Anda di halaman 1dari 7

Imre lakatos merupakan salah seorang filsuf yang mencoba memberikan jalan tengah

antara teori Popper dan Kuhn dengan cara memperbaiki teori Popper sehingga mampu
memberikan perhatian pada dinamika teori yang telah dikembangkan oleh Kuhn. Filsuf
kelahiran debrecen hungaria 9 November 1922 ini dikenal sebagai ahli matematika ia
memiliki minat besar pada filsafat matematika yang secara khusus mendalami soal tentang
pemecahan masalah dan pembuktian dalam bidang matematika.

Dalam dua buah karya yang ia terjemahkan, dan juga desertasi yang ia kerjakan, ia
telah mengembangkan teori hereustik. Pengetahuan menurut filsafat heuristik lakatos selalu
mengalami perkembangan karena temuan temuan idenya yang baru. Lakatos berpendapat
bahwa ide dapat muncul dalam logika dialektis, suatu jenis logika yang berbeda dari induksi
dan deduksi, namun memberikan perhatian pada perkembangan ide yang didalamnya
mengalami perkembangan melalui proses tanya jawab atau dialog yang memperkaya mereka
yang terlibat didalamnya.

2. Program Riset Ilmu Pengetahuan

Lakatos mengatakan bahwa ilmu merupakan sebuah sistem teoritis, sama seperti
popper, lakatos yakin bahwa sebagai sebuah sistem ilmu memiliki struktur yang logis. Ini
berarti bahwa ilmu tidak hanya kumpulan data sebagaimana yang dibayangkan oleh kaum
positivis melainkan sebuah sistem teoretis yang pada akhirnya juga harus dijelaskan dan
difalsifikasi dengan data.

Konsep “program riset ilmiah” yang dibangun oleh lakatos ini memiliki maksud
tersembunyi, yaitu untuk memahami dinamisme teori-teori ilmiah itu. Yang ia maksud
dengan program riset ilmiah adalah sejumlah tahap yang dilalui setiap teori atau gagasan
dasar untuk menjadi semakin lama semakin matang. Aspek lain yang ia jelaskan lainnya
adalah dinamisme historis teori tersebut. Dinamisme historis ilmiah merupakan inti program
riset ilmiah.

Menurut penjelasan Lakatos, pada inti dari setiap program riset ilmiah terdapat apa
yang ia sebut gagasan dasar yang biasanya terdiri dari asumsi- asumsi dasar yang kebal
terhadap kritik, hal ini dinamakan sebagai “Inti dasar” ilmu pengetahuan. Gagasan dasar ini
menuntut komitmen komunitas ilmuwan untuk melindunginya dan mengembangkannya.

1
Inti pokok dari program riset ini merupakan implikasi dari apa yang sudah
dikembangkan oleh kuhn dengan paradigma. Dalam penafsiran Lakatos, Kuhn berhasil
menunjukan kepada kita bahwa dinamisme ilmu pengetahuan tergantung dari seberapa jauh
penerimaan masyarakat ilmiah terhadap konsep-konsep dasar yang ortodoks dari ilmu
tertentu. Disekitar inti dasar teori ilmiah ini terdapatlah suatu lingkaran pelindung yang terdiri
dari hipotesis-hipotesis pendukung yang rentan terhadap kritik.

Setiap program riset ilmiah terdiri dari inti pokok berupa hipotesis teoretis yang
sangat umum dan hipotesis- hipotesis pelindung yang rentan terhadap kritik. Inti pokok
program riset tersebut berfungsi sebagai dasar dari program penelitian yang dapat
dikembangkan lebih lanjut. Lakatos memberikan beberapa contoh untuk menjelaskan hal ini,
Inti pokok astronomi nicholas kopernikus (1473-1543) adalah asumsi bahwa bumi dan planet
mengorbiti matahari dan bumi berputar pada porosnya sendiri sekali sehari. Inti pokok fisika
Isaac newton (1642-1727) meliputi hukum-hukum gerak ditambah hukum gravitasinya, Inti
pokok pemikiran Karl marx(1818-1883) adalah asumsu bahwa perubahan sosial harus
diterangkan berdasarkan perjuangan kelas dan penjelasan tentang perjuangannya mendapat
verifikasi melalui analisis ekonimi. Gagasan dasar heliosentrisme kopernikus, Gravitasi
newton, dan sosialisme marx ini merupakan teori-teori dasar yang kebal terhadap kritik. Jika
ini pokok teoretis ini memang tidak dapat dipertahankan lagi, maka runtuhlah program riset
tersebut.

