Anda di halaman 1dari 30

PRODI TEKNIK SIPIL - FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS SEBELAS MARET

PERENCANAAN STRATEGIS
Angkutan Umum (2)

Sistem Angkutan Massal


Mata Kuliah: Sistem Angkutan Massal
Pengampu: Tuti Agustin
@TAgt
1
LEBAR KORIDOR
RUTE
Koridor rute merupakan batas daerah (zona) yang harus dilayani oleh moda
angkutan umum.

Sistem Angkutan Massal


Lebar koridor rute
menggambarkan besarnya
demand yang harus dilayani
oleh moda angkutan umum
yang direncanakan.
Dengan lebar yang sama,
demand di daerah perkotaan
yang padat akan lebih besar
daripada daerah pinggiran yang
masih jarang penduduknya.

@TAgt
2
Garis rute adalah lintasan kendaraan yang direncanakan yang penentuannya
berdasarkan pada kriteria pemilihan terhadap:

A. Jenis Right of Way


Yakni apakah dengan menggunakan ROW

Sistem Angkutan Massal


tipe A, B, atau C. Hal ini sangat berkaitan
erat dengan pemilihan keberadaan lintasan
→ apakah lintasan akan berada di
permukaan tanah, di atas (flyover), atau di
bawah permukaan tanah (underpass).

Untuk menjamin bahwa ROW tipe A yang dipilih akan benar-benar efektif maka
lintasan harus bersifat eksklusif, untuk itu maka pemilihan jenis flyover atau
underpass akan lebih tepat.

@TAgt
3
B. Jenis teknologi yang dipakai
Teknologi yang dipilih apakah dengan menggunakan teknologi jalan rel, jalan
raya atau kabel, di mana hal ini sangat berhubungan dengan penyediaan koridor
ruang, apakah memungkinkan ataukah tidak.
Sebagai contoh pada daerah perkotaan yang padat, teknologi jalan rel kurang

Sistem Angkutan Massal


cocok diterapkan karena moda transportasi berbasis rel membutuhkan ruang yang
lebih lebar dalam bermanuver. Untuk berbelok membutuhkan radius putar yang
jauh lebih besar daripada moda jalan raya → membutuhkan ruang yang lebih
luas.
Demikian pula untuk menjamin keselamatan moda itu sendiri dan masyarakat
pada umumnya, maka ruang jalan harus terpisah nyata dan kalau perlu
berpagar, karena moda jalan rel mempunyai tingkat perlambatan yang rendah dan
tidak dapat berhenti secara mendadak.

@TAgt
4
Posisi titik-titik pemberhentian harus direncanakan dengan memperhatikan jarak
berjalan kaki yang dapat diterima oleh pejalan kaki dari kantong-kantong zona
bangkitan.
Menurut Dittmar, dkk (2004), jarak berjalan kaki optimal antara rumah ke tempat
pemberhentian angkutan umum adalah 500 s/d 1,000 feet atau kurang lebih 150
sampai 350 meter (The optimal walking distance between a transit station or stop and a place

Sistem Angkutan Massal


of employment is 500 to 1,000 feet. Residents are willing to walk slightly longer distances to get
to transit, between a quarter- and a half-mile).
Mass Transit Administration (1988) dan Mid-America Regional Council,
merekomendasikan jarak maksimal berjalan kaki adalah 1500 feet (500m).

Dapat diambil kesimpulan bahwa:


Jarak berjalan yang layak berkisar antara 350 sampai 500 meter, dan dengan
demikian maka jarak antar bus stop maksimum yang masih layak adalah sejauh 800
meter, dengan asumsi bahwa kantong-kantong pemukiman berjarak kurang lebih 100
meter dari lintasan rute.

@TAgt
5
Referensi terkait dengan jarak berjalan kaki yang dapat diterima pengguna:
▪ Mid-America Regional Council , Transit-Supportive Development Guidebook.
(Kansas City, Missouri): http://www.marc.org/transportation/TSD%20Guidebook.pdf
Menyatakan bahwa kebanyakan orang bersedia berjalan kaki sejauh 1500 feet
(0,28 mil) untuk berbelanja atau mengakses angkutan umum. Jarak blok yang

Sistem Angkutan Massal


pendek dan dapat ditolerir akan meningkatkan daya tarik angkutan umum.

