yang
berfungsi sebagai kuman pembusuk (Grafik 2). pH tinja bayi yang mendapatkan ASI
berkisar 4.5-5.5, lebih rendah dibandingkan yang mendapatkan susu formula.

Grafik 2. Perbandingan Flora Normal Pada Usus Bayi Dengan AsI dan Susu Formula. (Mitsuoka,
1987)
Flora normal usus pada bayi yang mendapatkan ASI dan susu formula berbeda.
Walaupun sebagian besar bayi dengan ASI mengandung bifidobacteria, namun sebagian
kecil dari kelompok ini tidak dijumpai bidobacteria. Sedangkan kuman aerob seperti
bakteri E - coli dan enterpcocci sebanyak 10 kali lebih besar dibandingkan yang
mendapatkan ASI. Kuman anaerob dan bacteroides dan jumlah sama. Sedangkan pH
fesesnya lebih netral , sekitar 5.7 - 6.7. (Mitsuoka, 1987)
Manusia sebagai inang dari mikroba, kebanyakan mikroba asli di dalam tubuh
manusia adalah komensal, yaitu mereka memafaatkan hubungan dengan inang tetapi
inangnya tidak terprngaruh oleh mikroba. Mikroba komesal memperoleh makanannya dari
sekresi dan buangan produk – produk buangan tubuh manusia. Mikroorganisme asli yang
lain mempunyai hubungan mutualistic dengan inangnya yaitu mereka memanfaatkan
inangnya sambil juga hidup dari situ. Keuntungan bagi inang di dalam hubungan
mutualistic dapat dirangkum sebagai berikut:
Mikroba adalah pemakan sisa, menggunakan bahan buangan. Banyak bakteri di
dalam usus melakukan hal ini. Bakteri usus dapat menyintesis vitamin – vitamin B yang
utama serta vitamin E dan K. Vitamin yang dihasilkannya merupakan sumbangan nyata
dalam memenuhi persyaratan vitamin pada inang.
Adanya mikrobe asli cenderung meniaakan mikroorganisme patogenik dan dengan
demikian, berfungsi melindungi inang terhadap penyakit. Peniadaan ini mungkin
disebabkan oleh persaingan akan nutrisi atau karena dihasilkannya substansi yang
menghambat patogenik tersebut.Sebagai contoh, laktobacillus di dalam vagina
menghasilkan asam yang melindungi vagina terhadap infeksi oleh gonokokus, yaitu bakteri
yang menyebabkan penyakit gonerea. Banyak galur Escherichia coli di dalam usus
menghasilkan kolisin yang dapat melindungi saluran pencernaan dari bakteri - bakteri usus
yang patogenik. (Jawetz dkk, 2005)
2.4. Letak flora normal pada tubuh manusia
2.4.1. Kulit
Kulit secara konstan berhubungan dengan bakteri dari udara atau dari benda-
benda, tetapi kebanyakan bakteri ini tidak tumbuh pada kulit karena kulit tidak sesuai
untuk pertumbuhannya. Kulit mempunyai keseragaman yang luas dalam hal struktur
dan fungus di berbagai situs tubuh. Perbedaan - perbedaan ini berfungsi sebagai
faktor ekologis selektif, untuk menentukan tipe dan jumlah mikroorganisme yang
terdapat pada setiap situs kulit. Pada umumnya beberpaa bakteri yang ada pada kulit
mampu bertahan hidup lama karena kulit mengeluarkan substansi bakterisidal.
Sebagai contoh, kelenjar keringat mengeksresikan lisozim, suatu enzim yang
dapat menghancurkan dinding sel bakteri. Kelenjar lemak mengeksresikan lipid yang
kompleks, yang mungkin diuraikan sebagian oleh beberapa bakteri : asam-asam
lemak yang dihasilkannya sangat beracun bagi bakteri-bakteri lain. Kebanyakan
bakteri kulit dijumpai pada epitelium yang seakan - akan bersisik (lapisan luar
epidermis), membentuk koloni pada permukaan sel yang mati. Kebanyakan bakteri
ini adalah spesies Staphylococcus (S.epidermisis dan S. aureus) dan sianobakteri
aerobik, atau difteroid . Jauhdi dalam kelenjar lemak dijumpai bakteri-bakteri
anaerobik lipofilik, seperti Propionibacterium acnes. Letak bakteri-bakteri ini pada
atau di dalam kulit diperlihatkan pada gambar 1.

Gambar Mikroba yang sering dijumpai pada kulit manusia.


Faktor - faktor yang berperan menghilangkan flora sementara pada kulit adalah
pH rendah, asam lemak pada sekresi sebasea dan adanya lisozim. Jumlah
mikroorganisme pada permukaan kulit mungkin akan dapat bisa berkurang dengan
jalan yaitu menggosok - gosoknya dengan sabun yang mengandung heksaklorofen atau
desinfektan lain, namun flora secara cepat muncul kembali dari kelenjar sebasea dan
keringat. (Hartati, 2012)
2.4.2. Telinga
Flora liang telinga luar biasanya gambaran flora kulit. Dapat dijumpai
Streptococcus pneumonia, batang gram negative termasuk Pseudomonas aeruginosa,
Staphylococcus aureus dan kadang – kadang Mycobacteria saprofit. Telinga bagian
dalam dan tengah biasanya steril. (Hartati, 2012)
2.4.3. Hidung
Bakteri yang paling sering dan hampr selalu dijumpai didalam hidung ialah
difteroid., Staphylococcus yaitu, S. epidermidis dan S. aureus. Di hulu kerongkongan
hidung juga dijumpai Branhamella catarrhalis (suatu kokus gram negative) dan
Hamophilusinfluenzae (suatu batang gram negatif). (Hartati, 2012)
2.4.4. Mulut
Kelembaban yang tinggi, adanya makanan terlarut secara konstan dan juga
partikel – partikel kecil makanan membuat mulut merupakan lingkungan ideal bagi
pertumbuhan bakteri. Mikrobiota mulut atau ronnga mulut sangat beragam banyak
bergantung pada kesehatan pribadi masing-masing individu. Diperolehnya mikrobiota
mulut yaitu pada waktu lahir, rongga mulut pada hakikatnya merupakan suatu
indikator yang steril, hangat, dan lembab yang mengandung berbagai substansi nutrisi.
Air liur terdiri dari air, asam amino, protein, lipid, karbohidrat dan senyawa – senyawa
anorganik. Jadi, air liur merupakan medium yang kaya serta kompleks yang dapat
dipergunakan sebagai sumber nutrien bagi mikrobe pada berbagai situs di dalam
mulut.
Beberapa jam sesudah lahir, terdapat peningkatan jumlahmikroorganisme
sedemikian sehingga di dalam waktu beberapa harispesies bakteri yang khas bagi
rongga mulut menjadi menetap. Jasad- jasad renik ini tergolong ke dalam genus
Sterptococcus, Neisseria, Veillonella, Actinomyces dan Lactobacillus. Jumlah dan
macam spesies ada hubungannya dengan nutrisi bayiserta hubungan antara bayi
tersebut dengan ibunya, pengasuhnya, danbenda-benda seperti handuk serta botol-
botol susunya. Spesies satu-satunya yang selalu diperoleh dari ronnga mulut, bahkan
sedini hari keduasetelah lahir ialah Streptococcus salivarius. Bakteri ini mempunyai
afinitas terhadap jaringan epiteal dan karena itu terdapat dalam jumlah besar pada
permukaan lidah.
Sampai menuculnya gigi, kebanyakan mikroorganisme di dalam mulut adalah
aerob atau anaerob fakultatif. Ketika gigi yang pertama muncul, anaerob obligat
seperti Bacterioides dan bakteri fusiform (Fusobacterium sp.) menjadi lebih jelas
karena jaringan disekitar lingungan disekitar gigi menyediakan lingkungan
anaerobik.Gigi itu sendiri merupakan tempat bagi menempelya mikrobe. Ada dua jenis
spesies bakteri yang dijumpai berasosiasi dengan permukaan gigi yaitu Streptococcus
sanguis dan Streptococcus mutans. Yang disebutkan terakhir ini diduga merupakan
unsur etiologis (penyebab) utama kerusakan pada gigi atau pembusuk gigi.
Tertahannya kedua spesies ini pada permukaan gigi merupakan akibat sifat adhesif
baik dari glikoprotein liur maupun polisakaride bakteri.
Sifat menempel ini sangat penting bagi kolonisasi bakteri di dalam mulut.
Glikoprotein liur dapat menyatukan bakteri - bakteri tertentu dan mengikatkan mereka
pada permukaan gigi. Baik S. sanguis maupun S.mutans menghasilkan polisakaride
ekstra seluler yang disebut dekstran yang bekerja sebagai perkat, pengikat sel-sel
bakteri menjadi satu dan juga melekatkan mereka pada permukaan gigi.
Tertahannya bakteri dapat terjadi pula karena tertangkapnya secara mekanus di
dalam celah-celah gusi, atau di dalam lubang dan retakan gigi. Agregasi bakteri
semacam ituserta bahan organik pada permukaan gigi disebut plak (plague). Air
liur terus-menerus dihasilkan dan ditelan dan oleh sebab itu bekerja sebagai
pembersih. Bakteri-bakteri seperti Streptococcus mutans dan Streptococcus sanguine
yang pada keadaan normal memang berada di dalam rongga mulut ternyata juga dapat
menimbulkan persoalan. Ketika gerombolan bakteri itu bertemu dengan sisa makanan
(khususnya yang mengandunggula sukrosa) berikut enzim dari saliva, akan terjadi
reaksi fermentasi yang menghasilkan asam. Bila asam itu terus - menerus diproduksi,
akan terjadi proses demineralisasi atau pelunakan lapisan email gigi terdekat (email
bagian terluar dan terkeras dari gigi). Karena email melunak, timbullah karies atau gigi
berlubang. (Pratiwi, 2008)
Bartels 1968 menyatakan bahwa infeksi didalam rongga mulut disebabkan oleh
kuman-kuman yang biasa hidup normal dalam mulut. Kuman-kuman pada kondisi
normal dapat berubah menjadi pathogen sehingga merusak jaringan mulut atau
merubah sisitim ekologi kehidupan kuman-kuman dalam rongga mulut.

Infeksi dalam rongga mulut yang disebabkan oleh kuman-kuman yang tidak hidup
normal dalam rongga mulut dapat terjadi karena terjadi kontak dengan orang lain yang
sedang menderita penyakit atau binatang atau memakan/meminum makan/air yang
telah tercemar oleh kuman-kuman pathogen. Infeksi dalam rongga mulut dapat bersifat
primary atau sekundair dari suatu infeksi sistemik.

Kemampuan kuman-kuman normal didalam rongga mulut untuk berobah


menjadi patogen ditunjukan oleh hasil penelitian dari Sabiston dkk 1976; mereka
meneliti dari 58 spacimen abses gigi , hasil penelitian tersebut menunjukan terdapat
berbagai species kuman pada infeksi pyogenic rongga mulut; Streptokokus facultatife
merupakan spesies yang terbanyak dibandingkan dengan species lainnya. Basil gram
positif dan gram negatif merupakan yang banyak pula dijumpai pada pus, gram-negaif
fakultatif pada penelitian ini jarang dijumpai, dapat disimpulkan dari penelitian ini
bahwa pus berisikan bermacam-macam species kuman dan kuman tidak mampu
menimbulkan infeksi secara sendiri2. Ini tidak berarti bahwa penelitian ini meragukan
tapi diperlukan pula suatu cara kultur untuk kuman-kuman yang anaerobik untuk
mendapatkan hasil yang lebih akurat.

Karena kelainan didalam mulut disebabkan oleh kuman-kuman yang sudah


berada dalam mulut (endogenous) dan kuman-kuman yang berasal dari luar rongga
mulut(exogenous) maka kita harus mengetahui kuman-kuman apa saja yang hidup
secara normal didalam mulut dan kuman-kuman yang merupakan manifestasi dari
penyakit-penyakit sistemik didalam mulut. Kita juga harus mengetahui metoda untuk
melakukan pemeriksaan laboratorium dan pengetahuan untuk melakukan identifikasi
dari kuman penyebab.

Ekologi Kuman Yang Hidup Normal Di dalam Rongga Mulut


Menurut Hardie dan Bowden, 1974 ada banyak jenis koloni kuman yang hidup
normal dalam rongga mulut.Pada orang dewasa jumlah kuman lebih banyak, sebagai
contoh pada air ludah 43 X 106 sampai 55 X 108 kuman per meliliter (Burnett dan
Scherp, 1968), sedangkan pada per gram plaque 2,5 X 1011 dan per gram kotoran dari
alveolar crest 1,7 X 1011(Gibbons dkk 1963 dan Socransky dkk; 1963). Pada saat lahir
rongga mulut steril setelah beberapa jam, sejumlah kuman meningkat jumlahnya
dengan cepat, McCarthy, Snyder dan Parker(1965) menemukan Streptococcus,
Stapylococcus, Vaillonella dan Neisseria, species dari Actinomyces, Fusobacterium,
Nocordia(Rothia) dan Lactobacillus dijumpai pada lebih dari setengah objek
penelitian, sedangkan Bacteriodes, Candida, Corynebacterium, Leptotrichia dan
Coliform dijumpai pada kurang dari setengahobjek penelitian. Streptococcus salivarius
dijumpai pada bayi yang baru lahir bila specimentnya diambil dari dorsum
lidah(Carlsson dkk, 1970; Mccarthy, Snyder dan Parker, 1965). Socransky dan
Manganiello(1971) membuat tabel kuman-kuman yang ada dalam rongga mulut orang
dewasa(tabel 2), dari hasil penelitian Gibbons dkk,1963; Gordon dan Gibbons, 1966;
Gordon dan Jong, 1968; Richardson dan Jones, 1958; Socransky dkk, 1963. Kuman
rongga mulut dijumpai bervariasi dan rumit. ”Gram-positive facutative cocci”
merupakan kelompok kuman yang dijumpai diseluruh bagian dari rongga mulut tapi
macam speciesnya berbeda-beda sesuai dimana sampel diambil. Jenis kuman yang
anaerobik juga merupakan kuman biasa dijumpai didalam mulut dalam keadaan
normal, biasa didapat pada ”gingival crevice” dan ”dental plaque”.

Menurut Hardie dan Bowden (1974) gambaran dari jumlah kuman yang
disebut dalam literatur, bukan suatu nilai yang pasti tapi sangat tergantung dari sampel
yang diperiksa diambil. Ini disebabkan oleh ;

1. Tempat/lokasi specimen diambil.

2. Media pembiakan yang digunakan dan tata cara pemeriksaan yang tidak sama.

Socransky and Manganiello (1971) menyatakan bahwa terdapat perbedaan


distribusi jenis kuman pada lokasi berbeda didalam rongga mulut sesuai dengan
kebiasaan hidup dari kuman yang bersangkutan biasa lokasi yang disukai oleh jenis
kuman hidup ini disebut sebagai ” prime ecologic niches”.

Streptococcus salivarius banyak dijumpai pada dorsum dari lidah,


streptococcus sanguis banyak dijumpai pada plaque dan saliva. Streptococcus mutans
lebih banyak ditemukan pada plaque dari pada ecologic niches. Lactobacilli sedikit
dijumpai pada noncarious plaque(van Houte, Gibbons, and Pulkkinen, 1972) dan
saliva.

Kemampuan hidup dan melekat dari kuman pada jaringan mulut merupakan
faktor penting terdapatnya jenis kuman tersebut hidup normal didalam mulut, kuman
yang tidak mempunya hal tersebut akan terbawa oleh saliva atau tertelan bersama-
sama makanan(Gibbons, van Houte and Liljemark, 1972).

Gibbons dan Nygaard (1970) menyatakan bahwa ada 2 pelekatan kuman yaitu ;

1. Pelekatan kuman dengan permukaan gigi atau epithelial.

2. Pelekatan sesama kuman.

Penelitian terhadap kemampuan melekat dari streptococcus mutans sebagai


kelompok cariogenic pada permukaan yang licin in vitro dan in vivo dalam
menghasilkan synthesa extracellular polysacharida dari sucrose telah banyak
dilakukan.(Germaine and Schachtele, 1976; Gibbons and Banghart, 1967; Gibbons
and Nygaard, 1968; Guggenheim and Newbrun, 1969; McCabe and Smith, 1975).
Bourgeau dan McBride, 1976; Gibbons dan Nygaard, 1970; N ewman dan McKey,
1973; dari penelitian mereka menunjukan terjadinya plekatan antara kuman sejenis dan
yang bukan sejenis. Hasil penelitian ini dikuatkan pula oleh hasil penelitian Gibbons
dan van Houte ( 1973, 1975).

Kelompok/ Group Flora Normal Pada Mulut


Gram-positive cocci

Staphylococcus

Berukuran 0,8 µm, berbentuk bulat, tidak membentuk spora dan memproduksi
enzyme katalase, fakultatif anaerob serta membentuk asam dari glukosa dalam
suasana aerobik dan anaerobik. Yang membedakan micrococcus dengan yang lain
adalah dalam kemampuan melakukan oxidasi glukosa. Staphylococcus dapat hidup
dan tumbuh dalam air garam dengan kepekatan 7,5 % sampai 15 %, sifat ini
digunakan untuk memisahkannya dari specimen dan merupakan ”vegetative bacteria”
sehingga sering digunakan untuk percobaan kemampuan membunuh kuman penyakit.

Jenis Staphylococcus yang trdapat dalam mulut ;

Staphylococcus candidus, Staphylococcus citreus, Staphylococcus epidermidis,


Staphylococcus salivarius dan Staphylococcus aureus,(Gordon, 1967; Ikeda, Isoda dan
Iidako, 1964; Taplin dan Goldsworthy, 1958).

Staphylococcus epidermidis, hidup normal pada kulit, sering dijumpai pada


infeksi. Staphylococcus aureus merupakan jenis yang sangat pathogen, mempunyai
sifat memfermentasi karbohidrat golongan manitol, menkoagulasi plasma mamalia,
mengahasilkan Dnase yang sangat stabil dan enzyme lysozyme dan menguraikan
staphylococcal protein A. Bacteriophage typing(Wentworth, 1963) membuktikan
kegunaan dalam penelitian epidemiologi, terutama tentang penyebaran staphylococcus
aureus.

Meningkatnya dijumpainya resistensi terhadap antibiotik, coagulase-negative


staphylococci dari infeksi pada manusia, memacu perhatian terhadap kemampuan
patogen dari staphylococcus epidermidis(Adriole dan lyons, 1970; Marsik dan Parisi,
1973). Manusia merupakan tempat penyebaran penting dari staphylococcus aureus (Elek,
1959). Dalam keadaan normal Kuman ditemukan pada mucosa membrane hidung, rongga
mulut, nasopharynx dan saluran gastrointestinal. Hidung perlu dipertimbangkan karena
hampir 50 % kuman hidup disini. Knighton (1962) memeriksa 864 spesimen dari hidung
dan 864 spesimen dari rongga mulut dari 74 mahasiswa dalam periode 14 bulan,
medapatkan 48.5 % coagulase-positive staphylococci pada specimen hidung dan 46,5 %
coagulase-positive staphylococci,sedangkan 12,2% dari specimen hidung dan specimen
rongga mulut adalah negative.

Pada spesimen-spesimen yang positive diatas didapatkan 77,9% mempunyai 10


sampai 1000 koloni per meliliter saliva dan 4,5% mempunyai lebih dari 10.000 koloni
per milliter saliva. Handelman dan Mills (1965) juga melaporkan relative rendah dari
jumlah staphylococci dalam air ludah manusia, ini menunjukkan bahwa staphylococci
merupakan porsi kecil dari suluruh kuman yang hidup didalam rongga mulut. Patogenitas
dan virulensi dari staphylococcus aureus ditunjukkan dengan kemampuan Mengeluarkan
extracellular toxin dan enzym sbb; coagulase, enterotoxin, exfoliative toxin, berbagai
hemolysins, hyaluronidase, leukocidin dan staphylokinase atau fibrinolysin. Virulensi
kuman dapat tidak ditentukan oleh satu jenis toxin atau enzym, kecuali enterotoxin dari
staphylococcal yang menyebabkan keracunan makanan. (Casman, 1971), dan
staphylococcus aureus yang menhasilkan exfoliative toxin menimbulkan “scalded skin
syndrome”(Melish dan Glasgow, 1970; Melish, Glasgow dan Turner, 1972).
Staphylococcus aureus dan masuk/menembus berbagai organ atau jaringan tubuh, dengan
menimbulkan, imflamasi, nekrosis dan abses. Kulit adalah dimana sering kena infeksi,
furuncles dan carbuncles sering dijumpai di muka, hidung, axila dan bokong. Ditemukan
50% sampai 60% dari kasus osteomyelitis disebabkan oleh staphylococcus
aureus(Waldvogel, Medoff dan Swartz, 1970).

