Anda di halaman 1dari 68

12/16/2019

PERENCANAAN
STRATEGIS ANGKUTAN
UMUM (2)

Lebar Koridor Rute

Koridor rute merupakan batas daerah (zona) yang harus dilayani


oleh moda angkutan umum.
Lebar koridor rute menggambarkan besarnya demand yang
harus dilayani oleh moda angkutan umum yang direncanakan.
Dengan lebar yang sama, demand di daerah perkotaan yang
padat akan lebih besar daripada daerah pinggiran yang masih
jarang penduduknya.

1
12/16/2019

Lebar Koridor Rute

Garis rute adalah lintasan kendaraan yang direncanakan yang


penentuannya berdasarkan pada kriteria pemilihan terhadap:
A. Jenis Right of Way
Yakni apakah dengan menggunakan tipe A, B, atau C. Hal ini
sangat berkaitan erat dengan pemilihan keberadaan lintasan,
apakah lintasan akan berada di permukaan tanah, di atas
(flyover), atau di bawah permukaan (underpass). Untuk
menjamin bahwa ROW tipe A yang dipilih akan benar-benar
efektif maka lintasan harus bersifat eksklusif, untuk itu maka
pemilihan jenis flyover atau underpass akan lebih tepat.

Lebar Koridor Rute

B. Jenis teknologi yang dipakai


Apakah dengan menggunakan teknologi rel, jalan raya, atau
kabel, yang hal ini sangat berhubungan dengan penyediaan
koridor ruang apakah memungkinkan atau tidak. Sebagai contoh
pada daerah perkotaan yang padat, teknologi jalan rel kurang
cocok diterapkan karena sebagaimana dipahami moda
transportasi berbasis rel membutuhkan ruang yang lebih lebar
dalam bermanuver, misalnya untuk belok membutuhkan radius
putar yang jauh lebih besar daripada moda jalan raya. Demikian
pula untuk menjamin keselamatan moda itu sendiri dan
masyarakat pada umumnya, maka ruang jalan harus terpisah
nyata dan kalau perlu berpagar, karena dipahami bahwa moda
jalan rel ini tingkat perlambatannya rendah dan tidak dapat
berhenti mendadak.

2
12/16/2019

Lebar Koridor Rute

Posisi titik-titik pemberhentian harus direncanakan dengan


memperhatikan jarak berjalan kaki yang dapat diterima oleh
pejalan kaki dari kantong-kantong zona bangkitan.
Menurut Dittmar, dkk (2004), jarak berjalan kaki optimal antara
rumah ke tempat pemberhentian angkutan umum adalah 500 to
1,000 feet atau kurang lebih 150 sampai 350 meter (The optimal
walking distance between a transit station or stop and a place of
employment is 500 to 1,000 feet. Residents are willing to walk
slightly longer distances to get to transit, between a quarter- and
a half-mile).
Sedang menurut Mass Transit Administration (1988) dan Mid-
America Regional Council, merekomendasikan jarak maksimal
berjalan kaki adalah 1500 feet (500m).

Lebar Koridor Rute

Dapat diambil kesimpulan bahwa:


jarak yang layak berkisar antara 350 sampai 500m, dan dengan
demikian maka jarak antar bus stop maksimum yang masih
layak adalah sejauh 800 meter, dengan asumsi bahwa kantong-
kantong pemukiman berjarak kurang lebih 100m dari lintasan
rute.

3
12/16/2019

Lebar Koridor Rute

Apabila jaringan rute menggunakan dasar jalan raya yang dalam


pelaksanaannya bercampur dengan moda lain (tipe ROW C, B)
maka perlu dipikirkan adanya suatu hierarki jaringan mengacu
pada hierarki jalan yang sudah ada : arteri, kolektor, dan lokal.
Moda dengan kapasitas besar seharusnya dibebankan pada
jaringan arteri yang kemudian disambung dengan pengumpan
(feeder) pada jaringan kolektor yang menggunakan moda
angkutan kapasitas kecil.
Sedangkan pada jaringan lokal sampai ke persil dilakukan oleh
paratransit.

Ujung Rute

Sebuah rute direncanakan untuk menghubung dua


daerah, idealnya memiliki tempat untuk menaikkan dan
menurunkan penumpang.
Selain itu juga diperlukan tempat untuk parkir
kendaraan untuk sementara waktu, sambil menunggu
penumpang, serta tempat sopir dan crew lainnya
berhenti sejenak untuk istirahat.
Untuk itulah maka diperlukan suatu area yang cukup
memadai yang ditunjang oleh fasilitas yang diperlukan.

4
12/16/2019

Ujung Rute

Pada daerah pusat kota, ujung rute biasanya berada


di suatu terminal, yang merupakan kumpulan dari
beberapa rute.
Pelayanan angkutan umum di daerah perkotaan, pada
kenyataannya sangat bervariasi, baik dalam hal
rutenya maupun jenis armadanya.
Tidak jarang pada suatu rute yang melayani suatu
daerah perumahan, dengan jenis armada berupa mobil
kecil dengan kapasitas angkut 10 sampai 12
penumpang, sangat sulit mendapatkan suatu tempat
untuk meletakkan ujung rute.

Ujung Rute

Dalam kondisi yang paling minimal, ujung rute harus


memiliki tempat untuk parkir satu kendaraan dan
geometriknya harus dirancang agar kendaraan mudah
untuk berputar arah.
Selain itu juga dalam hal pemilihan tempat haruslah
diperhatikan, karena ujung rute itu idealnya mudah
untuk dijangkau dari berbagai tempat, dengan fasilitas
jalan pendekat yang memadai dan masih dalam
jangkauan yang layak bagi calon penumpang untuk
berjalan kaki dari rumah menuju ujung rute tersebut.
Sangat ideal jika lokasi ujung rute berada di tengah-
tengah wilayah daerah cakupan dari demand.

5
12/16/2019

Hierarki Rute Berdasarkan Beban Pelayanan

Selain ujung rute, suatu rute biasanya juga direncanakan dengan


berbagai aspek tinjauan.
Aspek-aspek yang ditinjau meliputi antara lain teknologinya,
kapasitasnya, strategi operasionalnya, yang semuanya
didasarkan pada kondisi demand yang akan dilayaninya.
Semakin besar tingkat demand yang akan dilayani, maka
akan semakin besar pula kapasitas angkut dari rute yang
dimaksud.
Berdasarkan pada tingkat kemampuan rute melayani
penumpang, rute dikelompokkan dalam beberapa kelas, yang
dalam hal ini mencerminkan suatu hirarki dari yang paling besar
tingkatannya sampai yang paling kecil.

