Anda di halaman 1dari 26

SMALL GROUP DISCUSSION

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I


TELAAH FAKTA ILMU KEPERAWATAN DAN TERAPI MODALITAS
PADA KASUS PENYAKIT HIPERTENSI

Dosen Fasilitator:
Dr. Abu Bakar, S.Kep., Ns. M.Kep. Sp.KMB

Disusun Oleh:
KELOMPOK 6
Idham Soamole NIM 131914153022
Muhammad Anis Taslim NIM 131914153029
Muhammad Syarifudin NIM 131914153055

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Telaah Fakta Ilmu Keperawatan dan Terapi Modalitas pada Kasus
Hipertensi”.
Makalah ini disusun khusus untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Keperawatan Medikal Bedah I, Program Magister Keperawatan Semester 1 Tahun
Akademik 2019/2020 Ganjil. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa
hormat dan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Abu Bakar, S.Kep., Ns. M.Kep. Sp.KMB. selaku Dosen
Fasilitator dalam Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I, Fakultas
Keperawatan yang telah memberikan bimbingan dan masukan terhadap
penyelesaian makalah ini.
2. Seluruh anggota Kelompok 6 yang telah bekerjasama dengan baik dalam
penyusunan makalah Keperawatan Medikal Bedah I dengan Topik
Hipertensi.
3. Semua pihak yang telah berpartisipasi dalam menyelesaikan makalah ini
yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca


dalam mengaplikasikan terapi modalitas hipertensi pada tindakan asuhan
keperawatan pasien dengan baik. Akan tetapi, penulis menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan. Segala kritik, koreksi, dan saran yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan penulisan makalah ini.

Surabaya, November 2019

Penulis

2
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan suatu kondisi ketika
pembuluh darah terus-menerus mengalami peningkatan tekanan. Hipertensi
merupakan salah satu penyakit yang menduduki peringkat atas. Tekanan darah
adalah kekuatan yang dibutuhkan untuk mendorong atau memompa darah
agar dapat mengalir di dalam pembuluh darah. Semakin tinggi tekanan,
semakin kuat jantung memompa darah (WHO, 2015).
Dikatakan hipertensi jika pada 2 kali atau lebih kunjungan yang berbeda
waktu didapatkan tekanan darah rata-rata dari 2 atau lebih pengukuran setiap
kunjungan diastolik 90 mmHg atau sistolik 140 mmHg atau lebih. Pengukuran
yang pertama kali belum dapat memastikan adanya hipertensi akan tetapi
dapat merupakan petunjuk untuk dilakukan observasi lebih lanjut (Kemenkes
RI, 2016).
Berbagai upaya telah banyak dilakukan dalam mengatasi permasalahan
hipertensi. Mulai dari pengobatan farmakologis maupun non farmakologis.
Penatalaksanaan pasien sebaiknya berdasarkan panduan dan disesuaikan
dengan gejala dan tingkat gangguan kemampuan. Salah satu strategi
penatalaksanaan Hipertensi adalah dengan terapi modalitas. Terapi modalitas
adalah terapi yang menjadi terapi utama dalam memberikan terapi untuk
sistem pernapasan. Terapi ini bertujuan untuk mengubah perilaku pasien dari
maladaptif menjadi adaptif. Salah satunya dalah dengan memastikan pasien
melakukan terapi dengan teratur agar kesembuhan yang didapatkan juga lebih
baik.
Perkembangan ilmu keperawatan di era industri 4.0 juga harus mampu
mengikuti tren terbaru dalam memberikan terapi modalitas pada pasien. Salah
satu terapi modalitas yang bisa diberikan adalah kombinasi antara Progressive
muscle relaxation dan Slow deep breathing. Slow deep breathing exercise
merupakan tehnik relaksasi yang disadari berfungsi untuk mengatur
pernapasan secara dalam dan lambat. Progressive muscle relaxation

3
merupakan suatu bentuk terapi relaksasi pada otot. PMR dapat merangsang
pengeluaran zat kimia endorphin dan enekfalin ynag menimbulkan rasa tenang
(relax), bahagia, serta mampu merangsang sinyal otak yang menyebabkan otot
rileks dan meningkatkan aliran darah ke otak (Astuti et al., 2019)
Berdasarkan latar belakang di atas, diperlukan untuk membahas
mengenai konsep telaah fakta ilmu keperawatan dan terapi modalitas
kombinasi Progressive muscle relaxation dan Slow deep breathing pada kasus
Hipertensi. Sehingga dapat dihasilkan inovasi dalam dunia keperawatan untuk
proses asuhan keperawatan pasien.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana konsep telaah fakta ilmu keperawatan dan terapi modalitas
kombinasi Progressive muscle relaxation dan Slow deep breathing pada kasus
Hipertensi?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Menjelaskan konsep telaah fakta ilmu keperawatan dan terapi
modalitas kombinasi Progressive muscle relaxation dan Slow deep
breathing pada kasus Hipertensi.
1.3.2 Tujuan khusus
Tujuan khusus yang bisa diperoleh dari makalah konsep telaah
fakta ilmu keperawatan adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan telaah fakta ilmu keperawatan terbaru pada kasus
hipertensi
2. Menjelaskan perkembangan terapi modalitas pada kasus hipertensi
3. Menjelaskan kombinasi Progressive muscle relaxation dan Slow
deep breathing pada kasus Hipertensi
4. Menjelaskan peran perawat dalam kombinasi Progressive muscle
relaxation dan Slow deep breathing pada kasus Hipertensi

4
1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan makalah konsep telaah fakta
ilmu keperawatan adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa mampu memahami tentang konsep dasar telaah fakta ilmu
pengetahuan keperawatan dan terapi modalitas dalam keperawatan yang
terbaru, sehingga makalah ini dapat menjadi penunjang pembelajaran
perkuliahan pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I.
2. Mahasiswa mampu memahami terapi modalitas terbaru yang berdasarkan
telaah jurnal, sehingga dapat dilakukan aplikasi pada proses asuhan
keperawatan secara langsung kepada pasien.