Lakatos berpendapat bahwa seluruh bangunan ilmu sangat ditentukan oleh kokohnya
inti pokok program riset ilmiahnya. Ia boleh disebut sebagai teori dasar yang menjadi sumber
berbagai macam teori atau hipotesis lain yang dengan mudah dapat diuju kebenarannya.
Dengan menyebut hipotesis-hipotesis lain. Lakatos memaksudkan hipotesis yang dibangun
secara logis berdasarkan ini teori. Ini adalah lapisan kedua dari program riset ilmiah, Lapisan
ini dapat disebut sebagai lingkarang pelindung yang terdiri dari hipotesis pendukung yang
menjelaskan ramalan-ramalan tertentu dan asumsi yang mendasari uraian kondisi kondisi
awal dan penjelasan observasi.

Tugas metodologis utama dari program riset ilmu adalah heuristik negatif. Dikatakan
heuristik, karena tugas ilmu adalah menemukan hipotesis dan dikatakan negatif karena
temuan hipotesis dasar itu kebal terhadap kritik. Dengan perkataan lain, setiap program
ilmiah memiliki asumsi dasar yang tidak boleh ditolak atau difalsifikasi. Kritik hanya dapat

2
dilontarkan terhadap hipotesis pelindung. Kritik tersebut memiliki maksud tersembunyi untuk
tetap melindungi asumsi teoretis terdalam dari program riset tersebut.

Lakatos juga menjelaskan mengenai program riset heuristik positif, Suatu program
riset yang menunjukan kepada ilmuwan apa yang harus dilakukan ketimbang apa yang tidak
harus dikerjakan, program tersebut menunjukan bagaimana inti pokok program harus
dilengkapi agar dapat menerangkan dan meramalkan fenomena secara nyata. Secara
praktisnya program riset heuristik positif menjelaskan bahwa perkembangan suatu program
riset terdiri dari usaha menambahkan hipotesis pendukung yang sesuai dan teknik-teknik
meatematika dan eksperimen yang memadai. Dengan demikian Lakatos sebenarnya
menegaskan secara positif bahwa tugas ilmuwan tidak hanya menguji hipotesis pendukung,
tetapi pada tempat pertama ia harus juga menemukan hipotesis pendukung tersebut

Lakatos menegaskan dua hal yang harus dilakukan agar dapat dikualifikasikan
sebagai program riset ilmiah, yaitu harus memiliki satu derajat koherensi atau kebal terhadap
kritik, dan kedua suatu program riset harus dapat menghasilkan penemuan baru

3.Metode Program Riset Ilmiah

3.1. Pengujian dan Keteraturan

Lakatos mengibaratkan suatu program riset ilmiah sebagai sebuah bangunan teoretis
yang senantiasa diperbaharui dengan kritik. Program riset ilmiah sendiri merupakan sebuah
metode penelitian ilmiah yang berarti sebuah metodologi untuk memperluas dan
memodifikasi lingkaran pelindung di sekitar inti pokok program riset ilmiah, Lakatos
mengatakan bahwa para ilmuwan diizinkan untuk mengembangkan lingkaran pelindung
dengan caranya sendiri asal mampu untuk membuka kesempatan untuk munculnya
pengujian-pengujian baru atas temuan hipotesis yang baru, dimana yang berhasil lulus dari
pengujian tersebut akan dipertahankan namun pengujian tersebut.tidak akan menyentuk inti
pokok suatu disiplin ilmu. Oleh karena itu Lakatos berpendapat bahwa ilmu itu sendiri harus
disusun dalam struktur yang cukup baik untuk menghindari falsifikasi.

Falsifikasi inilah yang membuat Lakatos berhati-hati dalam menerima pemikiran


Popper, karena ia menganggap bahwa peran pengujian kritis atas hipotesis ilmiah pengujian
kritis ini merupakan suatu langkah untuk mencari kepastian ilmiah, namun disisi lain ia
berpendapat bahwa pengujian kritis dalam ilmu pengetahuan tidak perlu menimbulkan

3
kekacauan ilmiah, karena tidak sesuai dengan tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri yakni
untuk menciptakan suatu keteraturan.

