Anda di halaman 1dari 14

Nama : Tsania Zakiyatus Salsabila

NIM : 106120005

Prodi Komunikasii

Resume Metode Ilmiah Bagian I

(Ladyman, J. (2002). Understanding Philosophy of Science. London & New York: Routledge & Lubis,
A.Y., Adian, D.G. (2011). Pengantar Filsafat Ilmu Pengetahuan: Dari David Hume sampai Thomas
Kuhn.  Depok: Koekoesan)

Metode Ilmiah

Pengetahuan tidak dapat diperoleh dari warisan budaya dan tradisi, melainkan harus melalui
tahap-tahap yang sistematis. Langkah untuk mencapai pengetahuan ilmiah juga harus
mendapatkan telaah kritis-refleksif dari filsafat. Oleh karena itu, munculah salah satu disiplin
dalam filsafat, yang disebut metodologi.

Metode dan metodologi adalah dua pengertian yang berbeda. Metode merupakan
Langkah-langkah sistematis yang digunakan dalam ilmu tertentu yang tidak bisa diterima begitu
saja. Metode lebih bersifat spesifik. Sedangkan metodologi adalah bagian dari sistematika filsafat
yang mengkaji cara-cara mendapatkan pengetahuan ilmiah”. Metodologi memfokuskan pada ilmu
umum, dan ilmu pengetahuan pada umumnya.

Metodologi bertujuan menganalisis cara kerja ilmu pengetahuan yang sudah berlaku, dan
menentukan cara kerja yang benar untuk ilmu pengetahuan, dan kemudian dikembangkankan
untuk merancang metode-metode baru yang sejalan dengan gejala yang belum dipahami.

1. Sejarah metode ilmiah


Metode atau cara kerja ilmu dikemukakan pertama kalinya oleh Aristoteles. Metode
sebagai upaya untuk mendapatkan pengetahuan yang benar merupakan penolakan
terhadap idealism Plato yang meyakini adanya dua dunia. Aristoteles menolak idealism
Plato, ia mengungkapkan bahwa pengetahuan kita harus berangkat dari particular yang
terspersepsi oleh indera kemudian diabsstrasikan menjadi pengetahuan akal-budi. Dasar
filsafat pengetahuan Aristoteles bukan mengingatkan kembali pada dunia ide, melainkan
abstraksi dari semesta kongkret menuju ide, melalui tahapan tertentu. Terdapat tiga
tahapan abstraksi sebagai berikut:
 Abstraksi fisis: akal melepaskan diri dari pengamatan inderawi menyangkut hal-hal
yang dapat dirasakan untuk menjadi hyle aistete (materi abstrak). Dengan materi
tersebut akal – budi menghasilkan pengetahua fisika.
 Abstraksi metematis: akal-budi melepaskan diri dari materi hanya dalam segi yang
dapat dinalar secara matematis sehingga menghasilkan pengukuran dan
penghitungan. Pengetahuan yang dihasilkan disebut matesis.
 Abstraksi metafisis: seluruh materi yang dapat diamati dan dikenali diabstraksiskan
sehingga menghasilkan pengetahuan yang meninggalkan bidang fisika dan matesis
untuk mendapatkan pengetahuan tentang keseluruhan semesta, tenttang asal dan
tujuan, tentang jiwa manusia, tentang tuhan.

Aristoteles menganggap penelitian ilmiah sebagai kelanjutan dari observasi-observasi


empiris ke prinsip-prinsip umum kembali lagi ke proses observasi.

Proses dari observasi ke prinsip umum disebut induksi, dan proses dari prinsip-prinsip
umum ke observasi dinamakan deduksi.

Aristoteles membagi pengetahuan menjadi pengetahuan empiris (bersifat sementara), dan


pengetahuan matematika murni (kebenarannya bersifat tetap dan pasti).