Hierarki Rute Berdasarkan Beban Pelayanan

A. Trunk Routes
Trunkroutes (rute batang), merupakan rute-rute utama dengan beban
pelayanan yang paling tinggi. Beban pelayanan tinggi disebabkan oleh
demand yang harus dilayaninya sangat tinggi, baik pada waktu jam sibuk
maupun jam bukan sibuk, artinya pelayanan terjadi sepanjang hari, dari
pagi sampai malam bahkan bisa jadi selama dua puluh empat jam penuh.
Pengoperasian dilakukan selama tujuh hari penuh dalam satu minggu.
Biasanya rute tipe ini melayani koridor utama jalan, yakni jalan arteri
yang melintas di daerah pusat-pusat kegiatan utama. Karena tingkat
demand yang tinggi, pelayanan armada pada rute jenis ini dilakukan oleh
bus reguler, bus PATAS, dan mungkin busway, dengan titik-titik
perhentian yang terbatas.
Rute ini biasanya melayani koridor sub-kota di daerah pinggir dengan
pusat kota. Karakteristik operasional dari rute tipe ini adalah frekuensinya
yang tinggi dan jenis kendaraan yang berdaya angkut besar.

6
12/16/2019

Hierarki Rute Berdasarkan Beban Pelayanan

B. Principal Routes
Pada prinsipnya rute tipe ini mempunyai karakteristik pelayanan yang
hampir sama dengan trunk routes, hanya saja di sini pengoperasiannya,
hanya sampai jam 8 atau 10 malam.
Sama seperti pada trunk routes, pada rute tipe ini dimungkinkan
dioperasikannya bus PATAS, hanya saja jumlahnya lebih sedikit.
Rute tipe ini biasanya melayani jalan-jalan dan koridor-koridor utama,
tetapi dengan pembebanan yang lebih rendah dibandingkan dengan
trunk routes.
Rute ini biasanya juga melayani koridor sub-kota di daerah pinggir
dengan pusat kota, dengan karakteristik operasi frekuensi yang cukup
tinggi dan jenis kendaraan yang besar.

Hierarki Rute Berdasarkan Beban Pelayanan

C. Secondary Routes
Rute tipe ini merupakan rute dengan tingkat beban yang lebih rendah
daripada jenis principal routes.
Armada dioperasikan selama kurang dari 15 jam per-harinya, misal dari
jam 06.00 pagi sampai jam 20.00 malam, selama tujuh hari dalam satu
minggu.
Biasanya rute tipe ini melayani koridor dari daerah pemukiman ke
daerah sub-pusat kota. Karena tingkat demand yang harus dilayaninya
relatif rendah, maka rute ini biasanya diopersikan dengan kendaraan
yang tidak terlalu besar dan frekuensi yang tidak terlalu tinggi.
Tipe kendaraan yang yang sering digunakan biasanya bus sedang
dengan kapasitas 30 sampai 50 orang.

7
12/16/2019

Hierarki Rute Berdasarkan Beban Pelayanan

D. Branch Routes
Branch routes merupakan rute yang berfungsi untuk menghubungkan
trunk routes ataupun principal routes dengan daerah-daerah pusat
aktivitas lainnya, seperti sub-kota ataupun pusat pertokoan lain.
Dengan tingkat demand yang relatif tidak begitu besar, maka
frekuensinya juga tidak begitu tinggi, dengan tipe kendaraan yang juga
tidak begitu besar.
Jenis kendaraan yang melayani rute tipe ini biasanya adalah bus kecil
dengan kapasitas angkut 30 penumpang.

Hierarki Rute Berdasarkan Beban Pelayanan

E. Local Routes
Local routes atau rute lokal adalah rute yang melayani suatu daerah
tertentu yang luasnya relatif kecil, yang selanjutnya dihubungkan
dengan rute lainnya dengan klasifikasi yang lebih tinggi.
Dengan demikian rute ini merupakan penghubung antara daerah
pemukiman dengan rute-rute yang lebih besar.
Rute tipe ini biasanya melayani daerah kota secara melingkar, bukan
secara radial sebagaimana pada principal routes.
Dengan demikian maka rute ini akan berpotongan dengan rute-rute
jenis trunk routes ataupun principal routes, pada perpotongan antara
jalan arteri dengan jalan lokal.

8
12/16/2019

Hierarki Rute Berdasarkan Beban Pelayanan

Rute ini biasanya melewati jalan-jalan kota yang mempunyai kelas jalan
kolektor dan jalan local.
Karena karakteristik dan demandnya adalah relatif rendah dan juga
tidak terlalu bervariasi terhadap waktu, maka pada rute tipe ini jenis
kendaraan yang dioperasikan biasanya adalah kendaraan yang relatif
kecil dan frekuensinya tidak terlalu tinggi.
Jenis kendaraan yang dimaksud adalah seperti minibus, yaitu
kendaraan dengan kapasitas 10 sampai dengan 20 orang penumpang.

Hierarki Rute Berdasarkan Beban Pelayanan

F. Feeder Routes
Feeder routes atau rute pengumpan merupakan local routes yang
khusus melayani daerah tertentu dengan trunk routes, principal routes,
ataupun secondary routes.
Dengan demikian pada titik pertemuan antara rute tipe ini dengan rute
lainnya yang cukup besar biasanya disediakan prasarana khusus yang
dimungkinkan terjadinya proses transfer yang cukup baik, yaitu tempat
di mana dimungkinkannya penumpang untuk bertukar moda angkutan
umum secara nyaman.
Sama seperti local routes, pada rute tipe ini kendaraan yang
dioperasikan biasanya adalah kendaraan ukuran kecil dengan frekuensi
yang tidak begitu tinggi.

9
12/16/2019

Hierarki Rute Berdasarkan Beban Pelayanan

G. Double Feeder Routes


Rute tipe ini pada dasarnya sama dengan feeder routes, hanya saja
dapat melayani dua trunk routes sekaligus, yaitu dengan
menghubungkan kedua trunk routes pada kedua ujungnya.
Dengan kondisi demikian, rute jenis ini melayani dua trunk routes
sekaligus, dan juga melayani daerah-daerah pemukiman diantara
kedua ujung trunk routes.
Secara umum karakteristik operasional rute tipe ini sama dengan feeder
routes.