5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Hipertensi


2.1.1 Definisi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan suatu kondisi ketika
pembuluh darah terus-menerus mengalami peningkatan tekanan. Tekanan
darah adalah kekuatan yang dibutuhkan untuk mendorong atau memompa
darah agar dapat mengalir di dalam pembuluh darah. Semakin tinggi tekanan,
semakin kuat jantung memompa darah (WHO, 2015).
Tekanan darah diukur dalam satuan milimeter merkuri (mmHg) dan
dinyatakan dalam dua angka, yaitu sistolik dan diastolik. Sistolik adalah
tekanan tertinggi pada pembuluh darah dan terjadi ketika jantung berkontraksi
atau berdetak. Sedangkan, diastol adalah tekanan terendah ketika otot-otot
jantung mengalami relaksasi (WHO, 2015).
Tekanan darah orang dewasa normal adalah kurang dari 120 mmHg
untuk diastol dan 80 mmHg. Sedangkan, tekanan darah tinggi atau biasa
disebut hipertensi adalah ketika tekanan darah telah mencapai ataupun
melebihi 140 mmHg (sistol) dan 90 mmHg (diastol). Berikut ini adalah
klasifikasi tekanan darah menurut Joint National Committee 7 (JNC 7).
Beberapa referensi menyebutkan bahwa hipertensi adalah kondisi
dimana tekanan darah sistolik ≥140 dan tekanan darah diastolik ≥90 seperti
yang dijelaskan dalam JNC 7. Namun, nilai tekanan darah tersebut merupakan
hasil rata-rata dari dua kali pengukuran tekanan darah pada setiap dua atau
lebih kunjungan setelah skrining awal. Selain itu, kenaikan tekanan darah ini
harus mempertimbangkan kondisi pasien, dimana terdapat kondisi yang
menyebabkan kenaikan tekanan darah sesaat.
Dikatakan hipertensi jika pada 2 kali atau lebih kunjungan yang berbeda
waktu didapatkan tekanan darah rata-rata dari 2 atau lebih pengukuran setiap
kunjungan diastolik 90 mmHg atau sistolik 140 mmHg atau lebih. Pengukuran
yang pertama kali belum dapat memastikan adanya hipertensi akan tetapi dapat
merupakan petunjuk untuk dilakukan observasi lebih lanjut

6
2.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi Hipertensi menurut WHO/ISH
Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Hipertensi Berat ≥ 180 ≥110
Hipertensi Sedang 160-179 100-109
Hipertensi Ringan 140-159 90-99
Hipertensi Perbatasan 120-149 90-94
Hipertensi Sistolik Perbatasan 120-149 <90
Hipertensi Sistolik Terisolasi >140 <90
Normotensi <140 <90
Optimal <120 <80

2.1.3 Etiologi
Hipertensi menurut penyebabnya dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
a. Hipertensi primer artinya hipertensi yang belum diketahui penyebab
dengan jelas. Berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab
hipertensi primer, seperti bertambahnya usia, sters psikologis, pola
konsumsi yang tidak sehat, dan hereditas (keturunan). Sekitar 90%
pasien hipertensi diperkirakan termasuk dalam kategori ini.
b. Hipertensi sekunder yang penyebabnya sudah di ketahui, umumnya
berupa penyakit atau kerusakan organ yang berhubungan dengan cairan
tubuh, misalnya ginjal yang tidak berfungsi, pemakaiyan kontrasepsi
oral, dan terganggunya keseimbangan hormon yang merupakan faktor
pengatur tekanan darah. Dapat disebabkan oleh penyakit ginjal,
penyakit endokrin, dan penyakit jantung (Brunner & Suddarth, 2013).

2.1.4 Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis
di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam

7
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti
kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat
sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi
yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan
rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon
ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan
struktural dan fungsional pada system pembuluh perifer
bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia
lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas
jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah,
yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa
oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang
jantung dan peningkatan tahanan perifer (Bruner & Suddart 2013).

