Laporan - Pendahuluan Alo CKD Uhuyy
Laporan - Pendahuluan Alo CKD Uhuyy
A. KONSEP DASAR
I. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Kapita Selekta
Kedokteran, 2000 : 36).
Fraktur dapat dibagi menjadi :
1. Fraktur tertutup (closed) adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar. Atau bila jaringan kulit yang berada diatasnya/ sekitar
patah tulang masih utuh.
2. Fraktur berbuka (open / compound) adalah hilangnya atau terputusnya
jaringan tulang dimana fragmen-fragmen tulang pernah / sedang
berhubungan dengan dunia luar.
II. Klasifikasi menurut Gastilo dan Anderson dari derajat patah tulang
1. Derajat 1
- Luka < 1 cm.
- Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk.
- Fraktur sederhana, transversal, oblik atau kominutif ringan.
- Kontaminasi mininal.
2. Derajat 2
- Laserasi > 1 cm.
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap / arulsi.
- Fraktur kominutif sedang.
- Kontaminasi sedang.
3. Derajat 3
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luar meliputi struktur kulit, otot
dan neuro vaskuler serta keutamaan derajat tinggi secara otomatis,
Gustilo membagi lagi menjadi 3 bagian :
1. Derajat III A
Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun
terdapat laserasi luas / flap / avulsi / fraktur segmental / sangat
kuminatif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat
besarnya ukuran luka.
2. Derajat III B
Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau
kontaminasi.
3. Derajat III C
Luka pada pembuluh arteri / saraf perifer yang harus dan perbaiki
tanpa melihat keruskaan jaringan lunak.
(Kapita Selekta Kedokteran, 2000 : 347)
V. Penatalaksanaan
a. Patah tulang terbuka
Prinsip
1. Harus ditegakkan dan ditangani dahulu akibat trauma yang
membahayakan jiwa airway, breathing, circulation.
2. Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat yang
memerlukan penanganan segera yang meliputi pembidaian,
menghentikan perdarahan dengan perban tekan, menghentikan
perdarahan besar dengan klem.
3. Pemberian antibiotika.
4. Debridement dan irigasi sempurna.
5. Stabilisasi.
6. Penutub luka.
7. Rehabilitasi.
1. Life Saving
Semua penderita patah tulang terbuka harus di ingat sebagai penderita
dengan kemungkinan besar mengalami cidera ditempat lain yang serius.
Hal ini perlu ditekankan mengingat bahwa untuk terjadinya patah tulang
diperlukan suatu gaya yang cukup kuat yang sering kali tidak hanya
berakibat total, tetapi berakibat multi organ. Untuk life saving prinsip
dasar yaitu : airway, breath and circulation.
2. Semua patah tulang terbuka dalam kasus gawat darurat
Dengan terbukanya barier jaringan lunak maka patah tulang tersebut
terancam untuk terjadinya infeksi seperti kita ketahui bahwa periode 6
jam sejak patah tulang tebuka luka yang terjadi masih dalam stadium
kontaminsi (golden periode) dan setelah waktu tersebut luka berubah
menjadi luka infeksi. Oleh karena itu penanganan patuah tulang terbuka
harus dilakukan sebelum golden periode terlampaui agar sasaran akhir
penanganan patah tulang terbuka, tercapai walaupun ditinjau dari segi
prioritas penanganannya. Tulang secara primer menempati urutan
prioritas ke 6. Sasaran akhir di maksud adalah mencegah sepsis,
penyembuhan tulang, pulihnya fungsi.
3. Pemberian antibiotika
Mikroba yang ada dalam luka patah tulang terbuka sangat bervariasi
tergantung dimana patah tulang ini terjadi. Pemberian antibiotika yang
tepat sukar untuk ditentukan hany saja sebagai pemikiran dasar.
Sebaliklnya antibiotika dengan spektrum luas untuk kuman gram positif
maupun negatif.
4. Debridemen dan irigasi
Debridemen untuk membuang semua jaringan mati pada darah patah
terbuka baik berupa benda asing maupun jaringan lokal yang mati.