▪ Mass Transit Administration (1988) Access by Design: Transit’s Role in Land


Development. Maryland Department of Transportation.
Jarak yang direkomendasikan untuk halte bus dihitung berdasarkan area
cachment 1500 kaki (0,28 mil) dari setiap sisi jalan yang dilalui, yang
didefinisikan sebagai tolok ukur agar sebagian besar penumpang dapat dengan
mudah berjalan kaki untuk mengakses layanan transit. Penumpang dalam jarak
ini dianggap "cukup dilayani." Jarak yang lebih dekat direkomendasikan untuk
area dengan kepadatan lebih tinggi.

@TAgt
6
▪ Dittmar, H., and G. Ohland, eds. The New Transit Town: Best Practices in Transit-
Oriented Development. 2004. Island Press. Washington, D.C. p. 120:
http://www.fairfaxcounty.gov/planning/tod_docs/walking_distance_abstracts.pdf.
Merekomendasikan untuk menempatkan pengembangan kota dekat dengan jalur
transit. TOD (Transit Oriented Development) yang efektif akan menempatkan area
perumahan dan area kantor sedekat mungkin dengan transit. Jarak berjalan kaki

Sistem Angkutan Massal


yang optimal antara stasiun transit atau halte dengan tempat kerja adalah 500
hingga 1.000 kaki/feet. Masyarakat rela berjalan sedikit lebih jauh untuk mencapai
angkutan umum, antara seperempat sampai dengan setengah mil.”
Apabila jaringan rute menggunakan dasar jalan raya yang dalam pelaksanaannya
bercampur dengan moda lain (tipe ROW C, atau B) maka perlu dipikirkan adanya
suatu hierarki jaringan mengacu pada hierarki jalan yang sudah ada: arteri,
kolektor, dan lokal.
Moda dengan kapasitas besar seharusnya dibebankan pada jaringan arteri yang
kemudian disambung dengan pengumpan (feeder) pada jaringan kolektor yang
menggunakan moda angkutan kapasitas kecil. Untuk jaringan lokal sampai ke persil
layanannya akan dilakukan oleh paratransit (yang layanannya door-to-door service).
@TAgt
7
UJUNG RUTE

Sebuah rute direncanakan untuk menghubungkan dua daerah, di mana idealnya harus
memiliki tempat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.
Selain itu juga diperlukan tempat untuk parkir kendaraan untuk sementara waktu,

Sistem Angkutan Massal


sambil menunggu penumpang, serta tempat sopir dan crew lainnya berhenti sejenak
untuk istirahat. Untuk itulah maka diperlukan suatu area yang cukup memadai yang
ditunjang oleh fasilitas yang diperlukan.

Pada daerah pusat kota, ujung rute biasanya berada di suatu terminal, yang
merupakan kumpulan dari beberapa rute.
Pelayanan angkutan umum di daerah perkotaan, pada kenyataannya sangat
bervariasi, baik dalam hal rutenya maupun jenis armadanya. Tidak jarang pada suatu
rute yang melayani suatu daerah perumahan, dengan jenis armada berupa mobil kecil
dengan kapasitas angkut 10 sampai 12 penumpang, sangat sulit mendapatkan tempat
untuk meletakkan ujung rutenya.
@TAgt
8
Dalam kondisi yang paling minimal, ujung rute harus memiliki tempat untuk parkir
satu kendaraan dan geometriknya harus dirancang agar kendaraan mudah untuk
berputar arah.
Selain itu, pemilihan tempat juga haruslah diperhatikan, karena ujung rute tersebut
idealnya harus mudah dijangkau dari berbagai tempat. Dengan fasilitas jalan
pendekat yang memadai, dan masih dalam jangkauan yang layak bagi calon

Sistem Angkutan Massal


penumpang untuk berjalan kaki dari rumah menuju ujung rute tersebut.
Idealnya lokasi ujung rute adalah berada di tengah-tengah wilayah daerah cakupan
dari demandnya.

