Anda di halaman 1dari 67

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk individu sosial, dalam hubungannya

dengan manusia senagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud

bahwa manusia bagaimana juga tidak dapat terlepas dari individu yang

stu dengan yang lain. Secara kodratnya mansia akan selalu hidup

bersama. Hidup bersama antara manusia akan berlangsung dalam

berbagai bentuk komunikasi dan situasi. Dalam kehidupan semacam

inilah terjadinya interaksi.

Dengan demikian kehidupan manusia akan selalu dibarengi

dengan proses interaksi atau komunikasi, baik interaksi dengan alam

lingkungan, interaksi dengan sesamanya, maupun interaksi dengan

tuhannya. Baik itu disengaja maupun tidak disengaja. Dari berbagai

bentuk interaksi, khususnya mengenai interaksi yang disengaja,

adalah istilah interaksi edukatif. Interaksi edukatif adalah interaksi yang

berlangsung dalam suatu ikatan untuk tujuan pendidikan dan

pengajaran. Interaksi edukatif merupakan interaksi yang berkaitan

dengan interaksi belajar-mengajar.

Dengan kata lain, apa yang dinamakan interaksi edukatif, secara

khusus adalah sebagai interaksi belajar-mengajar. Interaksi belajar


mengajar mengandung suatu arti adanya kegiatan interaksi dari

tenaga pendidik yang melaksanakan tugas mengajar dengan wrga

belajar yaitu siswa yang sedang melaksanakan kegiatan belajar dalam

dunia pendidikan. Interaksi antara guru dengan siswa, diharapkan

sangat aktif dalam proses pembelajaran. Keaktifan siswa sebagai

subjek belajar sangat menentukan pada kegiatan proses belajar

mengajar. Dalam hal ini fungsi dan peranan guru menjadi sangat

dominan.

Di lain pihak siswa hanya menyimak dan mendengarkan informasi

atau pengetahuan yang diberikan gurunya. Dengan demikian

meningkatkan interaksi siswa dalam proses pembelajaran terutama

untuk meningkatkan hasil belajar siswa, perlu diciptakan suasana

belajar yang berorientasi pada peningkatan interaksi antara siswa

dengan guru, guru dengan siswa, siswa dengan siswa yang pada

akhirnya hasil belajar siswa menjadi baik dan meningkat. Adapun

pengelolaan kelas yaitu pola interaksi yang dimasud antara lain,

melakukan peraturan tempat duduk yang berbeda dari tempat duduk

yang sebelumnya atau semua yang bersifat konvesional. Pengelolaan

Kelas konversional adalah formasi atau pola yang biasa ditemukan

dalam kelas-kelas yang memungkinkan para siswa duduk

berpasangan dalam satu atau dua meja dengan dua kursi. Hal tersebut

memungkinkan interaksi siswa dengan guru sangat minim, artinya

yang berinteraksi hanya sebagai siswa yang mendapatkan tempat


duduk yang barisan depan atau kedua, hal ini akan berdampak pada

hasil belajar siswa dalam proses belajar mengajar.

Dengan demikian, guru perlu melakukan pengaturan tempat duduk.

Pengaturan tempat duduk mempunyai peranan penting dalam

konsentrasi belajar siswa. Pengaturan tempat duduk dapat dilakukan

secara fleksibel dengan memosisikan sedemikian rupa, sesuai dengan

kebutuhan pengajar yang efektif dan efisien. Hal ini dilakukan agar

semua siswa mampu menangkap pelajaran yang diberikan dengan

merata, seksama, menarik, tidak menoton, dan mempunyai sudut

pandang bervariasi terhadap pelajaran yang tengah diikuti.

Sebagaimana diketahui bahwa pada dasarnya kemampuan siswa

tidak sama. Ada cepat untuk menangkap materi pelajaran, ada yang

agak lambat, bahkan ada yang sangat lambat. Oleh karena itu perlu

adanya sebuah pengelolaan kelas dengan strategi jitu untuk bisa

menyeimbangkan masalah ini. Salah satu strategi yang bisa dilakukan

adalah dengan mengatur kapan siswa bekerja secara perorangan,

berpasangan, kelompokan, atau klasikal.

Pengaturan tempat duduk tersebut dilakukan untuk memenuhi

empat tujuan yaitu aksesibilitasi yang membuat siswa mudah

menjangkau alat atau sumber belajar yang tersedia, mobilitas yang

memuat siswa dan guru mudah bergerak dari satu bagian ke bagian

lain dalam kelas, interaksi yang memudahkan terjadinya komunikasi

guru, siswa, maupun antara siswa, dan variasi kerja siswa yang
mungkin siswa bekerja secara perorangan, berpasangan, atau

berkelompok. Dengan berbagai macam Pengelolaan Kelas gerak

siswa dan guru dalam ruang kelas, tentu saja siswa akan merasakan

kenyamanan, sehingga ia akan mudah menyerap pembelajaran

dengan baik.

Adapun banyak macam Pengelolaan Kelas pengaturan tempat

duduk selain dari Pengelolaan Kelas konversional yang sering kita

temui disekolah-sekolah. Pengelolaan Kelas tersebut seperti pola Later

U. Dengan berdasarkan permaslahan tersebut diatas penulis tertarik

untuk meneliti adanya pengaruh pola tempat duduk terhadap hasil

belajar siswa di sekilah dasar. Dimana guru dan siswa bilamana

suasana kelas dirubah dari pola tempat duduk yang bersifat

koversional menjadi Pengelolaan Kelas yang lebih bervariatif, untuk

meningkatkan daya serap siswa dalam proses belajar mengajar di

dalam kelas.

Dengan demikian berdasarkan latar belakang masalah tersebut,

penulis terdorong untuk melakukan sebuah penelitian yang berjudul

yaitu Pengaruh Pengelolaan Kelas Terhadap Hasil Belajar Ppkn

Kelas 1 MI Nurul Falah


B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan permasalahan yang ada pada latar belakang masalah,

maka permasalahan dapat di identifikasikan sebagai berikut:

1. Bagaimana Pengaruh Pengelolaan Kelas Terhadap Hasil Belajar

Siswa Kelas

2. Pengelolaan tempat duduk konversional kurang dapat membuat

siswa berinteraksi

3. Keaktivitas guru yang monoton karena penerepan Pengelolaan

tempat duduk konversional yang sudah berlangsung cukup lama

dari waktu ke waktu atau dari tahun ke tahun

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah identifikasi masalah, maka dalam

penelitian ini memiliki pembatasan masalah yaitu pada Pengelolaan

tempat duduk Later U dan hasil belajar siswa pada kelas V sekolah

dasar 1 MI Nurul Falah.

D. Rumusan Masalah

1. Apakah ada pengaruh pengelolaan kelas terhadap hasil belajar di

sekolah Yayasan Pendidikan Islam Nurul Falah ?

2. Seberapa besar pengaruh pola tempat tempat duduk Breakout

Groupings tergadap hasil belajar siswa Yayasan Pendidikan Islam

Nurul Falah?
E. Tujuan penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah, maka penelitian ini Breakout

Groupings terhadap hasil belajar siswa sekolah Yayasan Pendidikan

Islam Nurul Falah

1. Untuk mengetahui pengaruh dari pengelolaan kelas terhadap hasil

belajar Yayasan Pendidikan Islam Nurul Falah

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pola tempat duduk

Later Uterhadap hasil belajar siswa sekolah Yayasan Pendidikan

Islam Nurul Falah

F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini ada dua manfaat sebagai berikut.

1. Manfaat teoritis

Sebagai informasi hasil penelitian secara teoritis diharapkan dapat

memberikan pengetahuan tentang pengaruh pada pengelolaan

kelas terhadap hasil belajar siswa sekolah dasar.

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat Bagi Siswa

Sebagai solusi hasil penelitian ini secara manfaat praktis

diharapkan kepada siswa dengan adanya pengelolaan kelas

seperti pola duduk yang tepat dapat meningkatkan hasil belajar

siswa dan interaksi baik interaksi guru dengan siswa, siswa

dengan guru, dan siswa dengan siswa. Selain itu dengan


merubah pengelolaan kelas dengan ini dapat meningkatkan

prestasi antara satu dan lainnya sehingga tidak memiliki

kesanjangan prestasi yang berjauhan.

b. Manafaat bagi guru

Sebagai solusi hasil penelitian ini secara manfaat praktis .

guru dengan mudah dapat mengenal karakteristik dari masing-

masing siswa dan lebih mudah menyampaikan materi

pembelajaran

c. Manfaat bagi sekolah

Sebagai solusi penelitian ini secara manfaat praktis.

