Anda di halaman 1dari 46

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA

sehingga proposal yang berjudul “Hubungan antara Kesepian dengan Kecanduan

Game Online pada Mahasiswa Universitas Bina Darma di Palembang” ini dapat

tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih

atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan

kepada penulis baik dari segi materil serta dukungan yang tiada hentinya diberikan.

Dan harapan penulis semoga proposal ini dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk

maupun menambah isi proposal agar menjadi lebih baik kedepannya. Penulis juga

mengetahui keterbatasan maupun pengalaman penulis yang masih banyak

kekurangan dalam penulisan proposal ini. Oleh karena itu, penulis sangat

mengharapkan saran dan kritik yang membangun mengenai ketidaksempurnaan

dalam menulis proposal ini. Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat.

Palembang, 29 April 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 7
C. Manfaat Penelitian ................................................................................................ 7
1. Manfaat Teoritis................................................................................................ 7
2. Manfaat Praktis ................................................................................................ 7
D. Keaslian Penelitian................................................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 13
A. Kecanduan Game Online .................................................................................... 13
1. Pengertian Kecanduan Game Online ............................................................ 13
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecanduan Game Online.................. 14
3. Aspek-Aspek Kecanduan Game Online ........................................................ 16
B. Kesepian ............................................................................................................... 19
1. Pengertian Kesepian ....................................................................................... 19
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesepian ............................................ 20
3. Aspek-aspek Kesepian .................................................................................... 24
C. Hubungan antara Kesepian dengan Kecanduan Game online pada Masiswa
Universitas Bina Darma ............................................................................................. 26
D. Kerangka Berpikir .............................................................................................. 28
E. Hipotesis Penelitian ............................................................................................. 29
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................................ 30
A. Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian ......................................................... 30
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian .......................................................... 30
1. Kecanduan Game Online ................................................................................ 30
2. Kesepian ........................................................................................................... 31
C. Subjek Penelitian ................................................................................................ 31
D. Metode Pengumpulan Data ................................................................................ 33
E. Uji Validitas dan Reliabilitas ............................................................................. 37
1. Uji Validitas ..................................................................................................... 37
2. Uji Reliabilitas ................................................................................................. 38

ii
F. Metode Analisis Data .......................................................................................... 38
1. Uji Normalitas ................................................................................................. 38
2. Uji Linieritas.................................................................................................... 38
3. Uji Hipotesis .................................................................................................... 39
G. Jadwal Rencana Penelitian ............................................................................ 39
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 41

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Teknologi merupakan sebuah sarana bagi masyarakat dunia untuk dapat

mengembangkan dirinya. Seiring dengan berkembangnya teknologi, variasi

terhadap penggunaan teknologi secara multifungsi pun turut menghadirkan

berbagai macam pilihan bagi penikmat dan pengguna kecanggihan teknologi.

Teknologi yang berkembang sekarang turut serta mengembangkan internet dan

berbagai macam media sosial serta game yang dirancang dengan media teknologi.

Media sosial yang disukai seperti, facebook, instagram, dan twetter.

Selain media sosial yang merajai penggunaan teknologi. Permainan yang

menggunakan kecanggihan teknologi pun di desain untuk memuaskan hasrat para

pecinta game atau gamer. Permainan game online pun kian berkembang dan

menjadi primadona bagi kaum muda yang tertarik akan aplikasi teknologi dengan

game yang semakin terlihat nyata. Game online sendiri mempunyai berbagai jenis,

seperti PlayerUnknown’s Battlegrounds (PUBG), Hago, Mobile Legend, Free Fire,

Clash of Clans (COC), serta 8 Ball Pool. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh

Lembaga Riset Pemasaran asal Amsterdam ( Jaya,2018) bahwa ada 48,7 juta gamer

(56% diantaranya laki-laki) yang membelanjakan total US$ 880 juta. Jumlah gamer

di Indonesia ini merupakan pemain game terbanyak di Asia Tenggara yang bermain

di telepon pintar, personal computer, dan laptop.

1
2

Rolling & Adams (2006) menyatakan bahwa game online ini lebih tepat jika

disebut sebagai sebuah teknologi yaitu sebagai sebuah mekanisme yang

menghubungkan pemain secara bersama-sama, dibandingkan sebagai sebuah genre

permainan dan pola tertentu di dalam permainan. Selain itu Aji (2012) juga

menyampaikan bahwa game online merupakan suatu bentuk dari permainan yang

dihubungkan melalui jaringan internet dimana perangkat yang digunakan tidak

terbatas, dapat dimainkan di komputer, laptop, bahkan di smartphone. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa game online merupakan sebuah permainan

yang dimainkan oleh satu atau lebih pemain yang melibatkan jaringan internet

untuk mendukung permainan tersebut agar dapat berjalan.

Bermain game bisa mendatangkan kesenangan bagi orang atau kelompok

yang memainkannya. Bahkan pada jaman sekarang permainan game lebih sering

menggunakan internet dan bermain secara bersama-sama yang dapat menimbulkan

rasa antusias bagi para penggunan game online. Menurut Tridhonanto (2011)

bermain game online dapat menimbulkan dampak positif, seperti meningkatkan

sistem kerja motorik karena dengan bermian game online remaja dapat

meningkatkan keterampilan strategi bermain dan bahasa. Selain dampak positif, ada

juga dampak negatif dari bermain game, yakni para kaum muda akan mudah

melupakan skala prioritas dalam aktivitas kesehariannya sehingga dapat

menimbulkan rasa malas dan kecanduan.

Chaplin (2009) mengatakan bahwa kecanduan dalam kamus psikologi

merupakan suatu keadaan yang bergantung secara fisik kepada suatu obat bius.

Pada umumnya, kecanduan tersebut menambah toleransi terhadap suatu obat bius,
3

ketergantungan fisik dan psikologis, serta menambah gejala pengasingan diri dari

masyarakat, apabila obat bius dihentikan. Kecanduan juga dapat diartikan sebagai

perilaku yang bisa berfungsi dengan segala cara agar dapat bersenang-senang dan

cara untuk melarikan diri dari keadaan tidak nyaman, misalnya kegagalan

berulang—ulang dalam mengontrol sesuatu yang kemudian berlanjut dan dapat

menimbulkan dampak negatif. Schwausch & Chung (2005) juga berpendapat

bahwa game online dapat menjadi tempat pelarian dari dunia nyata yang

menyediakan kesenangan dalam memainkannya sehingga menyebabkan

kecanduan.

Kecanduan game online yang tertulis di dalam DSM-V (2013) dikenal

dengan istilah Internet Gaming Disorder. Kecanduan game online sendiri diartikan

sebagai penggunaan internet yang terus menerus dan berulang untuk terlibat dalam

suatu permainan sehingga berakibat pada penurunan fungsi sehari-hari. Smart

(2013) mengatakan terdapat beberapa ciri-ciri anak yang mengalami kecanduan

game online, seperti merasa terikat dengan game online artinya walaupun sedang

offline namun tetap memikirkan aktivitas online, memainkan game online lebih dari

14 jam perminggu dan hanya memainkan satu jenis atau tipe saja, merasa kebutuhan

bermain game online dengan jumlah waktu yang terus meningkat untuk mencapai

sebuah kegembiraan yang diharapkan, merasakan gelisah, murung, depresi dan

lekas marah ketika mencoba untuk mengurangi atau menghentikan bermain game

online, berbohong kepada keluarga, serta menganggap bermain game online

sebagai suatu cara untuk melarikan diri dari masalah-masalah atau mengurangi

suatu kondisi perasaan yang menyusahkan.