8
2.1.5 Faktor-Faktor Penyebab Hipertensi
a. Umur
Faktor umur sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan
bertambahnya umur maka risiko hipertensi menjadi lebih tinggi.
Insiden hipertensi yang makin meningkat dengan bertambahnya umur,
disebabkan oleh perubahan alamiah dalam tubuh yang mempengaruhi
jantung, pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada umur kurang
dari 35 tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan
kematian prematur.
Semakin bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar
sehingga prevalensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40
% dengan kematian sekitar 50% di atas umur 60 tahun. Arteri
kehilangan elastisitas atau kelenturan serta tekanan darah meningkat
seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan kasus hipertensi akan
berkembang pada umur lima puluhan dan enam puluhan.
Kenaikan tekanan darah seiring bertambahnya usia merupakan
keadaan biasa. Namun apabila perubahan ini terlalu mencolok dan
disertai faktor-faktor lain maka memicu terjadinya hipertensi dengan
komplikasinya.
b. Jenis Kelamin
Faktor jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya penyakit tidak
menular tertentu seperti hipertensi, di mana pria lebih banyak menderita
hipertensi. dibandingkan wanita dengan rasio sekitar 2,29 mmHg untuk
peningkatan darah sistolik. pria mempunyai tekanan darah sistolik dan
diastolik yang tinggi dibanding wanita pada semua suku. Badan survei
dari komunitas hipertensi mengskrining satu juta penduduk Amerika
pada tahun 1973-1975 menemukan rata-rata tekanan diastolik lebih
tinggi pada pria dibanding wanita pada semua usia.
Wanita dipengaruhi oleh beberapa hormon termasuk hormon
estrogen yang melindungi wanita dari hipertensi dan komplikasinya
termasuk penebalan dinding pembuluh darah atau aterosklerosis.

9
Wanita usia produktif sekitar 30-40 tahun, kasus serangan jantung
jarang terjadi, tetapi meningkat pada pria. Arif Mansjoer
mengemukakan bahwa pria dan wanita menopause memiliki pengaruh
sama pada terjadinya hipertens. Ahli lain berpendapat bahwa wanita
menopause mengalami perubahan hormonal yang menyebabkan
kenaikan berat badan dan tekanan darah menjadi lebih reaktif terhadap
konsumsi garam, sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan darah.
Terapi hormon yang digunakan oleh wanita menopause dapat pula
menyebabkan peningkatan tekanan darah.
c. Konsumsi Garam
Garam dapur merupakan faktor yang sangat berperan dalam
patogenesis hipertensi. Garam dapur mengandung 40% natrium dan
60% klorida. Konsumsi 3-7 gram natrium perhari, akan diabsorpsi
terutama di usus halus. Pada orang sehat volume cairan ekstraseluler
umumnya berubah-ubah sesuai sirkulasi efektifnya dan berbanding
secara proporsional dengan natrium tubuh total. Volume sirkulasi
efektif adalah bagian dari volume cairan ekstraseluler pada ruang
vaskular yang melakukan perfusi aktif pada jaringan. Natrium
diabsorpsi secara aktif, kemudian dibawa oleh aliran darah ke ginjal
untuk disaring dan dikembalikan ke aliran darah dalam jumlah yang
cukup untuk mempertahankan taraf natrium dalam darah. Kelebihan
natrium yang jumlahnya mencapai 90-99 % dari yang dikonsumsi,
dikeluarkan melalui urin. Pengeluaran urin ini diatur oleh hormon
aldosteron yng dikeluarkan kelenjar adrenal.
Sumber natrium yang juga perlu diwaspadai selain garam dapur
adalah penyedap masakan atau monosodium glutamat (MSG). Pada
saat ini budaya penggunaan MSG sudah sampai pada taraf sangat
mengkhawatirkan, di mana semakin mempertinggi risiko terjadinya
hipertensi.
d. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan
hipertensi, sebab rokok mengandung nikotin. Menghisap rokok

10
menyebabkan nikotin terserap oleh pembuluh darah kecil dalam paru-
paru dan kemudian akan diedarkan hingga ke otak. Di otak, nikotin
akan memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin
atau adrenalin yang akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa
jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan darah yang lebih
tinggi.
Karbon monoksida dalam asap rokok akan menggantikan ikatan
oksigen dalam darah. Hal tersebut mengakibatkan tekanan darah
meningkat karena jantung dipaksa memompa untuk memasukkan
oksigen yang cukup ke dalam organ dan jaringan tubuh lainnya.
e. Kurangnya Aktifitas Fisik
Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada
orang yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai
frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan
otot jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras
usaha otot jantung dalam memompa darah, makin besar pula tekanan
yang dibebankan pada dinding arteri sehingga meningkatkan tahanan
perifer yang menyebabkan kenaikkan tekanan darah. Kurangnya
aktifitas fisik juga dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan
yang akan menyebabkan risiko hipertensi meningkat.
Studi epidemiologi membuktikan bahwa olahraga secara teratur
memiliki efek antihipertensi dengan menurunkan tekanan darah sekitar
6-15 mmHg pada penderita hipertensi.39 Olahraga banyak
dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena olahraga isotonik
dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan
tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada
hipertensi.
f. Konsumsi Makanan Tinggi Lemak
Kebiasaan mengkonsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan
peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi
lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan
dengan kenaikan tekanan darah.