Diharapkan dengan pengelolaan kelas yang lebih spesifik yaitu

pola tempat duduk yang tepat pada saat proses belajar

mengajar dapat membantu bahkan memperlancar program

sekolah dala setiap semester, karena para siswa dengan

mudah menangkap atau menyerap ilmu yang diberikan oleh

gurunya dari pola tempat duduk yang tepat.

d. Manfaat bagi orang tua

Sebagai solusi hasil penelitian ini secara manfaat praktis.

Orang tua tidak merasa khawatir tentang kenyamanan siswa

didalam kelas terjadi proses mengajar, karena semua mata

pelajaran yang disampaikan dapat diserap dengan baik oleh

siswa, sehingga siswa tidak menjadi beban bagi orang tua di

rumah untuk mengerjainnya kembali atau ulang.


G. Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Identifikasi Masalah

C. Rumusan Masalah

D. Tujuan Penelitian

E. Manfaat Penelitian

F. Sistematika Penulisan

BAB II TINAJUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

B. Kerangka Berfikir

C. Hipotesis Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

B. Metodologi Penelitian

C. Variabel, Devinisi, Konseptual, dan Definisi Oprasional

Variabel

D. Populasi dan Sample (Teknik Sampling)

E. kisi-kisi dan Instrumen

F. Analisis Data
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pengelolaan kelas

a. Pengertian Pengelolaan Kelas

Menurut (Hamid 2005 hlm 61) managemen atau

pengelolaan diartikan proses penggunaan sumber daya

secara efektif untuk mencapai sasaran. Sedangkan kelas

diartikan secara umum sebagai sekelompok siswa yang

ada pada waktu yang sama menerima pelajaran yang sama

dari guru yang sama pula. Dengan demikian manajemen

kelas adalah segala usaha yang diarahkan untuk

mewujudkan suasana belajar mengajar yang efektif dan

menyenangkan serta dapat motivasi siswa untuk belajar

dengan baik sesuai dengan kemampuan.

Pengelolaan merupakan terjemahan dari kata

“managerment”. Terbawa oleh derasnya arus penambahan

kata pungut ke dalam bahasa Indonesia, istilah Inggris

tersebut lalu diindonesiakan menjadi “manajement” atau

“menejemen. Di dalam Kamus Bahasa Indonesia

(1958,hlm, 412) disebutkan bahwa pengelolaan berarti

penyelenggaraan. Sedangkan jika dilihat dari aslinya.


Pengelolaan kelas adalah salah satu tugas guru yang tidak

pernah di tingalkan. Guru selalu mengelola kelas ketika dia

melaksanakan tugasnya. Pengelolaan kelas dimaksudkan

untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi

anak didik sehingga tercapai tujuan pengajaran secara

efektif dan efisien. Ketika mengatur meja di kelas tidak

sesuai maka, guru berusaha merubahnya agar proses

pembelajaran berjalan efektif.

Usman, bahwa "pengelolaan kelas” adalah

keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara

kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila

terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar".

Sedangkan menurut Wina Sanjaya bahwa pengelolaan

kelas adalah : Pengelolaan kelas merupakan keterampilan

guru menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang

optimal dan mengembalikannya manakala terjadi hal-hal

yang dapat mengganggu suasana pembelajaran

Beberapa pengertian pengelolaan kelas yang telah

dikemukakan oleh para ahli di atas, dapatlah memberi

suatu gambaran serta pemahaman yang jelas bahwa

pengelolaan kelas merupakan suatu usaha menyiapkan

kondisi yang optimal agar proses atau kegiatan belajar

mengajar dapat berlangsung secara lancar. Pengelolaan


kelas merupakan masalah yang amat kompleks dan

seorang guru menggunakannya untuk menciptakan dan

mempertahankan kondisi mengatur meja kelas sedemikian

rupa sehingga anak didik dapat mencapai tujuan

pembelajaran yang ditetapkan secara efektif dan efisien.

Dari kemukakan oleh Drs. Winarno ini penulisan

dapat mengambil kesimpulan bahwa pengelolaan meliputi

banyak kegiatan dan semuanya itu bersama-sama

menghasilkan suatu hasil akhir, yang memberikan informasi

bagi penyempurnaan per-kegiatan. pengelolaan kelas

merupakan kegiatan pengaturan kelas dan mengatur meja

untuk kepentingan pengajaran. Guru dalam melakukan

tugas mengajar di suatu kelas, perlu merencanakan dan

menentukan pengelolaan kelas yang bagaimana yang perlu

dilakukan dengan memperhatikan kondisi kemampuan

belajar peserta didik

Dalam konteks yang demekian itulah kiranya

pengelolaan kelas penting untuk diketahui oleh siapa pun

juga yang menerjunkan dirinya ke dalam dunia pendidikan.

Maka yaitu penting untuk mengetahui pengertian

pengeloaan kelas dalam hal ini. Pengelolaan kelas terdiri

dari dua kata, yaitu pengelolaan dan kelas. pengelolaan itu

sendiri akar katanya adalah “ kelola” di tambah awal “pe”


dan akhiran “an”. Istilah lain dari kata pengelolaan adalah

“menejemen”. Menejemen adalah kata yang aslinya dari

kata bahas inggris, yaitu management.

menurut Oemar Hamalik (1987:311), adalah suatu

kelompok orang yang melakukan kegiatan belajar bersama,

yang mendapat pengajaran dari guru. Pengertian ini jelas

meninjaunya dari segi anak didik, karena dalam pengertian

tersebut ada frase kelompok orang. Pendapat ini sejalan

dengan pendapat Suharsimin Arikuto yang juga

mengemukakan pengrtian kelas dari segi anak didik. Hanya

pendapat lebih dalam.

Menurut Suharsimin Arikunto (1988:17) di dalam

dikdatif terkandung suatu pengertian umum mengenai

kelas, yaitu sekelompok siswa yang pada waktu yang sama

menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama.

Suharsimi memahami pengelolaan kelas ini dari dua segi,

yaitu pengelolaan yang menyangkut siswa, dan

pengelolaan fisik (ruangan, perabot, alat pelajaran).

Menurutnya membuka jendela agar udara segar dapat

masuk ke ruangan atau agar ruangan menjadi terang,

meyalakan lampu listrik, mengger papan tulis, mengatur

meja, merupakan kegiatan pengelolaan kelas.


Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa

pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang dengan sengaja

dilakukan guna mencapai tujuan pengajaran. Kesimpulan

yang sangat sederhana adalah, bahwa pengelolaan kelas

merupakan kegiatan pengaturan kelas dan mengatur meja

untuk kepentingan pengajaran yang efektif dan evesien.

Pengertian lain dari pengelolaan kelas adalah di tinjau dari

paham lama, yaitu mempertahankan ketertiban kelas.

sedangkan menurut pengertian baru seperti dikemukakan

oleh Made Pidarta dengan mengutip pendapat Lois

V.Johnsom dan Mary A.Bany bahwa pengelolaan kelas

adalah proses seleksi dan penggunaan alat-alat yang tepat

terhadap situasi untuk mengatur meja kelas.

b. Kegiatan Pengelolaan Kelas

Kegiatan – kegiatan pengelolaan yang perlu dilaksanakan

dalam managemen kelas sebagai aspek-aspek

managemen kelas yang tertuang dalam petunjuk

pengelolaan kelas adalah.

1. Mengecek kehadiran siswa

2. Menguumpulkan hasil pekerjaan siswa, memeriksa dan

menilai hasil pekerjaan tersebut.

3. Pendistribusian bahan dan alat

4. Mengumoulkan informasi dari siswa


5. Mencatat data

6. Pemeliharaan arsip

7. Menyampaikan materi arsip

8. Memberikan tugas/PR

Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan para guru,

khususnya guru baru dalam pertemuan pertama dengan

siswa di kelas menurut Dirjen POUD dengan Dirjen

Dikdasmen (1996:13) adalah :

1. Ketika bertemu dengan siswa, guru hareus :

a. Bersikap tenang dan percaya diri.

b. Tidak menunjukkan rasa cemas, muka masam atau

sikap tidak simpatik.

c. Memberikan salam lalu memperkenalkan diri.

d. Memberikan format isian tentang daa pribadi siswa

atau guru menyuruh siswa menulis riwayat hidupnya

secara singkat.

