Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap manusia memerlukan belajar untuk mengembangkan pengetahuan, bakat dan
minatnya. Dalam pengembangan kemampuan tersebut, seseorang membutuhkan guru,
bahan dan peralatan sebagai penunjang proses pembelajarannya yang dikenal sebagai
sumber belajar.
Sumber belajar memiliki tujuan dan fungsi tersendiri dalam mencapai tujuan belajar.
Selain sumber belajar, dibutuhkan pula lembaga pendidikan baik formal maupun non
formal yang dikenal sebagai pusat sumber belajar.
Dongeng merupakan media yang sangat efektif untuk menanamkan berbagai nilai dan
etika terhadap anak. Termasuk menimbulkan rasa empati dan simpati anak. Nilai-nilai
yang bisa dipetik dari dongeng adalah nilai kejujuran, kerendah hatian, kesetia kawanan,
kerja keras, dan lain sebagainya. Bagi Anak Usia Dini, ternyata mendongeng tetap selalu
dinantikan.
Cerita atau dongeng adalah salah satu media komunikasi guna menyampaikan
beberapa pelajaran atau pesan moral kepada anak. Selain itu, tentu saja, metode-metode
pembelajaran lainnya yang pada saat ini telah menggunakan teknologi canggih yang
menarik untuk para peserta didik.
Dalam makalah ini kami mencoba untuk membahas tentang pengertian, tujuan, dan
fungsi sumber belajar serta pusat sumber belajar.

B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan konsep pembelajaran?
b. Apa saja media yang tercantum dalam konsep pembelajaran?
c. Bagaimana cara mengaplikasikan media yang ada dalam konsep pembelajaran?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara
pengaplikasian media yang terdapat dalam konsep pembelajaran melalui metode/model
mendongeng.

1
BAB II
PEMBAHAASAN

A. Konsep Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik, dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan
pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan
kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik.
Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat
belajar dengan baik.
Di sisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, tetapi
sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru
mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai
sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat memengaruhi perubahan
sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang peserta didik,
namun proses pengajaran ini memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu
pekerjaan pengajar saja. Sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara
pengajar dengan peserta didik.
Pembelajaran yang berkualitas sangat tergantung dari motivasi pelajar dan kreatifitas
pengajar. Pembelajar yang memiliki motivasi tinggi ditunjang dengan pengajar yang
mampu memfasilitasi motivasi tersebut akan membawa pada keberhasilan pencapaian
target belajar. Target belajar dapat diukur melalui perubahan sikap dan kemampuan
siswa melalui proses.
Sementara itu pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara pembelajar,
pengajar dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana
penyampai pesan atau media. Pembelajaran diartikan sebagai proses penciptaan
lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Jadi dalam pembelajaran yang
utama adalah bagaimana siswa belajar. Belajar dalam pengertian aktivitas mental siswa
dalam berinteraksi dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan perilaku yang
bersifat relatif konstan. Dengan demikian aspek yang penting dalam aktivitas dan
pembelajaran adalah lingkungan. Hal inilah yang harus diciptakan guru dengan menata
unsur-unsur yang ada sehingga akan mampu merubah perilaku siswa.

2
B. Media Pmbelajaran
Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari “Medium” yang secara
harfiah berarti “Perantara” atau “Pengantar” yaitu perantara atau pengantar sumber
pesan dengan penerima pesan. Beberapa ahli memberikan definisi tentang media
pembelajaran.
Schramm (1977) mengemukakan bahwa “media pembelajaran adalah teknologi
pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran”. Sementara itu,
Briggs (1977) berpendapat bahwa “media pembelajaran adalah sarana fisik untuk
menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti buku, film, video dan sebagainya”.
Sedangkan, National Education Associaton (1969) mengungkapkan bahwa “media
pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar,
termasuk teknologi perangkat keras” (Arief S. Sadiman dkk, 2006: 6-7).
Dari ketiga pendapat di atas disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala
sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan
kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri
peserta didik.
Dengan demikian, media dalam pendidikan adalah semua benda yang dapat
digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien. Selain sebagai
alat bantu, media juga dapat berfungsi sebagai sumber belajar. Media sebagai sumber
belajar adalah media yang dapat digunakan untuk belajar siswa dengan tujuan
memperkaya wawasan anak didik.

