Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH INDIVIDU

SEMINAR AKUNTANSI KEUANGAN

IAS 16: Property, Plant, & Equipment

Disusun Oleh:
R.M. Randy Baskoro 1811070088

PERBANAS INSTITUTE
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
JAKARTA
2020

1
Bab I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Aset tetap atau PPE (Property, Plant, and Equipment) adalah aset berwujud
(tangible assets) yang digunakan dalam kegiatan operasional perusahaan, yang memiliki
manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Istilah aset tetap digunakan untuk membedakan
dengan aset tidak berwujud, yang juga memiliki masa manfaat lebih dari satu periode akuntansi
tetapi tidak memiliki wujud fisik, serta nilainya tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh eksistensi
fisik dari aset.
Dalam standar akuntansi yang mengacu ke Amerika (US GAAP), akuntansi untuk
aset tetap relatif tidak menimbulkan banyak masalah, karena standar akuntansi aset tetap
berdasar US GAAP menggunakan basis Cost historis. IFRS tidak menggunakan basis Cost
historis, mengingat basis Cost historis berimplikasi pada penyajian laporan keuangan yang
dipandang kurang relevan dengan kebutuhan nyata pengguna informasi karena tidak mampu
menggambarkan nilai riil aset tetap yang disajikan di dalam laporan keuangan.

Baik standar akuntansi versi US GAAP maupun versi IFRS area utama
permasalahan akuntansi yang diatur dalam masing-masing standard adalah sama, yaitu dalam
empat area tersebut di atas, sehingga dengan melakukan pengkajian atas keempat area utama
akuntansi tersebut akan diperoleh pemahaman tentang kesamaan dan perbedaan standard
akuntansi yang berlaku pada masing-masing standar.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan Property, Plant, & Equipment?


2. Biaya apa saja yang masuk dalam penilaian Property, Plant, & Equipment
3. Bagaimanakah perlakuan akuntansi untuk Biaya Awal?
2
4. Bagaimana perlakuan akuntansi untuk biaya setelah akuisisi?

1.3 Tujuan Pembuatan Makalah


1. Ingin mengetahui Property, Plant, & Equipment
2. Ingin mengetahui model biaya yang digunakan dalam Property, Plant, and Equipment
3. Ingin mengetahui biaya perolehan awal aset tetap
4. Ingin mengetahui biaya perolehan setelah akuisisi

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penyusunan makalah ini adalah agar pembaca dapat mengerti dan
memahami hal hal yang berhubungan dengan Property, Plant, & Equipment sesuai dengan IAS
16

3
Bab II

Kerangka Konsep dan Landasan Teori

2.1 Ruang Lingkup


Standar ini tidak berlaku pada:
a) property, plant and equipment yang diklasifikasikan sebagai held for sale sehubungan
dengan IFRS 5 Non-current Assets Held for Sale and Discontinued Operations;
b) biological assets related to agricultural activity (see IAS 41 Agriculture);c) pengakuan
dan pengukuran aset eksplorasi dan evaluasi (lihat IFRS 6 Exploration untuk dan Evaluasi
Sumber Daya Mineral ) ; atau
d) hak mineral dan cadangan mineral seperti minyak , gas alam dan sumber daya yang
samanon – regenerative
Akan tetapi, standar ini berlaku bagi property, pabrik dan peralatan yang digunakan dalam me-
maintain aset yang dijelaskan pada poin b-d di atas. Standar lainnya mungkin memerlukan
pengakuan dari suatu aset tetap berdasarkan pada
pendekatan berbeda dari yang di Standard ini . Sebagai contoh, IAS 17 Sewa membutuhkan suatu
entitas untuk mengevaluasi pengakuan dari item disewakan properti , pabrik dan peralatan atas
dasar transfer risiko dan manfaat . Namun, dalam kasus seperti aspek lain dari perlakuan
akuntansi untuk aset ini , termasuk depresiasi , yang diresepkan Standard ini .
2.2 Pengakuan
Cost dari properti, pabrik dan peralatan harus diakui sebagai aset jika:
a) besar kemungkinan manfaat ekonomis di masa depan berkenaan dengan aset tersebut
akan mengalir ke entitas ; dan
b) biaya aset dapat diukur secara andal
Suku cadang dan peralatan servis biasanya dilakukan sebagai persediaan dan diakui
dalam laporan laba rugi sebagai dikonsumsi . Namun, suku cadang utama dan stand-by peralatan
memenuhi syarat sebagai properti , pabrik dan peralatan ketika entitas mengharapkan untuk
menggunakannya selama lebih dari satu periode . Demikian pula , jika suku cadang dan servis
peralatan hanya dapat digunakan sehubungan dengan suatu aset tetap , mereka dicatat untuk sebagai
properti , pabrik dan peralatan.
Standar ini tidak menetapkan satuan ukuran untuk pengakuan , yaitu apa yang merupakan