2. Guru memberikan tugas kepada siswa dengan tertib

dan lancar

3. Mengatur tempat duduk siswa dengan tertib dan teratur

4. Menentukan tata cara berbicara dan Tanya jawab

5. Bertindak disiplin baik terhadap siswa mau pun

terhadap diri sendiri.


c. Macam-Macam Tempat duduk

a) Formasi Tradisional (Konvensional)

Formasi konvensional adalah formasi yang biasa kita

temui dalam kelas-kelas tradisional yang memungkinkan

para siswa duduk berpasangan dalam satu meja

dengan dua kursi. Adapun bentuk formasi tradisional ini

adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1

Formasi tempat duduk konvensional (Hamid,

2011:128)

b) .Formasi Auditorium Formasi auditorium merupakan

tawaran alternatif dalam menyusun ruang kelas.

Meskipun bentuk auditorium menyediakan lingkungan

yang sangat terbatas untuk belajar aktif, namun dapat

dicoba untuk mengurangi kebosanan siswa yang

terbiasa dalam penataan ruang kelas secara


konvensional (tradisional). Adapun formasi auditorium

ini bisa digambarkan sebagai berikut :

gambar 2.2.

Formasi tempat duduk auditorium (Hamid, 2011:129)

c) Formasi Chevron

Formasi Chevron membuat interaksi antara siswa dan

guru menjadi lebih intens dan mampu mengaktifkan

seluruh siswa. Selain itu, formasi ini tentu memberikan

sudut pandang baru bagi siswa, sehingga mereka

mampu menjalani proses belajar mengajar dengan

antusias, menyenangkan, dan terfokus. Berikut ini

adalah bentuk formasi chevron:


Gambar 2.3.

Formasi tempat duduk chevron (Hamid, 2011:130)

d) Formasi Kelas Bentuk Huruf U Formasi kelas bentuk

huruf U sangat menarik dan mampu mengaktifkan para

siswa, sehingga mampu membuat mereka antusias

untuk mengikuti pelajaran. Dalam hal ini, guru adalah

orang yang paling aktif dengan bergerak dinamis ke

segala arah dan langsung berinteraksi berhadap-

hadapan dengan mereka. Dengan begitu, mereka pun

akan lebih memaksimalkan potensi indra mereka dalam

mengikuti kegiatan belajar mengajar dan mampu

berinteraksi secara langsung, sehingga akan

mendapatkan respons dari pendidik secara langsung.

Maka dari itu, formasi huruf U sangat ideal untuk

memberikan materi pelajaran dalam bentuk apapun,


sehingga formasi ini menjadi multifungsi. Formasi

bentuk U dibuat dengan cara menyusun meja dan kursi

dalam formasi berikut :

Gambar 2.4.

Formasi tempat duduk bentuk U (Hamid, 2011:131)

e) Formasi Meja Pertemuan

Formasi meja pertemuan biasannya diselenggarakan di

tempat-tempat pertemuan dan seminar, baik di hotel

maupun gedung pertemuan. Formasi ini dapat dilakukan

dengan cara membagi siswa ke dalam beberapa

kelompok, dimana setiap kelompok itu mempunyai meja

pertemuannnya sendiri-sendiri. Satu kelompok bisa

terdiri atas 4-5 siswa yang dibentuk menjadi 5-6

kelompok, tergantung dari jumlah siswa dalam kelas


tersebut. Adapun formasi meja pertemuan ini adalah

sebagai berikut :

Gambar 2.5.

Formasi tempat duduk pertemuan (Hamid, 2011:133)

f) Formasi Konferensi Formasi konferensi dapat membuat

para siswa menjadi lebih aktif dalam kelas, karena

mereka akan menguasai jalannya pembelajaran.

Sedangkan peran guru disini hanya melontarkan tema

yang harus dibahas, kemudian mengawasi dan sesekali

mengarahkan mereka untuk bisa menjalankan proses


pembelajaran. Adapun formasi konfederensi ini adalah

sebagai berikut :

Gambar 2.6.

Formasi konferensi (Hamid, 2011:135)

Akan tetapi, formasi konfederensi bisa juga mengalami

perubahan dengan menempatkan guru di tengah-

tengah kursi para siswa, sehingga memungkinkan guru

untuk ikut serta dalam diskusi yang dibahas oleh

mereka.
g) Formasi Pengelompokan Terpisah (Breakout

Groupings)

Jika ruangan kelas memungkinkan atau cukup besar,

guru dapat meletakkan meja-meja dan kursi, dimana

kelompok kecil dapat melakukan aktivitas belajar yang

dipecah menjadi bebrapa tim. Guru dapat menempatkan

susunan pecahan-pecahan kelompok tersebut

berjauhan, sehingga tidak saling mengganggu. Tetapi,

hendaknya dihindari penempatan ruangan kelompok-

kelompok kecil yang terlalu jauh dari ruang kelas supaya

mudah diawasi. Adapun bentuk formasi bangku ini

adalah sebagai berikut :


Gambar 2.7.

Formasi pengelompokan terpisah (Hamid, 2011:136)

h) Formasi Tempat Kerja Formasi tempat kerja ini tepat

dilakukan dalam lingkungan tipe laboratorium, di mana

setiap siswa duduk pada satu tempat untuk

mengerjakan tugas (misalnya mengoperasikan

komputer, mesin, atau melakukan kerja laboratorium),

tepat setelah didemonstrasikan. Adapun bentuk formasi

dari tempat kerja (workstations) adalah sebagai berikut :


Gambar 2.8

Formasi Tempat Kerja (Hamid, 2011:137 )

i) Formasi Kelompok untuk Kelompok Formasi kelompok

untuk kelompok adalah formasi dimana terdapat

beberapa kelompok yang duduk dalam satu meja

persegi berukuran besar (bisa juga dengan membuat

beberapa meja dijadikan satu membentuk meja besar),

sehingga setiap kelompok duduk saling berhadapan.

Susunan ini memungkinkan guru untuk melakukan

diskusi atau menyusun permainan peran, berdebat, atau

observasi pada aktivitas kelompok. Berikut adalah

bentuk formasi kelompok untuk kelompok :


Gambar 2.9.

Formasi Kelompok untuk Kelompok (Hamid,

2011:138 )

j) Formasi Lingkaran Formasi lingkaran adalah formasi

yang disusun melingkar tanpa menggunakan meja dan

kursi. Formasi ini digunakan untuk melakukan

pembelajaran dalam satu kelompok, dimana guru

memiliki peran untuk membimbing dan mengarahkan

jalannya pembelajaran. Adapun bentuk formasi

lingkaran adalah sebagai berikut :


Gambar 2.10.

Formasi lingkaran (Hamid, 2011:139 )

k) Formasi Peripheral Jika guru menginginkan siswa

memilki tempat untuk menulis, hendaknya digunakan

susunan peripheral, yakni meja ditempatkan dibelakang

siswa. Guru dapat menyuruh siswa memutar kursi-

kursinya secara melingkar ketika guru menginginkan

diskusi kelompok.
Gambar 2.11.

Formasi tempat duduk peripheral (Hamid, 2011:140

d. Masalah-masalah dan Permasalahan Masalah

Pengelolaan Kelas

Masalah pengelolaan kelas menurut M. Entang dan T.

Raka Joni (1983:12) di kelompokkan menjadi dua kategori

yaitu masalah individual dan masalah kelompok (meskipun

perbedaan keduanya merupakan tekanan saja). Tindakan

pengelolaan kelas yang dilakukan guru akan efektif apabila

ia dapat mengidentifikasi dengan tepat hakekat masalah

yang sedang dihadapi, sehingga pada gilirannya ia dapat

memilih strategi penanggulangan yang tepat pula.

Masalah individu muncul karena individu ada

kebutuhan ingin diterima kelompok dan ingin mencapai

harga diri. Apabila kebutuhan-kebutuhan itu tidak dapat lagi


dipenuhi melalui cara-cara yang lumrah yang dapat diterima

masyarakat (kelas). maka individu yang bersangkutan akan

berusaha mencapainya dengan cara-cara lain. Dengan

perkataan lain individu itu kaan berbuat tidak baik.

Perbuatan-perbuatan untuk mencapai tujuan dengan cara

yang tidak bsik itu oleh Rodolf Dreikurs dan Pearl Cassel

yang dikutip oleh M. Entang dan T. Raka Joni digolongkan

menjadi empat yaitu :

1) Tingkah laku yang ingin mendapatkan perhatian orang

lain (attention getting behaviors). Misalnya membadut

dikelas atau berbuat lambat sehingga perluy mendapat

pertolongan ekstra.

2) Tingkah laku yang ingin menunjukkan kekuatan (power

seeking behaviors), misalnya selalu lupa pada aturan-

aturan penting dikelas.