Kapasitas Rute

Kapasitas rute adalah kemampuan maksimal suatu


rute dalam melayani pergerakan penumpang per
satuan waktu.
Besarnya kapasitas rute sangat tergantung pada
beberapa faktor operasional, antara lain :
1. Jenis teknologi moda yang digunakan untuk
melayani rute yang bersangkutan.
Jenis teknologi yang dimaksud meliputi: dimensi,
dan kemampuan manuver seperti kecepatan
maksimal, kemampuan melakukan percepatan dan
perlambatan, belok, dan berganti arah.

10
12/16/2019

Kapasitas Rute

2. Keberadaan fasilitas pengaturan yang disediakan


dalam pengoperasiannya.
Yakni apakah selama dalam perjalanannya disediakan
lajur khusus (misalnya dengan bus lane). Juga apakah
ada prioritas untuk jalan di persimpangan bersinyal
atau tidak.
Membiarkan moda angkutan umum berjalan tanpa
pemberian fasilitas sama sekali akan menyulitkan bagi
moda tersebut untuk merancang kecepatan dan
ketepatan waktu tempuhnya.
Semua pengaturan ini pada dasarnya dilakukan dalam
usaha agar kecepatan tempuh dari moda angkutan
umum dapat ditingkatkan.

Kapasitas Rute

3. Jumlah titik henti dalam lintasan perjalanannya.


Prinsipnya adalah semakin banyak jumlah titik henti
maka kapasitasnya semakin kecil.
Bagaimanapun berhenti pada titik-titik henti
memerlukan waktu, sehingga semakin banyak berhenti
akan semakin lama waktu perjalanannya.
Jika jumlah berhenti dikurangi maka waktu perjalanan
semakin singkat dan kapasitas pelayanannya tiap
satuan waktu akan bertambah.

11
12/16/2019

Kapasitas Rute

Ketiga faktor operasional tersebut di atas pada


dasarnya bertujuan meminimalisir faktor gangguan
yang akan mempengaruhi besarnya kapasitas suatu
rute.
Tolak ukur atau performance indicator (PI) dari
kapasitas suatu rute adalah kecepatan rata-rata,
waktu tempuh, headway, kapasitas penumpang yang
terangkut.
Dengan meningkatnya kecepatan rata-rata
kendaraan dan daya angkut kendaraan, maka
kapasitas rute akan bertambah.
Begitu pula dengan berkurangnya waktu tempuh
maka headway semakin kecilnya, maka kapasitas
rute juga akan bertambah.

Any Questions?

12
12/16/2019

PERENCANAAN
STRATEGIS ANGKUTAN
UMUM (3)

Daerah Pelayanan Rute

Daerah pelayanan rute adalah suatu daerah yang seluruh warganya


dapat menggunakan atau memanfaatkan rute yang bersangkutan
untuk kebutuhan mobilitasnya.
Daerah tersebut merupakan luasan daerah dengan jangkauan orang
masih cukup nyaman untuk berjalan kaki ke rute tersebut berada,
yang untuk selanjutnya naik angkutan umum ke tempat
aktivitasnya.
Dengan demikian maka besarnya daerah pelayanan suatu rute
dapat diukur berdasarkan jangkauan yang layak bagi orang untuk
berjalan kaki.
Jika digunakan batasan 5 menit berjalan kaki, maka jarak yang
dimaksud adalah sekitar 400 meter, sehingga daerah pelayanan rute
adalah koridor di kanan kiri rute dengan lebar sekitar 800 meter.

1
12/16/2019

Daerah Pelayanan Rute

Kriteria jarak 400 meter tentu saja tidak berlaku umum, dan bisa
saja dilakukan survei pendapat masyarakat sekitar tentang jarak
yang layak berjalan kaki bagi mereka.
Namun demikian yang perlu diperhatikan adalah bahwa pada
daerah dengan kepadatan yang tinggi, seperti misalnya di daerah
perkotaan yang padat, kriteria jarak berjalan kaki akan lebih pendek
daripada di daerah pinggiran kota.
Pada daerah yang padat rute-rute yang sejajar akan lebih banyak
jumlahnya daripada di daerah pinngir kota.

Daerah Pelayanan Rute

Besarnya luas daerah pelayanan seperti yang telah dijelaskan di


atas berlaku jika kita membicarakan rute secara individual dan juga
jika rute yang dimaksud adalah rute dengan sistem operasi dua
arah.
Tetapi jika kita membicarakan rute yang secara geografis
merupakan dua garis yang paralel, karena sistem pengoperasiannya
adalah satu arah, maka persoalannya menjadi berbeda.
Karena untuk kasus ini aspek lain yang perlu diperhatikan, yang
berkaitan dengan besarnya luas daerah pelayanan, adalah jarak
antar rute.

2
12/16/2019

Daerah Pelayanan Rute

Sistem pengoperasian rute adalah kondisi pengoperasian dari rute


ditinjau dari arah kendaraan yang melayaninya: apakah rute dengan
satu arah operasi atau rute dengan dua arah operasi.
Biasanya sistem pengoperasian rute sangat tergantung pada sistem
sirkulasi yang diterapkan pada jalan yang digunakan.
Apabila jalan yang digunakan dapat menampung lalulintas dalam
dua arah pergerakan, maka jalan yang bersangkutan dapat juga
digunakan untuk rute dengan sistem pengoperasian dua arah.
Sebaliknya jika jalan yang digunakan hanya menampung lalulintas
satu arah, maka rute yang dapat dioperasikan adalah rute dengan
sistem operasi satu arah.

Daerah Pelayanan Rute

Aspek sistem pengoperasian rute ini dan juga jarak antar rute sangat
mempengaruhi besarnya luas daerah pelayanan.
Seperti terlihat dalam Gambar 5(a) dan Gambar 5(b) untuk luas
daerah pelayanan pada rute dengan sistem pengoperasian dua arah
adalah sejauh 6 blok, sementara pada rute dengan sistem
pengoperasian satu arah adalah sejauh 4 blok saja.

