2|
lebih 500 tahun, runtuh. Dunia –terutama Eropa- mengalami perubahan paradigma
yang begitu mengagetkan. Para pemikir baru lahir dengan gagasan dan metode
pendekatan yang amat berbeda dengan pola berpikir Aristotelian. Gagasan dan
metode tersebut pun terbukti mampu memberikan pengetahuan-pengetahuan baru
yang sebelumnya tak ada.
Di dalam filsafat ilmu pengetahuan, pengetahuan seringkali diartikan sebagai
kepercayaan yang telah terbukti benar. Ilmu pengetahuan modern menyediakan
sarana untuk pembuktian, apakah suatu pengetahuan itu layak disebut pengetahuan,
atau tidak. Sarana itulah yang disebut sebagai metode, yakni seperangkat prosedur
yang bisa digunakan untuk membedakan antara pengetahuan dan bukan
pengetahuan. Permasalahannya adalah metode yang berupa seperangkat prosedur itu
seringkali tidak cukup memadai untuk digunakan sebagai alat pembeda antara
pengetahuan dan bukan pengetahuan.
Sampai sekarang para ahli masih memperdebatkan metode macam apakah
yang tepat untuk digunakan di dalam memperoleh pengetahuan yang benar. Di dalam
revolusi saintifik, kritik tajam ditujukan pada paradigma Aristotelian. Namun apa
saja inti dari paradigma ini, yang berhasil mendominasi Eropa dan Timur Tengah
selama kurang lebih 500 tahun? Aristotelian adalah sebuah aliran berpikir yang
memang berpijak pada pemikiran Aristoteles, namun juga mengalami percampuran
dengan tradisi-tradisi berpikir lainnya. Pada era abad pertengahan, pemikiran
Aristoteles mengalami percampuran dengan ajaran Kristiani. Hasilnya adalah
kosmologi (pandangan tentang alam) skolastik yang menjelaskan gerak planet-
planet, sampai mengapa benda jatuh ke bawah, ketika dilepaskan.
Pandangan ini begitu kuat tertanam di dalam pikiran para intelektual Kristiani
abad pertengahan. Isinya kira-kira begini: bumi dan langit adalah dua entitas yang
berbeda. Di dalam bumi segala sesuatu berubah, dan akan berakhir pada kehancuran.
Di dalam bumi tidak ada yang sempurna. Segala sesuatu yang ada di dalam bumi
merupakan campuran dari tanah, udara, api, dan air. Sementara langit adalah entitas
yang sempurna dan abadi. Segala sesuatu yang ada di langit, termasuk bintang-
bintang, bulan, dan matahari, bersifat permanen; tidak berubah.
Perlu diingat bahwa tidak semua pemikir Eropa sepakat dengan pandangan
Aristotelian, sebagaimana dibahas di atas. Namun pandangan Aristotelian tersebut
rupanya digunakan oleh otoritas Gereja Katolik Roma Eropa pada masa itu, sehingga
bisa tetap menjadi paradigma yang dominan. Proses perubahan paradigma terjadi
3|
secara perlahan, namun pasti. Ada beberapa peristiwa yang kontroversial, seperti
konflik Gereja Katolik Roma dengan Galileo Galilei. Pada akhir abad ke-17,
pemikiran non-Aristotelian, sebagaimana diperkenalkan oleh Galileo dan Newton,
sudah diterima secara umum oleh masyarakat.
Salah satu peristiwa yang amat penting, yangperlu untuk menjadi catatan,
adalah terbitnya buku yang berisi teori tentang gerak-gerak planet yang ditulis oleh
Nicolaus Copernicus (1473-1543) pada 1543. Di dalam kosmologi Aristotelian, bumi
adalah pusat dari alam semesta. Semua benda langit bergerak mengelilingi bumi
dalam bentuk lingkaran. Pandangan ini kemudian diperkuat dengan penelitian
matematis yang dilakukan oleh Ptolemy dari Alexandria yang hidup sekitar 150
tahun sebelum Masehi.
1
H. Mundiri. Logika, Rajawali Pers, Jakarta, 2003, h.13
4|
ini nantinya dapat gunakan untuk menjelaskan berbagai hal yang ada di dunia,
ataupun untuk melakukan prediksi kejadian di masa depan.
Contoh Induksi :
Besi dipanaskan memuai
Seng dipanaskan memuai
Emas dipanaskan memuai
Timah dipanaskan memuai
Platina di panaskan memuai
Jadi: semua logam jika dipanaskan memuai.
Kerbau punya mata. Anjing punya mata. kucing punya mata. Setiap hewan
punya mata. Penalaran Induksi membutuhkan banyak sampel untuk mempertinggi
tingkat ketelitian premis yang diangkat. untuk itu penalaran Induksi erat dengan
pengumpulan data dan statistik.