3) Tingkah laku yang bertujuan menyakiti orang lain.

(revenge seeking behaviors). Misalnya menyakiti

seseorang dengan cara mengata-ngatain, memukul,

menggit dan sebagainya.

4) Peragaan ketidak mampuan (passiove behaviors), yaitu

sama sekali menolak untuk mencoba melakukan

apapun karena menganggap bahwa apapun yang

dilakukannya akan mengalami kegagalan.


Sedangkan masalahn kelompok, Lois V. Jhonson dan

Mary A. Bany mengemukakan tujuan kategori masalah

kelompok dalam pengelolaan kelas.

a) Kelas kurang kohesif, karena alasan jenis kelamin, suku,

tingkah laku, sosio ekonomi dan sebagainya.

b) Kelas mereaksi negative terhadap salah seorang

anggotannya, misalnya mengejek teman kelasnya yang

menyanyi dengan suara sumbang.

c) Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari

tugas yang tengah digarap

d) Semangat kerja rendah, misalnya semacam aksi protes

kepada guru karena menganggap tugas yang diberikan

kurang adil.

e) Kelas kurang menyesuaikan diri dengan keadaan baru,

seperti perubahan jadwal, atau guru kelas terpaksa

diganti sementara oleh guru yang lain.

Kesimpulan di atas dari dua macam masalah tersebut

(masalah individu masalah kelompok), setiap macam

masalah memerlukan penanganan yang berbeda.

Selanjutnya sasaran penanganan Masalah individu yang

bersangkutan. Sebaliknya didalam masalah kelompok maka

tindakan korektif harus ditunjukan kepada kelompok.


Diagnosis yang keliru skan mengakibatkan terjadinya

tindakan korektif yang keliru pula.

e. Ide-ide Pengaturan Tempat Duduk

Guru dapat bereksperimen mengatur kursi atau

tempat duduk siswa dengan beberapa cara. Cara yang

mudah misalnya diatur berdasarkan tanggal lahir siswa,

warna perlengkapan sekolah yang dimiliki siswa, atau

menggunakan alphabet terbalik, guru dapat menggunakan

kocokan untuk menunjukkan bahwa tempat duduk di

tentukan secara acak. Namun jangan sekali-sekali

menyusun tempat duduk berdasarkan tinggi badan siswa

atau jenis kelamin.

Sebagian guru lebih senang mengkelompokkan

siswa-siswanya sementara guru lainnya lebih memilih

mendudukkan siswa dalam barisan-barisan tempat duduk

seperti cara tradisional. Saya pribadi lebih senang

menempatkan siswa-siswa Dalam posisi tapal kuda atau

huruf u terbalik. Dengan demikian kelas menjadi berbentuk

setengah lingkaran dan saya tepat berada didepan kelas.m

dalam struktur ini, ada trik tertentu yang dapat membantu

mengatasi masalah-masalah kedisiplinan siswa. Pada

awalnya saya piker cukup cerdas jika menempatkan anak-


anak nakal pada kedua sisi ruangan kelas daripada

menempatkan secara berurutan.

Kesimpulannya jika kelas yang dihadapi penuh

dengan siswa-siswi nakal, jangan mencoba merancang

tempat duduk seperti yang dijelaskan diatas, namun jika

jumlah siswa nakal terlibat dalam pembelajaran dengan

cara yang positif. Hal ini biasanya guru lakukan sebulan

sekali dan saya pastikan agar setiap siswa duduk

berdekatan dengan teman yang berbeda. Jika tempat

duduk disusun berupa barisan, maka satu barisan maju

kedepan dan barisan lainnya mundur kebelakang, untuk

memastikan mereka duduk berdekatan dengan teman yang

baru setiap kali pergeseran dilakukan.

f. Jangan mengatur tempat duduk berdasarkan Tinggi

Badan atau jenis Kelamin

Siswa merasa malu jika tinggi badannya kurang dari

teman-temannya. Jangan mengawatirkan siswa-siswi

bertubuh lebih kecil dari biasanya. Walaupun kecil, tetap

dapat melihat guru dengan baik di manapun mereka duduk.

Jika tidak, mereka akan memberitahukannya. Hal yang

paling tidak diharapkannya. Hal yang paling tidak

diharapkan oleh anal-anak seperti ini adalah guru

memperhatikan kekurangan yang mereka miliki (anak-anak


yang bertubuh terlalu tinggi juga merasakan hal yang

sama). Membarisakan berdasarkan ukuran badan juga

tidak ada gunannya.

Kesimpulannya Mintalah siswa yang mengaturnya

sendiri atau mengaturnya berdasarkan urutan alphabet (

atau alphabet terbalik agar anak yang namanya di mulai

dari huruf Z tidak terlalu berbaris paling belakang).

Membicarakan tempat duduk siswa, mengapa kita tidak

pernah boleh memisahkan siswa berdasarkan rasa tau

jenis kelamin, bahkan jika siswa itu sendiri yang

memintanya ? kita sebagai pendidik harus menghentikan

mitos yang mengatakan bahwa wanita dan pria adalah

“lawan”. Kita harus mendorong interaksi sendini mungkin

dan tidak memberiarkan masing-masing kelompok

memandang kelompok lainnya sebagai “musuh” atau

“pihak” lain. Mungkin jika sejak awal berhenti memisahkan

anak-anak akan lebih bisa bekerjasama dan saling

membantu satu sama lain pada saat mereka meningkat

remaja.

g. Kegiatan Pengelolaan Kelas

Kegiatan-kegiatan yang perlu dilaksanakan dalam

manajemen kelas sebagai aspek-aspek manajemen kelas

yang tertuang dalam pertunjukan pengelolaan kelas adalah


a) Mengecek kehadiran siswa

b) Mengumpulkan hasil pekerjaan siswa, memeriksa dan

menilai hasil pekerjaan tersebut.

c) Pendistribusian bahan dan alat

d) Mengumpulkan informasi dari siswa

e) Mencatat data

f) Pemliharaan arsip

g) Menyampaikan materi pembelajaran

h) Memberikan tugas/PR

Sedangkan hal-hal yang diperlu diuperhatikan para

guru, khusus nya guru baru dalam pertemuan pertama

dengan siswa di kelas menurut Dirjen PUOD dan Dirjen

Dikdasmen (1996:13) adalah :

1) Ketika bertamu dengan siswa, guru harus :

a. Bersikap tenang dan percaya diri

b. Tidak menunjukan rasa cemas, muka masam

atau sikap tidak simpatik.

c. Memberikan salam lalu memperkenalkan diri

d. Memberikan format isian tentang data pribadi

siswa atau guru menyuruh siswa menulis

riwayat hidupnya.

2) Guru membeikan tugas kepada siswa dengan

tertib dan lancar


3) Mengatur tempat duduk siswa dengan tertib dan

teratur

4) Menentukan tata cara berbicara dan Tanya jawab

5) Bertindak disiplin baik terhadap siswa maupun

terhadap diri sendiri.

h. Usaha Pencegahan Masalah Pengelolaan Kelas

Pengelolaan Kelas merupakan Kegiatan atau

tindakan guru dalam rangka penyediaan kondisi yang

optimal agar proses belajar mengajar berlangsung efektif.

Tindakan tersebut dapat berupa tindakan yang bersifat

pencegahan dan atau tindakan yang bersifat korektif

tindakan yang bersifat pencegahan (preventif) dengan

jalan menyediakan kondisi baik fisik maupun kondisi sosio-

emosional sehingga terasa benar oleh siswa rasa

kenyamanan dan keamanan untuk belajar. Sedangkan

tindakan yang bersifat korektif merupakan tindakan

terhadap tingkah laku yang menyimpang dan merusak

kondisi optimal bagi proses belajar mengajar yang sedang

berlangsung. Tindakan yang bersifat korektif terbagi dua,

yaitu tindakan yang seharusnya segera diambil guru pada

saat terjadi gangguan (dimensi tindakan dan

penyembuhan (kuratif) terhadap tingkah laku yang


menyimpang yang terlanjur terjadi, agar penyimpanagn

tersebut tidak berlarut-larut.