4

Selain itu, DSM-V (2013) menjelaskan bahwa dalam mendiagnosa individu

yang memiliki Internet Gaming Disorder terdapat beberapa kriteria. Kriteria

diagnostika tersebut antara lain keasyikan bermain game, tanda-tanda menarik diri,

toleransi (menghabiskan banyak waktu untuk bermain), kurang kontrol diri,

kehilangan ketertarikan, tetap menggunakan meskipun tahu dampak negatifnya,

menipu, modifikasi mood, dan kehilangan hubungan, perkerjaan, dan beberapa

aspek penting dalam hidup.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa subjek di universitas Bina

Darma pada tanggal 16 Februari pukul 16.30 WIB, ditemukan bahwa kebanyakan

subjek bermain game online rata-rata 3-4 jam perhari bahkan ada yang sampai 12

setiap harinya. Ketika memasuki akhir pekan, mereka bermain game online sampai

pagi bahkan tidak tidur sama sekali.Terdapat banyak alasan mengapa mereka

memilih bermain game hingga berjam-jam, yaitu ada yang menyatakan bahwa

mereka butuh hiburan, ada juga yang menyatakan mereka kesepian, dan bosan serta

sebagai pelampiasan dari stress yang mereka alami. Ketika dilakukan observasi

terhadap beberapa remaja yang bermain game online, mereka bermain game sangat

serius dan jika diganggu akan sangat marah bahkan mengambek terhadap

temannya.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan remaja menunjukkan

kecenderungan kecanduan dalam bermain game online. Menurut Young (2009)

faktor utama dari kecanduan game online sendiri adalah para pemain game online

yang sering mengalami masalah hubungan sosial dan sering merasa kesepian serta

seolah-olah mereka merasa tidak pernah merasakan kebersamaan di dalam dunia


5

nyata. Menurut Tokunaga dan Rains (2010) ada beberapa faktor yang

mempengaruhi kecanduan game online, seperti kecemasan sosial, loneliness, dan

depression. Berdasarkan studi longitudinal yang dilakukan oleh Seay dan Kraut

(Prabowo, 2012) menemukan bahwa kesepian merupakan salah satu bentuk

spesifik rendahnya kesejahteraan psikososial, dan terbukti sebagai faktor yang

berkontribusi dalam judi patologis. Padahal judi patalogis telah dijadikan analog

pada kecanduan gim daring atau game online.

Leung (Young, 2009) mengemukakan bahwa kesepian merupakan salah

satu dari beberapa aspek sosial yang merupakan faktor utama dalam kasus

kecanduan game yang dialami para remaja. Santrock (2003) juga menyatakan

bahwa kesepian (loneliness) merupakan suatu reaksi dari ketiadaan dengan jenis-

jenis tertentu dari hubungan. Kesepian juga terjadi karena pengguna game merasa

tidak adanya hubungan ketetarikan pada lingkungan sosialnya. Weiss (Baron &

Byrne, 2005) menyatakan bahwa kesepian itu tidak terjadi dan disebabkan oleh

kesendirian, namun disebabkan oleh tidak terpenuhnya kebutuhan akan hubungan

atau rangkaian hubungan yang pasti, atau juga dikarenakan tidak tersedianya

hubungan yang dibutuhkan individu tersebut.

Terdapat beberapa ciri-ciri orang yang mengalami kesepian, yakni rendah

diri, perfeksionisme romantis, perfeksionisme emosional, rasa malu dan kecemasan

sosial, rasa tidak mempunyai harapan, rasa terasing dan terkucil, peka terhadap

penolakan, takut sendirian, putus asa, takut membuka diri, tidak tegas, kesal dan

ketir, mempertahankan diri dan takut terhadap kritikan, serta depresi (Burns, 1988).
6

Berdasarkan karakteristik kesepian dan kecanduan game online yang telah

dijelaskan bahwa beberapa mahasiswa yang telah diwawancarai pada tanggal 16

Februari 2019 pada pukul 16.30 WIB, mengemukakan pendapat bahwa mereka

ketagihan bermain game online sebagai bentuk dari penghiburan atas diri mereka

karena tidak ada kegiatan yang berarti di rumah, selain itu kebanyakan subjek

merasa sangat sendirian ketika tidak bermain game, bahkan mereka merasa cemas

dan takut ketika tidak beramain game dalam sehari saja. Subjek juga merasa

terkucilkan dari lingkungan dan memilih bermain game online untuk kesenangan.

Penelitian yang dilakukan oleh Prabowo (2012) menyatakan bahwa

semakin remaja yang bermain gim daring atau game online mempersepsikan

dirinya tidak diterima teman sebaya dan diikuti dengan perasaan kesepian, maka

semakin tinggi tingkat kecanduan individu terhadap game online. Dari fenomena

dan hasil penelitian tersebut saya tertarik melakukan penelitian mengenai

“Hubungan antara Kesepian dengan Kecanduan Game Online pada Mahasiswa

Universitas Bina Darma di Palembang”. Berdasarkan teori-teori dan fenomena-

fenomena yang mendukung, maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu

apakah ada hubungan antara kesepian dengan perilaku kecanduan game online pada

mahasiswa Universitas Bina Darma di Palembang?


7

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara

kesepian dengan kecanduan game online pada mahasiswa universitas Bina Darma

di Palembang.

C. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan penelitian ini secara teoritis dapat menambah pengetahuan dan

hasil-hasil penelitian tentang kesepian, dan kecanduan game online yang kemudian

akan memperkaya referensi dan karya ilmiah mengenai kesepian dengan

hubungannya terhadap kecanduan game online di bidang psikologi sosial.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran secara jelas

mengenai gambaran perasaan kesepian pada individu yang bermain game online,

serta dapat membantu mengurangi perilaku kecanduan game online pada individu.

D. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang kecanduan pada game online telah banyak dilakukan

tetapi penelitian tentang kesepian sebagai variabel utama yang mempengaruhi

kecanduan game online belum banyak dilakukan.


8

Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, yakni Dewi dan Hamidah

(2013) yang meneliti tentang hubungan antara kesepian dengan ide bunuh diri pada

remaja dengan orangtua yang bercerai. Penelitian ini dilakukan kepada 34 remaja

yang orangtuanya bercerai kurang lebih 5 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kesepian dengan ide bunuh

diri pada remaja dengan orangtua yang bercerai. Besarnya koefisien antara kedua

variabel tersebut adalah 0,227 dengan taraf signifikansi 0,197 yang lebih besar dari

nilai probilitasnya 0,05 (p<0,05).

Dini dan Indrijati (2014) yang meneliti tentang hubungan antara kesepian

dengan perilaku agresif pada anak didik di Lembaga Pemasyarakatan anak Blitar”.

Penelitian ini menggunakan analisis data statistik nonparametik, berdasarkan hasil

analisis data pada penelitian ini, diperoleh koefisien korelasi 1,000 dengan taraf

signifikasi 0,637, maka didaapat bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara

kesepian dengan perilaku agresif pada anak didik di lembaga permasyarakatan.

Syamsul, Widyastuti dan Nurdin (2018) yang meneliti tentang motif

persahabatan dan kesepian pada santri. Penelitian ini bertujuan untuk melihat

adanya hubungan antara motif persahabatan dan kesepian pada santri. Pada

penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara motif persahabatan

dengan kesepian (p= 0,000), dimana koefiensi kolerasi antara motif persahabatan

dengan kesepian sebesar -0,618. Semakin tinggi skor motif persahabatan, maka

semakin rendah skor kesepian pada santri.


9

Garvin (2017) yang meneliti tentang hubungan kecerdasan sosial dengan

kesepian pada remaja. Penelitian ini melibatkan 165 partisipan yang berada pada

rentang remaja dan berdomisili di Jakarta. Hasil uji kolerasi Spearman

menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan sosial dengan

kesepian (rs = -0,332, p = 0,000). Bahwa semakin tinggi kecerdasan sosial maka

akan semakin rendah kesepian yang dialami remaja, demikian pula sebaliknya.

Selain itu juga Triani (2012) yang meneliti tentang pengaruh persepsi penerimaan

teman sebaya terhadap kesepian pada remaja menyatakan bahwa penelitian tersebut

memiliki nilai signifikansi 0,018 maka menunjukkan bahwa terdapat pengaruh

yang signifikan antara persepsi penerimaan teman sebaya terhadap kesepian pada

remaja.

