PERENCANAAN
STRATEGIS ANGKUTAN
UMUM (2)
1
12/16/2019
2
12/16/2019
3
12/16/2019
Ujung Rute
4
12/16/2019
Ujung Rute
Ujung Rute
5
12/16/2019
A. Trunk Routes
Trunkroutes (rute batang), merupakan rute-rute utama dengan beban
pelayanan yang paling tinggi. Beban pelayanan tinggi disebabkan oleh
demand yang harus dilayaninya sangat tinggi, baik pada waktu jam sibuk
maupun jam bukan sibuk, artinya pelayanan terjadi sepanjang hari, dari
pagi sampai malam bahkan bisa jadi selama dua puluh empat jam penuh.
Pengoperasian dilakukan selama tujuh hari penuh dalam satu minggu.
Biasanya rute tipe ini melayani koridor utama jalan, yakni jalan arteri
yang melintas di daerah pusat-pusat kegiatan utama. Karena tingkat
demand yang tinggi, pelayanan armada pada rute jenis ini dilakukan oleh
bus reguler, bus PATAS, dan mungkin busway, dengan titik-titik
perhentian yang terbatas.
Rute ini biasanya melayani koridor sub-kota di daerah pinggir dengan
pusat kota. Karakteristik operasional dari rute tipe ini adalah frekuensinya
yang tinggi dan jenis kendaraan yang berdaya angkut besar.
6
12/16/2019
B. Principal Routes
Pada prinsipnya rute tipe ini mempunyai karakteristik pelayanan yang
hampir sama dengan trunk routes, hanya saja di sini pengoperasiannya,
hanya sampai jam 8 atau 10 malam.
Sama seperti pada trunk routes, pada rute tipe ini dimungkinkan
dioperasikannya bus PATAS, hanya saja jumlahnya lebih sedikit.
Rute tipe ini biasanya melayani jalan-jalan dan koridor-koridor utama,
tetapi dengan pembebanan yang lebih rendah dibandingkan dengan
trunk routes.
Rute ini biasanya juga melayani koridor sub-kota di daerah pinggir
dengan pusat kota, dengan karakteristik operasi frekuensi yang cukup
tinggi dan jenis kendaraan yang besar.
C. Secondary Routes
Rute tipe ini merupakan rute dengan tingkat beban yang lebih rendah
daripada jenis principal routes.
Armada dioperasikan selama kurang dari 15 jam per-harinya, misal dari
jam 06.00 pagi sampai jam 20.00 malam, selama tujuh hari dalam satu
minggu.
Biasanya rute tipe ini melayani koridor dari daerah pemukiman ke
daerah sub-pusat kota. Karena tingkat demand yang harus dilayaninya
relatif rendah, maka rute ini biasanya diopersikan dengan kendaraan
yang tidak terlalu besar dan frekuensi yang tidak terlalu tinggi.
Tipe kendaraan yang yang sering digunakan biasanya bus sedang
dengan kapasitas 30 sampai 50 orang.
7
12/16/2019
D. Branch Routes
Branch routes merupakan rute yang berfungsi untuk menghubungkan
trunk routes ataupun principal routes dengan daerah-daerah pusat
aktivitas lainnya, seperti sub-kota ataupun pusat pertokoan lain.
Dengan tingkat demand yang relatif tidak begitu besar, maka
frekuensinya juga tidak begitu tinggi, dengan tipe kendaraan yang juga
tidak begitu besar.
Jenis kendaraan yang melayani rute tipe ini biasanya adalah bus kecil
dengan kapasitas angkut 30 penumpang.
E. Local Routes
Local routes atau rute lokal adalah rute yang melayani suatu daerah
tertentu yang luasnya relatif kecil, yang selanjutnya dihubungkan
dengan rute lainnya dengan klasifikasi yang lebih tinggi.
Dengan demikian rute ini merupakan penghubung antara daerah
pemukiman dengan rute-rute yang lebih besar.
Rute tipe ini biasanya melayani daerah kota secara melingkar, bukan
secara radial sebagaimana pada principal routes.
Dengan demikian maka rute ini akan berpotongan dengan rute-rute
jenis trunk routes ataupun principal routes, pada perpotongan antara
jalan arteri dengan jalan lokal.
8
12/16/2019
Rute ini biasanya melewati jalan-jalan kota yang mempunyai kelas jalan
kolektor dan jalan local.
Karena karakteristik dan demandnya adalah relatif rendah dan juga
tidak terlalu bervariasi terhadap waktu, maka pada rute tipe ini jenis
kendaraan yang dioperasikan biasanya adalah kendaraan yang relatif
kecil dan frekuensinya tidak terlalu tinggi.
Jenis kendaraan yang dimaksud adalah seperti minibus, yaitu
kendaraan dengan kapasitas 10 sampai dengan 20 orang penumpang.
