Anda di halaman 1dari 19

RESPONSI DOKTER MUDA

KASUS OBSTETRI

DIABETES MELLITUS GESTASIONAL

Oleh:

Achmad Yarziq M

Aulia Dita Karlina

Dike Izza Maulaadianovi

Mega Kahdina Putri

Alief Siswanto

Rizky Alfiansyah

Pembimbing

Sunjoto, dr., Sp.OG (K)

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Mellitus Gestasional (DMG) didefinisikan sebagai

gangguan toleransi glukosa yang diketahui pertama kali saat hamil. Pada

kehamilan trimester pertama kadar glukosa akan turun antara 55-65% dan hal

ini merupakan respon terhdap transportasi glukosa dari ibu ke janin. Sebagian

besar DMG bersifat asimptomatis sehingga diagnosis ditentukan secara

kebetulan pada saat pemeriksaan rutin.

Di Indonesia insiden DMG sekitar 1.9%-3.6% dan sekitar 40-60%

wanita yang pernah mengalami DMG pada pengamatan lanjut pasca

persalinan akan mengidap diabetes mellitus atau gangguan toleransi glukosa.

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah

sewaktu dan 2 jam post prandial (pp). Bila hasilnya belum dapat memastikan

diagnosis DM dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral.

DM Gestasional merupakan suatu keadaan yang perlu ditangani secara

komprehensif karena dapat menimbulkan komplikasi bagi ibu dan janin.

Komplikasi pada janin yaitu dapat menyebabkan terjadinya IUGR, kelainan

kongenital, makrosomia dan jangka panjang dapat meningkatkan resiko

terjadinya diabetes mellitus. Pada ibu, dapat meningkatkan resiko terjadinya

diabetes mellitus tipe 2 pada masa mendatang.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Diabetes mellitus gestasional (DMG) merupakan keadaan intoleransi

karbohidrat yang memiliki awitan atau pertama kali ditemukan pada kehamilan

dan akan kembali normal setelah kelahiran. Sementara diabetes pragestasional

merupakan keadaan ibu hamil yang sudah diketahui mengidap diabetes sebelum

kehamilan (WHO, 2013)

Diabetes gestasional merupakan keadaan hiperglikemi yang ditandai dengan

meningkatnya glukosa dalam darah akan tetapi dibawah kriteria diagnosis diabetes

yang lainnya yang baru terjadi pada saat kehamilan. Perempuan dengan diabetes

gestasional memiliki peningkatan resiko komplikasi dalam kehamilan dan

persalinan, selain itu perempuan dengan diabetes gestasional dapat meningkatkan

resiko diabetes tipe 2 pada pasien dan anaknya dimasa depan. Pada diabetes tipe ini

diagnosa seringkali didapatkan pada saat skrinning kehamilan bukan dari keluhan

pasien (WHO, 2014)

2.2 Epidemiologi

Insidensi Diabetes Mellitus Gestasional (DMG) adalah sebesar 15% di

seluruh dunia. Sementara insidensi diabetes pregestasional angka kejadiannya

yaitu sebesar 0,5%. Di RSUD Dr Soetomo, angka kejadian Diabetes Mellitus

Gestasionalselama tahun 1991 adalah 12 penderita dari 602 penderita (1,99%).


Angka tersebut meningkat menjadi 1 dari 75 ibu hamil pada skrining tahun 2010.

Pada tahun 2010 didapatkan 1,42% kasus DMG dari seluruh kehamilan. Insiden

DMG telah mengalami peningkatan selama 6-8 tahun terakhir dan hal ini

dikaitkan dengan epidemi obesitas. Diabetes mellitus gestasional memberikan

dampak jangka panjang yaitu terjadinya diabetes tipe 2 terhadap ibu dan

meningkatkan resiko terjadinya obesitas dan intoleransi glukosa pada

keturunannya (Hermanto TJ, et al. 2012).