Indahtiningrum (2013) yang meneliti tentangHhubungan antara kecanduan

video game dengan tres pada Mmahasiswa universitas Surabaya. Hasil penelitian

menunjukkan ada hubungan antara stres dengan kecanduan video game (0,016;

p<0,05) karena kecanduan video game merupakan perilaku pengalihan dari stres,

maka semakin sering mengalami stres maka semakin tinggi aktivitas bermain video

game. Tetapi pada reaksi stres dinyatakan tidak ada hubungan reaksi stres dengan

kecanduan video game (0,08; p>0,05) dikarenakan perilaku bermain game

merupakan alternatif lain yang termasuk dalam reaksi stres.

Sulistyo, Evanytha & Vianya (2015) yang meneliti tentang hubungan

roblematic Online Gagme use dengan pola asuh pada remaja. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola asuh authoritative

dan Problematic Online Game Use (POGU) pada taraf signifikansi 0,01, sedangkan
10

tidak ditemukan hubungan ynag signifikan antara tiga tipe pola asuh lainnya yaitu

authoritarian, permissive, dan neglected dengan POGU. Penelittian ini

menunjukkan tingginya kecenderungan Problematic Online Game Use pada remaja

denga pola asuh authoritative, dibanding dengan pola asuh authoritarian,

permissive, dan neglected.

Nuhan (2016) yang meneliti tentang hubungan intensitas bermain game

online dengan prestasi belajar siswa kelas IV sekolah dasar negeri Jarakan

kabupaten Bantul Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif

dengan jumlah subjek 89 siswa. Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat

hubungan intensitas bermain game online dnegan prestasi belajar siswa kelas IV

Sekolah Dasar Negeri Jarakan. Hal ini dibuktikan dengan nilai rhitung sebesar -0,229,

nilai thitung sebesar -2,192 dengan nilai signifikansi sebesar 0,031 (p<0,05).

Buntaran & Helmi (2015) yang meneliti tentang peran kepercayaan

interpersonal remaja yang kesepian dalam memoderasi pengungkapan diri pada

media jejaring sosial online. Penelitian ini dilakukan pada 162 siswa-siswi. Hasil

dari penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan antara kesepian dan

pengungkapan diri secara online yang dimoderatori oleh kepercayaaan

interpersonal online. Pada regresi variabel kesepian dengan variabel pengungkapan

diri menunjukkan bahwa kesepian memiliki hubungan dengan pengungkapan diri

dengan nilai R2= 0,032 dan F=5,730; p<0,05. Regresi variabel kepercayaaan

interpersonal online dengan variabel pengungkapan diri skor F=121,748; p<0,01

yang menunjukkan bahwa kepercayaan interpersonal memiliki hubungan yang

signifikan dengan pengungkapan diri secara online. Regresi moderator atau


11

interaksi antara variabel kesepian dan variabel kepercayaan interpersonal terhadap

pengungkapan diri menunjukkan nilai F=80,796;p<0,01 dan R2=0,605. Hal ini

menunjukkan bahwa sumbangan efektif sebasar 60,5% diberikan moderator

terhadap pengungkapan diri.

Agusti dan Leornardi (2015) yang meneliti tentang hubungan antara

kesepian dengan problematic internet use pada mahasiswa. Penelitian ini

merupakan penelitian kuantitatif dengan metode korelasi, hasil analisis

menggunakan Spearman’s Rho yang menunjukkan angka 0,014 dan koefisien

korelasi sebesar o,25. Hasil tersebut menunjukkan terdapat hubungan positif yang

lemah antara loneliness dengan Problematic Internet Use.

Subagio dan Hidayati (2017) yang meneliti adanya hubungan antara

kesepian dengan adiksi smartphone padasSiswa SMA Negeri 2 Bekasi. Penelitian

ini dilakukan pada 193 siswa dimana hasilnya menunjukkan bahwa ada hubungan

positif dan signifikan antara kesepian dengan adiksi smartphone. Sumbangan

efektif kesepian terhadap adiksi smartphone sebedar 3,6% dan sisanya sebesar

96,4% dijelaskan oleh faktor lain.

Prabowo dan Juneman (2012) yang meneliti tentang penerimaan teman

sebaya, kesepian, dan kecanduan bermain gim daring pada remaja di Jakarta.

Penelitian ini dilakukan pada 133 remaja Jakarta yang berusia 12-18 tahun, dimana

diperoleh data empiris x2 = 1,56; p>0,05; GFI >0,09, artinya semakin remaja yang

bermain video gim daring mempersepsikan dirinya tidka diterima oleh teman
12

sebaya, bila diikuti dengan peraaan kesepian, maka semakin tinggi tingkat

kecanduannya terhadap video gim daring.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kecanduan Game Online

1. Pengertian Kecanduan Game Online

Kecanduan merupakan ketergantungan yang menetap dan kompulsif pada

suatu perilaku atau zat (Medical, 2011). Kemudian, Peele (2007) mengatakan

bahwa kecanduan merupakan sebuah metode maladatif untuk mengatasi mesalah

dan tantangan. Kecanduaan saat ini tidak hanya pada obat-obatan saja ,namun lebih

kepada penggunaan internet serta bermain game pada kehidupan sehari-hari.

Lemmens, Valkenburg & Peter (2011) berpendapat bahwa kecanduan game

online merupakan ketidakmampuan yang persistensi dalam mengontrol perilaku

bermain game yang menyebabkan masalah sosial dan emosional bagi pelakunya.

Kecanduan game online merupakan salah satu bentuk kecaduan yang disebabkan

oleh teknologi internet atau yang dikenal dengan internet addictive disorder

(Angela, 2013).

Menurut Young (2009) kecanduan game online karena adanya ketetarikan

dengan game. Pemain online game terus memikirkan tentang game ketika mereka

sedang offline. Bermain game online membuat pemainnya menelantarkan hal lain

seperti tugas sekolah, pelajaran, dan lainnya serta menjadikan game online sebagai

prioritas yang harus diutamakan. Weistein (2010) juga berpendapat bahwa

kecanduan game online merupakan sesuatu yang ditandai dengan sejauh mana

13
14

seseorang bermain game secara berlebihan yang dapat berpengaruh negatif bagi

pemain game tersebut.

Dari pengertian-pengertian mengenai kecanduan game online yang telah

disampaikan bahwa kecanduan game online ialah suatu aktivitas bermain game

yang berhubungan dengan internet dimana idividu menyatakan ketertarikan pada

game tersebut dan tidak dapat melepaskan diri dari aktivitas tersebut serta

menggunakan waktu dalam bermain game online secara berlebihan.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecanduan Game Online

Menurut Wan & Chiou (2006) faktor-faktor seseorang kecanduan bermain

game online dari kebutuhan psikologis dan motivasi adalah:

a. Hiburan dan rekreasi

Game online menjadi tempat yang memberikan hiburan bagi pemain. Bagi

beberapa pemain, game online adalah sarana yang cukup menghibur. Pemain akan

memilih game online sebagai sarana rekreasi untuk menghilangkan penat akan

rutinitas pemain di dunia nyata.

b. Emosional coping (pengalih perhatian dari kesepian, isolasi dan kebosanan,

melepaskan stress, relaksasi, kemarahan dan pengunaan frustasi).

Beberapa pemain menggunakan game online sebagai sarana melampiaskan

emosinya. Pemain merasa game online adalah tempat yang efektif untuk

menghilangkan stres.
15

c. Melarikan diri dari kenyataan

Bermain game online menjadi tempat untuk melarikan diri dari masalah di

dunia nyata karena game online mudah diakses dan cukup terjangkau.

d. Hubungan interpersonal dan memuaskan kebutuhan sosial (berteman,

memperkuat persahabatan dan menghasilkan rasa memiliki dan pengakuan) .

Pemain merasa bahwa kualitas hubungan interpersonal di game online lebih

baik daripada di dunia nyata. Hal ini disebabkan karena di dalam game online

pemain dapat terhubung dengan pemain lain. Jadi, di dalam game online pemain

dapat menjalin pertemanan dengan pemain lain.

e. Kebutuhan untuk berprestasi

Kurangnya prestasi pemain di dunia nyata menyebabkan pemain

melampiaskan hasrat untuk berprestasinya di dalam game online.

f. Kebutuhan untuk adanya kegembiraan dan tantangan dalam diri

Game online biasanya mempunyai tingkat kesulitan yang kompleks dalam

menyelesaikan tugas. Dalam hal ini pemain tertarik untuk menyelesaikan tiap tugas

yang ada di dalam game online.

g. Kebutuhan akan kekuasaan

Adanya keinginan pemain untuk menjadi seseorang yang superior karena di

dunia nyata pemain adalah seseorang yang inferior. Pemain melampiaskan

keinginan tersebut di game online.

