KOMITE
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KOTA SALATIGA
1
PEMERINTAH KOTA SALATIGA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
Jl. Osamaliki No. 19 Salatiga, Kode Pos 50721
Telepon (0298) 324074 Fax.(0298) 321925
Website www.rsudkotasalatiga.com,
Email : rsud.salatiga@gmail.com
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi
masyarakat merupakan tempat kerja yang memiliki risiko tinggi terhadap
keselamatan dan kesehatan sumber daya manusia rumah sakit, pasien,
pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan rumah sakit.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan
bahwa pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya
kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan
pemulihan bagi tenaga kerja.
Dengan meningkatnya pemanfaatan Rumah Sakit oleh
masyarakat maka kebutuhan terhadap penyelenggaraan K3RS semakin
tinggi, mengingat:
1. tuntutan terhadap mutu pelayanan Rumah Sakit semakin
meningkat, sejalan dengan tuntutan masyarakat mendapatkan pelayanan
kesehatan yang terbaik.
2. Rumah Sakit mempunyai karakteristik khusus antara lain
banyak menyerap tenaga kerja (labor intensive), padat modal, padat
teknologi, padat pakar, bidang pekerjaan dengan tingkat keterlibatan
manusia yang tinggi dan terbukanya akses bagi bukan pekerja Rumah
Sakit (pasien, pengantar dan pengunjung), serta kegiatan yang terus
menerus setiap hari.
3. SDM Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung,
maupun lingkungan Rumah Sakit harus mendapatkan perlindungan dari
gangguan kesehatan dan kecelakaan, baik sebagai dampak proses
kegiatan pemberian pelayanan maupun karena kondisi sarana dan
prasarana yang ada di Rumah Sakit yang tidak memenuhi standar..
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan juga dinyatakan bahwa tenaga kesehatan dalam menjalankan
praktik berhak memperoleh pelindungan atas keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Pengelola Rumah Sakit harus menjamin kesehatan dan
keselamatan baik terhadap SDM Rumah Sakit, pasien, pendamping
pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit dari berbagai
potensi bahaya di Rumah Sakit. Oleh karena itu, pengelola Rumah Sakit
dituntut untuk melaksanakan upaya kesehatan dan Keselamatan Kerja
yang dilaksanakan secara terintegrasi, menyeluruh, dan
berkesinambungan sehingga risiko terjadinya penyakit akibat kerja,
kecelakaan kerja serta penyakit menular dan tidak menular lainnya di
Rumah Sakit dapat dihindari. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dinyatakan bahwa dalam rangka
peningkatan mutu pelayanan, Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi
2
secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali dimana unsur keselamatan
dan Kesehatan Kerja termasuk sebagai salah satu hal yang dinilai di
dalam akreditasi Rumah Sakit.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka untuk melindungi sumber
daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung,
maupun lingkungan Rumah Sakit dari risiko kejadian keselamatan dan
Kesehatan Kerja, diperlukan penyelenggaraan K3RS secara
berkesinambungan.
B. Pengertian
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah upaya untuk memberikan
jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja atau
buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan dan pengobatan dan
rehabilitasi.
1. Keselamatan Kerja adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi terjadinya
kecelakaan, kerusakan dan segala bentuk kerugian baik terhadap manusia,
maupun yang berhubungan dengan peralatan, obyek kerja, tempat bekerja, dan
lingkungan kerja, secara langsung dan tidak langsung.
2. Kesehatan Kerja adalah upaya peningkatan dan pemeliharaan derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jabatan, pencegahan
penyimpangan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan
pekerja dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan, penempatan dan
pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang mengadaptasi antara
pekerjaan dengan manusia dan manusia dengan jabatannya.
3. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit yang selanjutnya disingkat
K3RS adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan
kesehatan bagi sumber daya manusia rumah sakit, pasien, pendamping pasien,
pengunjung, maupun lingkungan rumah sakit melalui upaya pencegahan
kecelakan kerja dan penyakit akibat kerja di rumah sakit.
4. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
5. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit yang
selanjutnya disebut SMK3 Rumah Sakit adalah bagian dari manajemen Rumah
Sakit secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan
dengan aktifitas proses kerja di Rumah Sakit guna terciptanya lingkungan kerja
yang sehat, selamat, aman dan nyaman bagi sumber daya manusia Rumah
Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah
Sakit.
6. Kepala atau Direktur Rumah Sakit adalah pimpinan tertinggi di Rumah Sakit
yang bertugas memimpin penyelenggaraan Rumah Sakit.
7. Sumber Daya Manusia Rumah Sakit yang selanjutnya disebut SDM Rumah
Sakit adalah semua tenaga yang bekerja di Rumah Sakit baik tenaga kesehatan
dan tenaga non kesehatan.
