Anda di halaman 1dari 13

DAFTAR ISI

KataPengantar………...................…....................………………………………...1

DaftarIsi………………………………………........................................................2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.………………………………………................................3

1.2 Rumusan Masalah……………………....…………....................................4

1.3 Tujuan Penulisan…………………………...……………..........................4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Logika Deduktif……………...................................................... 5

2.1.1. Silogisme……………………………...............................................5

2.1.2. Entimen……………………………………….................................6

2.2 Pengertian Logika Induktif…………………………........................................6

2.2.1. Generalisasi….........................................…………………………..6

2.2.2. Analogi…………………………………..........................................7
2.2.3. Hubungan Kasual………………………………….........................8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan………...........................………………………………………...10
3.2 Saran…………………………………...........................…………………….10

DAFTAR PUSTAKA……………………………..........................…………......11

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Seiring dalam perkembangan zaman, manusia sering mengabaikan logika
dalam berfikirdan membuat aturan. Kebanyakan orang-orang tersebut
menganggap remeh tentang logikadan berfikir seenaknya saja, mereka
mengiginkan suatu hal yang mudah dan praktis.Sehingga yang terjadi adalah
kejanggalan-kejanggalan dalam komunitas mesyarakat banyak.
Dengan adanya logika kita dapat berfikir dan mengambil keputusan yang
benar dan tepat dalm memenuhi hajat hidup kita sendiri dan juga masyakat
umumnya kita dapat mengartika dan mengambil kesimpulan setelah melalui
pemikiran-pemikiran atua pernyataan-pernyataan yang ada, dan kebenaran-
kebenaran akan muncul.Istilah logika secara luas dapat
didenifisikanebagai”pengkajian untuk berfikir secara sahih”. Lapangan dalam
logika adalah asas-asas yang menentukan permikiran lurus,tepapt, dan sehat.1
Pencarian pengetahuan yang benar harus berlangsung menurut prosedur
atau kaedah hukum, yaitu berdasarkan logika. Sedangkan aplikasi dari logika
dapat disebut dengan penalaran dan pengetahuan yang benar dapat disebut
dengan pengetahuan ilmiah.
Logika dibagi menjadi dua, yaitu Logika deduktif dan Logika induktif.
Logika deduktif dikembangkan oleh Aristoteles, Thales, Pythagoras, dan para
filsuf Yunani lainnya dari Periode Klasik (600-300 SM.). Aristoteles, misalnya,
menceritakan bagaimana Thales menggunakan kecakapannya untuk
mendeduksikan bahwa musim panen zaitun pada musim berikutnya akan sangat
berlimpah. Karena itu ia membeli semua alat penggiling zaitun dan memperoleh
keuntungan besar ketika panen zaitun yang melimpah itu benar-benar terjadi.
Logika deduktif tergantung pada premisnya. Artinya, premis yang salah
mungkin akan membawa kita kepada hasil yang salah, dan premis yang tidak
tepat juga akan menghasilkan kesimpulan yang tidak tepat.
1
Muhammad Adib, Filsafat Ilmu (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2010)hlm.101.

2
Alternatif dari Logika deduktif adalah Logika induktif. Perbedaan dasar di
antara keduanya dapat disimpulkan dari dinamika deduktif dengan progresi
secara logis dari bukti-bukti umum kepada kebenaran atau kesimpulan yang
khusus; sementara dengan induksi, dinamika logisnya justru sebaliknya.
Logika induktif dimulai dengan pengamatan khusus yang diyakini sebagai
model yang menunjukkan suatu kebenaran atau prinsip yang dianggap dapat
berlaku secara umum.
Logika deduktif memberlakukan prinsip-prinsip umum untuk mencapai
kesimpulan-kesimpulan yang spesifik, sementara penalaran induktif menguji
informasi yang spesifik, yang mungkin berupa banyak potongan informasi yang
spesifik, untuk menarik suatu kesimpulan umum. Pada abad ke-19, Adams dan
LeVerrier menerapkan teori Newton (prinsip umum) untuk mendeduksikan
keberadaan, massa, posisi, dan orbit Neptunus (kesimpulan-kesimpulan khusus)
tentang gangguan (perturbasi) dalam orbit Uranus yang diamati (data spesifik).
Dengan demikian, untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah kedua logika
tersebut dapat digunakan secara bersama-sama dan saling mengisi, dan
dilaksanakan dalam suatu wujud penelitian ilmiah yang menggunakan metode
ilmiah dan taat pada hukum-hukum logika.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan logika deduktif ?
2. Apakah yang dimaksud dengan logika induktif ?
3. Apa perbedaan logika deduktif dan logika induktif ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi logika deduktif
2. Untuk mengetahui definisi logika induktif
3. Untuk mengetahui logika antara logika deduktif dan logika induktif

