Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH SENIMAN INDONESIA

Ahmad Sausan Solahudin (2)

Amanda Putri Pramita (3)

Citrawani Marthabakti (9)

Dyha Indrayanti

Muhammad Dito Firmansyah

Mahesa Bima Putranta

Putri Syaqina Permata Cinta

Rania

Rezza Ramaxdhan Tamam


Affandi Koesoema dilahirkan di Cirebon pada tahun 1907, putra dari R.
Koesoema, seorang mantri ukur di pabrik gula di Ciledug, Cirebon. Dari segi
pendidikan, ia termasuk seorang yang memiliki pendidikan formal yang cukup
tinggi. Bagi orang-orang segenerasinya, memperoleh pendidikan HIS, MULO, dan
selanjutnya tamat dari AMS, termasuk pendidikan yang hanya diperoleh oleh
segelintir anak negeri.

Karya seni
1. Ibuku (1941)

Lukisan berjudul “Ibuku” belum menggunakan ciri khas Affandi yang


membuatnya terkenal. Namun lukisan ini menjadi catatan yang penting,
bahwa meskipun Affandi mengabaikan teknik pada karya ekspresionisnya,
ia dapat melakukan teknik lukis realistik (naturalis tepatnya). Sosok ibunya
sendiri yang sudah tua digambarkan mengenakan pakaian sehari-harinya.
Namun ibunya berpose anggun seperti pada lukisan-luksan era renaisans –
romantisisme. Tangannya ditaruh di pundaknya, menunjukkan bahwa
Affandi mengerti mengenai pose potret yang dianggap indah untuk
menunjukkan sosok potret perempuan berdasarkan teknik lukis Barat.

Sapuan kuasnya sudah tampak sangat berani dan menunjukkan bahwa ia


sudah terbiasa untuk melukis lukisan yang tampak natural dan mirip aslinya.
Ekspresi wajahnya menimbulkan enigma yang selalu mempertanyakan
perasaan apa yang sedang dirasakan oleh sang Ibu. Sedih? Marah? atau
memang raut wajahnya saja yang sudah menggambarkan manis-pahitnya
kehidupan yang telah dijalaninya.

2. Potret Diri & Topeng-topeng Kehidupan (1961)

Affandi terkenal karena karya figuratifnya, terutama pada tahun 1960-an. Ia


senang bermain dengan tema pertunjukan wayang topeng dan peran stereotip
dari karakter bertopeng. Presentasi subjek topeng dapat meperlihatkan
kepribadian tertentu dengan disposisi yang apik dari potret dirinya sendiri.
Penekanan estetikanya melalui sapuan cat yang dinamis dan khas
(menumpahkan cat langsung dari tube) diiringi dengan pilihan palet warna
yang kelam semakin menjadi identitasnya.

Baginya potret diri terkadang menjadi perwakilan dari manusia. Ia


menggunakan potretnya karena ingin melukis walaupun tidak memiliki
subjek sebagai referensi. Maka, potret dirinya sendirilah yang di lukis.
Topeng-topeng kehidupan bisa menjadi representasi ide spiritualnya sendiri
yang merasa bahwa mendapatkan godaan dan bisikan dari setan.
Kelemahannya sebagai manusia yang tidak kuasa melawan godaan
dituangkan dalam lukisan ini.
Meskipun bisa jadi kita memproduksi makna lain seperti mungkin topeng-
topeng tersebut adalah kegetiran di masa tenarnya. Orang-orang “bertopeng”
kian menghampiri hanya untuk memanfaatkan ketenarannya saja. Muak
akan hal itu ia tidak mengutarakannya secara langsung, tetapi
membicarakannya melalui lukisannya.

3. Potret Diri (1981)

Potret diri adalah salah satu tema yang paling sering dibawakan oleh
Affandi. Lukisan didominasi oleh wajah seorang tokoh laki-laki. Lukisan ini
berfokus pada wajah sosok laki-laki yang merupakan dirinya sendiri. Terdiri
dari garis-garis melengkung, bergelombang, tebal, berantakan dan bertekstur
kasar. Warna yang digunakan sangat kontras dan hangat.

Lukisan itu menggambarkan sang seniman sendiri, dalam suasana hati yang
sangat spiritual dan emosional (berkontemplasi, bukan marah). Subjeknya
adalah cerminan diri yang sudah tua karena memiliki rambut putih dan
kepala yang hampir botak. Potret tampak sedang menghisap pipa tembakau,
yang bisa jadi menunjukan insting self destruction yang makin menjadi pada
usianya yang sudah tidak lagi muda. Meskipun begitu melalui sapuan, atau
tepatnya tumpahan catnya, ia masih menunjukkan gairah estetis yang
membara.
Affandi pernah berkata: “Motif yang paling aku hafal dan paling aku senangi
ialah rupaku dhewe yang elek, mirip Sukrasana ini,” Ia terus menerus
mengulang-ulang menggambar Potret wajahnya sendiri hingga puluhan kali.
Namun setiap potret wajah memiliki ekspresi yang berbeda, meskipun masih
dalam satu teknis yang hampir sama.

Terdapat catatan yang Affandi tulis sendiri tentang lukisan potret diri yang
berjudul Oongkol (1946) Ia menulis menulis: “Pernah terdjadi, bahwa saja
beberapa bulan tida bisa melukis, walaupun tiap pagi saja pergi untuk
melukis. Pada suatu hari saja pulang kerumah dengan tangan hampa, tida
dapat lukisan. Merasa marah dongkol, sekonjong-konjong lihat dalam katja
muka saja sendiri dengan expressi dongkol ini. Itu waktu djuga lukisan
dibikin. Aneh, berbulan2 tida dapat motiet, sekonjong motiet dekat sekali,
muka sendiri”

Agus Djaya atau bernama lengkap Raden Agoes Djajasoeminta, lahir di


Pandeglang, Banten pada 1913 dan wafat di Bogor, Jawa Barat pada 24 April
1994) merupakan pelukis asal Indonesia. Di zaman pendudukan Jepang, ia
direkomendasikan oleh Bung Karno untuk menjadi Ketua Pusat Kebudayaan
Bagian Senirupa (1942-1945). Pada zaman revolusi kemerdekaan ia aktif sebagai
Kolonel Intel dan F.P (Persiapan Lapangan). Namun, setelah kemerdekaan ia
kembali aktif ke dunia seni rupa.
1.legong wiranta

lukisan ini merupakan lukisan dengan gaya realisme dan ekspresionisme.


Dengan teknik melukis menggunakan cat minyak di atas kanvas. Dalam lukisan
ini, pelukis menggambarkan seorang wanita sedang menari Legong Wiranata.
Tari Wiranata adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari Bali. Tarian
ini merupakan tari kreasi yang diciptakan oleh Nyoman Ridet pada tahun 1960.
Tari Wiranata ini mengambarkan kesan gagah dari seorang penari serta cocok
sekali dalam melukiskan seseorang yang punya pengaruh dan wibawa seperti
seorang raja.

Karakteristik Karya

2.godaan waktu bertapa


Lukisan ini merupakan lukisan dengan gaya realisme
dan ekspresionisme. Dengan teknik melukis menggunakan cat minyak di atas kanvas. Dalam
lukisan ini, pelukis menggambarkan tentang sosok seorang pria yang di goda oleh seorang
wanita saat bertapa. Bertapa adalah mengasingkan diri dari keramaian dunia dengan menahan
hawa nafsu (makan, minum, tidur, birahi) untuk mencari ketenangan batin.

Anda mungkin juga menyukai