11
Kandungan bahan kimia dalam minyak goreng terdiri dari beraneka
asam lemak jenuh (ALJ) dan asam lemak tidak jenuh (ALTJ). Minyak
goreng yang tinggi kandungan ALTJ-nya hanya memiliki nilai tambah
gorengan pertama saja. Penggunaan minyak goreng lebih dari satu kali
pakai dapat merusak ikatan kimia pada minyak, dan hal tersebut dapat
meningkatkan pembentukan kolesterol yang berlebihan sehingga dapat
menyebabkan aterosklerosis dan hal yang memicu terjadinya hipertensi
dan penyakit jantung.
g. Minum minuman Beralkohol
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan.
Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum
jelas. Namun, diduga peningkatan kadar kortisol, dan peningkatan
volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan dalam
menaikan tekanan darah. Alkohol hanya mengandung energi tanpa
mengandung zat gizi lain, kebiasaan minum alkohol dapat
mengakibatkan kurang gizi, penyakit gangguan hati, kerusakan saraf
otak dan jaringan serta dapat mengakibatkan hipertensi apabila
konsumsi terlalu banyak.
Orang-orang yang minum alkohol terlalu sering atau terlalu banyak,
akan cenderung memiliki tekanan darah yang tinggi dari pada individu
yang tidak mengkonsumsi alkohol. Berlebihan mengkonsumsi alkohol
(>2gelas bir/wine/whiskey/hari) merupakan faktor risiko hipertensi.
Diperkirakan konsumsi alkohol berlebihan menjadi penyebab
sekitar 5-20% dari semua kasus hipertensi. Mengkonsumsi tiga gelas
atau lebih minuman berakohol per hari meningkatkan risiko mendapat
hipertensi sebesar dua kali. Bagaimana dan mengapa alkohol
meningkatkan tekanan darah belum diketahui dengan jelas. Namun
sudah menjadi kenyataan bahwa dalam jangka panjang, minum-
minuman beralkohol berlebihan akan merusak jantung dan organ-organ
lain.

12
2.1.6 Tanda dan Gejala
Menurut Brunner & Suddart (2013), Hipertensi sulit disadari oleh
seseorang karena hipertensi tidak memiliki gejala khusus. gejala-gejala
yang mungkin diamati antara lain yaitu:
a. Gejala ringan seperti pusing atau sakit kepala
b. Sering gelisah
c. Wajah merah
d. Tengkuk terasa pegal
e. Mudah marah
f. Telinga berdengung
g. Sukar tidur
h. Sesak nafas
i. Rasa berat di tengkuk
j. Mudah lelah
k. Mata berkunang-kunang
l. Mimisan
2.1.7 Komplikasi hipertensi
Hipertensi yang terjadi dalam kurun waktu yang lama akan berbahaya
sehingga menimbulkan komplikasi. Komplikasi tersebut dapat menyerang
berbagai target organ tubuh yaitu otak, mata, jantung, pembuluh darah
arteri, serta ginjal. Sebagai dampak terjadinya komplikasi hipertensi,
kualitas hidup penderita menjadi rendah dan kemungkinan terburuknya
adalah terjadinya kematian pada penderita akibat komplikasi hipertensi
yang dimilikinya.
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara
langsungmaupun tidak langsung. Beberapa penelitian menemukan bahwa
penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung
dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung,
antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor angiotensin II, stress
oksidatif, down regulation, dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan
bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap garam berperan besar
dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan pembuluh

13
darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factor-β (TGF-
β).
Umumnya, hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ yang
umum ditemui pada pasien hipertensi adalah:
1. Jantung
 hipertrofi ventrikel kiri
 angina atau infark miokardium
 gagal jantung
2. Penyakit ginjal kronis
3. Otak: Stroke atau transient ishemic attack
4. Penyakit arteri perifer
5. Retinopati
2.1.8 Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan
pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg (5)
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi:
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua
jenis penatalaksanaan:
1) Penatalaksanaan Non Farmakologis.
a) Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB
dapat menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan
aktivitas rennin dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
b) Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan
disesuaikan dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan
seperti berjalan, jogging, bersepeda atau berenang.
2) Penatalaksanaan Farmakologis.
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan
dalam pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:

14
a) Mempunyai efektivitas yang tinggi.
b) Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau
minimal.
c) Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
d) Tidak menimbulakn intoleransi.
e) Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
f) Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
g) Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan
hipertensi seperti golongan diuretic, golongan betabloker,
golongan antagonis kalsium, golongan penghambat konversi
rennin angitensin.
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang
a. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
b. Pemeriksaan retina
c. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ
seperti ginjal dan jantung
d. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
e. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
f. Pemeriksaan: renogram, pielogram intravena arteriogram renal,
pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin.
g. Foto dada dan CT scan.

2.2 Konsep Progressive Muscle Relaxation


2.2.1 Definisi
Progressive muscle relaxation merupakan suatu bentuk terapi
relaksasi pada otot, suatu tehnik dengan melenturkan otot-otot oleh
ketegangan otot untuk mengatur seluruh tubuh. PMR dapat merangsang
pengeluaran zat kimia endorphin dan enekfalin ynag menimbulkan rasa
tenang (relax), bahagia, serta mampu merangsang sinyal otak yang
menyebabkan otot rileks dan meningkatkan aliran darah ke otak.
Menurut Astuti et al. (2019) istilah relaksasi sering digunakan untuk
menjelaskan aktifitas yang menyenangkan, semua bentuk kegiatan yang
dilakukan untuk mendapatkan suasana rileks merupakan bentuk kegiatan