2.2 Patofisiologi

Dalam kehamilan terdapat beberapa perubahan fisiologis yang merubah

homeostasis glukosa kearah diabetes. Sebanyak 1-2% dari semua wanita hamil

terjadi gangguan toleransi glukosa. Akan tetapi toleransi glukosa tersebut akan

kembali normal setelah kehamilan. Kondisi demikian disebut sebagai diabetes

melitus gestasional (DMG). Kebutuhan Insulin yang tinggi pada kehamilan yang

cukup matang dan hanya berbeda sedikit antara kehamilan normal dan diabetes

gestasional, akan tetapi pada wanita dengan diabetes gestasional didapatkan

respon insulin yang menurun. Pada pasien dengan diabetes gestasional didapatkan

penurunan fungsi sel B akibat resistensi insulin yang sudah terjadi sebelum

kehamilan (R Kaaja, 2009).

Pada usia kehamilan lebih dari 26 minggu, tubuh memproduksi beberapa

hormon, seperti estrogen, progesteron, kortisol dan HPL (Human Placental

Lactogen) yang memiliki efek resistensi insulin. Fungsi dari efek hormonal ini

adalah meningkatkan nutrisi dan gula dalam peredaran darah sehingga membantu

pertumbuhan janin. Sebagai kompensasi, tubuh memproduksi lebih banyak

insulin. Diabetes mellitus gestasional terjadi apabila ibu hamil tidak dapat
memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau sel tubuh lebih resisten

terhadap insulin (POGI, 2014)

2.3 Faktor Resiko

Faktor risiko diabetes melitus gestasional meliputi:

 Obesitas

 Riwayat diabetes melitus gestasional sebelumya

 Glukosuria

 Riwayat keluarga dengan diabetes

 Riwayat abortus berulang

 Riwayat melahirkan dengan cacat bawaan atau bayi >4000 gram

 Riwayat preeklampsia(POGI, 2014)

2.4 Diagnosis

American Collage of Obstetricians and Ginecologist merekomendasikan

untuk seluruh perempuan hamil sebaiknya menjalani skrining diabetes mellitus

melalui riwayat, faktor risiko, atau uji toleransi glukosa untuk menentukan kadar

gula darah (ACOG,2011). Berdasarkan WHO, untuk menegakkan diagnosis

diabetes mellitus pada pasien yang memiliki faktor risiko dengan cara tes gula darah

yang dilakukan pada kunjungan ANC pertama. Jika didapatkan kadar gula darah

sewaktu >200 mg/dL yang disertai gejala klasik hiperglikemia yaitu polifagia

(sering lapar), polyuria (sering buang air kecil) dan polidipsia (sering haus) atau

kadar glukosa darah puasa >126 mg/dL atau kadar glukosa 2 jam setelah TTGO

>200 mg/ dL atau kadar HbA1C >6,5%, jika didapatkan hasil yang
lebih rendah maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan lanjut TTGO di usia

kehamilan antara 24-28 minggu (WHO, 2006). Cara melakukan Tes TTGO yaitu:

 Meminta ibu untuk makan makanan yang cukup karbohidrat selama 3 hari lalu

berpuasa selama 8-12 jam sebelum dilakukan pemeriksaan.

 Periksa kadar glukosa darah puasa dengan cara pengambilan darah vena di

pagi hari kemudian diberikan beban glukosa 75 gram dalam 200 ml air dan

pemeriksaan glukosa darah 1 jam lalu 2 jam selanjutnya.

Penegakan diagnosa ibu hamil dengan diabetes mellitus tanpa faktor resiko

jika didapatkan kadar gula darah puasa >92 mg/dL atau kadar gula darah setelah 1

jam >180 mg/dL atau apabila kadar gula darah setelah 2 jam>153 mg/dL. Apabila

pemeriksaan kadar gula darah hanya dilakukan satu kali maka yang dipilih untuk

menegakkan diagnosa ibu hamil dengan diabetes mellitus adalah pemeriksaan

gula darah 2 jam setelah pembebanan. Bila didapatkan hasil ≥155 mg/dL. Hasil dari

pmeriksaan TTGO dapat digunakan untuk mendeteksi diabetes mellitus gestational

(ACOG, 2011).