3 Bl
3 Blok 3 Blok
ok
3 Bl
ok

Gambar 5(a) Rute dengan Sistem Gambar 5(b) Rute dengan Sistem
Pengoperasian Dua Arah Pengoperasian Satu Arah

3
12/16/2019

Daerah Pelayanan Rute

Dengan demikian maka sistem pengoperasian dua arah akan


memberikan pelayanan yang lebih lebar dan otomatis juga lebih luas
daripada sistem pengoperasian satu arah.
Selain itu sistem pengoperasian satu arah juga membingungkan
dalam hal tempat pemberhentian, karena boleh jadi lokasinya bisa
berbeda pada daerah yang sama.

Route Directness

Rute perjalanan angkutan umum dari asal ke tujuan,


idealnya adalah selurus mungkin sehingga akan
menghasilkan lintasan yang sependek mungkin.
Dengan lintasan yang pendek, maka waktu tempuh yang
diperlukan juga dapat lebih singkat.
Route directness adalah suatu istilah sebagai tolok ukur
yang menunjukkan rasio antara jarak yang ditempuh oleh
rute antara titik asal ke titik tujuan yang terjadi dengan
jarak terdekat dari kedua titik tersebut, yakni jika ditarik
garis lurus.
Semakin besar nilai dari route directness, maka berarti
rutenya semakin berbelok-belok.

4
12/16/2019

Route Directness

Pada perencanaan suatu rute, biasanya diusahakan agar


route directness sekecil mungkin, agar penumpang dapat
melakukan perjalannya dan asal ke tujuannya dengan
waktu yang seefisien mungkin.
Pada kenyataan, perencanaan rute dengan nilai route
directness sekecil mungkin adalah sangat sulit.
Hal ini biasanya disebabkan oleh keterbatasan
medan,dengan kondisi geografis yang kurang
mendukung.
Agar rute bisa selurus mungkin maka pilihan melalui jalan
arteri merupakan salah satu solusinya.

Route Directness

Rute yang melalui jalan arteri dari sudut pandang route


directness adalah yang paling ideal, namun demikian dari
segi aksesibilitas masayarakat belum tentu
menguntungkan.
Rute yang akan menghasilkan tingkat aksesibilitas tinggi
bagi masyarakat adalah rute yang sedekat mungkin
dengan kantong-kantong pemukiman, sehingga
jangkauan jarak berjalan kaki pendek.
Untuk mengatasi hal ini maka biasanya rute sementara
dibelokkan ke daerah pemukiman, dan selanjutnya
kembali ke jalan arteri lagi.

5
12/16/2019

Kriteria Evaluasi Rute

Suatu rute dikatakan mempunyai kondisi pelayanan yang bagus jika


penumpang merasa mudah untuk menggunakan rute yang
bersangkutan. Kriteria yang dipakai untuk menilai baik dan tidaknya
suatu rute adalah sebagai berikut di bawah.
a) Kemampuan melayani daerah pelayanan, dengan kriteria
sebagai berikut:
Daerah pelayanan dengan lebar 0.8 km dan melayani 100% dari
populasinya
Daerah pelayanan selebar 0.5 Km dan melayani 80 s/d 100%
dari populasinya
Daerah pelayanan selebar 0.4 Km dengan 60 s/d 80% dari
populasinya
b) Besarnya headway, maksimum tidak lebih dari 60 menit.

Kriteria Evaluasi Rute

c) Waktu pelayanan, dibedakan sesuai dengan tipe rutenya, seperti


terlihat pada tabel dibawah ini.

Dasar dari evaluasi biasanya adalah tingkat kemanfaatan yang


dirasakan oleh masyarakat pemakai rute dan juga terhadap
masyarakat luas.

6
12/16/2019

Any Questions?

7
12/16/2019

PERENCANAAN
STRATEGIS ANGKUTAN
UMUM (4)

Tahapan Perencanaan

Secara keseluruhan proses perencanaan meliputi


tahapan-tahapan sebagai berikut, yakni:
A. Identifikasi daerah pelayanan
B. Analisis kondisi prasarana jaringan jalan
C. Analisis potensi travel demand
D. Penentuan koridor daerah pelayanan
E. Identifikasi lintasan rute
F. Analisis serta penentuan lintasan rute terpilih

1
12/16/2019

A. Identifikasi Daerah Pelayanan

Dalam suatu perencanaan rute, daerah pelayanan terkadang telah


ditentukan sebelumnya, yakni berdasarkan pada hasil perencanaan
sistem jaringan rute.
Untuk kasus seperti ini maka tidak diperlukan lagi identifikasi daerah
pelayanan.
Di lain pihak, jika belum ada perencanaan sistem jaringan rute,
terkadang daerah pelayanan juga telah ditentukan sebelumnya,
yaitu berdasarkan permintaan masyarakat luas, baik melalui
permintaan secara formal, maupun tidak formal, melalui surat
pembaca di koran misalnya.
Untuk kasus seperti ini, maka perlu dilakukan kajian lebih lanjut, atau
dengan kata lain identifikasi daerah pelayanan perlu dilakukan.

Kasus yang sering terjadi adalah bahwa belum ada sama sekali
rencana pengembangan sistem jaringan rute dan juga tidak ada
permintaan dari anggota masyarakat, tetapi pihak perencana
merasa bahwa memang diperlukan suatu rute baru. Untuk kasus
seperti ini, maka diperlukan identifikasi daerah pelayanan secara
lengkap.
Dalam melakukan identifikasi daerah pelayanan, faktor utama yang
harus diperhatikan adalah potensi travel demandnya. Hal ini perlu
dilakukan mengingat bahwa pada dasarnya suatu rute angkutan
umum diadakan untuk mengantisipasi kebutuhan akan mobilitas
masyarakat (travel demand). Dalam melakukan identifikasi potensi
travel demand, hal yang perlu paling awal perlu diperhatikan adalah
karakteristik tataguna tanah dan juga interaksi ruang (spasial
interaction) yang terjadi pada daerah yang ditinjau.