Contoh lainnya, metode induksi ini sendiri seperti ilmu mengajarkan kita
bahwa kalau logam dipanasi ia akan mengembang, bertolak dari teori ini akan
diketahui bahwa logam lain kalau dipanasi juga akan mengembang. Dari contoh
diatas bisa diketahui bahwa induksi tersebut memberikan suatu pengetahuan yang
disebut sintetik.
2. Metode Deduksi
Deduksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empiris
diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang berutan. Hal-hal yang harus
ada dalam metode Deduksi ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-
kesimpulan itu sendiri.2 Ada penyelidikan bentuk logis teori itu dengan tujuan
apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah, ada perbandingan dengan
teori-teori laindan ada pengujian teori dangan jalan menerapkan secara empiris
kesimpulan-kesinmpulan yang bisa ditarik dari teori tersebut.
Dalam bahasa yang lebih sederhana Deduksi dapat diartikan sebagai pola
berfikir dari umum ke khusus. Pola ini sering kita pakai dalam kehidupan sehari-hari.
Kita melihat gambaran besar sebelum ke gambaran yang lebih spesifik.
Dari sudut pandang ilmu modern, pola deduksi tidak terlalu berguna, karena
dianggap tidak memiliki dasar empiris, dan tidak membuka orang pada pengetahuan
2
Ibid., h14
5|
baru. Misalnya jika kita ingin tahu pengaruh matahari pada kain katun, kita tidak bisa
menggunakan pola berpikir Deduksi. Kita harus menjemur kain katun di panas
matahari, sampai semua dampaknya terlihat. Di dalam paradigma ilmu pengetahuan
modern, aktivitas penelitian selalu terkait dengan proses pengumpulan data,
eksperimen, dan mengamati secara detil apa yang terjadi di dalam dunia. Paham
semacam ini lahir dari pandangan empirisme di dalam filsafat, yakni pandangan yang
menyatakan, bahwa pengetahuan hanya dapat diperoleh melalui pancara indera
manusia, dan bukan melalui pikiran semata.
Pengetahuan sebagai kepercayaan yang dapat dipertanggungjawabkan perlu
memiliki bukti-bukti yang diperoleh melalui pengumpulan data. Penarikan
kesimpulan deduksi pada hakikatnya berbeda dengan penarikan kesimpulan secara
induksi. Dalam penalaran Deduksi maka kesimpulan yang ditarik akan benar jika
premis-premis yang digunakan adalah benar dan prosedur penarikan kesimpulan sah.
Sedangkan dalam penalaran Induksi meskipun premis-premisnya benar dan prosedur
penarikan kesimpulan sah, kesimpulan itu belum tentu benar yang dapat kita katakan
adalah bahwa kesimpulan itu mempunyai peluang (cukup besar) untuk benar.
Contoh Deduksi :Kita misal kita memikirkan soal Kucing. Kucing memiliki
ciri-ciri berkaki empat, berekor dan bertaring. Maka kesimpulannya, Kucing Budi
seharusnya memiliki kaki empat, berekor dan bertaring. Sebelum kita melihat
Kucing Budi kita punya gambaran mengenai Kucing.
Andai kita menemukan Kucing budi berkaki dua dan bersayap kita bisa
merubah gambaran kita mengenai Kucing atau mempertanyakan apakah peliharaan
budi adalah Kucing.
Contoh lainnya, Seperti dicontohkan oleh Ladyman, pola berpikir logika akan
mengambil bentuk seperti ini :
Setiap manusia pasti mati
Andre adalah manusia
Dengan demikian Andre pasti mati.
Juga perhatikan contoh berikut;
Semua kucing adalah pemikir hebat
Kucrit adalah kucing.
Dengan demikian Kucrit adalah pemikir hebat. Di dalam argumen pertama,
kita bisa melihat, bahwa dua premis pertama bisa dibenarkan. Maka premis ketiga
yang merupakan kesimpulan juga bisa dibenarkan. Sementara pada argumen kedua,
6|
premis pertama masih diragukan kebenarannya. Maka premis ketiga yang merupakan
kesimpulan juga masih bisa diragukan kebenarannya.
Hukum logika dasar sebagaimana dirumuskan oleh Aristoteles adalah sebagai
berikut, jika premis ada yang salah, maka kesimpulan pasti salah. Jika kesimpulan
salah maka premis masih bisa benar, walaupun harus dipastikan lebih jauh. Inilah
yang disebut sebagai pola berpikir Deduksi, yakni refleksi rasional tentang
argumentasi.
