Anda di halaman 1dari 14

AGUNG HARTANTO (07120100084)

Kelainan refraksi adalah kelainan pembiasan sinar oleh media penglihatan yang terdiri
dari kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, atau panjang bola mata, sehingga
bayangan benda dibiaskan tidak tepat di daerah makula lutea tanpa bantuan
akomodasi.

MIOPIA
Miopia atau rabun jauh merupakan suatu keadaan dimana mata mampu melihat obyek
yang dekat, tetapi kabur bila melihat objek-objek yang jauh letaknya. Kata miopia
berasal dari bahasa Yunani yang berarti
memincangkan mata, karena penderita kelainan
ini selalu memincangkan mata dalam usahanya
untuk melihat lebih jelas objek-objek yang jauh
letaknya. Itulah karakteristik utama dari
penderita miopia. Miopia paling banyak
dijumpai pada anak-anak, biasanya ditemukan
pada waktu pemeriksaan skrining di sekolah.
Pada umumnya miopia merupakan kelainan
yang diturunkan oleh orang tuanya sehingga banyak dijumpai pada usia dini sekolah.

Ciri khas dari perkembangan miopia adalah derajat kelainan yang meningkat terus
sampai usia remaja kemudian menurun pada usia dewasa muda. Walaupun agak
jarang, miopia dapat pula disebabkan oleh perubahan kelengkungan kornea atau oleh
kelainan bentuk lensa mata. Karena itu untuk memperoleh gambaran penyebab yang
lebih jelas pada seseorang, riwayat adanya miopia di dalam keluarga perlu di
kemukakan.

Lazimnya miopia terjadi karena memanjangnya sumbu bolamata. Mata yang


penampang seharusnya bulat, akibat proses pemanjangan ini kemudian berbentuk
bulat telur. Selanjutnya, pemanjangan sumbu ini menyebabkan media refraktif sulit
memfokuskan berkas cahaya terfokus di depan retina. Berkas cahaya terfokus didepan

ILMU PENYAKIT MATA 1


AGUNG HARTANTO (07120100084)

retina. Sejalan dengan memanjangnya sumbu bolamata, derajat miopia pun akan
bertambah.

Pada usia anak-anak sampai remaja, proses pemanjangan bola mata dapat merupakan
bagian dari pertumbuhan tubuh. Pertambahan derajat miopia membutuhkan kacamata
yang kiat berat derajat kekuatannya, karena itu pada masa usia dini dianjurkan agar
pemeriksaan diulang setiap 6 bulan pada golongan usia antara 20-40 tahun,
progresivitas miopia akan melambat. Meskipun demikian pertambahannya tetap ada,
terutama pada mereka yang baru mulai
menderita miopia diatas usia 20 tahun.
Miopia dapat dibedakan berdasarkan tingginya
dioptri, yaitu:
 <1 dioptri  miopia sangat ringan
 1-3 dioptri  miopia ringan
 3-6 dioptri  miopia sedang
 6-10 dioptri  miopia tinggi
 >10 dioptri  miopia sangat tinggi

Tatalaksana
Penatalaksanaan miopia masih merupakan kontra diantara dokter mata. Sejauh ini
yang dilakukan adalah mencoba mencari bagaimana mencegah kelainan refraksi pada
anak atau mencegah jangan sampai menjadi parah.
 Kacamata
Koreksi miopia dengan kacamata dapat dilakukan dengan menggunakan lensa
konkaf (cekung/negatif) karena berkas cahaya yang melewati suatu lensa cekung
akan menyebar. Bila permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu tinggi
atau bila bola mata terlalu panjang seperti pada miopia, keadaan ini dapat

ILMU PENYAKIT MATA 2


AGUNG HARTANTO (07120100084)

dinetralisir dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata. Lensa cekung
yang akan mendivergensikan berkas cahaya sebelum masuk ke mata, dengan
demikian fokus bayangan dapat dimundurkan ke arah retina.