Infeksi ini sebagai komplikasi dari ekstraksi gigi, lokal anastesi, fraktur atau
penyebaran dari infeksi facial, periapical atau periodontal abses, didapatkan lebih banyak
pada mandibula dari maxilla. (Nolte, 1973). Winkler dan van Amerongen (1959)
menyatakan staphylococcus auereus jarang ditemukan pada infeksi root canal.
Staphylococcus aureus juga menyebabkan infeksi tractus genitourinarius,
pneumoniaEndocarditis, septikemia dan enterocollitis.
Problem yang paling serius dari infeksi staphylococcal adalah terjadi kedaruratan
dan penyebaran kuman akibat kuman telah resisten terhadap anti-biotik. Ditemukan 85 %
sampai 95 % infeksi nosokomial karena staphylococcus aureus resisten terhadap
Penicillin G(Oven, Kirsten, dan Bulow, 1969). Disisi lain resistensi kuman terhadap
kuman ini insidennya rendah tapi bertambah setiap tahunnya(Barrett dkk, 1970; Ross
dkk, 1974). Staphylococcus menjadi resisten terhadap penicillin G dan penicillin V atau
ampicillin dengan memproduksi enzyme penicillinase, yang mana rantai molekul
hydrolyzes beta lactam merusak aktivitas anti-mikroba. Diakui bahwa kemampuan
mengurai penicillinase tergantung kepada adanya plasmid yang dapat mengubah dari
resisten menjadi rentan berarti menjadi trancducting bacteriphage.Karena sering terjadi
resisten terhadap anti-biotik maka dilakukan pemeriksaan sensitivitas terhadap anti-
biotika dari strain staphylococcus yang diambil dari spesimen infeksi dalam rongga
mulut(Myrvik, Pearsall, dan Weiser, 1974).

Peptococcus

Genus peptococcus berbentuk bulat (Rogosa, 1974), bersifai gram positif,


berdiameter 0,5 – 1 µm, pada pewarnan dijumpai tunggal, berpasangan, berkelompok 4,
jarang berkelompok banyak dan jarang berderet seperti rantai. Tidak bergerak dan tidak
membentuk spora. Semua spesiesnya adalah anaerob dan memanfaatkan peptone dan
asam amino sebagai sumber energy. Mempunyai kemampuan mepermentasi karbohidrat
dengan cepat. Reaksi katalis biasanya negatif atau lemah dan dia tidak memproduksi
koagulase enzim. Walaupun umum anggota spesies adalah beta-haemolytik, banyak
diantaranya tidak menunjukan haemolitik pada media agar darah. Genus dari spesies ini
dipisahkan berdasarkan berbagai reaksi biokimia dan analisa asam organic, yaitu jumlah
biografi gas yang dihasilkan dari penanaman dalam kultur murni dalam ”peptonw-yeast-
glucose broth” (Martin, 1974).Kuman ini dijumpai dlm rongga mulut manusia(Kantz dan
Henry, 1974). Patogenitas dari kuman ini baru timbul bila ada factor perangsang untuk
menjadi pathogen.

Streptococcus
Genus dari streptococcus terdiri dari banyak dan bermacam-macam grup biologis
dari kuman gram positif. Berbentuk bulat atau lonjong dan terdapat berpasangan atau
berbentuk rantai, panjang rantai tergantung kondisi lingkungan dimana dia hidup. Rantai
yang panjang dijumpai pada cocci yang hidup dalam cairan atau semifluid media

Spesies dari genus streptococcus adalah anaerob fakultatif oleh karenanya calase-
negative. Klassifikasi didasarkan reaksi hemolitik tehadap media “blood agar steak
plates” atau ”blood agar pour plates” yaitu alpha, beta dan gamma. Koloni dari alpha
hemolytic streptococcus dikelilingi oleh zona hijau sebagai hasil partiel lysis dari sel
darah dari media maka disebut sebagai streptococcus ”viridans” atau greening
streptococcus. Warna hijau tergantung asal darah yang digunakan, darah domba berwarna
lebih hijau dan zona lysis lebih tipis dibandingkan darah manusia. Koloni beta-hemolitic
streptococcus dikelilingi oleh zona bening sebagai hasil lysis yang sempurna dari
erythrocytes yang terdapat dimedia agar darah. Koloni dari gamma-streptococci tidak
menimbulkan reaksi hemolitik pd plat agar darah, kuman ini biasanya disebut simply
nonhemolytic streptococci. Lancefield(1933) membuat klassifikasi dari streptococcus
berdasarkan antigen karbohydrat yang terdapat pada dinding sel dari beta-hemolytic
streptococci. Bahan antigen didapatkan dari culture dari berbagai sumber menggunakan
0,2 N HCL. Ekstrak akan menghasilkan precipitin ring yang positif bila bereaksi dengan
homologous antiserum yang berasal dari kelinci yang disuntik dengan streptococcusyang
mati/lemah. Dengan demikian beta-hemolytic streptococci dibedakan menjadi; grup
A,B,C,D,E,F,G,H dll. Sedangkan pada alpha-hemolytic dan non-hemolytic streptococci
hanya dijumpai pada beberapa saja.

Sherman (1937) menyataan bahwa didasarkan dari berbagai hasil kultur,


streptococci dapat dibagi menjadi 4 divisi yaitu pyogenic, viridans, enterococcus dan
lactic streptococci. Divisi enterococcus sama dengan Lancefield group D dan divisi lactic
sama dengan Lancefield group N, umumnya grup viridans tidak dapat samakan dengan
Lancefield group manapun. Kebanyakan divisi pyogenic dan lactic dapat sama dengan
Lancefield group A, B, C dan E, F, G, H dan K sampai V. Grup A, B, C, dan D sering
sebagai penyebab infeksi streptococcus acute pada manusia.
“Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology” edisi kedelapan (Buchanan dan
Gibbon, 1974) menggunakan pembagian menurut Bergey’s Manual sebagai pembaruan
dari Sherman divisi. Yang menonjol dari pembagian ini adalah ditemu -kannya
streptococcus mutans. (table 4 )Streptococci merupakan 30 % sampai 60 % dari populasi
kuman didalam mulut. Spesies terbanyak adalah alpha hemolytic atau non hemolytic.
Spesies yang paling sering ditemukan adalah streptococcus salivarius, streptococcus
sanguis, streptococcus mutans dan streptococcus mitis. Streptococcus salivarius
memproduksi “ extracelluler levan” atau ”polyfructan”dari sukrosa dan membentuk
koloni mucoid atau gumdrop yang besar bila hidup dalam media yang mengandung
sikrosa seperti ”mitis salivarius agar”. Identifikasi spesies ini sukar karena keturunannya
tidak membentuk marpologi koloni yang khas, menyebab fisilogis test sering negatif atau
bervariasi(Hardie dan Bowden, 1974) Beberapa keturunannya memiliki Lancefield group
K antigen(Williems, 1956).

Produksi levans adalah dapat larut(soluble) dan dapat dirusak atau dipergunakan
sebagai sumber energi oleh kuman lainnya(Leach dkk., 1972). Streptococcus salivarius
merupakan porsentase tertinggi dari hasil kultur dari daerah dorsum dari lidah tetapi
terdiri dari kurang 1 % dari streptococcus yang terdapat dalam plaque gigi(Carlsson,
1967; van Houte, Gibbons dan Pulkkinen, 1971). Kuman ini sering menyebbkan
”subacute bacterial endocarditis”

Streptococcus sanguis memproduksi ”extracellular glucans” dari sukrose.


Meskipun jenis ini ditemukan diberbagai tempat didalam mulut terutama pada dental
plaque dan kadang dapat menyebabkan “ subacute bacterial endocarditis” (white dan
Niven, 1946). Struktur antigeniknya streptococcus sanguis tampak kompleks(Rosan,
1973). Kebanyakan dari streptococcus sanguis memiliki Lancefield group H
(Farmer,1954).Streptococcus mitis(streptococcus mitior) adalah alpha hemolyticuspada
media agar darah, biasa tidak memproduksi “extracellular polysaccharides” dari sukrosa.

Bentuknya tidak sama karena perbedaan atas sifat “ biochemical activity” dan
“carbohydrate fermentation reactions”(Guggenheim, 1968), dan soesiees ini diidentifikasi
terutama dengan eliminasi proses. Colman dan Williams (1972) menunjukkan bahwa
dinding sel dari streptococcus mitis ditandai dengan tidak adanya rhamnose dan adanya
“ribitol teichoic acid” ini merupakan kekhususan dari spesies ini. Seperti streptococcus
yang lain streptococcus mitis merupakan penyebab dari “subacute bacterial endocarditis”.
Clark (1924) menemukan streptococcus pada 72 % material yang diambil dari caries
dentis, maka kuman ini memainkan peranan penting dalam terbentuknya caries gigi. Dia
juga menemukan spesies lain mempunyai marfologi dan reaksi kultur yang dinamakan
streptpcoccus mutans, biasa ditemukan pada kultur murni.

Hasil percobaan pada binatang dan manusia diyakini bahwa Streptococcus mutans
sebagai penyebab caries gigi bersama-sama dengan spesies lainnya( Gibbons dkk, 1974;
Ikeda dan Sandham, 1971; Littleton, Kahehashi dan Fitzgerald, 1970; Loesche dkk, 1975;
Shklair, Keene Simonson 1972; Shklair, Keene dan Cullen ,1974; Street, Goldner dan
LeRiche, !976. Penilitian pada binatang Gibbons(1972) menunjukan bahwa dalam
terjadinya caries menemukan peran enterococci bersama-sama dengan streptococcus
salivarius, streptococcus sanguis dan streptococcus mitis. Spesies ini tidak sekariogenik
streptococcus mutans. Atas dasar streptococcus mutans adalah penyebab utama caries
dentis, ada pemikiran untuk membuat vaksin dari caries dentis. Meskipun demikian
masih diperlukan berbagai penelitian sebelum menerapkan immunisasi terhadap caries.

Selain dari yang diatas terdapat dua kuman yang jarang ditemukan yaitu
Streptococcus pyogenes dan streptococcus faecalis. Streptococcus pyogenes merupakan
spesies prototype “Lancefield’s group A streptococci” yang jarang dijumpai sebagai flora
normal dalam mulut, biasanya didapatkan dari pemeriksaan pasien dengan infeksi
tenggorokan streptococcus tanpa gejalanya(Ross, 1971). Streptococcus faecalis dan
berbagai macam spesies yang jumlahnya sedikit pada manusia.

Bahn dkk, 1960; Williams dkk, 1950; Winkler dan van Amerongen, 1959
melaporkan dijumpai enterococci pada pemeriksaan spescimen yang diambil dari
berbagai tempat didalam mulut. Gold, Jordan dan van Houte (1975) dari penelitiannya
menemukan 60 % - 75 % enterococci. Spesies yang paling banyak dijumpai adalah
streptococcus faecalis.
Peptostreptococcus

Peptostreptococcus bersifat anaerob, gram-positif, bulat sampai oval dengan


ukuran 0,7 – 1 µm. Pada pewarnaan ditemukan berpasangan dan rantai pendek atau
panjang, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Reaksi katalis negatif. Kebanyak
spesies menyebabkan fermentasi karbohydrat sehigga terbentuk berbagai asam organik
dan gas.

Beberapa spesies juga memproduksi asam laktat(Martin, 1974), produksi akhir


dari fermantasi menghasilkan acetic, formic, isovaleric, succinic dan berbagai asam
organik lainnya. Reaksi hemolitik terhadap media agar darah sangat bervariasi, beberapa
spesies menyebabkan alpha hemolisis dan yang lain menyebabkan beta
hemolisis.Pembagian spesies didasarkan reaksi fermentasi dan analisa asam organik yang
dikenal dengan gas chromatografi.

Peptostreptococcus ditemukan terutama didalam mulut dan juga di tractus


genitalia wanita(Gibbons dkk, 1964; Youmans, Peterson dan Sommers, 1975).
Kemungkinan merupakan etiologi dari ”pueperal sepsis” ”pyogenic” dan infeksi dari
luka. Finegold dkk (1972) menyatakan bahwa peptostreptococcus merupakan penyebab
semua infeksi pada manusia.

Gram – negative cocci

Neisseria dan Branhamella

Gram-negative, tidak bergerak, tidak membentuk spora, berbentuk coffee


bean/diplococci, aerobik, membentuk ”enzyme cytochrome oxidase” yang merupakan
bakteri yang terdapat pada mucous membrane dari rongga mulut dan saluran nafas bagian
atas.Genus dari Neisseria dibagi menjadi spesies yang pathogenik yaitu Neisseria
gonorrhoeae dan Neisseria meningitidis dan spesies yang commensal yaitu Neisseria
sicca, Neisseria subflava, Neisseria flavescens dan Neisseria mucosa, pembagian ini
berdasarkan reaksi fermentasi karbohydrat.Spesies yang tadinya disebut Neisseria
catarrhalis sekarang disebut Branhamella. Branhamella catarrrhalis beda dari spesies
Neisseria umumnya karena tidak memproduksi asam dari karbo hidrat seperti glucosa,
maltosa, sukrosa dan fruktosa. Juga DNA berdasarkan ratio guanine ditambah cytosine
dengan batas 47 – 52 moles %(Buchanan dan Gibbons, 1974). Spesies dari genus
Neisseria yang biasa terdapat/hidup dalam rongga mulut tidak patogen atau virulentnya
lemah, meskipun dilaporkan terjadi ”subacute bacterial endocarditis”(Hudson, !957) dan
”purulent meningitis”(Losli dan Lindsey, 1963). Morris (1954) dan Pike dkk, (1963)
membuat klassifikasi berdasarkan penelitiannya ; N. pharynges atau N. Catarrhalis
(Branhanmella catarrhalis). Ritz (1967) meneliti tentang keberadaannya dalam plaque
gigi dan mendapat lokasi distribusi secara segar, hal ini didapat dengan cara ”Fluorescent
antibody staining technique”. Dua spesies yaitu Neisseria gonorrhoeae dan Neisseria
meningitidis tidak terdapat secara normal didalam mulut manusia.Neisseria gonorrhoaea
menyebabkan stomatitis primer, parotitis atau pharyngitis, terjadi karena terjadi kontak
antara mulut dengan alat genital(Metzger, 1970; Schmidt, Hjǿrting, Hansen dan
Philipsen, 1961; Wiesner dkk, 1973 atau autoinoculation dari”primary genital infection”
via jari tangan.

Veillonella

Genus veillonella dibagi atas dua spesies ; Veillonella alcalescens dan Veillonella
parvula (Holdelman, Cato, dan Moore, 1977). Mempunyai diameter 5µm tidak bergerak,
gram-negatif, oxidase-negatif, anaerob diplococci, tidak memfermentasi karbo hidrat,
memanfaatkan lactic, succinic dan asam2 lain sebagai sumber energi(Rogosa, 1964).
Rogosa (1956) menemukan media khusus untuk membiakan dari spesimen yang berasal
dari klinik. Veillonella adalah flora yang hidup dalam keadaan normal didalam usus dan
sistim urogenital manusia. Ditemukan dalam jumlah yang banyak diberbagai tempat di
dalam mulut(Hardie dan Bowden, 1974).

Veillonella mempunyai sifat patogen yang tidak jelas tapi dia ditemukan dari
spesimen bakteri campuran yang berasal dari pasien dengan appendicitis, periodontitis,
pulmonary gangrene dan tonsilitis(Nolte, 1973), peranan dari Veillonella pada infeksi
campuran ini belum betul2 jelas, walaupun dinding sel memiliki lipopolysaccharide
dengan kemampuan endotoxic(Hofstad dan Kristoffersen, 1970; Mergenhagen dan Varah,
1963; Mergenhagen, Zipkin dan Varah, 1962) dan pengeluaran endotoxin menunjukan
menyebabkan terjadinya ”local Shwartzman reaction” dari kulit (Mergenhagen, 1960;
Mergenhagen, Hampp dan Scherp, 1961), dan palatal mucosa dari kelinci(Rizzo dan
Mergenhagen, 1964). Bila Veillonella terdapat pada plaque dan gingival crevice,
endotoxinnya dapat menimbulkan gingivitis marginalis kronis dan periodontitis
marginalis kronis melalui diaktifkannya ” Complement cascade”(Snyderman, 1973).

Gram – positif rods dan filaments

Actinomyces, Arachnia, Bifidobacterium, Bacterionema dan Rothia

Actinomyces, Arachnia, Bifidobacterium, Bacterionema dan Rothia. Golongan


Actinomyces, Arachnia, Bacterionema dan Rothia sekarang diklassifikasikan kedalam
famili Actinomycetaceae. kecuali kelompok Bifidobacterium yang biologi dan
patogenitas masih didiskusi secara rinci dalam morphology oleh Slack dan
Gerencser(1975). Actinomycetaceae adalah gram-positif, umumnya diphtheroid atau
club-shaped rods dimana cendrung membentuk cabang2 filament dijaringan infeksi atau
pada kultur invitro. Bentuk diphtheroid atau coccoid terbentuk kita terjadi fragment dai
filament. Bersifat tidak bergerak, tidak membentuk endospora, dan not acid-fast. Pada
umumnya fakultatif anaerob, tapi ada satu spesies hidup dengan baik pada kondisi
aerobic. Dapat membentuk atau tidak membentuk ezyme catalase.

Hidup membutuhan oxygen, kemampuan membentuk catalase, dinding sel


mempunyai diaminopimelic acid(DAP), produksi propionic acid dari glukosa, dan
penyakit karena kuman yang ditemukan dalam mulut manusia. Actinomyces bovis tidak
terdapat pada manusia, hanya pada binatang(Slack dan Gerencser, 1975).

Karakteristik kuman didapat berdasarkan; koloni, microscopic marphologic,


penggunaan fermentasi dan biochemical test, analisa hasil fermentasi akhir atas nilai gas
chromatographydan serologic techniques. Prosedur isolasi dan indentifikasi dari
actinomyces, arachnia, dan Rothia disimpulkan oleh Slack dan Gerencser (1975).

Etiologi dari actinomycosis pada manusia adalah Actinomyces israelii(georg,


1970; Holm, 1950; Slack, 1942).Brook dkk, 1973; Georg dan Coleman, 1970
menyatakan tentang spesies dari genus Actinomyces dan Arachnia propionica. Kuman ini
masuk kejaringan tubuh melalui ekstraksi gigi berbagai prosedur operasi, fraktur rahang,
pulpa yang terbuka karena caries, aspirasi dari paru2, hematogenous extension, atau
trauma. Secara klinis ada beberapa type infeksi kuman ini ; cervicofacial(Evert, 1970;
Hartley dab Schatten, 1973; Hertz’ 1960; Hunter dan Westrick, 1957; Kapsimalis
danGarrington, 1968); thoracic(Coodley, 1960; Foley, Dines dan Dolan, 1971; Prather
dkk, 1970; Slade, Slesser, dan Southgate, 1973), dan Abdominal (Adar dkk, 1972; Pheils,
Reid dan Ross, 1964; Putman, Dockerty, dan Waugh, 1950), infeksi dari central nervous
system(Fetter, Klintworth dan Hendry, 1967), tulang(Cope, 1951), kulit dan luka(Cullen
danSharp, 1951). Infeksi type cervicofacial yang paling sering terjadi.Infeksi
Actinomyces mempunyai ciri yang khas yaitu chronic granulomatous abscesses, adanya
sinus tract tempat keluarnya pus dan material nekrosis. Didalam pus atau jaringan
dijumpai kuman berbentuk cabang2 atau filament2 yang bergelobang/kriting atau sufur
granules, keluar kepermukaan berwarna kuning. Adanya granules tidak spesifik infeksi
Actinomyces bisa saja infeksi kuman lain misalnya Nocardia brasilliensis(Macotela-Ruiz
dan Gonzalez-Angulo, 1966), Staphylococcus aureus(Spier, Mitchener dan Galloway,
1971) dan Streptomyces madurrae(Emmons, Binford, dan Utz, 1970); oleh karena
pemeriksaan kultur kuman penyebab sangat diperlukan untuk memperoleh terapi yang
tepat. Meskipun penyakit Actinomycosis bukan penyakit yang harus dilaporkan, dalam
periode 1949- 1969, terjadi kematian pada umur rata2 25 tahun(Slack dan Gerencser,
1975).Sebagai tambahan tentang Actinomyces; beberapa spesiesnya menimbulkan
periodontal pathosis pada percobaan binatang percobaan atau kelainan permukaan akar
atau caries yang dalam.