BAB II
3
RUANG LINGKUP
4
BAB III
KEBIJAKAN
5
Kegiatan promotif paling sedikit meliputi pemenuhan gizi kerja,
kebugaran, dan pembinaan mental dan rohani.
Kegiatan preventif paling sedikit meliputi imunisasi, pemeriksaan
kesehatan, surveilans lingkungan kerja dan surveilans medik.
Imunisasi dilakukan bagi tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan
serta SDM rumah sakit lainnya yang berisiko.
6
2. Anggota terdiri dari semua jajaran direksi dan atau kepala perwakilan
setiap unit kerja (Instalasi/bagian/staf medis fungsional)
3. Sekretaris merupakan petugas kesehatan yang ditunjuk oleh pimpinan
untuk bertanggungjawab dan melaksanakan tugas secara purna waktu
dalam mengelola K3RS, mulai persiapan sampai koordinasi dengan
anggota komite.
7
10. Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru,
pembangunan gedung dan proses.
11. Koordinasi dengan wakil unit-unit kerja rumah sakit yang menjadi
anggota organisasinya / unit yang bertanggungjawab di bidang K3RS
12. Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan korektif
13. Melaporkan kegiatan yang berkaitan dengan K3RS secara teratur
kepada direktur rumah sakit sesuai dengan ketentuan yang ada di
rumah sakit.
14. Menjadi investigator dalam kejadian PAK dan KAK yang dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VI
TATA LAKSANA
8
e. Pengelolaan program K3 dilingkungan RSUD Kota Salatiga dilakukan
secara komprehensif, serentak, terintegrasi serta berkelanjutan oleh
masing-masing unit terkait, serta dikoordinasikan oleh Komite K3
RSUD Kota Salatiga yang kedudukan dan susunan anggotanya terdiri
dari unsur Ketua, Sekretaris dan koordinator / unit kerja yang terlatih
dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur.
f. Kedudukan, Tugas dan fungsi Ketua, sekretaris dan koordinator / unit
kerja ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Direktur
g. Dalam melaksanakan kegiatannya K3RS harus mengacu pada
pedoman pelaksanaan K3 di RSUD Kota Salatiga yang ditetapkan
oleh Direktur, dan selalu harus berkoordinasi dengan setiap Bağian,
Instalasi, Unit fungsional maupun non fungsional dalam upaya
mewujudkan pembangunan, pengadaan, pemeliharaan dan
operasionalisasi sarana dan fasilitas di RSUD Kota Salatiga, yang
memenuhi persyaratan K3
h. Program K3 mendapat dukungan dana dari Anggaran BLUD RSUD
Kota Salatiga setiap tahun yang kemudian dialokasikan secara
terintegrasi melalui program kegiatan K3 di masing-masing
bagian/unit pelayanan terkait.
i. Ruang lingkup kegiatan Komite K3RS adalah seluruh unit kerja di
RSUD Kota Salatiga dengan kegiatan pokok meliputi
1. Manajemen risiko fasilitas dan lingkungan
2. Pelayanan kesehatan kerja
9
1. Bahaya potensial / hazard yaitu suatu keadaan / kondisi yang dapat
mengakibatkan (berpotensi) menimbulkan kerugian
(cedera/injury/penyakit) bagi pekerja, menyangkut lingkungan kerja,
pekerjaan, pengorganisasian pekerjaan, budaya kerja dan pekerja lain.
2. Risiko yaitu kemungkinan / peluang suatu hazard menjadi suatu
kenyataan, yang bergantung pada :
Pajanan, frekuensi, konsekuensi
Dose response
3. Konsekuensi adalah akibat dari suatu kejadian yang dinyatakan secara
kualitatif atau kuantitatif, berupa kerugian, sakit,cedera, keadaan
merugikan atau menguntungkan. Bisa juga berupa rentangan akibat-
akibat yang mungkin terjadi dan berhubungan dengan ssuatu kejadian.
PERSIAPAN
Evaluasi Resiko
Pengendalian Resiko
10
1. Persiapan / penetapan konteks
Penetapan konteks proses manajemen risiko K3RS meliputi :
Penentuan tanggung jawab dan pelaksana kegiatan manajemen
risiko yang terdiri dari karyawan, kontraktor dan pihak ketiga.
Penentuan ruang lingkup manajemen risiko keselamatan dan
kesehatan kerja
Penentuan semu aktivitas, proses, fungsi, proyek, produk,
pelayanan dan asset di tempat kerja
Penentuan metode dan waktu pelaksanaan evaluasi manajemen
risiko keselamatan dan kesehatan kerja.