Koreksi myopia dengan lensa konkaf


 Lensa kontak
Lensa kontak yang biasanya digunakan ada 2 jenis yaitu, lensa kontak keras yang
terbuat dari bahan plastik polymethacrylate (PMMA) dan lensa kontak lunak
terbuat dari bermacam-macam plastik hydrogen hydroxymethylmethacrylate
(HEMA). Lensa kontak keras secara spesifik diindikasikan untuk koreksi
astigmatisma ireguler, sedangkan lensa kontak lunak digunakan untuk mengobati
gangguan permukaan kornea.
Salah satu indikasi penggunaan lensa kontak adalah untuk koreksi miopia tinggi,
dimana lensa ini menghasilkan kualitas bayangan lebih baik dari kacamata.
Namun komplikasi dari penggunaan lensa kontak dapat mengakibatkan iritasi
kornea, pembentukan pembuluh darah kornea atau melengkungkan permukaan
kornea. Oleh karena itu, harus dilakukan pemeriksaan berkala pada pemakai lensa
kontak.

Koreksi dengan lensa kontak

Komplikasi
 Ablasio retina
Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0D – (- 4,75)D sekitar 1/6662.
Sedangkan pada (- 5) D – (-9,75) D resiko meningkat menjadi 1/1335. Lebih dari
(-10) D resiko ini menjadi 1/148. Dengan kata lain penambahan faktor resiko pada
miopia rendah tiga kali sedangkan miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali.

 Vitreal Liquefaction dan Detachment


Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98% air dan 2%
serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara perlahan-lahan,
namun proses ini akan meningkat pada penderita miopia tinggi. Hal ini

ILMU PENYAKIT MATA 3


AGUNG HARTANTO (07120100084)

berhubungan dengan hilangnya struktur normal kolagen. Pada tahap awal,


penderita akan melihat bayangan-bayangan kecil (floaters). Pada keadaan lanjut,
dapat terjadi kolaps badan vitreus sehingga kehilangan kontak dengan retina.
Keadaan ini nantinya akan beresiko untuk terlepasnya retina dan menyebabkan
kerusakan retina. Vitreus detachment pada miopia tinggi terjadi karena luasnya
volume yang harus diisi akibat memanjangnya bola mata.
 Miopic makulopaty
Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh darah kapiler
pada mata yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga lapang pandang berkurang.
Dapat juga terjadi perdarahan retina dan koroid yang bisa menyebabkan
kurangnya lapangan pandang. Miopia vaskular koroid/degenerasi makular miopik
juga merupakan konsekuensi dari degenerasi makular normal, dan ini disebabkan
oleh pembuluh darah yang abnormal yang tumbuh di bawah sentral retina.
 Glaukoma
Resiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia sedang
4,2%, dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi dikarenakan
stres akomodasi dan konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat penyambung
pada trabekula.
 Skotoma
Komplikasi timbul pada miopia derajat tinggi. Jika terjadi bercak atrofi retina
maka akan timbul skotoma (sering timbul jika daerah makula terkena dan daerah
penglihatan sentral menghilang). Vitreus yang telah mengalami degenerasi dan
mencair berkumpul di muscae volicantes sehingga menimbulkan bayangan lebar
diretina sangat menggangu pasien dan menimbulkan kegelisahan. Bayangan
tersebut cenderung berkembang secara perlahan dan selama itu pasien tidak
pernah menggunakan indera penglihatannya dengan nyaman sampai akhirnya
tidak ada fungsi penglihatan yang tersisa atau sampai terjadi lesi makula berat
atau ablasio retina.

HIPERMETROPIA
Hipermetropi / Rabun dekat adalah keadaan di mana berkas cahaya yang masuk ke
mata difokuskan di belakang retina. Penyebab timbulnya hipermetropi ini diakibatkan
oleh beberapa hal yaitu:
1. Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek.
Hipermetropia jenis ini disebut juga Hipermetropi Axial. Hipermetropi Axial ini
dapat disebabkan oleh Mikropthalmia, Retinitis Sentralis, ataupun Ablasio Retina
(lapisan retina lepas lari ke depan sehingga titik fokus cahaya tidak tepat
dibiaskan).