Socransky, Hubersak dan Propas (1970) menyatakan terjadi kerusakan


periodontal dari ”germfree rats” akibat Actinomyces naeslundii yang berasal dari
manusia, meskipun hal ini tidak terbukti pada manusia dengan penyakit periodontal.
Actinomyces viscosus yang tadinya bernama Odontomyces viscosus pertama kali
ditemukan oleh Howell (1963) pada gingival plaque dari hamster dengan penyakit
periodontal. Kemudian Jordan dan Keyes (1964) dan Jordan, Keyes dan Bellack (1972)
menyatakan bahwa kuman ini dapat menyebabkan penyakit periodontal pada hamsters
dan gnobiotic rats. Syed dkk menemukan Actinomyces viscosus dari pemeriksaan
spesimen yang berasal dari caries pada permukaan akar. Kuman ini memproduksi
extracellular polysaccharides (Rosan dan Hammond, 1974) tanpa sukrosa, dimana
mempunyai kemampuan untuk membentuk plaque gigi.(Jordan, Keyes dan Lim, 1969),
Actinomyces odontolyticus pertama kali ditemukan oleh Batty(1958). Sejak dilakukan
penelitian terhadap 200 spesimen dari caries pada manusia, dinyatakan kuman ini sebagai
penyebab caries gigi.

Arachnia propionica, yang sebelumnya dinamakan Actinomyces propionicus


terdapat dalam mulut manusia(Slack, Landfried dan Gerencser, 1971). Actinomyces
israelii pertama kali ditemukan pada lacrimal canaliculitis oleh Pine dan Hardin (1959),
Arachnia propionica merupakan etiologi yang penting terjadinya infeksi lokal dan
sistemik pada manusia(Brock dkk, 1973; Georg, 1974).

Bifidobacterium(Rogosa, 1974) adalah gram-positif, tidak bergerak, tidak


membentuk spora yang merupakan yang khas dari marphologinya, berbentuk
seragam(uniform) atau cabang( bifurcated Y, V dan berkelompok,. Bentuk marphology
tergantung kondisi nutrisi dan perwarnaan yang tak stabil. Kemampuan fermentasi
terhadap berbagai karbo hidrat dan tidak membentuk gas, produk akhirnya dari
fermentasi glucosa adalah acetic dan lactic acid, bersifat anaeriobic dan mempunyai
toleransi terhadap oxygen bila juga terdapat CO2 . Kuman ini ditemukan hidup normal
disaluran pencernaan dan vagina manusia dan binatang. Spesies yang digambarkan tabel
5 adalah hasil pembiakan dari rongga mulut manusia(Holdeman, Cato, dan Moore, 1977;
Scardovi dkk, 1971). Genus Bacterionema(Gilmour, 1961; Gilmour dan Beck, 1961;
Howell dan Pine, 1961) dan Rothia(Georg, dan Brown, 1967) mempunyai spesies tunggal
yaitu Bacterionema matruchotti dan Rothia dentocariosa. Bacterionema matruchotti
selalu ditemu pada hasil pembiakan spesimen yang berasal dari plaque gigi dan calculus,
tapi tidak dinyatakan sebagai penyebab penyakit pada manusia, Sejak kuman ini
mempunyai kemampuan untuk merubah intracellular calcium menjadi
hydroxyapatite(Ennever, 1963; Ennever, Vogel dan Takazoe, 1968; Takazoe, Vogel dan
Ennever, 1970), mempunyai peranan penting dalam pembentukan calculus gigi.

Rothia dentocariosa pertama kali ditemukan dari carious dentin oleh Onisi(1949),
juga ditemukan pada abscess, darah dan cairan spinal dari manusia(Brown, Georg dan
Waters, 1969); meskipun dinyatakan sebagai penyebab penyakit manusia tapi tidak selalu
dipastikan.

Eubacterium dan Propionibacterium

Kuman yang dikelompokan kepada Eubacterium (Holdeman dan Moore, 1974)


adalah gram-positif, tidak membentuk spora, uniform atau poleomorphic rods, dapat atau
tidak dapat bergerak, seluruh spesies adalah anaerob, selalu mebentuk campuran asam
organik seperti butiryc, acetic atau formic acid dari karbo hidrat atau peptone. Ditemukan
dalam rangga tubuh laki2 dan binatang. Kantz dan Hendry (1974) membiakanan
Eubacterium alactolyticum dari ruang pulpa gigi manusia yang nonvital. Kuman ini juga
ditemukan pada berbagai type infeksi seperti purulent pleurisy, jugal cellulitis, luka
postoperatif dan abscess dari otak, tractus intestinal, paru2 dan rongga mulut(Holdeman
dan Moore, 1974). Propionibacterium(Moore dan Holdeman, 1974) adalah gram-positif,
tidak bergerak, tidak membentuk spora, biasanya diphtheroid atau club-shape dan
pleomorphism. Sel coccoid, elongated, bifid atau bercabang dapat dijumpai pada
beberapa kultur dan sel kuman dapat tunggal, berpasangan atau dalam bentuk Y dan V
atau bergerombol mirip”chinese characters”. Propionic acid adalah fermentasi
karakteristik produk akhir yaitu acetic, formic, isovaleric, succinic atau lactic acid.
Kuman ini umumnya anaerob tapi ada beberapa mempunyai toleransi terhadap oxygen.

Propionibacterium avidum dijumpai di otak, darah, luka yang terinfeksidan


abscess jaringan seperti submandibular abscess(Moore dan Holdelman, 1974).
Propionibacterium acnes hidup normal pada kulit dan usus, bias ditemukan di
darah, luka dan abscess jaringan lunak(Moore dan Holdeman, 1974) dan di pulpa yang
non-vital (Kantz dan Hendry, 1974).

Lactobacillus

Bersifat gram-positif, tidak membentuk spora, kebanyakan tidak bergerak,


terbanyak bersifat anaerob fakultatif, ada beberapa yang benar2 anaerob.
Dapat dibagi dalam 2 kelompok berdasarkan sifat memfermentasi glukosa yaitu

1. Homofermentative Produk akhirnya adalah lactic acid.

2. Heterofernantative Produk akhirnya adalah acetic acid, carbon dioxide, ethanol


dan lactic acid.

Kedua spesies ini merupaka parast pada manusia, juga binatang. Pada manuasia
merupakan flora normal yang hidup didalam mulut, tractus gastro-intestinal dan vagina.
Dalam keadaan normal lactobacillus hidup didalam mulut dalam jumlah kecil karena
daya lengket terhadap jaringan mulut kurang (van Houte, Gibbons dan Pulkkinen, 1972).

Kuman ini mempunyai hubungan dengan terjadinya caries gigi (Enright, Friesell
dan Trescher, 1932), tapi sebagai etiologi belum terbukti (Loesche, !974), hanya diduga
karena kuman ini hidup dan berkembang pada pH 5, pada percobaan invitro enamel tidak
mengalami demeralisasi pada pH dibawah ini. Juga ditemukan peningkatan jumlah
lactobacilli bila terdapat caries (Snyder dkk, 1962; Snyder dkk, 1963), penambalan
seluruh gigi yang caries menurunkan jumlah lactobacillus (Kesel dkk, 1958; Shklair dkk,
1956), peningkatan jumlah lactobacillus juga terjadi pada pasien yang memakai gigi
tiruan(Shklair dan Mazarella, 1962) dan alat orthodonsi(Bloom dan Brown, 1964 ; Owen,
1949; Sakamaki dan Bahn, 1968). Sekarang terdapat konsensus bahwa lactobacillus
bukan penyebab yang spesifik dari caries gigi manusia(Sims, 1970) dan peningkatan
lactobacillus disebabkan karena dia menyukai suasana asam dan terdapatnya tempat
melekat(van Houte, Gibbons dan Pulkkinen, 1972), meskipun demikian lactobacillus
memounyai sumbangan dalam meningkatkan caries gigi, kuman ini tidak didapatkan dari
pembiakan spesimen yang berasal dari akar gigi(Winkler dan van Amerongen, 1950).

Gram-negatif rods dan filaments

Gram-negatif rods dan filaments mempunyai variasi yang banyak dalam


marphologi, pattern pewarnaan, bergerak/motility, aktivitas biokimia dan struktur
antigenik Tidak membentuk spora, umumnya aerob dan fakultatif anaerob. Kuman
anaerob ini selalu terdapat banyak didalam rongga mulut. Meskipun aerob dan fakultatif
anaerob dapat menimbulkan infeksi dalam rongga mulut, kuman ini dalam pathologi
mulut baru mendapat perhatian belakangan ini.

Aerobes dan facultative anaerobes

Coliforms

Famili dari Enterobacteriaceae tidak selalu atau predominant hidup dalam mulut
manusia yang tinggal di dunia barat. Meskipun coliform dijumpai pada mulut normal ,
pada umumnya hanya bersifat tinggal untuk sementara waktu, meskipun demikian kuman
ini dapat menimbulkan infeksi dari jaringan mulut, sering ini disebabkan karena
pemakaian antibiotik yang membunuh kuman gram-positif. Dalam hal ini terjadi pada
infeksi yang disebab kuman campuran. Mashberg, Caroll dan Morrissey (1970)
melaporkan osteomyelitis dari mandibula yang disebabkan mixed flora dengan
predominant adalah Enterobacter aerogenes dengan Escherichia coli dan alpha-hemolytic
streptococcus.

Klebsiella

Klebsiella genus dari famili Enterobacteriaceae yang terdiri dari kuman


mempunyai karakter membentuk kapsul polysaccharide. Klebsiella pneumoniae dibagi
lebih dari 80 serotype dengan basis pada pembagian antigenic dari bagian polysaccharid.

Klebsiella pneumoniae mempunyai respon kira2 1 % dari kuman2 pneumonia.


Agranat (1969) melaporkan bahwa kuman ini menyebabkan osteomyelitis dari
mandibula. Faucett dan Miller (1948) melaporkan kuman ini menyebabkan stomatitis
pada bayi. Sternberg, Hoffman dan Zweitler (1951) melaporkan kuman ini menyebabkan
diarrhea dan stomatitis pada bayi. Mashberg, Carroll dan Morrissey (1970) melaporkan
infeksi suppurative dari space carotid yang disebabkan Klebsiella yang tidak
teridentifikasi. Fox dan Isenberg (1967) menemukan Klebsiella dari pembiakan spesimen
yang berasal dari saluran akar gigi. Heitman dan Brasher (1971) melaporkan kasus
dengan pembengkakan yang erythomatus didaerah palatal kanan setelah 4 hari setelah
operasi osseous periodontal, Exudat purulen dikeluarkan dari lesi pada daerah
mesiopalatal regio molar pertama, hasil kulturnya didapatkan terutama Klebsiella
pneumoniae yang resisten terhadap erythromycin pada test in vitro. Sejak pasien
mendapat profilaksis dengan erythromycin sebelum operasi, ini merupakan faktor
prediposisi terjadinya infeksi karena merusak ekologi kuman yang hidup normal disitu.

Klebsiella rhinocleromatis adalah penyebab dari penyakit rhinoscleroma, ”


chronic and destructive granuloma” dari hidung dan pharynx, kemungkinan juga
menimbulkan kelainan pada bibir atas, pipi, palatum durum dan molle dan prosesus
alveolaris rahang atas. Meskipun kuman sebagai etiologi dari penyakit ini tidak pasti
Pada percobaan binatang kuman ini tidak dapat dibuktikan sebagai penyebab syndroma
ini meskipun kuman ini dapat ditemukan secara normal pada manuasia.

Proteus

Kuman ini termasuk genus Enterobacteriaceae yang menyebabkan penyakit


diberbagai bagian tubuh dan infeksi biasanya mempunyai masalah dalam terapi karena
resisten terhadap antibiotika.

Proteus vugaris merupakan kuman yang sering ditemukan pada kultur berbagai
infeksi. Kirner dkk, (1969) menemukan pada beberapa kasus abses submadibula, Slack
(1953) kuman ini jarang dijumpai pada saluran akar dan biasa dijumpai pada bacterial
parotitis (Rose, 1954).

Pseudomonas
Pseudomonas tidak menyebabkan fermentasi dan berkembang biak dan
bertumbuh secara unik dengan sumber makanan yang terbatas. Kuman ini ditemukan
dalam cairan salin yang terkontaminasi dan benzalkonium chlorid, kebanyakan spesies
bergerak, berbentuk tunggal atau”tufted monopolar flagella.

Pseudomonas aeruginosa memproduksi ”water-soluble pigment”, pyocyanin


dan”fluorescing pigment, fluorescein dibentuk oleh Pseudomonas
fluorescens.Pseudomonas terutama merupakan parasit yang hidup di air dan tanah.
Pseudomonas aeruginosa sudah terbukti bertahun-tahun menyebabkan penyakit pada
laki2. Sejak 15 tahun lalu terbukti spesies yang menyebab infeksi pada laki-laki yaitu
Pseudomonas cepacia dan Pseudomonas Stutzeri, kuman2 ini banyak menyebabkan
infeksi nosokomial atau terjadi pada host tertentu. Pseudomonas aeruginosa spesies yang
sering dilaporkan dalam literatur sebagai kuman yang ditemukan dalam mulut dan
menyebabkan infeksi.

Shklair, Losse dan Bahn (1963) menyatakan bahwa masyarakat Amerika


mempunyai kadar kuman yang rendah dalam rongga mulut.

Hasil penelitian Clement (1953) menemukan kadar kuman rongga mulut yang
tinggi pada masyarakat Afrika yang hidup dalam kondisi primitif.

Sutter, Hurst dan Landucci (1966) melakukan penelitian pada 350 individu
menemukan Pseudomonas spesies, khususnya Pseudomonas aeruginosa dijumpai 8 %
dalam saliva.

Fox dan Isenberg (1967) menemukan dalam prosentase yang kecil didalam
saluran akar, kadang ditemukan pada gigi yang non vital. Leake dan Leake (1970)
menemukan Pseudomonas aeruginosa pada neonatal suppurative parotitis.Infeksi dapat
terjadi karena invasi kuman kedalam jaringan setelah mengalami septicemia. Hecht dan
Work (1970) menemukan acute suppurative parotitis pada orang dewasa yang disebabkan
oleh Staphylococci dan Pseudomonas. Goldberg (1968) melaporkan tentang bakteriemia
yang disebabkan Pseudomonas. Goldberg (1966) melaporkan tentang infeksi pasca
operasi yang disebabkan Pseudomonas aeruginosa.

Pada penerbitan terakhir ini melaporkan infeksi2 karena Pseudomanas ;


1. Infeksi mandibula setelah pencabutan gigi molar yang impacted.

2. Infeksi pada regio molar setelah perawatan endodontik dan periodontik.

Reade dan Radden (1963) melaporkan chronic osteomyelitis dengan sequestrum tulang
maxilla pada orang dewasa.

Klyhn dan Gorrill (1967) melaporkan meningkatnya infeksi kuman pseudomonas


di Rumah-sakit. Ini sering terjadi pada pasien debil atau mempunyai sistim pertahanan
tubuh yang lemah. Tractus urinaria dan luka bakar merupakan tempat masuknya kuman
ini kepada pasien. Koloni Pseudomonas aeuginosa masuk kedalam tractus gastrointestinal
sehingga terjadi autoinfeksi melalui tangan manusia yang terkontaminasi feces, juga
terjadi karena peralatan rumah-sakit yang terkontaminasi oleh hal tersebut diatas. Untuk
mencegah terjadinya infeksi, peralatan rumah-sakit yang telah dipakai harus segera
disterilkanIMcNamara dkk, !967). Pada bayi yang baru lahir dengan problem pernafasan
yang menggunakan humidifying equepment, dapat mengalami infeksi Pseudomanas yang
serius dan kadang2 fatal. Hoffman dan Finberg (1955) melaporkan infeksi pseudomonas
pada bibir bayi, yang berkembang menjadi noma yang mengenai pipi dan hidung., pasien
meninggal walaupun telah dilakukan terapi antibiotika. Hasil otopsi menunjukkan terjadi
absses pada pleura paru2.

Campylobacter

Genus Compylobacter terdiri dari bentuk selinder yang ramping, kurva, bergerak,
bakteri gram-negatif yang microaerophilic. Pada permukaan koloni kuman ini tumbuh
dalam keadaan aerob dan dapat pula pada kondisi anaerob. Tidak memfermentasi karbo
hidrat. Terdapat 4 spesies, yang pada umum patogen pada binatang, dimana diantaranya
dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Spesies tersebut adalah ; Compylobacter fetus
fetus, Compylobacter fetus venerealis, Compylobacter coli dan Compylobacter sputorum
sputorum. Spesies yang lain adalah Fusobacterioum nucleatum terdapat pada peradangan
gingival crevice lebih banyak dari keadaan normal(van Palenstein Helderman, !
975).Penulis berpendapat meningkatnya kuman gram-negatif merupakan factor pemicu
terjadinya peradangan dari daerah tersebut.

Hemophilus

Genus hemophilus adalah bacilli gram-negatif kecil yang termasuk soesies


Brucellaceae. Yang diklassifikasidalam Bergey’s Manual edisi ke delapan sebagai genus
yang meragukan termasuk kelompok yang mana(Buchanan dan Gibbons, 1974).

Hemophillus influenzae terdapat di nasopharynx dan oropharynx manusia serta


juga ditemukan dalam saliva. Morris melaporkan menemukan spesies hemophyllus
didalam rongga mulut. Sims (1970) menyatakan menemukan hemophilli di saliva,
dipermukaan mucosa dan plaque gigi, dia juga menyatakan dari hasil pemeriksaan
terhadap 350 spesiemen menemukan kadar hemophilli dalam saliva adalah 31,8 X 102
per ml; 98,8 % darinya adalah “V factor(niconamide adenine dinucleotide) depent”,
sebenarnya hemophillus mempunyai 2 keturunan yaitu factor V dan factor X(hemin).
Meningitis yang berat pada bayi adalah disebabkan oleh Hemophillus influenzae.
Kadang2 menifestasi disekitar mulut adalah cellulitis dari daerah muka khusus pipi Muka
buccal menjadi pucat sedikit edematous pada daerah lesi; dan kemungkinan cellulitis
disebabkan oleh gigi dan kemungkinan juga tonsil membesar dan menonjol(Feingold dan
Gellis, 1965; Green dan Fousek, 1957). Evant dakk (1957) Melaporkan hasil penelitian
terhadap 25 orang dewasa menemukan sinusitis maxillaris yang disebabkan oleh
Hemophillus influenzae, Streptotococcus pneumoniae dan bakteri anaerob lainnya.