2. Identifikasi bahaya potensial
Pada tahap identifikasi bahaya potensial dilakukan identifikasi potensi
bahaya kesehatan yang terpajan pada pekerja, pasien, pengantar dan
pengunjung yang dapat meliputi ;
Fisik : kebisingan, suhu, getaran, lantai licin
Kimia : formaldehid, alcohol, ethiline okside, bahan pembersih
lantai
11
- Gedung Generator (Genset)
- Gedung Radiologi
- Gedung Laboratorium
- Gudang Farmasi
- Gedung CSSD
- Instalasi Laundry
- Ruang Isolasi Di masing-masing bangsal rawat inap
- Instalasi Bedah Sentral
- Unit Hemodialisa
- IPAL
- Incenerator
- TPS B3
- Instalasi Gizi
2. Pada tempat-tempat yang beresiko tersebut harus diberi tanda
dan peringatan khusus
3. Pada tempat-tempat yang beresiko tersebut harus digambar dan
ditandai pada denah rumah sakit
4. Denah rumah sakit tersebut agar disosialisasikan pada semua
pegawai dan dipasang pada tempat-tempat strategis, mudah
dilihat oleh seluruh pegawai, pasien maupun pengunjung
5. Tidak semua petugas boleh masuk ke tempat-tempat beresiko,
kecuali yang berkepentingan
6. Ruang isolasi hanya digunakan untuk pasien yang perlu diisolasi
sesuai dengan indikasi medis
7. Kebijakan tentang kewajiban seluruh karyawan/karyawati yang
bekerja di tempat-tempat beresiko untuk memakai alat pelindung
diri (APD)
8. APD hanya digunakan saat karyawan/ karyawati bekerja di rumah
sakit
b. Kebijakan penyediaan alat – alat perlengkapan keamanan pasien
yang berupa :
1. Pegangan sepanjang tangga
2. Toilet dilengkapi dengan pegangan dan bel
3. Pintu dapat dibuka dari luar
12
4. Tempat tidur dilengkapi dengan penahan pada tepinya dengan
jarak terali lebih kecil dari kepala anak
5. Sumber listrik dilengkapi dengan penutup atau pengaman
6. Pemasokan oksigen yang cukup pada tempat – tempat penting
7. Tersedia alat penghisap dalam keadaan darurat
8. Ada tenaga listrik pengganti bagi ruangan dan peralatan medis
yang vital
c. Kebijakan program kesehatan kerja, kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja
1. Melaporkan setiap ada kecelakaan bagi karyawan dan karyawati
selama bekerja di dalam rumah sakit kepada panitia K3
2. Kewajiban seluruh karyawan/ karyawati dalam bekerja harus
sesuai prosedur yang telah ditetapkan pada masing ruangan dan
memakai alat pelindung diri sesuai dengan pekerjaan yang
dilakukan
3. Kewajiban setiap karyawan/karyawati yang keracunan saat
bekerja didalam rumah sakit segera memeriksakan diri
4. Kewajiban setiap karyawan/karyawati yang terkena bahan kimia
berbahaya segera memeriksakan diri
5. Kewajiban setiap karyawan/karyawati yang terkena sengatan /
gigitan serangga saat bekerja di rumah sakit segera
memeriksakan diri
6. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja bagi tenaga baru
7. Pemeriksaan berkala bagi karyawan/ karyawati yang bekerja pada
tempat-tempat berisiko, minimal 1 tahun sekali
8. Pemeriksaan kesehatan khusus bagi karyawan/ karyawati yang
telah mengalami kecelakan, berusia diatas 40 tahun, dan yang
diduga mempunyai gangguan kesehatan
9. Kewajiban setiap karyawan/karyawati apabila tertusuk jarum
suntik segera mendapatkan penangganan sesua prosedur yang
telah ditetapkan
10. Senam kesegaran jasmani setiap hari jumat untuk kesehatan
karyawan/ karyawati.
13
d. Identifikasi semua staf, pengunjung, pedagang/ vendor dengan
memasang badge name sementara atau tetap atau dengan cara
identifikasi lain
e. Keamanan dan keselamatan selama masa renovasi atau
pembangunan
f. Rumah sakit mengelola dampak renovasi dan konstruksi terhadap
kualitas udara dan kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi,
dinilai dan dikelola dengan Infection Control Risk Assement (ICRA)
g. Setiap kegiatan renovasi dan konstruksi diwajibkan dibuatkan ICRA
sebelum dilaksanakan
h. Pemeriksaan fasilitas fisik secara komprehesif
i. Penganggaran untuk mengganti sistem, perbaikan fasilitas yang rusak
j. Monitoring kepatuhan mematuhan keamanan dan keselamatan untuk
unit independen
14
f. Penyimpanan bahan dan barang beracun berbahaya (B3)
ditempatkan pada ruangan di gudang B3 masing-masing ruangan
yang menggunakan bahan B3
g. Pemasangan rambu tanda bahaya dengan warna mencolok, terang
dan jelas sehingga terlihat pada jarak 10 meter pada ruangan tempat
menyimpan barang-barang berbahaya
h. Cara memberlakukan, cara penyimpanan dan cara penggunaan serta
cara-cara menanggulangi jika terjadi kontaminasi wajib sesuai dengan
prosedur tertulis yang ditetapkan.