ILMU PENYAKIT MATA 4


AGUNG HARTANTO (07120100084)

2. Daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah


Hipermetopia jenis ini disebut juga Hipermetropi
Refraksi. Dimana dapat terjadi gangguan-gangguan
refraksi pada kornea, aqueus humor, lensa, dan vitreus
humor. Gangguan yang dapat menyebabkan
hipermetropia refraksi ini adalah perubahan pada
komposisi kornea dan lensa sehingga kekuatan
refraksinya menurun dan perubahan pada komposisi
aqueus humor dan vitreus humor (pada penderita Diabetes Mellitus, hipermetropia
dapat terjadi bila kadar gula darah di bawah normal, yang juga dapat
mempengaruhi komposisi aueus dan vitreus humor tersebut)
3. Kelengkungan Kornea dan Lensa tidak Adekuat
Hipermetropia jenis ini disebut juga hipermetropi kurvatura. Dimana kelengkungan
dari kornea ataupun lensa berkurang sehingga bayangan difokuskan di belakang
retina.
4. Perubahan posisi lensa.
Dalam hal ini didapati pergeseran posisi lensa menjadi lebih posterior.

Gejala klinis pada hipermetropia adalah sakit kepala frontal, memburuk pada waktu
mulai timbul gejala hipermetropi dan makin memburuk sepanjang penggunaan mata
dekat. Penglihatan tidak nyaman (asthenopia) ketika pasien harus focus pada suatu
jarak tertentu untuk waktu yang lama, misalnya menonton pertandingan bola.
Akomodasi akan lebih cepat lelah ketika terpaku pada suatu level tertentu dari
ketegangan.

Klasifikasi
Berdasarkan gejala klinis, hipermetropia dibagi menjadi tiga yaitu:
 Hipermetropia simpleks yang disebabkan oleh variasi biologi normal,
etiologinya bisa axial atau refraktif
 Hipermetropia patologik disebabkan oleh anatomi okular yang abnormal
karena maldevelopment, penyakit okular, atau trauma
 Hipermetropia fungsional disebabkan oleh paralisis dari proses akomodasi
Berdasarkan derajat beratnya, hipermetropia juga dibagi menjadi tiga yaitu:
 Hipermetropia ringan, kesalahan refraksi +2.00 D atau kurang
 Hipermetropia sedang, kesalahan refraksi antara +2.25 D hingga +5.00 D
ILMU PENYAKIT MATA 5
AGUNG HARTANTO (07120100084)

 Hipermetropia berat, kesalahan refraksi +5.25 D atau lebih tinggi


Berdasarkan status akomodasi mata, hipermetropia dibagi menjadi empat yaitu:
 Hipermetropia Laten
- Sebagian dari keseluruhan dari kelainan refraksi mata hipermetropia
yang dikoreksi secara lengkap oleh proses akomodasi mata
- Hanya bisa dideteksi dengan menggunakan sikloplegia
- Lebih muda seseorang yang hipermetropia, lebih laten hiperopia yang
dimilikinya
 Hipermetropia Manifes
- Hipermetropia yang dideteksi lewat pemeriksaan refraksi rutin tanpa
menggunakan sikloplegia
- Bisa diukur derajatnya berdasarkan jumlah dioptri lensa positif yang
digunakan dalam pemeriksaan subjektif
 Hipermetropia Fakultatif
- Hipermetropia yang bisa diukur dan dikoreksi dengan menggunakan
lensa positif, tapi bisa juga dikoreksi oleh proses akomodasi pasien
tanpa menggunakan lensa
- Semua hipermetropia laten adalah hipermetropia fakultatif
- Akan tetapi, pasien dengan hipermetropia laten akan menolak
pemakaian lensa positif karena akan mengaburkan penglihatannya.
- Pasien dengan hipermetropia fakultatif bisa melihat dengan jelas tanpa
lensa positif tapi juga bisa melihat dengan jelas dengan menggunakan
lensa positif
 Hipermetropia Absolut
- Tidak bisa dikoreksi dengan proses akomodasi
- Penglihatan subnormal
- Penglihatan jarak jauh juga bisa menjadi kabur terutama pada usia
lanjut