F. Feeder Routes
Feeder routes atau rute pengumpan merupakan local routes yang
khusus melayani daerah tertentu dengan trunk routes, principal routes,
ataupun secondary routes.
Dengan demikian pada titik pertemuan antara rute tipe ini dengan rute
lainnya yang cukup besar biasanya disediakan prasarana khusus yang
dimungkinkan terjadinya proses transfer yang cukup baik, yaitu tempat
di mana dimungkinkannya penumpang untuk bertukar moda angkutan
umum secara nyaman.
Sama seperti local routes, pada rute tipe ini kendaraan yang
dioperasikan biasanya adalah kendaraan ukuran kecil dengan frekuensi
yang tidak begitu tinggi.
9
12/16/2019
Kapasitas Rute
10
12/16/2019
Kapasitas Rute
Kapasitas Rute
11
12/16/2019
Kapasitas Rute
Any Questions?
12
12/16/2019
PERENCANAAN
STRATEGIS ANGKUTAN
UMUM (3)
1
12/16/2019
Kriteria jarak 400 meter tentu saja tidak berlaku umum, dan bisa
saja dilakukan survei pendapat masyarakat sekitar tentang jarak
yang layak berjalan kaki bagi mereka.
Namun demikian yang perlu diperhatikan adalah bahwa pada
daerah dengan kepadatan yang tinggi, seperti misalnya di daerah
perkotaan yang padat, kriteria jarak berjalan kaki akan lebih pendek
daripada di daerah pinggiran kota.
Pada daerah yang padat rute-rute yang sejajar akan lebih banyak
jumlahnya daripada di daerah pinngir kota.
2
12/16/2019
Aspek sistem pengoperasian rute ini dan juga jarak antar rute sangat
mempengaruhi besarnya luas daerah pelayanan.
Seperti terlihat dalam Gambar 5(a) dan Gambar 5(b) untuk luas
daerah pelayanan pada rute dengan sistem pengoperasian dua arah
adalah sejauh 6 blok, sementara pada rute dengan sistem
pengoperasian satu arah adalah sejauh 4 blok saja.
3 Bl
3 Blok 3 Blok
ok
3 Bl
ok
Gambar 5(a) Rute dengan Sistem Gambar 5(b) Rute dengan Sistem
Pengoperasian Dua Arah Pengoperasian Satu Arah
3
12/16/2019
Route Directness
4
12/16/2019
Route Directness
Route Directness
5
12/16/2019
6
12/16/2019
Any Questions?
7
12/16/2019
PERENCANAAN
STRATEGIS ANGKUTAN
UMUM (4)
Tahapan Perencanaan
1
12/16/2019
Kasus yang sering terjadi adalah bahwa belum ada sama sekali
rencana pengembangan sistem jaringan rute dan juga tidak ada
permintaan dari anggota masyarakat, tetapi pihak perencana
merasa bahwa memang diperlukan suatu rute baru. Untuk kasus
seperti ini, maka diperlukan identifikasi daerah pelayanan secara
lengkap.
Dalam melakukan identifikasi daerah pelayanan, faktor utama yang
harus diperhatikan adalah potensi travel demandnya. Hal ini perlu
dilakukan mengingat bahwa pada dasarnya suatu rute angkutan
umum diadakan untuk mengantisipasi kebutuhan akan mobilitas
masyarakat (travel demand). Dalam melakukan identifikasi potensi
travel demand, hal yang perlu paling awal perlu diperhatikan adalah
karakteristik tataguna tanah dan juga interaksi ruang (spasial
interaction) yang terjadi pada daerah yang ditinjau.
2
12/16/2019
Ada dua tipe tata guna tanah yang perlu mendapat perhatian utama,
yakni tata guna tanah yang akan membangkitkan perjalanan (trip
production) dan tata guna tanah yang akan menarik perjalanan (trip
attraction).
Kedua jenis tata guna tanah ini harus ada dalam suatu rute, karena
di satu pihak jenis yang pertama akan membangkitkan perjalanan
atau menjadi asal dan perjalanan dan di lain pihak jenis yang kedua
akan menjadi tujuan perjalanan, di mana untuk waktu yang berbeda
kedua jenis itu akan berubah fungsi.
Tata guna tanah yang akan menghasilkan atau membangkitkan
perjalanan biasanya daerah perumahan, sedangkan tata guna tanah
yang akan menarik perjalanan biasanya merupakan daerah
perkantoran, industri, sekolah, dan daerah pertokoan.
3
12/16/2019
Dari hasil analisis kondisi prasarana jaringan jalan ini akan diketahui
secara rinci apakah nungkin suatu rute angkutan umum ditempatkan
pada jaringan jalan yang ditinjau.