2
12/16/2019

Ada dua tipe tata guna tanah yang perlu mendapat perhatian utama,
yakni tata guna tanah yang akan membangkitkan perjalanan (trip
production) dan tata guna tanah yang akan menarik perjalanan (trip
attraction).
Kedua jenis tata guna tanah ini harus ada dalam suatu rute, karena
di satu pihak jenis yang pertama akan membangkitkan perjalanan
atau menjadi asal dan perjalanan dan di lain pihak jenis yang kedua
akan menjadi tujuan perjalanan, di mana untuk waktu yang berbeda
kedua jenis itu akan berubah fungsi.
Tata guna tanah yang akan menghasilkan atau membangkitkan
perjalanan biasanya daerah perumahan, sedangkan tata guna tanah
yang akan menarik perjalanan biasanya merupakan daerah
perkantoran, industri, sekolah, dan daerah pertokoan.

Dari uraian di atas, nampak bahwa identifikasi daerah pelayanan


dapat dilakukan dengan rnelihat peta yang menggambarkan kondisi
tataguna tanah secara lengkap.
Daerah pelayanan sebaiknya bermula di daerah pinggiran kota,
yang merupakan kosentarsi daerah pemukiman, dan berakhir atau
melewati daerah pusat kota yang terdiri dari daerah daerah penarik
perjalanan.
Antara kedua ujung tersebut, jika mungkin merupakan daerah-
daerah dengan tata-guna tanah yang cukup beragam, dan juga
merupakan tataguna tanah yang diperkirakan mempunyai tingkat
aktivitas yang tinggi.
Hasil dari tahapan ini adalah diperolehnya beberapa alternatif
daerah pelayanan rute.

3
12/16/2019

B. Analisis Kondisi Prasarana Jaringan Jalan

Analisis kondisi prasarana jaringan jalan dilakukan untuk


mengetahui secara rinci kondisi serta karakteristik prasarana
jaringan jalan dari masing-masing alternatif daerah pelayanan yang
dihasilkan pada tahapan sebelumnya.
Karakteristik dan kondisi prasarana jaringan jalan perlu diketahui
secara rinci, mengingat bahwa rute angkutan umum yang
direncanakan akan mengikuti prasarana jaringan jalan yang ada.
Aspek-aspek yang ditinjau dalan kegiatan analisis kondisi prasarana
jaringan jalan adalah:
 Struktur dan konfigurasi jaringan jalan yang ada
 Hirarki dan kelas masing-masing ruas jalan yang tercakup dalam
daerah pelayanan
 Kondisi geometrik dari masing-masing ruas jalan

 Kondisi perkerasan jalan pada masing-masing ruas jalan


 Kondisi dan karakteristik lalulintas yang ada pada masing-masing
ruas jalan (volume, komposisi, kapasitas jalan, volume capacity
ratio)
 Kondisi geometrik masing-masing simpul ataupun persimpangan
yang ada pada daerah pelayanan
 Kondisi dan karakteristik lalu-lintas pada setiap persimpangan

Dari hasil analisis kondisi prasarana jaringan jalan ini akan diketahui
secara rinci apakah nungkin suatu rute angkutan umum ditempatkan
pada jaringan jalan yang ditinjau.
Jika tidak mungkin, perbaikan seperti apa yang diperlukan agar
dimungkinkan dioperasikannya angkutan umum.

4
12/16/2019

C. Analisis Potensi Travel Demand

Analisis potensi travel demand merupakan analisis yang dilakukan


untuk mengetahui dan mengestimasi secara kasar besarnya
potensi dari pergerakan, yang dihasilkan dari masing-masing
alternatif daerah pelayanan.
Analisis dilakukan dengan cara melihat kerapatan tataguna tanah
dari masing-masing alternatif daerah pelayanan. Asumsi yang
dibangun adalah bahwa semakin tinggi kerapatan suatu daerah,
misalnya daerah pemukiman, maka akan semakin tinggi pula
potensi travel demandnya.
Besarnya potensi travel demand dapat diperkirakan dengan mudah
jika kita mengetahui trip rate dari tata-guna tanah yang dimaksud.
Trip rate untuk masing-masing jenis tata-guna tanah dapat diketahui
berdasarkan referensi-referensi yang relevan.

Setelah diketahui tingkat kerapatannya, langkah selanjutnya adalah


mencari informasi luas dari masing-masing jenis tataguna tanah
yang tercakup dalam koridor daerah pelayanan. Perhitungan luas
masing-masing jenis tata-guna tanah dengan mudah dapat
dilakukan dengan berdasar pada peta tataguna tanah.Sebaiknya
daerah pelayanan yang telah diidentifikasikan sebelumnya,dibagi-
bagi menjadi beberapa sub-daerah atau zona, sehingga dapat
dilakukan identifikasi yang lebih rinci mengenai kondisi tata-guna
tanah.
Perkiraan potensi travel demand untuk masing-masing zona,
dihitung dengan mengalikan luasan tataguna tanah untuk setiap
jenis tataguna tanah dengan besaran triprate nya. Dengan demikian
akan diketahui secara kasar besarnya trip yang akan terbangkitkan
(trip generation) dan juga trip yang akan tertarik (trip attraction)
untuk masing-masing zona.

5
12/16/2019

D. Penentuan Koridor Daerah Pelayanan

Tahapan identifikasi daerah pelayanan yang dilakukan pada tahap


sebelumnya, akan menghasilkan beberapa alternatif daerah
pelayanan. Setiap alternatif daerah pelayanan, masing-masing
mempunyai kondisi spasial maupun kondisi tataguna tanah yang
berlainan.
Dari beberapa alternatif daerah pelayanan ini, selanjutnyaperlu
ditentukan koridor daerah pelayanan yang definitif, sebagai dasar
dari perencanaan rute selanjutnya.
Dengan demikian maka tahap ini pada dasarnya adalah suatu
usaha untuk memilih alternatif daerah pelayanan yang terbaik, yang
akan dijadikan sebagai koridor daerah pelayanan definitif.

Dalam melakukan evaluasi penentuan koridor daerah pelayanan


definitif, ada beberapa kriteria dasar yang digunakan, diantaranya
adalah:
 Besarnya potensi demand
 Luas daerah pelayanan
 Kondisi, struktur, dan konfigurasi prasarana jalan yang tersedia

Evaluasi dapat dilakukan dengan metoda 'multi criteria analysis’


ataupun metoda lainnya. Pada prinsipnya sasaran akhir dari proses
evaluasi adalah mendapatkan koridor daerah pelayanan rule yang
paling memenuhi ketiga kriteria di atas.