1) Usaha yang bersifat pencegahan

2) Peningkatan Kesadaran Diri sebagai Guru

3) Peningkatan Kesadaran Peserta Didik

4) Sikap Polos dan Tulus dari Guru

5) Mengenal dan Menemukan Alternatif Pengelolaan

6) Menciptakan Kontrak Sosial

7) Usaha yang bersifat Penyermbuhan (kuratif)

a) Mengidentifikasi masalah

b) Menganalisasi masalah

c) Menilai alternative-alternatif pemecahan

d) Mendapatkan balikan

i. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengelolaan Kelas

Untuk mewujutkan pengelolaan kelas yang baik, ada

beberapa faktoer yang mempengaruhi:

1) Kondisi Fisik

Lingkungan fisik tempat belajar mempunyai pengaruh

penting terhadap hasil pembelajaran. Lingkungan fisik

yang menutungkan dan memenuhi syarat minimal

mendukung meningkatnya intensitas proses

pembelajaran dan mempunyai pengaruh positif terhadap

pencapaian tujuan pengajaran.


2. Pengertian Belajar

Belajar menurut Slameto (2003: 2) adalah suatu proses

usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya. Belajar merupakan kegiatan yang terjadi pada

semua orang tanpa mengenal batas usia, dan berlangsung

seumur hidup. Kegiatan belajar dapat berlangsung di mana

saja, kapan saja, dan dengan siapa saja. Seseorang dianggap

telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan

tingkah lakunya.

Menurut Djamarah (2011: 13) belajar adalah suatu kegiatan

yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur yaitu, jiwa dan

raga. Gerak raga yang ditunjukkan harus sejalan dengan

proses jiwa untuk mendapatkan perubahan. Sardiman (2012:

20) mengemukakan bahwa belajar merupakan perubahan

tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan

misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan,

meniru dan lain sebagainya. Menurut pendapat Gagne dalam

Dimyati dan Mudjino (2002: 10), belajar merupakan kegiatan

yang kompleks, belajar terdiri dari tiga komponen penting,

yaitu kondisi eksternal, kondisi internal, dan hasil belajar.


Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan,

sikap, dan nilai.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan

tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya. misalnya dengan membaca, mengamati,

mendengarkan, meniru dan lain sebagainya.. Dengan belajar

setiap individu akan mendapatkan pengetahuan dan wawasan

yang lebih luas dari sebelumnya serta mampu mengkonstruk

sendiri pengetahuan, informasi dan pengalaman baik yang

didapat maupun yang dialami dan dipengaruhi oleh

lingkungan.

3. Pengertian Belajar

Belajar menurut Slameto (2003: 2) adalah suatu

proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri

dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar merupakan

kegiatan yang terjadi pada semua orang tanpa mengenal

batas usia, dan berlangsung seumur hidup. Kegiatan

belajar dapat berlangsung di mana saja, kapan saja, dan


dengan siapa saja. Seseorang dianggap telah belajar

sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan tingkah

lakunya.

Menurut Djamarah (2011: 13) belajar adalah suatu

kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur

yaitu, jiwa dan raga. Gerak raga yang ditunjukkan harus

sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkan

perubahan. Sardiman (2012: 20) mengemukakan bahwa

belajar merupakan perubahan tingkah laku atau

penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya

dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru

dan lain sebagainya. Menurut pendapat Gagne dalam

Dimyati dan Mudjino (2002: 10), belajar merupakan

kegiatan yang kompleks, belajar terdiri dari tiga komponen

penting, yaitu kondisi eksternal, kondisi internal, dan hasil

belajar. Setelah belajar orang memiliki keterampilan,

pengetahuan, sikap, dan nilai.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha

yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi

dengan lingkungannya. misalnya dengan membaca,


mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya..

Dengan belajar setiap individu akan mendapatkan

pengetahuan dan wawasan yang lebih luas dari

sebelumnya serta mampu mengkonstruk sendiri

pengetahuan, informasi dan pengalaman baik yang

didapat maupun yang dialami dan dipengaruhi oleh

lingkungan.

a. Pengertian Hasil Belajar

Menurut Sudjana (2009: 22) hasil belajar yaitu suatu

perubahan yang terjadi pada individu yang belajar, bukan

hanya perubahan mengenai pengetahuan, tetapi juga

untuk membentuk kecakapan, kebiasaan, pengertian,

penguasaan dan penghargaan dalam diri sesorang yang

belajar. Menurut Susanto (2013: 5) hasil belajar

merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada diri

siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan

psikomotor sebagai hasil dari belajar. Sedangkan menurut

Hamdani (2010: 71) setelah belajar, orang memiliki

keterampilan, pengetahuan,sikap dan nilai. Hasil belajar

berupa kapabilitas, timbulnya kapabilitas tersebut adalah

dari stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses

kognitif yang dilakukan siswa.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002: 20)


mengemukakan bahwa hasil belajar adalah hasil yang

ditunjukkan dari suatu interaksi tindak belajar dan biasanya

ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru.

Pengertian tentang hasil belajar dipertegas oleh Nawawi

dalam Susanto (2013: 5) yang menyatakan bahwa hasil

belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa

dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang

dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes

mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu. Berdasarkan

pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

merupakan perubahan pada individu, baik perubahan

tingkah laku maupun pengetahuannya. Perubahan itu

dapat dilihat dari hasil yang diperoleh siswa setelah

melakukan tes yang diberikan oleh guru setelah

memberikan materi pembelajaran pada suatu materi,

apabila hasil belajar tercapai dengan baik, maka sikap dan

tingkah lakunya akan berubah menjadi baik pula.


j. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Munadi dalam Rusman (2012: 124) faktor-

faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara lain meliputi

faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi

faktor fisiologis dan faktor psikologis. Sementara faktor

eksternal meliputi faktor lingkungan dan faktor

instrumental.

Menurut Slameto (2003: 54) faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil belajar banyak jenisnya, tetapi dapat

digolongkan menjadi dua, yaitu:

1) Faktor internal: yaitu faktor yang ada dalam diri

individu yang sedang belajar, faktor intern terdiri

dari:

a) Faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh)

b) Faktor psikologis (inteligensi, perhatian, minat,

bakat, motif, kematangan dan kesiapan)

c) Faktor kelelahan

2) Faktor eksternal: yaitu faktor yang ada di luar

individu. Faktor ekstern terdiri dari:

a) Faktor keluarga (cara orang tua mendidik,

relasi antara anggota keluarga, suasana


rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian

orang tua, dan latar belakang kebudayaan)

b) Faktor sekolah (Metode mengajar, kurikulum,

relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan

siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu

sekolah, standar pelajaran diatas ukuran,

keadaan gedung, dan fasilitas sekolah, Metode

dan media dalam mengajar, dan tugas rumah)

c) Faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam

masyarakat, mass media, teman bergaul, dan

bentuk kehidupan masyarakat).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat

disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil

belajar terdiri dari faktor internal berupa fisiologis, psikologis,

kesehatan dan faktor eksternal berupa lingkungan (keluarga,

sekolah dan masyarakat). Hasil belajar yang baik selalu

diharapkan oleh semua siswa, guru dan orang tua siswa.

Hasil belajar dapat dilihat setelah proses pembelajaran

berlangsung. Untuk melihat apakah hasil belajar baik atau

tidak maka hasil belajar haruslah diukur atau dinilai.


B. Kerangka berfikir

Dalam proses belajar dan pembelajaran diperlukan

pengelolaan kelas yaitu mengatur meja dengan siswa-siswi yang

kurang pintar. Artinya siswa yang kurang pintar dipindahkan di

depan guru tersebut, dan siswa yang suka bermain dan bercanda

akan dipindahkan didepan pula agar proses pembelajaran berjalan

dengan efektif. Jika guru yang tidak pernah memperhatikan meja

kelas siswa-siswinya maka proses hasil belajar mengajar tersebut

dikatakan tidak berhasil. Apa lagi di tambah mengatur meja siswa

yang dimana hanya barisan depan dan barisan kedua yang

berantusias untuk mengikuti proses belajar mengajar atau

berinteraktif degan guru, sedangkan siswa pada barisan belakang

akan mengalami kebosanan pada saat proses belajar mengajar

berlangsung.

Hal tersebut berpengaruh kepada meja siswa tetapi juga

kepada kesenjangan hasil belajar siswa yang terlalu jauh.

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu adanya kreativitas untuk

meningkatkan hasil belajar guru dengan siswa. Siswa dengan guru,

siwa dengan siswa. Kreativitas tersebut dengan mengubah meja

siswa yang lebih bervariatif, dengan mengatur meja siswa dengan

later U tersebut maka hasil belajar siswa bisa berjalan efektif dan

guru bisa melihat perkembangan belaja siswanya. Dengan

mengatur meja siswa akan berantusias atau meningkat tidak


adanya kesenjangan hasil belajar yang begitu jauh anatar siswa

yang satu dengan siswa yang lain.