15
yang dianggap sebagai relaksasi. “Relaxation” berarti “istirahat” atau
“bersantai”. Tujuan dari latihan relaksasi adalah untuk menghasilkan sebuah
respon yang menghambat respon stres. Bila tujuan tercapai, hipotalamus akan
menyesuaikan dan menurunkan aktifitas sistem syaraf simpatik dan
parasimpatis yang dapat menghasilkan perasaan tenang dan santai.
Progressive Muscle Relaxation adalah terapi relaksasi dengan gerakan
menegncangkan dan melemaskan otot-otot pada suatu bagian tubuh pada satu
waktu untuk memberikan perasaan relaksasi secara fisik. Gerakan
mengencangkan dan melemaskan secara progresif kelompok otot ini
dilakukan secara berturut-turut. Pada saat melakukan PMR perhatian pasien
diarahkan untuk membedakan perasaan yang dialami saat kelompok otot
dilemaskan dan dibandingkan dan dibandingkan ketika otot-otot dalam
kondisi tegang. Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa PMR yang
merupakan salah satu bentuk dari terapi relaksasi dapat digunakan sebagai
terapi modalitas pada pasien yang mengalami hipertensi (Ikhwan, Utomo and
Nataliswati, 2019).
2.2.2 Tujuan
Tujuan dari metode Progressive Muscle relaxation sebagai terapi
modalitas pasien Hipertensi adalah untuk menghasilkan sebuah respon yang
rileks pada otot-otot. Bila tujuan tercapai, hipotalamus akan menyesuaikan
dan menurunkan aktifitas sistem syaraf simpatik dan parasimpatis yang dapat
menghasilkan perasaan tenang dan santai, sehingga dapat menurunkan
tekanan darah. Karena pada metode ini akan diberikan latihan relaksasi otot
progresif, bertujuan untuk memunculkan respon relaksasi yang dapat
merangsang aktivitas saraf simpatis dan parasimpatis sehingga terjadi
penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi (Astuti et al., 2019).
2.2.3 Prosedur Progressive Muscle Relaxation
Menurut Lilik Supriati et al, (2016) Progressive Muscle Relaxation
menjelaskan bahwa dengan teknik ini dapat membantu Anda menenangkan
tubuh dan menenangkan pikiran Anda. Dengan latihan teratur, relaksasi otot
progresif semakin mudah untuk dilakukan, dan Anda akan dapat mencapai
kedalaman dari relaksasi. Prosedurnya adalah sebagai berikut:

16
1. Pastikan Anda merasa nyaman. Anda bisa duduk di kursi atau berbaring.
Mata Anda bisa terbuka atau tertutup, tetapi kebanyakan orang
menemukan bahwa menutup mata mereka membantu mempertahankan
fokus selama latihan. Longgarkan pakaian yang ketat dan pastikan
lingkungan sekitar Anda yang tenang.
2. Mulailah dengan melakukan beberapa pernapasan dalam. Tarik napas
perlahan dan dalam melalui hidung dan menghembuskan napas melalui
mulut Anda. Ulangi beberapa kali.
3. Mulailah dengan menegangkan otot-otot di kaki Anda. Tekuk kaki Anda
ke atas dari pergelangan kaki ke arah wajah Anda. Tekuk kaki Anda ke
atas setinggi mungkin, tapi tidak begitu banyak sehingga tidak
menyebabkan rasa sakit atau kram. Tahan posisi ini selama 5 sampai 10
detik. Cepat lepaskan ketegangan di kaki Anda. Perhatikan perasaan dan
sensasi yang Anda alami ketika kaki Anda rileks. Tetap santai selama
sekitar 20 sampai 30 detik sebelum pindah ke kelompok otot depan.
4. Regangkan otot bokong dan paha. Perhatikan bagaimana ketegangan
terasa. Tahan posisi ini selama 5 sampai 10 detik dan lepaskan
ketegangan dengan cepat. Tetap rileks selama 20 sampai 30 detik.
5. Kencangkan otot perut Anda. Fokus pada ketegangan selama 5 sampai
10 detik. Lepaskan ketegangan dan bersantai selama hitungan 20 sampai
30. Perhatikan perbedaan antara bagaimana perut Anda rasakan saat
tegang dan santai.
6. Buatlah kepalan ketat dengan masing-masing tangan sambil
meregangkan tangan Anda ke atas di pergelangan tangan. Fokus pada
sensasi yang Anda rasakan saat otot-otot yang tegang sampai hitungan 5
sampai 10 detik. Cepat lepaskan ketegangan dan fokuskan diri anda pada
otot-otot rileks di tangan dan lengan selama 20 sampai 30 detik.
7. Tekuk siku Anda dan bisep tegangkan sekeras yang Anda bisa. Tahan
ketegangan untuk hitungan 5 sampai 10 dan cepat lepaskan. Tetap rileks
selama 20 sampai 30 detik, dengan fokus pada bagaimana rasa dari otot-
otot rileks.

17
8. Pindah ke punggung atas. Kencangkan otot-otot punggung atas dengan
menarik bahu Anda kembali seketat mungkin. Tahan selama hitungan 5
sampai 10. Cepat lepaskan ketegangan dan bersantai selama 20 sampai
30 detik. Fokus pada bagaimana punggung bagian atas terasa sekarang
dibandingkan dengan ketika menegang.
9. Tarik bahu Anda ke atas ke arah telinga Anda. Tarik mereka sekencang
mungkin dan tahan selama 5 sampai 10 detik. Rasakan ketegangan di
bahu dan leher. Cepat lepaskan ketegangan dan tetap santai selama 20
sampai 30 detik.
10. Kerut dahi ke atas seketat mungkin. Tahan selama hitungan 5 sampai 10
dan dengan cepat melepaskan ketegangan. Tetap rileks selama 20 sampai
30 detik.
11. Pejamkan mata dengan ketat sampai hitungan 5 sampai 10. Fokus pada
bagaimana ketegangan terasa. Lepaskan ketegangan dan fokus pada
bagaimana relaksasi terasa sampai hitungan 20 sampai 30.
12. Buka mulut Anda selebar mungkin. Rasakan ketegangan pada rahang
Anda. Tahan selama 5 sampai 10 detik dan lepaskan. Tenangkan rahang
Anda – bibir Anda harus sedikit terbuka. Perhatikan kontras antara
ketegangan dan relaksasi.
13. Lanjutkan pernapasan dalam selama beberapa menit. Fokus pada
bagaimana otot Anda terasa santai.