6
12/16/2019

E. Identifikasi Lintasan Rute

Tahapan yang dilakukan setelah terpilihnya koridor daerah


pelayanan adalah melakukan identifikasi lintasan rute.
Sasaran akhir dari tahapan ini adalah untuk mendapatkan beberapa
alternatif lintasan rute.
Data dasar yang diperlukan dalam identifikasi lintasan rute adalah
berupa peta lengkap dari koridor daerah pelayanan yang telah
terpilih sebelumnya.
Dalam hal ini hendaknya peta yang dimaksud mencakup informasi
yang berkaitan dengan kondisi, struktur, dan konfigurasi prasarana
jaringan jalan, kondisi dan karakteristik tataguna tanah, dan jika
mungkin, kondisi rute lain yang ada pada koridor yang ditinjau.

Dalam melakukan identifikasi lintasan rute, ada beberapa hal yang


perlu diperhatikan, yaitu:
 Zona awal dan zona akhir dari lintasan rute
 Zona-zona atau titik-titik utama yang akan dilayani oleh lintasan
rute
 Struktur dan karakteristik spasial dari jaringan prasarana jalan
 Kondisi dan karakteristik tata guna tanah
 Kondisi pembebanan lalulintas yang ada pada setiap ruas pada
jaringan jalan

7
12/16/2019

 Kondisi setiap persimpangan yang ada pada jaringan, ditinjau


dari tingkat pelayanannya
 Sistem sirkulasi yang berlaku pada setiap ruas dan pada sistem
jaringan secara keseluruhan (sistem satu arah atau dua arah)
 Karakteristik spasial dari jaringan rute ataupun rute individual
yang telah ada dalam koridor daerah pelayanan

Dengan memperhatikan semua aspek di atas, maka hasil yang


diperoleh dari tahapan ini adalah beberapa alternatif lintasan rute,
yang semuanya masih dalam koridor daerah pelayanan.

F. Analisis dan Penentuan Lintasan Rute


Terpilih
Dari beberapa buah alternatif lintasan rute yang telah diperoleh
pada tahap sebelumnya, selanjutnya dilakukan analisis lebih
mendalam untukmasing-masing alternatif dan evaluasi, dalam
usaha untuk mendapatkan lintasan yang rute terbaik.
Dalam analisis rinci yang dilakukan terhadap masing-masing
alternatif lintasan rute, hal-hal yang mendapat perhatian utama
adalah:
 potensi demand
 kondisi dan karakteristik lalu-lintas, baik pada ruas maupun pada
persimpangan

8
12/16/2019

Analisis potensi travel demand dilakukan untuk mengetahui secara lebih


rinci berapa besarnya travel demand yang harus dilayani ataupun
diantisipasi pada lintasan rute yang dimaksud. Dari hasil analisis ini
diharapkan dapat diperoleh matriks asal tujuan antar zona-zona yang
ada pada daerah sepanjang lintasan rute.
Analisis kondisi dan karakteristik lalulintas, di lain pihak, dilakukan
dalam usaha untuk mendapatkan gambaran yang lebih rinci mengenai
kondisi ataupun tingkat pelayanan yang ada pada lintasan rute yang
dimaksud.
Hal ini penting, mengingat bahwa angkutan umum yang akan
dioperasikan pada dasarnya nanti harus bersaing dengan lalulintas
lainnya yang ada pada lintasan rute yang dimaksud.
Hal penting lain yang juga perlu diingat adalah bahwa kondisi tingkat
pelayanan yang dapat dihasilkan dari lintasan rute yang dimaksud
sangatlah tergantung pada kondisi lalulintasnya.

Selanjutnya setelah dilakukan analisis yang rinci mengenai kedua


hal tersebut di atas, maka dilakukan evaluasi, yaitu dalam usaha
memilih lintasan rute terbaik. Dalam hal ini kriteria yang digunakan
dalam evaluasai penentuan lintasan rute ini adalah sebagai berikut:
 Panjang lintasan rute
 Route Directness
 Potensi travel demand
 Tingkat kemudahan pencapaian (Aksessibilitas)
 Jarak ke rute yang telah ada (rute eksisting)
 Tingkat overlapping dengan rute yang lain
 Konektivitas dengan rute lain
 Kondisi dan karakteristik lalu-lintas sepanjang lintasan rute

9
12/16/2019

Skedule Pengembangan

Skedule Pengembangan angkutan umum perkotaan merupakan


rencana pengembangan angkutan umum pada tahun-tahun
rencana yang didasarkan pada kebutuhan akan pergerakan dan
distribusinya.
Tahap awal yang paling penting adalah menetukan siapa saja
pengguna angkutan umum. Apabila pengguna angkutan umum
sudah diketahui, maka baru dapat dilakukan bagaimana
pengembangannya.
Selama ini banyak yang berpendapat bahwa sasaran pengguna
angkutan umum (demand) hanya terbatas pada kelompok captive
rider saja, yakni kelompok orang yang tidak memiliki kendaraan
pribadi.
Pemikiran yang lebih maju memandang bahwa sebagian choiche
rider juga merupakan potensi pemakai angkutan umum.
Perencanaan potensi demand dan distribusinya dari pengguna
angkutan umum, seharusnya tetap dengan memperhatikan pada
masyarakat choiche rider yang juga sangat mungkin untuk
menggunakan angkutan umum.

Gambar diatas merupakan gambaran pemetaan potensi demand


dari angkutan umum. Pada tahap generation, dapat dipilah-pilah
masyarakat yang terkelompok dalam captive rider dan choice rider
berdasarkan pada kepemilikan kendaraan pribadi.
Dengan asumsi bahwa orang yang tidak memiliki kendaraan pribadi
merupakan kelompok captive rider, yakni suatu kelompok orang
yang tidak punya pilihan lain kecuali menggunakan jasa angkutan
umum, untuk melakukan pergerakan dari rumah ke tempat
aktivitasnya dan kembali ke rumah lagi.