@TAgt
9
HIRARKI RUTE
berdasarkan Beban Pelayanan

Selain perencanaan ujung rute, suatu rute biasanya juga direncanakan dengan
berbagai aspek tinjauan. Aspek-aspek yang ditinjau meliputi antara lain teknologinya,
kapasitasnya, strategi operasionalnya, yang kesemuanya didasarkan pada kondisi
demand yang akan dilayaninya.
Sistem Angkutan Massal

Semakin besar tingkat demand yang akan dilayani, maka haruslah semakin besar pula
kapasitas angkut dari rute yang dimaksud.
Berdasarkan pada tingkat kemampuan rute melayani penumpang, rute dikelompokkan
dalam beberapa kelas, yang dalam hal ini mencerminkan suatu hirarki/tingkatan dari
yang paling besar tingkatannya sampai yang paling kecil, yaitu:

a. Trunk Route e. Local Route


b. Principal Route f. Feeder Route
c. Secondary Route g. Double Feeder Route
d. Branch Route

@TAgt
10
a. TRUNK Route

Trunk Route (rute batang), merupakan rute-rute utama dengan beban pelayanan
yang paling tinggi. Beban pelayanan tinggi disebabkan oleh demand yang harus
dilayaninya sangat tinggi, baik pada waktu jam sibuk maupun pada jam bukan sibuk.
Artinya pelayanan terjadi sepanjang hari, dari pagi sampai malam, bahkan bisa jadi
Sistem Angkutan Massal

selama dua puluh empat jam penuh. Pengoperasian dilakukan selama tujuh hari
dalam satu minggu.

Biasanya rute tipe ini melayani koridor utama jalan, yakni jalan arteri yang
melintas di daerah pusat-pusat kegiatan utama. Karena tingkat demand yang
tinggi, pelayanan armada pada rute jenis ini dilakukan oleh bus reguler, bus PATAS,
dan mungkin busway, dengan titik-titik perhentian yang terbatas.
Rute ini biasanya melayani koridor sub-kota di daerah pinggir dengan pusat kota.
Karakteristik operasional dari rute tipe ini adalah frekuensinya yang tinggi dan jenis
kendaraan yang dipakai adalah yang berdaya angkut besar.

@TAgt
11
b. PRINCIPAL Route

Pada prinsipnya rute tipe ini mempunyai


karakteristik pelayanan yang hampir
sama dengan Trunk Route, hanya saja
di sini pengoperasiannya, hanya sampai
Sistem Angkutan Massal

jam 8 atau jam 10 malam.


Sama seperti pada trunk route, pada rute Rute tipe ini biasanya melayani jalan-
tipe ini dimungkinkan dioperasikannya jalan dan koridor-koridor utama,
bus PATAS, hanya saja jumlahnya lebih tetapi dengan pembebanan yang lebih
sedikit. rendah dibandingkan dengan trunk
route.
Rute ini biasanya juga melayani koridor
sub-kota di daerah pinggir dengan
pusat kota, dengan karakteristik operasi
frekuensi yang cukup tinggi dan jenis
kendaraan yang besar.
@TAgt
12
c. SECONDARY Route
▪ Rute tipe ini merupakan rute dengan tingkat beban
yang lebih rendah daripada jenis Principal Route.
▪ Biasanya rute tipe ini melayani koridor dari daerah
pemukiman ke daerah sub-pusat kota.
Sistem Angkutan Massal

▪ Armada dioperasikan selama kurang dari 15 jam per-


harinya, misal dari jam 06.00 pagi sampai jam 20.00
malam, selama tujuh hari dalam satu minggu.

▪ Karena tingkat demand yang harus dilayaninya relatif


rendah, maka rute ini biasanya dioperasikan dengan
kendaraan yang tidak terlalu besar dan frekuensi yang
tidak terlalu tinggi.
▪ Tipe kendaraan yang yang sering digunakan biasanya
bus sedang dengan kapasitas 30 sampai 50 orang.

@TAgt
13
d. BRANCH Route
▪ Branch Route merupakan rute yang berfungsi untuk menghubungkan trunk
routes ataupun principal routes dengan daerah-daerah pusat aktivitas lainnya,
seperti sub-kota ataupun pusat pertokoan lain.
▪ Dengan tingkat demand yang relatif tidak begitu besar, maka frekuensinya juga
Sistem Angkutan Massal

tidak begitu tinggi, dengan tipe kendaraan yang juga tidak begitu besar.
▪ Jenis kendaraan yang melayani rute tipe ini biasanya adalah bus kecil dengan
kapasitas angkut 30 penumpang.