Dari table diatas dapat ditarik kesimpulan yaitu; berpikir induksi adalah
menarik pernyataan yang didasarkan pada hasil-hasil pengamatan, sedangkan
berpikir deduksi adalah penarikan pernyataan yang didasarkan pada hukum dan teori.
3
Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu, PT.Rineka Cipta, Jakarta 2010 ( googlebooks), H.123
7|
Mill melihat tugas utama logika lebih dari sekedar menentukan patokan
deduksi silogistis yang tak pernah menyampaikan pengetahuan baru. Ia berharap
bahwa jasa metodenya dalam logika Induksi sama besarnya dengan jasa Aristoteles
dalam logika Induksi. Menurutnya, pemikiran silogistis selalu mencakup suatu
lingkaran setan (petitio), dimana kesimpulan sudah terkandung di dalam premis,
sedangkan premis itu sendiri akhirnya masih bertumpu juga pada induksi empiris.
Tugas logika menurutnya cukup luas, termasuk meliputi ilmu-ilmu sosial dan
psikologi yang memang pada masing-masing ilmu itu logika telah diletakkan dasar-
dasarnya oleh Comte dan James Mill.
Hubungan Logika dan Deduksi, menurut Langeveld, logika itu adalah
kepandaian untuk memutuskan secara jitu. Logika mempelajari syarat-syarat yang
harus dipenuhi untuk mengambil kesimpulan secara benar atau untuk menghasilkan
pengetahuan yang bersifat ilmiah. Unsur utama logika adalah pemikiran dan
keputusan.4
Hubungan logika dan Deduksi sering disebut juga Logika Deduksi atau
penalaran Deduksi. Penalaran Deduksi adalah penalaran yang membangun atau
mengevaluasi argumen Deduksi. Argumen dinyatakan Deduksi dan valid hanya jika
kebenaran dari kesimpulan ditarik atau merupakan konsekunsi logis dari premis –
premisnya.
Contoh :Semua makhluk hidup perlu makan untuk mempertahankan hidup
(premis mayor)Anton adalah seorang makhluk hidup (premis minor).Jadi, Anton
perlu makan untuk mempertahankan hidupnya (kesimpulan).
E. Kesimpulan
Sejarah Metode Deduksi dan Induksi, pola berpikir induksi berkembang pesat
dalam konteks revolusi saintifik pada abad 16 dan 17. Seiring dengan lahirnya ilmu
pengetahuan modern. Disebut revolusi karena pada masa itu, segala pandangan-
pandangan lama di dalam masyarakat dengan sangat cepat dibuang, dan segera
digantikan dengan pandangan-pandangan baru yang didasarkan pada metode
penelitian ilmiah. Perubahan besar ini dimulai dengan karya-karya Galileo Galilei
(1564-1642), dan mencapai puncaknya dalam karya Isaac Newton (1642-1727)
tentang fisika.
4
Soetriono, Filsafat Ilmu ,Andi, Yogyakerta, 2007(googlebook), H.125
8|
Di dalam filsafat ilmu pengetahuan, pengetahuan seringkali diartikan sebagai
kepercayaan yang telah terbukti benar. Ilmu pengetahuan modern menyediakan
sarana untuk pembuktian, apakah suatu pengetahuan itu layak disebut pengetahuan,
atau tidak. Sarana itulah yang disebut sebagai metode, yakni seperangkat prosedur
yang bisa digunakan untuk membedakan antara pengetahuan dan bukan
pengetahuan.
Induksi yaitu suatu metode yang menyampaikan pernyataan-pernyataan hasil
observasi dan disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum.yang bertolak
dari pernyataan-pernyataan tunggal sampai pada pernyataan universal.
Deduksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empiris
diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang berutan. Hal-hal yang harus
ada dalam metode Deduksi ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-
kesimpulan itu sendiri
Hubungan Logika dan Induksi sering disebut juga Logika Induksi atau
penalaran Induksi. Penalaran Induksi adalah penalaran yang berangkat dari
serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan umum. Dimulai dengan
mengemukakan pernyataan – pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas
dan terbatas sebagai argumentasi dan kemudian diakhiri dengan pernyataan yang
bersifat umum.
Hubungan logika dan Deduksi sering disebut juga Logika Deduksi atau
penalaran Deduksi. Penalaran Deduksi adalah penalaran yang membangun atau
mengevaluasi argumen Deduksi. Argumen dinyatakan Deduksi dan valid hanya jika
kebenaran dari kesimpulan ditarik atau merupakan konsekunsi logis dari premis –
premisnya.
Referensi :
Mundiri, H. 2011. Logika.Rajawali Pers, Jakarta.
http://edukasi.kompasiana.com/metode-induksi-di-dalam-penelitian-ilmiah/
http://www.filsafatilmu.com/artikel/objek-kajian/deduksi-dan-induksi/
9|