10
12/16/2019

Sementara orang yang memiliki kendaraan pribadi, dalam arti


mempunyai kekuasaan penuh untuk menggunakan kendaraan
pribadi kapan saja dan ke mana saja, merupakan kelompok
choice rider. Kelompok ini merupakan kelompok orang yang
memiliki kebebasan untuk memilih apakah mau menggunakan
kendaraan peribadi atau mau menggunakan angkutan umum.
Dengan demikian maka dalam suatu rumah tangga, jika jumlah
anggota rumah tangga dewasa dan jumlah kendaraan tidak
sama, maka selisihnya merupakan kelompok captive rider.
Tentu saja perlu dilakukan asumsi dan pendekatan, berapa
persentase dari mereka yang dapat dicadangkan sebagai
pengguna angkutan umum. Dasar asumsi adalah bahwa dalam
bahwa ada sebagian dari anggota kelompok ini yang dalam
satu minggu, beberapa hari diantaranya tidak menggunakan
angkutan pribadi, melainkan angkutan umum.

Dengan asumsi tersebut maka jumlah pergerakan


dari tempat asal ke tempat tujuan yang
menggunakan angkutan umum (TijAU) merupakan
penjumlahan dari total pergerakan dari asal ke
tujuan yang tidak memiliki kendaraan pribadi
(TijCaptive) dan sebagian dari total pergerakan dari
asal ke tujuan dari kelompok orang yang memiliki
kendaraan pribadi (TijChoice). Selanjutnya skedule
pengembangan dari angkutan umum untuk tahun
rencana, dianalisis dengan menggunakan ramalan
pertumbukan dari TijCaptive dan sebagian dari
TijChoice.

11
12/16/2019

Any Questions?

12
12/16/2019

ATP DAN WTP

OUTLINE

• Produsen dan konsumen


• Ability to pay dan willingness to pay
• Interaksi permintaan dan penawaran
• Konsep consumer dan produser surplus

1
12/16/2019

PENDAHULUAN

UNTUNG
MAKSIMAL PERLU TEORI-TEORI
..BAGAIMANA
MENETAPKAN
HARGA

INTERAKSI

HARGA
NILAI EKONOMI
MINIMAL

 Kamus Webster menyebutkan, surplus adalah “more than


what is needed or used; excess”.
 Surplus adalah kelebihan.
 Dalam ekonomi, konsumen adalah orang yang
mengkonsumsi (consume) barang (goods) atau pelayanan
(services).

Produsen adalah individu, kelompok individu, atau


organisasi yang memproduksi (menghasilkan, menyediakan)
barang atau pelayanan

2
12/16/2019

APA ITU NILAI ???

 Dalam perspektif ekonomi,nilai ditentukan oleh masyarakat,dimana


dipengaruhi oleh pertimbangan untung/rugi dan pendapatan

ATAU

Dikategorikan menjadi dua pendekatan, willingness to pay dan ability to


pay

WILLINGNESS TO PAY ABILITY TO PAY

 Kesediaan membayar (Willingness To


• Ability to pay adalah kemampuan
Pay) adalah kesediaan masyarakat
seseorang untuk membayar suatu jasa
untuk mengeluarkan imbalan atas jasa
berdasarkan penghasilan yang didapat
yang diperolehnya.
• sebagai batas maksimum kemampuan
 Pendekatan yang digunakan yaitu pada
dari penghasilan seseorang yang
persepsi pengguna jasa angkutan
dialokasikan untuk membayar jasa
umum terhadap tarif jasa pelayanan
angkutan umum tersebut. Nilai ATP merupakan hasil perbandingan
 Diukur dalam besaran moneter (rupiah) antara biaya transportasi dan intensitas
sebagai batas maksimum yang mau perjalanan.
dikeluarkan terhadap pelayanan yang
diberikan

3
12/16/2019

Analisis WTP dan ATP


banyak digunakan
untuk mengetahui
bagaimana
kemampuan dan
kemauan masyarakat
untuk membayar
tarif angkutan kota

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


ABILITY TO PAY WILLINGNESS TO PAY
1) Penghasilan keluarga per 1) Produk disediakan jasa
bulan transportasi
2) Alokasi biaya transportasi 2) Kualitas dan kuantitas jasa
3) Intensitas perjalanan pelayanan
4) Jumlah anggota keluarga 3) Utilitas atau maksud
penggunaan
4) Penghasilan pengguna
Besarnya biaya transportasi yang
dialokasikan per bulan oleh
setiap keluarga  pendekatan Dipengaruhi oleh persepsi pengguna
travel budget

4
12/16/2019

RELATIONSHIP BETWEEN ATP AND WTP

ATP > WTP


Kondisi ini menunjukkan kemampuan
membayar lebih besar dari keinginan
membayar jasa transportasi.
ATP = WTP
kemampuan dan keinginan untuk
membayar jasa yang dikonsumsi pengguna
tersebut sama.

ATP < WTP


keinginan untuk membayar jasa yang
dikonsumsi lebih besar dari kemampuan daya
beli.

MENENTUKAN NILAI ATP

𝑰𝒕 ∗ 𝑷𝒑 ∗ 𝑷𝒕 𝑰𝒓𝒔 ∗ 𝑷𝒑 ∗ 𝑷𝒕
𝑨𝑻𝑷𝒖𝒎𝒖𝒎 = 𝑨𝑻𝑷𝒓𝒆𝒔𝒑/𝒕𝒓𝒊𝒑 =
𝑻𝒕 𝑻𝒓𝒔

It = Total pendapatan keluarga per bulan ATPresp = Total pendapatan keluarga per bulan
(Rp/Kel/Bulan) (Rp/Kel/Bulan)
Pp = Persentase pendapatan untuk transportasi Irs = Pendapatan responden per bulan
per bulan dari total Pendapatan keluarga Pp = Persentase pendapatan untuk
Pt = Persentase untuk angkutan dari Pendapatan transportasi per bulan dari
transportasi keluarga per bulan pendapatan responden
Tt = Total panjang perjalanan keluarga per bulan Pt = Persentase untuk angkutan dari
per trip (trip/kel/bulan) pendapatan untuk transportasi
Trs = Total Panjang perjalanan [per bulan
per trip (trip/resp/bulan)

5
12/16/2019

Dan dengan menggunakan metode travel cost individual ATP yang dapat
diterima oleh pengguna jasa, adalah :

𝑰𝒄 ∗ %𝑻𝑪
𝑨𝑻𝑷𝒊𝒏𝒅𝒊𝒗𝒊𝒅𝒖𝒂𝒍 =
𝑫

Ic = Penghasilan
%TC = Persentase dari penghasilan untuk travel cost
D = Frekuensi perjalanan