American Diabetic Association (ADA) pada tahun 2015 merekomendasikan

untuk diagnosis diabetes mellitus gestational dengan :

1. Tes deteksi DM tipe 2 yang tidak terdiagnosis pada kunjungan prenatal pertama

2. Tes skrining dan diagnosis DMG pada wanita hamil 24-28 minggu

yangsebelumnya diketahui tidak menderita diabetes

3. Skrining ibu penderita DMG 6-12 minggu post-partum dengan tes toleransi

glukosa oral

4. Wanita dengan riwayat DMG harus menjalani skrining sekurang-kurangnya

setiap 3 tahun, seumur hidupnya untuk deteksi diabetes atau pra-diabetes


5. Wanita dengan riwayat DMG dan menderita pra-diabetes harus mendapat

intervensi gaya hidup ataupun medikamentosa untuk mencegah diabetes

Diagnosis dapat ditegakkan dengan salah satu dari 2 cara berikut yakni :

1. “One-step” 75 gram TTGO

2. “Two-step” approach menggunakan 50 gram glukosa (tanpa puasa) diikuti

dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) menggunakan 100 gram glukosa jika

skrining awal memberikan hasil positif.

Strategi One-Stepyaitutes toleransi glukosa oral dengan 75 gram glukosa.

Pengukuran glukosa plasma dilakukan saat pasien dalam keadaan puasa, 1 jam,

dan 2 jam setelah tes toleransi glukosa. Tes ini dilakukan pada usia kehamilan 24-

28 minggu pada wanita hamil yang sebelumnya belum pernah terdiagnosis

diabetes melitus. Tes toleransi glukosa oral harus dilakukan pada pagi hari setelah

puasa semalaman setidaknya selama 8 jam. Diagnosis DMG ditegakkan apabila

hasil kadar glukosa plasma nilainya memenuhi setidaknya satu kriteria di bawah

ini:

Puasa 92 mg/dL

1 jam 180 mg/dL

2 jam 153 mg/dL

Strategi Two-Steps. Step pertama yaitu melakukan tes pembebanan

glukosa 50 gram (tanpa puasa), kadar glukosa plasma diukur 1 jam setelah

pembebanan glukosa, dilakukan pada wanita dengan usia kehamilan 24-28

minggu yang belum pernah terdiagnosis diabetes melitus. Jika kadar glukosa plasma

1 jam setelah pembebanan glukosa >140 mg/dL (7,8 mmol/L), dilanjutkan


dengan tes toleransi glukosa oral dengan 100 gramglukosa.Step kedua yaitu tes

toleransi glukosa oral dengan 100 gram glukosa dilakukan pada pasien dalam

keadaan puasa.Diagnosis DMG ditegakkan apabila setidaknya dua dari empat

hasil pengukuran glukosa plasma sebagai berikut :

Carpenter/Coustan NDDG NDDG

Puasa 95 mg/dL >105 mg/dL

1 jam 180 mg/dL >190 mg/dL

2 jam 155 mg/dL >165 mg/dL

3 jam 140 mg/dL >145 mg/dL

One-Step strategy biasanya digunakan untuk mengantisipasi terjadinya

peningkatan insidensi diabetes mellitus gestational karena hanya diperlukan satu

hasil yang abnormal untuk diagnosis (ADA, 2015).

Sementara untuk diabetes pregestasional ditegakkan jika ada riwayat

Diabetes Mellitus tipe 1 atau 2, pemakaian obat anti diabetes sebelum terjadinya

kehamilan.