i. Lokasi tempat penyimpanan B3 harus digambar pada denah Rumah
Sakit dengan pencantuman dengan tanda khusus.
j. Melaporkan setiap ada kecelakaan bagi karyawan dan karyawati
selama bekerja di dalam rumah sakit kepada Komite K3
15
semua unit kerja mulai dari IGD, poliklinik, farmasi, penunjang medis,
bidang pelayanan, keperawatan, logistik dan komite medik.
i. Pelaksanaan penanganan krisis kesehatan dibantu dari berbagai
pihak, PMI, POLRES, PUSKESMAS terdekat, jajaran pemerintah
daerah (RT, RW, Kep. Desa, Camat), Dinas Kesehatan, radio amatir,
LSM dan lingkungan masyarakat.
j. Pengaturan distribusi bantuan peralatan medis dan non medis, obat –
obatan dan stok darah, serta bantuan tenaga medis dan paramedis,
dilaksanakan secara berjenjang.
k. Dalam hal kejadian bencana yang mengakibatkan tidak berjalanya
fungsi pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, kendali operasional
diambil alih secara berjenjang ketingkat yang lebih tinggi.
l. Informasi pelayanan bencana masal ditangani langsung oleh Direktur
Rumah Sakit
m. Perlu dilakukan monitoring dan evaluasi berkala yang perlu diikuti
oleh semua pihak yang terlibat dalam pelayanan penanggulangan
kesehatan, sekaligus menginformasikan kegiatan masing – masing.
n. Kebijakan tentang sistem komunikasi sebagai berikut :
1. Telepon hanya digunakan untuk keperluan dinas
2. Telepon keluar rumah sakit hanya untuk konsul dokter jaga dan
keperluan antar instansi, penggunaan telepon sentral yang
terdapat di ruang informasi IGD melalui operator dan difungsikan
selama 24 jam.
3. Alat komunikasi di lingkungan RSUD Kota Salatiga menggunakan
aiphone dan untuk bagian keamanan menggunakan HT.
4. Komunikasi untuk kegiatan K3 selama dalam keadaan darurat
atau bencana disediakan telepon yang dapat digunakan langsung
tanpa melalui operator dan HT.
5. Kewajiban setiap karyawan/karyawati ikut menggulangi bila ada
bencana massal di dalam rumah sakit
16
1. Alat pemadam kebakaran (APAR) dan hidran hanya digunakan
untuk memadamkan kebakaran di rumah sakit
2. Penggunaan alat pemadam kebakaran disesuaikan dengan
besarnya kebakaran yang terjadi dan bila tidak mampu mengatasi
atau berpotensi menjadi besar serta membahayakan jiwa manusia
harus berkoordinasi dengan Dinas Pemadam Kebakaran.
3. APAR diletakkan pada setiap ruangan yang sudah ditentukan
sesuai dengan peraturan yang berlaku berdasrakan jenis dan
kebutuhannya
4. Alat pemadam kebakaran wajib diuji fungsinya secara berkala
setipa 1 tahun sekali
5. Alat hidran wajib diujifungsi secara berkala setiap tahun sekali
oleh Dinas Pemadam Kebakaran
b. Kebijakan tentang Sistem Deteksi Api
1. Alat sistem deteksi api yang ada wajib diujifungsi secara berkala
setipa 1 tahun sekali
2. Lokasi alat deteksi kebakaran harus terdapat pada daerah yang
diperkirakan akan menimbulkan korban yang banyak dan
digambar di denah rumah sakit
c. Kebijakan tentang code red
1. Sistem code red dan jaringannya jika terjadi kebakaran ditetapkan
oleh direktur rumah sakit
2. Pedoman, petunjuk teknis dan Prosedur tetap pengaktifan code
red ditetapkan oleh direktur
3. Titik pemasangan code red di ruangan adalah sebagai berikut :
a) Gedung poliklinik
b) Gedung cempaka
c) Laboratorium
d) Gizi
e) Endoskopi
f) Melati
g) Gedung flamboyan
h) Gedung paviliun
4. Jadwal petugas code red ditetapkan oleh direktur
d. Kebijakan tentang pencegahan dan pengendalian kebakaran
17
1. Memisahkan bahan-bahan mudah terbakar dalam satu ruangan
terpisah dan jauhkan dari sumber pematik kebakaran termasuk
oksigen dan tabung elpiji
2. Rumah sakit menetapkan jalur evakuasi yang aman jika terjadi
kebakaran yang dilengkapi dengan rambu-rambu penunjuk arah
3. Jalur evakuasi harus digambar dalam denah rumah sakit
4. Untuk gedung bertingkat harus ada RAM untuk jalur evakuasi jika
terjadi kebakaran
5. Rumah sakit harus menentukan titik kumpul jika terjadi bencana
dan kebakaran
6. Pelatihan penggunaan APAR untuk seluruh karyawan/karyawati
rumah sakit
e. Kebijakan larangan merokok di rumah sakit bagi seluruh
karyawan/karyawati, pasien dan pengunjung rumah sakit.
f. Kebijakan pada unit independen untuk mematuhi semua peraturan
yang terkait dengan program Komite K3 rumah sakit.