@TAgt
14
e. LOCAL Route
Local route atau rute lokal adalah rute yang melayani suatu daerah tertentu yang
luasnya relatif kecil, yang selanjutnya dihubungkan dengan rute lainnya dengan
klasifikasi yang lebih tinggi.
Dengan demikian rute ini merupakan penghubung antara daerah pemukiman
Sistem Angkutan Massal

dengan rute-rute yang lebih besar. Maka rute ini akan berpotongan dengan
rute-rute jenis trunk routes ataupun principal routes, pada perpotongan antara
jalan arteri dengan jalan lokal.
Rute tipe ini biasanya melayani daerah kota secara melingkar, bukan secara radial
sebagaimana pada principal routes. Biasanya melewati jalan-jalan kota yang
mempunyai kelas jalan kolektor dan jalan lokal.
Karena karakteristik dan demandnya adalah relatif rendah dan juga tidak terlalu
bervariasi terhadap waktu, maka pada rute tipe ini jenis kendaraan yang
dioperasikan biasanya adalah kendaraan yang relatif kecil dan frekuensinya tidak
terlalu tinggi. Kendaraan seperti minibus, yaitu kendaraan dengan kapasitas 10
sampai dengan 20 orang penumpang adalah yang beroperasi pada rute jenis ini.

@TAgt
15
f. FEEDER Route
Feeder route atau rute pengumpan merupakan local routes yang khusus melayani
daerah tertentu dengan trunk routes, principal routes, ataupun secondary routes.
Dengan demikian pada titik pertemuan antara rute tipe ini dengan rute lainnya yang
cukup besar, atau dengan jalur kereta, biasanya disediakan prasarana khusus yang
Sistem Angkutan Massal

dimungkinkan terjadinya proses transfer yang cukup baik, yaitu tempat di mana
dimungkinkannya penumpang untuk bertukar moda angkutan umum secara nyaman.
Sama seperti local routes, pada rute tipe ini kendaraan yang dioperasikan biasanya
adalah kendaraan ukuran kecil dengan frekuensi yang tidak begitu tinggi.

@TAgt
16
g. DOUBLE-FEEDER Route

Rute tipe ini pada dasarnya sama dengan feeder routes, hanya saja dapat
melayani dua trunk routes sekaligus, yaitu dengan menghubungkan kedua trunk
routes pada kedua ujungnya.
Sistem Angkutan Massal

Dengan kondisi demikian, rute jenis ini melayani dua trunk routes sekaligus, dan
juga melayani daerah-daerah pemukiman diantara kedua ujung trunk routes.
Secara umum karakteristik operasional rute tipe ini sama dengan feeder routes.

@TAgt
17
KAPASITAS RUTE

Kapasitas rute adalah kemampuan maksimal suatu rute dalam melayani

Sistem Angkutan Massal


pergerakan penumpang per satuan waktu.
Besarnya kapasitas rute sangat tergantung pada beberapa faktor operasional,
antara lain:
a). Jenis teknologi moda yang digunakan untuk melayani rute yang bersangkutan
Jenis teknologi yang dimaksud meliputi:
▪ dimensi, dan
▪ kemampuan manuver, seperti:
kecepatan maksimal, kemampuan melakukan percepatan dan perlambatan,
kemampuan berbelok dan berganti arah.

@TAgt
18
b. Keberadaan fasilitas pengaturan yang disediakan dalam pengoperasiannya
Yakni apakah selama dalam perjalanannya disediakan lajur khusus (misalnya
dengan bus lane). Juga apakah ada prioritas untuk jalan di persimpangan bersinyal
ataukah tidak.
Membiarkan moda angkutan umum berjalan tanpa pemberian fasilitas sama sekali akan

Sistem Angkutan Massal


menyulitkan bagi moda tersebut untuk merancang kecepatan dan ketepatan waktu
tempuhnya.
Semua pengaturan ini pada dasarnya dilakukan dalam usaha agar kecepatan tempuh dari
moda angkutan umum dapat ditingkatkan.

c. Jumlah titik henti dalam lintasan perjalanannya


Prinsipnya adalah semakin banyak jumlah titik henti maka kapasitasnya akan
semakin kecil.
Bagaimanapun berhenti pada titik-titik henti memerlukan waktu, sehingga semakin banyak
berhenti akan semakin lama waktu perjalanannya.
Jika jumlah berhenti dikurangi, maka waktu perjalanan semakin singkat dan kapasitas
pelayanannya tiap satuan waktu akan bertambah.
@TAgt
19
Ketiga faktor operasional tersebut di atas pada dasarnya bertujuan untuk
meminimalisir faktor gangguan yang akan mempengaruhi besarnya kapasitas
suatu rute.