2.2 Konsep Slow Deep Breathing


2.2.1 Definisi
Tindakan yang disadari untuk mengatur pernapasan secara dalam
dan lambat (Trybahari, et al., 2019), teknik ini merupakan teknik
relaksasi pernafasan yang dapat memberikan perenggangan
kardiopulmonari.
2.2.2 Tujuan
Tujuan dari slow deep breating adalah untuk memberi manfaat bagi
hemodinamik tubuh. Slow deep breathing memiliki efek peningkatan
fluktuasi dari interval frekuensi pernapasan yang berdampak pada

18
peningkatan efektifitas barorefleks dan dapat mempengaruhi tekanan
darah (Thome et al., 2018).
2.2.3 Pengaruh Slow deep breathing terhadap penurunan tekanan darah
Pengaruh slow deep breathing terhadap sensitivitas barorefleks
terbukti secara signifikan berpengaruh. Respon sensitivitas barorefleks
meningkatkan pengaruh slow deep breathing terhadap penurunan
tekanan darah dalam 24 jam pengukuran. Barorefleks akan mengaktifkan
sistem parasimpatis yang mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah,
penurunan output jantung dan akan mengakibatkan tekanan darah
menurun (Mahardika et al , 2016).
Pernafasan yang dalam dan lambat akan meningkatkan kadar
oksigen dalam tubuh dan merangsang kemoreseptor tubuh. Rasangan
pada kemoreseptor tubuh akan mengakibatkan respon vasodilatasi
pembuluh darah dan menurunan tekanan vaskular sehingga tekanan
darah turun (Mahardika et al , 2016)
Slow deep breathing memberikan efek kepada sistem saraf dan
mempengaruhi pengaturan tekanan darah. Slow deep breathing
menurunkan aktivitas saraf simpatis melalui peningkatan central
inhibitory rythms yang akan berdampak pada penurunan output simpatis.
Penurunan output simpatis akan menyebabkan penurunan pelepasan
epinefrin yang ditangkap oleh reseptor alfa sehingga mempengaruhi otot
polos pembuluh darah. Otot polos vaskular mengalami vasodilatasi yang
akan menurunkan tahanan perifer dan menyebabkan penurunan tekanan
darah. Oleh karena itu latihan slow deep breathing dapat digunakan
sebagai terapi nonfarmakolgis pada penderita hipertensi baik yang
mengkonsumsi obat ataupun tidak mengkonsumsi obat. (Mahardika et al,
2016)
2.2.4 Langkah-langkah latihan Slow deep breathing terhadap penurunan
tekanan darah
Slow deep breathing adalah salah satu teknik pengontrolan napas
dan relaksasi (Sepdianto et al., 2008). langkah-langkah melakukan
latihan slow deep breathing yaitu sebagai berikut:

19
a. Atur pasien dengan posisi duduk atau berbaring
b. Kedua tangan pasien diletakkan di atas perut
c. Anjurkan melakukan napas secara perlahan dan dalam melalui hidung
dan tarik napas selama tiga detik, rasakan perut mengembang saat
menarik napas.
d. Tahan napas selama tiga detik
e. Kerutkan bibir, keluarkan melalui mulut dan hembuskan napas secara
perlahan selama enam detik. Rasakan perut bergerak ke bawah.
f. Ulangi langkah a sampai e selama 15 menit.
g. Latihan slow deep breathing dilakukan dua kali sehari, yaitu pagi dan
sore hari.

20
BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Implikasi Terapi Modalitas Keperawatan pada Pasien Hipertensi


Terapi modalitas adalah terapi yang menjadi terapi utama dalam
memberikan terapi untuk sistem kardiovaskuler. Terapi ini bertujuan untuk
mengubah perilaku pasien dari maladaptif menjadi adaptif. Salah satunya
dalah dengan memastikan pasien melakukan terapi dengan teratur agar
kesembuhan yang didapatkan juga lebih baik. Terapi modalitas yang berlaku
pada sistem kardiovaskuler adalah jenis yang non invasive (nonfarmakologis)
dan invasiv. Pada jenis yang non invasiv adalah yang tidak membutuhkan
peralatan dan zat-zat kimia berupa obat-obatan yang harus masuk ke dalam
tubuh pasien, seperti latihan pernapasan, pola diet yang teratur, olahraga yang
teratur dan pola hidup yang baik. Sebaliknya pada terapi yang invasiv harus
membutuhkan memasukkan peralatan ke dalam tubuh pasien sebagai media
dalam memberikan terapi, yaitu terapi mekanik dan pembedahan.
Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan
darah di dalam Arteri. Secara umum, tujuan penatalaksanaan terapi modalitas
pada hipertensi untuk mengurangi dampak tanda dan gejala serta menghindari
terjadinya komplikasi ke masalah kesehatan lainnya seperti peningkatan
resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan
kerusakann ginjal.
Selain itu, terapi modalitas harus memperhatikan beberapa hal yang
harus diberikan kepada pasien, antara lain:
1. Edukasi
Penatalaksanaan edukasi sangat penting pada penyakit hipetensi.
Edukasi perlu untuk diberikan agar pasien bisa mendapatkan pengetahuan
yang baik tentang kondisi kesehatannya, sehingga bisa melakukan
pemantauan dengan baik di rumah.