Miscellaneous bacteria

Bakteri gram-negatif dikelompokan dalam genus dan spesies, morphologi dari


kuman dibagi dalan genera dan group. Beberapa diantaranya memproduksi asam dari
karbo hidrat melalui fermentasi dan oxidasi. Ada 35 orgisme yang termasuk kategori
mascellaneous yaitu Acinetobacter, Achromobacter, Alcaligenes, Eikenella,
Flavobacterium dan Moracella; yang lain adalah Group IIk, Group Va, Group Ve, Group
M-1 dll. Ini sesuai dengan penjelasan pada ”The Manual of Clinical Microbiology”
(Lennette, Spaulding dan Truant, 1974). Berbagai media, kondisi kultur dan tehnik telah
dikembangkan untuk menidentifikasi organisme ini dari rangga mulut yang normal dan
terinfeksi, lesi yang terdapat dimuka dan leher. Beberapa darinya menyebabkan infeksi
nosokomial terutama pada pasien. Glassman dan Simson (1975) melaporkan suatu infeksi
yang disebabkan oleh Eikenella corrodens dan bakteri mulut lainnya. Seorang pasien
dengan kelainan jantung congenital mengalami abses otak setelah 1 bulan setelah
penambalan dan profilaxis, pasien lain dengan glucose-6-phosphate dehydrogenase
defficiency mengalami submandibular dan sublingual abses setelah pencabutan gigi
molar ketiga kanan. Pada kasus yang ke-3 dilaporkan terjadi abses dari bagian anterior
leher setelah beberapa bulan mendapat radioterapi untuk caricinoma larynx. Penulis
mengingatkan para dokter gigi berhati-hati terjadinya infeksi campuran dari Eikenella
corrodens sebab bila terjadi sulit untuk diobati.

Anaerobes

Bowden dan Hardie (1971) melaporkan tentang anaerob rods dan filament yang
terdapat dalam rongga mulut. Klassifikasi dari Bacteriodes sangat membingungkan untuk
beberapa tahun. Beberapa toxonomi dan schema identifikasi telah
dipublikasikan(Loesche, Socransky, dan Gibbons, 1964; Sawyer, Macdonald dan
Gibbons, 1962; Barnes dan Goldberg, 1968; Spiier, 1971; Werner, Pulverer dan
Reichertz, 1971). Holdeman, Cato dan Moore (1977) telah menyampaikan informasi
terbaru tentang teknik kulturisasi dan karakter biokimia organisme ini.

Bacteriodes
Dua puluh dua spesies dan beberapa subspesies atau serotypes dari genus
Bacteriodes yang dilukiskan dalam ” Bergey’s Manual(Buchanan dan Gibbons, 1974).
Microorganisme ada yang bergerak dan tidak bergerak, sel berbetuk sambungan
(terminal) dan melembung ditengah2(center swilling) dan vacuoles, bentuk filamen
sering dijumpai, biasanya variasi morphologi sedikit. Kebanyakan didapat dari
pembiakan spesimen yang berasal dari rongga mulut khususnya gingival crevice. Hanya
beberapa dari genus ini yang benar2 pathogen tapi kebanyakan patogen karena pengaruh
yang lain. Bacteriodes oralis ditemukan pada infeksi rongga mulut, saluran pernafasan
dan tractus genetalia. Bacteriodes melaninogenicus ditemukan didalam rongga mulut,
memproduksi pigmen hitam bila tumbuh dalam media agar darah. Spesies ini
menguraikan enzyms collagenase, berperan pada chronic periodontitis, telah terdapat
diadalam rongga mulut sebelum gigi-geligi tumbuh (Hurst dan Fenderson, 1969). Tapi
secara umum hidup dalam sulcus gingiva setelah gigi erupsi. Kelstrup (1966)
menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara keberadaannya dengan terjadinya
peradangan sulcus. Brown, Williams dan Harrell (1941)melaporkan bahwa koloni dari
Bacteriodes merusak atau melukai(injured), organisme masuk kedalam saluran kelenjer
lympha dan peredaran darah sehingga masuk kedalam paru2, hati, tulang dan sendi.
Sabiston, Grigsby dan Sangerstrom (1976) menemukan Bacteriodes dari pembiakan
spesimen dari infeksi pyogenik gigi.

Fusobacterium

Ada 16 spesies dari Fusobacterium yang digambarkan dalam ”Bergey’s Manual


(Buchanan dan Gibbons, 1974). Organisme ini dapat bergerak dan tidak bergerak,
berbentuk pleomorphic dan mempunyai ukuran panjang 1 – 20 mµ, bentuk
morphologinya bisa spindle-shape, club-shape, straight atau kurva. Beberapa bisa
centrally atau terminally swollen atau vacuoles. Fusobacterium adalah microbiota biasa
terdapat didalam rongga mulut dengan kemampuan patogenesis rendah. Hardi dan
Russell (1968) menyatakan menemukan Fusibacterium pada acute ulcerative gingivitis
lebih tinggi didalam saliva dari keadaan normal.
Leptotrichia

Mempunyai spesies tunggal yaitu Leptotrichia buccalis, berbentuk lurus(straight)


atau sedikit bengkok(slight curved) rods, 1,5 µm lebar dan 5 – 15 µm panjang dimana
ujungnya bisa bulat(rounded) atau runcing(pointed), tidak ada yang berkelompok atau
bercabang, selnya adalah gram-positive granules. Leptotrichia buccalis adalah anaerob
dan lingkungan dengan 5 % carbon dioxide merupakan tempat pembiakan dan tubuh
yang disukai. Leptotrichia buccalis tidak menimbulkan infeksi rongga mulut yang
spesifik.Hadi dan Russell (1969) menemukan Leptotrichia buccalis dalam konsentrasi
yang rendah pada ulcerative gingivitis dan advance chronic periodontal diaseas.

Selenomonas

Termasuk famili protozoa, dia berbentuk pleomorphic gram-negatif, kurva sampai


spiral batang dengan bagian ujung2nya runcing dan bulat sehingga memberikan kesan
seperti bulan sabit( ini merupakan morphologi merupakan keturunan berbentuk protozoa ;
spesies Toxoplasma, spesies Leismania dll.), sel yang panjang dan rantai panjang
membentuk spiral dan keturunan ini terdapat dalam berbagai ukuran. Selnya bergerak
dengan berguling(berlawandari protozoan). Terdapat 16 jari2 yang keluar dari bagian
yang cekung dari bentuk bulan sabit. Hidup pada temparatur 350-400 C dan pH 4,5 – 5.
Terdapat 2 spesies dan 3 subspesies seperti yang tergambar dalam “Bergey’s
Manual(Buchanan dan Gibbons, 1974) Selemonas sputigena terdapat dalam rongga mulut
manusia. Wantland, Wantland dan Winquist (1963) melaporkan Selenomonas
menemukan dalam specimen yang berasal dari rongga mulut.

Spirochetes, Mycoplasma, Yeast dan Protozoa

Treponema

Spirochete adalah genus Treponema yang biasanya terdapat didalam rongga


mulut, terutama di gingival crevice. Smibert (1974) menjelaskan kuman genus ini adalah
unicellular, berbentuk spiral batang yang mempunyai karakteristik “ tight regular atau
irregular spirals. Sel bergerak(motile cells) memiliki “axial fibrils” dimana masuk
kedalam setiap ujung dari “protoplasmic cylinder”. Kebanyakan pewarnaan spesies ini
adalah menggunakan “silver impregnation methods”, walaupun “dark field microscopy”
sering dijumpai pada pemeriksaan mikroskopik. Spesies yang terdapat dalam rongga
mulut adalah ;Treponema denticola ,Treponema macrodentium, Treponema orale,
Treponema dan Treponema vicentii, dapat dibiakan dalam keadaan anaerob dengan
“membrane-filter technique” yang dilakukan oleh Holdeman, Cato dan Moore (1977),
untuk pemisahan menjadi spesies dilakukan dengan “fermentation dan biochemical test”
dengan menganalisa produk akhir dari fermentasi yaitu chromatography gas. Kecuali
simbiosis didalam gingival antara Treponema vicentii(merupakan klassifikasi dari
Borrelia vicentii) dengan Fusiform bacilli pada acute necrotizing ulcerative gingivitis dan
noma, spesies diatas tidak merupakan etiologi yang pasti penyakit manusia. Loe,
Theilade dan Jensen (1965) meneliti gingivitis pada manusia selama 10 – 21 hari setelah
pemeriksaan OH. Dengan menggunakan ”smear technique dan pemeriksaan mikroskopi,
menunjukaan vibrio dan spirochetes meninkat dalam plaque dan marginal gingiva setelah
2 minggu tanpa OH. Bentuk coccal dan filamentous yang terdapat dalam plaque, ini
menimbulkan spekulasi bahwa spirochetes beeperan dalam terjadinya gingivitis sampai
endotoxin ditemukan dari ”oral treponems(Mergenhagen, Hampp dan Scherp, 1961).
Gibbons dkk, (1963) menemukan porsentase spirochetes pada debris dari gingival crevise
dari subject dengan penyakit periodontal tiga kali lebih banyak dari subject normal.

Mycoplasma

Genus Mycoplasma adalah organisme prokaryotic yang sangat kecil yang dapat
dikultur dengan media steril buatan. Dengan menggunakan kontras bakteri yang lain akan
terlihat tidak terdapat dinding sel dan sangat pleomorphic. Botman dan Kenny (1971)
memeriksa Mycoplasma pneumoniae menggunakan mikroskop elektron menunjukan
bentuk kuman filamen yang bermanik-manik dengan ukuran 125 – 250 nm, ukuran yang
pasti sulit ditentukan karena bentuknya yang pleomorphisme. Mycoplasma didapat dari
pembiakan spesimen yang berasal dari infeksi pleuropneumonia pada binatang ternak.
Organisme ini tidak dapat tersaring oleh filter bakteri maka dipercaya bahwa infeksi
tersebut adalah infeksi virus. Ketika organisme yang sama menimbulkan penyakit pada
binatang lain, kemungkinan juga manusia ditemukan, maka dinamakan organime tersebut
Pleuropneumonia-like organism atau PPLO. Pada 1967 diusulkangenus Mycoplasma
yang baru yaitu Mollicutes. Media untuk membiakkan Mycoplasma terdiri dari peptones,
yeast extract dan serum. Koloninya sangat kecil dengan diameter 10 – 100 µm dengan
bentuk seperti telur goreng(fried egg appearance). Tehnik pembiakan dan perwarnaan
sangat berbeda dari bakteri lain(kenny, 1974). Organime ini dibagi dalam group
berdasarkan reaksi biokimia dan kebutuhab oxygen dan pembagian spesies berdasarkan
kemampuan menghambat pertumbuhan oleh anti-serum yang khas. Sejak kurangnya
dinding sehingga tidak rentan terhadap penicillin. Morton dkk, 1951 orang pertama yang
menemukan Mycoplasma dari pembiakan spesimen yang berasal dari rongga mulut.
Kemudian peneliti lain (Engel, dan Kenny, 1970; Fox, Purcell dan Chanock, 1969;Razin,
Michmann dan Shimshoni, 1964; Shklair dkk, 1962; Taylor-Robinson dkk; 1964)
menemukan berbagai spesies dari Mycoplasma yang ada dalam mulut.Spesies
Mycoplasma dalam mulut adalah ; Mycoplasma orali, Mycoplasma pharyngis dan
Mycoplasma salivarium, bersifat microaerophillic sampai anaerob, merupakan normal
flora tanpa efek patogen.

Candida dan berbagai yeast

Gambaran mikroskopik dari jamur adalah tunggal, sel yang independen


dinamakan sebagai yeast.Morphologisnya berbentuk bulat telur atau bulat dan lebih besar
dari bakteri.Bedanya dengan bakteri adalah eukaryotic yang memiliki inti dari
cytoplasma oleh membran inti.. yeast dari gigi berkembang biak dengan proses asexual
yang disebut budding atau blastospora formation. Beberapa spesies Candida albicans
membentuk chlamydospora dan memproduksi pseudomycelia yang seperti mycelia.
Dapat dibiakan menggunakan media saouraud agar. Terdiri dari peptone, glukosa, air dan
agar. Hidupa dalam pH 5,6 dimana berbagai bakteri tidak bisa berkembang. Untuk
menentukan spesies dari Yeast adalah berdasarkan fermentasi karbo hidrat, test
assimilasi, kebutuhan nitrogen dan produksi substances extracellular substances dan
enzym( Rippon, 1974). Yeast terdapat dalam porsi yang kecil pada mucous mambranes,
tractus intestinalis dan vagina dari manusia dan beberapa binatang. Bartels dan Blechman
(1962) meneliti 320 spesiemen saliva dari 160 orang yang berumur antara 20 – 30 tahun
untuk meneliti Yeast.hasilnya adalah 40 % Yeast dan 75,8 % spesies dari genus Candida,.
Yang terbanyak adalah Candida albicans sebanyak 60 %. Spesies yang lain yang jarang
ditemukan adalah Candida krusei, Candida tropicalis, Candida paropsilosis dan Candida
guilliermondi. Dalam beberapa specimen juga ditemukan genus Cryptococcus dan
Saccharomyces. Pada 97 % specimen yang positif berisi 10 – 500 koloni Yeast per ml
saliva dan hanya 2,4 % ditemukan lebih dari 1000 koloni per ml. Schmitt (1971)
melakukan kultur mulut dari 103 sukarelawan yang menggunakan obat kumur dan
ditemukan Candida albicans pada 34 % subject. Disimpulkan bahwa spesies Candida
tidak terdapat pada semua orang.

Entamoeba dan Trichomonas

Barret (1914), Kofoid (1929) dan Beatman (1933) melaporkan terdapatnya


protozoa dodalam mulut manusia. Diikiuti dengan penelitian dari Wantland dkk. (1933).
Hasil penelitian tersebut menemukan Entamoeba gingivalis dan Trichomonas tenax yang
terdapat dalam mulut bersih dan sehat, dimana jumlahnya bertambah dengan
bertambahnya umur. Pada pasien dengan periodontitis lanjut ditemukan Entamoeba
gingivalis 100 % dan Trichomonas tenax 80 % dari subject, 80 % ditemukan pada kedua
subject. Wantland dan Lauer (1970) menyatakan bahwa koloni bertambah apabila
calculus banyak, ada coating tongue dan penyakit periodontal yang berat.keduanya tidak
pathogen, keberadaannya berhubungan dengan keadaan Oh dan chronic periodontitis.
Pattogenesisnya dalam penyakit mulut masih dipertanyakan. Gottlieb dan Miller (1971)
tidak menemukan Entamoeba gingivalis dalam pemeriksaan histology dari jaringan
gingival pasien dengan penyakit periodontal lanjut. Dia hanyan terdapat dalam crevicular
epithelium atau didalam plaque disekitar epithel dan jaringan ikat dari ginival crevice

2.4.5. Oropharynx
Oropharynx atau bagian belakang mulut juga dihuni sejumlah besar bakteri
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis dan juga difteroid. Tetapi
kelompok bakteri terpenting yang mrupakan penghuni asli oropharynx ialah
Steptococcus α-hemolitik , yang juga dinamakan Streptococcus viridans. Juga
memperlihatkan adanya Branhamellacatarrhalis, spesies Haemophilus, serta galur –
galur Pneumococcusavirulen (Streptococcus pneumonia). Bagian terdalam saluran
pernafasan (ranting tenggorok atau bronkiole yang lebih halus serta alveoli atau
gekembung paru – paru) tidak mengandung mikroorganisme. Hal ini disebabkan
saluran pernafasan berlapiskan silia, yaitu embel – embel rambut yang menyapu
mikroorganisme dan bahan-bahan lain dari bagian sebelah dalam saluran ke bagian
sebelah atas untuk dibuang. Rambut bersama dengan lendir di dalam lubang bersama
dengan lendir di dalam lubang hidung itulah yang pertama - tama membantu
melindungi saluran pernapasan dengan cara menyaring bakteri dari udara yang
dihirup. (Pratiwi, 2008)
2.4.6. Perut
Isi perut yang sehat praktisnya steril karena adanya asam hidrokolat di dalam
sekresi lambung. Setelah ditelannya makanan, jumlah bakteri bertambah tetapi segera
menurun kembali dengan disekresikannya getah lambung dan pH zat alir perut pun
menurun. (Hartati, 2012)
2.4.7. Usus Kecil
Usus kecil bagian atas atau usus 12 jari mengandung beberapa bakteri. Diantara
yang adalah, sebagian besar adalah coccus dan bacillusgram prositif. Pada duodenum
terdapat 105 – 108 bakteri/gram. Di dalam jejenum atau usus halus kosong (bagian
kedua usus kecil, diantara usus12 jari dan ileum atau usus halus gelung) kadang kala
dijumpai spesies-spesies enterococcus , lactobacillus, & difteroid. Khamir Candida
ablicans dapat juga dijumpai pada usus kecil ini. Pada usus halus bagianatas,
lactobacillus dan enterococcus mendominasi dan pada usus halusbagian bawah yang
mendominasi adalah flora tinja. Pada bagian ususkecil yang jauh (ileum), mikrobiota
mulai menyerupai yang dijumpai padausus besar. Bakteri anerobik dan enterobakteri
mulai nampak dalam jumlah besar. (Jawetz dkk, 2005)
2.4.8. Usus Besar
Di dalam tubuh manusia, kolon atau usus besar mengandung populasi mikrobe
yang terbanyak. Telah diperkirakan bahwa jumlah mikroorganisme di dalam spesimen
tinja ialah kurang lebih 1012 organisme per gram. (Lima puluh atau enam puluh
persen dari berat kering bahan tinja dapat terdiri dari bakteri dan mikroorganisme
lain). Ada lebih kurang 300 kali bebih banyak bajteri anaerobik ketimbang bakteri
anaerobik fakultatif (seperti Escherichia coli) di dalam usus besar.Bacillus gram
negatif yang ada meliputi spesies Bacteroides (B. Fragilis,B. Melaninogenicus, B.
Oralis). Bacillus gram positif diwakili oleh spesies-spesies Clostridium. Spesies-
spesies anaerobik fakultatif yang dijumpai dalam usus tergolong dalam genus
Escherichia, Proteus, Klebsiella dan Enterobacter. Peptostreptococcus (Streptococus
anaerobik) juga umum.Khamir Candida ablicans juga dijumpai. Pada kolon sigmoid
dan danrectum, terdapat sekitar 1011 bakteri/gram isi kolon. (Jawetz dkk, 2005)

Gambar Jumlah mikroorganisme yang terdapat pada usus kecil dan usus besar.
Usus besar adalah tangki induk bakteri yang berpartisipasi dalam tahap akhir
pencernaan makanan. Karena di sini bahwa bakteri disajikan dengan polisakarida yang
tidak dapat diuraikan oleh enzim manusia.Proses degradasi polisakarida di usus besar
disebut fermentasi sebagaikolon. Polisakarida ini berasal dari bahan tanaman
(misalnya selulosa, xilan dan pektin) dan dari sel-sel manusia (misalnya pada
polisakarida yang lem sel-sel usus bersama-sama) dan mudah terdegradasi oleh bakteri
kolon. Polisakarida hasil fermentasi dalam produksi asetat, butirat dan propionat, yang
digunakan sebagai sumber karbon dan energi oleh sel mukosa dari usus besar. Jadi,
usus besar dapat dianggap sebagai organ pencernaan dimana bakteri melakukan
sebagian besar pekerjaan. (Pratiwi, 2008)

Gambar Bakteri penghuni kolon.


2.4.9. Saluran kemih – kelamin
Pada orang sehat, ginjal, ureter (saluran dari ginjal ke kandung kemih), dan
kandung kemih bebas dari mikroorganisme, namun bakteri pada umumnya dijumpai
pada uretra (saluran dari kandung kemih ke luar) bagian bawah baik pria maupun
wanita. Tetapi berkurang di dekat kandung kemih. Pada vagina, penghuni utama
vagina adalah lactobacillus yang toleran terhadap asam. Saat lahir, lactobacil aerob
muncul dalam vaginadan menetap selama pH tetap asam. Apabila pH ini menjadi
netral akanterdapat flora campuran yaitu coccus dan bacil.
Saat Pubertas, lactobacil aerob dan anaerob ditemukan kembali dalam jumlah
yang besar dan akan mempertahankan keasaman pH melalui pembentukan asam dari
karbohidrat khususnya glikogen. Keuntungan pembentukan asam ini yaitu untuk
mencegah bakteri yang bersifat pathogen dalam vagina. Setelah monopause, lactobacil
akan berkurang jumlahnnya dan flora campuran coccus dan bacil akan muncul
kembali. (Michael J, 1986) Gambar berikut menunjukkan daerah penyebaran
mikrobiota (flora normal) pada tubuh manusia:
Gambar

Penyebaran mikrobiota normal tubuh manusia.