Irigasi untuk mengurangi kepadatan kuman dengan cara mencuci luka
dengan larutan fisiologis dalam jumlah banyak baik dengan tekanan
maupun tanpa tekanan.
“Di Intion is solution for polution” untuk mengetahui kualitas dari otot
hendaknya selalu di ingat 4 C : Contractibility, color, consistency,
capacity to bleed.
Kedua tindakan ini harus dilakukan sesempurna mungkin sebelum
penanganan definitif.
5. Stabilisasi.
Untuk penyembuhan luka dan tulang sangat diperlukan stabilisasi
fragmen tulang, cara stabilisasi tulang tergantung pada derajat patah
tulang terbukanya dan fasilitas yang ada.
Pada derajat 1 dan 2 dapat dipertimbangkan pemasangan fiksasi dalam
secara primer. Untuk derajat 3 dianjurkan pemasangan fiksasi luar.
Stabilisasi ini harus sempurna agar dapat segera dilakukan langkah awal
dari rahabilitasi penderita.
6. Penutup luka
Penutup luka primer dapat dipertimbangkan pada patah tulang derajat 1
dan 2 tidak dianjurkan penutupan luka primer. Hanya saja kalau
memungkinkan tulang yang nampak diusahakan ditutup dengan jaringan
lunak (otot) untuk memperkuat hidupnya.
7. Rehabilitasi Dini
Perlu dilaksanakan sebab dengan demikian maka keadaan umum
penderita akan jadi sangat baik dan fungsi anggota gerak di harapkan
kembali secara normal.
(Pedoman diagnosis dan terapi, UPF, 1994: 133)
e. Pemeriksaan Kordiovaskuler.
Klien fraktur mengalami denyut nadi meningakat terjadi respon nyeri
dan kecemasan, ada tidaknya hipertensi, tachikardi perfusi jaringan
dan perdarahan akiobat trauma.
f. Pemeriksaan Sistem Gastro Intestinal.
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti nafsu makan tetap,
peristaltik usus, mual, muntah, kembung.
g. Pemeriksaan Sistem Ganitourinaria.
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti produksi urin, warna
urin, apakah ada hematovia / tidak, adakah disuria, kebersihan
genital.
h. Pemeriksaan Sistem Muskuslukeletal.
Terdapat fraktur, yeri gerak, kekakuan sendi, bagaimana tinus ototnya
ada tidaknya atropi dan keterbatasan gerak, adanya karepitus.
i. Pemeriksaan Sistem Endokrin.
Tidak ada perubahan yang menojol seperti ada tidaknya pembesaran
thyroid / struma serta pembesaran kelenjar limfe.
j. Pemeriksaan Sistem Persyarafan.
Ada tidaknya hemiplegi, pavaplegi dan bagaimana reflek patellanya.
b. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan meningkatkan data dan
menghubungkan tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan
untuk menbuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan
kepereawatan pasien.
(Nasrul Effendy, 1995 : 24)
c. Diagnosa Keperawatan
Tahap akhir dari pengkajian adalah merumuskan diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan merupakan pernyatan / kesimpulan yang diambil dari
pengkajian tentang status kesehatan klien / pasien.
(Nasrul Effendy, 1995 : 26)
Berdasarkan analisa data, dirumuskan suatu diagnosa keperawatan sesuai
dengan prioritasnya yaitu sebagai berikut :
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri akut) yang berhubungan dengan
terputusnya kontinuitas jaringan.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dnegan immobilisasi kaki
(pemasangan traksi)
3. Aktual / resiko tinggi terjadinta kerusakan integritas jaringan atau kulit
berhubungan dengan luka, fraktur, pembedahan.
4. Gangguan psikologis (kecemasan / berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang penyakitnya.
2. Perencanaan
Perencanaan dalam proses keperawatan lebih dikenal dengan rencana asuhan
keperawatan (Nursing Care Plan) yang merupakan tahap selanjutnya setelah
pengkajian dan penentuan diagnosa keperawatan (Nasrul Effendy, 1995 : 35).
1. Diagnosa I
Gangguan rasa nyaman (nyeri akut) yang berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan.
Tujuan : Nyeri berkurang / hilang setelah diberikan tindakan asuhan
keperawatan.