Sedangkan menurut Tokunaga dan Rains (2010) ada beberapa faktor yang

mempengaruhi kecanduan game online, seperti kecemasan sosial, loneliness, dan

depression. Young (2009) juga berpendapat bahwa faktor utama dari kecanduan
16

game online sendiri adalah para pemain game online yang sering mengalami

masalah hubungan sosial dan sering merasa kesepian serta seolah-olah mereka

merasa tidak pernah merasakan kebersamaan di dalam dunia nyata.

Dari beberapa faktor-faktor mengenai kecanduan online game diatas dapat

disimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi individu

kecanduan online game, yaitu hiburan dan rekreasi, emosional coping, melarikan

diri dari kenyataan, hubungan interpersonal dan memuaskan kebutuhan sosial,

kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk adanya kegembiraan dan tantangan

dalam diri, kebutuhan akan kekuasaan, kecemasan sosial, loneliness, dan

depression.

3. Aspek-Aspek Kecanduan Game Online

Menurut Lemmens dkk (2009) menjelaskan aspek kecanduan game online

sebagai berikut:

a. Salience

Aktivitas bermain game menjadi aktivitas yang penting dalam hidup

seseorang dan mendominasi pikiran, perasaan dan perilaku.

b. Tolerance

Proses saat seseorang mulai bermain game menjadi lebih sering, secara

bertahap meningkatkan jam bermain.

c. Mood modification

Pengalaman seseorang yang dirasakan sebagai hasil dari bermain game. Hal

ini mengacu pada istilah mabuk pada pecandu obat-obatan terlarang. Mood
17

modification juga mencakup sebagai penenang dan atau relaksasi terkait pelarian

diri dari masalah.

d. Withdrawal

Emosi yang tidak menyenangkan dan atau efek fisik yang terjadi ketika

bermain game tiba-tiba berkurang atau berhenti. Withdrawal biasanya mencakup

kemurungan dan cepat marah dan juga termasuk gejala fisiologis seperti gemetar.

e. Relapse

Kecenderungan untuk kembali ke pola awal kebiasaan bermain. Pola

bermain yang berlebihan dengan cepat dipulihkan setelah periode penentangan dan

pengendalian.

f. Conflict

Mengacu kepada konflik interpersonal dari bermain yang berlebihan.

Konflik yang terjadi antara pemain dan lingkungan dunia nyatanya. Konflik dapat

mencakup argument dan pengabdian, juga kebohongan dan penipuan.

g. Problem

Mengacu pada masalah yang diakibatkan dari bermain yang belebihan. Hal

ini mengacu pada pemindahan masalah sebagai obyek kecanduan.

Berdasarkan DSM-V (2013) terdapat beberapa aspek penting dalam kriteria

diagnosa Internet Gaming Disorder, yakni:

a. Keasyikan dengan permainan internet. Individu berpikir tentang permainan

sebelumnya atau mengantisi-pasi permainan selanjutnya, internet gaming

menjadi aktivitas utama sehari-hari,


18

b. Tanda-tanda menarik diri ketika internet gaming dijauhkan darinya. (tanda-

tanda yang muncul seperti mudah marah, cemas, sedih, tetapi tidak ada

tanda-tanda fisik yang menunjukkan alergi obat),

c. Toleransi, kebutuhan untuk menambah jumlah waktu untuk bermaian

internet gaming,

d. Usaha gagal untuk mengontrol keterlibatan diri di dalam internet gaming,

e. Kehilangan ketertarikan terhadap hobi dan kesenangan sebelumnya kecuali

internet gaming,

f. Berkelanjutan secara berlebihan menggunakan internet gaming meski-pun

mengetahui dampak psikososial yang ditimbulkan,

g. Berbohong terhadap keluarga, terapis menyangkut lamanya bermain

internet gaming,

h. Menggunakan internet gaming untuk melarikan diri dari mood negatif

(seperti merasa tidak berdaya, bersalah, dan cemas),

i. Memiliki hubungan yang membaha-yakan atau hampir kehilangan, peker-

jaan, atau kesempatan karir karena keterlibatannya dalam internet gaming.

Dari beberapa aspek-aspek mengenai kecanduan online game diatas dapat

disimpulkan bahwa ada beberapa aspek yang dapat mempengaruhi individu

kecanduan online game, yaitu salience, tolerance, mood modification, withdrawal,

relapse, conflict, problem, keasyikan bermain game, tanda-tanda menarik diri,

toleransi (menghabiskan banyak waktu untuk bermain), kurang kontrol diri,

kehilangan ketertarikan, tetap menggunakan meskipun tahu dampak negatifnya,


19

menipu, modifikasi mood, dan kehilangan hubungan, perkerjaan, dan beberapa

aspek penting dalam hidup.

B. Kesepian

1. Pengertian Kesepian

Menurut Weiss (Santrock, 2007), kesepian merupakan suatu reaksi dari

ketiadaan jenis-jenis tertentu dari hubungan. Sedangkan Margalit (2010)

mengatakan Kesepian ialah seperangkat perasaan yang kompleks meliputi reaksi

terhadap kebutuhan sosial yang tidak terpenuhi. Kesepian ialah suatu kondisi

ketidak-seimbangan psiko-emosional yang ditandai dengan perasaan kosong atau

kehampaan diri akibat kurangnya ikatan dengan orang lain (Baron & Byrne, 2004).

Bruno (Dayaksi & Hudaniah, 2009) berpendapat bahwa kesepian

merupakan suatu keadaan mental dan emosional terutama yang dicirikan dengan

adanya perasaan terasing dan kurangnya hubungan yang bermakna dengan orang

lain. Selain itu kesepian juga merupakan perasaan kurang memiliki hubungan sosial

yang diakibatkan ketidakpuasan dnegan hubungan sosial yang ada (Brehm, 2002).

Berdasarkan pengertian mengenai kesepian dapat disimpulkan bahwa

kesepian merupakan sebuah perasaan terhadap kondisi yang ada dimana individu

memiliki kehampaan serta menjadi merasa tidak memiliki hubungan sosial yang

baik karena kurang adanya ikatan dengan orang lain.


20

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesepian

Menurut Brehm et al (2002) terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan

seseorang mengalami kesepian, yaitu :

a. Ketidakadekuatan dalam hubungan yang dimiliki seseorang

Menurut Brehm et al (2002), hubungan seseorang yang tidak adekuat akan

menyebabkan seseorang tidak puas akan hubungan yang dimilikinya. Ada banyak

alasan seseorang merasa tidak puas dengan hubungan yang dimilikinya tersebut.

b. Terjadi perubahan terhadap apa yang diinginkan seseorang dari suatu

hubungan.

Kesepian juga dapat muncul karena terjadi perubahan terhadap apa yang

diinginkan seseorang dari suatu hubungan. Pada saat hubungan sosial yang dimiliki

seseorang cukup memuaskan, orang tersebut tidak mengalami kesepian. Akan

tetapi ada saat dimana hubungan tersebut tidak lagi memuaskan, karena orang itu

telah merubah apa yang diinginkannya dari hubungan tersebut. Menurut Peplau

(Brehm et al, 2002), perubahan itu dapat muncul dari beberapa sumber yaitu:

1) Perubahan mood seseorang. Jenis hubungan yang diinginkan seseorang

ketika sedang senang berbeda dengan jenis hubungan ketika sedang sedih. Bagi

beberapa orang akan cenderung membutuhkan orang tuanya ketika sedang senang,

dan akan cenderung membutuhkan teman-temannya ketika sedang sedih.


21

2) Usia. Seiring dengan bertambahnya usia, perkembangan seseorang

membawa berbagai perubahan yang akan mempengaruhi harapan atau keinginan

orang itu terhadap suatu hubungan.