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Logika

Istilah logika diambil dari bahasa yunani logikos, yang berarti mengenai
sesuatu yang diutarakan, mengenai suatu pertimbangan akal (pikiran), mengenai
kata, atau berkenaan dengan bahasa1. Dalam bahasa latin logika disebut logos,
berarti perkataan atau sabda2. Orang arab biasanya menyebut logika ini dengan
kata mantiq, yang diambil dari kata ‘nataqa’. Kata mantiq lazim digunakan
dengan berkata atau berucap. Istilah’mantiq’ juga diartikan sebagai hukum yang
memelihara hati nurani dari kesalahan dalam berfikir.
Logika merupakan sebuah ilmu pengetahuan dimana objek materialnya
adalah berfikir (khususnya penalaran/ proses penalaran) dan objek formal logika
adalah berfikir/ penalaran ditinjau dari dari ketepatannya. Menurut Poedjawijatna
(1966:15), menjelaskan bahwa logika merupakan kajian filsafat yang mengkaji
manusia yang biasanya dikenal dengan filsafat budi, dimana budi disini adalah
akal sebagai alat penyelidikan dalam mengambil suatu tindakan atau keputusan.
Sedangkan Menurut W. Poespoprodjo, Logika adalah menunjukkan,
meletakkan, menguraikan, dan juga membuktikan hukum-hukum dan aturan-
aturan yang akan menjaga kita agar tidak terjerumus dalam kekeliruan
(kesesatan)3. Logika dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk brrpikir secara
shahih. Logika dipakai untuk menarik kesimpulan dari suatu proses berpikir
berdasar cara tertentu, yang mana proses berpikir disini merupakan suatu
penalaran untuk menghasilkan suatu pengetahuan.
B. Sejarah Perkembangan Logika

Logika lahir bersama-sama dengan lahirnya filsafat di Yunani. Dalam


usaha untuk memperkenalkan pemikiran dan pendapat-pendapatnya, para filsuf
Yunani kuno tidak jarang mencoba membantah pikiran yang lain dengan
menunjukkan kesesatan penalarannya.

Kata logika untuk pertama kalinya dipergunakan oleh Zeno dari Citium.
Socrates, Plato, Aristoteles merupakan perintis lahirnya ilmu logika. Menurut
Soewandi, secara historis logika telah berkembang sejak abad ke-17 sampai abad

4
ke-20 sekarang ini, dimana di masing-masing periode tersebut memiliki kekhasan
tersendiri. Pada abad ke-17, cara kerja logika baru muncul renaissance di Eropa.
Tokohnya yang terkenal adalah Rene Descartes dan Francis Bacon.

Pada abad ke-18 sering juga disebut sebagai masa abad pencerahan, dimana
Barat telah menemukan teori besar dengan keyakinannya pada otak manusia yang
tak terbatas, dimana barat telah menemukan teori besar dengan keyakinannya
pada otak manusia yang tidak terbatas, sehingga melahirkan para ilmuwan seperti
Isac Newton, Adam Smith, Montesquieu, David Home, dan lain-lain.

Pada Abad ke-19 merupakan masa pertentangan antara deduktif dan


induktif yang cukup menarik, seperti yang dibahas Whewel(deduktif ) dan
Mill(Induktif). Pada abad ini, filsafat ilmu muncul dan mulai membangun
paradigmanya sendiri. Whewel mencoba mencari hubungan antara konsep-konsep
dan ide-ide secara logis, seperti teorinya tentang perjalanan cahaya pada garis
lurus, panas bentuk dari energi, aksi akan melahirkan reaksi. Sementara pada abad
ke-20, Estella M. Philips menggabungkan pemikiran deduktif dan induktif yang
dikenal dengan deduco hypothetico verificative.