2.5 Tatalaksana

Penatalaksanaan untuk diabetes mellitus gestational untuk ibu hamil berdasarkan

ADA (2015) antara lain :

1. Terapi diet. Sebagai strategi utama untuk mencapai kontrol glikemik. Diet

harus mampu menyokong pertambahan berat badan ibu sesuai masa kehamilan,

membantu mencapai normoglikemia tanpa menyebabkan lipolisis (ketonuria).

2. Latihan dan olah raga juga menjadi terapi tambahan untuk mencapai target

kontrol glikemik.
3. Kontrol glikemik. Target glukosa pasien diabetes mellitus gestational dengan

menggunakan sampel darah kapiler adalah:

a. Preprandial (setelah puasa) <95 mg/dL (5,3 mmol/L)

b. 1 jam post-prandial (setelah makan) <140 mg/dL (7,8 mmol/L)

c. 2 jam post-prandial (setelah makan) <120 mg/dL (6,7 mmol/L)

4. Terapi insulin. Terapi insulin dipertimbangkan apabila target glukosa plasma

tidak tercapai setelah pemantauan diabetes mellitus gestational selama 1-2

minggu. Dosis sebesar 0,5-1,5 U/kg/hari. OAD tidak dianjurkan karena dapat

menembus barrier plasenta yang memiliki efek teratogenik dan lebih merangsang

sel beta langerhans.

Penatalaksanaan untuk diabetes mellitus gestational secara umum dibagi

menjadi antepartum, intrapartum dan postpartum. Penatalaksaan diabetes mellitus

gestational selama kehamilan diantaranya seperti yang sudah disebutkan diatas

yaitu diet seimbang, olahraga teratur, pemantauan kadar glukosa darah,

monitoring pertumbuhan janin dengan pemeriksaan tinggi fundus uteri dan atau

USG, pemeriksaan medis yang rutin dan terapi farmakologis sedini mungkin sejak

didiagnosa diabetes mellitus gestational. Sedangkan penatalaksanaan diabetes

mellitus gestational saat persalinan atau intrapartum meliputi pemantauan gula

darah menjelang kelahiran 1-2 jam sebelum kelahiran dan pemantauan denyut

jantung janin. Diabetes mellitus gestasional bukan merupakan indikasi dilakukan


sectio caesaria namun persalinan pervaginam memiliki resiko mengalami distosia

bahu sehingga dapat terjadi fraktur tulang, cedera plexus brachialis hingga

asfiksia.

Jika berat bayi diatas 4500 gram maka dianjurkan untuk dilakukan sectio caesaria.

Serta persiapan untuk persalinan ibu dengan diabetes mellitus gestational

direncanakan untuk dilakukan terminasi pada usia kehamilan 40/41 minggu jika

kadar glukosa terkendali. Jika kadar gula tidak terkontrol, dapat dilakukan terminasi

pada usia kehamilan 38/39 minggu dengan induksi atas pertimbangan resiko

terjadinya kematian perinatal yang berhubungan dengan makrosomia, distosia

bahu, gawat janin dan ARDS. Selain induksi, maturasi paru tetap diberikan

karena janin beresiko keterlambatan pematangan paru akibat terhambatnya sintesa

surfaktan karena keadaan hiperglikemia. Penatalaksanaan diabetes mellitus

gestational setelah persalinan atau post partum adalah penanganan kadar gula darah

ibu dan bayi. Dapat dilakukan skrining pada 6-12 minggu post partum dan pada

pasien dengan riwayat diabetes gestasional perlu dilakukan skrining setiap 3 tahun

seumur hidup.

Sementara penatalaksanaan pasien dengan diabetes mellitus pre

gestasional yaitu dibagi menjadi sebelum kehamilan, saat antepartum, intrapartum

dan postpartum. Sebelum kehamilan, ibu harus diregulasi gula darah terlebih

dahulu sehingga menurunkan resiko terjadinya kelainan bawaan janin dan

keguguran. Selain itu, ibu dengan diabetes mellitus dilakukan pemeriksaan terkait

komplikasi diabetes mellitus yang dapat memperberat kondisi saat hamil seperti

pemeriksaan mata, jantung, fungsi ginjal. Dapat juga diberikan asam folat untuk

pencegahan resiko terjadinya defek pada SSP janin. Pada antepartum, dapat
dilakukan deteksi kelainan bawaan janin yaitu pemeriksaan AFP pada usia 16

minggu kehamilan, pada usia kehamilan 13/14 minggu yaitu anencephalus dan

18-20 minggu untuk pemeriksaan struktur jantung janin. Dapat pula diperiksakan

HbA1C untuk mengetahui regulasi glukosa darah selama 3 bulan terakhir.