Tolak ukur atau performance indicator (PI) dari kapasitas suatu rute adalah:
▪ kecepatan rata-rata,

Sistem Angkutan Massal


▪ waktu tempuh,
▪ headway,
▪ kapasitas penumpang yang terangkut.

Dengan meningkatnya kecepatan rata-rata kendaraan dan daya angkut kendaraan,


maka kapasitas rute akan bertambah.
Begitu pula dengan berkurangnya waktu tempuh maka headway-nya semakin kecil,
sehingga kapasitas rute juga akan bertambah.

@TAgt
20
KRITERIA
EVALUASI RUTE

Suatu rute dikatakan mempunyai kondisi pelayanan yang bagus jika penumpang
merasa mudah untuk menggunakan rute yang bersangkutan.

Sistem Angkutan Massal


Kriteria yang dipakai untuk menilai baik dan tidaknya suatu rute adalah sebagai
berikut:
a) Kemampuan melayani daerah pelayanan, dengan kriteria:
Daerah pelayanan dengan lebar 0.8 km dan melayani 100 % dari populasinya
Daerah pelayanan selebar 0.5 km dan melayani 80 s/d 100 % dari populasinya
Daerah pelayanan selebar 0.4 km dengan 60 s/d 80 % dari populasinya

b) Besarnya headway, maksimum tidak lebih dari 60 menit

c)
@TAgt
21
c) Waktu pelayanan, dibedakan sesuai dengan tipe rutenya, seperti terlihat
pada Tabel 5.1 berikut

Sistem Angkutan Massal


Dasar dari evaluasi biasanya adalah tingkat kemanfaatan yang dirasakan oleh
masyarakat pemakai rute dan juga terhadap masyarakat luas.
@TAgt
22
DAERAH PELAYANAN RUTE

Daerah pelayanan rute adalah suatu daerah yang seluruh warganya dapat
menggunakan atau memanfaatkan rute yang bersangkutan untuk kebutuhan
mobilitasnya.
Daerah tersebut merupakan luasan daerah dengan jangkauan orang masih cukup

Sistem Angkutan Massal


nyaman untuk berjalan kaki ke rute tersebut, yang untuk selanjutnya dapat naik
angkutan umum ke tempat aktivitasnya.
Dengan demikian maka besarnya daerah pelayanan suatu rute dapat diukur
berdasarkan jangkauan yang layak bagi orang untuk berjalan kaki.
Jika digunakan batasan 5 menit berjalan kaki, maka jarak yang dimaksud adalah
sekitar 400 meter, sehingga daerah pelayanan rute adalah koridor di kanan kiri
rute dengan lebar sekitar 800 meter.

@TAgt
23
Kriteria jarak 400 meter tentu saja tidak berlaku umum, dan dapat saja dilakukan
survei pendapat masyarakat sekitar tentang jarak yang layak berjalan kaki bagi
mereka.
Perlu diperhatikan bahwa pada daerah dengan kepadatan yang tinggi, seperti
misalnya di daerah perkotaan yang padat, kriteria jarak berjalan kaki akan lebih
pendek daripada di daerah pinggiran kota. Pada area yang padat, rute-rute yang

Sistem Angkutan Massal


sejajar akan lebih banyak jumlahnya daripada di daerah pinggir kota.

Besarnya luas daerah pelayanan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya berlaku
jika kita membicarakan rute secara individual dan juga jika rute yang dimaksud
adalah rute dengan sistem operasi dua arah.
Tetapi jika terkait dengan rute yang secara geografis merupakan dua garis yang
paralel, karena sistem pengoperasiannya adalah satu arah, maka persoalannya
menjadi berbeda. Untuk kasus ini aspek lain yang perlu diperhatikan yang
berkaitan dengan besarnya luas daerah pelayanan, adalah jarak antar rute.