C. Aspek penting dalam memahami Logika

Ada tiga aspek penting dalam memahami logika, agar memiliki pengertian
tentang penalaran yang merupakan suatu bentuk pemikiran. Ketiga aspek tersebut
adalah Pengertian, Proposisi, dan Penalaran.
 Pengertian

Pengertian adalah tanggapan atau gambaran yang dibentuk oleh akal budi
tentang kenyataan yang dipahami, atau merupakan hasil pengetahuan manusia
mengenai realitas. Pengertian- pengertian tentang kenyataan ini disebut kata.
Dengan kata lain, kata adalah tanda lahiriah untuk menyatakan pengertian dan
barangnya. Menurut isinya, pengertian dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Kolektif dan Distributif
Kolektif maksudnya pengertian yang isinya mencakup barang-barang atau
orang secara koleksi atau sekumpulan, misalnya selusin piring, sekelompok
pemuda, dan sebagainya. Sedangkan distributif kebalikan dari kolektif, yaitu

5
pengertian yang terpisah-pisah, yang menunjukan bahwa barang atau orang
tersebutterpisah-pisah sebagai sendiri-sendiri atau satu per satu.

b. Konkret dan Abstrak

Konkert adalah pengertian yang memperlihatkan kenyataan atau realitas


sebagai pokok subjek yang berdiri sendiri, misalnya dikatakan “ini gelas kaca”.
Pernyataan gelas kaca iini menunjuk kenyataan dengan sifat kaca. Sedangkan
abstrak ialah pengertian yang memperlihatakan sifat tanpa memperlihatkan
subjeknya, misalnya dikatakan “gelas itu mahal”.

c. Menyindir dan terus terang

Menyindir (connotative) adalah menyatakan sesuatu dengan secara tidak


langsung dan tidak terus terang. Penggunaan kalimat atau pernyataan menyindir
ini dipakai untuk menyatakaan suatu hal kepada orang lain agar tidak
menyinggung perasaan orang tersebut. Pernyataan ini biasanya ditujukan atau
dipakai untuk mengoreksi atau mengajak orang lain untuk memperbaiki sikapnya
atau perilakunya yang salah atau tidak tepat.

 Proposisi

Proposisi atau pernyataan adalah rangkaian dari pengertian-pengertian yang


dibentuk oleh akal budi atau merupakan pernyataan mengenai hubungan yang
terdapat diantara dua buah term.Kedua term tersebut terdiri dari subjek dan
predikat. Subjek adalah term pokok dalam proposisi, dan predikat adalah term
yang menyebut sesuatu mengenai subjek. Proposisi dapat dibedakan ke dalam dua
bentuk atau golongan, yaitu proposisi kategoris dan proposisi hipotesis.
 Penalaran

Penalaran adalah suatu proses berfikir yang menghasilkan pengetahuan. Agar


buah pengetahuan yang berdasarkan penalaran itu mempunyai bobot kebenaran,
maka proses berfikir perlu dan harus dilakukan dengan suatu cara atau metode
tertentu. Dalam penalaran, proposisi-proposisi yang menjadi dasar penyimpulan
disebut premis, sedang kesimpulannya disebut konklusi.

6
A. Pengertian Logika Deduktif
Logika deduktif dipelopori oleh filosof Yunani Aristoteles. Logika
deduktif dapat diartikan sebagai penarikan kesimpulan dari hal yang bersifat
umum menjadi hal yang bersifat individual (khusus).2
Sang Bagawan Aristoteles (Van Dalen:6) menyatakan bahwa logika deduktif
adalah, ”A discourse in wich certain things being posited, something else than
what is posited necessarily follows from them”. pola penalaran ini dikenal dengan
pola silogisme. Kaum rasionalis mempergunakan metode dePada logika deduktif
menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan
dalam bagian-bagiannya yang khusus.3
Contoh :
-Laptop adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi
-DVD Player adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk
beroperasi
kesimpulan —> semua barang elektronik membutuhkan daya listrik untuk
beroperasi
Ada 2 macam penalaran deduktif
Menarik simpulan secara Langsung
Menarik simpulan secara Tidak Langsung
menarik Simpulan secara langsung ditarik dari satu premis. sedangkan menarik
secara tidak langsung merupakan kebalikan dari secara langsung dimana pada
secara tidak langsung membutuhkan 2 buah premis sebagai datanya.