2.4.10. Mata (Konjungtiva)


Mikroorganisme yang terdapat pada mata yang paling utama adalah difteroid
(Corynebacterium xerosis), S. epidermidis dan streptococcus non hemolitik. Flora
norma ini dikendalikan oleh lisozim yang terdapat pada air mata. (Pratiwi, 2008)
Flora normal dominan
dari manusia
ditunjukkan pada
Tabel. Tabel ini

menampilkan hanya sebagian kecil dari spesies bakteri total yang terjadi sebagai
flora normal manusia. Selain itu, tabel ini tidak menunjukkan jumlah relatif atau
konsentrasi bakteri di daerah tertentu. (Youmans, 1975)
Spesies Mikroba Predominan yang
sering dijumpai pada anatomi tubuh
manusia.
(dikutip dari Youmabs, 1975)

2.5. Jenis - Jenis Flora Normal

2.5.1. Flora Normal Patogen


(penjelasan)

A. Flora Normal Patogen Bakeri


1. Streptococus Sanguis

Gambar Streptococus Sanguis

Streptococcus sanguis atau Streptococcus sanguinis merupakan bakteri


golongan alfa berbentuk kokus gram positif fakultatif. Bakteri ini memiliki dinding
yang tebal terdiri dari peptidoglikan dan tidak berspora. Morfologi S. sanguis
berbentuk bulat sampai lonjong dengan diameter 0,6 – 1,0 μm, bersifat non motil,
katalase negatif , tumbuh optimum pada suhu 37C dengan pH antara 7,4–7,6.
Morfologi koloni bewarna opak, berdiameter 0,5-1,0mm, permukaannya kasar
(hanya 7% bersifat mukoid). (Jawetz et al., 2008).
Klasifikasi Streptococcus sanguis adalah sebagai berikut:

Kingdom : Bacteria

Class : Bacilli

Ordo : Lactobacillales

Family : Streptococcaceae

Genus : Streptococcus

Species : Streptococcus sanguinis9

S. sanguis memiliki stuktur DNA yang terdiri dari 2.388.435 bp. Organisme
ini mempunyai kode 2.274 protein yang terdiri dari 61 tRNA dan rRNA. Gen
dalam bakteri S. sanguis dapat mempertahankan sintesis adesi protein pada
permukaan sel. (Jawetz et al., 2008).

2. Streptococus Aureus

Staphylococcus aureus. (Todar, 2008)

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat


berdiameter 0,7-1,2 μm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur
seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak
bergerak. Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37 ºC, tetapi membentuk
pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25 ºC). Koloni pada perbenihan padat
berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol,
dan berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik menghasilkan S. aureus yang
mempunyai kapsul polisakarida atau selaput tipis yang berperan dalam virulensi
bakteri. Berbagai derajat hemolisis disebabkan oleh S. aureus dan kadang-kadang
oleh spesies stafilokokus lainnya. (Jawetz et al., 2008).

klasifikasi Staphylococcus aureus yaitu:

Domain : Bacteria

Kerajaan : Eubacteria

Filum : Firmicutes

Kelas : Bacilli

Ordo : Bacillales

Famili : Staphylococcaceae

Genus : Staphylococcus
Spesies : S. aureus

Nama binomial : Staphylococcus aureus

Patogenisitas Staphylococcus aureus adalah patogen utama pada manusia.


Hampir semua orang pernah mengalami infeksi S. aureus selama hidupnya, dengan
derajat keparahan yang beragam, dari keracunan makanan atau infeksi kulit ringan
hingga infeksi berat yang mengancam jiwa. Sebagian bakteri Stafilokokus
merupakan flora normal pada kulit, saluran pernafasan, dan saluran pencernaan
makanan pada manusia. Bakteri ini juga ditemukan di udara dan lingkungan
sekitar. S. aureus yang patogen bersifat invasif, menyebabkan hemolisis,
membentuk koagulase, dan mampu meragikan manitol. (Kusuma, 2009).
Infeksi oleh S. aureus ditandai dengan kerusakan jaringan yang disertai abses.
Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh S. aureus adalah bisul, jerawat,
impetigo, dan infeksi luka. Infeksi yang lebih berat diantaranya pneumonia,
mastitis, plebitis, meningitis, infeksi saluran kemih, osteomielitis, dan
endokarditis. S. aureus juga merupakan penyebab utama infeksi nosokomial,
keracunan makanan, dan sindroma syok toksik (Kusuma, 2009).
Faktor Virulensi Staphylococcus aureus membuat tiga macam metabolit, yaitu
yang bersifat nontoksin, eksotoksin, dan enterotoksin. Metabolit nontoksin antara
lain adalah antigen permukaan, koagulase, hialuronidase, fibrinolisin, gelatinosa,
protease, lipase, tributirinase, fosfatase, dan katalase (Warsa, 1994).
Staphylococcus aureus dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya
tersebar luas dalam jaringan dan melalui pembentukan berbagai zat ekstraseluler.
Berbagai zat yang berperan sebagai faktor virulensi dapat berupa protein, termasuk
enzim dan toksin, contohnya seperti Katalase, Koagulase, Hemolisin, Leukosidin,
Toksin eksfoliatif, Toksin Sindrom Syok Toksik, Enterotoksin. (Jawetz et al, 2008)
3. Hemophilia influenza

Karakteristik dan taksonomi H. influenzae adalah bakteri berbentuk kokobasil


bersifat gram negatif, berukuran kecil (1–2 mm) dan bersifat pleiomorfik.8 H.
influenzae merupakan bakteri non-motil yang terdapat dalam famili
Pasteurellaceae yang umumnya hidup secara aerob atau dibawah tekanan CO2 5%.
H. influenzae dengan pewarnaan gram

Klasifikasi bakteri H. influenzae :

Kingdom :Bacteria

Phylum :Proteobacteria

Class :Gammaproteobacteria

Ordo :Pasteurellales

Family :Pasteurellaceae

Genus :Haemophilus

Species :Haemophilus influenza

Patogenisitas H. influenzae memiliki tingkat adaptasi yang tinggi terhadap


host nya, yaitu manusia. Bakteri ini terdapat dalam tenggorokan dari sekitar 75 %
anak– anak dan orang dewasa yang sehat. Bakteri ini jarang ditemui di rongga
mulut dan belum dapat ditemukan pada selain manusia. Terdapat dua golongan
serotipe dari H. influenzae, yaitu berkapsul (encapsulated) dan tidak berkapsul.
Golongan yang berkapsul ini dibagi menjadi 6 serotipe yaitu a, b, c, d, e, f
berdasarkan antigen berbeda dari kapsul polisakarida yang dimiliki. Sedangkan
bakteri yang tidak berkapsul dikenal dengan Non-typeable H. influenzae (NTHi).
H. influenzae tidak memproduksi eksotoksin. Kapsul polisakarida tipe B dari
bakteri ini mengandung polyribitol ribose phosphate (PRP) yang diketahui sebagai
faktor virulensi utama. Pili dan adesin pada bakteri akan membantu bakteri
melekat pada sel epitel nasofaring, dinding sel bakteri memproduksi endotoksin
yang bersifat toksik bagi silia di epitel, kemudian bakteri akan masuk menembus
barier mukosa. Kapsul polisakarida ini akan melindungi bakteri dari reaksi
imunitas tubuh yaitu fagositosis, sehingga bakteri dapat masuk ke peredaran darah
dan menyebar dalam darah. Bakteri H. influenzae tipe B merupakan penyebab
lebih dari 95 % penyakit invasif pada anak usia kurang dari 5 tahun, seperti
meningitis, bakteremia dan sepsis, epiglotitis, pneumonia, artritis septik,
osteomielitis, perikarditis, empiema, dan abses. Serotipe lain dari H. influenzae
juga dapat memberikan ancaman timbulnya penyakit di saluran respirasi. NTHi
atau H. influenzae yang tidak berkapsul membuat koloni di nasofaring dan dapat
menginfeksi apabila terjadi kerusakan mukosa akibat infeksi virus atau pada
perokok.

Diagnosis H. influenzae dapat dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium


yaitu Latex Agglutination, PCR dan kultur. Latex Aglutination (LA) mendeteksi
antigen dan merupakan metode yang sensitif dan cepat untuk mendeteksi kapsul
polisakarida. PCR dapat mendeteksi keenam serotipe kapsul H. influenzae dan
merupakan rapid test yang memiliki spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi.
Pemeriksaan serotipe juga dapat membedakan bakteri yang berkapsul maupun
yang tidak berkapsul. Standar baku emas pemeriksaan laboratorium H.Influenzae
adalah kultur. Bakteri ini memiliki kebutuhan yang kompleks dalam media
pertumbuhannya (fastidious) sehingga seringkali sulit untuk ditumbuhkan.

4. Moraxella catarrhals
Gambar Moraxella Catarrhals
Salah satu bakteri flora normal yang mendiami selaput mukosa pada saluran
pernafasan manusia adalah Moraxella catarrhals. Moraxella catarrhals yang
sebelum ini disebut Branhamella catarrhals dan sebelumnya lagi Neisseria
catarrhals adalah anggota normal flora pada 40-50% anak-anak sekolah yang sehat.
Moraxella catarrhals dimasukkan dalam genus Moraxella karena anggota lain dari
genus Moraxella berbentuk tongkat dan jarang menyebabkan infeksi pada manusia.
Hasil penelitian DNA hybridization dan 16S rRNA membuktikan bahwa spesies
catarrhals termasuk dalam genus Moraxella. Oleh sebab itu, bakteri ini diberi nama
Moraxella catarrhalis. Namun, beberapa bidang medis masih menggunakan nama
Branhamella catarrhals untuk bakteri ini. (Jawest Ernest, dkk. 1996)
M. catarrhals dapat di bedakan dari Neisseria oleh tidak adanya peragian
karbohidrat dan adanya pembuatan DNase. Bakteri ini menghasilkan esterase
butirat yang merupakan dasar bagi tes-tes fluorometrik secara cepat yang bertujuan
untuk identifikasi. Kelompok Moraxella mencakup enam spesies. Kelompok ini
tidak bergerak, tidak melakukan fermentasi dan oksidase-positif. Pada sediaan apus,
Moraxella tampak sebagai batang gram-negatif yang kecil, kokobasil/ kokus.
Sebagian besar bersifat peka terhadap penisilin dan obat anti mikroba lainnya. Bila
ditanam pada perbenihan yang diperkaya (misalnya Mueller-Honton, dimodifikasi
oleh Thayer- Martin), dalam 48 jam M. catarrhals akan membentuk koloni tidak
berpigmen atau opak abu-abu agak merah muda. (Jawest Ernest, dkk. 1996)
M. catarrhals merupakan bakteri gram negatif, aerobic, diplococcus, non
motil, tidak membentuk spora, kemoorganotrofik, oksidase-positif dan katalase-
positif, test reduksi nitrit dan nitrat memberikan hasil positif. Dimana dapat
berkoloni berdua atau berempat dan menyebabkan infeksi saluran pernafasan
bersama bakteri lainnya pada manusia. M. catarrhals merupakan anggota flora
normal pada saluran napas bagian atas. (Jawest Ernest, dkk. 1996)
Klasifikasi Moraxella catarrhals
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gammaproteobacteria
Order : Pseudomonadales
Family : Moraxellaceae
Genus : Moraxella
Species : M. catarrhalis
Nama binomial Moraxellacatarrhali
(Jawest Ernest, dkk. 1996)
Endotoksin pada M. catarrhalis berupa lipopolisakarida. Lipopolisakarida ini
serupa dengan yang ditemukan pada spesies Neisseria yang mungkin berperan
dalam proses penyebaban penyakit. Beberapa kelompok M. catarrhalis memiliki
pili atau fimbriae, yang dapat membantu pelekatan ke epitel saluran respirasi.
Beberapa strain menghasilkan protein yang memberi perlawanan terhadap
serangan dari struktur membrane . M. catarrhalis juga mengeluarkan protein yang
spesifik dalam pengambilan besi, yang bertindak sebagai reseptor bagi transferrin
dan lactoferrin. Reson tubuh melawan Moraxella catarrhalis muncul seiring
bertambahnya umur.

5. Strptococus Salivarius
Gambar. Streptococcus salivarius

Streptococcus merupakan suatu spesies yang mendominasi komposisi bakteri


dalam plak. Bakteri ini merupakan mikroflora normal rongga mulut yang harus
mendapat perhatian khusus karena kemampuannya membentuk plak dari sukrosa,
melebihi jenis bakteri lainnya (Delorme, et al., 2011). Streptococcus adalah
golongan bakteri yang heterogen. Streptococcus adalah bakteri gram positif
berbentuk bulat yang secara khas membentuk pasangan atau rantai selama masa
pertumbuhannya. Beberapa diantara golongannya merupakan anggota flora normal
pada manusia. Dua puluh spesies termasuk Streptococcus pyogenes, Streptococcus
agalactiae, dan Enterokokkus, digolongkan berdasarkan kombinasi sifatnya
(Delorme, et al., 2011).
Streptococcus salivarius berasal dari kelompok salivarius dari golongan
Streptococcus viridans. Spesies komersal ini, lazim ditemukan pada mukosa mulut,
juga telah dikaitkan dengan infeksi manusia dan merupakan salah satu bakteri dari
golongan Streptococcus viridans yang dapat menyebabkan bakteremia neutropenia
(Delorme, et al., 2011).
Bakteri Gram - positif Streptococcus salivarius adalah bakteri yang hidup pada
rongga mulut manusia, dengan populasi yang besar bertahan hidup dalam rongga
mulut selama seumur hidup sang inang. Seperti S. salivarius umumnya
berhubungan dengan kesehatan mulut yang baik, beberapa strain bacteriocinogenic
dengan catatan keselamatan terbukti telah dikembangkan sebagai probiotik oral.
Streptococcus salivarius merupakan penghuni normal dari saluran pernapasan
bagian atas. Bakteri ini mungkin memasuki aliran darah pada saat terjadi kesalahan
saat perawatan gigi atau ketika menyikat gigi. Merupakan bakteri pertama yang
berkolonisasi membentuk plak gigi , sebelum bergabung dengan banyak spesies
lain dari berbagai genera. Oleh karena itu bakteri ini menjadi pelopor dalam
menjajah plak gigi , menciptakan kondisi yang menguntungkan sehingga spesies
lain dapat mulai tumbuh. bakteri inilah yang memainkan peran moderator,
memungkinkan implantasi bakteri yang berbahaya bagi kesehatan rongga mulut.
Selain itu, ketika bakteri ini memasuki aliran darah ditemukan bahwa hal itu dapat
menyebabkan septikemia pada pasien neutropenia, suatu kondisi yang menunjukkan
jumlah tingkat rendah abnormal neutrofil dalam darah. Neutrofil juga dikenal
sebagai sel-sel darah putih dan terlibat dalam respon kekebalan tubuh terhadap
infeksi. Juga, Streptococcus salivarius digunakan untuk mengobati pasien dengan
pneumonia atipikal, yang adalah penyakit paru-paru di mana paru-paru dibanjiri
cairan. S. salivarius sering merupakan mayoritas dari total flora yang bisa diolah
pada jaringan lunak mulut dan air liur dan merupakan komponen utama dari biofilm
yang berkoloni pada permukaan dorsal lidah dan epitel bukal. Ini berpartisipasi
dalam pemeliharaan keseimbangan mikroba dalam rongga mulut manusia dan
memberikan kontribusi pemikiran untuk kesehatan mulut. Sebagai contoh, itu
diberikannya efek antagonis terhadap patogen yang terlibat dalam kerusakan gigi,
periodontitis, dan sakit tenggorokan. Selain itu, S. salivarius mempengaruhi respon
inflamasi dipicu oleh patogen periodontal dan enterik in vivo dan menampilkan
imunomodulator dan sifat anti - inflamasi in vitro (Gue´don, et al., 2011)
Klasifikasi bakteri
Kerajaan : Bakteri
Fillum : Firmicutes
Kelas : Basil
Ordo : Lactobasillales
Family : Streptococcaceae
Genus : Streptococcus
Spesies : S. salivarius
Streptococcus salivarius adalah bagian dari bakteri gram positif, berbentuk
jenis bola. Jika bergandengan membentuk rantai. S. salivarius adalah kokus
Gram-positif, yang berarti dalam tes noda gram itu akan menodai ungu. Bakteri
gram positif memiliki membran plasma tunggal diikuti dengan spasi periplasmic
dan lapisan peptidoglikan yang tebal disebut murein. Selain perlindungan lapisan
murein juga membantu dalam bentuk dan kekakuan dari bakteri. Murein
merupakan polimer yang unik untuk bakteri, ini adalah alasan mengapa itu adalah
target yang baik untuk antibiotik. Selain itu, lapisan murein memungkinkan
bakteri untuk bertahan hidup di media yang dengan tekanan osmotik lebih rendah
dari sitoplasma mereka. Streptococcus salivarius adalah sekitar 2 mikro meter
panjangnya. Kokus biasanya terjadi pada pasangan dan rantai pendek. Mereka
anaerob fakultatif dan baik non atau alpha hemolitik pada agar darah. Agar darah
digunakan di laboratorium untuk mendeteksi aktivitas hemolitik. Streptococccus
salivarius mengandung fimbriae pada permukaan sel mereka. Fimbriae adalah
rambut-seperti pelengkap yang terdiri dari subunit protein dengan diameter mulai
2-8 nm. (Gue´don, et al., 2011)
Dilihat dari segi namanya Streptococcus salivarius yang artinya bakteri yang
kebanyakan berdomisi dibagian dorsal lidah, akan tetapi ia mempengaruhi
dibagian dalam mulut baik itu gusi, gigi sampai bagian tenggorokan. Dengan
jelasnya bahwa Bakteri Gram – positif Streptococcus salivarius juga merupakan
bakteri yang hidup pada rongga mulut manusia, dengan populasi yang besar
bertahan hidup dalam rongga mulut selama seumur hidup sang inang.
Seperti Streptococcus salivarius umumnya berhubungan dengan kesehatan mulut
yang baik, beberapa strain bacteriocinogenic dengan catatan keselamatan terbukti
telah dikembangkan sebagai probiotik oral. Dan Bakteri gram positif ini juga
merupakan salah satu bakteri pertama yang berkolonisasi membentuk plak gigi,
sebelum bergabung dengan banyak spesies lain dari berbagai genera. Oleh karena
itu bakteri ini menjadi pelopor dalam menjajah plak gigi, menciptakan kondisi
yang menguntungkan sehingga spesies lain dapat mulai tumbuh. Bakteri ini di
perlukan ketika ada pasien yang terkena penyakit pneumonia atipikal, yaitu dapat
mengobati penyakit paru-paru dimana paru-paru dibanjiri dengan air liur oleh
Bakteri Streptococcus ini. Tidak hanya itu saja, melainkan dibutukan pada
mikroba ekologi dan terilibat dalam kesehatan mulut, yaitu Kemampuan untuk
secara genetik bakteri insinyur plak yang dapat memodulasi pH lingkungan
melalui ureolysisakan membuka jalan untuk menggunakan Streptococcus
salivarius untuk menguji hipotesis mengenai peran ureolysis oral pada karies
gigi , dan penyakit periodontal. Organisme ini akhirnya mungkin berguna untuk
mengendalikan karies gigi dengan terapi penggantian. Tidak dibayangkan bahwa
Bakteri ini membawa dampak yang sangat besar dengan bantuan beberapa
hidrolisis urea oleh enzim urease. (Gue´don, et al., 2011)
Bakteri ini membawa dampak yang sangat banyak sekali. Dampak positif
yaitu Bakteri Streptococcus salivarius disebutkan berperan dalam proses bau
mulut. Mereka yang berbau mulut segar memiliki bakteri ini dalam jumlah yang
lumayan banyak di mulutnya. Sedangkan mereka yang berbau mulut tidak enak
biasanya hanya memiliki bakteri ini dalam jumlah yang sangat sedikit atau tidak
sama sekali (Jadi, tidak semua bakteri di mulut layak di-bakteri-hitam-kan). Telah
diketahui bahwa Di lidah kita terdapat 7.947 spesies bakteri. Salah satunya yaitu
Bakteri Streptococcus salivarius yang merupakan pemain utama dalam
bermanfaat membantu mencegah pelapukan gigi, penyakit gusi, dan infeksi
tenggorokan. Streptococcus salivarius juga sering merupakan mayoritas dari total
flora yang bisa diolah pada jaringan lunak mulut dan air liur dan merupakan
komponen utama dari biofilm yang berkoloni pada permukaan dorsal lidah dan
epitel bukal. Ini berpartisipasi dalam pemeliharaan keseimbangan mikroba dalam
rongga mulut manusia dan memberikan kontribusi pemikiran untuk kesehatan
mulut. Tidak hanya itu saja, bakteri ini juga Bakteri ini mungkin memasuki aliran
darah pada saat terjadi kesalahan saat perawatan gigi atau ketika menyikat gigi.
Merupakan bakteri pertama yang berkolonisasi membentuk plak gigi, sebelum
bergabung dengan banyak spesies lain dari berbagai genera. Sedangkan untuk
dampak negatifnya yang dikemukakan oleh ilmuan yaitu bahwa Streptococcus
salivarius berasal dari kelompok salivarius dari golongan Streptococcus viridans.
(Delorme, et al., 2011)
Ada beberapa peranan dari bakteri ini, yang pertama Bakteri Streptococcus
salivarius disebutkan berperan dalam proses bau mulut, artinya jika kita sehat
justru air ludah kita semakin banyak, karena dengan adanya air ludah maka mulut
kita akan hilang dari bau yang tidak sedap yaitu berbagai makanan yang tidak
sedap, misalnya Konsumsi makanan bersantan, mengandung lemak tinggi, terlalu
manis, atau minuman beralkohol. Kedua, Bakteri ini bermanfaat membantu
mencegah pelapukan gigi, penyakit gusi, dan infeksi tenggorokan. Hal demikian
dikarenakan, di dalam rongga mulut mikroorganisme yang masuk akan dinetralisir
oleh zat anti bakteri yang dihasilkan oleh kelenjar ludah dan bakteri flora normal
yaitu salah satunya bakteri Streptococcus salivarius. Ketiga, Bakteri Ini
berpartisipasi dalam pemeliharaan keseimbangan mikroba dalam rongga mulut
manusia dan memberikan kontribusi pemikiran untuk kesehatan mulut, hal tersebut
dikarenakan akan memberikan efek timbal balik antara antagonis dan patogen,
misalnya diberikannya efek antagonis terhadap patogen yang terlibat dalam
kerusakan gigi, periodontitis, dan sakit tenggorokan. Dan ternyata bakteri ini juga
bedampak dalam halnya membentuk plak gigi. Hal tersebut terjadi karena bakteri
ini menjadi pelopor dalam menjajah plak gigi menciptakan kondisi yang
menguntungkan sehingga spesies lain dapat mulai tumbuh. Bakteri inilah yang
memainkan peran moderator, memungkinkan implantasi bakteri yang berbahaya
bagi kesehatan rongga mulut. Dan terakhir Streptococcus salivarius berasal
dari kelompok salivarius dari golongan Streptococcus viridans. Spesies komersal
ini, lazim ditemukan pada mukosa mulut, juga telah dikaitkan dengan infeksi
manusia yang dapat menyebabkan bakteremia, dikarenakan ketika pada kondisi
tubuh yang tidak seimbang, memungkinkan bakteri ini memasuki aliran darah dan
akhirnya ditemukan efek yang dapat menyebabkan septikemia pada pasien
neutropenia, suatu kondisi yang menunjukkan jumlah tingkat rendah abnormal
neutrofil dalam darah. (Gue´don, et al., 2011)
Telah diketahui bahwa bakteri ini merupakan Mikroorganisme yang seumur
hidupnya tinggal di rongga mulut dan organisme yang secara normal ditemukan
pada semua individu merupakan mikroorganisme penghuni asli (tetap) yang ada
pada semua orang. Baik itu dari anak-anak, Muda, dan dewasa.Sebagaimana
kutipan dari seorang ahli, mengemukakan bahwa Flora normal adalah sekumpulan
mikroorganisme yang hidup pada kulit dan selaput lendir/mukosa manusia yang
sehat maupun sakit. Pertumbuhan flora normal pada bagian tubuh tertentu
dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, nutrisi dan adanya zat penghambat.
Keberadaan flora normal pada bagian tubuh tertentu mempunyai peranan penting
dalam pertahanan tubuh karena menghasilkan suatu zat yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme lain. Adanya flora normal pada bagian tubuh tidak
selalu menguntungkan, dalam kondisi tertentu flora normal dapat menimbulkan
penyakit, misalnya bila terjadi perubahan substrat atau berpindah dari habitat yang
semestinya. (Jawetz, 2005)
6. Streptococus Pnemoniae

