Anda di halaman 1dari 71

LAPORAN TUGAS INDIVIDU

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI RUMAH SAKIT


HASIL IDENTIFIKASI RUANG FISIOTERAPI
DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG

Tugas pada Mata Kuliah Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Program Studi Ilmu Keperawatan Semester VII

Dosen Pembimbing

Ns. Romliyadi, S.Kep., M.Kes

Disusun Oleh :
Uztazhar Anuggrah
19.14201.30.17

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA
PALEMBANG
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
baik itu berupa sehat fisik, maupun akal pikiran sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
praktikum individu Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang 2022 ini tepat pada waktunya. Tanpa pertolongan-Nya tentu kami tidak sanggup
untuk menyelesaikan laporan ini.
Dalam penulisan dan pelaksanaan praktikum K3RS ini mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Ersita, S.Kep., Ners., M.Kes, selaku Ketua STIK Bina Husada Palembang
2. Ade Irma Hutasuhut, SKM, selaku Wakil Ketua Komite K3 Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang
3. Kardewi, S.Kep., Ners., M.Kes, selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan STIK
Bina Husada Palembang
4. Romliyadi, S.Kep., Ners., M.Kes., M.Kep selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan bimbingan dan saran
5. Seluruh Staf Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
6. Rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan saran dan masukan kepada kami
dalam proses praktikum
Kami menyadari kekurangan dan keterbatasan yang ada pada proses praktikum dan
penulisan laporan ini. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun yang dapat memberikan perubahan kearah yang lebih positif dalam proses
pembelajaran dimasa yang akan datang, semoga Allah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya
kepada kita semua.
Penyusun

Uztazhar Anuggrah
LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP K3RS

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

(K3)

DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG

OLEH :

NAMA : UZTAZHAR ANUGGRAH

NPM : 19-14201-30-17

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. ROMLIYADI, S.Kep., M.Kes., M.Kep

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA

PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2022/2023


LAPORAN PENDAHULUAN K3RS

1. Pengerttian Rumah Sakit


Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral
dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan
paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit
(preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga
kesehatan dan pusat penelitian medik.
Berdasarkan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, yang
dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dan menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat

2. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit(K3RS)


Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah upaya untuk memberikan jaminan
keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja dengan cara pencegahan
kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja (PAK), pengendalian bahaya di tempat kerja,
promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi (Kemenkes. 2015).
K3RS (Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit) adalah segala kegiatan
untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan bagi sumber daya manusia
rumah sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan rumah sakit
melalui upaya pencegahan kecelakan kerja dan penyakit akibat kerja di rumah sakit.
(Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 66 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Rumah Sakit)

3. Unsur K3
Unsur-unsur penunjang keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut :
a. Adanya unsur-unsur keamanan dan kesehatan kerja.
b. Adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja.
c. Teliti dalam bekerja.
d. Melaksanakan prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan kesehatan kerja.
4. Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS)
Berdasarkan Permenkes nomor 66 tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Rumah Sakit, beberapa tujuan dalam pelaksanaan K3RS dapat dirangkum:

 Keselamatan dan keamanan di Rumah Sakit bertujuan untuk mencegah terjadinya


kecelakaan.

 Manajemen risiko K3RS bertujuan untuk meminimalkan risiko keselamatan dan


kesehatan di Rumah Sakit sehingga tidak menimbulkan efek buruk terhadap
keselamatan dan kesehatan SDM Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, dan
pengunjung.

 Pengaturan K3RS bertujuan untuk terselenggaranya keselamatan dan Kesehatan Kerja


di Rumah Sakit secara optimal, efektif, efisien dan berkesinambungan.

 Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari aspek keselamatan dan Kesehatan
Kerja Rumah Sakit bertujuan untuk melindungi sumber daya manusia Rumah Sakit,
pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit dari pajanan
dan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

 Pencegahan dan pengendalian kebakaran bertujuan untuk memastikan SDM Rumah


Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, dan aset Rumah Sakit aman dari bahaya
api, asap, dan bahaya lain.

 Pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja
bertujuan untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dengan memastikan
kehandalan sistem utilitas dan meminimalisasi risiko yang mungkin terjadi.

 Pengelolaan peralatan medis dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit
bertujuan untuk melindungi SDM Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien,
pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit dari potensi bahaya peralatan medis baik
saat digunakan maupun saat tidak digunakan.

 Kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana bertujuan untuk


meminimalkan dampak terjadinya kejadian akibat kondisi darurat dan bencana yang
dapat menimbulkan kerugian fisik, material, dan jiwa, mengganggu operasional, serta
menyebabkan kerusakan lingkungan, atau mengancam finansial dan citra Rumah Sakit.
 Unit Pelayanan Kesehatan Kerja Rumah Sakit bertujuan untuk menurunkan kejadian
dan prevalensi penyakit pada SDM Rumah Sakit dari penyakit menular, penyakit tidak
menular, penyakit akibat kerja, dan kecelakaan akibat kerja.

5. Trias Kesehatan dan Kelamatan Kerja

Tempat kerja dan pekerja merupakan populasi, bila menggunakan pendekatan trias
epidemiologi bahwa dengan berfokus pada kesehatan dan keselamatan populasi pekerja,
host digambarkan sebagai manusia yang rentan, karena terkait dengan sifat bahaya kerja,
sehingga diasumsikan bahwa semua individu pekerja dan kelompok beresiko terkena
bahaya kerja.
Agent adalah faktor yang berhubungan dengan penyakit dan cedera,
diklasifikasikan menjadi biologi, kimia, erginomi, fisik, atau psikososial. Environment ,
berhubungan dengan kondisi eksternal yang berpengaruh terhadap interaksi host dan
agents. Apabila interaksi antara host, agent dan environment tidak dapat dikendalikan,
maka timbulah penyakit atau cedera. Ketiga faktor timbulnya penyakit tersebut ada dalam
lingkungan pekerja, dengan demikian maka diasumsikan bahwa semua pekerja yang ada
dalam lingkungan kerja maka mempunyai resiko untuk sakit atau cedera, dengan demikian
proaktif dari perawat menjadi hal yang penting dalam upaya mencegah terjadinya penyakit
atau cedera akibat kerja melalui design yang efektif melalui 3 level prevensi; primer,
sekunder dan tersier.

6. Ruang Lingkup K3RS

Lingkup Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit terdiri dari : Rencana
tangga darurat (peraturan jika ada kebakaran), life safety, patient security, kesehatan
pekerja, bahan berbahaya, sanitasi lingkungan, pengendalian limbah, pendidikan dan
pelatihan, catatan dan pelaporan.

7. Dasar Hukum K3RS


Dasar hukum K3 Rumah Sakit diantaranya adalah:
a) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2918);
b) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4279);
c) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

d) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);

e) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5072);

f) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan UndangUndang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5679);

g) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5607);

h) Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan


Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3992);

i) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5309);

j) Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 184, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5570);
k) Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2015 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 159);

l) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2008 tentang Tata Cara
Pemberian Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun;

m)Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 413);

n) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan
Rumah Sakit (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1221);

o) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2016 tentang Persyaratan Teknis


Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 1197);

p) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2016 Tentang


Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit

8. Prinsip K3RS
a. Kapasitas kerja adalah status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta kemampuan
fisik yang prima setiap pekerja agar dapat melakukan pekerjaannya dengan baik.
Contoh: Bila seorang pekerja kekurangan zat besi yang menyebabkan anemia, maka
kapasitas kerja Akan menurun karna pengaruh kondisi fisik lemah dan lemas.
b. Beban kerja adalah beban fisik dan beban mental yang harus di tanggung oleh pekerja
dalam melaksanakan tugasnya. Contoh: pekerja yang bekerja melebihi waktu kerja
maksimum.
c. Lingkungan kerja adalah lingkungan yang terdekat dari seorang pekerja. Contoh:
Seorang yang bekerja di bagian instalasi radiologi (kamar X Ray, kamar gelab,
kedokteran, nuklir dan lain-lain).

9. Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (SM K3RS) meliputi 5 hal
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 66 Tahun 2016:
1. Penetapan kebijakan K3RS
2. Perencanaan K3RS

3. Pelaksanaan rencana K3RS


4. Pemantauan dan evaluasi kinerja K3RS dan

5. Peninjauan dan peningkatan kinerja K3RS

1. Kebijakan K3RS
Kebijakan K3RS ditetapkan secara tertulis dengan Keputusan Kepala atau
Direktur Rumah Sakit dan disosialisasikan ke seluruh SDM Rumah Sakit. Kebijakan
K3RS meliputi:
A. Penetapan kebijakan dan tujuan dari program K3RS
Kebijakan dan tujuan K3RS ditetapkan oleh pimpinan tertinggi Rumah Sakit
dan dituangkan secara resmi dan tertulis. Kebijakan tersebut harus jelas dan mudah
dimengerti serta diketahui oleh seluruh SDM Rumah Sakit baik manajemen,
karyawan, kontraktor, pemasok dan pasien, pengunjung, pengantar pasien, tamu
serta pihak lain yang terkait dengan tata cara yang tepat.
Selain itu semuanya bertanggung jawab mendukung dan menerapkan
kebijakan pelaksanaan K3RS tersebut, serta prosedur-prosedur yang berlaku di
Rumah Sakit selama berada di lingkungan Rumah Sakit. Kebijakan K3RS harus
disosialisasikan dengan berbagai upaya pada saat rapat pimpinan, rapat koordinasi,
rapat lainnya, spanduk, banner, poster, audiovisual, dan lain-lain.
B. Penetapan organisasi K3RS; dan
Dalam pelaksanaan K3 Rumah Sakit memerlukan organisasi yang dapat
menyelenggarakan program K3RS secara menyeluruh dan berada di bawah
pimpinan Rumah Sakit yang dapat menentukan kebijakan Rumah Sakit. Semakin
tinggi kelas Rumah Sakit umumnya memiliki tingkat risiko keselamatan dan
Kesehatan Kerja yang lebih besar karena semakin banyak pelayanan, sarana,
prasarana dan teknologi serta semakin banyak keterlibatan manusia di dalamnya
(sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pengunjung, pengantar, kontraktor, dan
lain sebagainya).
Untuk terselenggaranya K3RS secara optimal, efektif, efesien dan
berkesinambungan, Rumah Sakit membentuk atau menunjuk satu unit kerja
fungsional yang mempunyai tanggung jawab menyelenggarakan K3RS. Unit kerja
fungsional dapat berbentuk komite tersendiri atau terintegrasi dengan komite
lainnya, dan/atau instalasi K3RS.
Kebutuhan untuk membentuk unit kerja fungsional tersebut disesuaikan
dengan besarnya tingkat risiko keselamatan dan Kesehatan Kerja, sehingga pada
Rumah Sakit dapat memiliki komite atau instalasi K3RS, atau memiliki keduanya.
C. Penetapan dukungan pendanaan, sarana, dan prasarana.
Dalam pelaksanaan K3RS diperlukan alokasi anggaran yang memadai dan
sarana prasarana lainnya. Hal ini merupakan bagian dari komitmen pimpinan Rumah
Sakit. Pengalokasian anggaran pada program K3RS jangan dianggap sebagai biaya
pengeluaran saja, namun anggaran K3RS perlu dipandang sebagai aset atau investasi
dimana upaya K3RS melakukan penekanan pada aspek pencegahan terjadinya
berbagai masalah besar keselamatan dan kesehatan yang apabila terjadi akan
menimbulkan kerugian yang sangat besar.

2. Perencanaan K3RS
Rumah Sakit harus membuat perencanaan K3RS yang efektif agar tercapai
keberhasilan penyelenggaraan K3RS dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur.
Perencanaan K3RS dilakukan untuk menghasilkan perencanaan strategi K3RS, yang
diselaraskan dengan lingkup manajemen Rumah Sakit. Perencanaan K3RS tersebut
disusun dan ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit dengan mengacu pada kebijakan
pelaksanaan K3RS yang telah ditetapkan dan selanjutnya diterapkan dalam rangka
mengendalikan potensi bahaya dan risiko K3RS yang telah teridentifikasi dan
berhubungan dengan operasional Rumah Sakit. Dalam rangka perencanaan K3RS perlu
mempertimbangkan peraturan perundangundangan, kondisi yang ada serta hasil
identifikasi potensi bahaya keselamatan dan Kesehatan Kerja.

3. Pelaksanaan Rencana K3RS


Program K3RS dilaksanakan berdasarkan rencana yang telah ditetapkan dan
merupakan bagian pengendalian risiko keselamatan dan Kesehatan Kerja. Adapun
pelaksanaan K3RS meliputi:
1. Manajemen risiko K3RS;
2. Keselamatan dan keamanan di Rumah Sakit;

3. Pelayanan Kesehatan Kerja;

4. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari Aspek keselamatan dan
Kesehatan Kerja;
5. Pencegahan dan pengendalian kebakaran;

6. Pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari Aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja;

7. Pengelolaan peralatan medis dari Aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja; dan

8. Kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana. Pelaksanaan K3RS


tersebut harus sesuai dengan standar K3RS.

4. Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3RS


Rumah Sakit harus menetapkan dan melaksanakan program K3RS, selanjutnya
untuk mencapai sasaran harus dilakukan pencatatan, pemantauan, evaluasi serta
pelaporan. Penyusunan program K3RS difokuskan pada peningkatan kesehatan dan
pencegahan gangguan kesehatan serta pencegahan kecelakaan yang dapat
mengakibatkan kecelakaan personil dan cidera, kehilangan kesempatan berproduksi,
kerusakan peralatan dan kerusakan/gangguan lingkungan dan juga diarahkan untuk
dapat memastikan bahwa seluruh personil mampu menghadapi keadaan darurat.
Kemajuan program K3RS ini dipantau secara periodik guna dapat ditingkatkan
secara berkesinambungan sesuai dengan risiko yang telah teridentifikasi dan mengacu
kepada rekaman sebelumnya serta pencapaian sasaran K3RS yang lalu. Penerapan
inspeksi tempat kerja dengan persyaratan, antara lain:
1. Inspeksi tempat kerja dan cara kerja dilaksanakan secara teratur.

2. Inspeksi dilaksanakan bersama oleh dan wakil organisasi/unit yang bertanggung


jawab di bidang K3RS dan wakil SDM Rumah Sakit yang telah memperoleh
orientasi dan/atau workshop dan/atau pelatihan mengenai identifikasi potensi
bahaya.

3. Inspeksi mencari masukan dari petugas yang melakukan tugas ditempat yang
diperiksa.

4. Daftar periksa (check list) tempat kerja telah disusun untuk digunakan pada saat
inspeksi.

5. Laporan inspeksi diajukan kepada organisasi/unit yang bertanggung jawab di bidang


K3RS sesuai dengan kebutuhan.

6. Tindakan korektif dipantau untuk menentukan efektifitasnya.


7. Pimpinan Rumah Sakit atau organisasi/unit yang bertanggung jawab di bidang
K3RS menetapkan penanggung jawab untuk pelaksanaan tindakan perbaikan dari
hasil laporan pemeriksaan/inspeksi.

5. Peninjauan dan Peningkatan Kinerja K3RS


Pimpinan Rumah Sakit harus melakukan evaluasi dan kaji ulang terhadap kinerja K3
Rumah Sakit. Hasil peninjauan dan kaji ulang ditindaklanjuti dengan perbaikan
berkelanjutan sehingga tercapai tujuan yang diharapkan. Kinerja K3RS dituangkan
dalam indikator kinerja yang akan dicapai dalam setiap tahun. Indikator kinerja K3RS
yang dapat dipakai antara lain:
1. Menurunkan absensi karyawan karena sakit.
2. Menurunkan angka kecelakaan kerja.

3. Menurunkan prevalensi penyakit akibat kerja.

4. Meningkatnya produktivitas kerja Rumah Sakit.


DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 66 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Rumah Sakit.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

Poerwanto, Helena dan Syaifullah. 2005. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan
Keselamatan Kerja. Jakarta : Badan Penerbi Fakultas Hukum Universitas Indonesia
LAPORAN PENDAHULUAN HAZARD RUMAH SAKIT

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG

OLEH :

NAMA : UZTAZHAR ANUGGRAH

NPM : 19-14201-30-17

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. ROMLIYADI, S.Kep., M.Kes., M.Kep

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA

PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2022/2023


LAPORAN PENDAHULUAN HAZARD RUMAH SAKIT

1. Pengertian Hazard
Hazard adalah segala sesuatu (sumber, situasi, aktivitas) yang berpotensi
menimbulkan cedera (kecelakaan kerja) atau Penyakit Akibat Kerja (PAK).
Berdasarkan National Safety Council mengatakan bahwa hazard adalah faktor faktor
intrinsik yang melekat pada sesuatu berupa barang atau kondisi dan mempunyai potensi
menimbulkan efek kesehatan maupun keselamatan pekerja serta lingkungan yang
memberikan dampak buruk.