Jika tidak mungkin, perbaikan seperti apa yang diperlukan agar
dimungkinkan dioperasikannya angkutan umum.
4
12/16/2019
5
12/16/2019
6
12/16/2019
7
12/16/2019
8
12/16/2019
9
12/16/2019
Skedule Pengembangan
10
12/16/2019
11
12/16/2019
Any Questions?
12
12/16/2019
OUTLINE
1
12/16/2019
PENDAHULUAN
UNTUNG
MAKSIMAL PERLU TEORI-TEORI
..BAGAIMANA
MENETAPKAN
HARGA
INTERAKSI
HARGA
NILAI EKONOMI
MINIMAL
2
12/16/2019
ATAU
3
12/16/2019
4
12/16/2019
𝑰𝒕 ∗ 𝑷𝒑 ∗ 𝑷𝒕 𝑰𝒓𝒔 ∗ 𝑷𝒑 ∗ 𝑷𝒕
𝑨𝑻𝑷𝒖𝒎𝒖𝒎 = 𝑨𝑻𝑷𝒓𝒆𝒔𝒑/𝒕𝒓𝒊𝒑 =
𝑻𝒕 𝑻𝒓𝒔
It = Total pendapatan keluarga per bulan ATPresp = Total pendapatan keluarga per bulan
(Rp/Kel/Bulan) (Rp/Kel/Bulan)
Pp = Persentase pendapatan untuk transportasi Irs = Pendapatan responden per bulan
per bulan dari total Pendapatan keluarga Pp = Persentase pendapatan untuk
Pt = Persentase untuk angkutan dari Pendapatan transportasi per bulan dari
transportasi keluarga per bulan pendapatan responden
Tt = Total panjang perjalanan keluarga per bulan Pt = Persentase untuk angkutan dari
per trip (trip/kel/bulan) pendapatan untuk transportasi
Trs = Total Panjang perjalanan [per bulan
per trip (trip/resp/bulan)
5
12/16/2019
Dan dengan menggunakan metode travel cost individual ATP yang dapat
diterima oleh pengguna jasa, adalah :
𝑰𝒄 ∗ %𝑻𝑪
𝑨𝑻𝑷𝒊𝒏𝒅𝒊𝒗𝒊𝒅𝒖𝒂𝒍 =
𝑫
Ic = Penghasilan
%TC = Persentase dari penghasilan untuk travel cost
D = Frekuensi perjalanan
𝟏 𝒏
𝑴𝑾𝑻𝑷 = 𝑾𝑻𝑷𝒊
𝒏 𝒊=𝟏
6
12/16/2019
KONSUMEN (USER)
• Memaksimalkan utilitasnya dalam bentuk kepuasan
(satisfaction),kesenangan (pleasure) atau kemakmuran (walfare)
Memiliki pilihan berdadsarkan minat, persepsi
7
12/16/2019
KONSEP “SURPLUS”
a. Nilai dalam penggunaan, kapasitas dari suatu obyek untuk memuaskan suatu
keinginan
b. Nilai pertukaran, harga pasar (market price) itu sendiri
8
12/16/2019
SURPLUS KONSUMEN
Contoh :
Seorang pelanggan bis membayar tiket sebersar Rp.20.000 per perjalanan
tetapi dia masih mau bayar hingga Rp.30.000 per perjalanan, artinya
pelanggan surplus Rp.10.000
Contoh :
Seorang pelanggan bis membayar tiket sebersar Rp.20.000 per perjalanan
tetapi dia masih mau bayar hingga Rp.30.000 per perjalanan, artinya
pelanggan surplus Rp.10.000
9
12/16/2019
SURPLUS PRODUSEN
ATAU…
Tetapi harga pasar tentu saja
Jumlah manfaat atau keuntungan dibatasi oleh kesediaan
minimal yang produsen masih konsumen untuk membayar
bersedia menerima (willing to (willingness to pay). Dengan
accept) dengan memproduksi atau kata lain, surplus produsen
menjual barang tersebut. dibatasi oleh harga pasar.
10
12/16/2019
Contoh :
Operator bus bersedia menerima (willing to accept) penjualan 100 karcis Jakarta
bogor dengan harga Rp 5,000 per karcis. Konsumen bersedia membeli (willing to
pay) tiket tersebut dengan harga Rp 8,000 per karcis. Jika operator menjual semua
karcis tersebut dengan harga Rp 8,000, maka operator akan menerima Rp 800,000.
Surplus produsen :
mengurangi jumlah total penerimaan sesungguhnya sebesar Rp
800,000, dengan jumlah total keuntungan minimal yang apotik
tersebut bersedia menerima dengan menjual 100 karcis obat itu
(yakni, Rp 500,000). Jadi surplus produsen adalah Rp
800,000- Rp 500,000= Rp 300,000
11