Kriteria Hasil : Klien tidak mengeluh nyeri, klien tampak rileks, mampu
berpartisipasi dalam aktivitas istirahat dan tidur, klien
mampu melakukan teknik relaksasi.
Rencana Tindakan :
1. Beri penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab nyeri.
R/ Dengan memberikan penjelasan diharapkan klien tidak merasa cemas
dan dapat melakukan sesuatu yang dapat mengurangi nyeri.
2. Kaji tingkat nyeri klien (lokasi, karakteristik dan durasi) serta respon
verbal dan non verbal pada klien yang mengisyaratkan nyeri.
R/ Mengevaluasi tingkat nyeri klien dapat mendeteksi gejala dini yang
timbul sehingga perawat dapat memilih tindakan keperawatan
selanjutnya serta mengkaji respon verbal dan non verbal klien dapat
diketahui intervensi kita berhasil atau tidak.
3. Ajarkan pada klien cara pengurangan nyeri misalnya memijat atau
merubah posisi.
R/ Memijat / merubah posisi dapat membantu sirkulasi yang menyeluruh
dan dapat menurunkan tekanan lokal dan kelemahan otot sehingga
mengurangi nyeri.
2. Diagnosa Keperawatan II
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dnegan immobilisasi kaki
(pemasangan traksi).
Tujuan : Klien dapat melakukan aktivitas secara bertahap.
Kriteria Hasil : Klien dapat bergerak secara maksimal, klien dapat
mempertahankan fungsi tubuh secara maksimal, klien
dapat menambahkan kekuatan / fungsi dari pada bagian
tubuh yang berpengaruh (fraktur).
Rencana Tindakan :
1. Observasi keterbatasan gerak klien dan catat respon klien terhadap
immobilisasi.
R/ Dengan observasi dapat diketahui seberapa jauh tingkat perubahan
fisik klien (keterbatasan gerak) dan bagaimana respon / persepsi klien
tentang gambaran dirinya.
2. Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalam aktivitas dan pertahankan
stimulasi lingkungan antara lain TV, Radio dan surat kabar.
R/ Dapat memberi kesempatan pasien untuk mengeluarkan energi,
memfokuskan perhatian, meningkatkan rangsangan control diri
pasien dan membantu dalam menurunkan isolasi sosial.
3. Ajarkan pada klien untuk berlatih secara aktif / pasif dari latihan POM.
R/ Dapat menambah aliran darah ke otot dan tulang melakukan gerakan
sendi dapat mencegah kontruktur / atropi.
4. Monitor tekanan darah dan catat masalah sakit kepala.
R/ Hipertensi postural adalah masalah umum yang mengurangi bedrest
lama dan memerlukan tindakan khusus.
5. Konsultasikan dangan ahli terapi fisik / spesialis, rehabilitasi.
R/ Konsultasi dengan ahli terapi / spesialis rehabilitasi dapat menciptakan
program aktivitas dan latihan individu.
3. Pelaksanaan
Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakanm realisasi dari pada rencana
tindakan kepereawatan yang telah ditetapkan, meliputi tindakan dependent, inter
dependent. Pada pelaksanaan terdiri dari bebereapa kegitan, validasi, rencana
keperawatan, mendokumentasikan keperawatan, memberikan asuhan
keperawatan dan pengumpulan data.
(Susan Martin, 1998)
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan.
Ada tiga alternatif dalam evaluasi :
a. Masalah teratasi, jika klien mampu menunjukkan prilaku sesuai dengan
waktu dan tanggal yang telah ditentukan sesuai dengan pernyataan tujuan.
b. Masalah teratasi sebagian, jika klien mampu menunjukkan prilaku tetapi
tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah ditentukan.
c. Masalah tidak teratasi, jika klien tidak mampu sama sekali menunjukkan
prilaku yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.
(Susan Martin, 1998, 55)
DAFTAR PUSTAKA
PERAW
D EM I AT
A
AN
AK
U N IV E R S
AYA
RAB
SU
IT A
S M H
U H A M M A D IY A
Oleh :
WALID TANZIL IMAMI
04.112.094
AKADEMI KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2005