Gambar Streptococus Pnemoniae


Morfologi S. pneumoniae atau pnemokokus adalah diplokokus Gram-posistif
yang merupakan penghuni normal pada saluran pernapasan bagian atas manusia.
Bakteri ini sering berbentuk bulat hingga lanset atau tersusun dalam bentuk rantai,
mempunyai simpai polisakarida yang mempermudah penentuan tipe dengan
antiserum spesifik. Panjang rantai sangat bervariasi dan sebagian besar ditentukan
oleh faktor lingkungan. Rantai panjang akan muncul bila ditanam dalam
perbenihan yang hanya sedikit mengandung magnesium. Pneumokokus mudah
dilisiskan oleh zat aktif permukaan, misalnya garam-garam empedu. Zat aktif
permukaan mungkin menghilangkan atau menonaktifkan penghambat autolisis
dinding sel. (Brooks GF et all, 2007)
Kebanyakan Streptococcus tumbuh dalam pembenihan padat sebagai koloni
diskoid dengan diameter 1-2 mm. Strain yang menghasilkan bahan simpai sering
membentuk koloni mukoid (Brooks GF et all, 2007). Sebenarnya pertumbuhan
Streptococcus cenderung menjadi kurang subur pada perbenihan padat atau dalam
kaldu, kecuali yang diperkaya dengan darah atau cairan jaringan. Kuman yang
patogen bagi manusia paling banyak memerlukan faktor-faktor pertumbuhan.
Pertumbuhan dan hemolisis dibantu oleh pengeraman dalam CO2 10%.
Kebanyakan Streptococcus patogen tumbuh paling baik pada suhu 370 C.
Kebutuhan makanan bervariasi untuk setiap spesies (Husain AS, 2012). Energi
utama untuk pertumbuhan diperoleh dari penggunaan glukosa. (Gillespie SH et all,
2006).
Klasifikasi Streptococus Pnemoniae (Jawetz dkk.,2005)
Kingdom : Bacteria
Phylum : Firmicutes
Kelas : Diplococcic
Ordo : Lactobacillates
Family : Streptoccoceae
Genus : Streptococcus
Spesies : Streptococcus pneumonia
Patogenesis Streptococus Pnemoniae, Selaput mukosa mulut dan faring
seringkali steril waktu lahir, tetapi dapat terkontaminasi waktu keluar melalui jalan
lahir. Dalam 4-12 jam setelah lahir, S. viridas menetap sebagai anggota flora
normal yang paling utama dan tetap seperti ini selama hidup. (Brooks GF et all,
2007)
Patogenesis S. pneumoniae berawal dari melekatnya kuman pada epitel faring
kemudian bereplikasi dan proses lolosnya kuman dari fagositosis oleh makrofag.
Kuman menyebabkan infeksi diberbagai area tubuh melalui berbagai akses seperti
penyebaran secara langsung, atau secara limfogen-hematogen. Kolonisasi kuman
pada individu sehat menunjukkan bahwa kuman berhasil mengadakan perlekatan
dan bereplikasi. Setelah membentuk koloni, kuman dapat menyebar secara
langsung ke saluran pernapasan. (Yunarto Y, 2010)
S. pneumoniae menyebabkan penyakit melalui kemampuannya berkembang
biak dalam jaringan. Bakteri ini tidak menghasilkan toksin yang bermakna.
Virulensi organisme disebabkan oleh fungsi simpainya yang mencegah atau
menghambat penghancuran oleh fagosit. Serum yang mengandung antibodi
terhadap polisakarida tipe spesifik akan melindungi terhadap infeksi. Bila serum
ini diabsorbsi dengan polisakarida tipe spesifik, serum tersebut akan kehilangan
daya pelindungnya. (Yunarto Y, 2010)
Penyakit yang disebabkan S. pneumonia atau Pneumococcal disease adalah
istilah yang digunakan untuk menggambarkan infeksi yang disebabkan oleh
bakteri S. pneumoniae. Ada dua jenis S. pneumoniae yang dapat menyebabkan
penyakit, yaitu yang bersifat invasive dan non-invasive pneumococcal disease.
Invasive Pneumococcal Disease (IPD) meliputi septikemia, pneumonia dan
meningitis. Pada non-invasive pneumococcal disease, bakteri menyebar melalui
saluran pernapasan, termasuk infeksi telinga tengah (otitis media), sinusitis dan
faringitis. (Health Protection Agency, 2012)
7. Streptococcus mutans
Gambar Streptococcus mutans

Secara mikroskopis, S. mutans merupakan gram positif, tidak begerak aktif,


tidak membentuk spora, dan mempunyai susunan rantai dua atau lebih. Berbentuk
bulat dengan diameter 0,5 – 0,7 mm. Kadang bentuknya mengalami pemanjangan
menjadi batang pendek, tersusun berpasangan atau membentuk rantai pendek.
Susunan rantai panjang diperoleh S. mutans berada dalam media Brain Heart
Infusion Broth Dinding sel S. mutans memiliki beberapa karakter, antara lain :
Surface protein antigen I/II yang berfungsi sebagai mediator perlekatan, Serotipe
yang terdiri dari 6 serotipe yang berfungsi spesifik adherence; dalam hal ini berupa
setotipe c, Glukan Binding Protein (GBP) yang berfungsi sebagai akumulasi Media
yang dapat digunakan untuk membiakkan S. mutans adalah Tryptone Yeast
Cysteine (TYC) dan media agar darah. Gambaran koloni bakteri tersebut yaitu
ukuran koloni dengan diameter 1 – 5 mm, permukaan koloni berbutir kasar, licin,
menyerupai bunga kasar dengan pusat menyerupai kapas. Konsistensi koloni keras
dan sangat lekat, warna koloni seperti salju yang membeku, agak buram mengkilat
(opaque), kuning buram dengan lingkaran putih. Sedangkan tepi koloni tidak
teratur. (Yunarto Y, 2010)
Seperti pada bakteri bentuk bulat gram positif lainnya, S. mutans terdiri dari
dinding sel dan membran protoplasma. Matriks dinding sel terdiri atas
peptidoglikan rantai silang yang mempunyai komposisi gula amino N-asetil, asam
N-asetilnuramik dan beberapa peptida. Sedangkan struktur antigenik dinding sel S.
mutans terdiri dari antigen protein, polisakarida spesifik dan asam lipotekoat.
Antigen-antigen tersebut menentukan imunogenitas S. mutans. Sejumlah antigen
yang telah ditemukan yang terpenting adalah protein, yang terdiri dari enzim
glukosil transferase dan antigen protein. Enzim glukosil transferase berfungsi
sebagai enzim yang mengubah sukrosa menjadi glukan.21 Sedangkan antigen
protein yang bersifat hidrofobik berfungsi pada proses interaksi S. mutans dan
pelikel pelikel (membran tipis pelindung) di permukaan gigi. (Yunarto Y, 2010)
8. Klasifikasi Streptococcus mutans

Kingdom : Monera
Divisio : Firmicutes
Class : Bacilli
Order : Lactobacilalles
Family : Streptococcaceae
Genus : Streptococcus
Species : Streptococcus mutans
Sifat dari Streptococcus mutans merupakan bakteri anaerobik fakultatif,
nonhemofilik asidogenik, dan dapat memproduksi polisakarida ekstraseluler dan
intraseluler. Streptococcus mutans tidak termasuk bakteri yang didapat sejak lahir,
melainkan bakteri yang didapat sesuai perkembangan usia. Streptococcus mutans
mempunyai sifat-sifat tertentu yang berperan penting dalam proses karies gigi,22
S. Mutans memfermentasikan berbagai jenis karbohidrat menjadi asam sehingga
mengakibatkan penurunan pH; S. mutans membentuk dan menyimpan polisakarida
intraselular dari berbagai jenis karbohidrat, yang selanjutnya dapat dipecahkan
kembali oleh bakteri tersebut sehingga dengan demikian akan menghasilkan asam
terus-menerus; S. mutans mempunyai kemampuan untuk membentuk polisakarida
ekstraselular (dekstran) yang menghasilkan sifat-sifat adhesif dan kohesif plak
pada permukaan gigi; S. mutans mempunyai kemampuan untuk menggunakan
glikoprotein dari saliva pada permukaaan gigi. (Yunarto Y, 2010).

9. Streptococcus Mitis (Alpha-hemolytic streptococci)


Kingdom : Bacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Lactobacillales
Family : Streptococcaceae
Genus : Streptococcus
Spesies : Streptococcus Mitis (alpha-hemolytic Streptococcus)

Flora normal ini ada pada bagian mulut, hidung, sputum, Throat

Morfologi

Bentuk : bulat atau oval,memanjang seperti rantai. bersifat : gram positif, tidak
bergerak, tidak membentuk spora atau kapsul dan bersifat fakultatif aerob.
Diameter bakteri berukuran 0,7-1,4µm. Bakteri ini dapat hidup di air tawar dan
air laut dengan kisaran suhu bagi pertumbuhannya antara 10-45ºC .

Streptococcus adalah sel sferis, coccus tunggal berbentuk batang atau ovoid dan
tersusun seperti rantai. Coccus membelah pada bidang yang tegak lurus sumbu
panjang rantai. Panjang rantai bervariasi dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Streptococcus merupakan bakteri gram positif, namun pada biakan yang
lama dan bakteri yang mati Streptococcus kehilangan gram positifnya dan terlihat
seperti gram negatif. Hal ini dapat terjadi setelah inkubasi semalaman Selain itu,
Streptococcus tidak motil, tidak dapat membentuk spora, dan ada yang berkapsul .

Sifat umum bakteri ini adalah

-Gram positif (bisa juga gram negatif tua)


-Bulat atau bulat telur dengan diameter ≤ 2 µm
-Pembelahan sel yaitu satu arah, sehingga ditemukan koloni berpasangan
(tersusun diplokokus) atau berderet panjang
-Homofermentan (menghasilkan asam laktat

Klasifikasi klasik : Streptococcus alpha hemolytic : hemolisa tidak sempurna,


perubahan warna kehijauan (methemoglobin)

10. Neisseria Meningitidis

Kingdom : Bacteria
Filum : Protebacteria
Kelas : Beta Proteobacteria
Ordo : Neisseriales
Famili : Neisseriaceae
Genus : Neisseria
Species : Neisseria Meningitidis
Flora normal ini ada pada bagian mulut, hidung, sputum, Throat

Morfologi

Bakteri neisseria meningitis (meningokokus) memiliki ciri identik pada warna dan
karakteristik morfologinya dan Neisseria gonorroeae. Ciri khas bakteri ini adalah
berbentuk diplokokus gram negative, berdiameter kira-kira 0,8 um. Neisseria
meningitis tidak bergerak (non motif) dan tidak mampu membentuk spora,
masing-masing dari kokusnya berbentuk seperti ginjal dengan bagian yang rata
atau cekung berdekatan. Bakteri meningikokus ini dapat mengalami otolisis
dengan cepat, hal ini khususnya dalam lingkungan alkali. Bakteri neisseria
meningitis ini memiliki enzim oksidase. Mikroorganisme ini paling baik tumbuh
pada perbenihan yang mengandung zat-zat organik yang kompleks (mislanya:
darah atau protein binatang dan dalam atmosfer yang mengandung CO2 5%)
Ganococus biasanya menghasilkan koloni yang lebih kecil dibandingkan
Neisseria lain

Bakteri neisseria meningitidis (meningokokus) adalah identik dalam


pewarnaan dan karakteristik morfologi dengan neisseria gonorrhoeae, namun
pada tingkat ultrastruktural, neisseria meningitidis memiliki kapsul polisakarida
antiphagocytic. Neisseria meningitidis strain dikelompokkan berdasarkan
polisakarida kapsuler mereka menjadi 12 serogrup. Beberapa dibagi berdasarkan
adanya protein membran luar dan antigen lipopolisakarida

Organisme ini cenderung tinggal di nasofaring postorior pada tahap awal


posterior manusia, dan manusia adalah satu-satunya host individu yang terjajah
adalah pembawa patogen yang dapat menularkan penyakit kepada individu
nonimmune. Bakteri ini juga berkoloni di nasofaring posterior pada tahap awal
infeksi sebelum invasi meningis.

Neisseria meningitidis (meningokokus) merupakan bakteri gram negatif


yang secara alami hidup di dalam tubuh manusia. Meningokokus hanya
menginfeksi manusia dan tidak pernah diisolasi dari hewan karena bakteri tidak
bisa mendapatkan zat besi dari sumber lain selain manusia (transferin dan
laktoferin). Meningokokus bisa menyebabkan infeksi pada selaput yang
menyelimuti otak dan sum-sum tulang belakang (meningitis), infeksi darah dan
infeksi lainnya pada orang dewasa dan anak-anak. Neisseria gonorrhoeae, juga
merupakan kokus gram negatif alami pada manusia, yang bisa mengenai uretra,
vagina dan anus dan bisa menjalar ke sendi. Banyak spesies Neisseria yang secara
normal hidup di tenggorakan dan mulut, vagina dan anus, tetapi mereka jarang
menyebabkan infeksi.

Neisseria meningitidis tumbuh baik di media yang mengandung serum


atau darah dan suhu untuk tumbuh 25-43°C. Suhu optimum 37°C dan PH 7,4-7,6
pada serum agar koloni transparan kecil lebih besar dari diplokokus pnewmonia
bulat tepinya meninggi dan berwarna putih abu-abu. Permukaan seperti
berembun, koloni cepat mengadakan otolisis. Pada media cair tumbuh dekat
permukaan dan menyebabkan kekeruhan seperti embun dan membentuk endapan
pada dasar tabung dan membutuhkan O2 untuk pertumbuhan maksimal.

11. Corynebacterium

Kingdom : Bacteria
Phylum : Actinobacteria
Ordo : Actinomycetales
Suborder : Corynebacterineae
Family : Corynebacteriaceae
Genus : Corynebacterium
Spesies : Corynebacterium diphtheria

Morfologi
Corynebacterium diphtheriae merupakan bakteri gram positif, bersifat
aerob, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Bakteri ini berbentuk basil
seperti palu (pembesaran pada salah satu atau kedua ujung) dengan diameter 0,1 –
1 μm dan panjang beberapa μm. Ada 4 biotipe C. diphtheriae, yaitu: gravis, mitis,
intermedius dan belfanti. Chang et al. membedakannya berdasarkan kultur dan
reaksi biokimia. Pada medium rutin, jenis gravis menghasilkan koloni besar,
kasar, irreguler, warna abu-abu, dan tidak mengakibatkan hemolisis eritrosit. Jenis
mitis membentuk koloni kecil, halus, konveks dan dapat mengakibatkan hemolisis
eritrosit. Jenis intermedius terlihat sebagai koloni kecil dan halus dengan bintik
hitam di tengahnya serta mengakibatkan hemolisis eritrosit.(Sukarno, dkk., 2013).

Corynebacterium diphtheriae merupakan agen penyebab penyakit difteri.


Bakteri ini dapat menghasilkan toksin difteri ketika dilisogenik oleh bakteriofaga
tertentu. Manusia hanya diketahui sebagaihost dan tidak diketahui dengan pasti
reservoir alaminya. Corynebacterium diphtheriae merupakan spesies dari
genus Corynebacterium (Putranto, dkk., 2014).

Beberapa Corynebacteria merupakan bagian dari flora normal manusia,


terdapat di hampir semua situs anatomi, terutama kulit dan mukosa
hidung. Corynebacteria banyak ditemukan sebagai flora normal
pada kulit dan mukosa hidung, kira-kira 75 persen, 25 persennya lagi bisa
ditemukan pada konjungtiva, mulut, faring, saluran pencernaan bagian bawah,
uretra anterior dan vagina adalah flora penghuni kulit yang menetap. Beberapa
spesies menyebabkan acne (jerawat).

Penentu Patogenisitas Corynebacterium diphtheriae mencakup dua


fenomena yang berbeda, yaitu :

1.Invasi jaringan lokal dari tenggorokan, yang membutuhkan kolonisasi


dan proliferasi bakteri berikutnya. Sedikit yang diketahui tentang
mekanisme kepatuhan terhadap difteri C. diphtheriae tapi bakteri
menghasilkan beberapa jenis vili. Toksin difteri juga mungkin terlibat
dalam kolonisasi tenggorokan.
2.Toxigenesis: produksi toksin bakteri. Toksin difteri menyebabkan
kematian sel eukariotik dan jaringan oleh inhibisi sintesis protein dalam
sel. Meskipun toksin bertanggung jawab atas gejala-gejala penyakit
mematikan, virulensi dari C. diphtheriae tidak dapat dikaitkan dengan
toxigenesis saja, sejak fase invasif mendahului toxigenesis, sudah mulai
tampak perbedaan. Namun, belum dipastikan bahwa toksin difteri
memainkan peran penting dalam proses penjajahan karena efek jangka
pendek di lokasi kolonisasi

12. Actinomyces Israeli

Kingdom : Bacteria
Filum : Actinobacteria
Kelas : Actinobacteria
Ordo : Actinomycetales
Famili : Atinomycetaceae
Genus : Actinomyces
Species : Actinomyces israelii

Morfologi

Actinomyces Israeli memiliki filament yang panjang dan bercabang,


memiliki dinding sel bertipe gram positif bila di amati dengan mikroskop
electron. Dalam setiap dindin sel actimomyces israelii terdapat 3 tipe
mucopeptida berdasarkan asam amino yang terdapat dalam 3 posisi dari struktur
peptide dan jembatan antara peptide, yaitu orn-lys-dglukosa. Permukaan sel dari
bakteri ini relatif halus tanpa fimbriae. Sekitar 25-45% karbohidrat membentuk
dinding sel dari organisme ini

Koloni dari Actinomyces israelii dapat di amati dalam medua solid.


Koloni biasanya berwarna putih, kasar dan berbentuk seperti gigi geraham. Dalam
media kaldu(broth medium) A.israelii menimpan granul-granul. Actinomyces
israelii tumbuh baik dalam medium agar yang ditambah CO2 bahkan dapat
tumbuh dalam medium yang tidak ditambah bahan penyubur.

Pada tahun 1877, ahli patologi otto bollingger menggambarkan


keberadaan actinomyces bovis pada sapi, dan tak lama kemudian, james Israel
menemukan actinomyces israelii pada manusia. Pada tahun 1890, Eugen
bostroem mengisolir organisme penyebab penyakit dari budidaya gabah, rumput,
dan tanah. Setelah penemuan bostroem ada kesalahpahaman secara umum bahwa
actinomyces adalah mikosis bahwa individu yang terkena yang menguyah rumput
atau jerami. Pada pemain biola joseph Joachim meninggal karena actinomycosis

Penyakit actimikosis yang disebabakan oleh bakteri. Actinomyces israelli.


Actinomikosis adalah suatu penyakit supuratif menahun yang menyebar dengan
penebaran langusng membentuk saluran-saluran sinus yang bersekret. Jasad renik
ini merupakan flora normal yang ada pada mulut, dan tidak jelas apa yang
mengubah organisme ini menjadi penyebab penyakit ini. Bila organisme ini
memasuki jaringan-jaringan, actinomyces sp. Sering bekerjasama dengan
mikroorganisme mulut lainnya

Aktinomikosis adalah suatu infeksi menauh yang disebabkan terutama


oleh Actinomyces israelii, bakteri yang bias di temukan dalam gusi gigi dan
amandel. Infeksi ini menyebabkan terbentuknya abses di beberapa tempat.
Aktinomises memiliki 4 macam bentuk yang paling sering menyerang pria
dewasa. aktinomikosis kadang terjadi pada wanita yang menggunakan alat
kontrasepsi dalam Rahim (AKDR,IUD,spiral)

Bentuk aktinomikosis yang khas adalah suatu pembengkakan yang keras


merah relative tidak ada nyeri biasanya timbul perlahan-laham. Pembengkakan
menjadi berfluktuasi, mengarah ke permukaan, dan akhirnya mengeluarkan
cairan, membentuk saluran sinus menahun dengan hamper tidak ada
kecenderungan menyembuh. Lesi-lesi meluas secara bersambung. Penyebaran
melalui aliran darah sangat jarang terjadi. Pada sekitar separuh kasus
aktinomikosis, lesi awal adalah servikofasial, mengeai wajah, leher, lidah atau
mandibular

13. Coynebacterium xerosis


14. Shigella sp
15. Candida spp
16. Enterobacter aeruginosa( usus besar)

2.5.2. Flora Normal Non Patogen

( Penjelasan)

1. Staphylococcus epidermidis

Gambar Staphylococcus epidermidis


Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri Gram positif berbentuk bola
dengan diameter 1μm yang tersusun dalam kelompok kelompok yang tidak teratur.
Pada biakan cair tampak bentuk coccus tunggal, berpasangan, berbentuk rantai.
Bakteri ini tumbuh baik pada berbagai media bakteriologi dibawah suasana aerobik.
Tumbuh dengan cepat pada temperatur 37°C namun pembentukan pigmen yang
terbaik pada temperatur kamar (20-35°C). Sedangkan koloni pada media padat
berbentuk bulat, lembut dan mengkilat. Koloni Staphylococcus epidermidis ini
biasanya berwarna abu-abu hingga putih terutama pada isolasi primer, beberapa
koloni menghasilkan pigmen hanya pada inkubasi yang diperpanjang.
Staphylococcus epidermidis non patogenik, tidak bersifat invasif, koagulase negatif
dan cenderung menjadi nonhemolitik (Jawetz et al., 2001).
Staphylococcus epidermidis terdapat sebagai flora normal pada kulit manusia
dan pada umumnya, tidak menjadi masalah bagi orang normal yang sehat. Akan
tetapi, kini organisme ini menjadi patogen oportunis yang menyebabkan infeksi
nosokomial pada persendian dan pembuluh darah. Organisme itu juga penyebab
infeksi saluran kencing, terutama pada pasien anak-anak dan laki-laki lanjut usia
yang telah mengalami penggunaan instrumen uretra. Kuman ini dapat merupakan
penyebab infeksi kulit yang ringan yang disertai pembentukan abses dan infeksi
tertentu khususnya endokarditis. Kuman ini juga disebut sebagai Staphylococcus
albus Staphylococcus epidermidis menimbulkan infeksi pada neonatus, orang-orang
yang sistem kekebalannya rendah, dan pada penderita yang menggunakan alat yang
dipasang di dalam tubuh (Hart dan Shears, 2004).
Staphylococcus epidermidi merupakan bakteri yang bersifat oportunistik
(menyerang individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah). Bakteri ini
adalah salah satu patogen utama infeksi nosokomial, khususnya yang berkaitan
dengan infeksi benda asing. Orang yang paling rentan terhadap infeksi ini adalah
pengguna narkoba suntikan, bayi baru lahir, lansia, dan mereka yang menggunakan
kateter atau peralatan buatan lainnya. Organisme ini menghasilkan glycocalyx
"lendir" yang bertindak sebagai perekat mengikuti ke plastik dan sel-sel, dan juga
menyebabkan resistensi terhadap fagositosis dan beberapa jenis antibiotik.
Staphylococcus epidermidis memberikan kontribusi sekitar 65-90% dari semua
staphylococcus yang ditemukan dari flora aerobik manusia. Orang yang sehat dapat
memiiliki hingga 24 strain (jenis) dari spesies, beberapa di antaranya dapat bertahan
di permukaan yang kering untuk waktu yang lama. (Hart dan Shears, 2004).
Klasifikasi Staphylococcus Epidermidis
Kingdom : Bacteria
Phylum : Firmicutes
Class : Bacili
Ordo : Bacillales
Family : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Species : Staphylococcus epidermidis
Karakteristik Staphylococcus epidermidis memiliki beberapa karakteristik,
antara lain (Jawetz, dkk., 2001):
1. Bakteri gram positif, koagulase negatif, katalase positif.
2. Aerob atau anaerob fakultatif.
3. Berbentuk bola atau kokus, berkelompok tidak teratur.
4. Berdiameter 0,5-1,5 µm.
5. Tidak membentuk spora dan tidak bergerak, koloni berwarna putih
6. Bakteri ini tumbuh cepat pada suhu 370C
7. Staphylococcus epidermidis merupak flora normal pada manusia.
8. Staphylococcus epidermidis terdapat pada kulit, selaput lendir, bisul dan
luka. Dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya berkembang
biak dan menyebar luas dalam jaringan.

Struktur Antigen Stafilokokus mengandung antigen polisakarida dan protein


seperti zat lain yang penting dalam struktur dinding sel. Peptidoglikan, suatu
polimer polisakarida yang mengandung subunit-subunit yang bergabung
memberikan eksoskeleton yang kaku dari dinding sel. Peptidoglikan dirusak oleh
asam kuat atau paparan terhadap lisozim. Ini penting dalam patogenesis infeksi:
Infeksi akan merangsang pembentukan interleukin-1 (pirogen endogen) dan
antibodi opsonin oleh monosit, dan ini dapat menjadi penarik kimiawi bagi leukosit
polimorfonuklear, mempunyai aktivitas seperti endotoksin dan mengaktivasi
komplemen. Asam teikoat, yang merupakan polimer gliserol atau ribitol fosfat,
diikat ke peptidoglikan dan dapat menjadi antigenik. Antibodi asam anti teikoat
yang dapat dideteksi mealui difusi gel dapat ditemukan pada pasien dengan
endokarditis aktif yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Protein A
merupakan komponen dinding sel. Protein A telah menjadi reagen yang penting
dalam imunologi dan teknologi laboratorium diagnostik, contohnya protein A yang
dilekati dengan molekul IgG terhadap antigen bakteri spesifik akan mengaglutinasi
bakteri yang mempunyai antigen tersebut (ko-aglutinasi). (Jawetz, dkk., 2001)
Patologi Infeksi Staphylococcus epidermidis berhubungan dengan perangkat
intravaskular (katup jantung buatan, shunts, dan lain-lain), tetapi biasanya terjadi
pada sendi buatan, kateter, dan luka besar. Infeksi kateter bersama dengan kateter-
induced UTI menyebabkan peradangan serius dan sekresi nanah. Dalam hal ini,
buang air kecil sangat menyakitkan. Septicaemia dan endokarditis termasuk
penyakit yang berhubungan dengan Staphylococcus epidermidis. Gejala yang
timbul adalah demam, sakit kepala, dan kelelahan untuk anoreksia dan dyspnea.
Septicemia terjadi akibat infeksi neonatal, terutama ketika bayi lahir dengan berat
badan sangat rendah. Sedangkan, endokarditis adalah infeksi katup jantung dan
bagian lapisan dalam dari otot jantung. (Jawetz, dkk., 2001)
Untuk pemeriksaan stafilokokus secara laboratorium dapat dilakukan dengan
bermacam-macam cara. Bahan pemeriksaannya dapat berupa: Nanah, Darah, Cairan
otak dan Usapan luka. (Jawetz, dkk., 2001)
Cara pemeriksaan:

Hari Pertama
Mengisolasi bakteri Staphylococcus epidermidis pada media Blood Agar
Plate (BAP), kemudian diinkubasi selama 24 jam, suhu 37◦C.
Hari Kedua
a. Mengamati ciri khas morfologi koloni yang tumbuh pada BAP kemudian
menanam koloni pada media BA (Blood Agar) dan BB (Blood Broth).
b. Inkubasi bakteri selama 24 jam pada suhu 37◦C
Hari Ketiga
a. Mengamati hasil uji biokimia bakteri pada BA dan BB.
b. Melakukan pengecatan gram dari media BA dan BB :
c. Melakukan uji katalase dengan menggunakan H2O2 :
d. Melakukan uji D-Nase
Hari keempat
a. Mengidentifikasi hasil uji D-Nase dengan cara digenangi HCl 10%.
b. Melakukan tes koagulase terhadap bakteri pada media BA.

2. Actinomycetes sp

Kingdom : Bacteria
Filum : Actinobacteria
Kelas : Actinobacteria
Ordo : Actinomycetales
Famili : Atinomycetaceae
Genus : Actinomyces
Species : Actinomyces sp

Actinomycetes adalah kelompok bakteri gram positif dengan nisbah G/C


(guanine dan sitosin) yang tinggi. Bakteri ini pernah diklasifikasi sebagai jamur
(Jamur, Mycota) karena ada anggotanya yang membetuk berkas-berkas mirip hifa
serta menghasilkan antibiotic dan juga memproduksi berbagai metabolit bioaktif
non antibiotika, seperti enzim, inhibitor enzim, regulator imunologi, antioksidasi
reagen. Metabolt sekunder bioaktif yang dihasilkan oleh actinomycetes termasuk
antibiotika, agen anti tumor. Metabolit ini diketahui memiliki anti bakteri, anti
jamur, anti oksidan, neurotogenik, anti kanker, anti malaria dan anti inflamasi.
Actinomcetes memiliki potensi besar untuk mensintesis metabolit sekunder
bioaktif
Morfologi

Actinomycetes kelihatan luar seperti jamur, dinding selnya mengandung


asam muramat, tidak mempunyai mitokondrion, mengandung 70S (sel eukariot
mempunyai ribosom 80S dalam sitoplasma). Mempunyai pembungkus nukelus,
garis tengah selnya berkisar 0.5 sampe 2 mikrometer, dan dapat dimatikan atau
dihambat oleh banyak antibiotika bakteri. Actionomycetes data bersifat anaerob
fakultatif (mampu tumbuh baik jika terdapat oksigen bebas atau tidak ada oksigen
) dapat juga bakteri ini memfermentasikan karbohidrat

3. Micrococcus luteus

Division : Bacteria

Kelas : Actinobacteria

Sub Kelas : Actinobacteridae

Ordo : Actinomycetes

Familia : Micrococeaceae

Genus : Micrococcus

Spesies : Micrococcus luteus

Sifat-sifat :
1. Gram positif

2. Bentuk sel coccus (bulat)

3. Habitat : kulit manusia, daging ,air, tanah

4. Pathogenicity : non-pathogenic, bisa opportunistic pada penderita


immunosuppress

5. Fungsi : antibody, Si RNA, recombinant protein, ELISA CDNA clone

6. Sinonyms : Micrococcus flavus, bacteridium luteum,sarcina


lutea,Micrococcus luteus

Bakteri ini adalah flora normal pada kulit manusia dan mulut manusia
namun patogen pada ikan

Infeksi / peradangan yang kronis dan sporadis pada ikan di dalam suatu
perairan belum mendaptkan perhatian yang besar. Bagaimanapun, dampak dari
penyakit ini dapat meningkat dan berkembang tergantung pada umur dan jenis
ikan dan serangan patogen, kebanyakan yang terserang adalah benih-benih ikan.
Disamping itu pada suatu ekosistem perairan dihuni berbagai macam jenis biota
air sehingga tingkat penularan dari satu biota ke biota yang lain relatif besar, dan
sangat sulit untuk dicegah.Micrococcus luteus ada di dalam microbial tumbuh-
tumbuhan, isi perut ikan air tawar yang normal, yang merupakan suatu bakteri
ikan yang bersifat patogen. Haematological Parameter secara luas digunakan
untuk menentukan hubungan sistematis dan adaptasi fisiologis yang mencakup
penilaian kondisi kesehatan ikan yang umum dan menjadi lebih cepat untuk
mengetahui suatu kondisi ikan yang lemah karena telah terjangkit patogen. Pada
ikan yang telah terjangkit patogen biasannya akan mengalami perubahan
komponen pada sel darahnya.

Hasil percobaan identifikasi Micrococcus luteus yang telah dilakukan


mencakup pengujian menggunakan metyl red, hidolisis urea, pengujian darah dan
produksi asam yang berasal dari fruktosa, rafinosa dan adonitol sebelumnya
belum pernah dilaporkan. Bakteri Micrococcus luteus banyak ditemui pada
tumbuh-tumbuhan air sehingga secara langsung dapat memepengaruhi kehidupan
ikan yang ada pada perairan tersebut. Bakteri ini biasanya dapat menyebabkan
peradangan maupun infeksi yang kronis pada ikan-ikan dewasa maupun ikan-ikan
stadia larva. Pada penelitian sebelumnya juga telah disebutkan bahwa serangan
bakteri ini sudah pernah terjadi pada jenis ikan rainbow trout (Austin and Stobie,
1992).

2. Lactobacillus spp
( Diketik Oleh : Ni Kadek Ayu Surya Adnyani, 171200254)

3. Flora normal jamur pathogen

Jamur merupakan salah satu mikroorganisme penyebab penyakit pada manusia. Penyakit
yang disebabkan jamur pada manusia disebut mikosis, yaitu mikosis superficial dan mikosis
sistemik. Mikosis superfisial merupakan mikosis yang menyerang kulit, kuku, dan rambut
terutama disebabkan oleh 3 genera jamur, yaitu Trichophyton, Microsporum, dan
Epidermophyton. Sedangkan mikosis sistemik merupakan mikosis yang menyerang alat-alat
dalam, seperti jaringan sub-cutan, paru-paru, ginjal, jantung, mukosa mulut, usus, dan vagina.

Infeksi jamur pada manusia berlangsung melalui sporanya dan dapat dibagi dalam
mycosis umum dan mycosis permukaan.

a. mycosis umum (sistemik).


pada infeksi umum, jamur atau ragi tersebar di tubuh atau mengakibatkan infeksi
dalam organ tubuh, yang kadang-kadang dapat membahayakan jiwa, terutama penderita-
penderita yang daya tahan imunnya menurun akibat misalnya infeksi (AIDS) atau yang
menggunakan obat-obat yang menekan daya imunitas. contohnya adalah actinomycosis
aspergillosis, dan candidiasis (infeksi candida dari khusus saluran cerna dan alat
pernapasan).
b. mycosis permukaan (tinea).
infeksi ini yang jauh lebih sering terjadi, terbatas pada kulit, rambut, kuku, dan
mukosa. infeksi ini mencakup dermatomikosis, candidiasis vaginal, candidiasis mulut,
dan alat cerna. mycosis kulit juga dinamakan tinea (latin= dimakan oleh ngengat, "moth-
eaten") disusul dengan lokasinya, misalnya tinea corporis, cruris, capitis, dan pedis,
masing-masing berarti infeksi di tubuh, lipat paha, kepala, dan kaki.

ContohJamur Patogen Pada Manusia:

a) Blastomyces dermatitidis

Klasifikasi Ilmiah

Kingdom: fungi

Phylum: Ascomycota

Class: Eurotiomycetes
Order: Onygenales

Family: Ajwllomycetaceae

Genus: Blastomycea

Blastomyces dermatitidis merupakan jamur pathogen yang menyebabkan penyakit


menular yang disebut Blastomikosis. Penyakit inimenyerang kulit, paru-paru, viscera, tulang dan
sistem saraf. Blastomycosis kulit gejalanya berupa papula atau pustula yang berkembang
menjadi ulcus kronis dengan jaringan granulasi pada alasnya. Kulit yang sering terkena adalah
wajah, leher, lengan dan kaki. Bila menyerang organ dalam, gejalanya mirip tuberculosis.

Jamur B. dermatitidis banyak ditemukan di tanah yang mengandung sisa-sisa bahan


organik dan kotoran hewan. Ketika konidia (salah satu bagian tubuh) dari B. dermatitidis
terhirup oleh manusia maka akan terjadi perubahan bentuk dari miselium menjadi khamir dan
sistem imun manusia tidak sempat menghasilkan respon imun terhadap perubahan tersebut. Agen
penyakit akan menyebar melalui sistem limfa dan aliran darah.

Gejala penyakit ini sangat bervariasi karena banyak sistem organ yang berperan dalam
penyebarannya. Namun, beberapa gejala yang paling sering diperiksakan adalah gejala yang
berkaitan dengan manifestasi pulmonari, lesi pada kulit yang tidak sembuh, lesi tulang yang
seringkali tanpa rasa sakit, dan gejala yang berkaitan dengan sistem genitouorinari (urogenital)
(Giannella RA ,1996.)

b) Pseudoallescheria boydii.

Klasifikasi Ilmiah

Kingdom: Fungi

Division: Ascomycota

Class: Sordariomycetes

Order: Microascales

Family: Microascaceae

Genus: Pseudallescheria

Species: P. boydii

Merupakan mikosis pada kaki yang ditandai dengan terjadinya massa granulomatous yang
biasanya meluas ke jaringan lunak dan tulang kaki. Gejalanya dimulai dengan adanya lesi pada
tapak kaki bagian belakang, timbul massa granulomatous dan abses yang kemudian terjadi sinus-
sinus yang mengeluarkan nanah dan granula.
c). Candida albicans. Klasifikasi Ilmiah

Kingdom: Fungi

Division: Ascomycota

Class: Saccharomycetes

Order: Saccharomycetales

Family: Saccharomycetaceae

Genus: Candida

Species: C. albicans

 Karakteristik Umum

Beberapa karakteristik dari spesies ini adalah berbentuk seperti telur (ovoid) atau
sferis dengan diameter 3-5 µm dan dapat memproduksi pseudohifa. Spesies C.
albicansmemiliki dua jenis Karakteristik Umum, yaitu bentuk seperti khamir dan bentuk
hifa. Selain itu, fenotipe atau penampakan mikroorganisme ini juga dapat berubah dari
berwarna putih dan rata menjadi kerut tidak beraturan, berbentuk bintang, lingkaran,
bentuk seperti topi, dan tidak tembus cahaya. Cendawan ini memiliki kemampuan untuk
menempel pada sel inang dan melakukan kolonisasi.

 Penyakit yang Ditimbulkan

Organ sasaran jamur candida adalah organ wanita (vagina) - menyebabkan


rasa gatal disekitar vulva/vagina dan menyebabkan keputihan. Kulit - menimbulkan
rasa gatal, dan timbul lesi di kulit. Kuku - menyebabkan jaringan kulit sekitar kuku
terinfeksi akibat dari kotoran yang ada didalam kuku. Mulut - Menyebabkan rasa
tidak nyaman, terbakar, perubahan rasa pengecapan, terbentuk lesi putih pada dinding
mulut. Saluran Pencernaan - menyebabkan mual, nyeri menelan, diare, terbentuk lesi
putih pada saluran pencernaan, kehilangan nafsu makan. infeksi ini bisa menyebar
hingga kerongkongan dan disebut sebagai ESHOPHAGITIS. Beberapa gejala yang
biasanya muncul diantaranya adalah kembung,sakit perut, kelelahan, sakit kepala,
kecanduan alcohol kecemasan, diare, perubahan mood, sembelit,
ketidakmampuanuntuk berkonsentrasi, iritasi kulit, kelemahan otot, gang
guanpencernaan, sakit tenggorokan, dan nyeri sendi.

 Cara pengendalian infeksi jamur candida

` Untuk mengatasi Candida, dapat dilakukan empat hal utama :

- Membunuh khamir tersebut

- Mengurangi atau membatasi penggunaan antibiotik dan


obatimunosupresif

- Diet atau pengurangan makanan yang dibutuhkan Candida


untukberkembang

- Menyeimbangkan dan meningkatkan sistem imun tubuh denganpemenuhan


kebutuhan nutr isi tubuh secara tepat.
Candida albicans dilihat dari mikroskop electron (kanan), dan Candida Albicans
dalam (Giannella RA ,1996.)

d). Epidermophyton floccosum dan


Trichophyton sp. Klasifikasi Ilmiah
Kingdom: Fungi

Division: Ascomycota

Class: Eurotiomycetes

Order: Onygenales

Family: Arthrodermataceae

Genus: Epidermophyton

Species: E. floccosum
(Giannella RA ,1996.)

 Karakteristik Umum

Epydermophyton floocusum merupakan jamur yang termasuk ke kelas


Deuteromycotina mempunyai cirri-ciri yaitu dinding selnya tersusun atas zat kitin,
multiseluler, hifa bersekat, dibedakan tipe hifa Primer (berinti satu) dan sekunder (berinti
dua), mengandung inti haploid, Memiliki keturunan diploid lebih singkat, dan reproduksi
vegetative dengan membentuk konidiospora

 Penyakit yang ditimbulkan


Jamur ini yang meyebabkan penyakit kutu air atau menyebabkan penyakit pada
kelainan kulit contohnya pada tinea korporis,tinea cruris dan tinea pedis. Merupakan jamur
superfisial yang menyerang lubang telinga dan kulit di sekitarnya yang menimbulkan rasa
gatal dan sakit. Bila ada infeksi sekunder akan menjadi bernanah.

Epidermophyton adalah genus jamur yang menyebabkan dangkal dan kulit mikosis,
termasuk E. floccosum, penyebab tinea corporis (kurap), tinea cruris (gatal-gatal), tinea
pedis (kaki atlet), dan onikomikosis atau tinea unguium, infeksi jamur kuku.

Sebagaimana umumnya jamur, maka jamur jamur penyebab kurap ini berkembang
biak dengan spora. sangat mudah menular dan menyebar. Cara paling baik untuk
menghindarinya adalah dengan menjaga kebersihan badan dan lingkungan sebaik mungkin.
dan jika memang sudah terkena penyakit kulit ini, obat paling ampuh biasanya adalah obat
luar, yang bisa langsung berkontak dengan jamur dan sporanya (Giannella RA ,1996.)

e. Trichophyton sp.

Klasifikasi Ilmiah

Kingdom: Fungi

Division: Ascomycota

Class: Eurotiomycetes

Order: Onygenales

Family: Arthrodermataceae

Genus: Trichophyton

 Penyakit yang Ditimbulkan

Trichophyton adalah satu penyebab infeksi pada rambut, kulit terutama Kutu air
(Tinea pedis), dan infeksi pada kuku manusia. Trichophyton merupakan salah satu parasit
di antara dermatofit. Selain itu, jamur ini juga dapat menyebabkan infeksi pada kulit
kepala, kulit badan yang tidak berambut dan kuku. Gejalanya berupa bintik-bintik putih
pada kulit kepala kemudian membesar membentuk kerak yang berwarna kuning kotor.
Kerak ini sangat lengket daln bila diangkat akan meninggalkan luka basah atau bernanah

(Giannella RA ,1996.)

6. Aspergillus Fumigatus
Klasifikasi Ilmiah
Kingdom : Myceteae
Divisi : Amastigomycota
Kelas : Ascomycetes
Ordo : Eurotiales
Famili : Euroticeae
Genus : Aspergillus
Spesies : Aspergillus fumigatus

 Karakteristik Umum
Aspergillus fumigatus memiliki tangkai-tangkai panjang (konidiofor), konidiofora
berseptat atau nonseptat yang muncul dari sel kaki, pada ujung konidiofor muncul sebuah
gelembung, keluar dari gelembung ini muncul sterigma, pada sterigma muncul
konidium– konidium yang tersusun berurutan mirip bentuk untaian mutiara yang
mendukung kepalanya yang besar (vesikel). Di kepala ini terdapat spora yang
membangkitkan sel hasil dari rantai panjang spora. Aspergillus fumigatus ini mampu
tumbuh pada suhu 37°C.

 Penyakit yang Ditimbulkan

Penyakit yang ditimbulkan oleh jamur ini adalah Aspergilosis Bronkopulmoner


Alergika. ABPA terjadi karena terdapat reaksi hipersensitivitas terhadap A. fumigatus
akibat pemakaian kortikosteroid terus menerus. Akibatnya akan terjadi produksi mukus
yang berlebih karena kerusakan fungsi silia pada saluran pernapasan. Mukus ini
berbentuk sumbatan yang mengandung spora A. fumigatus dan eosinofil di lumen saluran
napas. Akan terjadi presipitasi antibodi IgE dan IgG melalui reaksi hipersensitivitas tipe I
menyebabkan deposit kompleks imun dan sel-sel inflamasi di mukosa bronkus. Deposit
ini nantinya akan menghasilkan nekrosis jaringan dan infiltrat eosinofil (reaksi
hipersensitivitas tipe III) hingga membuat kerusakan dinding bronkus dan berakhir
menjadi bronkiektasis. Tak jarang ditemui spora pada mukus penderita aspergilosis paru.

Penderita biasanya mengeluh batuk produktif dengan gumpalan mukus yang


dapat membentuk kerak di bronkus., kadang menyebabkan hemoptisis. ABPA juga bisa
terjadi berbarengan dengan sinusitis fungal alergik, dengan gejala sinusitis di dalamnya
dengan drainase sinus yang purulen.

Secara umum gejala klinis aspergilosis tidak ada yang khas, pasien ABPA
mungkin akan mengalami demam, batuk berdahak, dengan mengi pada auskultasi. Pasien
dengan aspergilosis invasif dan CNPA selain mengalami demam juga sering batuk
berdahak. Khusus pengidap aspergilosis invasif akan mengalami takipneu dan
hipoksemia berat. Penderita aspergiloma akan mengalami gejala sesuai penyakit yang
mendasarinya, namun gejala yang paling sering ialah hemoptisis. Secara umum, gejala
klinis dan hasil lab semua jenis aspergilosis akan sesuai dengan penyakit yang
mendasarinya.

 Pengobatan

Prinsip pengobatan yang disebabkan oleh jamur Aspergillus fumigatus adalah


dengan menghilangkan jamur dan sporanya yang terdapat dalam tubuh. Penderita ABPA
diobati sesuai proses penyakitnya, karena ABPA terjadi akibat proses hipersensitivitas,
maka respon alergi harus dikurangi. Meskipun ABPA terjadi karena pemakaian
kortikosteroid terus-menerus, namun pengobatannya juga menggunakan kortikosteroid,
namun dengan oral, bukan lagi inhalasi. ABPA yang kronik memerlukan antijamur
semisal itraconazole yang dapat mempercepat hilangnya infiltrat. ABPA yang
berbarengan dengan sinusitis alergik fungal memerlukan tindakan operasi jika terdapat
polip obstruktif. Kadang-kadang dapat juga dibilas dengan amfoterisin untuk
mempercepat peyembuhan.

 Cara Pencegahan :

1. Udara ruangan yang disaring dengan High Efficiency Particulate Air (HEPA)
dapat menurunkan infeksi aspergillosis invasive pada penderita yang dirawat di
RS terutama penderita dengan netropenia.
2. Orang-orang dengan faktor predisposisi (asma, fibrosis kistik, dll), sebaiknya
menghindari lingkungan dimana jamur aspergillus ditemukan.
Aspergillus fumigates bila dilihat dengan mikroskop elektron (Giannella RA ,1996.)

2.6. Dampak Positif dan Dampak Negatif pada Flora Normal

2.6.1. Dampak Positif Flora Normal

Flora yang hidup di bagian tubuh tertentu pada manusia mempunyai peran
penting dalam mempertahankan kesehatan dan hidup secara normal. Beberapa anggota
flora tetap di saluran pencernaan mensintesi vitamin K dan penyerapan berbagai zat
makanan. Flora yang menetap diselaput lendir (mukosa) dan kulit dapat mencegah
kolonialisasi oleh bakteri patogen dan mencegah penyakit akibat gangguan bakteri.
Mekanisme gangguan ini tidak jelas. Mungkin melalui kompetisi pada reseptor atau
tempat pengikatan pada sel penjamu, kompetisi untuk zat makanan, penghambatan
oleh produk metabolik atau racun, penghambatan oleh zat antibiotik atau bakteriosin
(bacteriocins). Supresi flora normal akan menimbulkan tempat kosong yang cenderung
akan ditempati oleh mikroorganisme dari lingkungan atau tempat lain pada tubuh.
( Budiyanto MAK, 2005)

2.6.2. Dampak Negatif Flora Normal


Flora normal juga dapat menimbulkan penyakit pada kondisi tertentu. Berbagai
organisme ini tidak bisa tembus (non-invasive) karena hambatan-hambatan yang
diperankan oleh lingkungan. Jika hambatan dari lingkungan dihilangkan dan masuk ke
dalam aliran darah atau jaringan, organisme ini menjadi patogen.
Sebuah potensi risiko menyebar ke daerah tubuh yang normalnya steril tubuh,
yang dapat terjadi dalam berbagai situasi, misalnya, saat usus berlubang atau cedera
kulit atau pencabutan gigi (streptokokus viridans bisa masuk aliran darah) atau
Escherichia coli dari perianal naik ke uretra, yang menyebabkan infeksi saluran
kemih. ( Budiyanto MAK, 2005)
( Diketik Oleh : Ni Kadek Ayu Surya Adnyani, 171200254)
2.7. Factor factor yang mempengaruhi flora normal tubuh manusia

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kehadiran flora normal pada tubuh manusia
adalah :

2.7.1. Nutrisi

2.7.2 Kebersihan seseorang (berapa seringnya dibersihkan)

2.7.3 Kondisi hidup

2.7.4 Penerapan prinsip-prinsip kesehatan

2.8. Pencegahan dan Penanggulangan Flora Normal Patogen

2.8.1 Pencegahan Flora Normal Patogen

Untuk mengatasi berbagai aktifitas bakteri yang dapat merugikan, perlu di lakukan
tindakan yang tepat. Tindakah tersebut dapat berupa tindakan pencegahan (preventif)
maupun tindakan pengobatan. Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan vaksinasi,
sterilisasi, dan pasteurisasi, dan pengawetan bahan makanan.

A. Vaksinasi

Vaksinasi adalah pencegahan penyakit dengan pemberian vaksin, bakteri


yang sudah dilemahkan, sehingga tubuh menerima dapat terhadap bakteri
penyebab penyakit tertentu. Beberapa contoh vaksin untuk pencegahan penyakit
yang disebabkan oleh bakteri adalah vaksin kolera untuk mencegah penyakit
kolera, vaksin tifus untuk mencegah penyakit tifus, vaksin BCG (Bacile Calmette-
Guerin) untuk mencegah penyakit TBC, vaksin DTP (Dipteria-Tetanus-Pertusis
vaccines) untuk mencegah penyakit difterie, pertusis (batuk rejan), dan tetanus),
dan vaksin TCD (Typus Chorela Disentry) untuk mencegah penyakit typus,
kholera, dan desentri.

B. Sterilisasi

panas atau uap air panas bertekanan tinggi. Sterilisasi dengan udara panas
menggunakan oven dengan temperatur 170 OC – 180 OC. Cara ini digunakan
untuk mensterilisasikan peralatan di laboratorium. Sterilisasi dengan uap air
panas bertekanan tinggi dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut
autoklaf, pada temperatur 115 – 134 OC. Autoklaf digunakan untuk sterilisasi
bahan dan peralatan.

Sterilisasi pada umumnya digunakan pada industri makanan atau minuman


kaleng, penelitian bidang mikrobiologi, dan untuk memperoleh biakan murni
suatu jenis bakteri. Sedangkan Pasteurisasi adalah pemanasan dengan suhu 63
O
C - 72OC selama 15 - 30 menit. Pasteurisasi dilakukan pada bahan makanan
yang tidak tahan pemanasan dalam suhu tinggi, misalnya susu. Sehingga untuk
mematikan bakteri patogen (Salmonella rasa dan aroma khas susu dapat
dipertahankan.

Teknik sterilisasi dengan suhu rendah ini ditemukan oleh Louis Pasteur
(1822-1895), seorang ilmuwan Perancis. Selain dengan sterilisasi dan
pasteurisasi, pengawetan makanan juga bisa dilakukan secara tradisional. Kalian
mungkin pernah melihat proses pengasinan ikan, pemanisan buah-buahan,
pengasapan daging, atau pengeringan makanan. Apakah tujuannya? Semua
kegiatan tersebut bertujuan agar makanan yang diasinkan, dimaniskan, diasap,
dan diasamkan menjadi lebih awet dan tidak mudah busuk. Prinsipnya adalah
membuat makanan dalam kondisi yang tidak ideal untuk ditumbuhi bakteri
pembusuk, misalnya pada lingkungan yang terlalu panas, terlalu asam, atau
terlalu asin. Jadi, pemanisan, pengasapan, pengasinan, dan pengasaman
dilakukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri.

C. . Pengawetan Bahan Makanan


Pengawetan bahan makanan adalah salah satu cara pengolahan pangan yang sering
dilakukan untuk mencegah kerusakan bahan pangan dan menjaga kualitasnya.
Pengawetan makanan yang dikembangkan dalam skala industri masa kini berbasis
pada cara-cara tradisional yang dikembangkan untuk memperpanjang daya tahan
bahan makanan. Cara pengawetan bahan makanan harus disesuaikan dengan keadaan
bahan makanan, komposisi bahan makanan, dan tujuan dari pengawetan. Kebanyakan
pengawetan yang dilakukan hanya sebatas pemanasan atau pendinginan, namun
dalam perkembangannya pengawetan dengan bahan kimia jauh lebih efektif
menangkal jamur dan bakteri-bakteri.

Dengan penambahan bahan-bahan kimia. Pengawetan dengan bahan-bahan


kimia dalam makanan sangat praktis karena dapat menghambat berkembangbiaknya
mikroorganisme seperti jamur atau kapang, bakteri, dan ragi namun penambahannya
harus sesuai dengan prosedur sebab kalau tidak akan mempunyai efek samping yang
berbahaya bagi kesehatan konsumen. Bahan Kimia yang sering digunakan untuk
melakukan pengawetan antara lain:

 Asam propionat (natrium propionat atau kalsium propionat)

 Asam Sitrat (citric acid)

 Asam Benzoat (acidum benzoicum atau flores benzoes atau benzoic acid)

 Garam Bleng

 Garam dapur (natrium klorida)

 Garam sulfat
 Gula pasir

 Kaporit (Calsium hypochlorit atau hypochloris calsiucus atau chlor kalk


atau kapur klor)

 Natrium Metabisulfit

 Nitrit dan Nitrat

 Sendawa

 Zat Pewarna

D. Menghindari infeksi bakteri pathogen

Setelah memahami fatalnya infeksi berbagai jenis bakteri patogen, akan lebih
bijaksana apabila Anda memahami cara-cara mengantisipasi infeksi bakteri-bakteri ini. Di
antara beberapa cara menghindari infeksi bakteri ini adalah:

1. Menjaga daya tahan tubuh agar tubuh tak rentan terinfeksi virus atau bakteri.

2. Menjaga lingkungan agar selalu bersih, tak kumuh dan tak banyak lalat beterbangan.
3. Mengolah makanan dengan cara higienis, di antaranya ialah dengan mencuci higienis
bahan makanan dan mengolahnya hingga benar-benar matang.

4. Membiasakan diri mencuci tangan dengan sabun antikuman, terutama sebelum makan
dan setelah buang air.

5. Memastikan alat masak dan alat makan selalu terjaga kebersihannya

6. Membeli makanan yang higienis kemasan dan proses pengolahannya.

DAPUS

Sunarno, K. Sariadji dan H.A. Wibowo. 2013. Potensi Gen dtx dan dtxR sebagai Marker
untuk Deteksi dan Pemeriksaan Toksigenisitas Corynebacterium diphtheriae.

Putranto, R.H., K. Sariadji, Sunarno dan Roselinda. 2014. Corynebacterium diphtheriae


Diagnosis Laboratorium Bakteriologi. Yayasan Pustaka Obor Indonesia: Jakarta.
Brooks GF, Carroll KC, Butel MJ, Morse SA. Normal microbial flora of human body.
Dalam : Brooks GF, Carroll KC, Butel MJ, Morse SA, penyunting. Jawetz, Melnick, &
Adelberg's Medical Microbiology. Edisi ke-24. Sanfransisco: Appleton & Lange; 2007.h.1-7

Austin B, Stobie M. 1992. Recovery of Micrococcus Luteus and Presumptive Planococcus from
Moribund Fish During Outbreaks of Rainbow Trout (Oncorhynchus mykiss Walbaum) Fry
Syndrome (RTFS) in England. Journal of Fish Disease

Brooks, Geo. F, dkk. (1995). ‘Mikrobiologi Kedokteran’, Jakarta, Penerbit Buku


Kedokteran, hal. 265-267

Daniel m. Laskin, D.D.S., M.S., ; Oral and Maxillofacial Surgery, Vol. 1, The C.V.
Mosby Company, St. Louis-Toronto- London; 1980; p 108-178.

Anda mungkin juga menyukai