21
2. Medikasi
Terapi obat harus tetap diberikan selagi terapi modalitas lain juga
mendukung pemberiannya. Terapi medikasi digunakan agar penyakit tidak
jatuh ke kondisi yang lebih parah, yaitu pada kondisi komplikasi ke
masalah kesehatan lainnya.
3. Aktivitas
Untuk tidak semakin memperburuk keadaan, penderita hipertensi
dilarang untuk banyak beraktivitas karena dapat meningkatkan
menggunakan tenaga . Hal ini dapat memicu jantung untuk bekerja secara
cepat untuk dapat menyeimbangi proses respirasi dalam mengikat oksigen
sehingga bisa mengakibatkan naiknya tekanan darah.
4. Pola Diet
Mengatur diet makanan sangat dianjurkan bagi penderita hipertensi
untuk menghindari dan membatasi kadar kolesterol dan natrium darah
yang dapat meningkatkan tekanan darah (Hipertensi), kondisi hipertensi
bila berlagsung lama dapat memicu penderita bisa mengalami komplikasi
ke masalah kesehatan lainnya seperti stroke, gagal jantung, serangan
jantung dan kerusakann ginjal.
5. Kontrol Stress
Secara fisiologis stres bisa meningkatkan bertambahnya nadi,
tekanan darah, pernafasan dan aritmia. Selain dari respon fisiologis
pelepasan hormon adrenalin sebagai akibatt stres berat bisa muncul
naiknya tekanan darah dan membekukan darah yang sehingga bisa
menjadikan serangan jantung. Adrenalin juga bisa mempercepatkan
denyut jantung dan menyempitkan pembuluh darah coroner.

3.2 Kelebihan dan Kekurangan Kombinasi Terapi Modalitas Keperawatan


Progressive Muscle Relaxation dengan Slow Deep Breathing.
Setiap terapi atau metode yang digunakan untuk mendukung
kesembuhan pasien pasti memiliki kekurangan dan kelebihan masing-
masing, karena terapi membutuhkan untuk saling mendukung agar hasilnya

22
lebih maksimal. Salah satu contohnya adalah tidak hanya terapi medikasi dan
farmakologi saja yang bisa digunakan dalam menyembuhkan pasien
Hipertensi, namun butuh kontribusi terapi modalitas dan komplementer
lainnya untuk memperbaiki gejala yang dirasakan oleh pasien.
Begitu juga dengan kombinasi antara terapi Progressive Muscle
Relaxation dengan Slow Deep Breathing, ada kelebihan dan kekurangan yang
harus diketahui agar bisa ditambahkan dengan terapi lain yang bisa
meminimalisir:
1. Kelebihan dari kombinasi antara terapi Progressive Muscle Relaxation
dengan Slow Deep Breathing adalah:
a. Terapi yang dilakukan tidak membutuhkan biaya, karena bentuk
intervensinya hanya memfokuskan pada relaksasi otot progresif diikuti
dengan tehnik pernapasan secara dalam dan lambat agar menjadi lebih
rileks.
b. Terapi bisa dilakukan kapan saja dan tidak perlu harus ada yang
membimbing terus-menerus. Karena terapi hanya perlu pemahaman
sekali dan bisa diterapkan sendiri saat pasien sudah di rumah.
c. Terapi tidak menimbulkan efek samping, melainkan menghasilkan otot
menjadi rileks dan positif
d. Kombinasi terapi yang menggabungkan relaksasi otot progresif dan
latihan tehnik pernapasan yang dalam dan lambat dapat memperbaiki
kondisi menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.
e. Banyak manfaat selain sebagai terapi modalitas yang dapat
menurunkan tekanan darah, yakni membantu mengurangi stres dan
kecemasan.
2. Kekurangan dari kombinasi antara terapi Progressive Muscle Relaxation
dengan Slow Deep Breathing adalah:
a. Kombinasi terapi membutuhkan selingan terapi lain, seperti
ditambahkan musik instrumental, aromaterapi atau hal-hal yang
disukai karena jika hanya murni terapi terus, bisa menyebabkan
kebosanan pada pasien.

23
b. Pelaksanaan Progressive Muscle Relaxation dianjurkan dibawah
bimbingan terapis yang kompeten dalam bidangnya.
c. Untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal, diperlukan waktu
latihan yang cukup lama dan intens.
d. Perlu adanya Inovasi dalam tehnik Progressive Muscle Relaxation
perlu dikembangkan agar manfaat yang akan didapat bisa lebih besar
dan luas.