2. Induksi dan inductivism


1.1. Tantangan Skeptic
Titik awal dari kehidupan kita adalah keinginan untuk menengahi sengketa yang
muncul ketika Alice, yang telah membaca A Brief History of Time oleh Stephen Hawking,
sedang mencoba untuk menjelaskan hal-hal menarik yang telah ia pelajari tentang Big
Bang dan sejarah alam semesta untuk temannya Thomas.
Dalam dialog antara Alice dan Thomas terdapat salah satu karakter yang berbeda
dan menjadikan tantangan lain untuk menjelaskan mengapa keyakinanannya yang
didasarkan pada apa diberitahu oleh para ilmuwan. Tentu saja terdapat banyak hal yang
setiap manusia percayai bahwa kita tidak bisa membenarkannya langsung dari diri sendiri.

1.2. Revolusi Ilmiah

Perkembangan penting ketika munculnya ilmu pengetahuan modern di dunia


wilayah barat berlangsung sekitar akhir abad ke-XVI sampai XVII. Periode dalam sejarah
intelektual ini sering disebut revolusi ilmiah dan merangkul revolusi Copernicus. Dari sudut
pandang filososfis perkembangan yang paling penting adalah istirahat semakin luas
dengan teori Aristoteles (384-322 SM).

Pada saat itu muncul berbagai pemikiran tentang metode yang pada dasarnya
menolak otoritas pandangan dunia Aristotelian yang selama ini dianggap mendominasi
wacana sains. Galileo, Francis Bacon, dan Rene Descartes mereka mengaggap bahwa
pemikiran Aristoteles terlalu spekulatif dan metafisik terutama tentang “sebab final”
sebagai penjelasan teleologis semesta. Penjelasan teleologis adalah penjelasan pada
benda mati. Aristoteles mengemukakan empat sebab yang menjelaskan tentang
keteraturan semesta, yaitu: sebab materi, sebab efisien, sebab formal, dan sebab final.
Berdasarkan pemikirannya tentang empat sebab tersebut, Aristoteles bersikeras bahwa
setiap penjelasan ilmiah tentang suatu proses harus terdapat sebab final dari proses
tersebut.

Penjelasan spekulatif tersebut ditentang oleh tiga pemikir tadi dengan


menyebutkan bahwa penjelasan mekanistik sebagai gantinya. Penjelasan mekanistik
adalah kelanjutan dari pandangan dunia Phthagorean yang melihat adanya “keteraturan
matematis”. Namun penjelasan tersebut berhenti pada penjelasan tentang keteraturan
yang ada dan menafikan adalah sebab final seperti yang dikemukakan Aristoteles.

Proyek “pembersihan” Galileo dan francis Bacon lalu dilanjutkan oleh Descartes,
namun tidak mengambil penekanan pada induksi, melainkan deduksi sebagai metode
ilmiah sains. Menurut Descrates, untuk lepad dari seluruh tradisi dan dogma yang ebrsofat
distortif kita harus melakukan suatu keraguan radikal. Keraguan raguan menghasilkan tiga
ide yang tidak bisa diragukan kebenarannya, yaitu: ide tentang wujud yang sempurnya
(perfect being), ide tentang diri yang berkesadaran (res cogitans), dan ide tentang materi
yang bekeluasaan (res extensa). Keraguan terhadap ide tersebut menjebak kita pada
sebuah kontradiksi perfomatoris.

1.3. “Alat Baru” Induksi

Ketika munculnya ilmu pengetahuan modern yang dibutuhkan bukan hanya


kontribusi dari para ilmuan seperti Copernicus dan Galileo yang telah mengusulkan teori-
teori baru, tetapi juga kontribusi orang-orang yang bisa menggambarkan dan kemuan
menganjurkan dan menyebarkan cara berpikir yang baru. Muncul teori oleh Francis Bacon
(1561-1626), yang mengusulkan metode untuk menggantikan ilmu Aristoteles. Dalam
bukunya Novum Organum (1920) ia menjelaskan secara detail. Banyak orang yang seperti
Bacon berpikir bahwa dahulu telah memahami semua yang ada bahwa hanya masalah
pemulihan apa yang telah hilanng. Sebaliknya, Bacon adalah orang yang ambisius dan
mendalami tentang hal baru apakah yang bisa diketahui dan bagaimana pengetahuan
tersebut dapat digunakan secara praktis (sering disebut dengan frase ‘pengetahuan adalah
kekuatan’)

Penjabaran Novum Organum adalah Alat Baru, dan Bacon lalu diusulkan metode
sebagai pengganti Organum Aristoteles. Logika adalah studi penalaran dari apa penalaran
pada sekitar. Oleh karena itu, dalam logika dua argument diperlakukan seolah – olah
mereka sama karena bentuk atau srtuktur yang setara meskipun perbedaan dalam konten
mereka.