Penatalaksanaan penderita diabetes pregestasional pada antepartum hampir sama

dengan penderita diabetes gestasional yaitu regulasi gula darah, diet yang

dianjurkan dan terapi insulin. Pasien diabetes pre gestasional dapat

dikelompokkan menjadi dua yaitu resiko rendah dan tinggi. Resiko rendah berarti

regulasi baik, tidak ada vaksulopati, pertumbuhan janin normal. Rencana

persalinan pada penderita diabetes pre gestasional dengan resiko rendah dapat

dilakukan terminasi saat usia 40 minggu. Sementara resiko tinggi dapat dilakukan

terminasi sejak usia kehamilan 38 minggu. Cara persalinan tergantung indikasi

obstetrik. Pada kasus makrosomia dengan perkiraan berat janin lebih dari 4500

gram dapat dipertimbangkan sectio caesaria elektif. Target gula darah pada

diabetes mellitus pregestational.

Preprandial 60-90 mg/Dl

1 jam post prandial 100-129 mg/Dl

HbA1C <6

2.6 Komplikasi

Wanita hamil dengan diabetes mellitus memiliki risiko sebesar 41,3%

menderita diabetes mellitus gestational, sedangkan pada wanita yang tidak memiliki

riwayat diabetes mellitus gestational sebelumnya hanya 4,2%. Risiko menderita

diabetes 5 tahun setelah terdiagnosis adalah 6,9% dan setelah 10 tahun


menjadi 21,1%. Diabetes gestasional yang diterapi akan mengurangi risiko

makrosomia, distosia bahu, dan hipertensi gestasional (ADA, 2015).

Komplikasi diabetes mellitus gestational dengan gula darah puasa >105

mg/dL dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian janin pada usia kehamilan 4

hingga 8 minggu. Hal tersebut menegaskan pentingnya penegakan atau screening

diabetes mellitus pada ibu hamil. Komplikasi dari diabetes mellitus gest ational

dapat terjadi pada ibu dan janin. Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu diantaranya

risiko tinggi terjadinya preeclampsia, polihidraamnion dan kemungkinan dilakukan

persalinan sesar yang dapat merugikan ibu. Sedangkan komplikasi untuk janin

diantaranya didapatkan janin dengan makrosomia yang terjadi oleh karena maternal

hiperglikemia yang menyebabkan fetal hyperinsulinemia sejak pertengahan

kehamilan yang dapat memicu peningkatan hormon pertumbuhan. Bayi

makrosomia juga dapat merugikan ibu karena risiko tinggi terjadinya distosia bahu

dapat meningkat. Selain bayi makrosomia dapat ditemukan pula keluaran bayi

dengan hipoglikemia oleh karena fetal hyperinsulinemia yang memprovokasi

terjadinya hipoglikemia sesaat setelah kelahirann bayi. Pada keadaan hiperglikemia

yang tidak terkontrol dapat menyebabkan bayi yang IUGR disebabkan karena

keadaan tersebut menyebabkan kerusakan terhadap endotel sehingga terjadi

hipoperfusi. Bayi IUGR terutama terjadi pada ibu dengan diabetes pregestasional.