3) Perubahan situasi. Banyak orang tidak mau menjalin hubungan emosional

yang dekat dengan orang lain ketika sedang membina karir. Ketika karir sudah

mapan orang tersebut akan dihadapkan pada kebutuhan yang besar akan sesuatu

hubungan yang memiliki komitmen secara emosional.

c. Self-esteem

Kesepian berhubungan dengan self-esteem yang rendah. Orang yang

memiliki self-esteem yang rendah cenderung merasa tidak nyaman pada situasi

yang beresiko secara sosial. Dalam keadaan seperti ini orang tersebut akan

menghindari kontak-kontak sosial tertentu secara terus menerus yang akan

berakibat pada kesepian.

d. Perilaku interpersonal

Perilaku interpersonal akan menentukan keberhasilan individu dalam

membangun hubungan yang diharapkan. Dibandingkan dengan orang yang tidak

mengalami kesepian, orang yang mengalami kesepian akan menilai orang lain

secara negatif, tidak begitu menyukai orang lain, tidak mempercayai orang lain,

mengintepretasi tindakan orang lain secara negatif, dan cenderung berpegang pada

sikap-sikap yang bermusuhan. Orang yang mengalami kesepian juga cenderung

terhambat dalam keterampilan sosial, cenderung pasif bila dibandingkan dengan

orang yang tidak mengalami kesepian, ragu-ragu dalam mengekspresikan pendapat


22

di depan umum, cenderung tidak responsif, tidak sensitif secara sosial, dan lambat

membangun keintiman dalam hubungan yang dimilikinya dengan orang lain.

Perilaku ini akan membatasi kesempatan seseorang tersebut untuk bersama dengan

orang lain dan memiliki kontribusi terhadap pola interaksi yang tidak memuaskan

(Perlman, Saks & Krupart, Brehm et al, 2002).

e. Atribusi penyebab

Menurut pandangan Peplau dan Perlman (Brehm et al, 2002), perasaan

kesepian muncul sebagai kombinasi dari adanya kesenjangan hubungan sosial pada

individu ditambah dengan atribusi penyebab. Atribusi penyebab dibagi atas

komponen internal-eksternal dan stabil-tidak stabil.

Menurut Peplau dan Perlman (1982) terdapat dua kondisi yang

menyebabkan terjadinya kesepian. Kondisi pertama adalah kejadian yang memicu

terbentuknya perasaan tersebut.Kondisi Kedua adalah faktor-faktor yang

mendahului dan yang mempertahankan perasaan kesepian dalam jangka waktu

yang cukup lama.

a. Precipitating Factors (faktor-faktor pemicu)

Di bawah ini yang termasuk dalam kejadian pemicu adalah adanya perubahan

dalam hubungan sosial seseorang yang sebenarnya sehingga hubungan sosial yang

dijalankan seseorang itu jauh dari apa yang diharapkannya, yaitu:

1) Berakhirnya suatu hubungan dekat seperti kematian, perceraian, putus

cinta,serta perpisahan secara fisik yang kadang membawa kita ke arah

kesepian.
23

2) Faktor kualitas dari hubungan sosial yang rendah. Perubahan dalam

kebutuhan atau keinginan sosial seseorang juga dapat menyebabkan

kesepian.

3) Lingkungan kehidupan berubah dalam kapasitas seseorang atau keinginan

dalam hubungan sosial mungkin mempercepat munculnya kesepian, jika

tidak dibarengi dengan kemampuan untuk menyesuaikan diri dalam suatu

hubungan yang sebenarnya.

4) Faktor perubahan situasional juga dapat menimbulkan kesepian.

b. Predisposing and maintaining (Faktor-faktor yang mendahului dan

mempertahankan).

Faktor-faktor yang mendahului dan mempertahankan adalah faktor

kepribadian dan situasional yang dapat meningkatkan munculnya kesepian. Faktor

yang juga dapat mempersulit seseorang yang kesepian untuk membangun kembali

hubungan sosial yang memuaskan.

Berdasarkan dari beberapa faktor-faktor mengenai kesepian diatas dapat

disimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi individu

mengalami kesepian, yaitu ketidakadekuatan dalam hubungan yang dimiliki

seseorang, terjadi perubahan, self-esteem, perilaku interpersonal, atribusi penyebab

serta juga terdapat precipitating factors, dan predisposing and maintaining yang

dapat mempengaruhi kesepian.


24

3. Aspek-aspek Kesepian

Menurut Peplau & Perlman (1982) yang menjadi aspek-aspek kesepian

yaitu:

a. Afektif

Bradbrun dkk (Peplau & Perlman, 1982) berpendapat bahwa individu yang

kesepian merasa kurang bahagia, kurang puas, lebih pesimis dan menggambarkan

dirinya sendiri tegang, tidak dapat santai dan jemu. Loucks & Perlman (Peplau &

Perlman, 1981) mengidentifikasikan bosan dan gelisah sebagai perasaan yang

dimiliki oleh orang yang kesepian.

b. Motivasional

Sullivan (Peplau & Perlman, 1982) kesepian adalah kekuatan yang

mendorong atau memotivasi seseorang untuk melakukan interaksi atau hubungan

dengan orang lain meski merasa cemas terhadap interaksi tersebut. Fromm (Peplau

& Perlman, 1982) kesepian dapat meningkatkan rasa putus asa yang mendalam.

c. Kognitif

Lake (1986) adanya kesepian menyebabkan seseorang merasa kehilangan

kepercayaan terhadap orang lain. Peplau & Perlman (1982) individu yang kesepian

umumnya kurang dapat berinteraksi atau kurang memfokuskan perhatian secara

efektif.
25

d. Perilaku

Individu yang kesepian akan menunjukan perilaku menghindari orang lain.

Senyumnya tampak aneh dan tidak tulus serta jabatan tanganya kaku, enterpretasi

wajah, nada suara, kecepatan bicara, jarak berdiri, cara berpakaian, kurang banyak

bicara dengan orang lain, sedikit bertanya( Lake, 1986).

Menurut Russell (Krisnawati & Soetjiningsih, 2017) yang menjadi aspek

kesepian yaitu:

a. Trait loneliness yaitu adanya pola yang lebih stabil dari perasaan kesepian

yang terkadang berubah dalam situasi tertentu, atau individu yang

mengalami kesepian karena disebabkan kepribadian mereka. Kepribadian

yang dimaksud adalah seseorang yang memiliki kepercayaan yang kurang

dan ketakutanakan orang asing.

b. Social desirability loneliness yaitu terjadinya kesepian karena individu tidak

mendapatkan kehidupan sosial yang diinginkan pada kehidupan

dilingkungannya,

c. Depression loneliness yaitu terjadinya kesepian karena terganggunya

perasaan seseorang seperti perasaan sedih, murung, tidak bersemangat,

merasa tidak berharga dan berpusat pada kegagalan yang dialami oleh

individu.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek kesepian

menurut Perlman & Peplau adalah aspek afektif, motivasional, kognitif dan
26

perilaku. Menurut Russell aspek kesepian meliputi: trait loneliness, social

desirability loneliness dan depression loneliness.

C. Hubungan antara Kesepian dengan Kecanduan Game online pada

Masiswa Universitas Bina Darma

Game online merupakan sebuah permainan yang menggunakan jaringan

internet. Aji (2012) juga menyampaikan bahwa game online merupakan suatu

bentuk dari permainan yang dihubungkan melalui jaringan internet dimana

perangkat yang digunakan tidak terbatas, dapat dimainkan di komputer, laptop,

bahkan di smartphone. Bermain game online yang berlebihan dapat menimbulkan

dampak positif seperti meningkatkan sistem kerja motorik selain itu juga ada

dampak negatif seperti kecanduan game online (Tridhonanto, 2011).

Kecanduan game online merupakan penggunaan internet yang terus

menerus dan berulang untuk terlibat dalam sebuah permainan sehingga dapat

mengakibatkan penurunan fungsi sehari-hari (DSM-V, 2013).Tokunaga dan Rains

(2010) berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecanduan

game online, seperti kecemasan sosial, loneliness, dan depression. Margalit (2010)

mengatakan kesepian ialah seperangkat perasaan yang kompleks meliputi reaksi

terhadap kebutuhan sosial yang tidak terpenuhi.