Begitu banyak aspek-aspek negative dari filsafat Bacon, tapi terdapat proposal
positif untuk bagaimana cara memperoleh pengetahuan tentang cara kerja alam. Dimulai
dengan pengamatan secara bebas dari pengaruh buruk. Tujuannya adalah untuk mencapai
kebenaran dengan mengumpulkan informasi tentang negara tertentu.
Percobaan dapat dilakukan secara berulang sehingga orang lain dapat memeriksa
hasil yang diperoleh. Demikian pula para ilmuwan lebih memilih hasil percobaan yang
direkam oleh instrument yang mengukur jumlah menurut definisi standar sehingga
persepsi individu melakukan percobaan tidak mempengaruhi hasil yang dilaporkan kepada
orang lain.

Metode induksi adalah penarikan kesimpulan yang bertitik tolak dari data-data
kongkret menuju pada kesimpulan umum. Apabila seorang ilmuwan hendak melakukan
penelitian dengan metode induksi, maka harus melalui tahapan berikut:

 Perumusan masalah: masalah yang hendak dicari penjelasan ilmiahnya.


 Pengajuan hipotesa: mengajukan penjelasan yang masih bersifat sementara
untuk diuji lebih lanjut melalui tahap verifikasi.
 Pengambilan sampel: pengumpulan data bisa mewakili keseluruhan untuk
keperluan penelitian lebih lanjut.
 Verifikasi: pengamatan disertai data statistic untuk memberi landasan bagi
hipotesa
 Tesa: hipotesa yang telah terbukti kebenarannya.

1.4. (Naif) Inductivism

Kita dapat mengambil kesimpulan abstrak bahwa metode Bacon datang dari
simple account dari scientific method. Metode Bacon bersandar pada dua pilar, observasi
dan induksi.

Induksi dalam arti luas adalah segala bentuk penalaran tidak deduktif, tetapi
dalam arti sempit yang digunakan Bacon, itu adalah bentuk penalaran di mana kita
menggeneralisasi dari seluruh koleksi contoh tertentu untuk kesimpulan umum.

3. Masalah induksi dan masalah lainnya dengan inductivism


Menurut penjelasan metode ilmiah yang diperkenalkan di pada bab sebelumnya
(induktivisme naif), pengetahuan ilmiah diturunkan pembenarannya dengan didasarkan pada
generalisasi dari pengalaman. Observasi dilakukan dalam berbagai keadaan harus dicatat
memihak dan kemudian induksi digunakan untuk sampai pada hukum umum.
Kita perlu membedakan dua pertanyaan untuk mengevaluasi inductivism sebagai teori
metodologi ilmiah:
 Apakah induktivisme tampaknya menjadi metode yang sebenarnya diikuti oleh
individu-individu tertentu dalam sejarah sains?
 Akankah metode induktif menghasilkan pengetahuan jika kita menggunakannya?

3.1. Masalah Induksi

Pembahasan klasik dari masalah induksi adalah di An Inquiry Concerning


Human Understanding oleg David Hume (1711-1776). Hume membuat perbedaan
antara dua jenis proposisi, yaitu yang menyangkut hubungan ide dan yang
menyangkut masalah fakta. Yang pertama adalah proposisi yang hanya terbatas pada
konsep atau ide-ide. Proposisi tentang hal-hal fakta adalah mereka yang melampaui
sifat konsep kita dan memberitahu kita sesuatu yang informatif tentang bagaimana
dunia sebenarnya. Contohnya pertempuran Hastings berada di 1066 semua proposisi
yang menyangkut adalah hal-hal fakta. Tentu saja, proposisi ini semuanya benar,
tetapi perbedaan antara hubungan ide dan masalah fakta berlaku sama untuk
proposisi itu salah.