Menurut pandangan filsafat Yunani, tugas ilmu pengetahuan adalah mencari logos
yang mendasari keteraturan alam semesta. Kesatuan kosmos menentukan kesatuan suatu
ilmu, dimana ilmu itu harus bersifat koheren, karena alam sendiri memiliki logos sebagai
prinsip pemersatunya. Dalam hal ini Lakatos setuju dengan pendapat Kuhn yang mengatakan
bahwa hanya otoritas masyarakat ilmiah yang menentukan keteraturan tersebut, namun
Lakatos tidak serta merta terperangkap dalam pemikirannya Kuhn yang akan
menjerumuskannya kedalam relativisme, ia selalu mencari suatu norma yang mampu
mengatasi paradigma dan otoritas masyarakat ilmiah.

Lakatos sebenarnya ingin menghindari dua kesalahan yang sering dipikirkan, yaitu
apriorisme ilmiah yaitu suatu pandangan yang menegaskan bahwa ilmu pengetahuan
bertujuan untuk menemukan konsep rasional yang berlaku secara universal, serta
subjektivisme ilmiah yang menegaskan bahwa gagasan merupakan hasil dari kreasi
imajinasi seorang ilmuwan.

3.2. Fenomena-Fenomena Baru yang Alamiah

Lakatos menegaskan bahwa suatu program ilmiah akan diterima banyak orang apabila
program tersebut dapat meramalkan fenomena-fenomena baru, dengan cara mengatakan
bahwa otoritas suatu program riset terletak pada kemampuan program tersebut untuk
menyajikan ramalan-ramalan baru, semakin banyak ramalan baru sebuah hipotesis terjadi,
maka akan semakin baik pula hipotesis tersebut

Menurut Popper, suatu ramalan dapat dikatakan sebagai “ramalan baru”apabila


ramalan tersebut tidak menjadi bagian dari pengetahuan yang sudah diketahui secara umum
pada suatu periode waktu tertentu. Dengan perkataan lain, suatu fenomena baru hanya dapat
dikatakan baru jika fenomena tersebut tidak pernah diramalkan sebagai tujuan dari program
riset. Tetapi menurut Lakatos setiap ramalan merupakan implikasi logis dari sebuah teori atau
sebuah program riset tersebut, dimana setiap bukti selalu mendukung sebuah teori, karena
tanpa teori sebuah fakta tidak akan dapat bisa di jelaskan.

4
3.3 Dimensi Historis Program Riset

Lakatos berpendapat bahwa filsafat ilmu pengetahuan seharusnya


menginterpretasikan kembali sejarah imu pengetahuan. Sejarah ilmu pengetahuan merupakan
bagian penting dari program riset ilmiah dan Karena itu dapat dilihat sebagai dasar
pertimbangan untuk menilai metodologi dan filsafat ilmu pengetahuan. Melalui lakatos kita
dapat mengatakan bahwa setiap filsafat ilmu harus mengukur diri berdasarkan pengetahuan
tentang sejara ilmu pengetahuan .

Lakatos ingin memberikan perhatian pada dinamisme ilmu pengetahuan, karena


ilmu pengetahuan selalu berkembang dalam waktu, ia ingin melihat logika dibalik sejarah
ilmu itu. Tugas filsafat ilmu pengetahuan adalah mengidentifikasi program riset dari setiap
teori sehingga menjadi jelas mana inti pokoknya dan mana hipotesis-hipotesis pendukungnya.

Lakatos mengatakan bahwa bukan sesuatu yang tidak masuk akal jika seorang
ilmuwan mengembangkan kembali suatu program riset yang sudah mengembangkan kembali
suatu program riset yang sudah lama tidak diperhatikan banyak ilmuwan lainnya. Bagi
Lakatos, tidak ada rasionalitas langsung dalam ilmu pengetahuan selain dari waktu atau
sejarah yang menentukan apakah suatu program riset ilmiah dapat bertahan atau tidak.