Remaja yang merasa bahwa game online dapat membuat mereka menjadi

tidak kesepian dan dapat menjadi pengalihan dari dunia nyata. Young (2009) juga

berpendapat bahwa faktor utama dari kecanduan game online sendiri adalah para
27

pemain game online yang sering mengalami masalah hubungan sosial dan sering

merasa kesepian serta seolah-olah mereka merasa tidak pernah merasakan

kebersamaan di dalam dunia nyata.

Hal ini dibuktikan dengan diadakannya studi longitudinal yang dilakukan

oleh Seay dan Kraut (Prabowo, 2012) menemukan bahwa kesepian merupakan

salah satu bentuk spesifik rendahnya kesejahteraan psikososial, dan terbukti sebagai

faktor yang berkontribusi dalam judi patologis. Padahal judi patalog telah dijadikan

analog pada kecanduan gim daring atau game online.

Selain itu hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Martanto,

Hardjono, dan Karyanta (2014) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif

antara kesepian dengan perilaku kecanduan game online. Hidayati (2018) dalam

melakukan penelitiannya menemukan bahwa kesepian memiliki hubungan yang

positif terhadap kecanduan smartphone, semakin remaja kecanduan smartphone

maka semakin tinggi kesepian yang dialami remaja tersebut. Menurut Rafiq dan

Malik (2016) bahwa kesepian (baik secara sosial atau emosional) mengungkapkan

hubungan positif dengan kecanduan internet, disini dijelaskan bahwa kesepian dan

dukungan sosial online menunjukkan hubungan terkuat dengan kecanduan internet.

Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Ariana dan Hapsari (2015) bahwa

terdapat hubungan yang positif antara kesepian dengan kecanduan internet pada

remaja, semakin tinggi kadar kesepian seseorang, maka semakin tinggi pula resiko

kecenderungan internet yang dialaminya.

Berdasarkan uraian diatas diketahui bahwa terdapat hubungan positif antara

kesepian dengan kecanduan game online. Hal tersebut dilihat dari faktor-faktor
28

yang mempengaruhi kecanduan game online salah satunya adalah kesepian.

individu yang mengalami kesepian merasakan penolakan dari dunia nyata dan

mengalihkannya ke dunia game online sehingga mereka merasa nyaman. Selain itu

beberapa penelitian juga mendukung bahwa kesepian memberikan dukungan

terhadap kecanduan game online pada individu.

D. Kerangka Berpikir

MAHASISWA UNIVERSITAS BINA Fenomena mahasiswa universitas


DARMA DI PALEMBANG Bina Darma di Palembang

 bermain game online rata-


Lemmens, Valkenburg & Peter
rata 3-4 jam perhari bahkan
(2011) berpendapat bahwa kecanduan game
sampai seharian
online merupakan ketidakmampuan yang
 Ketika bermain game online
persistensi dalam mengontrol perilaku
marah jika ada yang
bermain game yang menyebabkan masalah
mengganggu
sosial dan emosional bagi pelakunya.
 Pengalihan dari rasa bosan,
kesepian, stress

Menurut Tokunaga dan Rains (2010) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kecanduan game online, seperti kecemasan sosial, loneliness, dan depression. Young
(2009) juga berpendapat bahwa faktor utama dari kecanduan game online sendiri adalah
para pemain game online yang sering mengalami masalah hubungan sosial dan sering
merasa kesepian serta seolah-olah mereka merasa tidak pernah merasakan kebersamaan
di dalam dunia nyata.
29

Fenomena mahasiswa universitas Bina


Darma di Palembang
Menurut Weiss (Santrock,
2007), kesepian merupakan suatu  ketagihan bermain game online

reaksi dari ketiadaan jenis-jenis sebagai bentuk dari penghiburan


tertentu dari hubungan. Selain itu
atas diri mereka karena tidak ada
kesepian juga merupakan perasaan
kurang memiliki hubungan sosial kegiatan yang berarti di rumah

yang diakibatkan ketidakpuasan  kebanyakan subjek merasa


dnegan hubungan sosial yang ada
sangat sendirian ketika tidak
(Brehm, 2002).
bermain game

 mereka merasa cemas dan takut

ketika tidak beramin game dalam

sehari saja

 Subjek merasa terkucilkan dari

lingkungan dan memilih bermain

game online untuk kesenangan.

E. Hipotesis Penelitian

Adanya hubungan positif antara kesepian dengan kecanduan game online.

Semakin tinggi tingkat kesepian, semakin tinggi tingkat kecanduan online game.

Begitu pula sebaliknya, semakin rendah tingkat kesepian maka semakin rendah

tingkat kecanduan game online


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah konsep tentang fenomena yang diteliti.

Penelitian ini terbagi menjadi beberapa variabel penelitian yaitu:

1. Variabel Terikat : Kecanduan Game Online

2. Variabel Bebas : Kesepian

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional variabel penelitian adalah sebagai berikut:

1. Kecanduan Game Online

Kecanduan game online adalah aktivitas bermain game yang berhubungan

dengan internet dimana idividu menyatakan ketertarikan pada game tersebut dan

tidak dapat melepaskan diri dari aktivitas tersebut serta menggunakan waktu dalam

bermain game online secara berlebihan. Variabel kecanduan game online pada

mahasiswa universitas Bina Darma Palembang akan diukur dengan menggunakan

skala Game Addiction Scale (GAS) yang merupakan skala kecanduan game online

berdasarkan aspek-aspek kecanduan game online menurut Lemmens dkk (2009)

yaitu : (1) salience, (2) tolerance, (3) mood modification, (4) withdrawal, (5)

relapse, (6) conflict, (7) problem.

30
31

2. Kesepian

Kesepian merupakan sebuah perasaan terhadap kondisi yang ada dimana

individu memiliki kehampaan serta menjadi merasa tidak memiliki hubungan sosial

yang baik karena kurang adanya ikatan dengan orang lain.

Variabel kesepian pada mahasiswa universitas Bina Darma Palembang akan

diukur dengan menggunakan skala Loneliness Scale Version 3 yang merupakan

skala kesepian berdasarkan aspek-aspek kesepian menurut Menurut Russell (1996)

aspek kesepian meliputi: (1) trait loneliness, (2) social desirability loneliness dan

(3) depression loneliness.

C. Subjek Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011).

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa universitas Bina Darma yang

gemar bermain game online di Palembang, adapun karakteristik subjek sebagai

berikut:

1. Jenis kelamin laki-laki dan perempuan

Berdasarkan observasi peneliti bahwa baik laki-laki maupun perempuan

juga gemar bermain game online di kampus Bina Darma Palembang.


32

2. Usia mahasiswa (18-25 tahun)

Menurut Santrock (2011) individu yang beranjak dewasa cenderung fokus

pada dirinya sendiri sehingga kurang terlibat dalam kewajiban sosial. Dan di masa

dewasa awal individu mengalami ketidakstabilan baik dalam pendidikan, relasi

romasntis, dan pekerjaan. Brehm (1992) mengatakan bahwa orang-orang yang

berada di usia remaja dan dewasa awal yang paling merasakan kesepian karena

individidu mengalami masa peralihan dari remaja ke dewasa awal dan mengalami

transisi sosial yang besar.

3. Mengalami kecanduan bermain game online minimal 4-5 dalam sehari

Sugiyoni (2011) menjelaskan jika populasi besar, dan peneliti tidak

mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya keterbatasan dana,

tenaga, dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari

popolasi tersebut. sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut. teknik sampling yang digunakan adalah teknik

nonprobability sampling. Teknik nonprobability sampling adalah teknik sampel

yang tidak memberikan peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau

anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik sampling yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sampling purposive.

Sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan

tertentu. Menurut Arikunto (2010) terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi

dalam menentukan sampel berdasarkan tujuan tertentu, yaitu pengambilan sampel

harus didasarkan pada sifat-sifat atau ciri-ciri yang merupakan karakteristik atau
33

ciri-ciri pokok populasi, subjek yang diambil sebagai sampel benar-benar

merupakan subjek yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada

populasi, dan penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat di dalam

studi pendahulunya.

Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

sampling purposive, yaitu individu yang gemar bermain game online hingga 4-5

jam setiap harinya karena merasa kesepian. Langkah-langkah peneliti dalam

mengambil sampel, yaitu menentukan subjek yang akan dipilih, merupakan

mahasiswa Bina Darma, memiliki kegemaran bermain game online. Sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa universitas Bina Darma

Palembang. Sebelum pelaksanaan penelitian, dilakukan penyebaran angket kepada

mahasiswa untuk mengetahui individu yang memiliki kegemaran bermain game

online.

D. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh

informasi yang relevan, adekuat, dan reliabel. Prosedur ini sangat penting karena

baik buruknya penelitian tergantung dengan teknik pengumpulan data (Hadi, 2004).

Peneliti menggunakan metode skala likert untuk mengukur variabel kecanduan

game online dan kesepian. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat,

dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono,

2011).
34

Lima alternatif jawaban pada skala likert terdiri dari sangat setuju (SS),

setuju (S), netral (N), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS) yaitu: sangat

setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS). Skala ini

tersusun atas aitem-aitem yang disajikan dalam bentuk pernyataan yang bersifat

positif dan negatif atau pernyataan yang terdiri dari favorable atau pernyataan

pendukung dan unfavorable atau pernyataan tidak mendukung.

Pernyataan yang bersifat favourable, skor yang diberikan terdiri dari 5

angka untuk jawaban sangat setuju (SS), angka 4 untuk jawaban setuju (S), angka

3 untuk jawaban netral (N), angka 2 jawaban tidak setuju (TS), angka 1 untuk

jawaban sangat tidak setuju (STS).

Tabel 1

Skor Penilaian Aitem

No Kategori Respon Favourable Unfavourable


1 SS (Sangat Setuju) 5 1
2 S (Setuju) 4 2
3 N (Netral) 3 3
4 TS (Tidak Setuju) 2 4
5 STS (Sangat Tidak Setuju) 1 5

Azwar (2012) mengemukakan bahwa (1) skala merupakan alat ukur atribut

psikologis berupa aspek kepribadian, (2) untuk mengungkap atribut tunggal, (3)

pernyataan dan pertanyaan yang digunakan hanya sebagai stimulus dan indikator

perilaku untuk mengumpulkan sebanyak mungkin indikasi dari aspek, sehingga


35

atribut yang diukur dari kesimpulan akhir sebagai suatu diagnosis dapat dicapai

setelah semua aitem direspon.

Metode skala ini dipilih berdasarkan asumsi bahwa (1) subjek adalah orang

yang palin tau dirinya, (2) apa yang dinyatakan oleh subjek kepada peneliti adalah

benar dan dapat dipercaya, dan (3) interprestasi subjek terhadap pernyataan yang

disajikan adalah sama dengan apa yang dimaksud oleh peneliti untuk mendapatkan

data dalam penelitian alat ukur. Skala yang digunakan dalam penelitian adalah skala

likert yang terdiri dari dua skala yaitu skala kecanduan game online, dan skala

kesepian.

1. Skala kecanduan game online

Penelitian ini menggunakan alat ukur skala kecanduan online game yaitu

Game Addiction Scale yang disusun oleh Lemmens, Valkenburg dan Peter (2009).

Skala ini mengacu pada aspek salience, tolerance, mood modification, withdrawal,

relapse, conflict dan problem. Pada skala ini terdapat 45 pernyataan, yang disajikan

dalam dua bentuk yaitu 23 pernyataan favourable dan 22 unfavourable yang harus

direspon oleh subjek. Penyajian skala kecanduan game online menggunakan 5

kategori jawaban, yaitu: sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat

tidak setuju (STS).

Distribusi penyebaran aitem-aitem dari aspek-aspek kecanduan game online

sebelum diuji coba dapat dilihat sebagai berikut:


36

Tabel 2

Blue Print Skala Kecanduan Game Online

No Aspek-aspek Aitem Jumlah


Favourable Unfavourable
1 Salience 1,15,29,43 8, 22, 36 7
2 Tolerance 9, 23, 37 2, 16, 30,44 7
3 Mood modification 3, 17, 3,45 10, 24, 38 7
4 Withdrawal 11, 25, 39 4, 18, 32 6
5 Relapse 5, 19, 33 12, 26, 40 6
6 Conflict 13, 27,41 6, 20, 34 6
7 Problem 7, 21, 35 14, 28,42 6
Total 45

2. Skala kesepian

Penelitian ini menggunakan alat ukur kesepian yaitu UCLA Loneliness

Scale version 3 yang disusun oleh Russell (1996). Skala ini mengacu pada aspek

personality, social, dan depression. Pada skala ini terdapat 30 pernyataan yang

disajikan dalam dua bentuk yaitu 15 pernyataan favourable dan 15 unfavourable

yang harus direspon oleh subjek. Penyajian skala kesepian menggunakan 5 kategori

jawaban, yaitu: sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju

(STS).

Distribusi penyebaran aitem-aitem dari aspek-aspek kesepian sebelum diuji

coba dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 3

Blue Print Skala Kesepian


37

No Aspek-aspek Aitem Jumlah


Favourable Unfavourable
1 Personality 1,7,13,19,25 4,10,16,22,28 10
2 Social 5,11,17,23,29 2,8,14,20,26 10
3 Depression 3,9,15,21,27 6,12,18,24,30 10
Total 30

E. Uji Validitas dan Reliabilitas

Salah satu masalah utama yang sering dijumpai oleh peneliti dalam sebuah

penelitian adalah bagaimana memperoleh data yang objektif dan dapat dipercaya.

Menurut Azwar (2012) kepercayaan dapat diberikan pada kesimpulan penelitian

awal yang tergantung pada akurasi dan kecermatan data yang diperoleh. Akurasi

dan kecermatan data hasil pengukuran tergantung pada validitas dan reliabilitas alat

ukurnya.

1. Uji Validitas

Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur

dalam melakukan fungsi ukurnya. Instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai

validitas tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan

hasil ukur yang sesuai dnegan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar,

2012).

Secara empirik, tinggi rendahnya validitas ditunjukkan oleh suatu angka

yang disebut koefisien validitas (Azwar, 2012). Koefisien validitas makna jika

bergerak dari 0,00 sampai 1,00. Menurut Azwar (2012) bahwa koefisien validitas
38

berkisar antara 0,30 sampai dengan 0,50 telah dapat memberikan kontribusi yang

baik. Pengujian validitas aitem-aitem alat ukur dalam penelitian ini menggunakan

teknik Alpa Cronbach dengan sistem output satu paket reliabilitas dengan bantuan

program SPSS 24.00 for Windows.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya

(Azwar, 2012). Besarnya koefisien reliabilitas berkisar 0,00 sampai dengan 1,00.

Bila koefisien reliabilitas semakin tinggi mendekati 1,00 berarti pengukuran

semakin reliabel (Azwar, 2012). Uji reliabilitas yang dilakukan dalam penelitian ini

menggunakan teknik alpa cronbach dengan bantuan program komputer SPSS

(statistical package for social science) 24.00 for Windows.

F. Metode Analisis Data

1. Uji Normalitas

Dimaksudkan untuk mengetahui skor variabel yang diteliti mengikuti

distribusi atau sebaran normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan dalam

penelitian ini adala uji kolmogorov smirnov.

Kaidah yang dapat digunakan untuk mengetahui normalitas sebaran data

adalah jika signifikansi p > 0,05 maka dinyatakan normal, sebaliknya jika p < 0,05

maka data berdistribusi tidak normal.

2. Uji Linieritas
39

Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui hubungan apakah antara variabel

bebas yaitu kesepian dan variabel terikat yaitu kecanduan game online memiliki

hubungan yang linier. Hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat

dikatakan linier jika tidak ditemukan penyimpangan. Uji linieritas dilakukan

dengan tehnik analisis varians. Kaidah yang dapat digunakan adalah jika p < 0,05

berarti hubungan antara kedua variabel adalah linier, jika p > 0,05 maka hubungan

antara kedua variabel tidak linier.

