Anda di halaman 1dari 8

Pencegahan Batu Saluran Kemih

Pencegahan BSK terdiri dari pencegahan primer atau pencegahan tingkat pertama,
pencegahan sekunder atau pencegahan tingkat kedua, dan pencegahan tersier atau
pencegahan tingkat ketiga. Tindakan pencegahan tersebut antara lain :
1. Pencegahan Primer
Tujuan dari pencegahan primer adalah untuk mencegah agar tidak
terjadinya penyakit BSK dengan cara mengendalikan faktor penyebab dari
penyakit BSK. Sasarannya ditujukan kepada orang-orang yang masih sehat,
belum pernah menderita penyakit BSK. Kegiatan yang dilakukan meliputi
promosi kesehatan, pendidikan kesehatan, dan perlindungan kesehatan.
Contohnya adalah untuk menghindari terjadinya penyakit BSK, dianjurkan
untuk minum air putih minimal 2 liter per hari. Konsumsi air putih dapat
meningkatkan aliran kemih dan menurunkan konsentrasi pembentuk batu
dalam air kemih. Serta olahraga yang cukup terutama bagi individu yang
pekerjaannya lebih banyak duduk atau statis.
2. Pencegahan Sekunder
Tujuan dari pencegahan sekunder adalah untuk menghentikan
perkembangan penyakit agar tidak menyebar dan mencegah terjadinya
komplikasi. Sasarannya ditujukan kepada orang yang telah menderita penyakit
BSK. Kegiatan yang dilakukan dengan diagnosis dan pengobatan sejak dini.
Diagnosis Batu Saluran Kemih dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik,
laboraturium, dan radiologis.
Hasil pemeriksaan fisik dapat dilihat berdasarkan kelainan fisik pada daerah
organ yang bersangkutan:
a. Keluhan lain selain nyeri kolik adalah takikardia, keringatan, mual,
dan demam (tidak selalu).
b. Pada keadaan akut, paling sering ditemukan kelembutan pada daerah
pinggul (flank tenderness), hal ini disebabkan akibat obstruksi
sementara yaitu saat batu melewati ureter menuju kandung kemih.
Urinalisis dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi infeksi yaitu
peningkatan jumlah leukosit dalam darah, hematuria dan bakteriuria, dengan
adanya kandungan nitrit dalam urine. Selain itu, nilai pH urine harus diuji
karena batu sistin dan asam urat dapat terbentuk jika nilai pH kurang dari 6,0,

sementara batu fosfat dan struvit lebih mudah terbentuk pada pH urine lebih
dari 7,2.23
Diagnosis BSK dapat dilakukan dengan beberapa tindakan radiologis yaitu:
a. Sinar X abdomen
Untuk melihat batu di daerah ginjal, ureter dan kandung kemih.
Dimana dapat menunjukan ukuran, bentuk, posisi batu dan dapat
membedakan klasifikasi batu yaitu dengan densitas tinggi biasanya
menunjukan jenis batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat, sedangkan
dengan densitas rendah menunjukan jenis batu struvit, sistin dan campuran.
Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan batu di dalam ginjal maupun
batu diluar ginjal.
b. Intravenous Pyelogram (IVP)
Pemeriksaan ini bertujuan menilai anatomi dan fungsi ginjal.
Jika IVP belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih
akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah
pemeriksaan pielografi retrograd.
c. Ultrasonografi (USG)
USG dapat menunjukan ukuran, bentuk, posisi batu dan adanya
obstruksi. Pemeriksaan dengan ultrasonografi diperlukan pada wanita
hamil dan pasien yang alergi terhadap kontras radiologi. Keterbatasn
pemeriksaan ini adalah kesulitan untuk menunjukan batu ureter, dan
tidak dapat membedakan klasifikasi batu.
3. Pencegahan Tersier
Tujuan dari pencegahan tersier adalah untuk mencegah agar tidak
terjadi komplikasi sehingga tidak berkembang ke tahap lanjut yang
membutuhkan perawatan intensif. Sasarannya ditujukan kepada orang yang
sudah menderita penyakit BSK agar penyakitnya tidak bertambah berat.
Kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan rehabilitasi seperti konseling
kesehatan agar orang tersebut lebih memahami tentang cara menjaga fungsi
saluran kemih terutama ginjal yang telah rusak akibat dari BSK sehingga
fungsi organ tersebut dapat maksimal kembali dan tidak terjadi kekambuhan
penyakit BSK , dan dapat memberikan kualitas hidup sebaik mungkin sesuai
dengan kemampuannya.

TATALAKSANA
Secara umum penatalaksanaan batu ginjal dapat dibagi dalam beberapa cara
yaitu :
I.

Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang
dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Pada dasarnya
penatalaksanaan batu saluran kemih secara farmakologis meliputi dua aspek:

Menghilangkan rasa nyeri/kolik yang timbul akibat adanya batu, dan

Menangani batu yang terbentuk, yaitu dengan meluruhkan batu dan juga
mencegah terbentuknya batu lebih lanjut (atau dapat juga sebagai
pencegahan/profilaksis)

Memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum

Panduan khusus dalam menatalaksana batu saluran kemih:

Pasien dengan dehidrasi harus tetap mendapat asupan cairan yang adekuat

Tatalaksana untuk kolik ureter adalah analgesik, yang dapat dicapai dengan
pemberian opioid (morfin sulfat) atau NSAID.

Pada pasien dengan kemungkinan pengeluaran batu secara spontan, dapat


diberikan regimen MET (medical expulsive therapy). Regimen ini meliputi
kortikosteroid (prednisone), calcium channel blocker (nifedipin) untuk
relaksasi otot polos uretra dan alpha blocker (terazosin) atau alpha-1 selective
blocker (tamsulosin) yang juga bermanfaat untuk merelaksasikan otot polos
uretra dan saluran urinari bagian bawah. Sehingga dengan demikian batu dapat
keluar dengan mudah (85% batu yang berukuran kurang dari 3 mm dapat
keluar spontan).

Pemberian analgesik yang dikombinasikan dengan MET dapat mempermudah


pengeluaran batu, mengurangi nyeri serta memperkecil kemungkinan operasi.

Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasive minimal untuk mengeluarkan batu
saluran kemih yang terdiri atas memecah batu dan kemudian mengeluarkannya dari
saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat
itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses
pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energy hidraulik,
energy gelombang suara, atau dengan energy laser. Beberapa tindakannya adalah:

PNL (Percutaneous Nephro Litholopaxy) adalah usaha mengeluarkan batu


yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi
ke system kallus melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau
dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil

Litotripsi adalah memcah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan
alat pemecah batu (liptotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan
dengan evakuator Ellik

Ureteroskopi atau uretro-renoskopi adalah dengan memasukkan alat


uretroskopi per-uretram guna melihat keadaan ureter atau system pielo-kaliks
ginjal. Dengan memakai energy tertentu, batu yang berada di dalam ureter
maupun

system

pelvikalises

dapat

dipecah

melalui

tuntunan

ureteroskopi/uretero-renoskopi.

Ekstraksi Domia adalah mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya


melalui alat keranjang Domia.

PNL (Percutaneous Nephro Lithotomy)


Nefrolitotomy perkutan atau PNL adalah suatu tekhnik untuk mengeluarkan batu
ginjal atau batu pada ureter bagian atas yang berukuran sedang sampai besar dari
saluran kemih melalui suatu alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada
kulit.
Nefrolithotomy perkutan dilakukan dengan anestesi umum dan biasanya
membutuhkan waktu sekitar 3 4 jam untuk pengerjaannya. Insisi dibuat
sepanjang 1 1,5 cm pada area flank, pada sisi atas ginjal yang terdapat batu.

Sebuah tabung dimasukkan melalui insisi yang telah dibuat dengan bimbingan XRay. Sebuah nephroscope kemudian dimasukkan melalui tabung untuk mencari
batu, menghancurkannya menjadi fragmen-fragmen kecil dan mengeluarkannya
dari dalam tubuh. Litotriptor dapat digunakan untuk memecah batu sebelum
dikeluarkan dengan evakuator Ellik.
Sebuah kateter ditempatkan untuk menguras sistem saluran kemih melalui
kandung kemih dan tabung nefrostomi dari tempat insisi tersebut. Tujuannya
adalah untuk membawa cairan dari ginjal ke dalam kantong drainase. Kateter akan
dicabut setelah 24 jam pasca operasi.
Selama nephrolitotomy percutaneous, ahli bedah memasukkan jarum melalui
bagian belakang pasien dan langsung menuju ke ginjal. Nephroscope yang
mengunakan probe ultrasonik atau laser untuk memecah batu ginjal yang besar/
Potongan batu-batu yang disedot keluar dengan tabung nefrostomi. Komplikasi
adalah perdarahan, infeksi, gagal mengangkat batu, fistula arteriovenosus,
kerusakan organ atau jaringan sekitar tempat insisi.
ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)
ESWL merupakan terapi non-invasif, karena tidak memerlukan pembedahan atau
pemasukan alat kedalam tubuh pasien. Sesuai dengan namanya, Extracorporeal
berarti diluar tubuh, sedangkan Lithotripsy berarti penghancuran batu, secara
harfiah ESWL memiliki arti penghancuran batu saluran kemih menjadi fragmenfragmen kecil dengan menggunakan gelombang kejut (shock wave) yang
ditransmisi dari luar tubuh.
Alat ESWL adalah pemecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu buli-buli
tanpa melalui tindakan invasive dan tanpa pembiusan. Batu dipecah menjadi
fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak
jarang pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan
hematuria.
Indikasi:

Batu ginjal berukuran dari 5 mm - 20 mm. Batu yang berukuran lebih besar
kadang memerlukan pemasangan stent (sejenis selang kecil) sebelum tindakan
ESWL untuk memperlancar aliran air seni

Batu ureter berukuran 5 mm hingga 10 mm.