MENENTUKAN NILAI WTP

 Nilai WTP yang diperoleh dari masing-masing responden yaitu


berupa nilai maksimum yang bersedia dibayarkan oleh responden
untuk tarif angkutan jasa transportasi, diolah untuk mendapatkan nilai
rata-rata (mean) dari nilai WTP tersebut, dengan rumus :

𝟏 𝒏
𝑴𝑾𝑻𝑷 = ෍ 𝑾𝑻𝑷𝒊
𝒏 𝒊=𝟏

MWTP = Rata-rata WTP


n = Ukuran sampel
WTPi = Nilai WTP maksimum responden ke i

6
12/16/2019

Zona subsidi agar tarif yang berlaku


maksimal = ATP
ATP
Zona keleluasaan
Penentu tarif dengan perbaikan tingkat
pelayanan
WTP
Zona keleluasaan
Penentu tarif ideal tanpa perbaikan
tingkat pelayanan sampai batas nilai
WTP

Interaksi permintaan dan penawaran


• Interaksi permintaan dan penawaran digunakan sebagai dasar model bentuk
pasar (market structure model), yang dipengaruhi :
PRODUSEN (SUPPLIER)
• Memaksimalkan keuntungan (profit) dengan mengurangi/menambah
biaya produksi

KONSUMEN (USER)
• Memaksimalkan utilitasnya dalam bentuk kepuasan
(satisfaction),kesenangan (pleasure) atau kemakmuran (walfare)
Memiliki pilihan berdadsarkan minat, persepsi

7
12/16/2019

KONSEP “SURPLUS”

Banyak digunakan untuk evaluasi proyek transportasi

Dalam PROYEK terdapat “Biaya” dan “keuntungan”

SELISIH BIAYA DAN KEUNTUNGAN = SURPLUS

Dasar pemikiran surplus berkaitan erat dengan pengertian utilitas (utility)


dari suatu kegiatan,yaitu tingkat kepuasan yang diperoleh dari individu-
individu dari kegiatan yang dilakukannya
Utilitas yang dirasakan bisa lebih tinggi dari harga yang harus dibayarkan.

Penilaian akan utilitas berhubungan dengan nilai dari obyek yang


bersangkutan, dimana terdapat dua hal, yaitu :

a. Nilai dalam penggunaan, kapasitas dari suatu obyek untuk memuaskan suatu
keinginan
b. Nilai pertukaran, harga pasar (market price) itu sendiri

Utilitas  harga pasar

8
12/16/2019

SURPLUS KONSUMEN
Contoh :
Seorang pelanggan bis membayar tiket sebersar Rp.20.000 per perjalanan
tetapi dia masih mau bayar hingga Rp.30.000 per perjalanan, artinya
pelanggan surplus Rp.10.000

Surplus Konsumen adalah kelebihan atau perbedaan antara kepuasan total


atau total utility (yang dinilai dengan uang) yang dinikmati konsumen dari
mengkonsumsikan barang/jasa tertentu dengan pengorbanan totalnya (yang
dinilai dengan uang) untuk memperoleh jasa.barang tersebut

APA TUJUAN MENGUKUR SURPLUS KONSUMEN ???

Contoh :
Seorang pelanggan bis membayar tiket sebersar Rp.20.000 per perjalanan
tetapi dia masih mau bayar hingga Rp.30.000 per perjalanan, artinya
pelanggan surplus Rp.10.000

Surplus Konsumen adalah kelebihan atau perbedaan antara kepuasan total


atau total utility (yang dinilai dengan uang) yang dinikmati konsumen dari
mengkonsumsikan barang/jasa tertentu dengan pengorbanan totalnya (yang
dinilai dengan uang) untuk memperoleh jasa.barang tersebut

9
12/16/2019

Barang/jasa yang dibeli


 Surplus konsumen merupakan ukuran manfaat dengan harga yang lebih
(uang, kesejahteraan, kepuasan) rendah daripada
kemauannya membayar.

 Kurva permintaan (demand)


adalah kurva yang menunjukkan
kemauan/ kesediaan konsumen
untuk membayar (willingness to
pay) berbagai harga dan jumlah
barang atau pelayanan.
 Surplus konsumen ditunjukkan
oleh luas area segitiga PoEA di
bawah kurva permintaan (kurva
demand, kurva willingness to pay)
hingga di atas harga ekuilibrium
Po.

SURPLUS PRODUSEN

Surplus produsen mencerminkan suatu keuntungan lebih atau surplus yang


dinikmati oleh produsen tertentu berkenaan dengan tingkat harga pasar dari suatu
barang yang ditawarkannya

ATAU…
Tetapi harga pasar tentu saja
Jumlah manfaat atau keuntungan dibatasi oleh kesediaan
minimal yang produsen masih konsumen untuk membayar
bersedia menerima (willing to (willingness to pay). Dengan
accept) dengan memproduksi atau kata lain, surplus produsen
menjual barang tersebut. dibatasi oleh harga pasar.

10
12/16/2019

Contoh :
Operator bus bersedia menerima (willing to accept) penjualan 100 karcis Jakarta
bogor dengan harga Rp 5,000 per karcis. Konsumen bersedia membeli (willing to
pay) tiket tersebut dengan harga Rp 8,000 per karcis. Jika operator menjual semua
karcis tersebut dengan harga Rp 8,000, maka operator akan menerima Rp 800,000.

Surplus produsen :
mengurangi jumlah total penerimaan sesungguhnya sebesar Rp
800,000, dengan jumlah total keuntungan minimal yang apotik
tersebut bersedia menerima dengan menjual 100 karcis obat itu
(yakni, Rp 500,000). Jadi surplus produsen adalah Rp
800,000- Rp 500,000= Rp 300,000

 Surplus produsen dapat ditunjukkan


secara grafis dengan diagram standar
suplai dan permintaan .
 Surplus produsen merupakan area di
bawah harga pasar di atas kurva
penyediaan (kurva suplai), yakni area
segitiga PoEB, dari bawah harga
ekuilibirum Po hingga di atas kurva
suplai (kurva penyediaan).
 Area OPoEQo merupakan biaya
produksi.
 Penerimaan total (total revenue)
adalah area OPoEQ0. Sedang Area
Q0EFG merupakan jumlah barang
yang tidak diproduksi.

11

Anda mungkin juga menyukai