Tatalaksana
 Sejak usia 5 atau 6 tahun, koreksi tidak dilakukan terutama tidak munculnya
gejala-gejala dan penglihatan normal pada setiap mata.
 Dari usia 6 atau 7 tahun hingga remaja dan berlanjut hingga waktu presbiopia,
hipermetropia dikoreksi dengan lensa positif yang terkuat. Bisa memakai kaca
mata atau lensa kontak.

ILMU PENYAKIT MATA 6


AGUNG HARTANTO (07120100084)

Koreksi pada mata hipermetropi


 Pembedahan refraktif juga bisa dilakukan untuk membaiki hipermetropia dengan
membentuk semula kurvatura kornea.
Komplikasi
 Strabismus
 Mengurangi kualitas hidup
 Kelelahan mata dan sakit kepala

PRESBIOPIA
Presbiopia, yang biasa juga disebut penglihatan tua (presby = old = tua; opia = vision
= penglihatan) merupakan
keadaan normal sehubungan
dengan usia, di mana
kemampuan akomodasi
seseorang telah mengalami
penurunan sehingga sampai
pada tahap di mana
penglihatan pada jarak dekat
menjadi kurang jelas dan
terjadi pada orang yang telah lanjut usia (diatas 40 tahun). Pasien dalam kasus ini
berusia 50 tahun, dimana secara teori sudah mengalami penurunan kemampuan
penglihatan yang terjadi secara fisiologis dan sering disebut pula presbiopia.

Presbiopia adalah merupakan bagian dari proses penuaan yang secara alamiah dialami
oleh semua orang. Penderita akan menemukan perubahan kemampuan penglihatan
dekatnya pertamakali pada pertengahan usia empat puluhan. Pada usia ini, keadaan
lensa kristalin berada dalam kondisi dimana elastisitasnya telah banyak berkurang
sehingga menjadi lebih kaku dan menimbulkan hambatan terhadap proses akomodasi,
karena proses ini utamanya adalah dengan mengubah bentuk lensa kristalin menjadi
lebih cembung. Organ utama penggerak proses akomodasi adalah muskulus siliaris,
yaitu suatu jaringan otot yang tersusun dari gabungan serat longitudinal, sirkuler, dan
radial. Fungsi serat-serat sirkuler adalah untuk mengerutkan dan relaksasi serat-serat
zonula, yang merupakan kapsul di mana lensa kristalin barada di dalamnya. Otot ini
mengubah tegangan pada kapsul lensa, sehingga lensa dapat mempunyai berbagai
ILMU PENYAKIT MATA 7
AGUNG HARTANTO (07120100084)

fokus baik untuk objek berjarak dekat maupun yang berjarak jauh dalam lapangan
pandang. Jika elastisitas lensa kristalin berkurang dan menjadi kaku (sclerosis), maka
muskulus siliaris menjadi terhambat atau bahkan tertahan dalam mengubah
kecembungan lensa kristalin.

Penanganan presbiopia adalah dengan membantu akomodasinya menggunakan lensa


cembung (plus). Jika penderita presbiopia juga ngin memakai kacamata untuk
penglihatan jauhnya, atau mempunyai status refraksi ametropia, maka ukuran dioptri
lensa cembung itu diaplikasikan ke dalam apa yang disebut sebagai addisi. Addisi
adalah perbedaan dioptri antara koreksi jauh dengan koreksi dekat. Berikut ini
merupakan addisi rata – rata yang ditemukan pada berbagai tingkatan usia :
40 tahun ———- +1,00 D.
45 tahun ———- +1,50 D.
50 tahun ———- +2,00 D.
55 tahun ———- +2,50 D.
60 tahun ———- +3,00 D.