18
f. Tata ruang dan penggunaannya harus sesuai dengan fungsinya
serta memenuhi persyaratan kesehatan
g. Pemasangan jaringan instalasi air minum, air limbah, gas, listrik,
sistem penghawaan, sarana komunikasi dan lain-lain harus rapi
aman dan terlindung.
h. Lingkungan rumah sakit harus dilengkapi penerangan dengan
intensitas cahaya yang kuat
i. Setiap ruang dan bangunan harus dalam keadaan bersih dan
mudah dibersihka, tersedia tempat sampah sesuai dengan jenis
sampahnya serta tersedia fasilitas sanitasi sesuai dengan
kebutuhan
j. Mutu udara dilingkungan rumah sakit diupayakan memenuhi
persyaratan
k. Tingkat kebisingan di setiap kamar/ruang berdasarkan fungsinya
di upayakan memenuhi persyaratan
l. Rumah sakit harus tersedia air minum dan air bersih sesuai
dengan kebutuhan yang distribusinya menggunakan jaringan
perpipaan yang mengalir lancar dengan tekanan positif
m. Rumah sakit harus melakukan pemeriksaan kualitas air minum
secara rutin setiap bulan sekali
n. Rumah sakit harus tersedia toilet dan kamar mandi yang
jumlahnya cukup,selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih.
2. Kebijakan yang berhubungan dengan pengolahan limbah padat, cair
dan gas
a. Saluran limbah harus tertutup dan dihubungkan langsung dengan
sistem pengolahan air limbah
b. Rumah sakit harus memiliki instalasi pengolah limbah yang
memenuhi persyaratan teknis dan terpelihara
c. Kualitas limbah (efluent) rumah sakit yang akan dibuang ke
lingkungan harus memenuhi persyaratan baku mutu efluent, oleh
karena itu perlu adanya pemeriksaan kualitas air limbah secara
rutin setiap bulan sekali.
d. Sampah padat rumah sakit dibedakan menjadi sampah medis dan
non medis, penanganan, pengolahan, dan pembuangan harus
dikelola sesuai peraturan yang berlaku.
19
e. Pemisahan sampah medis dan non medis dipisahkan dengan
tempat sampah bertanda khusus dan dilapisi kantong plastik
sebagai pembungkus sampah dengan lambang dan warnba yang
sesuai (Hitam untuk sampah non medis dan kuning untuk sampah
medis)
f. Sampah medis dimusnahkan melalui incenerator yang memiliki
perijinan atau dibuang ke pihak ketiga yang sudah memiliki
perijinan.
g. Rumah sakit harus memiliki sarana pengendalian gas buangan
dari ruang bedah berupa gas buangan anestesi, dll
3. Kebijakan yang berhubungan dengan pengelolaan, pemeliharaan,
sertifikasi sarana dan prasarana rumah sakit
a. Pemeliharaan sarana, pra sarana dan fasilitas Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Salatiga dilakukan secara rutin oleh Instalasi
Pemeliharaan Sarana yang berkoordinasi dengan Bidang
Pelayanan Penunjang dengan pengawasan/pemantauan oleh
Komite K3 RSUD Kota Salatiga.
b. Dana untuk Pemeliharaan sarana, pra sarana dan fasilitas Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Salatiga diperoleh dari Anggaran BLUD
yang tertuang dalam DPA Bidang Pelayanan Penunjang RSUD
Kota Salatiga
c. Sarana, pra sarana dan fasilitas rumah sakit harus dilengkapi
dengan sertifikasi dari instansi yang terkait dan dilakukan
pengujian atau pemeriksaan secara berkala.
4. Kebijakan yang berhubungan dengan keadaan emergensi
a. Rumah sakit mengidentifikasi peralatan, sistem dan tempat yang
potensial menimbulkan risiko tertinggi terhadap pasien,
pengunjung dan karyawan/karyawati
b. Rumah sakit mengidentifikasi area dan pelayanan yang berisiko
paling tinggi bila terjadi kegagalan listrik atau air minum
terkontaminasi atau terganggu
c. Air minum tersedia 24 jam sehari, tujuh hari seminggu
d. Listrik tersedia 24 jam sehari, tujuh hari seminggu
e. Rumah sakit merencanakan sumber listrik dan air minum alternatif
dalam keadaan emergensi.