2. Jenis-jenis Hazard (bahaya)


Berdasarkan karakteristik dampak yang diakibatkan oleh suatu jenis bahaya maka jenis
bahaya dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu bahaya kesehatan kerja dan bahaya
keselamatan kerja. Bahaya kesehatan kerja dapat berupa bahaya fisisk, kimia, biologi dan
bahaya berkaitan dengan ergonomi, berdampak kepada kesehatan dan kenyamanan kerja,
misalnya penyakit akibat kerja. Sedangkan, bahaya keselamatan (safety hazard) fokus
pada keselamatan manusia yang terlibat dalam proses, peralatan, dan teknologi. Dampak
safety hazard bersifat akut, konsekuensi tinggi, dan probabilitas untuk terjadi rendah.
1. Bahaya keselamatan (Safety hazard) dapat menimbulkan dampak cidera, kebakaran,
dan segala kondisi yang dapat menyebabkan kecelakaan di tempat kerja. Biasanya efek
dari bahaya keselamatan dapat langsung terlihat pada saat terjadi.
Jenis-jenis safety hazard, antara lain :
a. Mechanical Hazard, bahaya yang terdapat pada benda atau proses yang bergerak
yang dapat menimbulkan dampak, seperti tertusuk, terpotong, terjepit, tergores,
terbentur, dan lain-lain.
b. Electrical Hazard, merupakan bahaya yang berasal dari arus listrik.
c. Chemical Hazard, bahaya bahan kimia baik dalam bentuk gas, cair, dan padat yang
mempunyai sifat mudah terbakar, mudah meledak, dan korosif.
2. Bahaya kesehatan (health hazard) fokus pada kesehatan manusia. Bahaya keselamatan
kerja dapat berupa bahaya fisik, kimia, bahaya berkaitan dengan ergonomi, psikososial,
elektrik, berdampak pada keselamatan kerja, misalnya cedera, kebakaran, ledekan,
pemajanan terjadi pada waktu singkat.
1. Hazard Fisik
 Risiko bahaya mekanik
Risiko yang paling sering terjadi adalah tertusuk jarum, terpeleset ataupun
menabrak dinding/pintu kaca. Pengendalian yang harus dilakukan antara lain:
penggunaan safety box limbah tajam, kebijakan dilarang menutup kembali jarum
bekas, pemasangan keramik anti licin pada koridor dan lantai yang miring,
pemasangan rambu “awas licin”, pemasangan kaca film dan stiker pada
dinding/pintu kaca agar lebih kelihatan.
 Risiko bahaya radiasi
Risiko ini terdapat di ruang radiologi, radio therapy, kedokteran nuklir dan
beberapa kamar operasi yang memiliki x-ray. Pengendalian yang harus dilakukan
antara lain : pemasangan rambu peringatan bahaya radiasi, pengecekan tingkat
paparan radiasi secara berkala dan pemantauan paparan radiasi.
 Risiko bahaya kebisingan
Risiko ini terdapat pada ruang boiler, generator listrik dan ruang chiller.
Pengendalian yang harus dilakukan antara lain : substitusi peralatan melalui alat-
alat baru dengan intensitas kebisingan yang lebih rendah, penggunaan pelindung
telinga dan pemantauan tingkat kebisingan secara berkala oleh sanitasi.
 Risiko bahaya pencahayaan
Risiko bahaya pencahayaan ini seperti di kamar operasi dan laboratorium.
Pengendalian yang harus dilakukan adalah pemantauan tingkat pencahayaan
secara berkala oleh sanitasi dan hasil pemantauan dilaporkan ke petugas teknisi
untuk tindak lanjut ruangan yang tingkat pencahayaannya tidak memenuhi
persyaratan.
 Risiko bahaya listrik
Risiko bahaya listrik terdiri dari konsleting dan kesetrum. Pengendalian yang
harus dilakukan adalah adanya kebijakan penggunaan peralatan listrik harus
memenuhi SNI, serta dilakukan pengecekan secara rutin baik fungsi dan
kelayakan peralatan listrik di rumah sakit.

2. Hazard Biologi
Risiko bahaya biologi yang paling banyak adalah akibat kuman patogen dari pasien
yang ditularkan melalui darah, cairan tubuh, dan udara. Pengendalian yang harus
dilakukan adalah melalui sanitasi dan harus didukung dengan housekeeping yang
baik dari seluruh karyawan dan penghuni rumah sakit.

3. Hazard Kimia
Risiko ini terdapat pada bahan-bahan kimia golongan berbahaya dan beracun.
Pengendalian yang harus dilakukan adalah dengan identifikasi bahan-bahan B3
(Bahan Berbahaya dan Beracun), pelabelan standar, penyimpanan standar,
penyiapan MSDS (Material Safety Data Sheet) atau lembar data keselamatan bahan,
penyiapan P3K, serta pelatihan teknis bagi petugas pengelola B3. Selain itu
pembuangan limbah B3 cair harus dipastikan melalui saluran air kotor yang akan
masuk ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

4. Hazard Ergonomi
Risiko ini terdapat pada sebagian besar kegiatan di rumah sakit berupa kegiatan
angkat angkut, posisi duduk, ketidaksesuaian antara peralatan kerja dan ukuran fisik
pekerja. Risiko ini misalnya terjadi pada pekerjaan angkat dan angkut baik pasien
maupun barang. Selain itu pemilihan sarana dan prasarana rumah sakit juga harus
mempertimbangan faktor fisiologi, terutama peralatan yang dibeli dari negara lain
yang secara fisik terdapat perbedaan ukuran badan. Pengendalian yang harus
dilakukan yaitu melalui melakukan gerak tubuh secara rutin.

5. Hazard Psikologi
Risiko bahaya psikologi dapat terjadi di seluruh rumah sakit berupa
ketidakharmonisan hubungan antar manusia didalam rumah sakit, baik sesama staff,
staff dengan pasien, maupun staff dengan pimpinan. Risiko psikologi akan
memberikan pengaruh pada perilaku atau semangat kerja petugas sehingga
produktivitas akan menurun. Upaya pengendalian yang dilakukan untuk risiko ini
adalah dengan mengadakan pertemuan antar satuan kerja, antar staff, dan pimpinan
pada acara-acara bersama yang bertujuan agar terjalin komunikasi dengan baik.
Sehingga secara psikologi hal ini berdampak baik pada proses pengakraban, dengan
harapan risiko bahaya psikologi dapat ditekan seminimal mungkin.
DAFTAR PUSTAKA

Yuliani HR. (2012). E-Learning Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3). Yogyakarta:
Deepublish

Y. Indriani. (2016). Potensi Bahaya dan Resiko Rumah Sakit. Jakarta : Yudhistira

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 52 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Faslitas
Pelayanan Kesehatan. Jakarta:Kementerian Kesehatan RI
LAPORAN PENDAHULUAN KECELAKAAN KERJA DAN PENYAKIT AKIBAT
KERJA

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG

OLEH :

NAMA : UZTAZHAR ANUGGRAH

NPM : 19-14201-30-17

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. ROMLIYADI, S.Kep., M.Kes., M.Kep

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA

PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2022/2023


LAPORAN PENDAHULUAN KECELAKAAN KERJA DAN PENYAKIT AKIBAT
KERJA
1. Kecelakaan Kerja
1.1 Pengertian
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga
semula yang dapat menimbulkan korban jiwa dan harta benda (Peraturan Menteri
Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor: 03/Men/1998)
Kecelakaan kerja menurut OHSAS (Occupational Health and Safety Assessement
Series) adalah kejadian yang berhubungan dengan pekerjaan dan menyebabkan cidera
atau kesakitan, dan kejadian yang dapat menyebabkan kematian.

1.2 Klasifikasi Jenis Cedera Akibat Kecelakaan Kerja


Berikut adalah pengelompokan jenis cidera dan keparahannya:
 Cidera fatal (fatality)
Adalah kematian yang disebabkan oleh cidera atau penyakit akibat kerja
 Cidera yang menyebabkan hilang waktu kerja (Loss Time Injury)
Adalah suatu kejadian yang menyebabkan kematian, cacat permanen, atau
kehilangan hari kerja selama satu hari kerja atau lebih. Hari pada saat kecelakaan
kerja tersebut terjadi tidak dihitung sebagai kehilangan hari kerja.
 Cidera yang menyebabkan kehilangan hari kerja (Loss Time Day) Adalah semua
jadwal masuk kerja yang mana karyawan tidak bisa masuk kerja karena cidera,
tetapi tidak termasuk hari saat terjadi kecelakaan. Juga termasuk hilang hari kerja
karena cidera yang kambuh dari periode sebelumnya. Kehilangan hari kerja juga
termasuk hari pada saat kerja alternatif setelah kembali ke tempat kerja. Cidera
fatal dihitung sebagai 220 kehilangan hari kerja dimulai dengan hari kerja pada
saat kejadian tersebut terjadi.
 Tidak mampu bekerja atau cidera dengan kerja terbatas (Restricted duty)
Adalah jumlah hari kerja karyawan yang tidak mampu untuk mengerjakan
pekerjaan rutinnya dan ditempatkan pada pekerjaan lain sementara atau yang sudah
di modifikasi. Pekerjaan alternatif termasuk perubahan lingungan kerja pola atau
jadwal kerja.
 Cidera dirawat di rumah sakit (Medical Treatment Injury)
Kecelakaan kerja ini tidak termasuk cidera hilang waktu kerja, tetapi kecelakaan
kerja yang ditangani oleh dokter, perawat, atau orang yang memiliki kualifikasi
untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan.
 Cidera ringan (first aid injury)
Adalah cidera ringan akibat kecelakaan kerja yang ditangani menggunakan alat
pertolongan pertama pada kecelakaan setempat, contoh luka lecet, mata kemasukan
debu, dan lain-lain.

Kecelakaan yang tidak menimbulkan cidera (Non Injury Incident) Adalah suatu
kejadian yang potensial, yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja atau penyakit
akibat kerja kecuali kebakaran, peledakan dan bahaya pembuangan limbah

1.3 Faktor Penyebab Terjadinya Kecelakaan Kerja


Terdapat beberapa penyebab kecelakaan akibat kerja, antara lain :
 Kondisi tidak aman (unsafe condition): Kondisi tidak aman dapat dijelaskan bahwa
dalam pelaksanaan kegiatan pekerja di lingkungan kerja seharusnya mematuhi
aturan dari Industri Hygiene, yang mengatur agar kondisi tempat kerja aman dan
sehat. Apabila tempat kerja tidak mengikuti aturan kesehatan dan keselamatan
kerja yang telah ditentukan maka terjadilah kondisi yang tidak aman.
 Tindakan tidak aman (unsafe action): Menurut penelitian hampir 80 % kecelakaan
terjadi disebabkan factor manusia yang melakukan tindakan tidak aman. Tindakan
tidak aman ini dapat disebabkan oleh :
o Karena tidak tahu: Yang bersangkutan tidak mengetahui bagaiamana melakukan
pekerjaan dengan aman dan tidak tahu bahya-bahaya yang ada
o Karena tidak mampu atau tidak bisa: Yang bersangkutan telah mengetahui cara
kerja yang aman, bahaya¬bahaya yang ada tetapi karena belum mampu, kurang
trampil dia melakukan kesalahan.
o Karena tidak mau: Walaupun telah mengetahui dengan jelas cara kerja dan
peraturan¬peraturannya serta yang bersangkutan dapat melaksanakannya, tetapi
karena tidak mau melaksanakan melaksanakan maka terjadi kecelakaan,
misalnya tidak mau memakai alat keselamatan atau melepas alat pengaman.

Beberapa contoh tindakan yang tidak aman, antara lain meliputi : Menjalankan
sesuatu tanpa wewenang pekerja; Menjalankan sesuatu alat kerja dengan kecepatan
tinggi; Membuat alat pengaman diri tidak berfungsi: Mempergunakan peralatan
yang kurang baik; Pemuatan, penempatan, pencampuran secara berbahaya;
Mengambil kedudukan atau sikap yang salah; Mengancam, menggoda, sembrono,
membuat terkejut; Tidak menggunakan alat pelindung diri

2. Penyakit Akibat Kerja


2.1 Pengertian Penyakit Akibat Kerja (PAK)
Penyakit Akibat Kerja ialah gangguan kesehatan baik jasmani maupu rohani yang
ditimbulkan ataupun diperparah karena aktivitas kerja atau kondisi yang berhubungan
dengan pekerjaan.
Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau
lingkungan kerja. Penyakit akibat kerja yang diderita oleh tenaga kerja merupakan
suatu kecelakaan yang harus dilaporkan untuk dilindungi kesehatan dan keselamatan
kerja terhadap pengaruh penyakit akibat kerja, perlu adanya tindakan pencegahan
lebih lanjut.

2.2 Faktor penyebab


Faktor penyebab Penyakit Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang
digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja, sehingga tidak
mungkin disebutkan satu per satu. Pada umumnya faktor penyebab dapat
dikelompokkan dalam 5 golongan:
a) Golongan fisik : Suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat
tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.
b) Golongan kimiawi : Bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun
yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan,
awan atau kabut.
c) Golongan biologis : Bakteri, virus atau jamur
d) Golongan fisiologis : Biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara
kerja
e) Golongan psikososial: Lingkungan kerja yang mengakibatkan stress.

2.3 Macam-Macam Penyakit Akibat Kerja


Adapun beberapa penyakit akibat kerja, antara lain:
Pencemaran udara oleh partikel dapat disebabkan karena peristiwa alamiah
maupun ulah manusia, yaitu lewat kegiatan industri dan teknologi. Partikel yang
mencemari udara banyak macam dan jenisnya, tergantung pada macam dan jenis
kegiatan industri dan teknologi yang ada. Partikel-partikel udara sangat merugikan
kesehatan manusia. Pada umumnya udara yang tercemar oleh partikel dapat
menimbulkan berbagai macam penyakit saluran pernapasan atau pneumoconiosis.
Pneumoconiosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh
adanya partikel (debu) yang masuk atau mengendap didalam paru-paru. Penyakit
pneumoconiosis banyak jenisnya, tergantung dari jenis partikel (debu) yang masuk
atau terhisap kedalam paru-paru.

2.4 Pencegahan Penyakit Akibat Kerja


Berikut ini beberapa tips dalam mencegah penyakit kerja, diantaranya:

 Mengenali resiko pekerjaan dan cegah supayah tidak terjadi lebih lanjut
 Segara akses tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka yang berkelanjutan
 Memakai alat pelindung diri secara benar dan teratur
Selain itu terdapat pula beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh seperti
berikut ini:
a. Pencegahan Pimer – Healt Promotion
• Perilaku kesehatan
• Faktor bahaya di tempat kerja
• Perilaku kerja yang baik
• Olahraga
• Gizi
b. Pencegahan Skunder – Specifict Protectio
• Pengendalian melalui perundang-undangan
• Pengendalian administratif/organisasi: rotasi/pembatas jam kerja
• Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, alat pelindung diri (APD)
• Pengendalian jalur kesehatan imunisasi
c. Pencegahan Tersier
• Pemeriksaan kesehatan pra-kerja
• Pemeriksaan kesehatan berkala
• Pemeriksaan lingkungan secara berkala
• Surveilans
• Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada pekerja
• Pengendalian segera ditempat kerja

Dalam pengendalian penyakit akibat kerja, salah satu upaya yang wajib
dilakukan adalah deteksi dini, sehingga pengobatan bisa dilakukan secepat mungkin.
Dengan demikian, penyakit bisa pulih tanpa menimbulkan kecacatan. Sekurang-
kurangnya, tidak menimbulkan kecacatan lebih lanjut. Pada banyak kasus, penyakit
akibat kerja bersifat berat dan mengakibatkan cacat. Ada dua faktor yang membuat
penyakit mudah dicegah.
a. Bahan penyebab penyakit mudah diidentifikasi, diukur, dan dikontrol.
b. Populasi yang berisiko biasanya mudah didatangi dan dapat diawasi secara teratur
serta dilakukan pengobatan.
Disamping itu perubahan awal seringkali bisa pulih dengan penanganan yang
tepat. Karena itulah deteksi dini penyakit akibat kerja sangat penting. Sekurang-
kurangnya ada tiga hal menurut WHO yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam
deteksi dini yaitu:
a. Perubahan biokimiawi dan morfologis yang dapat di ukur melalui analisis
laboraturium. Misalnya hambatan aktifitas kolinesterase pada paparan terhadap
pestisida organofosfat, penurunan kadar hemoglobin (HB), sitologi sputum yang
abnormal, dan sebagainya.
b. Perubahan kondisi fisik dan sistem tubuh yang dapat dinilai melalui pemeriksaan
fisik laboraturium. Misalnya elektrokardiogram, uji kapasitas kerja fisik, uji saraf,
dan sebagainya.
c. Perubahan kesehatan umum yang dapat dinilai dari riwayat medis. Misalnya rasa
kantuk dan iritasi mukosa setelah paparan terhadap pelarutpelarut organik.
Selain itu terdapat pula beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh yaitu
pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan kesehatan ini meliputi:
a. Pemeriksaan sebelum penempatan
Pemeriksaan ini dilakukan sebelum seorang dipekerjakan atau ditempatkan
pada pos pekerjaan tertentu dengan ancaman terhadap kesehatan yang mungkin
terjadi. Pemeriksaan fisik yang ditunjang dengan pemeriksaan lain seperti darah,
urine, radiologis, serta organ tertentu, seperti mata dan telinga, merupakan data
dasar yang sangat berguna apabila terjadi gangguan kesehatan tenaga kerja setelah
sekian lama bekerja.
b. Pemeriksaan kesehatan berkala
Pemeriksaan kesehatan berkala sebenarnya dilaksanakan dengan selang
waktu teratur setelah pemeriksaan awal sebelum penempatan. Pada medical check-
up rutin tidak selalu diperlukan pemeriksaan medis lengkap, terutama bila tidak
ada indikasi yang jelas. Pemeriksaan ini juga harus difokuskan pada organ dan
sistem tubuh yang memungkinkan terpengaruh bahan-bahan berbahaya di tempat
kerja, sebagai contoh, audiometri adalah uji yang sangat penting bagi tenaga kerja
yang bekerja pada lingkungan kerja yang bising. Sedang pemerikaan radiologis
dada (foto thorax) penting untuk mendeteksi tenaga kerja yang berisiko menderita
pneumokonosis, karena lingkungan kerja tercemar debu.
DAFTAR PUSTAKA
Salmawati,L., Rasul,M., & Napirah,M,R. (2019). FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN KEJADIAN KECELAKAAN KERJA PADA PERAWAT DI RUANG IGD
RSU ANUTAPURA KOTA PALU . JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT ,
10(2), 104-112

Salawati,L. (2015). PENYAKIT AKIBAT KERJA DAN PENCEGAHAN. JURNAL


KEDOKTERAN SYIAH KUALA,15 (2)
LAPORAN PENDAHULUAN ALAT PELINDUNG DIRI

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG

OLEH :

NAMA : UZTAZHAR ANUGGRAH

NPM : 19-14201-30-17

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. ROMLIYADI, S.Kep., M.Kes., M.Kep

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA

PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2022/2023


LAPORAN PENDAHULUAN ALAT PELINDUNG DIRI

1. Pengertian Alat Pelindung Diri


Alat Pelindung Diri adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi
seseorang dalam pekerjaan yang fungsinya mengisolasi tubuh tenaga kerja dari bahaya di
tempat kerja.

2. Jenis-jenis Alat Pelindung Diri


1. ALAT PELINDUNG KEPALA
Berdasarkan fungsinya dapat di bagi 3 bagian :
 Topi pengaman ( Safety Helmet ) : Untuk melindungi kepala dari benturan atau
pukulan benda – benda.
 Topi / tudung : Untuk melindungi kepala dari api, uap – uap korosif, debu, kondisi
iklim yang buruk.
 Tutup kepala : Untuk menjaga kebersihan kepala dan rambut atau mencegah lilitan
rambut dari mesin.

2. ALAT PELINDUNG TELINGA


Alat pelindung telinga ada 2 jenis
:
 Sumbatan telinga ( ear plug ) :Sumbat telinga yang baik adalah memakai frekuensi
tertentu saja. Sedangkan frekuensi untuk bicara biasanya tidak terganggu.
 Tutup telinga (ear muff )
Tutup telinga jenisnya sangat beragam. Tutup telinga mempunyai daya pelindung
( Attenuasi ) berkisar antara 25 – 30 DB. Untuk keadaan khusus dapat
dikombinasikan antara tutup telinga dengan sumbat telinga, sehingga dapat
mempunyai daya lindung yang lebih besar.

3. SARUNG TANGAN
Sarung tangan melindungi tangan dari bahan infeksius dan melindungi pasien dari
mikroorganisme pada tangan petugas. Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting
untuk mencegah penyebaran infeksi, tetapi harus diganti setiap kontak dengan satu
pasien ke pasien lainnya untuk mencegah kontaminasi silang. Umpamanya, sarung
tangan pemeriksaan harus dipakai kalau menangani darah, duh tubuh, sekresi dan
eksresi ( kecuali keringat ), alat atau permukaan yang terkontaminasi dan kalau
menyentuh kulit nonintak atau selaput
lendir. Ada 3 jenis sarung tangan :
1. Sarung tangan bedah : Dipakai sewaktu melakukan tindakan invasif atau
pembedahan
2. Sarung tangan pemeriksaan : Dipakai untuk melindungi petugas kesehatan sewaktu
melakukan pemeriksaan atau pekerjaan rutin
3. Sarung tangan rumah tangga : Diapakai sewaktu memproses peralatan, menangani
bahan – bahan terkontaminasi, dan sewaktu membersihkan permukaan yang
terkontaminasi

4. MASKER
Masker harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu,
dan rambut pada wajah ( jenggot ). Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar
sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin serta untuk
mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut
petugas kesehatan. Bila masker tidak terbuat dari bahan tahan cairan, maka masker
tersebut tidak efektif untuk mencegah kedua hal tersebut.

5. ALAT PELINDUNG MATA


Melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh lain dengan cara
melindungi Mata. Pelindung mata mencakup kacamata ( goggles ) plastik bening, kaca
mata pengaman, pelindung wajah dan visor. Kacamata koreksi atau kacamata dengan
lensa polos juga dapat digunakan, tetapi hanya jika ditambahkan pelindung pada bagian
sisi mata. Petugas kesehatan harus menggunakan masker dan pelindung mata atau
pelindung wajah, jika melakukan tugas yang memungkinkan adanya percikan cairan
secara tidak sengaja ke arah wajah. Bila tidak tersedia pelindung wajah, petugas
kesehatan dapat menggunakan kacamata pelindung atau kacamata biasa serta masker.
Ada beberapa jenis alat pelindung mata diantaranya :
 Kaca Mata Biasa ( Spectacle Gogles )
Kaca mata terutama pelindung mata dapat dengan mudah atau tanpa pelindung
samping. Kaca mata dengan pelindung samping lebih banyak memberikan
perlindungan.
 Gogles
Mirip kacamata, tetapi lebih protektif dan lebih kuat terikat karena memakai
ikat kepala. Dipakai untuk pekerjaan yang amat membahayakan bagi mata.

6. GAUN PELINDUNG
Gaun pelindung digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau
seragam lain, pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita
penyakit menular melalui droplet / airbone. Pemakaian gaun pelindung terutama adalah
untuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari sekresi respirasi. Ketika
merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular tersebut,
petugas kesehatan harus mengenakan gaun pelindung setiap memasuki ruangan untuk
merawat pasien karena ada kemungkinan terpercik atau tersemprot darah, cairan tubuh,
sekresi atau eksresi. Pangkal sarung tangan harus menutupi ujung lengan gaun
sepenuhnya. Lepaskan gaun sebelum meninggalkan area pasien. Setelah gaun dilepas,
pastikan bahwa pakaian dan kulit tidak kontak dengan bagian yang potensial tercemar,
lalu cuci tangan segera untuk mencegah berpindahnya organisme.
Gaun pelindung harus dianggap sebagai alat pelindung diri. Gaun pelindung
khusus untuk pekerjaan dengan sumber – sumber bahaya tertentu seperti :
 Terhadap Radiasi Panas : Gaun pelindung untuk radiasi panas, radiasi harus dilapisi
bahan yang bisa merefleksikan panas, biasanya Alumunium dan berkilau. Bahan –
bahan pakaian lain yang bersifat isolasi terhadap panas adalah : 1000⁰ C,
katun, asbes ( kalau sampai 500 ⁰C ).
 Terhadap Radiasi Mengion : Gaun pelindung harus dilapisi dengan timbal biasanya
berupa apron. Pakaian ini sering digunakan di bagian radiologi.
 Terhadap cairan dan bahan – bahan kimia : Biasanya terbuat dari bahan plastic atau
karet

7. APRON
Apron yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air
untuk sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus
mengenakan apron di bawah gaun penutup ketika melakukan perawatan langsung pada
pasien, membersihkan pasien, atau melakukan prosedur dimana ada resiko tumpahan
darah, cairan tubuh atau sekresi. Hal ini penting jika gaun pelindung tidak tahan air.
Apron akan mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju dan kulit petugas kesehatan
8. PELINDUNG KAKI
Pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam
atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Oleh karena itu,
sandal. “ sandal jepit “ aau sepatu yang terbuat dari bahan lunak ( kain ) tidak boleh
dikenakan. Sepatu boot karet atau sepatu kulit tertutup memberikan lebih banyak
perlindungan., tetapi harus dijaga tetap bersih dan bebas kontaminasi darah atau
tumpahan cairan tubuh lain. Penutup sepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu
yang tahan terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di kamar bedah. Sebuah
penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain atau kertas dapat meningkatkan
kontaminasi karena memungkinkan darah merembes melalui sepatu dan seringkali
digunakan sampai di luar ruang operasi. Kemudian dilepas tanpa sarung tangan
sehingga terjadi pencemaran.
DAFTAR PUSTAKA
Gustiar S.Kep, NS., 2012. Alat Pelindung Diri Pada Perawat

Afrizal, Yudha, 2016, Panduan Alat Pelindung Diri


LAPORAN PENDAHULUAN SAMPAH DAN LIMBAH RUMAH SAKIT

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG

OLEH :

NAMA : UZTAZHAR ANUGGRAH

NPM : 19-14201-30-17

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. ROMLIYADI, S.Kep., M.Kes., M.Kep

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA

PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2022/2023


LAPORAN PENDAHULUAN SAMPAH DAN LIMBAH RUMAH SAKIT

Secara umum, limbah rumah sakit dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu limbah
medis dan non medis. Limbah medis merupakan limbah yang dihasilkan dari kegiatan utama
rumah sakit. Jenis limbah rumah sakit ini merupakan limbah yang dianggap mengandung
bahan patogen seperti virus dan bakteri yang dapat menimbulkan penyakit. Limbah non
medis adalah limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit di luar medis yang biasanya
berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman. Limbah ini dapat kembali dimanfaatkan
apabila ada teknologi pendukung.

Karakteristik Limbah Rumah Sakit


Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan
oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya.Apabila dibanding dengan
kegiatan instansi lain, maka dapat dikatakan bahwa jenis sampah dan limbah rumah sakit
dapat dikategorikan kompleks. Secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam
dua kelompok besar, yaitu sampah atau limbah klinis dan non klinis baik padat maupun cair.
Limbah klinis adalah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi, veterinari,
farmasi atau sejenis, pengobatan, perawatan, penelitian atau pendidikan yang menggunakan
bahan-bahan beracun, infeksius berbahaya atau bisa membahayakan kecuali jika dilakukan
pengamanan tertentu. Bentuk limbah klinis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang
terkandung di dalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1) Limbah benda tajam
Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung
atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik,
perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini
memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan.
Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh,
bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif.
2) Limbah infeksius
Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut:
a. Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular
(perawatan intensif)
b. Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik
dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular.
3) Limbah jaringan tubuh
Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh, biasanya
dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.
4) Limbah sitotoksik
Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan
obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik. Limbah
yang terdapat limbah sitotoksik didalamnya harus dibakar dalam incinerator dengan suhu
diatas 1000oc
5) Limbah farmasi
Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang terbuang
karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat-
obat yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak lagi
diperlukan oleh institusi yang bersangkutan dan limbah yang dihasilkan selama produksi
obat-obatan.
6) Limbah kimia
Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam
tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.
7) Limbah radioaktif
Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari
penggunaan medis atau riset radio nukleida. Limbah ini dapat berasal dari antara lain :
tindakan kedokteran nuklir, radio-imunoassay dapat berbentuk padat, cair atau gas.
Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik,
kimia dan biologi.
8) Limbah Plastik
Limbah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah sakit dan
sarana pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang dissposable yang terbuat dari
plastik dan juga pelapis peralatan dan perlengkapan medis.
Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan
sampah non klinis atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini bisa
berasal dari kantor/administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol),
sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa
makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain). Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit
mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi. Limbah rumah sakit
bisa 4 mengandung bermacam-macam mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah
sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada
(laboratorium, klinik dll).
DAFTAR PUSTAKA
Agustiani E, Slamet A, Rahayu DW (2000). Penambahan powdered activated carbon (PAC)
pada proses lumpur aktif untuk pengolahan air limbah rumah sakit. Majalah IPTEK:
jurnal ilmu pengetahuan alam dan teknologi : 11 (1): 30-8.
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta :PPM

Arifin m. 2008. Pengaruh Limbah Rumah Sakit terhadap Kesehatan. FKUI


LAPORAN PENDAHULUAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN (APAR)

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG

OLEH :

NAMA : UZTAZHAR ANUGGRAH

NPM : 19-14201-30-17

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. ROMLIYADI, S.Kep., M.Kes., M.Kep

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA

PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2022/2023


LAPORAN PENDAHULUAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN (ALAT
PEMADAM API RINGAN)

A. Pengertian Kebakaran
Kebakaran merupakan suatu bencana yang di akibatkan oleh adanya api. Yang mana
bencana kebakaran tersebut pastinya menimbulkan kerugian.
B. Klasifikasi Kebakaran
1. Kebakaran Kelas A adalah kebakaran yang disebabkan oleh benda padat yang
mudah terbakar seperti kayu, kain, kertas, atau plastik.
2. Kebakaran Kelas B adalah kebakaran yang disebabkan oleh benda cair atau gas yang
mudah terbakar seperti bensin, cat, thinner, gas LPG, dan gas LNG.
3. Kebakaran Kelas C adalah kebakaran yang disebabkan oleh penggunaan komponen
elektrik (listrik) seperti televisi, kulkas, instalasi listrik, dan lain sebagainya.
4. Kebakaran Kelas D adalah kebakaran yang disebabkan oleh benda metal yang
mudah terbakar seperti potassium, sodium, aluminium, dan magnesium
C. Jenis-jenis Kebakaran
a. Kelas A : Kebakaran yang terjadi pada benda padat kecuali logam (Kayu, arang,
kertas, plastik, karet, kain dan lain-lain). Kebakaran kelas A dapat dipadamkan
dengan air, pasir/tanah, APAR dry chemical, APAR foam, dan APAR HCFC.
b. Kelas B : Kebakaran yang terjadi pada benda cair dan/atau gas (bensin, solar,
minyak tanah, aspal, alkohol, elpiji, dan sebagainya). Kebakaran kelas B dapat
dipadamkan dengan pasir/tanah (untuk area kebakaran yang kecil), APAR dry
chemical, APAR CO2, APAR foam, dan APAR HFCF. Air tidak boleh
dipergunakan! Cairan yang terbakar akan terbawa aliran air dan menyebar.
c. Kelas C : Kebakaran yang terjadi pada peralatan listrik bertegangan. Kebakaran
kelas ini biasanya terjadi akibat korsleting listrik sehingga menimbulkan percikan
api yang membakar benda-benda di sekitarnya. Air tidak boleh digunakan. Air
adalah konduktor (penghantar listrik) dan akan menyebabkan orang-orang yang
berada di area tersebut tersengat listrik. Kebakaran kelas C dapat dipadamkan
dengan APAR dry chemical, APAR CO2, dan APAR HCFC.
d. Kelas D : Kebakaran yang terjadi pada bahan logam (magnesium, almunium,
kalium, dan sebagainya). Kebakaran kelas ini sangat berbahaya dan hanya dapat
dipadamkan dengan APAR sodium chloride dry powder. Air dan APAR berbahan
baku air sebaiknya tidak digunakan, karena pada kebakaran jenis logam tertentu air
akan menyebabkan terjadinya reaksi ledakan.

D. Pengertian APAR
APAR (Alat Pemadam Api Ringan) atau fire extinguisher adalah alat yang
digunakan untuk memadamkan api atau mengendalikan kebakaran kecil. Alat
Pemadam Api Ringan (APAR) pada umumnya berbentuk tabung yang diisikan dengan
bahan pemadam api yang bertekanan tinggi. Dalam hal Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3), APAR merupakan peralatan wajib yang harus dilengkapi oleh setiap
Perusahaan dalam mencegah terjadinya kebakaran yang dapat mengancam keselamatan
pekerja dan asset perusahaannya.

E. Jenis APAR
1. Air
Sifat air dalam memadamkan kebakaran adalah secara fisik mengambil panas
(cooling) dan sangat tepat untuk memadamkan bahan padat (kelas A).
2. Busa
Busa digunakan untuk memadamkan kebakaran kelas A dan B Busa memadamkan
api melalui kombinasi tiga aksi pemadaman yaitu menutupi, melemahkan dan
mendinginkan.
 Menutupi yaitu membuat selimut busa di atas bahan yang terbakar, sehingga
kontak dengan oksigen (udara) terputus
 Melemahkan yaitu mencegah penguapan cairan yang mudah terbakar
 Mendinginkan yaitu menyerap kalori cairan yang mudah terbakar sehingga
suhunya turun
3. Serbuk kimia kering
 Ammonium hydro phosphat dapat digunakan untuk memadamkan kebakaran
golongan A, B dan C
 Natrium bikarbonat dapat dipergunakan untuk memadamkan kebakaran golongan
B dan C
 Kalsium bikarbonat dapat dipergunakan untuk memadamkan kebakaran golongan
B dan C
4. Karbon dioksida (CO2)
 Media pemadam api CO2 berupa fase cair bertekanan tinggi
 Prinsip kerja CO2 ialah reaksi dengan O2 sehingga konsentrasinya berkurang dari
21% menjadi sama atau lebih kecil dari 14%. Hal ini disebut pemadaman dengan
cara menutup.
 Media pemadam api CO2 tidak beracun tetapi dapat membuat orang pingsan atau
meninggal karena kekurangan oksigen
 Kelemahan CO2 ialah tidak dapat mencegah terjadinya kebakaran kembali
setelah api padam (reignitasi) karena CO2 tidak dapat mengikat O2 secara terus-
menerus tetapi dapat mengikat O2 sebanding dengan jumlah CO2 yang tersedia
sedang suplai oksigen di sekitar tempat kebakaran terus berlangsung.
5. Halon
 Gas halon bila terkena panas api kebakaran pada suhu sekitar 485 C akan
mengalami proses penguraian
 Zat-zat yang dihasilkan dari proses penguraian tersebut akan mengikat unsur
hidrogen dan oksigen (O2) dari udara. Karena sifat zat baru tersebut beracun
maka cukup membahayakan terhadap manusia.
 Pada saat tejadi kebakaran, apabila digunakan halon untuk memadamkan api
maka seluruh penghuni harus meninggalkan ruangan kecuali bagi yang sudah
mengetahui betul cara penggunaannya
 Jenis gas halon yang dapat digunakan sebagai alat pemadam adalah halon 1301
(BTM) dan halon 1211 (BCF)

 Halon 1301 (BTM – CBrF3) dengan konsentrasi 4% digunakan untuk


pencegahan kebakaran terhadap alat-alat elektronik

F. Lokasi Penempatan APAR


1) Jarak jangkauan maksimum antar APAR adalah 15 m
2) Penempatan APAR di luar ruangan dengan menggunakan box penyimpanan.
3) Tinggi pemasangan maksimum APAR adalah 1,2 m dari dasar lantai, kecuali CO2
dan Dry Chemical dapat ditempatkan lebih rendah dengan syarat >15cm
4) Memberi penandaan pada APAR dengan tinggi 125 cm dari dasar lantai tepat di atas
APAR.
5) APAR dipasang ditempat yang mudah dilihat, dijangkau, dan mudah untuk
digunakan.
6) Lemari atau peti (box) dapat dikunci dengan syarat bagian depannya diberi kaca
aman (safety glass) dengan tebal maximum 2 mm.

G. Tata cara (prosedur) penggunaan APAR


1) Tarik/Lepas Pin pengunci tuas APAR/ Tabung Pemadam
2) Arahkan selang ke titik pusat api
3) Tekan tuas untuk mengeluarkan isi APAR/ Tabung Pemadam
DAFTAR PUSTAKA

Suhariono. (2019). Pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Rumah Sakit.
Jawa Timur: Uwais Inspirasi Indonesia.
LAPORAN HASIL IDENTIFIKASI HAZARD, ANALISIS SWOT, PLANNING
OF ACTION, DOKUMENTASI FOTO HASIL IDENTIFIKASI

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA RUMAH SAKIT


HASIL IDENTIFIKASI HAZARD RUANG FISIOTERAPI
DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG

Tugas pada Mata Kuliah Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Program Studi Ilmu Keperawatan Semester VII

Dosen Pembimbing
Ns. Romliyadi, S.Kep., M.Kes., M.Kep

Disusun Oleh
Uztazhar Anuggrah
19.14201.30.17

PROGRAM STUDI ILMUKEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA
PALEMBANG
2022/2023
CEKLIST IDENTIFIKASI HAZARD
PENGALAMAN BELAJAR KLINIK
PROGRAM STUDI ILMU
KEPERAWATAN STIK BINA HUSADA
PALEMBANG TAHUN AKADEMIK
2022/2023

I. DATA UMUM
Nama Ruangan : Ruang Fisioterapi
Denah Tempat Kerja :

3 11 11 3 3 11

9 10
8

3
5
1
4

2
2

Keterangan :

1. Pintu
2. Kursi Tunggu Pasien
3. Ruang Tindakan (Brankar)
4. Ruang Dokter
5. Kotak Sampah
6. Wastafel
7. Galon/Air Minum
8. Meja Pegawai
9. Meja Alat Fisioterapi
10. Lemari
11. Alat Fisioterapi

Data Pegawai:

Jumlah : 3 Orang

Jenis Kelamin : 1 Orang Wanita


1 Orang Wanita
(Magang) 1 Orang Laki-
Laki

Hari Kerja : Senin sampai sabtu


Jam Kerja / Shift kerja : 08.00 – 14.00 WIB
Lain-Lain :-
II. PROSES KERJA PROSEDUR KERJA : (Dalam bentuk skema/bagan)
a. Proses /prosedur dan fungsi ruang di tempat kerja

PASIEN

PENDAFTARAN

PASIEN LAMA PASIEN BARU

RUANG TUNGGU

ASSESMENT
RUANG
TINDAKAN

BPJS UMUM

KASIR
PULANG

1. Ruang pendaftaran ruangan : fungsinya memberikan pelayanan berupa proses


pencatatan pasien yang datang untuk mendapatkan pelayanan di rumah sakit
serta Penyedia dokumen rekam medis baru untuk pasien baru. Penyedia
dokumen rekam medis lama untuk pasien lama melalui bagian filing.
Penyimpan dan pengguna KIUP. Pendistribusi dokumen rekam medis untuk
pelayanan rawat jalan.

2. Ruang tunggu : suatu ruang yang berfungsi sebagai penerima pengunjung


Instalasi rawat jalan yang baru datang dan juga sebagai penghantar
pengunjung yang akan meninggalkan Instalasi rawat jalan.

3. Fungsi ruang tindakan fisioterapi : tempat pelayanan kesehatan untuk


mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi organ tubuh
dengan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik,
elektroterapi, mekanis), dan pelatihan.

4. Fungsi ruang kasir di rumah sakit : tempat membayar semua tagihan RS


kepada supplier maupun mitra baik tunai maupun nontunai.

b. Macam kerja / cara kerja :


Tindakan terapi pada pasien untuk membantu menggerakkan, memijat, dan
memanipulasi jaringan tubuh yang terganggu.

III. FASILITAS KESEHATAN


1. Tempat Sampah : Ada
- Pemisahan limbah padat, cair dan infeksius di RS yaitu Tidak, hanya ada
sampah non medis
2. Kamar Mandi : Tidak
3. Tempat Istirahat : Tidak
4. Tempat Cuci Tangan / wastafel : Ada, Jumlah 1
- Ketersediaan hasil : Cukup
- Kebersihan : Cukup

IV. FASILITAS / ALAT K3 : Ada


APAR :-
APD : Masker dan handscoon
Kotak P3K :-
V. IDENTIFIKASI PENILAIAN TINGKAT RESIKO DAN
PERENCANAANPENGENDALIAN K3 RUMAH SAKIT
Unit Bagian : Ruang Fisioterapi

No Identifikasi Resiko yang Tingkat Upaya Rekomendasi


Hazard ditimbulkan Resiko pengendalian Tupen Tupan
yang telah
dilakukan
1 Fisik - Terkena RxD Bekerja sesuai Terhindar dari Dengan
- Radiasi dari penyakit 3x2=6 SOP, memakai Penyakit Akibat memakai
alat fisioterapi Sedang APD (kacamata Kerja APD lengkap
- Suhu (panas) fisioterapi) (kacamata
karena alat / - Kebakaran RxD fisioterapi)
listrik 3x2=6 Pemeliharaan Memonitoring agar pegawai
Sedang listrik, dan suhu alat yang tidak terkena
pemeliharaan rutin disebabkan atau terpapar
serta kalibrasi alat listrik agar radiasi
terhindar dari
penyakit Dengan
adanya
pemeliharaan
rutin dan
kalibrasi
2 Biologi - Menularkan RxD Bekerja sesuai Mewajibkan Membuat
- Infeksi penyakit dari 4x3=12 SOP, cuci seluruh pegawai tanda-tanda
nosokomial pasien dari Tinggi tangan dan di ruangan agar wajib pakai
pegawai, dari desinfektan memakai APD APD di setiap
pasien ke tempat sebelum pada saat ruangan
pasien memanggil tindakan dan
pasien melakukan cuci
tangan sebelum
dan setelah
tindakan

3 Kimia - Mudah terbakar RxD Penyimpanan Menyediakan Menganjur


- Handrub yang /kebakaran 3x1=3 B3 tempat tempat khusus kan rumah
berlebihan Rendah khusus dan agar tidak sakit agar
berlabel menyebabkan menyedia
kebakaran kan tempat
khusus dan
berlabel B3
4 Ergonomi - Muskuloskl RxD Posisi bekerja Terhindar dari Tercapainya
- Posisi petugas etal disorder 4x3=12 sesuai SOP dan Penyakit Akibat keserasian
janggal saat Tinggi ketersediaan Kerja antara pegawai
menunggu fasilitas memadai dan
pasien pekerjaannya
dan sebaliknya
sehingga
terhindar dari
Penyakit
Akibat Kerja

5 Psikologi - Stress RxD Pengaturan Pengaturan Penambahan


- Beban kerja 4x3=12 jadwal pegawai jadwal pegawai pegawai
Tinggi disesuaikan
agar tidak
menyebabkan
stress pada
pegawai
6 Unsafe - Resiko cedera RxD Menghimbau para Merapikan kabel Agar tidak
condition terkena aliran 3x2=6 pegawai berhati- sesuai tempatnya terjadi
- Kabel yang listrik pada Sedang hati saat bekerja kecelakaan
terletak tidak pegawai yang serta merapikan akibat kerja
sesuai bekerja di kabel yang tidak
tempatnya ruangan sesuai tempatnya Bekerja secara
- Ruangan kecil - Resiko jatuh rileks dan tidak Beri jarak
sehingga jarak tersandung RxD ada cidera antar
Belum ada upaya
antar ruang 3x2=6 pada saat brankar agar
akibat ruang pengendalian yang bekerja.
fisioterapi Sedang tidak terjadi
fisioterapi satu dilakukan
1,2,3 terlalu kecelakaan
dekat sama lain yang
akibat kerja.
terlalu dekat

7 Unsafe - Cedera tertular RxD Memonitor Tidak tertular Tidak


action penyakit 4x3=12 pegawai untuk dari penyakit tertularnya
- Tidak Tinggi membuang penyakit
memilah sampah sesuai
antara sampah jenis dan tempat
medis dan non yang tersedia
medis
VI. ALAT PERLINDUNGAN DIRI
1. Jenis APD yang ada di tempat kerja

✔ Sarung tangan Kaca mata

✔ Masker Lain-lain -

Apron
2. Pegawai yang menggunakan APD ketika kerja? (uraikan secara umum)

✔ Ya Selalu dipakai Kadang-kadang

Tidak : Alasan -

VII. SIKAP KERJA

1. Posisi postur tubuh dalam kerja (uraikan secara umum jenis pekerjaan)

a. Duduk : Menungu pasien

b. Berdiri : Memeriksa kondisi pasien dan memberikan terapi pada pasien

2. Kesesuaian antara posisi tubuh dengan alat kerja (uraikan secara rinci
untuk setiap posisi tubuh)

= Posisinya sesuai SOP seperti tempat brankar, meja menunggu pasien


karena jika tempatnya tinggi maka pegawai akan sedikit kesusahan dalam
melakukan tindakan.
3. Keluhan yang dirasakan selama kerja = Tidak ada

4. lain-lain

VIII. PEMELIHARAAN ALAT DAN ALAT BANTU KERJA


Kursi roda ✔
Brancard Dll -
Tempat tidur
✔ Troly Oksigen
Kesimpulan dan saran :
a) Kesimpulan : masih kurangnya pegawai dalam memperhatikan penggunaan APD
yang sudah sesuai SOP, padahal penggunaan APD sangat penting dikarenakan agar
terhindar dari infeksi virus atau bakteri yang ada di sekitar.
b) Saran : sebaiknya lebih memperhatikan SOP untuk memakai APD dengan lengkap
untuk mencegah terjadinya infeksi virus atau bakteri yang ada didalam tubuh.
DATA UMUM RUMAH SAKIT