Terdapat alasan bahwa Pengelolaan tempat duduk model kelas

Huruf “U” tepat di gunakan dalam proses pembelajaran PKN

(Pendidikan Kewarganegaraan) yaitu :

1. Dalam pembelajaran PKN penataan tempat duduk yang

cocok adalah penataan tempat duduk dengan menggunakan

tempat duduk Formasi Huruf dengan menggunakan

penataan tempat duduk tersebut siswa akan lebih

memahami pembelajaran PKN karena tidak terhalang

dengan penglihatan dan pendengaran karena penatan

tempat duduk di sama ratakan.

2. Dalam penataan tempat duduk Formasi Huruf “U” dengan

menggunakan formasi tersebut anak akan aktif dalam

pembelajaran dan bagi guru menggunakan penataan tempat


duduk tersebut akan mempermudah melihat murid yang aktif

dan tidak aktif dan lain sebagainya.

3. Namun menggunakan tempat duduk Formasi Huruf “U”

dengan formasi tersebut harus dengan kriteria ruang yang

luas, jumlah murid yang relatif sedang dan kursi ataupun

meja yang sesuai dengan kondisi kelas.

4. Semua siswa berhadapan langsung dengan guru tanpa ada

yang menghalangi; guru dapat berinteraksi langsung dengan

siswa sehingga semua siswa merasa diperhatikan oleh guru;

5. meminimalisir tingkah laku siswa yang tidak perluketika

proses pembelajaran; Guru merasa lebih dekat dengan

siswa; dan siswa cenderungakan selalu memperhatikan

guru.

Berdasarkan teori di atas bahwa pola tempat duduk Formasi

Huruf “U” tepat din gunakan pada mata pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan karena pola tempat duduk Formasi Huruf

merupakan pola perpaduan antara bentuk Formasi Huruf “U” dan

kelompok-kelompok selain itu dimana mata pelajaranpedidikan

Kewarganegaraan memuat materi yang berkaitan dengan diskusi

kelompok, berdebat atau mengeluarkan pendapat, dengan

menggunakan tempat duduk Formasi Huruf “U” peserta didik akan

menjadi aktif, dann bagi guru sendiri akan melihat mana peserta

didik yang aktif dan tidak


Berikut ini Kerangka berfikir dari penelitian ini

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Pretest Pretest

Pembelajaran PKN “ Pembelajaran PKN “


Organisasi dengan Organisasi dengan
Menggunakan Menggunakan
pengelolaan tempat pengelolaan tempat
duduk Formasi Huruf duduk “Konversional”
“U”

Postest Postest

Hasil Belajar siswa


PKN meningkat

Bagan 2.13. Kerangka Berfikir


C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis ini din gunakan untuk memberikan jawaban

sementara terhadap rumusan masalah. Hipotesis bersifat

sementara sehingga perlu di uji kebenarannya. Berdasarkan

kerangka berfikir diatas, maka hipotesis dari penelitian ini yaitu :

H1 (Ada Pengaruh)

Terdapat Pengaruh Pengelolaan Kelas Terhadap Hasil Belajar

siswa kelas
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini betertempat di MI Nurul Falah Ciputat

Timur, yang beralamat Jln. Pondok ranji. Kelurahan Pondok

ranji kecamatan Ciputat, kota Tangerang Selatan, Banten

15412.

2. Waktu penelitian

Table 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian

No Jenis Kegiatan Bulan penelitian


Des Jan Feb Mar Aprl Mai
'18 '19 '19 '19 '19 '19
1. Penulisan Proposal
2. Penulisan Instrumen
3. Seminar Proposal
4. Revisi
5. Pelaksanaan Penelitian
6. Data Analisis
7. Penulisan Laporan
B. Metode Penelitian

a. Metode dalam penelitian ini menggunakan penelitian

kuantitatif. Menurut menurut sujarweni (2010:39) menyatakan

bahwa penelitian kuantitatif adalah jenis penelitian yang

menghasilkan penemuan-penemuan yang dapat dicapai

(diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur stastistik

atau cara-cara lain dan kuantifikasi (pengukuran). Menurut

Margono (2010:105) menyatakan bahwa penelitian kuantitatif

adalah suatu proses menemukan pengetahuan yang

menggunakan data berupa angka sebgai alat menemukan

keterangan apa yang ingin kita ketahui.

Metode yang digunakan dalam penelitian kuantitatif yaitu

Quasi Eksperimental. Menurut Sugiyono (2015:114)

menyatakan bahwa bentuk desaineksperimen ini merupakan

pengembangan dari true eksperimental desaign, yang sulit

dilaksanakan. Desain ini merupakan kelompok kontrol, tetapi

tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variable-

variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.


Table 3.2

Quasi Eksperimen

Kelompok Pretest Perlakukan Postest


Eksperimen T1 X1 T2
Kontrol T1 - T2

Keterangan :

T1 = Pretest

T2 = Postest

X1 = Perlakuan di Kelas Eksperimen (Pola tempat duduk

Format Huruf “U”)

C. Variabel, Definisi, Konseptual, dan Definisi Oprasional

Variabel

1. Variabel Penelitian

Menurut Margono (2010 : 133) menyatakan bahwa variable

adalah konsep yang mempunyai variasi nilai misalnya variable

model kerja, keuntungann, biaya promosi, volume penjualan,

tingkat pendidikan manajer, dan sebagainya. Pengertian

variable penelitian Trijono (2015:31) menyatakan bahwa

variable adalah suatu atribut atau sifat atau niali dari orang,

objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang

diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan di tarik

kesimpulannya. Dalam penelitian ini terdapat dua variable

independen dan variable dependen. Menurut Sujarweni (2014 :


87) variable Indenpenden merupakan Variable yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau

timbulnya variable dependem, sedangkan Variabel Dependen

merupakan variable yang mempengaruhi atau akibat, karena

adanya variable bebas.

Dalam penelitian ini terdapat dua variable sebagai kerangka

penelitian, sebagai berikut:

Bagan 3.3

Variabel Penelitian

Variabel Treatment Variable Kreteria


Pengelolaan Kelas Hasil Belajar
Tempat Duduk

Keterangan :

a. Variabel Independent atau Variabel Bebas (x) dalam penelitian

ini menjadi variable treatment yaitu pengelolaan kelas tempat

duduk format huruf “U”, karena banyak variable independen

pengelolaan tempat duduk merupakan variable yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan variable

treatment.

b. Variable Dependent atau Variable Terikat (y) dalam penelitian

ini yang menjadi variabel kreteria yaitu hasil belajar, karena


hasil belajar dalam variabel dependen merupakan variabel

yang dipengaruhi atau akibat, karena adanya independen atau

variabel Kriteria.

2. Definisi Konseptual Variabel

a. Definisi Konseptual Variabel Kriteria (Hasil Belajar)

Hasil belajar merupakan gambaran tentang apa yang harus

digali, dipahami, dan dikerjakan peserta didik. Hasil belajar

ini merefleksikan keluasan, kedalam, kerumitan dan harus

digambarkan secara jelas serta dapat diukur dengan teknik-

teknik penilaian terntentu. Hasil belajar, yaitu perubahan-

perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang

menyangkut aspek kognitif, dan psikomotor sebagai hasil

dari kegiatan belajar.

b. Definisi Konseptual Variabel Treatment (Pengelolaan

pola Tempat Duduk Format Huruf “U”)

Pola Tempat Duduk Format Huruf “U” merupakan pola

tempat duduk Format Huruf “U” dan di kelilingi kelompok-

kelompok kecil. Pada penerapan pengelolaan pola tempat

duduk Format Huruf “U” diterapkan pelaksanaanmata

pelajaran PKN dengan materi Organisasi di sekolah,

masyarakat dan lingkungan.