Terdapat juga resiko kelainan kongenital pada bayi dengan hipergikemia berat

karena keadaan tersebut bersifat toksik terhadap sel germinal jika terjadi pada masa

konsepsi dan embriogenesis. Bayi juga dapat mengalami imaturitas paru dan

ARDS karena terhambatnya sintesa surfaktan. Jangka panjang, bayi di kemudian hari

berkembang penyakit, DM, kardiovaskular dan obesitas (Cunningham, 2011)


2.7 Prognosis

Kadar gula darah pada diabetes mellitus gestational akan kembali normal

setelah persalinan. Wanita dengan riwayat diabetes mellitus gestational memiliki

risiko 50% menderita diabetes mellitus tipe 2, 10 tahun mendatang. Anak yang

dilahirkan dari ibu dengan diabetes mellitus gestational akan memiliki risiko

untuk menderita diabetes mellitus di masa yang akan datang oleh karena itu berat

badannya harus dijaga agar tetap ideal.


BAB III

KASUS

IDENTITAS
Nama : Ny. BN
Umur : 44 tahun
Alamat : Surabaya
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Pendidikan : Sarjana
Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Tanggal pemeriksaan : 27 Januari 2018
No.RM : 12.19.22.17

ANAMNESIS

Pasien merupakan rujukan dari RS Adi Husada dengan GIVP3003 36/37 mgg THIU

+ Bayi Besar + Polihidramnion + HT kronis + DM. Pasien datang ke Poli Hamil

RSDS untuk kontrol kehamilan. Tidak didapatkan keluhan kenceng- kenceng,

keluar lendir, cairan maupun darah dari jalan lahir.

Riwayat Perawatan Antenatal

- PAN: - RS Adi Husada 8x  KRT ok DM + HT Kronis

Riwayat Haid
HPHT :10-05-2017
37/38 minggu
TP : 14-02-2018
Riwayat Persalinan:

1. 10 bulan/BPM/SptB/♀/3300/22 th

2. 9 bulan/BPM/SptB/♂/3300/17 th

3. 9 bulan/BPM/SptB/♀/2700/10 th

4. Hamil ini

Menikah : 1 x  selama 23 tahun

Riwayat KB : KB pil selama 10 tahun terakhir

Riwayat Perjalanan Singkat :

Tahun 2014

Pasien didiagnosis struma nodusa + hipertiroid pasien periksa ke Poli Bedah

Kepala Leher RSDS, diberikan thyrosol 2x/hari selama + 2 tahun. Pasien kontrol

rutin dan dinyatakan sembuh pada tahun 2015

Tahun 2016

Pasien kontrol ke klinik perusahaan dengan GDA : 207. Pasien didiagnosa DM tipe

II oleh dokter klinik diberi metformin 1x500. Pasien cek gula darah rutin tiap bulan

dan rutin minum obat. Dilakukan pemeriksaan tekanan darah dengan TD

140/80, namun tidak diberikan obat.

Juni 2017

Pasien merasa terlambat haid, tes kencing sendiri hasil (+). Pasien periksa di

klinik perusahaan, dikatakan hamil. Karena riwayat DM  pasien dirujuk ke RS

Adi Husada.

Juli 2017

Pasien periksa ke RS Adi Husada, diperiksa oleh dr. Johanes, SpOG. Hasil USG :

J/T/H
CRL : 3,02 ~ 9/10 minggu

Pasien dikonsulkan ke Poli IPD karena DM  diberi terapi insulin 3x4 unit.

Agustus-Desember 2017

Pasien kontrol rutin di RS Adi Husada dengan TD 130-140/80-90 Pasien diberi

aspilet 1x1 dan nifedipin 1x10 mg

26 Januari 2018

Pasien periksa di RS Adi Husada, dilakukan pemeriksaan laboratorium :


GDP : 117 GD2PP : 156 HbsAg : NR
HIV Rapid : NR
UL : Leuko (+1), Glu (+3), Proteinuri (-)
USG:
J/T/H
BPD : 9,84 ~ 40/41 mgg
AC : 36,87 ~ 40/41 mgg
FL : 7,43 ~ 38 mgg
EFW : 4000 g
Ketuban banyak
Diagnosa : GIVP3003 36/37 mgg THIU + Bayi Besar + Polihidramnion + HT
kronis + DM Rujuk RSDS

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien memiliki riwayat Diabetes Melitus, Hipertensi dan Hipertiroid

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Tidak ada di keluarga pasien yang mengalami seperti ini.