20
f. Bila terjadi gangguan listrik maka rumah sakit menggunakan daya
listrik cadangan dari genset secara otomatis dalam kurun waktu 7
detik.
g. Sumber air bersih rumah sakit diperoleh dari sumur artesis dan
PDAM dan Bila terjadi gangguan air minum maka rumah sakit
melakukan MOU (perjanjian) dengan PDAM.
h. Rumah sakit melakukan uji coba sumber air minum alternatif
sekurangnya setahun sekali atau lebih sering bila diharuskan oleh
peraturan perundangan yang berlaku atau oleh kondisi sumber air
i. Rumah sakit melakukan uji coba sumber listrik alternatif
sekurangnya setahun sekali atau lebih sering bila diharuskan oleh
peraturan perundangan yang berlaku atau oleh kondisi sumber
listrik
F. Diklat K3
a. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi
seluruh staf tentang peran mereka dalam menyediakan fasilitas
asuhan pasien yang aman dan efektif.
b. Staf rumah sakit diberi pelatihan dan pengetahuan tentang peran
mereka dalam rencana rumah sakit untuk pengamanan kebakaran,
keamanan, bahan berbahaya dan kedaruratan
21
c. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi staf
yang bertanggungjawab dalam hal penyimpanan, penanganan dan
pembuangan limbah gas medis, bahan dan limbah berbahaya dan
yang berkaitan dengan kedaruratan
d. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi staf
dalam penanganan kedaruratan dan bencana internal atau ekternal
(community).
e. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi staf
yang bertanggungjawab dalam hal pengoperasian peralatan medis
dan sistem utiliti
f. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi staf
yang bertanggungjawab dalam pemeliharaan peralatan medis dan
sistem utiliti
22
BAB VII
Struktur OrganisasiKomite K3
DIREKTUR
KETUA
KOMITE K3
SEKRETARIS
b. Fungsi :
Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta
permasalahan yang berhubungan dengan K3
23
Membantu Direktur RS mengadakan dan meningkatkan upaya
promosi K3, pelatihan dan penelitian K3 di RS
Pengawasan terhadap program pelaksanaan K3 di RS
Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan
korektif
Koordinasi dengan unit –unit lain yang menjadi anggota K3RS
Memberi nasehat tentang manajemen K3 di tempat kerja, kontrol
bahaya, mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan
Investigasi dan melaporkan kecelakaan, serta merekomendasikan
sesuai kegiatannya
Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru,
pembangunan gedung dan proses
24
berbahaya serta data dari bagian K3 berupa laporan pelaksanaan K3 dan
analisisnya.
Data dan informasi dibahas dalam Komite K3 RS, untuk
menentukan penyebab masalah dan merumuskan tindakan korektif
maupun tindakan preventif. Hasil rumusan disampaikan dalam bentuk
rekomendasi kepada direktur RS. Rekomendasi berisi saran tindak lanjut
dari Komite K3 RS serta alternatif-alternatif pilihan serta perkiraan
hasil/konsekuensi setiap pilihan.
25
BAB VIII
Cakupan Program K3
Cakupan Program
Program K3 RS yang harus diterapkan adalah :
1) Pengembangan kebijakan K3RS
a) Pembentukan atau revitalisasi organisasi K3 RS
b) Merencanakan program K3 RS selama 3 tahun ke depan. Setiap 3 tahun
dapat direvisi kembali sesuai dengan kebutuhan.
2) Pembudayaan perilaku K3 RS
a) Advokasi soaialisasi K3 pada seluruh jajaran rumah sakit, baik bagi SDM
rumah sakit, pasien maupun pengantar pesien atau pengunjung rumah
sakit.
b) Penyebaran media komunikasi dan informasi baik melalui leaflet, poster,
pamflet atau media komunikasi yang lain.
c) Promosi K3 pada setiap pekerja yang bekerja di setiap unit RS dan pada
para pasien serta para pengantar pasien atau pengunjung pasien.
26
b) Pelatihan intern rumah sakit,khususnya SDM rumah sakit di tiap-tiap unit
yang ada di rumah sakit
c) Pengiriman SDM rumah sakit untuk pendidikan formal, pelatihan lanjutan,
seminar dan workshop yang berkaitan dengan K3
4) Pengembangan pedoman, petunjuk teknis dan standard operational procedur
(SOP) K3RS
a) Penyusunan pedoman praktis ergonomi di rumah sakit
b) Penyusunan pedoman pelaksanaan pelayanan kesehatan kerja
c) Penyusunan pedoman pelaksanaan pelayanan keselamatan kerja
d) Penyusunan pedoman pelaksanaan tanggap darurat di RS
e) Penyusunan pedoman pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan
kebakaran.
f) Penyusunan pedoman pengelolaan penyehatan lingkungan rumah sakit
g) Penyusunan pedoman pengelolaan faktor resiko dan pengelolaan limbah
rumah sakit
h) Penyusunan petunjuk teknis pencegahan kecelakaan dan
penanggulangan bencana.
i) Penyusunan kontrol terhadap penyakit infeksi
j) Penyusunan SOP angkat angkut pasien di rumah sakit
k) Penyusunan SOP bterhadap bhan beracun dan berbahaya (B3)
l) Penyusunan SOP kerja dan peralatan di msing-masing unit kerja rumah
sakit.