C. Media Dongeng
3.1.Nilai Didik
Nilai didik adalah nilai yang berkaitan dengan pendewasaan jiwa anak. Anak yang
bernilai didik adalah anak yang baik dan berwatak. Nilai didik tidak akan pernah hilang
karena nilai didik adalah nilai moral yang akan tetap bersemayam dalam hati nurani
kemanusiaan. Nilai didik ini selamanya merupakan misi pendidikan. Keterbukaan,
kejujuran, demokrasi, persatuan, daya juang, santun, toleransi, etika dan akhlak mulya,
anti korupsi kolusi dan nepotisme adalah nilai pendidikan (Dandan Supratman, 2007: vi).
Pembinaan karakter yang selama ini dilakukan hanyalah sebatas intelektual,
sedangkan dimensi moral terabaikan. Pendidikan nilai adalah kunci inovasi pendidikan.
Hal ini pulalah yang coba diupayakan oleh penulis lewat multimedia pembelajaran yang
akan dihasilkan. Dongeng anak-anak mengandung nilai-nilai luhur, terutama yang
3
berkaitan dengan pendidikan. Nilai-nilai luhur itu dapat dijadikan pendukung pendidikan
untuk membentuk kepribadian yang berjiwa teladan. Materi yang baik dan tepat sangat
diperlukan untuk menunjukkan hal yang benar dan salah pada anak didik. Hal ini
diperlukan untuk pembentukan jiwa anak didik agar kelak menjadi manusia yang
berkarakter kuat.
3.2. Kualitas Materi
Materi dongeng yang akan kita sampaikan hendaklah terkuasai sehingga kita dapat
berimprovisasi dengan baik. Menguasai materi cerita berbeda dengan menghafal. Kalau
kita menghafal akan sangat sulit seandainya di tengah jalan ternyata ada anak yang
bertanya atau menyampaikan suatu kesan. Sangat mungkin seorang yang menghafal
sebuah cerita tiba-tiba lupa dan berhenti di tengah-tengah sehingga sangat mengganggu
jalannya cerita. Penguasaan di sini lebih di titik beratkan pada penguasaan unsur-unsur
pembangun dalam cerita seperti tokoh, seting, alur, dan juga konflik.
Memahami karakter tokoh dalam cerita sangat perlu karena dari tokohlah kita dapat
membangun alur dan konflik. Tokoh harus kita bedakan antara yang antagonis dan
protagonis sehingga anak dapat membedakan perwatakan masing-masing tokoh.
Seting ini sangat berperan dalam membangun suasana cerita sehingga anak dapat
membayangkan dimana dan sedang berbuat apa para tokoh dalam cerita.
Alur adalah sesuatu yang sangat vital dalam cerita. Kita harus tahu benar kapan mulai
terjadi konflik, hingga klimaks konfliks dan akhirnya penyelesaian. Hal ini dapat
membuat cerita kita menjadi hidup dan menarik. Penciptaan konflik yang dramatis akan
membuat sebuah cerita tetap berkesan di alam imajinasi anak. Sehingga seorang
pendongeng haruslah cermat dalam penciptaan konflik.
3.3. Contoh Dongeng
Kancil Menipu Kera
Ada seekor kera menemukan kebun pisang yang luas dan banyak buahnya.
Ia senang bukan kepang.
Ia ceritakan temuannya itu kepada hewan-hewan lainnya.
“Tapi ingat ya kebun itu milik Pak Tani, jika kalian kesana pasti akan
dibunuhnya,” kata kera.
Si kancil juga mendengar kabar tentang kebun pisang yang luas itu.
Setelah bersusah payah si kancil akhinya menemukan kebun pisang milik Pak
Tani.

4
Kancil menyusup ke dalam kebun pisang itu, namun ia tak bisa mengambil
pisang di atas pohon.
Lagi berpikir keras, tiba-tiba kancil di lempar kulit pisang. Ia bermaksud lari,
takut yang melemparnya adalah Pak Tani.
Ketika ia mendongak ke atas tahulah pelemparnya adalah si kera nakal
Sialan ternyata kau kera! Dasar kera jelek dan bodoh!”
“Hehehe! Biar bodoh begini aku bisa memanjat dan menikmati pisang matang
sepuas hatiku!”
Dasar kera bodoh! Lemparanmu tadi sebenarnya tidak mengenai tubuhku. Sebab
kau gunakan kulitnya saja, coba lempar aku dengan pisangnya pasti kena! Tapi apa
kau bisa kera bodoh!”
Kera tersinggung disebut bodoh lalu ia melempar kancil dengan pisang betulan
yang matang.
“Nih ! banjut kau!”
Kancil berkelit, pisang tidak mengenai tubuhnya.
“Dasar kera bodoh !
Lemparanmu meleset coba lagi!”
Cukup banyak pisang matang yang dilempar kera, ada tiga puluh buah kini
tinggal dua buah pisang matang yang ada di pohon. “Hehehe.....ayo masih mau
mencoba melempar lagi?”
Kera nekat melempar lagi namun lemparannya tetap meleset!
Kini kera mulai sadar bahwa kancil memang sengaja mengibulinya.
Karena tinggal satu buah, dan kera masih lapar ia tak jadi melempar kancil lagi.
Ia makan buah pisang yang tinggal satu buah itu.
Sementara si kancil segera mengumpulkan pisang-pisang yang berceceran, dan
memakannya dengan sepuas hati.
“Hehehehe dasar kera bodoh!”

5
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemberian keteladanan tidak hanya dapat ditampilkan lewat sosok seorang guru.
Optimalisasi dalam membuat strategi pembelajaran yang kreatif dan rekreatif. Nilai didik
yang ditampilkan lewat cerita binatang diharapkan mampu menjadi teladan kognitif yang
nanti dapat diterapkan dalam kehidupan yang sesungguhnya. Jadi cerdas bukanlah
segala-galanya, yang diharapkan akan muncul mengiringinya adalah watak yang
tangguh, disiplin, jujur dan bertanggung jawab.

6
DAFTAR PUSTAKA

 Alam, Purnama. 2006. Batu Cermin Si Kancil. Bandung : Durmala Pustaka


 Asmani, Jamal Ma’mur. 2011. Tips menjadi Guru Inspiratif, Kreatif dan Inovatif.
Yogyakarta: Diva Press
 Angkowo, R. 2007. Optimalisasi Media Pembelajaran: Mempengaruhi Motivasi,
Hasil Belajar dan Kepribadian. Jakarta : Grasindo

Anda mungkin juga menyukai