4. Dari Program Riset Ke Tradisi Riset Ilmu Pengetahuan

4.1 Persoalan di Balik Program Riset lakatos

Lakatos melihat bahwa dalam setiap program riset selalu terdapat inti pokok yang
tidak dapat dibantah atau dikritik begitu saja. Tetapi persoalan kita adalah apakah ini memang
suatu kenyataan historis atau suatu pemikiran saja, selain itu ia berusaha menjelaskan dasar-
dasar yang lebih rasional dari sebuah teori.

Salah satu Tokoh yang bernama Paul Fayerabend melihat Lakatos terlalu membesar-
besarkan sejarah yang menjadi kesalahan lakatos dalam hal ini, ia mengatakan bahwa
pengamatan lakatos barangkali benar jika dasar pertimbangannya adalah perkembangan ilmu
200 tahun yang lalu, namun pada perkembangan ilmu saat ini tidak lagi terjadi secara linear,
melainkan sudah lebih kompleks, sehingga amat sulit untuk memastikan apakah memang ada
perkembangan program riset tersebut. Kritik lain terhadap Lakatos menyangkut tugas dari
filsafat ilmu pengetahuan dimana lakatos menjelaskan bahwa persoalan utama filsafat ilmu

5
pengetahuan adalah mengenai generalisasi syarat apakah yang membuat suatu teori dapat
dikatakan sebagai teori ilmiah. Kesulitan yang dialami Lakatos sebenarnya berhubungan
dengan keterikatan Lakatos dengan Kuhn, ia menyatakan bahwa kriteria perkembangan ilmu
itu sendiri dengan bersumber pada sejarah ilmu pengetahuan.

Ternyata Lakatos membangun sebuah filsafat sejarah gaya hegel, dimana narasi
perkembangan sejarah selalu berkaitan dengan sebuah pemikiran yang memiliki ciri dialektis,
begitu juga dengan sejarah program riset ilmiah yang selalu mengembangkan diri secara
dialektism hal tersebut membuat Lakatos belum dapat meyakinkan kita bahwa sejarah
memang sebuah logika.

4.2. Teori Tradisi Riset (Larry Laudan)

Lakatos mencoba mengidetifikasikan ilmu sebagai sebuah proyek yang harus segera
diselesaikan yang memiliki rencana dan ada tujuannya. Dengan cara ini Lakatos terjebak
dalam pemikiran yang statis tentang ilmu pengetahuan. Lakatos tidak berhasil menjelaskan
bahwa setiap program penelitian seharusnya mengundang pertimbangan kritis dan mendasar.
Dan kritik dapat diarahkan secara langsung pada inti pokok setiap program riset itu. Inti
pokok pada kenyataannya dapat dipikirkan dan dijelaskan dengan cara lain sehingga ia tidak
begitu keras, sebagaimana dijelaskan oleh lakatos. Menyadari kelemahan dasar ini Larry
Laudan mengusulkan agar pengertian “program riset ilmu pengetahuan” diganti dengan
istilah “tradisi riset ilmu pengetahuan”. Dengan gagasan tradisi riset ilmu pengetahuan,
Laudan memaksudkan seluruh entitas dan proses ilmu pengetahuan yang membentuk suatu
tradisi sehingga diterima masyarakat dan sekaligus juga dapat dikritik. Tradisi ilmiah tersebut
memiliki beberapa fungsi ilmiah, yaitu :

a. Fungsi heuristic
Fungsi ini menjelaskan bahwa tradisi ilmiah membantu ilmuwan untuk dapat
menemukan hipotesis baru, tanpa pemahaman entitas dan proses ilmiah
b. Fungsi verifikasi suatu hipotesis
Tradisi riset ilmi pengetahuan merupakan sesuatu yang mendasar, ang
menentukan praktik ilmu pengetahuan dalam memecahkan masalah
c. Fungsi ontologis
Artinya tradisi riset ilmu pengetahuan tersebut menjadi dasar terdalam dari
seluruh kegiatan ilmu dan metodologinya.

Dengan usul baru ini, pemikiran Laudan memberikan kerangka lebih jelas mengenai
gagasan Lakatos tentang fungsi-gungsi setiap penelitian ilmiah, dimana jika suatu

6
program penelitian tidak diciptakan berdasarkan tradisi dengan fungsi-fungsi tersebut,
maka penelitian ilmiah akan mati dengan sendirinya.

Anda mungkin juga menyukai