Menurut Hume, setiap proposisi yang benar pun tentang relasi di antara ide-ide
kami dibuktikan dengan deduksi, karena negasinya akan menyiratkan kontradiksi.
Hume mengataka bahwa ada jumlah tak terbatas pada bilangan prima, dapat
dibuktikan dengan menunjukkan bahwa penyangkalan itu tidak sesuai dengan hal-hal
lain. Bukti tersebut akan mulai dengan asumsi bahwa terdapat bilangan prima
terbesar yang kemudian digunakan bersama dengan asumsi lain tentang bilangan
(khususnya tentang keberadaan faktor prima) untuk mendapatkan kontradiksi.

Di sisi lain, Hume mengemukakan bahwa pengetahuan tentang fakta hanya bisa
diturunkan dari indera karena ide yang terlibat logis tidak terkait dan karenanya
proposisi tidak deduktif dapat dibuktikan.
Hume mengamati bahwa praktik induktif didasarkan pada hubungan sebab akibat,
tetapi ketika Hume menganalisis hubungan ini ia menemukan bahwa semua itu
bersudut pandang empiris dari konjungsi konstan peristiwa, dengan kata lain konten
objektif dari hubungan kausal yang diajukan dari beberapa keteraturan atau pola
dalam perilaku bertahan. Karena masalah aslinya adalah membenarkan ekstrapolasi
dari beberapa keteraturan masa lalu untuk perilaku masa depan dari hal-hal yang
menarik hubungan sebab dan efeknya tidak berhasil. Karena secara logis mungkin
bahwa keteraturan apa pun akan gagal bertahan di masa depan. Satu-satunya dasar
yang kita miliki untuk induktif inferensi adalah keyakinan bahwa masa depan akan
menyerupai masa lalu. Tapi masa depan yang akan menyerupai masa lalu hanya
dibenarkan oleh pengalaman masa lalu, yaitu dengan induksi, dan pembenaran
induksi persis apa yang dimaksud. Oleh karena itu, Hume tidak memiliki pembenaran
untuk praktik induktif dan itu adalah produk dari hewan naluri dan kebiasaan dari
sebuah alasan. Jika Hume benar, maka tampaknya semua pengetahuan ilmiah kita
seharusnya sepenuhnya tanpa rasional dasar.

2.2. Solusi dan Pembubaran masalah induksi

Hume menerima bahwa skeptisisme tidak dapat dikalahkan tetapi kita tetap
harus melanjutkan hidup kita. Ia juga berpendapat bahwa apa yang terjadi hari ini
disebut penalaran induktif, inferensi induktif atau inferensi ampliative tidak
sepenuhnya adalah penalaran melainkan hanya sebuah kebiasaan untuk membentuk
keyakinan tentang apa yang belum diamati.

Kebanyakan filsuf belum puas dengan naturalisme skeptisnya dan berbagai


strategi telah diadopsi untuk memecahkan atau membubarkannya masalah induksi.
Perhatikan bahwa beberapa filsuf pernah menggunakan lebih dari satu dari berikut ini.