3. Definisi Operasional Variabel

a. Definisi Operasional Variabel Hasil Belajar

Definisi operasional Hasil belajar yaitu skor yang diperoleh

siswa dalam menyelesaikan soal-soal PKN pada pretest dan

postes yang diberikan sebelum dan sesudah treatment pola

tempat duduk Format Huruf “U” . siswa dikatakan mampu

atau berhasil dalam belajar jika siswa mampu memenuhi

indikator-indikator pada mata pelajaran Pkn. Soal pretes dan

postets diberikan berdasarkan indikator yang telah di buat

yang di interpretasikan kedalam bentuk soal pilihan ganda

dengan jumlah soal sebanyak 20 butir. Setiap satu butir soal

memiliki skor 1 untuk jawaban yang benar dan untuk

jawaban salah memiliki skor 0. Dengan perhitungan nilai

benar dibagi jumlah soal dikali 100.

b. Definisi Operasional Pengelolaan Pola Tempat Duduk

Format Huruf U

Definisi Operasional Pengelolaan kelas Tempat Duduk

Format Huruf U adalah suatu Pengelolaan tempat duduk

yang berbentuk huruf “U” sehingga tepat digunakan pada

saat proses pembelajaran jika dalam proses pembelajaran

itu memerlukan diskusi atau kerja kelompok. Tidak hanya


terdapat bentuk Huruf ” U” dalam Pengelolaan kelas “Format

Huruf U” Juga terdapat Pengelolaan kelompok kecil yang

mengelilingi pola tempat duduk huruf “U”. Jikan ruangan

kelas memungkinkan atau cukup besar, guru dapat

meletakan meja-meja dan kursi, di dimana kelompok kecil

dapat melakukan aktivitas belajar uang dipecahkan menjadi

beberapa tim, guru dapat menempatkan susunan pecahan-

pecahan kelompok tersebut berjauhan, sehinga tidak saling

mengganggu.

D. Populasi dan Simple (Teknik Sampling)

1. Populasi

Menurut Margono (2010:118) menyatakan bahwa populasi

adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu

ruang lingkup dan waktunyang kita tentukan . Menurut Trijono

(2015:30) menyatakan bahwa populasi adalah keseluruhan unit

yang menjadi objek kegiatan statistic baik berupa instasi

pemerintah, lembaga organisasi, orang, benda maupun objek

lainnya. Menurut Sujarweni (2014:65) menyatakan bahwa

Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri atas objek atau

subjek yang mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu yang

ditetrapkan oleh peneliti untuk diteliti dan kemudian ditarik

kesimpulannya. Menurut Sugiyono (2015:92) menyatakan

bahwa Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas :


obyek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik

tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarikn kesimpulannya.

Kesimpulannya bahwa populasi berhubungan dengan data,

bukan manusianya, kalau setiap manusia memberikan suatu

data, maka banyaknya data atau ukuran populasi akan sama

dengan banayaknya manusia, selain itu populasi bukan hanya

orang tetapi juga objek dan benda-benda alam yang lain.

Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh siswa Sekolah 1 MI

Nurul Falah.

2. Sampel

Menurut margono (2010:121) menyatakan bahwa sampel

adalah sebagai bagian populasi, sebagai contoh (monster)

yang diambil dengan menggunakan cara-cara tertentu. Menurut

Sujarweni (2014:65) menyatakan bahwa sampel adalah bagian

dari sejumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi yang

digunakan untuk penelitian. Dapat ditarik kesimpulan sampel

merupakan objek penelitian sebagai akibat dari besarnya jumlah

populasi. Dalam penelitian ini, sample yang diambil dari

populasi yaitu siswa kelas 1A sebagai kelas eksperimen dengan

jumlah 30 siswa dan 1B sebagian kelas kontrol dengan jumlah

30 siswa di Sekolah 1 MI Nurul Falah


3. Teknik Sampling

Menurut Margono (2010:125) menyatakan bahwa tenik

sampling adalah cara untuk menentukan sample yang

jumlahnya sesuai dengan ukuran sample yang akan dijadikan

sumber data sebenarnya, dengan memperhatikan sifat-sifat dan

penyebaran populasi agar diperoleh sample yang

representative. Menurut (Sugiyono 2006) dalam Sujarweni

(2014:68) menyatakan bahwa Teknik Sampling adalah

merupakan teknik pengambilan sample. Dapat ditarik

kesimpulan bahwa teknik sampling adalah bagian dari

metodologi statistika yang berhubungan dengan pengambilan

sebagian dari populasi. Jika sampling dilakukan metode yang

tepat, analisis statistic dari suatu sample dapat digunakan untuk

mengenetalisasikan keseluruh populasi.


Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

simple random sampling. Menurut Sujarweni (2014:69)

menyatakan bahwa simple random sampling, pengambilan

anggota sampel dan populasi dilakukan secara acak tanpa

memperhatikan starata yang ada dalam populasi itu. Menurut

Margono (2010:125) simple random sampling adalah teknik

untuk mendapatkan sample yang langsung dilakukan pada unit

sampling. Dapat ditarik kesimpulan bahwa simple random

sampling merupakan cara pengambilan data secara acak tanpa

melihat tingkat pendidikan atau secara acak.

Tenik pengambilan ini sample dilakukan dengancara

mengundi kelas 1 sampai dengan 6. Langkahnyan adalah

menuliskan nama kelas pada kertas kecil, kemudian di gulung

menjadi gulungan kecil setelah itu masukkan kedalam sebuah

gelas yang tertutup dengan plastic dan diberikan lubang kecil.

Setelah diundi kelas yang terpilih yaitu kelas 1A dan 1B Sekolah

1 MI Nurul Falah

E. Kisi-kisi dan instrument

Menurut sujarweni (2014:76) menyatakan bahwa instrument

penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan penelitian

dalam mengumpulkan daya agar pekerjaannya lebih mudah dan

hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis
lebih mudah diolah. Adapun Kisi-kisi instrumendibawah ini , sebagai

berikut :

Table 3.5 Kisi-kisi Variabel (y)

Variabel Sub Indikator No. Butir

Variabel Item soal

1. Siswa dapat 1 1
mengetahui
pengertian belajar
2. Siswa dapat 2 1
mengetahui ciri-ciri
Pengaruh belajar
Komunikasi 3. Siswa dapat 3 1
dalam belajar mengertahui macam-
macam belajar
4. Siswa dapat 4,5,6, 4
mengetahui contoh
belajar 7

1. Siswa dapat 8 1
Pengaruh mengetahui manfaat
Hasil timbale balik belajar
Belajar (feed back) 2. Siswa dapat 9,10, 4
dalam belajar mengetahui tujuan 11,12
belajar
1. Siswa dapat 13,14 3
mengetahui peran
Pengaruh serta tujuan belajar ,15
Mengambil
2. Siswa dapat 16,17 2
Keputusan
mengetahui jenis
dalam belajar
mengambil tindakan
keputusan
3. Siswa dapat 18,19 3
mengetahui peran
belajar ,20
F. Teknik Pengumpulan Data

1. Tes

penelitian ini sebagian pengumpulan data menggunakan

tes. Menurut Sujarweni (2014:74) menyatakan bahwa Instrumen

tes digunakan untuk mengukur ada atau tidaknya serta

besarnya kemampuan objek yang kita teliti. Dimana pada

penelitian ini terdapat dua jenis tes yaitu pretest dan postest.

Pada pretest akan diberikan sebelumnya tindakan sedangkan

pretest sesudah tindakan.

Tes pretest dan posttest akan dibuat berdasarkan kisi-kisi

instrument dari variabel hasil belajar (y). instrument tes ini

adalah tes tertulis berupa pilihan ganda 20 pilihan ganda untuk

variabel (y).

Table 3.6

Table Penskoran Tes

Benar 1
Salah 0
G. Analisis Data

1. Uji Instrumen

a. Uji Validasi

Menurut Sujarweni (2014:79) menyatakan bahwa validasi

suatu instrument menurutnya menujukkan seberapa jauh ia

dapat mengukur apa yang hendak diukur. Instrument penelitian

pada penelitian ini melibatkan dosen ahli untuk

menvaliditaskan instrument yang penelitian buat, selain dosen

ahli penelitian juga melibatkan dua guru tempat penelitian

melakukan penelitian. Dalam penelitian ini, dimana dosen ahli

memvaliditas kisi-kisi instrument beserta instrument yang akan

dijadikan instrumen pada saat penelitian

Rekomendasi para penulis atau ahli bertujuan untuk

mengetahui atau relevansi butir soal dengan sasaran ukur

yang disebut indikator. Penelitian validasi konstruk dilakukan

dengan menggunakan skala lima, yaitu(1) sangat kurang baik,

(2) kurang baik, (3) cukup baik, (4) baik, dan (5) sangat baik.