Fungsi ginjal masih baik.

Tidak ada sumbatan distal dari batu seperti tidak ada jaringan plam ureter
yang dapat mencegah mengalirkan pecahan batu keluar melalui urinearut d

Tidak ada kelainan perdarahan,pasien yang rutin mengkonsumsi aspirin harus


dihentikan minimal 1 minggu sebelum ESWL

Tidak sedang hamil.

Tidak ada infeksi ginjal, UTI atau keganasan pada ginjal yang akan
menyebabkan tidak seluruh pecahan batu dpat keluar dari ginjal

Tidak ada structure yang abnormal dari ginjal (anatomi dari tubulus collecting
baik)

ESWL dapat dilakukan baik dengan anestesi umum maupun dengan sedasi intravena.
Puasa 8 jam sebelum tindakan dilakukan jika menggunakan general anestesi dan 4
jam jika menggunakan sedasi intravena. Karena ESWL merupakan prosedur noninvasif, sehingga insisi / sayatan tidak diperlukan.

Pasien diposisikan diatas meja datar lithotripter.

Lokasi batu diisolasi dengan menggunakan USG atau fluoroscopy. Hal ini
juga membantu melacak pergerakan batu selama prosedur dilakukan.

Sebuah stent ureter dimasukkan melalui uretra ke kandung kemih kemudian


ke ureter untuk membantu mengeluarkan pecahan batu dan menghindari
obstruksi.

Prosedur ESWL ini biasanya membutuhkan waktu sekitar 1 2 jam meskipun


litothripsynya hanya memakan waktu 20-30 menit.

Setelah ESWL, pecahan dari batu biasanya keluar melalui urine untuk beberapa hari
dan menyebabkan sedikit nyeri. Mesin ESWL ada yang low energy dan high energy.
Low energy menyebabkan efek samping yang ringan namun dibutuhkan lebih banyak
treatments sebelum batu dipecahkan menjadi bagian bagian kecil. 9 dari 10 pasien
yang memiliki batu ginjal <10 mm dan dilakuakn ESWL tidak banyak menyisakan
gejala.

Komplikasi ESWL :

Nyeri yang disebabkan keluarnya pecahan batu melalui urine

Terhambatnya aliran urine sebagai akibat pecahan batu yang tidak dapat
keluar. Pecahan pecahan ini mungkin dapat dikeluarkan dengan uteroscope

Infeksi saluran kemih

Perdarahan / hematuria

Operasi terbuka
Pembedahan terbuka antara lain pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil
batu pada saluran-saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Open
nephrolithotomy adalah mengambil atau mengeluarkan batu dari ginjal dan open
pyelolithotomy adalah mengeluarkan batu dari pelvis ginjal. Kedua operasi ini
dilakukan dengan incisi 10-15 cm pada daera flank area (yaitu pada sisi tubuh antara
costa dan panggul) yang dapat memperlihatkan letak batu.
Operasi terbuka ini biasanya ditujukan atau diindikasikan untuk kasus dengan
komplikasi, batu yang sulit dikeluaran dengan prosedur non invasive atau less
invasive, batu yang menyebabkan block atau menyebabkan gejala nyeri dan infeksi
recurent.
Operasi biasanya dilakukan dengan melakukan incisi pada flank area pada tempat
yang paling baik dimana batu dapat terlihat. Drain kemudian ditempatkan untuk
mengalirkan cairan dari daerah tersebut dan nephrostomy tube ditempatkan pada
ginjal melalui sayatan yang sama untuk mengeluarkan batu. Jika diperlukan sayatan
pada ureter maka perlu juga dilakukan pemasangan stent ureter.
Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi karena ginjalnya sudah tidak
berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau
mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi dan
infeksi yang menahun.
Komplikasi adalah perdarahan dan striktur ureter jika operasi juga melibatkan insisi
pada ureter.

DAFTAR PUSTAKA
1.
2. Purnomo, B, Basuki. Dasar-dasar Urologi. Edisi ke-3. Jakarta : CV.Sagung
Seto, 2011.
3. Stoller, Marshall L, MD and Meng, Maxwell. V, MD. Urinary Stone Disease
the Practical Guide to Medical & Surgical Management. Totowa, NJ :
Humana Press Inc.

Anda mungkin juga menyukai