a) Induksi menurut definisi rasional


Reaksi ini muncul dalam versi kasar dan halus. Dalam kehidupan sehari-
hari, orang sering menggambarkan kesimpulan induktif sebagai rasional.
Kebanyakan orang akan mengatakan bahwa rasional untuk mendasarkan
keyakinan tentang masa depan pada pengetahuan tentang masa lalu. Hanya
disebut 'rasional' tidak cukup untuk membuat cara berpikir dibenarkan.
Menurut Wheeler bahwa itu tidak menetapkan penalaran yang dimaksud
memiliki sifat lain yang kita anggap sebagai penalaran rasional. Dia
berpendapat bahwa kita mengira penalaran itu rasional karena sesuai dengan
semacam standar dan itu akan cenderung membawa kita pada kebenaran dan
menjauh dari kepalsuan. 'Metode rasional' dulunya sangat populer, tetapi
tidak cukup untuk menghilangkan kekhawatiran filosofis tentang induksi.
Kebanyakan filsuf menganggap argumen Hume sebagai paradoks yang
mengarah pada kesimpulan yang pasti salah. Mereka tidak menganggap
bahwa induksi selalu irasional tetapi untuk menunjukkan bahwa kita tidak
tahu bagaimana membenarkannya. Mengadopsi strategi ini membuat kita
terikat pada tugas untuk mencari tahu di mana tepatnya kelemahan dalam
argumen Hume. Tetapi intinya adalah kita mungkin berpendapat bahwa pasti
ada beberapa kekurangan bahkan ketika kita tidak tahu apa itu. Beberapa
filsuf berpendapat bahwa, pada kenyataannya, ini adalah posisi yang Hume
sendiri pegang meskipun sebagian besar filsuf menganggapnya skeptis yang
menganggap induksi tidak masuk akal.
b) Hume meminta pembelaan deduktif atas induksi yang tidak masuk akal
Mereka berpendapat bahwa Hume mengasumsikan, tanpa argumen apa
pun, bahwa deduksi adalah satu-satunya sumber pembenaran yang mungkin
untuk semua keyakinan. Kami tidak memiliki alasan independen untuk
mempercayai prinsip ini yang memotivasi skeptisisme tentang induksi. Karena
itu, tanggapan ini tidak cukup untuk menghilangkan skeptisisme induktif
Hume. Ada kemungkinan bahwa semua premisnya benar dan kesimpulannya
tetap salah, yang hanya mengatakan bahwa argumen tersebut secara deduktif
tidak valid.
c) Induksi dibenarkan oleh teori probabilitas
Banyak filsuf telah mencoba untuk memecahkan masalah induksi dengan
mengacu pada teori probabilitas matematis. Penerapan hasil teknis dalam
matematika untuk pengetahuan kita tentang dunia tidak mungkin kecuali kita
membuat beberapa asumsi substansial tentang bagaimana dunia berperilaku.
Asumsi seperti itu tidak akan pernah dapat dibenarkan atas dasar logika atau
matematika semata. Masalahnya kemudian akan didorong kembali ke
pertanyaan tentang apa yang membenarkan keyakinan kita bahwa prinsip
seperti itu akan berlaku di masa depan.
d) Induksi dibenarkan oleh prinsip induksi atau keseragaman alam
Salah satu tanggapan terhadap masalah induksi, yang mengambil berbagai
bentuk, adalah mengadopsi beberapa prinsip. Pada abad kedelapan belas,
ketika Kant menulis, ini mungkin tampak masuk akal karena hukum Newton
diterapkan pada semua jenis fenomena langit dan bumi. Setelah mekanika
Newton ditemukan salah karena prediksi yang tidak akurat yang diberikan
untuk pengamatan benda yang bergerak dengan kecepatan relatif yang sangat
tinggi, masalah induksi memperoleh urgensi baru. Dari perspektif modern,
keyakinan Kant pada pengetahuan a priori sintetik tampaknya sangat optimis.
Namun, mungkin beberapa kebenaran sintetis dapat diketahui dan beberapa
prasyarat bagi kita untuk memiliki pengalaman sama sekali tentang dunia.
e) Argumen Hume terlalu umum. Karena tidak menarik untuk sesuatu yang