@TAgt
24
SISTEM PENGOPERASIAN RUTE

Adalah kondisi pengoperasian dari rute, ditinjau dari arah kendaraan yang
melayaninya, yaitu:
▪ apakah rute dengan satu arah operasi, atau
▪ rute dengan dua arah operasi.

Sistem Angkutan Massal


Biasanya sistem pengoperasian rute sangat tergantung pada sistem sirkulasi
yang diterapkan pada jalan yang digunakan.
Apabila jalan yang digunakan dapat menampung lalulintas dalam dua arah
pergerakan, maka jalan yang bersangkutan dapat juga digunakan untuk rute
dengan sistem pengoperasian dua arah.
Sebaliknya jika jalan yang digunakan hanya menampung lalu lintas satu arah,
maka rute yang dapat dioperasikan adalah rute dengan sistem operasi satu
arah.

@TAgt
25
Aspek sistem pengoperasian rute ini dan juga jarak antar rute sangat mempengaruhi
besarnya luas daerah pelayanan.

Seperti terlihat dalam Gambar 5.1 dan Gambar 5.2, untuk luas daerah pelayanan pada
rute dengan sistem pengoperasian dua arah adalah sejauh 6 blok, sedangkan pada
rute dengan sistem pengoperasian satu arah adalah sejauh 4 blok saja.

Sistem Angkutan Massal


3 Blok 3 Blok 3
Blok
3
Blok

Gambar 5.1 Rute dengan Sistem Gambar 5.2 Rute dengan Sistem
Pengoperasian Dua Arah Pengoperasian Satu Arah

@TAgt
26
Dengan demikian maka sistem pengoperasian dua arah akan memberikan
pelayanan yang lebih lebar dan otomatis juga lebih luas dibandingkan dengan sistem
pengoperasian satu arah.
Selain itu, sistem pengoperasian satu arah juga membingungkan dalam hal tempat
pemberhentian, karena boleh jadi lokasinya bisa berbeda pada daerah yang sama.

Sistem Angkutan Massal


@TAgt
27
Route DIRECTNESS
Rute perjalanan angkutan umum dari asal ke tujuan, idealnya adalah selurus mungkin
sehingga akan menghasilkan lintasan yang sependek mungkin. Dengan lintasan
yang pendek, maka waktu tempuh yang diperlukan juga dapat lebih singkat.

Sistem Angkutan Massal


Route Directness adalah suatu istilah sebagai tolok ukur yang menunjukkan rasio
antara jarak yang ditempuh oleh rute, antara titik asal ke titik tujuan yang terjadi,
dengan jarak terdekat dari kedua titik tersebut, yakni jika ditarik garis lurus.

Semakin besar nilai dari route directness, maka berarti rutenya semakin berbelok-
belok.
Pada perencanaan suatu rute, biasanya diusahakan agar route directnessnya sekecil
mungkin, agar penumpang dapat melakukan perjalannya dari tempat asal ke tempat
tujuannya dengan waktu yang seefisien mungkin.

@TAgt
28
Pada kenyataan, perencanaan rute dengan nilai route directness sekecil mungkin
adalah sangat sulit. Hal ini biasanya disebabkan oleh keterbatasan medan dan
karena kondisi geografis yang kurang mendukung.
Agar rute bisa selurus mungkin maka pilihan melalui jalan arteri merupakan salah satu
solusinya. Rute yang melalui jalan arteri dari sudut pandang route directness adalah
yang paling ideal, namun dari segi aksesibilitas masyarakat belum tentu

Sistem Angkutan Massal


menguntungkan.
Rute yang akan menghasilkan tingkat aksesibilitas tinggi bagi masyarakat adalah rute
yang sedekat mungkin dengan kantong-kantong pemukiman, sehingga jangkauan
jarak berjalan kaki akan pendek/dekat.
Untuk mengatasi hal ini maka biasanya rute sementara dibelokkan ke daerah
pemukiman, dan selanjutnya kembali ke jalan arteri lagi.

@TAgt
29
Sistem Angkutan Massal
Tokyo 24-Hour Hop-on Hop-off
Sightseeing Bus

@TAgt
→ 30

Anda mungkin juga menyukai