Dalam menentukan nilai addisi, penting untuk memperhatikan kebutuhan jarak kerja
penderita pada waktu membaca atau melakukan pekerjaan sehari – hari yang banyak
membutuhkan penglihatan dekat. Karena jarak baca dekat pada umumnya adalah 33
cm, maka lensa S +3,00 D adalah lensa plus terkuat sebagai addisi yang dapat
diberikan pada seseorang. Pada keadaan ini, mata tidak melakukan akomodasi bila
melihat obyek yang berjarak 33 cm, karena obyek tersebut berada pada titik focus
lensa S +3,00 D tersebut. Jika penderita merupakan seseorang yang dalam
pekerjaannya lebih dominan menggunakan penglihatan dekat, lensa jenis fokus
tunggal (monofocal) merupakan koreksi terbaik untuk digunakan sebagai kacamata
baca.

Lensa bifocal atau multifocal dapat dipilih jika penderita presbiopia menginginkan
penglihatan jauh dan dekatnya dapat terkoreksi. Selain dengan lensa kacamata,
presbiopia juga dapat dikoreksi dengan lensa kontak multifocal, yang tersedia dalam
bentuk lensa kontak keras maupun lensa kontak lunak. Hanya saja, tidak setiap orang

ILMU PENYAKIT MATA 8


AGUNG HARTANTO (07120100084)

dapat menggunakan lensa kontak ini, karena membutuhkan perlakuan dan perawatan
secara khusus. Metode lain dalam mengkoreksi presbiopia adalah dengan tehnik
monovision ( penglihatan tunggal ), di mana salah satu mata dikondisikan hanya bisa
untuk melihat jauh saja, dan mata yang satunya lagi dikondisikan hanya bisa untuk
melihat dekat. Alat koreksi yang dipakai bisa berupa lensa kacamata atau lensa
kontak. Ada beberapa orang yang dapat menggunakan metode ini, sementara sebagian
besar yang lain dapat pusing – pusing atau kehilangan kedalaman persepsi atas obyek
yang dilihat.

ASTIGMATISMA
Astigmatisma adalah sebuah gejala
penyimpangan dalam pembentukkan
bayangan pada lensa, hal ini disebabkan oleh
cacat lensa yang tidak dapat memberikan
gambaran/ bayangan garis vertikal dengan
horizotal secara bersamaan.cacat mata ini
dering disebut juga mata silinder.

Penyebabnya umumnya adalah bawaan. Beberapa penyakit mata dan pasca bedah
kornea, juga dapat menjadi penyebabnya. Astigmat bawaan tidak bisa sembuh total,
tetapi dapat dikoreksi dengan kacamata, lensa kontak atau dengan bedah lasik, dan
yang disebakan oleh penyakit misalnya timbilen (hordeulum), selaput konjuctiva
(pterigium) akan hilang apabila penyakitnya sembuh atau di operasi, sedang astigmat
pasca bedah kornea dapat dikurangi dengan melepas jahitan atau dengan kacamata.

Oleh karena astigmat dapat menimbulkan pusing, kelelahan mata bahkan kabur maka
sebaiknya jika ada keluhan tersebut segera di konsultasikan ke dokter spesialis mata.
Astigmatisma disebabkan karena kornea mata tidak berbentuk sferik (irisan bola),
melainkan lebih melengkung pada satu bidang dari pada bidang lainnya. Akibatnya
benda yang berupa titik difokuskan sebagai garis. Mata astigmatisma juga
memfokuskan sinar-sinar pada bidang vertikal lebih pendek dari sinar-sinar pada
bidang horisontal.

ILMU PENYAKIT MATA 9


AGUNG HARTANTO (07120100084)

Klasifikasi

Simple hyperopic astigmatism – Satu meridian prinsipal adalah emmetropik; yang
satu lagi hiperopik


Simple miopic astigmatism – Satu meridian prinsipal adalah emmetropik; yang
satu lagi miopik


Compound hyperopic astigmatism – Kedua meridian prinsipal hiperopik pada
derajat yang berbeda


Compound miopic astigmatism – Kedua meridian prinsipal miopik pada derajat
yang berbeda

ILMU PENYAKIT MATA 10


AGUNG HARTANTO (07120100084)


Mixed astigmatism – Satu meridian prinsipal adalah hiperopik, yang satu lagi
miopik

Terdapat beberapa bentuk dari astigmatisme:



Regular – Meridian-meridian prinsipal bersudut tegak antara satu dengan yang
lainnya. Kondisi ini bisa dikoreksi dengan lensa silinder

Irregular – Meridian-meridian prinsipal tidak bersudut tegak antara satu dengan
yang lainnya, biasanya disebabkan oleh ketidakrataan kurvatura kornea. Tidak
bisa dikoreksi dengan sempurna dengan lensa silinder

Oblique – Meridian-meridian prinsipal berada antara sudut 30o hingga 60o atau
antara sudut 150o hingga 180o

Symmetrical – Meridian-meridian prinsipal setiap mata berada pada posisi
simetris dari deviasi garis median. Jika aksis dari setiap mata dikoreksi dengan
lensa silinder dengan tanda yang sama dan jumlah sudutnya 180o, astigmatisme itu
simetris. Variasi maksimum yang bisa ditoleransi sebesar 15o. Contoh symmetrical
astigmatism: O.D. : -cx. 60o, O.S. : -cx. 120o

Asymmetrical – Tidak ada hubungan simetris dari meridian-meridian prinsipal dari
garis median. Kepala yang dimiringkan seringkali disebabkan oleh asymmetrical
astigmatism ataupun oblique. Ini adalah salah satu jenis tortikolis tipe okular, yang
akan hilang jika astigmatismenya dikoreksi dengan benar. Asymmetrical lebih
jarang dibandingkan dengan symmetrical. Contoh asymmetrical astigmatism:
O.D. : -cx. 120o, O.S. : -cx. 180o

With-the-rule astigmatism – Meridian vertikal dari mata mempunyai kurvatura
yang terbesar antara sudut 60o hingga 120o. Kondisi ini dikoreksi dengan –cx. 180o
atau +cx. 90o
ILMU PENYAKIT MATA 11
AGUNG HARTANTO (07120100084)


Against-the-rule astigmatism – Meridian horizontal dari mata mempunyai
kurvatura yang terbesar antara sudut 0o hingga 30o dan 150o hingga 180o. Kondisi
ini dikoreksi dengan –cx. 90o atau dengan +cx. 180o. Ini lebih jarang dibandingkan
dengan with-the-rule astigmatism.

Tatalaksana
 Astigmatisme bisa dikoreksi dengan menggunakan lensa silinder tergantung gejala
dan jumlah astigmatismenya
 Untuk astigmatisme yang kecil, tidak perlu dikoreksi dengan silinder
 Untuk astigmatisme yang gejalanya timbul, pemakaian lensa silender bertujuan
untuk mengurangkan gejalanya walaupun kadang-kadang tidak memperbaiki
tajam penglihatan
 Aturan koreksi dengan lensa silinder adalah dengan meletakkannya pada aksis 90 o
dari garis tergelap yang dilihat pasien pada kartu tes astigmatisme. Untuk
astigmatisme miopia, digunakan silinder negatif, untuk astigmatisme hiperopia,
digunakan silinder positif
 Untuk astigmatisme irregular, lensa kontak bisa digunakan untuk meneutralisasi
permukaan kornea yang tidak rata
 Selain itu, astigmatisme juga bisa dikoreksi dengan pembedahan LASIK,
keratektomi fotorefraktif dan LASEK

Astigmat derajat kecil masih bisa di toleransi oleh mata apabila mata dalam keadaan
sehat. Oleh karena itu perlu menjaga kesehatan mata dengan cara jika melihat dekat
jangan terlalu lama, maksimal 2 jam dan diistirahatkan kurang lebih 15 menit. Salah
satu cara mengatasi astigmatisma yang effisien ialah dengan menggunakan kacamata
berbentuk silindris.
ANISOMETRIA
Anisometropia adalah suatu keadaan dimana mata
mempunyai kelainan refraksi yang tidak sama pada mata
kanan dan mata mata kiri. Dapat saja satu mata myopia
sedang mata yang lainnya hypermetropia. Perbedaan
kelainan ini paling sedikit 1.0 Dioptri. Jika terdapat
anisometropia 2.5 - 3.0 Dioptri maka akan dirasakan terjadi perbedaan besar
bayangan 5%, yang mengakibatkan akan terganggunya fusi. Pada keadaan ini dapat
terjadi supresi penglihatan pada satu mata. Fusi merupakan proses mental yang
menggabungkankan bayangan yang dibuat oleh 2 mata untuk membentuk lapangan
dimensi penglihatan binokuler. Pada kelainan refraksi atau satu mata lemah maka

ILMU PENYAKIT MATA 12


AGUNG HARTANTO (07120100084)

penglihatan binokuler menjadi lemah. Akibat dari keadaan ini otak akan mencari yang
mudah sehingga memakai kacamata yang tidak memberikan kesukaran untuk melihat.
Sebab anisometropia adalah kelainan konginetal atau akibat trauma bedah yang
menimbulkan jaringan parut sehingga timbul astigmatisme. Anisometropia akan
mengakibatkan perbedaan tajam penglihatan aniseikonia dan aniseiforia.

Anisometropia pada hypermetropia lebih buruk dibanding pada myopia. Pada anak ia
kan melihat terutama dengan mata yang jelas dan membiarkan penglihatan yang
kabur atau lemah tidak melihat biasanya yang lebih hypermetropia sehingga mata
tersebut menjadi ambliopia.

Pada anisometropia :
 Kurang dari 1.5 D masih terdapat fusi dan penglihatan stereoskopik.
 Antara 1.5 - 3.0 D, jika terjadi kelelahan maka mata yang tidak dominan akan
mengalami supresi.
 Dengan anisometropia sumbu, dapat dikoreksi dengan kacamata. Apalagi
dengan mengingat hukum Knapp.

Keluhan pada anisometropia


 pasien dengan anisometropia akan memberikan keluhan :
 sakit kepala
 astenopia ( keadaan lelah, panas pada mata, berair, mata sakit, rasa tertekan)
 silau atau fotofobia
 sukar membaca
 gelisah
 vertigo
 pusing
 lesu
 gangguan melihat ruang (dimensi)

Pengobatan terutama ditujukan pada pencegahan timbulnya ambliopia, aniseikonia


dengan memakai lensa kontak dan jika terjadi phoria dipakailah lensa prisma.
Pengobatan anisometropia pada anak-anak dilakukan dengan pemberian lensa koreksi

ILMU PENYAKIT MATA 13


AGUNG HARTANTO (07120100084)

pada kacamata ukuran penuh, kemudian dilakukan latihan ortopik dan jika perlu
dilakukan bebat mata.

Daftar Pustaka
1. Riordan-Eva P, White OW. Optik & Refraksi. In: Vaughan DG, Asbury T,
Riordan-Eva P. Oftalmologi Umum. 14th ed. Alih Bahasa: Pendit BU. Jakarta:
Widya Medika, 2000.
2. Ilyas S. Tajam Penglihatan dan Kelainan Refraksi Penglihatan Warna. In: Ilyas S.
Ilmu Penyakit Mata. 3rd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2009.
3. Wijana N. Refraksi. In: Wijana N. Ilmu Penyakit Mata. 3rd ed. Jakarta: 1983

ILMU PENYAKIT MATA 14

Anda mungkin juga menyukai