spesifik tentang praktik induktif kami, itu hanya bisa didasarkan pada fakta
bahwa induksi bukanlah deduksi
Hume menyatakan bahwa dalam membentuk ekspektasi tentang perilaku
masa depan dari hal-hal yang telah kita amati sebelumnya, kita berasumsi
bahwa masa depan akan menyerupai masa lalu. Namun, konyol untuk
menyarankan bahwa hanya itu yang disarankan. Kita dapat mengamati bahwa
peristiwa tertentu berulang kali digabungkan dalam pengalaman masa lalu
tetapi tidak menyimpulkan bahwa peristiwa itu akan terjadi di masa depan.
f) Induksi benar-benar (satu spesies) kesimpulan untuk penjelasan yang terbaik,
yang dibenarkan.
Inferensi untuk penjelasan terbaik terkadang disebut penculikan. Ini
adalah cara berpikir yang kita gunakan ketika kita menyimpulkan sesuatu
dengan alasan bahwa itu adalah deskripsi terbaik dari fakta-fakta yang sudah
kita ketahui. Strategi 47 sering digabungkan dengan yang berikutnya, karena
dikatakan bahwa pengajuan hubungan sebab akibat atau hukum alam
dibenarkan karena itu dibenarkan.
g) Terdepat koneksi penting yang didapatkan
Hume berasumsi bahwa kita tidak dapat mengamati hubungan yang
diperlukan yang dianggap membentuk hubungan kausal, dan berpendapat
bahwa, oleh karena itu, kita tidak dapat mengetahui sama sekali tentang
mereka. Namun, kami mungkin berpendapat bahwa kami bisa mengetahui
tentang koneksi yang diperlukan. Ide ini dapat dikembangkan baik dari segi
hukum alam atau kekuatan kausal.
h) Induksi dapat dibenarkan secara induktif, karena deduksi hanya dapat
diberikan secara melingkar (deduktif) pembenaran
Ini adalah versi yang lebih canggih dari pertahanan melingkar induksi yang
dipertimbangkan dan ditolak Hume. Hume: Induksi harus dibenarkan dengan
argumen deduktif atau induktif. Lewis Carroll terkenal mengilustrasikan
perbedaan antara kesimpulan deduktif dan induktif dalam cerita tahun 1895.
Sarannya adalah bahwa tidak mungkin untuk memberikan pembelaan tanpa
pertanyaan tentang segala bentuk kesimpulan.
i) Mundur ke pengetahuan kemungkinan
Semua pengetahuan ilmiah, terkadang dikatakan, hanya mungkin dan
tidak pernah sepenuhnya pasti. Semakin banyak bukti yang kita kumpulkan,
semakin yakin kita, tetapi tidak ada titik akhir untuk proses ini. Beberapa versi
dari tanggapan ini melibatkan teori derajat keyakinan, yang menurutnya
keyakinan bukanlah masalah semua atau tidak sama sekali, tetapi masalah
derajat.
Hume mengklaim bahwa kita sama sekali tidak memiliki alasan untuk
mempercayai argumen induktif itu benar. Mundur ke kemungkinan
pengetahuan tidak memberi kita dasar baru untuk mempercayai yang
terakhir, sehingga tampaknya tidak menyelesaikan masalah Hume. Lebih jauh
lagi, generalisasi universal memerlukan jumlah observasi yang tak terhingga
sehingga setiap proporsi yang kita amati akan selalu merupakan bagian yang
dapat diabaikan dari total.
j) Setuju bahwa induksi tidak dapat dibenarkan dan tawarkan akun
pengetahuan, khususnya pengetahuan ilmiah, yang membuang kebutuhan
akan inferensi induktif.
Ini adalah tanggapan radikal terhadap masalah induksi yang dikemukakan
oleh
Karl Popper (1902–1994). Tidak ada solusi yang disepakati secara umum untuk
masalah induksi. Bayesianisme mungkin saat ini yang paling populer di
kalangan filsuf. Artikulasi induktivisme dalam sejarah filsafat sains terkait erat
dengan perkembangan teori probabilitas matematika yang semakin canggih.
Filsuf C.D. Broad (1887–1971) menyebut induksi sebagai kemuliaan sains dan
skandal filsafat dan sains.