1. Nama Rumah Sakit : RS Muhammadiyah Palembang


2. Alamat Rumah Sakit : Jl. Jendral Ahmad Yani Kel.13 Ulu Kec. SU 1 Palembang
3. Jumlah Tenaga Kerja :
- Karyawan Tetap : Dokter Umum : 19 Orang
Dokter Spesialis : 52 Orang
Perawat : 171 Orang
- Karyawan tidak tetap : Dokter Umum................................Orang
Dokter Spesialis.............................Orang
Perawat..........................................Orang
4. Kapasitas Perawatan :
- Jumlah ruang rawat : 8 Ruangan
- Jumlah tempat tidur : 215 Tempat tidur
PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT

Nama Rumah Sakit : RS MUHAMMADIYAH PALEMBANG


Unit Bagian : FISIOTERAPI
Tanggal Pemeriksaan : 13 Oktober 2022

Jenis limbah : Domestik


I. Limbah infeksius, cair dan
Sumber Limbah : Limbah padat dan limbah cair

1. Sumber Limbah : Limbah padat (masker bekas, dan Handscoon),


Limbah cair ( Buangan air wastafel).
2. Lokasi Sumber : Fisioterapi
3. Perkiraan jumlah limbah : 2 kg/hari
4. Penggolongan limbah yang sedang / telah dilakukan :

a. Cara pengumpulan :

1. Limbah padat pengumpulan nya di masukkan di satu tempat kotak


sampah.

2. Limbah cair di alirkan dan di kelompokkan sesuai dengan tingkat dan


jenis aktivitasnya serta dalam pembuangan ditentukan factor- factor
tersebut.

b. Cara penyimpanan limbah :

1. Limbah padat dengan cara semua tempat penampungan limbah harus


diberi tanda yang jelas.

2. Limbah cair cara penyimpanan nya dengan cara lokasi penyimpangan


limbah cair harus bebas banjir dan tidak rawan bencana alam.

c. Cara Pembuangan /pengolahan :

1. Limbah padat dengan cara penimbunan terbuka, insenerasi, daur ulang.

2. Limbah cair dengan cara


- Pengelolahan primer dengan proses penyaringan, pengolahan awal,
pengendapan dan pengapungan.

- Pengelolahan sekunder dengan menggunakan mikroorganisme untuk


menguraikan bahan.

- Pengelolahan tersier (khusus).

5. Upaya / saran peningkatan/ penyempurnaan pengelolaan limbah

Melakukan sosialisasi dan pelatihan secara rutin terkait SOP pengelolaan limbah,
semua petugas melakukan tindakan medis untuk menumbuhkan dan meningkatkan
kesadaran terhadap pentingnya pengelolaan limbah yang baik dan benar, sehingga
tidak membahayakan manusia dan lingkungan sekitar.
PENGENDALIAN KEBAKARAN

Nama Rumah Sakit : RS MUHAMMADIYAH PALEMBANG


Unit Kerja / Bagian : APAR
Tanggal Pemeriksaan : 13 Oktober 2022

Kondisi fisik / faktor penyebab kebakaran


1. Kondisi bangunan / ruangan : ✔ Permanen

Semi Permanen
Jumlah tenaga kerja per unit kerja
(4 Unit kerja )
Jumlah pasien (untuk ruang rawat di.............)

2. Catu Daya : PLN, Daya 50 KvA

Gen set, kapasitas 350 KvA

UPS Ada ✔ Tidak Ada


,

Jumlah : -
3. Kondisi Instalasi Listrik Peralatan listrik :
Suplay dari Genset di ruangan ✔
Ada, Tidak ada
:

4. Akses Evakuasi Penyelamatan Kebakaran : ✔ Ada


Tidak ada
Ada tidak memadai

5. Lokasi evakuasi ✔ Ada Tidak ada


:
Keterangan : -.
6. Jalan Darurat
✔ Ada Tidak ada
:
II. Alat Pemadam Kebakaran :
1. APAR
Jenis : Ada 3 ( Powder, Cairan, Busa)
Jumlah : 50 titik
Penempatan : Disetiap ruangan
2. Alarm ✔
: Ada Tidak ada

3. Sprinkler Ada Tidak ada
: Ada Tidak ada
4. Hydrant ✔ Ada Tidak ada
:
5. Smoke Dektetor ✔

Kebakaran

III. Team Khusus pengendalian kebakaran : ✔ Ada Tidak ada


Pelatihan : Ada
IV. Saran : Tidak ada
ANALISIS SWOT K3 KEPERAWATAN

Ruang : Fisioterapi

Strength Weakness Opportunity Threatness


(Kekuatan) (Kelemahan) (Kesempatan) (Ancaman)
1. Ruangan 1. Jumlah 1. Merencanakan 1. Pendanaan dari
sendiri tenaga kerja dan pusat
2. Tersedia sarana sedikit melakukan mengakibatkan
dan prasarana 2. Tidak perbaikan ruangan tidak
3. Struktur dan tersedianya untuk mampu
organisasi APAR mencegah melakukan
terstruktur 3. Masih terjadinya pengembangan
4. Adanya CI kurangnya Kecelakaan secara
yang kepatuhan Akibat Kerja operasional
mengkoordinir dalam
mahasiswa menggunakan
yang sedang APD lengkap
Praktek Belajar 4. Kotak
Lapangan sampah hanya
5. Terdapat ada satu,
petunjuk teknik yakni kotak
cuci tangan sampah non
yang benar medis
yang diletakkan 5. Tidak
di dekat tempat tersedianya
desinfektan WC
untuk cuci
tangan di
ruangan
fisioterapi
PLANNING OF ACTION (POA)

No Data Temuan Masalah Tujuan Perencanaan Metode Sasaran Implementasi Waktu PJ


Radiasi Terkena Dapat Terhindari Edukasi Tenaga
Hazard
1 dari alat penyakit menghinda dari Penyakit Kerja
Fisik
fisioterapi ri serta Akibat Kerja Fisioterapi
melindungi
mata dari
paparan
radiasi
Suhu Kebakaran Agar Memonitoring Edukasi Tenaga
(panas) terhindar suhu alat yang Kerja
karena alat dari disebabkan Fisioterapi
/ listrik kebakaran listrik agar
yang terhindar dari
disebabkan penyakit
oleh alat
yang panas
Infeksi Menularkan Agar tidak Mewajibkan Edukasi Tenaga
Hazard nosokomial
2 Biologi penyakit dari tertular seluruh Kerja
pasien ke penyakit pegawai di Fisioterapi
pegawai serta dari pasien ruangan agar
dari pasien ke ke memakai
pasien pegawai, APD pada
pasien ke saat tindakan
pasien dan
melakukan
cuci tangan
sebelum dan
sesudah
tindakan

Handrub Mudah Agar tidak Menyediakan Edukasi Tenaga


Hazard yang
3 berlebihan terbakar/kebaka terjadi tempat khusus Kerja
Kimia
ran kekeliruan agar tidak Fisioterapi
tempat B3 menyebabkan
dan kebakaran
tercegah
dari
kebakaran
Posisi Muskuloskletal Terhindar Tercapainya Edukasi Tenaga
Hazard petugas
4 janggal disorder dari keserasian Kerja
Ergonomi
saat Penyakit antara Fisoterapi
menunggu Akibat pegawai dan
pasien
Kerja pekerjaannya
dan
sebaliknya
sehingga
terhindar dari
Penyakit
Akibat Kerja

Beban kerja Stress Pengaturan Penambahan Edukasi Tenaga


Hazard
5 jadwal pegawai Kerja
Psikologi
pegawai Fisioterapi
disesuaikan
agar tidak
menyebabk
an stress
Unsafe Kabel yang Resiko cedera Merapikan Agar tidak Edukasi Tenaga
6
Condition terletak terkena aliran kabel terjadi Kerja
tidak listrik pada sesuai kecelakaan Fisioterapi
sesuai pegawai yang tempatnya akibat kerja
tempatnya bekerja di
ruangan

-
Ruangan Resiko jatuh Bekerja Beri jarak Edukasi Tenaga
kecil tersandung secara antar ruang Kerja
sehingga akibat ruang rileks dan fisioterapi Fisioterapi
jarak ruang fisioterapi satu tidak ada agar tidak
fisioterapi dengan yang cidera terjadi
lain terlalu pada saat kecelakaan
1,2,3
dekat bekerja. akibat kerja.
terlalu
dekat

Unsafe Tidak Cedera tertular Tidak Tidak Edukasi Tenaga


7
Action memilah penyakit tertular tertularnya Kerja
antara dari penyakit Fisioterapi
sampah penyakit
medis dan
non medis

Mengetahui Palembang, 13 Oktober 2022


Pembimbing Akademik CI Klinik Mahasiswa

Ns. Romliyadi, S.Kep., M.Kes.,M.Kep Ade Irma Hutasuhut, SKM Uztazhar Anuggrah
II. Dokumentasi Foto Hasil Identifikasi

Anda mungkin juga menyukai