27
b) Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi SDM
rumah sakit yang menderita sakit.
c) Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan
fisik SDM rumah sakit.
d) Perlindungan spesifik dengan pemberian imunisasi pada SDM rumah
sakit yang bekerja pada area / tempat kerja yang berisiko dan berbahaya.
e) Melaksanakan kegiatan surveilans kesehatan kerja.
28
b) Pembentukan organisasi / tim kewaspadaan bencana.
c) Pelatihan dan uji coba terhadap kesiapan petugas tanggap darurat.
d) Inventarisasi tempat-tempat yang berisiko dan berbahaya serta membuat
denahnya (laboratorium, rontgen, farmasi, CSSD, kamar operasi, genset,
kamar isolasi penyakit menular dll).
e) Menyiapkan sarana dan prasarana tanggap darurat / bencana.
f) Membuat kebijakan dan prosedur kewaspadaan, upaya pencegahan dan
pengendalian bencana pada tempat – tempat yang berisiko tersebut.
g) Membuat rambu-rambu / tanda khusus jalan keluar untuk evakuasi
apabila terjadi bencana.
h) Memberikan Alat Pelindung Diri (APD) pada petugas di tempat-tempat
berisiko (masker, apron, kaca mata, sarung tangan dll).
i) Sosialisasi dan penyuluhan ke seluruh SDM rumah sakit.
j) Pembentukan sistem komunikasi internal dan eksternal tanggap darurat
rumah sakit.
k) Evaluasi sistem tanggap darurat.
29
vii) Kasus penyakit umum pada SDM rumah sakit
viii) Kasus penyakit umum pada pekerja luar rumah sakit
ix) Jenis penyakit yang terbanyak di kalangan pekerja rumah sakit
x) Jenis penyakit yang terbanyak di kalangan pekerja luar rumah sakit
xi) Kasus penyakit akibat kerja (SDM rumah sakit)
xii) Kasus penyakit akibat kerja (pekerja luar rumah sakit)
xiii) Kasus diduga penyakit akibat kerja (SDM rumah sakit)
xiv) Kasus diduga penyakit akibat kerja (pekerja luar rumah sakit).
xv) Kasus kecelakaan akibat kerja (SDM rumah sakit)
xvi) Kasus kecelakaan akibat kerja (pekerja luar rumah sakit)
xvii) Kasus kebakaran / peledakan akibat bahan kimia
xviii) Data kejadian nyaris celaka (near miss) dan celaka
xix) Data sarana, prasarana dan peralatan keselamatan kerja
xx) Data perizinan
xxi) Data kegiatan pemantauan keselamatan kerja
xxii) Data pelatihan dan sertifikasi
xxiii) Data pembinaan dan pengawasan terhadap kantin dan
pengelolaan makanan di rumah sakit (dapur)
xxiv) Data promosi kesehatan dan keselamatan kerja bagi SDM rumah
sakit, pasien dan pengunjung / pengantar pasien
xxv) Data petugas kesehatan RS yang berpendidikan formal kesehatan
kerja, sudah dilatih kesehatan dan keselamatan kerja dan sudah
dilatih tentang diagnosis PAK
xxvi) Data kegiatan pemantauan APD (jenis, jumlah, kondisi, dan
penggunaannya).
xxvii) Data kegiatan pemantauan kesehatan lingkungan kerja dan
pengendalian bahaya di tempat kerja (unit kerja rumah sakit).
30
c) Analisis biaya terhadap SDM rumah sakit atas kejadian penyakit dan
kecelakaan akibat kerja
d) Mengikuti akreditasi rumah sakit.
BAB IX
EVALUASI
31
Pada dasarnya pemantauan dan evaluasi K3 di RS adalah salah satu
fungsi manajemen K3 RS yang berupa suatu langkah yang diambil untuk
mengetahui dan menilai sampai sejauh mana proses kegiatan K3 RS itu
berjalan, dan mempertanyakan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu
kegiatan K3 RS dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
Pemantauan dan evaluasi meliputi :
a. Pencatatan dan pelaporan K3 terintegrasi ke dalam system
pelaporan RS (SPRS):
b. Pencatatan dan pelaporan K3
- Pencatatan semua kegiatan K3
- Pencatatan dan pelaporan KAK
- Pencatatan dan pelaporan PAK
c. Inspeksi dan pengujian
Inspeksi K3 merupakan suatu kegiatan untuk menilai
keadaan K3 secara umum dan tidak terlalu mendalam.