Sedangkan validasi isi suatu butir ditentukan berdasarkan rekomendasi

panelis dengan menggunakanuji aiken dengan Rumus Validitas Aiken :

∑𝚜
v= 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑠 = 𝑟 − 𝐿𝚘
𝑛(𝑐 − 1)
Keterangan

V = Indeks Validity dari Aiken Nilai V terletak di antara

0-1 dengan kategori sebagai berikut :

0,00-0,33 = DROP

0,34-0,67 = REVISI

0,68-1,00 = VALID

r = angka yang diberikan penilai

Lo = angka penilaian validasi terendah

C = angka penelitian tertinggi

Setelah Instrumen sudah diujikan dan disetujukan oleh 3

ahli, maka instrumen tersebut sudah dinyatakan valid untuk

dijadikan bahan penelitian oleh peneliti.

b. Uji Reablilitas

Menurut Sujarweni (2014:85) menyatakan bahwa uji

reabilitas merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi

responden dalam menjawab hal yang berkaliatan dengan

konstruk-konstruk pertanyaan yang merupakan dimensi suatu

variabel dan di susun dalam suatu bentuk kuisioner. Menurut

Margono (2014:181) menyatakan bahwa realibel lebih mudah


dimengerti, denganmemperhatikan tiga aspek dari suatu alat

ukur, yaitu (1) kemantepan, (2) ketetapan, (3) homogenitas.

Dalam perhitungan uji reabilitas dalam penelitian ini

menggunakan rumus uji anova hoyt (Arikunto, 2012:117)

𝑉𝚜
𝑟11 = 1 −
𝑉𝑟

Keterangan :

r11 = reabilitas seluruh soal

vr = varians responden

vs = varians sisa

Menurut Siregar (2017:270) menyatakan bahwa suatu

instrument dinyatakan realibel bila koefisien minimum 0,6. Jadi

suatu instrument tes dapat dikatakan realibel apabila memiliki

koefisien reabilitas lebih dari 0,6 artinya instrument tersebut

dapat memberikan hasil ketetapan yang tinggi


2. Uji Persyaratan Analisi

a. Uji Normalitas

Menurut subana (2002:123) (dari kutipan skripsi)

menguji normalitas data kerap kali disertakan dalam suatu

analisis statistic inferensial untuk satu atau lebih kelompok

sample. Menurut Sujarweni (2014:102) menyatakan bahwa

uji normalitas adalah uji untuk mengukur apakah data kita

memiliki distribusi normal sehingga dapat dipakai dalam

statistic parametric uji normalitas adalah melakukan

perbandingan antara data yang kita miliki dengan data

berdistribusi normal yang memiliki mean dan standar devisi

yang sama dengan data kita. Menurut arikunto (2013:301)

(dari kutipan skripsi) menyata bahwa yang dimaksud uji

normalitas sample atau menguji normal atau menguji normal

atau tidaknya sample , tidak lain sebenarnya dalah

mengadakan pengujian terhadap normal tidaknya sebaran

data yang dianalisis. Uji normalitas dilakukan untuk

mengetahui apakah sample yang diteliti berdistribusi atau

tidak.

Normalitas sebaran data menjadi sebuah asumsi

yang menjadi syarat untuk menentukan jenis statistik apa

yang dipakai penganalisis selanjutnya. Tes normalitas

dengan rumus Chi kuadrat. Menurut Rachmat Trijono


(2015:123) (dari kutipan skripsi) menyatakan bahwa Teknik

Chi Kuadrat adalah tenik analisis data untuk menguji

perbedaan frekuensi, yakni frekuensi observasi atau yang

benar-benar terjadi atau actual dengan frekuensi harapan.

Frekuensi harapan adalah frekuensi yang nilainya dapat di

hitung secara (e), sedangkan dengan frekuensi observasi

adalah frekuensi uang nilainya dapat dari hasil percobaan (o)

Rumus Chi Kuadrat adalah sebagian berikut :

Varian Sampel Terbesar


X² = FHitung =
Varian Sampel Terkecil

Keterangan :

1) X2 adalah nilai Chi Kuadrat

2) Fo adalah Frekuensi hasil

3) Fe adalah Frekuensi atau ekspetasi atau harapan

Kretaria :

1) Chi Kuadrat hitung > Chi Kuadrat table maka data tidak

berdistribusi

2) Chi Kuadrat hitung < Chi Kuadrat table maka data

berdistribusi normal

b. Uji homogenitas

Uji homogenitas adalah pengujian mengenai sama tidaknya

varian-varian dua buah distribusi atau lebih. Uji homogenitas


yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji homogenitas

varians, uji homogenitas ini dilakukan untuk mengetahui

apakah kedua kelompok memiliki sifat homogeny atau tidak.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengujian

homogenitas varians sebgai berikut :

1) Mencari Varians terbesar dan varians terkecil dengan

rumus :

Fhitung = Varians Sample terbesar

Varians sample terkecil

2) Membandingkan nilai Fhitung dengan Ftable pada distribusi

F, dengan ketentuan sebagai berikut :

a) Jika varians dari kelompok terbesar adalah

Dk pembimbing = n-1 (untuk varians terbesar)

Dk penyebut = n-1 (untuk varians terkecil)

Taraf signifikasi = 0,05 maka dicari pada table F

b) Dengan criteria sebagai berikut :

Jika Fhitung , F table berarti data tersebut homogeny

Jika Fhitung > Ftabel berarti data tersebut tidak

homogeny.

c) Analisis dilakukan terhadap semua butir instrumen.

Criteria pengujian di tetapkan dengan cara

membandingkan Fhitung berdasarkan hasil


perhitungan dengan ftable lebih besar dari

(rhitung>rtabel).

3. Analisis Data

Sugiyono (2012:273) mengemukakan bila sampel berkolerasi

atau berpasangan, yaitu membandingkan sebelum dan sesudah

treatmen atau perlakuan, atau membandingkan kelompok

eksperimen dengan kelompok kontrol, maka menggunakan

rumus uji-t :

∁𝜒̅ 1− 𝜒̅ 2
t= 1 1
𝑠√ +
𝑛₁ 𝑛₂

(𝑛1 −1)𝑆 12 +(𝑛2 −1)𝑆₂²


s=√
(𝑛1 + 𝑛2 − 2)

Keterangan :

X1 = Rata-rata hasil belajar Pkn dengan menggunkan pola

tempat duduk Format Huruf U

X1 = Rata-rata hasil belajar Pkn dengan menggunakan pola

tempat duduk Konvesional.

Nx1 = jumlah siswa kelas dengan menggunakan pola tempat

duduk Format Huruf U

Nx2 = jumlah siswa kelas dengan menggunakan pola tempat

Konvesional.
S2x1 = Varians kelas yang menggunakan pola tempat duduk

Format Huruf U

S2x2 = Varians kelas yang menggunakan pola tempat duduk

Format Huruf U

Kriterian Pengujian :

Jika tolak Ho terima H1, maka thitung > ttabel (ada perbedaan)

Jika tolak Ho terima H1, maka thitung < ttabel (tidak ada perbedaan)

4. Hipotesis Statistik

Hipotesis statistic independent sample yang diajukan dalam

penelitian adalah

H0 : µ1 = µ 2

Hi : µ1 ≠µ 2

Keterangan

µ1 : Nilai rata-rata hasil belajar Pkn menggunakan pola tempat

duduk Format Huruf U

µ 2 ; Nilai rata-rata hasil belajar Pkn menggunakan pola

tempat duduk Konvensional

H0 : Tidak ada pengaruh pola tempat duduk Format Huruf U

Terhadap hasil belajar siswa

Hi : Terdapat pengaruh pola tempat duduk Format Huruf U

Terhadap hasil belajar siswa


Daftar Pustaka

Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. “ Strategi Belajar Mengajar” Jakarta, PT

RINEKA CIPTA.

Arifin, zainal. 2016. “Evaluasi Pembelajaran”. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Hamdani, 2011. “ Strategi Belajar Mengajar”. Bandung. CV PUSTAKA

SETIA.

Slameto, 2010. “Belajar dan Faktor-Faktor yang mempengaruhinya”.

Jakarta. PT RINEKA CIPTA.

Djabidi, Faizal, 2016. “Manajemen Pengelolaan Kelas”. Malang, Jatim.

(KDT).

Bluestein, Jane. 2011. “ Manajemen Kelas” Jakarta. PT Indeks.

Bluestein, Jane. 2013. “ Manajemen Kelas” Jakarta. PT Indeks.

Rohman, Muhammad. 2012. “ Manajemen Pendidikan”. Jakarta. PT Prestasi

Pustaka.

Nurdin, Diding. 2015. “Pengelolaan Pendidikan”. Jakarta. PT RAJAGRAFINDO

PERSADA.

Dirjen PUOD dan zdirjen Dikdasmen, (1996), Pengelolaan Kelas, Seri

Peningkatan Mutu 2, Jakarta : Depdagri dan Depdikbud.

https://www.inimadrasah.com/2016/04/8-pola-tempat-duduk-siswa-dalam-

kelas_19.html

http://repository.ump.ac.id/2826/3/BAB%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai