Proposal Tentang Sagu
Proposal Tentang Sagu
PENDAHULUAN
Dewasa ini penanganan limbah padat berupa ampas sagu belum dimanfaatkan
secara optimal. Ampas sagu diyakini masih memiliki komposisi senyawa kimia
karbon berupa senyawa selulosa (Flach, 1997). Sehingga sangat mungkin untuk
dijadikan keperluan lain yang lebih bermanfaat. Salah satu upaya yang dilakukan
adalah pengomposan ampas sagu tersebut menjadi pupuk organik.
1
Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari bahan-bahan organik seperti
sisa tumbuhan (ampas sagu) dan hewan yang dibuat melalui proses fermentasi.
Kualitas dari pupuk juga ditentukan dari variasi bahan dan ketersediaan unsur hara
yang diperlukan bagi tanah dan tanaman. Tapi kendala yang dihadapi pada proses
pengomposan yakni lama pengomposan atau waktu yang diperlukan untuk
pengomposan. .
Sistem pengomposan alami memerlukan waktu relatif lebih lama. Tiga bulan
kadang lebih merupakan waktu yang biasanya diperlukan untuk pengomposan bahan-
bahan organik tersebut. Untuk itu perlu dilakukan upaya untuk mempercepat proses
pengomposan tersebut. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan
mikroorganisme seperti penggunaan teknologi EM (Effective Microorganism) yang
ditemukan seorang ahli mikrobiologi bernama Prof. Teruo Higa di Jepang tahun
1980-an. Mikroorganisme efektif adalah suatu kultur campuran berbagai
mikroorganisme yang bermanfaat (terutama bakteri asam laktat,bakteri fotosintesis,
actinomycetes, dan jamur peragian) yang dapat digunakan untuk merubah senyawa
kompleks menjadi bentuk yang lebih sederhana (Myint, 2003) sehingga dapat
mempertinggi kualitas tanah, peningkatan unsur hara dan pertumbuhan serta
peningkatan hasil tanaman pangan dalam sistem pertanian (Higa, 1994). Dengan
bantuan teknologi EM ini, pengomposan akan berjalan lebih cepat.
Kultur EM yang dipasarkan di Indonesia adalah EM-4 dengan komposisi
mikroba berdasarkan kondisi iklim, yang mendapatkan sinar matahari 12 jam perhari
sepanjang tahun. Sedangkan EM-5 adalah turunan dari larutan EM-4 yang digunakan
untuk biokontrol tanaman (Kato dkk, 2004).
Karmiani (2007) dari kelompok Bokashi UR juga telah membuktikan bahwa
ketersedian unsur-unsur hara (N, P, K dan rasio C/N) pada pupuk organik yang
difermentasikan dengan teknologi EM memberikan hasil yang tinggi dan mendekati
rasio C/N tanah. Hal ini menandakan bahwa penggunaan teknologi EM untuk
pengomposan bahan-bahan organik dapat mencukupi unsur hara bagi peremajaan
tanah dan tanaman.
2
Pada penelitian ini akan diuji pengaruh penambahan EM-4 (efektif
mikroorganisme) pada pembuatan kompos dari ampas sagu yang dikombinasikan
dengan bahan-bahan organik lain melalui tersedianya unsur-unsur hara N, P, K serta
menguraikan senyawa organik, melalui analisis C/N.
Pada penelitian limbah ampas sagu akan diolah menjadi kompos yang
dicampur dengan kotoran ayam serta serbuk kayu yang difermentasikan dengan
EM-4 dan EM-5 sebagai starternya. Kualitas dari kompos akan di uji mulai hari 0, 5,
10, 15, dan 20 hari hasil fermentasi terhadap parameter N, P, K dan rasio C/N.
Pengukuran kadar Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Rasio C/N dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometer sedangkan Kalium (K) dengan flame fotometer.
3
1.4 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksankan dengan pembuatan kompos di saung (area
perkebunan Komppos UR), dan analisis ketersediaan unsur hara di Laboratorium
Analitik dan Laboratorium Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Riau. Penelitian ini dilakukan lebih kurang 6 bulan.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sagu
Sagu sebagai bahan makanan sudah lama dikenal oleh sebagian besar
masayrakat Indonesia, Semula penduduk Maluku mengkonsumsi sagu sebagai
makanan pokok. Pada tahun 1978 hanya sekitar 59% penduduk Maluku yang
makanan pokoknya sagu (Haryanto dan Pangloli,1991). Selain Maluku penduduk
Indonesia yang makanan pokoknya sagu adalah Sulawesi Tenggara, Sulawesi
Selatan, Mentawai, Kepulauan Riau dan penduduk dipulau kecil.
Sagu (Metroxylon spp) yang sebagian besar tumbuh secara alami memiliki
multifungsi bagi kehidupan manusia. Pati yang dikandung dalam batang sagu dapat
digunakan sebagai bahan pangan yang potensial dan dapat juga dimanfaatkan untuk
bahan baku agroindustri. Selain itu tumbuhan sagu dapat berperan sebagai pengaman
lingkungan karena dapat mengabsorbsi emisi gas CO2 yang ditransmisikan dari lahan
rawa dan gambut ke udara. Emisi gas CO2 dan NH4 yang ditransmisikan ke udara
bervariasi dari 25-200mg /m2/jam. (Boss dan Plassche,2003). Adanya tegakan hutan
sagu gas yang ditransmisikan ke udara akan sangat berkurang karena gas CO 2
digunakan untuk fotosintesis.
5
2.2 Limbah Pabrik Sagu
Proses pengolahan sagu menjadi bahan baku siap pakai menghasilkan produk
sampingan berupa limbah cair, padat dan gas yang berasal dari unit pengolahan,
sterilisasi, dan klarifikasi. Limbah cair dari sagu ini berwarna putih kekuningan yang
dihasilkan langsung dari proses pemisahan pati dan kulit ampas yang dialiri ke dalam
wadah tampungan. Lalu dari wadah tampungan langsung difilter dan terbuang ke
sungai. Walaupun sudah disaring dalam beberapa kali, limbah cairan membuat air
sungai tercemar. Berdasarkan pantauan pada tahun 2010 lalu, air sungai sudah
menjadi berwarna lebih gelap daripada biasanya.
Limbah padat terbagi atas dua yakni limbah yang tertinggal di perkebunan dan
limbah hasil produksi yang berada di pabrik sagu. Limbah yang tertinggal di
perkebunan terdiri dari daun-daun sisa dan tunggul. Daun-daun sisa tebangan itu
tidak menjadi masalah karena biasanya jauh dari pemukiman penduduk dan seiring
dengan waktu akan mengalami penguraian. Namun yang menjadi limbah yang
berbahaya yang dapat mencemari sungai adalah ampas sagu yang berasal dari
pengolahan sagu. Ampas sagu ini biasanya langsung dibuang ke sungai tanpa ada
penyaringan lebih lanjut. Dan untuk mengurangi limbah yang terbuang ke sungai
perlu adanya penelitian tentang ampas sagu ini..
Limbah gas berasal dari pembakaran yang berasal dari pabrik sagu. Limbah
ini langsung menyatu dengan udara. Contoh limbah gas yang berasal dari pengolahan
sagu ini adalah gas karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2). Gas ini akan
membuat kita merasa sesak napas ataupun batuk ketika berada di dekat pabrik sagu.
Dampak dari limbah gas yang terlalu lama akan membuat udara sekitar lingkungan
pabrik akan tercemar. Namun dewasa ini pencemaran akibat limbah gas masih bisa
teratasi karena adanya tanaman sagu yang terus ditanam warga atau meregenerisasi
kebun mereka.
6
2.3 Ampas Sagu
Ampas sagu adalah limbah padat yang berasal dari pengolahan sagu. Ampas
sagu ini biasanya dibuang ke dalam sungai tanpa mengalami proses lebih lanjut.
Ampas ini berasal dari sagu yang telah diambil ekstraknya. Penanganan limbah
ampas sagu ini pada kilang Sagu Harapan belum cukup efektif. Mereka hanya
menjemur untuk makanan ternak dan belum ada penelitian tentang ampas sagu ini
dilingkungan kilang tersebut.
Jenis Media
Variabel
M0 M1 M2 M3
Tinggi (cm) 31.8 a 53.1 b 51.8 b 53.9 b
Jumlah daun 23.5 a 50.9 b 52.8 b 51.9 b
Luas daun(cm2) 14.0 a 18.2 b 18.0 b 17.6 b
Bobot kering tajuk
4.0 a 8.9 b 9.6 b 9.6 b
(g)
Bobot kering akar
0.9 a 2.3 b 2.5 b 2.5 b
(g)
Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak
berbeda nyata menurut uji BNJ 5%:M0 : 100% tanah, M1 : tanah : ampas
sagu= 2:1, M2 : tanah : kotoran kambing = 2:1M3 : tanah : ampas sagu :
kotoran ayam = 4:1:1 (sumber Bintoro1996)
7
Dari tabel dapat dilihat bahwa bibit cengkeh yang ditanam di media yang
diberi ampas sagu, kotoran kambing maupun campuran kotoran kambing dengan
ampas sagu akan memberikan hasil yang lebih baik daripada bibit cengkeh yang
ditanam pada media tanah saja. Hal ini diperkuat bahwa kandungan organik bahan –
bahan yang dikombinasikan dengan ampas sagu memberikan unsur hara yang sangat
baik bagi tanaman (Bintoro dan Sudirman, 1996). Bibit cengkeh yang tumbuh di
media yang diberi perlakuan yang tersebut diatas perbedaanya tidak nyata pada
(p<0.05).
Bintoro dan Sudirman 1996 juga melihat waktu dekomposisi ampas sagu yang
dilakukan dengan penambahan kotoran sapi dapat menambah diameter batang.
8
Tabel 3. Pengaruh waktu Dekomposisi (Bintoro dan Sudarman ,1996)
Waktu
Bobot tajuk Bobot akar Jumlah daun
dekomposisi
ampas sagu Segar Kering Segar Kering Saat 4 bulan
9
Mikroorganisme yang terdapat dalam EM terdiri dari 5 golongan besar yaitu:
Bakteri asam laktat menghasilkan asam laktat dan glukosa, selain itu bakteri
asam laktat mempunyai kemampuan untuk menekan pertumbuhan fusarium yang
merupakan mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit dan mematikan
tanaman. Dengan meningkatnya serangan penyakit oleh fusarium mengakibatkan
bertambah banyaknya jumlah cacing yang merugikan secara tiba-tiba. Cacing
tersebut akan hilang secara berangsur-angsur dengan kehadiran asam laktat (Apnan,
1997). Contoh bakteri asam laktat adalah Laktobasillus bulgaricus dan Streptococcus
lactis (Apnan, 2003).
Reaksi perubahan dari glukosa menjadi asam laktat oleh bakteri asam laktat
C6H12O6 bakteriasa
2C 3H6O3
mlaktat
3. Ragi
Ragi dapat menghasilkan zat anti bakteri dan bermanfaat bagi pertumbuhan
tanaman. Ragi yang terdapat dalam EM-4 terdiri dari Aspergillus, Saccharomyces,
Candida, dan Hansenula yang berperan menyederhanakan amilum dan menguraikan
glukosa menjadi alkohol serta bermacam-macam zat organik lainnya. Selain itu
bakteri Acetobacter yang berperan mengubah alkohol menjadi asam cuka. Zat-zat
10
bioaktif seperti hormon dan enzim yang dihasilkan oleh ragi dapat meningkatkan
jumlah sel aktif dan perkembangan akar (Apnan, 2003).
Reaksi perubahan dari glukosa menjadi etanol
C6H12O6 ragi
C2H5OH + CO2
4. Bakteri Actinomycetes
Bakteri Actinomycetes merupakan mikroba heterotropik yang mampu
mendekomposisi bahan organik didalam tanah maupun didalam bahan kompos.
Actinomycetes mampu menembuskan tanah untuk mencari jaringan tanaman yang
telah terdekomposisi. Selain itu, Actinomycetes berperan penting karena mampu
mengurai beberapa jenis senyawa yang tahan terhadap dekomposisi bakteri, seperti
selulosa, hemiselulosa, keratin, kitin, dan asam oksalat (Semangun, 2007).
5. Jamur fermentasi (peragian)
Jamur fermentasi seperti Aspergillus dan Penicillium dapat menguraikan bahan-
bahan organik untuk menghasilkan alkohol, ester, dan zat-zat antimikroba. Zat-zat
inilah yang berfungsi untuk menghilangkan bau dan mencegah serbuan serangga serta
ulat tanah maupun daun yang sifatnya merugikan (Apnan, 1997).
Beberapa pengaruh efektif mikroorganisme yang menguntungkan antara lain:
a. Memperbaiki perkecambahan bunga, buah, dan kematangan hasil tanaman.
b. Memperbaiki lingkungan fisik, kimia, dan biologis tanah serta menekan
pertumbuhan hama dan penyakit tanah.
c. Meningkatkan kapasitas fotosintesis tanaman.
d. Mempercepat perkecambahan dan pertumbuhan tanaman.
e. Mempercepat dekomposisi atau penguraian bahan organik menjadi pupuk.
11
ditambahkan lebih banyak bahan organik yang mengandung obat-obatan, misalnya
bahan organik yang mengandung antioksidan seperti bawang putih, sebelum
digunakan bahan tersebut terlebih dahulu diblender (Hasibuan, 2007). Perawatan
tanaman dengan menggunakan pupuk bokashi dan EM-5 sebagai biokontrol
memperlihatkan kadar fenolik (92,69%) dan flavonoid (85,71%) pada tanaman
bangun-bangun (Suryanti, 2010).
2.6 Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium(K), Karbon(C), dan Rasio C/N
2.6.1 Nitrogen
Nitrogen (N) merupakan unsur hara makro utama yang sangat penting untuk
pertumbuhan tanaman. Nitrogen diserap dalam bentuk ion NO3- atau NH4+ dari tanah.
Kadar nitrogen rata-rata dalam jaringan tanaman berkisar 2-4 % berat kering. Dalam
tanah kadar nitrogen sangat bervariasi tergantung pada keadaan lingkungan seperti
iklim, variasi vegetasi,topografi dan pengolahan tanah (Rosmarkan,2002). Nitrogen
dalam tanah sebagian besar ditemukan dalam bentuk organik. Sedangkan bentuk yang
tersedia bagi tanaman seperti ammonium dan nitrat relative kecil. Unsur Nitrogen
mudah hilang dari tanah yang disebabkan oleh penyerapan tanaman,erosi dan hilang
dalam proses denitrifikasi.
Sumber utama nitrogen berasal dari gas N2 di atmosfir. Kadar gas nitrogen di
atmosfir bumi sekitar 79%. Walaupun jumlahnya sangat besar tetapi nitrogen belum
dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan tingkat tinggi secara langsung, kecuali dalam
bentuk yang tersedia seperti ammonium dan nitrat (Foth,1994). Nitrogen diikat oleh
tanaman dengan berbagai cara seperti yang ditunjukkan oleh gambar:
12
Gambar 1. Siklus nitrogen di udara (sumber: chemistry.org)
1. Aminisasi
Pada proses ini protein akan mengalami perubahan melalui proses enzimatik
yang dilkukan oleh mikroorganisme menjadi senyawa yang lebih sederhana
seperti asam amino.
mikroorgnisme
Protein asam amino + CO2 + energy
2. Amonifikasi
Pada proses ini asam-asam amino akan dimanfaatkan oleh bakteri
heterotrop dan dirubah menjadi ammonium
13
3. Nitrifikasi
Nitrosomonas
NH3 + O2 NO2 + H2O + H+
nitrobacter
NO2 + O2 NO
4. Denitrifikasi
14
Apabila pH dinaikkan lebih tinggi lagi maka bentuk PO2= yang akan dominan dalam
tanah (Rosmarkan,2002).
Siklus fosfor di alam ditunjukkan pada gambar 2. Fosfor dalam tanah dapat
digolongkan menjadi P organik dan P anorganik. P organik berasal dari humus atau
bahan organik lain yang mengalami dekomposisi dan melepaskan P ke tanah.
Sedangkan P anorganik terdapat dalam berbagai ikatan dengan Al, Fe, Ca, dan Mn.
Pada umumnya konsentrasi P anorganik lebih tinggi dari pada P organik.
Ketersediaan P tanah untuk tanaman dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah itu sendiri.
P menjadi tidak tersedia dan tidak larut disebabkan adanya fiksasi dari mineral-
mineral liat dan ion Al, Fe, Mg, ataupun Ca yang banyak larut, membentuk kompleks
yang tidak larut (Lingga,2003).
Tekstur tanah
pH tanah
Waktu reaksi
Suhu
Kandungan bahan organik
Tanaman membutuhkan fosfor untuk:
15
Gambar 2. Siklus fosfor di alam (Wiliams,2001)
Kalium dalam tanah tidak selalu dalam keadaan tersedia, tapi berubah dari
bentuk yang lambat tersedia menjadi K yang relatif tidak tersedia dan kemudian
menjadi K yang tersedia. (Gambar 3).
16
Hal ini disebabkan K tersedia mengadakan keseimbangan dengan bentuk-
bentuk lainnya dalam tanah. Keseimbangan K dan unsure lain dalam tanah
mempengaruhi kesuburan tanah, karena sifat fisiologis tanaman sering memerlukan K
yang seimbang dengan unsur lain. Misalnya, tekanan turgor tanaman dipengaruhi
oleh kalium dan kalsium (Ca). Disamping itu K sering memiliki sifat berlawanan
dengan unsur lain. Ketidakseimbangan K dengan unsur lain pada tanaman dapat
menyebabkan kekurangan salah satu unsure lain dalam tanaman. (Rosmarkam,2002).
Unsur karbon di tanah sebagian besar berupa karbon organic yang berasal dari
sisa-sisa makhluk hidup baik tanaman dan hewan yang telah mati. Sisa dari bagian
makhluk hidup itu akan mengalami proses dekomposisi oleh berbagai
mikroorganisme tanah sehinggs menghasilkan senyawa anorganik atau mineral
seperti gas karbondioksida, air dan berbagai macam garam yang dapat diserap oleh
tanaman (Sutedjo 1991).
17
(stomata) yang berfungsi membentuk glukosa dan oksigen yang diperlukan oleh
makhluk hidup.
Unsur hara ini berasal dari penguraian senyawa organic didalam tanah yang
dapat diserap oleh tanaman. Perubahan bahan organik selama proses pengomposan
mengakibatkan kadar karbohidarat akan berkurang bahkan hilang, sedangkan unsur N
yang terlarut (amonia) meningkat, oleh karena itu perbandingan C/N akan semakin
semakin rendah dan relatif stabil mendekati C/N tanah (Prihmantoro,2002).
18
2.7.2 Fosfor (P)
Reaksi lengkap:
19
2.7.4 Karbon ( C )
Kadar karbon ditentukan dalam bentuk karbon organik yang digunakan untuk
menentukan nilai ratio C/N pada pupuk organik dari ampas sagu tersebut. Peranan
karbon organik pada penelitian ini ditentukan berdasarkan metode spektrofotometer
sinar tampak, metode spektrofotometer sinar tampak inilah didasarkan pada
penyerapan energi radiasi oleh zat tersebut. Jumlah foton yang diserap sebanding
dengan konsentrasi atau jumlah atom, ion atau molekul dan tebal larutan yang
menyerap (hukum Lambert-Beer).
20
ditampung dengan erlenmeyer yang berisi asam borat sehingga akan terbentuk
ammonium borat. Ammonium borat dengan penambahan indikator campuran metilen
red-bromocresol green dititrasi dengan asam sulfat yang terpakai (Menon,1979).
Secara kimia:
Hubungan antara energy yang diserap dan panjang gelombang sesuai dengan
persamaan berikut:
E = h µ = hc / λ
Keterangan :
21
Senyawa yang diukur akan menyerap sinar pada panjang gelombang tertentu/
Banyaknya sinar yang diserao sebanding dengan konsentrasi larutan yang dilalui. Hal
ini merupakan hokum Lambert-Beer yang dapat dilihat pada gambar berikut. :
Po b P
Gambar diatas memperlihatkan intensitas sinar sebelum (Po) dan sesudah (P)
melewati larutan dengan ketebalan b cm dan konsentrasi zat penyerap (pengabsorbsi)
yaitu kurangnya intensitas sinar dari Po ke P. Transmitan (T) merupakan bagian dari
sinar yang diteruskan melalui larutan sehingga didapat hubungan :
T= P/P0
A = a.b.c = c.b a
Dimana : A = Absorbansi
a = Absorpsivitas jika c =g/L
b = Ketebalan atau panjang jalan sinar dalam posisi atom (cm)
c = konsentrasi atom-atom (mol.L)
ε = Absorpsitas molar jika c= mol/L
22
2.8.2 Sistem Instrumen Spektrofotometer
Diagram peralatan spektrofotometer dapat digambarkan sebagai berikut;
Amplifier
Pembacaan
Sumber radiasi
Sumber radiasi yang baik untuk mengukur serapan adalah sumber yang
memancarkan sinar dan menghasilkan spektrum yang kontinyu dengan intensitas
tinggi dan merata pada daerah panjang gelombang optimum. Sumber radiasi untuk
daerah sinar tampak yang digunakan adalah lampu tungsten atau wolfram. Kelebihan
lampu wolfram ini adalah energi radiasi yang dibebaskan tidak bervariasi pada
berbagai panjang gelombang. Untuk memperoleh tegangan yang stabil dapat
digunakan stabilizer. Jika tegangan tidak stabil maka akan didapatkan energi yang
bervariasi. Untuk mengkompensasikan hal ini maka dilakukan pengukuran transmitan
larutan sampel yang disertai dengan larutan standar (Sastrohamidjojdo, 2001).
Monokromator
Monokromator berfungsi untuk menguraikan radiasi polikromatik menjadi
monokromatik. Alat yang biasa digunakan dapat berupa prisma atau grating. Untuk
mengarahkan sinar monokromatik yang diinginkan dari hasil pengukuran ini dapat
digunakan celah atau dapat dilakukan dengan cara memutar prisma dan grating
sehingga sinar yang diteruskan hanya pada warna dan panjang gelombang tertentu.
23
Kuvet
Kuvet merupakan tempat sampel yang akan dianalisa. Pada spektrofotometer
UV biasanya digunakan kuvet yang terbuat kuarsa, sedangkan untuk
spektrofotometer sinar tampak digunakan sel gelas, silika atau plastik. Sel absorbsi
(kuvet) yang digunakan biasanya berukuran 1 cm dengan bentuk persegi atau silinder.
Sel yang baik adalah kuarsa yang seragam.
Detektor
Peranan detektor adalah dapat memberikan respon terhadap sinar pada
berbagai panjang gelombang tertentu, dengan mengubah energi sinar menajadi isyarat
listrik.
Syarat-syarat detektor yang baik adalah:
• Detektor harus memiliki sensitifitas tinggi
• Waktu respon pendek
• Stabilitas dalam jangka waktu yang panjang untuk menjamin respon secara
kuantitatif
• Sinyal elektronik yang dihasilkan mudah diperkuat pada amplifier.
Detektor yang digunakan pada spektrofotometer UV dan sinar tampak disebut
detektor fotolistrik (Sastrohamidjojdo, 2001). Namun untuk mendapatkan sensitifitas
yang lebih tinggi dapat digunakan detektor tabung pengganda foton (photomultiplier
tube). Detektor ini memiliki sederetan elektroda-elektroda yang potensial positifnya
semakin meningkat. Prinsip kerja detektor ini yaitu dengan adanya penembakan
elektron pada suatu elektroda maka akan membebaskan elektron yang selanjutnya
dipercepat untuk melakukan penembakan pada elektroda kedua. Dengan demikian
pada elektroda kedua ini akan dilepaskan elektron lebih banyak dari pada elektroda
pertama. Kejadian ini terus berlanjut sampai pada elektroda terakhir, sehingga
didapatkan sinyal yang cukup besar untuk selanjutnya diteruskan ke unit penguat
(Day dan Underwood, 1990).
Amplifier
Sinyal listrik yang dihasilkan pada detektor harus diperkuat dengan amplifier
agar dapat memudahkan pembacaan. Agar dihasilkan sinyal yang kuat biasanya
24
sebuah voltmeter dipasang paralel dengan sebuah resistor yang memiliki resistansi
besar. Dengan demikian hambatan menjadi kecil, dan arus yang dialirkan juga
meningkat. Adanya peningkatan arus ini maka dapat menggerakkan jarum pada
sistem analog atau menampilkan angka pada sistem digital (Day dan Underwood,
1990).
Pembacaan
Sinyal yang telah diperkuat oleh amplifier untuk memudahkan pembacaan
masuk kedalam rekorder sehingga mampu menggerakkan jarum pada sistem analog
atau digital Liquid Crystal Display (LCD), sehingga nilai absorbansi dapat di baca.
Panjang gelombang sinar yang dipancarkan dapat dipisahkan dari nyala yang
lainnya dengan suatu filter optik yang intensitasnya dideteksi dengan fotodetektor.
25
Intensitas yang dipancarkan sebanding lurus dengan konsentrasi larutan sehingga
didapat persamaan :
I = kc
Dimana k adalah konstanta, c adalah konsentrasi dan I adalah intensitas ;uhaya
yang dipancarkan.
Komponen-komponen utama yang terpenting dalam fotometer nyala adalah:
• Nebulizer
• Ruang Pembakar
• Filter
• Fotodetektor
• Penguat (Amplifier)
• Read Out
Ruang Pengkabutan
Proses pengkabutan terjadi sewaktu aliran gas elpiji, udara dan sampel memasuki
ruangan pengkabutan, karena adanya tekanan yang mendorong gas-gas ke dalam
ruangan ini melalui suatu kapiler. Pada bagian ini larutan sampel diubah menjadi
aerosol yang tercampur dengan gas dan terbawa ke nyala.
26
Nyala
Sampel dalam bentuk aerosol yang terbawa gas ke nyala akan menyerap
energi sehingga elektron terluar dari atom tersebut akan mengalami eksitasi ke
tingkat energi lebih tinggi. Keadaan ini merupakan keadaan tidak stabil, sehingga
untuk mencapai kestabilan maka elektron tersebut harus kembali ke keadaan dasar
(ground state) dengan cara memancarkan energi dalam bentuk radiasi sinar yang
dihasilkan akan menuju filter.
Filter Optik
Radiasi (emisi) sinar yang dipancarkan oleh setiap atom memilki panjang λ
tertentu. Maka untuk memisahkan radiasi sinar antara suatu atom dan yang lainnya
digunakan filter khusus untuk atom tertentu. Dengan adanya filter tersebut maka
radiasi sinar yang diteruskan ke detektor hanya radiasi sinar yang dihasilkan dari satu
jenis atom tertentu saja.
Fotodetektor
Detektor yang dapat dignnakan adalah vakum photo tube. Detektor berfungsi
merubah sinyal elektromagnetik menjadi sinyal listrik. Pada fotometer nyala biasanya
digunakan foto detektor. Namun untuk memperoleh sensitifitas yang lebih tinggi
dapat digunakan detektor pengganda ion (photomultiplier tube).
Penguat (Ampilifier)
Sinyal listrik yang dihasilkan dari detektor diperkuat pada amplifier untuk
memudahkan pembacaan. Dengan adanya peningkatan intensitas sinyal tersebut maka
dapat menggerakkan jarum pada sistem analog atau menampilkan angka pada sistem
digital atau digital Liquid Crystal Display (LCD).
Recorder (Read-Out)
Sinyal yang telah diperkuat oleh amplifier diteruskan kedalam rekorder
sehingga mampu menggerakkan jarum pada sistem analog atau digital Liquid Display
(LCD), sehingga nilai emisi dari pancaran radiasi sinar suatu atom dapat dibaca.
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
28
3.2 Rancangan Tahapan Kerja
29
Perlakuan 1, bahan dasar difermentasi dengan EM 4. Perlakuan 2, bahan dasar
difermentasi dengan EM 5 dan perlakuan 3 adalah kontrol yang menggunakan air.
30
PERSIAPAN BAHAN DASAR PUPUK dengan
PERBANDINGAN 1 :1 : 2
AS + KA + SG + EM 4 AS + KA +SG + AIR AS + KA + SG + EM 5
SUMUR
4 Kg 4 Kg 4 Kg 4 Kg 4 Kg 4 Kg 4 Kg 4 Kg 4 Kg
ANALISIS SAMPEL
Keterangan :
AS = Ampas Sagu
KA= Kotoran ayam
SG = Serbuk Gergaji
31
3.3.2 Analsis Kandungan Air (Sudarmadji,1976)
Cawan penguap atau crussible dimasukkan kedalam oven pada temperatur ±
110°C selama 2 jam, setelah itu didinginkan dalam desikator selama 45 menit. Cawan
tersebut ditimbang menggunakan timbangan analitis dengan kepekaan 0,1 mg hingga
konstan dan catat berat cawan kosong (A gram).
Cawan yang sudah diketahui beratnya diisi dengan 10 gram sampel dan
ditempatkan kedalam oven pada temperatur ± 110°C selama 2 jam, setelah
dipanaskan selama 2 jam, cawan didinginkan di dalam desikator selama 45 menit,
dan ditimbang dengan menggunakan timbangan analitis dengan .kepekaan 0,1 mg,
hingga konstan dan catat berat cawan berisi sampel (B gram). rumus yang dicari:
% kandungan air = ((B-A)/10)) x 100%
32
3.3.3.3 Penentuan Kestabilan Warna
Larutan standar N-nitrat (5 mL)dengan konsentrasi 10 ppm diambil untuk
dijadikan larutan standar 2 ppm. Larutan yang telah diencerkan di letakkan pada
cawan sambil diuapkan pada suhu yang tidak lebih dari 70 C. Setelah volume pada
cawan berkurang, dicampurkan 0,5 mL asam fenol disulfonat dan dituangkan
akuades (5 mL), NH4OH 25% (1,75 mL) dan diencerkan dengan akuades sampai
25 mL dalam labu ukur. Larutan standar N-nitrat 2 ppm dituang dalam kuvet dan
dianalisa dengan spektronik pada panjang gelombang 405 nm setiap interval 5 menit
selama 1 jam. Interval kestabilan warna diperoleh berdasarkan nilai absorbansi stabil
yang dihasilkan.
33
3.3.4 Penentuan P-ortofosfat (Sudjadi,1971)
34
dalam labu ukur 25 ml. Reagen pereaksi campuran fosfat ditambahkan sebanyak
5 ml, larutan standar tersebut diencerkan dengan air suling sampai tanda batas, diaduk
dan dibiarkan proses reaksi berlangsung selama 35 menit, hal yang sama dilakukan
untuk blanko, nilai absorbansi diukur pada panjang gelombang 695 nm, dan dibuat
kurva kalibrasi standar antara konscntrasi dengan absorbansi yang diperoleh.
35
3.3.5.3 Pengukuran Emisi Larutan Sampel
5 ml ekstrak sampel dipipet, dimasukkan kedalam labu ukur 10 ml lalu
ditambahkan 5 ml akuades dan dikocok, nilai emisinya diukur dengan flame
fotometer, kadar kalium dihitung melalui hasil kurva kalibrasi standar, dan dilakukan
pengulangan tiga kali terhadap masing - masing sampel.
36
3.3.6.3 Pengukuran Absorbansi Larutan sampel
Pengukuran serapan larutan sampel dilakukan dengan cara mengoksidasi 0,5
gram sampel yang ditempatkan pada erlenmeyer. Larutan K2Cr207 1N ditambahkan
10 ml dan 20 ml H2SO4 pekat dengan hati-hati. Selanjutnya larutan tersebut tersebut
dikocok dan biarkan selama 30 menit. Larutan BaCl2 0,5 % ditambahkan 100ml
untuk mendapatkan larutan yang jernih dan biarkan semalam. Pengukuran serapan
dilakukan pada panjang gelombang optimum dan kadar karbon dihitung dengan
membandingkan serapan sampel dan standar menggunakan kurva kalibrasi standar.
3.3.7.2 Destilasi
Larutan hasil destruksi yang telah dingin diencerkan dengan 50 ml akuades
dan dipindahkan kelabu destilasi. Untuk mempermudah pemisahan amoniak dari
larutan sampel maka ditambahkan NaOH 40 % hingga larutan bersifat basa.
Penambahan beberapa batu didih dilakukan untuk menghindari terjadinya bumping
pada saat destilasi berlangsung. Destilat ditampung dengan Erlenmeyer yang berisi
5 ml larutan asam borat 4 % dan beberapa tetes indikator campuran (campuran
bromocresol green dan methyl red). Destilat diakhiri jika volume destilat mencapai
50 ml.
3.3.7.3 Titrasi
Destilat selanjutnya dititrasi dengan H2SO4 0,05 N dan dihentikan jika terjadi
perubahan warna dari biru menjadi merah muda, kemudian ditentukan volume H2SO4
37
yang terpakai, sedangkan untuk blanko digunakan akuades. Kadar nitrogen total
dalam sampel ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut :
%= (ml H2SO4 sampel – ml H2SO4 blanko) x NH2SO4 x 0,014 x 100%
Berat Sampel
38