3. Uji Hipotesis

Setelah terpenuhinya prasyaratan uji normalitas dengan uji linieritas,

kemudian dilakukan uji hipotesis. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah

kuantitatif, sehingga data tersebut akan dianalisis dengan menggunakan tehnik

analisis regresi sederhana (simple regression).

Menurut Hadi (2002), analisis regresi untuk beberapa tujuan, yaitu:

a. Mencari kolerasi antara variabel bebas dengan variabel terikat

b. Menguji apakah kolerasi itu signifikan atau tidak signifikan

G. Jadwal Rencana Penelitian

Lokasi tempat penelitian dilakukan di universitas Bina Darma Palembang.

Adapun lokasi waktu yang direncanakan untuk pelaksanaan penelitian yaitu jangka

waktu penyelesaian proposal berkisar antara 3-4 bulan, sedangkan skripsi 4-6

bulan. Jadwal pelaksanaan penelitian disusun dalam bentuk tabel yang memuat

tahapan kegiatan dan alokasi waktu. Tabel ini merupakan tabel jadwal penelitian:
40

Tabel 4

Rincian dan Tahapan Kegiatan

Bulan
No Rincian Kegiatan
Februari Maret April Mei Juni Juli
1 Mempersiapkan
berkas-berkas
penelitian sebagai
syarat menyusun
proposal penelitian
2 Mengajukan judul
penelitian kepada
pembimbing 1 dan
pembimbing 2
3 Survey awal
4 Penyelesaian dan
Bimbingan Proposal
dari BAB I s/d III
5 Ujian Proposal
6 Revisi Proposal
7 Penyebaran skala try
out serta menguji
skala try out
8 Penelitian
9 Penyelesaian dan
Bimbingan Skripsi
10 Sidang Skripsi
DAFTAR PUSTAKA

Angela. 2013. Pengaruh Game Online Terhadap Motivasi Belajar Siswa SDN 015
Kelurahan Sidomulyo Kecamatan Samarinda Ilir. Jurnal: eJurnal Ilmu
Komunikasi, Vol. 1, No. 2, hlm. 534.

Aji, C.Z. 2012.Berburu Rupiah Lewat Game Online. Yogyakarta:


PT. Bounabooks.

Ariana, A.D & Hapsari, A. 2015. Hubungan antara Kesepian dan Kecenderungan

Kecanduan Internet pada Remaja. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan

Mental. Vol. 4, No. 3, pp. 164-171.

Arikunto, S. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka


Cipta.

Azwar, S. 2015. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic And Statictical Manual of


Mental Disorder, Fifth Edition. Arlington: American Pcychiatric.

Arthur,S & Emily. (2010). Kamus Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Baron, R.A., & Byrne, D. 2005. Psikologi Sosial. Jilid 2, Edisi ke-10.
Jakarta: Erlangga.

Brehm, S. et al (2002). Intimate Relationship. New York. Mc. Graw Hill.

Bruno, F. J. (2002). Conguer Loneliness, Menaklukkan Kesepian. Jakarta :


PT. Gramedia Pustaka Utama.

Burns, D.D. 1988. (Alih Bahasa: Anton Soetomo). Mengapa Kesepian, Program
Baru yang Telah Diuji Secara Klinis untuk Mengatasi Kesepian. Jakarta:
Penerbit Erlangga.

Chaplin, J. P. 2009. Kamus Lengkap Psikologi Terjemahan Kartini Kartono.


Jakarta: Rajawali Pers.

Charlton, J. P., & Danforth, I.D.W. 2010. Validatingthe Distinction between


Computer Addictionand Engagement: Online Game Playingand Personality.
Behaviour & Information Technology, Vol. 29, No. 6, pp. 601-613.

Dayaksi & Hudaniah. 2009. Psikologi Sosial. Malang: UMM Pers.

41
42

Hadi, Sutrisno. 2004. Metodologi Research 2. Yogyakarta: Andi Offset.

Hidayati, D. S. 2017. Smartphone Addiction and Loneliness in Adolescent.


Journal Psychology, Counselling, adn Humanities, Vol. 301, pp. 345-350.

Jaya, E.S. 2018. “WHO Tetapkan Kecanduan Game sebagai Gangguan Mental,
Bagaimana “Gamer” Indonesia Bisa Sembuh?”. Berita: The Conversation.
https://theconversation.com/who-tetapkan-kecanduan-game-sebagai-
gangguan-mental-bagaimana-gamer-indonesia-bisa-sembuh-99029. Diakses
tanggal 22 Februaru 2019.

Krisnawati, E & Soetjiningsih. 2017. Hubungan antara Kesepian dengan Selfie-


Liking pada Mahasiswa. Jurnal Psikologi, Vol. 16, No. 2, pp. 122-127.

Lake,T. (1986). Kesepian. Jakarta: Arcan.

Lemmens JS, Valkenburg P, Peter J. 2011. Development and Validation of a


Game Addiction Scale for Adolescents .Media Psychology. Vol. 12,
pp. 77– 95.doi:10.1080/5213260802669458.

Margalit, M. (2010). Lonely Children and Adolescent. New York: Springer.

Martanto, A. Hardjono & Karyanta N.A. 2014. Perilaku Kecanduan Game Online
Ditinjau dari Kesepian dan Penerimaan Kelompok Teman Sebaya pada
Remaja di Kelurahan Jebres Surakarta. Jurnal Psikologi Kedokteran. pp. 1-11

Peele, S. 2007. Addiction-proof Your Child: A Realistic Approach to Preventing


Drug, Alcohol,and Other Dependencies. New York Three Rivers Press.

Peplau, L. A. & Daniel Perlman. 1982. Loneliness: A Sourcebook of Current


Theory, Research and Therapy. USA: Willey.

Prabowo, O & Juneman. 2012. Penerimaan Teman Sebaya, Kesepian, dan


Kecanduan Bermain Gim Daring pada Remaja di Jakarta. Jurnal: Psikologi,
Vol. 28, No. 1, pp. 9-18.

Rafiq, N & Malik. 2016. Exploring the Relationship of Personality, Loneliness,


and Online Social Support with Interned Addiction and Procrastinatio.
Pakistan Journal of Psychology Research. Vol. 31, No. 1, pp. 93-117.

Rolling, Andrew & Ernest Adams. 2006. Fundamentals of Game Design. USA:
Prentice Hill.

Santrock, J.W. 2007. Adolescence: Perkembangan Remaja. Edisi ke sebelas.


Jakarta: Penerbit Erlangga.

. 2011. Perkembangan Masa Hidup Edisi Ketigabelas. Jakarta:


43

Penerbit Erlangga.

Schwausch, M & Chung, C. 2005. Massively Multiplayer Online Addiction,


Article. Minnesota: Institute of Psychiatry.

Smart, A. 2010. Cara Cerdas Mengatasi Anak Kecanduan Game. Yogyakarta:


A Plus Books.

Sugiyono. 2011. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.

Tokunaga R. S., Rains S. A. 2010. An Evaluation of Two Characterizations of the


Relationships Between Problematic Internet Use, Time Spent Using the
and Psychosocial Problems. Human Communication Research. Vol. 36.
No. 4, pp. 512–545.

Tridhonanto, A.(2011). Optimalkan Potensi Anak dengan Game. Jakarta: Elex


Media Komputindo.

Wan, S. C & Chiou, W. B. 2006. Why are adolescent addicted to online gaming?
An Interview study in taiwan. Journal of Cyber Psychology & Behaviour.
Vol. 9, No.6, pp. 122-125.

Weinstein, A. M. 2010. Computer and video game addiction – a comparison


between game users and non game users. The American Journal of Drug and
Alcohol Abuse, No. 36, pp. 268-276.

Young, K. 2009. Understanding online gaming addiction and treatment issues for
adolescents. The American Journal of Family Therapy, Vol. 37, pp. 355-372.

Anda mungkin juga menyukai