2.3. Induktivisme dan sejarah sains

Masalah induksi merupakan kesulitan yang signifikan bagi induktivisme sebagai


teori metodologi ilmiah. Pada prinsipnya, sejumlah besar observasi dapat digunakan untuk
membenarkan keyakinan dalam beberapa generalisasi. Namun demikian, kita perlu
bertanya apakah uraian metode ilmiah yang kita kembangkan pada bab sebelumnya
merupakan rekonstruksi yang masuk akal dari metode yang digunakan dalam sejarah sains
yang sebenarnya.

2.4. Kesimpulan
Pelajaran umum yang bisa dipelajari dari sejarah dan praktik ilmu pengetahuan
adalah sebagai berikut:

1) Terkadang teori baru menyempurnakan pemahaman kita tentang data kita sudah
punya dan, secara umum, yang pertama tidak bisa begitu saja dibaca off atau
disimpulkan dari yang terakhir.
2) Sejarah sains sering kali melibatkan pengenalan konsep yang baru dan properti yang
tidak dapat disimpulkan begitu saja melalui data.
3) Teori membimbing kita dalam memutuskan apa yang akan diamati dalam kondisi
apapun dan terutama dalam kasus sains modern. Pengamatan tanpa prasangka akan
merugikan bahkan jika itu terjadi. Hubungan antara teori dan observasi jauh lebih
kompleks daripada yang terlihat pada pandangan pertama.
4) Banyak pengaruh yang berbeda (mimpi, keyakinan agama, metafisik kepercayaan, dan
sebagainya) dapat menginspirasi seorang ilmuwan untuk mengusulkan tertentu
hipotesis selain data yang sudah dia ketahui.

Substansi:

Setelah saya membaca dan membuat resume pendapat mengenai kekurangan dan kelebihan pada
buku tersebut adalah.

1. Pengantar Filsafat Ilmu Pengetahuan: Dari David Hume sampai Thomas Kuhn.

Kelebihan buku: Buku yang ditulis oleh Akhyar Yusuf Lubis dan Dony Gahral Adian secara
spesifik menjelaskan tentang pengenalan filsafat ilmu pengetahuan. Dalam struktur
kebahasaan dan juga struktur paragraph buku ini merupakan buku yang secara keseluruhan
sangat baik. Penjelasan yang ditulis oleh penulis mudah dipahami karena menggunakan
bahasa yang baik dan jelas. Buku ini menjelaskan tentang beberapa topik namun dalam setiap
topiknya penulis fokus kepada satu hal yang sedang dibahas.

Kekurangan buku: karena buku ini merupakan buku filsafat buku ini akan sedikit lebih sulit
dibanding buku pengetahuan lainnya. Buku ini perlu dibaca dengan pikiran yang terbuka dan
selanjutnya dianalisa lebih lanjut.
2. Understanding Philosophy of Science (James Ladyman)
Kelebihan buku: Buku yang ditulis James Ladyman dibawakan secara lengkap dan jelas serta
dilengkapi dengan contoh dan juga ilustrasi-ilustrasinya. Buku ini membahas hal mulai dari
yang sederhana hingga yang sangat kompleks.
Kekurangan buku: pada judul buku disebutkan bahwa buku ini membahas tentang filosofi ilmu
pengetahuan yang biasanya akan sulit untuk dipahami.
Reference:

Achinstein, P. (1991) Particles and Waves, Oxford: Oxford University Press.

Adian, D. G., & Lubis, A. Y. (2011). Pengantar Filsafat Ilmu Pengetahuan: Dari David Hume sampai
Thomas Kuhn. Depok: Penerbit Koekoesan.

Ayer, A.J. (1956) The Problem of Knowledge, chapter 2, Harmondsworth, Middlesex: Penguin.

Goodman, N. (1973) Fact, Fiction and Forecast, Indianapolis: BobbsMerrill.

Hume, D. (1963) An Enquiry Concerning Human Understanding, Oxford: Oxford University Press.

Ladyman, J. (2002) Understanding Philosophy of Science, London: Routledge

Papineau, D. (1993) Philosophical Naturalism, chapter 5, Oxford: Blackwell.

Russell, B. (1912) The Problems of Philosophy, chapter 6, Oxford: Oxford University Press.

Swinburne, R. (ed.) (1974) Justification of Induction, Oxford: Oxford University Press.

Woolhouse, R.S. (1988) The Empiricists, chapter 8, Oxford: Oxford University Press.

Anda mungkin juga menyukai