Macam-macam penalaran deduktif diantaranya :


a. Silogisme
Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme
disusun dari dua proposi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan). Dengan
fakta lain bahwa silogisme adalah rangkaian 3 buah pendapat, yang terdiri dari 2
pendapat dan 1 kesimpulan.
Contohnya:
2
Jujun s.suriasumantri, Filsafat Ilmu (Jakarta:Sinar Harapan, 2003)hlm.48.
3
Ibid

7
Semua manusia akan mati
Amin adalah manusia
Jadi, Amin akan mati (konklusi / kesimpulan)
b. Entimen
Entimen adalah penalaran deduksi secara langsung. Dan dapat dikatakan pula
silogisme premisnya dihilangkan atau tidak diucapkan karena sudah sama-sama
diketahui.
Contoh :
Proses fotosintesis memerlukan sinar matahari
Pada malam hari tidak ada matahari
Pada malam hari tidak mungkin ada proses fotosintesis.

B. Pengertian Logika Induktif


Logika induktif erat kaitannya dengan penarikan kesimpulan dari kasus
kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum.
Prosesnya disebut induksi.4
Contoh :
Sejak suaminya meninggal dunia dua tahun yang lalu, Ny. fina sering
sakit. Setiap bulan ia pergi ke dokter memeriksakan sakitnya. Harta peninggalan
suaminya semakin menipis untuk membeli obat dan biaya pemeriksaan, serta
untuk biya hidup sehari-hari bersama tiga orang anaknya yang masih sekolah.
Anaknya yang tertua dan adiknya masih kuliah di sebuah perguruan tinggi
swasta, sedangkan yang nomor tiga masih duduk di bangku SMA. Sungguh
(kata kunci) berat beban hidupnya. (Ide pokok)
Seperti halnya penalaran duduktif, cara bernalar induktif juga terbagi
kedalam beberapa macam. Yakni:
1. Generalisasi
Generalisasi ialah proses penalaranyang megandalkan beberapa
pernyataan yang mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang
bersifat umum. Dari beberapa gejala dan data, kita ragu-ragu mengatakan bahwa

4
Aceng R. et.al.,Filsafat Ilmu Lanjutan (Jakarta:Kencana,2011)hlm.232.

8
“Lulusan sekolah A pintar-pintar.” Hal ini dapat kita simpulkan setelah beberapa
data sebagai pernyataan memberikan gambaran seperti itu.5
Contoh:
Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jadi, jika dipanaskan semua logam akan memuai.
Benar atau tidak benarnya rumusan kesimpulan secara generalisasi, itu
dapat dilihat dari hal-hal berikut.:
1) Data itu harus memadai jumlahnya. Semakin banyak data yang dipaparkan,
semakin benar simpulan yang diperoleh.
2) Data itu harus mewakili keseluruhan. Dari data yang sama itu akan
dihasilkan simpulan yang benar.
3) Pengecualian perlu diperhitungkan karena data-data yang mempunyai sifat
khusus tidak dapat dijadikan data.
Contoh generalisasi yang tidak sahih;
a) Orang garut suka rujak
b) Makan daging dapat menyebabkan penyakit darah tinggi.
c) Orang malas akan kehilangan banyak rejeki.

2. Analogi
Analogi adalah cara bernalar dengan membandingkan dua hal yang
mempunyai sifat yang sama.Pada dasar nya penalaran analogi itu sama dengan
penalaran generasi. Tetapi dalam metode keilmuaanalogi dapat digunakan untuk
menentukan apakah suatu objek itu fakta6
Contoh:
 Ahmad mahasiswa UIN adalah anak soleh dan rajin
 Budi mahasiswa UIN adalah anak soleh dan rajin

5
ibid
6
Muhammad Adib, Filsafat Ilmu (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2010)hlm.171.