Inspeksi K3 di RS dilakukan secara berkala, terutama oleh
petugas K3 RS sehingga kejadian PAK dan KAK dapat
dicegah sedini mungkin. Kegiatan lain adalah pengujian baik
terhadap lingkungan maupun pemeriksaan terhadap pekerja
berisiko seperti biological monitoring (pemantauan secara
biologis)
d. Melaksanakan audit K3
Audit K3
Audit K3 meliputi falsafah dan tujuan, administrasi dan pengelolaan,
karyawan dan pimpinan, fasilitas dan peralatan, kebijakan dan prosedur,
pengembangan karyawan dan program pendidikan, evaluasi dan pengendalian
Tujuan audit K3 :
- Untuk menilai potensi bahaya, gangguan kesehatan
dan keselamatan
- Memastikan dan menilai pengelolaan K3 telah
dilaksanakan sesuai ketentuan
32
- Menentukan langkah untuk mengendalikan bahaya
potensial serta pengembangan mutu
Perbaikan dan pencegahan didasarkan atas hasil temuan dari audit, identifikasi,
penilaian risiko untuk direkomendasikan kepada manajemen puncak.
BAB X
PENUTUP
33
Demikian pedoman kegiatan Komite K3 RSUD Kota Salatiga dibuat
sebagai acuan pelaksanaan kegiatan komite K3 dalam upayamenciptakan
lingkungan dan tempat kerja yang sehat, aman, dan nyaman bagi seluruh
karyawan, pasien, dan pengunjung guna mendapatkan pelayanan yang
bermutu.Untuk mewujudkan visi tersebut perlu adanya dukungan dari pimpinan
rumah sakit dan semua pihak yang terkait didalamnya.
34
PEMERINTAH KOTA SALATIGA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
Jl. Osamaliki No. 19 Salatiga, Kode Pos 50721
Telepon (0298) 324074 Fax.(0298) 321925
Website www.rsudkotasalatiga.com, Email : rsud.salatiga@gmail.com
NOTA - DINAS
Kepada Yth : Direktur RSUD Kota Salatiga
Dari : Ketua Komite K3 RS
Tanggal : 14 Maret 2016
Hal : Penerbitan SK Kebijakan – kebijakan Komite K3,
Pedoman Komite K3 RSUD Kota Salatiga 2016 dan
Standar Prosedur Operasional
Disposisi : ISI
Berdasarkan hasil rapat Komite K3 RS pada tanggal
19 dan 26 Februari 2016 telah dibuat Kebijakan –
kebijakan Komite K3, Pedoman Komite K3 Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Salatiga dan Standar Prosedur
Operasional.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas mohon
berkenan Bapak Direktur untuk segera menerbitkan Surat
Keputusan (SK) untuk Kebijakan – kebijakan Komite K3,
Pedoman Komite K3 RSUD Kota Salatiga 2016 dan
Standar Prosedur Operasional .
Demikian atas perkenan serta kebijaksanaan yang
diberikan, kami ucapkan terima kasih.
Ketua Komite K3
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga
35
PEMERINTAH KOTA SALATIGA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
Jl. Osamaliki No. 19 Salatiga, Kode Pos 50721
Telepon (0298) 324074 Fax.(0298) 321925
Website www.rsudkotasalatiga.com, Email : rsud.salatiga@gmail.com
36
Direktur untuk
pelaksanaanya
Hari : Jum’at
Tanggal : 19 Februari 2016
Pukul : 08.00 WIB
Tempat : Ruang rapat bidang pelayanan
Acara : Penyusunan Pedoman dan Kebijakan Komite K3
RS
37
Ketua Komite K3
Tembusan :
Direktur RSUD Kota Salatiga (sebagai laporan)
KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SALATIGA
Nomor :
TENTANG
PEDOMAN
KOMITE KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SALATIGA
38
Menimbang 1. Bahwa pedoman pelaksanaan K3 sebagaimana
tertuang dalam SK Direktur nomer 445/0056.1 sesuai
dengan hasil evaluasi Komite K3 RS serta mengacu
pada standar akreditasi versi 2012 perlu dilakukan
revişi dan disesuaikan dengan kondisi terkini.
2. Bahwa Komite K3 RS telah menyusun Pedoman
Komite K3 RS dan agar Pedoman Komite K3 tersebut
memiliki kekuatan hukum, perlu ditetapkan melalui
Surat Keputusan Direktur
39
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1087/MENKES/SK/VIII/2010 tentang Standart
Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit
11. Peraturan pemerintah RI No 50 tahun 2012 tentang
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PEDOMAN KOMITE KESEHATAN DAN KESELAMATAN
KERJA (K3) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA
SALATIGA
40
penyempurnaan dan atau evaluasi sekurang-kurangnya
sekali dalam masa berlakunya.
Kelima : Bila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam ketetapan
ini, akan ditinjau kembali sesuai dengan Perundangan
Kesehatan yang ada dan kemampuan Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Salatiga.
Ditetapkan di : Salatiga
Pada tanggal : 22 Maret
2016
Mengetahui
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Salatiga.
41