PEMERIKSAAN FISIK

Status Umum 29/01/2018 pkl. 13.00


GCS 456 A(-) I(-) C(-) D(-)
TD : 130/90 N: 84 RR : 18 Trec: 36,6oC
Cor : S1/S2 tunggal, murmur (-)
Pulmo : ves +/+ , rh -/-, wh -/-
Edema : -/-
BB : 80 kg TB : 160,5 cm BMI : 31,1

Status Obstetri
TFU : 36 cm Letak : Kepala
DJJ : 13-12-12 His : (-)

Hasil USG FM 29-01-2018 :


K/T/DJJ (+) A.Umb MCA
BPD 9,59 ~ 39/40 mgg RI 0,68 0,7
HC 34,08 ~ 39/40 mgg PI 1,09 1,3
AC 351,3 ~ 39/40 mgg S/D 3,11 3,36
FL 6,91 ~ 35/36 mgg CPR 1,19
EFW 3451 gr
Plac. lateral kanan/ gr III/
AFI 29,08
4 chamber view dalam batas
normal
Buli terisi
Face profile dbn
Gaster terisi
Hum 5,94 ~ 34/35 mgg

Hasil NST (tgl. 29-01-2018) :


140-145/5-20/reaktif  kategori I

DIAGNOSIS

GIV P3003 37/38 minggu THIU + Letak kepala + HT kronis + DM

Pragestasional + U 35 th + Polihidramnion + R/ Hipertiroid + TBJ 3400 gr


TATALAKSANA:

Planning :
Pro pematangan paru
Instruksi :
Atas pertimbangan :
- DM Pragestasional
- Polihidramnion
Usul :
- Inj dexamethasone 6 mg tiap 12 jam selama 2x24 jam untuk pematangan
paru
- Pro terminasi setelah pematangan paru
- Actrapid 4 unit tiap 8 jam sc
- Metildopa 3x250 mg
DAFTAR PUSTAKA

ACOG, 2011. Screening and Diagnosis of Gestational Diabetes Mellitus. Obstet


Gynecol 18:751-3

American Diabetes Association. 2015. Classification and Diagnosis of Diabetes.


Diabetes Care. 38 S8-S16.

Cunningham, 2011. Williams Obstetrics. New York: Mc Graw Hill hal 1135-1136

Hermanto Tj, et al. 2012. Korelasi antara HOMA-IR Ibu Diabetes Mellitus
Gestasional Trimester tiga dengan Luaran Maternal dan Neonatal. Diperoleh
dari http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/mog6e8e918888full.pdf pada
tanggal 29/01/2018

Kaaja R, 2008. Gestasional Diabetes: Pathogenesis and Consequences to Mother


and Offspring. Diperoleh dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2664679/ pada tanggal
29/01/2018

Kemkes. 2014. Diabetes Melitus Gestasional Matrikulasi calon peserta didik


PPDS Obstetri dan Ginekologi. Diperoleh dari
http://edunakes.bppsdmk.kemkes.go.id/images/pdf/Obsgin_4_Juni_2014/Bl
ok%204/Diabetes%20melitus%20gestasional%20ppt.pdf pada tanggal
29/01/2018

WHO, 2006. Definition and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Intermediate


Hyperglycemia : report of WHO IDF

WHO, 2013. Diagnostic Criteria and Classification of Hyperglycaemia First


Detected in Pregnancy. Diperoleh dari
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/85975/1/WHO_NMH_MND_13.2_
eng.pdf pada tanggal 29/01/2018

WHO, 2014. Diabetes. Diperoleh dari


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/ pada tanggal
29/01/2018

Anda mungkin juga menyukai