9
 Muhammad mahasiswa UIN
 Jadi: Muhammad mahasiswan UIN adalah anak soleh dan rajin
Tujuan penalaran secara analogi adalah sebagai berikut.
1) Analogi dilakukan untuk meramalkan sesuatu.
2) Analogi dilakukan untuk menyingkap suatu kekeliruan.
3) Analogi digunakan untuk menyusun klasifikasi.
3. Hubungan Kausal
Hubungan kausal adalah penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang
memiliki pola hubungan sebab akibat. Misalnya, tombol ditekan, akibatnya bel
berbunyi. Dalam kehidupan kita sehari-hari, hubungan kausal ini sering kita
temukan. Hujan turun dan jalan-jalan becek. Ia kena penyakit kanker darah dan
meninggal dunia. Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, terdapat tiga pola
hubungan kausalitas. Yaitu sebagai berikut:
a. Sebab-Akibat
Sebab-akibat ini berpola A menyebabkan B. Disamping itu, hubungan ini
dapat pula berpola A menyebabkan B, C, D, dan seterusnya. Jadi, efek dari satu
peristiwa yang dianggap penyebab kadang-kadang lebih dari satu.
Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, diperlukan kemampuan
penalaran seseorang untuk mendapatkan simpulan penalaran. Hal ini akan
terlihat pada suatu penyebab yang tidak jelas terhadap sebuah akibat yang nyata.
Kalau kita melihat sebiji buah mangga terjatuh dari batangnya, kita akan
memperkirakan beberapa kemungkinan penyebabnya. Mungkin mangga itu
ditimpa hujan, mungkin dihempas angin, dan mungkin pula dilempari anak-
anak. Pastilah salah satu kemungkinana itu yang menjadi penyebabnya.

b. Akibat-Sebab
Dalam pola ini kita memulai dengan peristiwa yang menjadi akibat.
Peristiwa itu kemudian kita analisis untuk dicari penyebabnya.

10
Contoh ;Kemarin pak maman tidak masuk kantor. Hari inipun tidak. Pagi tadi
istrinya pergi ke apotek membeli obat. Oleh karena itu, pasti Pak Maman sedang
sakit.

c. Sebab Akibat -1 Akibat -2


Suatu penyebab dapat menyebabkan serangkaian akibat. Akibat pertama
berubah menjadi sebab yang menimbulkan akibat kedua. Demikianaalah
seterusnya, hingga timbul arangkaian beberapa akibat.
Contoh:
Mulai bualan mei 2012, harga beberapa jenis BBM direncanakan akan
mengalami kenaikan. Terutama premium dan solar. Hal ini karena pemerintah
ingin mengurangi subsidi dengan harapan supaya ekonomi Indonesia kembali
berlangsung normal. Dikarenakan harga bahan bakar naik, sudah barang tentu
biaya angkutan pun akan naik pula. Jika biaya angkutan naik, harga barang pasti
ikutn naik. Naiknya harga barang akan dirasakan berat oleh masyarakat. Oleh
karena itu, kenaikan harga barang harus diimbangi dengan usaha menaikan
pendapatan rakyat.

BAB III
PENUTUP

11
A. Kesimpulan
Dari berbagai penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa penalaran dalam
prosesnya ada 2 macam, yaitu logika Deduktif dan logika Induktif.
Logika Deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang
umum terlebih dahulu, untuk seterusnya diambil kesimpulan yang khusus.
Logika Induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak
dari bentuk penalaran deduktif. Yakni menarik suatu kesimpulan dari fakta-
fakta yang sifatnya khusus, untuk kemudian ditarik kesimpulan yang sifatnya
umum.

B. Saran

Sebagai seorang mahasiswa, kita dianjurkan untuk mengetahui apa yang


dimaksud dengan logika. Karena jika seseorang telah tahu apa yang dimaksud
dengan logika, baik yang sifatnya deduktif atau induktif, akan mempengaruhi
terhadap pola pikir yang ia kembangkan. Baik dalam menghadapi suatu masalah
atau untuk menyampaikan suatu masalah. Maka proses penalaran ini harus kita
ketahui, bahkan pahami dengan sebenar-benarnya.

DAFTAR PUSTAKA

12
Suriasumantri Jujun S, Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,2003.

Rahmat Aceng, Filsafat Ilmu Lanjutan. Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2011.

Adib Mohammad, Filsafat Ilmu .Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2010

13

Anda mungkin juga menyukai