3.3 Inovasi Rekomendasi Hasil Telaah Penelitian: Kombinasi Terapi


Modalitas Keperawatan Progressive muscle relaxation dengan Slow Deep
Breathing
Berdasarkan hasil temuan hasil telaah penelitian, didapatkan ada
beberapa terapi yang bisa digunakan dalam terapi modalitas keperawatan pada
pasien hipertensi yang menjalani perawatan. Sesuai dengan penatalaksanaan
pada hipertensi yang bertujuan untuk untuk menghasilkan sebuah respon yang
rileks pada otot-otot. Bila tujuan tercapai, hipotalamus akan menyesuaikan dan
menurunkan aktifitas sistem syaraf simpatik dan parasimpatis yang dapat
menghasilkan perasaan tenang dan santai, sehingga dapat menurunkan tekanan
darah.
Salah satu terapi yang bisa digunakan adalah terapi komplementer, yaitu
terapi yang bisa menjadi alternatif dalam sumber daya pengobatan yang
meliputi sistem kesehatan, modalitas, praktik dan ditandai dengan teori dan
keyakinan, dengan cara berbeda dari sistem pelayanan kesehatan yang umum
di masyarakat atau budaya yang ada.Terapi komplementer dengan demikian
dapat diterapkan dalam berbagai level pencegahan penyakit.
Berbagai macam terapi komplementer yang bisa diterapkan merupakan
terapi adjuvant agar pasien hipertensi bisa menjadi lebih baik selama menjalani
perawatan. Beberapa jenis terapi komplementer yang terdiri dari intervensi
tubuh dan pikiran (hipnoterapi, mediasi, spiritual, dan yoga), pengobatan
alternatif (akupuntur, akupresur, naturopati, homeopati, aromaterapi,
ayurveda), pengobatan dengan sentuhan manual (chiropractice, healing touch,
tuina, shiatsu, osteopati, pijat urut), terapi biologi (jamu, herbal, gurah) dan

24
terapi nutrisi. Semua terapi tersebut dapat saling dikombinasikan untuk
menghasilkan terapi yang maksimal dan efektif dalam meningkatkan kualitas
hidup pasien penyakit kronis.
Penerapan terapi komplementer salah satunya adalah dengan Progressive
muscle relaxation yang merupakan suatu bentuk terapi relaksasi pada otot,
PMR dapat merangsang pengeluaran zat kimia endorphin dan enekfalin yang
menimbulkan rasa tenang (relax), bahagia, serta mampu merangsang sinyal
otak yang menyebabkan otot rileks dan meningkatkan aliran darah ke otak, dan
slow deep breating untuk memberi manfaat bagi hemodinamik tubuh. Slow
deep breathing memiliki efek peningkatan fluktuasi dari interval frekuensi
pernapasan yang berdampak pada peningkatan efektifitas barorefleks dan dapat
mempengaruhi tekanan darah.
Kombinasi kedua terapi tersebut dapat dijadikan satu dalam sekali
intervensi, karena saat melakukan Progressive muscle relaxation dapat
dikombinasi dengan teknik Slow deep breathing dalam posisi da perasaan yang
nyaman dan keadaan lingkungan sekitar yang tenang. Langkah yang dilakukan
adalah pasien hipertensi di anjurkan bisa duduk atau berbaring dengan mata
tertutup ataupun terbuka dengan perasaan yang nyaman, longgarkan pakaian
dan pastikan lingkungan sekitar dalam keadaaan tenang, Mulailah dengan
melakukan beberapa pernapasan dalam. Tarik napas perlahan dan dalam
melalui hidung dan menghembuskan napas melalui mulut Anda. Ulangi
beberapa kali sesuai dengan prosedur dan langkah- langkah yang telah di
jelaskan.
Hasil yang maksimal akan bisa diperoleh pasien saat terapi dilakukan
secara terus-menerus dan konsisten dengan penuh kesabaran. Berdasarkan
literatur-literatur yang sudah ditemukan, banyak sekali yang sudah
membuktikan bahwa terapi Progressive Muscle Relaxation dan Slow Deep
Breathing dapat menjadi terapi suportif pasien hipertensi yang menjalani
terapi.

25
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, N. F. et al. (2019) ‘Decreased blood pressure among community dwelling


older adults following progressive muscle relaxation and music therapy (
RESIK )’, BMC Nursing, 18(Suppl 1), pp. 1–5.
Dokter, P., Kardiovaskular, S. and Pertama, E. (2015) ‘Pedoman tatalaksana
hipertensi pada penyakit kardiovaskular’.
Ikhwan, M., Utomo, A. S. and Nataliswati, T. (2019) ‘The Comparison Between
Progressive Muscle Relaxation And Slow Deep Breathing Exercise On’,
(2013), pp. 75–86.
Suddarth, B. & (2013) Keperawatan Medikal Bedah. 12th edn. Jakarta: EGC.
Thome, A. L. et al. (2018) ‘The Effectiveness of Slow Deep Breathing to
Decrease Blood Pressure in Hypertension : a Systematic Review’, pp. 370–
373.
Trybahari, R., Busjra, B. and Azzam, R. (2019) ‘Perbandingan Slow Deep
Breathing dengan Kombinasi Back Massage dan Slow Deep Breathing
terhadap Tekanan Darah Pasien Hipertensi’, Journal of Telenursing
(JOTING), 1(1), pp. 106–118. doi: 10.31539/joting.v1i1.539.

26

Anda mungkin juga menyukai