4
suatu aset , pabrik dan peralatan . Dengan demikian , penilaian diperlukan dalam menerapkan
kriteria pengakuan untuk spesifik entitas keadaan. Mungkin tepat untuk agregat item individual
tidak signifikan , seperti cetakan , alat dan meninggal , dan untuk menerapkan kriteria untuk nilai
agregat .
Entitas mengevaluasi sesuai prinsip pengakuan ini bahwa semua biaya properti ,pabrik
dan peralatan yang pada saat itu terjadinya. Biaya ini meliputi biaya yang dikeluarkan
awalnya untuk memperoleh atau membangun suatu aset , tetap dan biaya yang
dikeluarkan kemudian untuk menambah , mengganti bagian dari , atau layanan itu .
2.3 Pengukuran pada saat Pengakuan
Suatu aset tetap yang memenuhi syarat untuk pengakuan sebagai aset harus diukur pada biaya.
Biaya suatu aset tetap terdiri:
a) harga pembelian, termasuk bea impor dan pajak pembelian non - dikembalikan , setelah
dikurangi diskon perdagangan dan rabat .
b) biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa aset ke lokasi dan
kondisi yang diperlukan untuk itu untuk mampu beroperasi dengan cara yang
dimaksudkan oleh manajemen .
c) estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi tempat
dimana aset tersebut terletak , kewajiban yang biaya tersebut timbul ketika aset tersebut
diperoleh atau sebagai konsekuensi dari penggunaan aset tersebut selama periode tertentu
untuk tujuan selain untuk menghasilkan persediaan selama periode itu.
Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung:
a) Biaya imbalan kerja ( sebagaimana didefinisikan dalam IAS 19 Imbalan Kerja ) yang
timbul secara langsung dari konstruksi atau akuisisi item properti , pabrik dan peralatan.
b) costs of site preparation
c) initial delivery and handling costs
d) installation and assembly costs
e) biaya pengujian apakah aset tersebut berfungsi dengan baik , setelah dikurangi dengan
penerimaan bersih dari menjual item diproduksi sambil membawa aset ke lokasi dan
kondisi ( seperti sampel diproduksi ketika pengujian peralatan ) ; dan
f) honor professional
Contoh biaya yang tidak termasuk dalam biaya aset tetap adalah :
a) biaya pembukaan fasilitas baru ;
b) Biaya memperkenalkan produk baru atau jasa (termasuk biaya iklan dan kegiatan
promosi) ;

5
c) biaya melakukan bisnis di lokasi baru atau dengan kelas baru pelanggan ( termasuk biaya
pelatihan staf ) ; dan
d) administrasi dan biaya overhead umum lainnya.
Pengakuan biaya dalam jumlah tercatat suatu aset tetap dihentikan pada saat item di
lokasi dan kondisi yang diperlukan untuk itu untuk mampu beroperasi dengan cara
yang dimaksudkan oleh pengelolaan. Oleh karena itu, biaya yang dikeluarkan dalam
menggunakan atau redeploying item tidak termasuk dalam dukung jumlah item. Sebagai
contoh, biaya berikut ini tidak termasuk dalam jumlah tercatat pada item properti , pabrik
dan peralatan :
a) biaya yang muncul ketika item yang beroperasi dengan cara yang dimaksudkan oleh
manajemen belum akan mulai digunakan atau dioperasikan kurang dari kapasitas penuh.
b) kerugian operasional awal, seperti yang terjadi saat permintaan untuk output item
membangun; dan
c) biaya relokasi atau mengorganisir sebagian atau seluruh operasi entitas
2.4 Pengukuran Biaya
Biaya suatu aset tetap adalah setara harga tunai pada tanggal pengakuan. Jika
pembayaran ditangguhkan melampaui persyaratan kredit normal, perbedaan antara harga setara kas
dan total pembayaran diakui sebagai bunga selama periode kredit kecuali bunga tersebut
dikapitalisasi sesuai dengan IAS 23.
Entitas menentukan apakah transaksi pertukaran memiliki substansi komersial dengan
empertimbangkan sejauh yang arus kas masa depan diharapkan untuk mengubah sebagai akibat
dari transaksi. Transaksi pertukaran memiliki substansi komersial jika:
a) konfigurasi (resiko, waktu, dan jumlah) dari arus kas dari aset yang diterima berbeda dari
konfigurasi dari arus kas dari aset yang ditransfer; atau
b) nilai-entitas tertentu dari bagian operasi entitas dipengaruhi oleh perubahan transaksi
sebagai hasil dari pertukaran; dan
c) perbedaan (a) atau (b) relatif signifikan terhadap nilai wajar aset ditukar.

2.5 Pengukuran setelah Pengakuan


Cost Model (Pengukuran Harga Perolehan)

6
Dengan metode ini setelah aset tetap diakui sebagai aset tetap, aset tetap tersebut dicatat
pada harga perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi
penurunan nilai aset
2.5.1 Revaluation Model
Dengan metode ini setelah aset tetap diakui sebagai aset tetap, suatu aset tetap yang nilai
wajarnya dapat diukur secara andal harus dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada
tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang
terjadi setelah tanggal revaluasi. Revaluasi atas aset tetap harus dilakukan dengan
keteraturanyang cukup reguler untuk memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara
material dari jumlah yang ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada tanggal neraca.
Penentuan nilai aset dengan menggunakan nilai wajar pada umumnya dilakukan melalui penilai
yang memiliki kualifikasi profesional. untuk melakukan penilaian terhadap tanah dan bangunan
biasanya penilai menggunakan bukti pasar. Sedangkan untuk penilaian aset tetap lain seperti pabrik
dan peralatan penilai akan menentukan sendiri nilai pasar wajarnya. Dalam hal tidak ada pasar
yang memperjualbelikan aset tetap yang serupa, penentuan nilai pasar wajar dapat dilakukan
dengan pendekatan penghasilan atau biaya pengganti yang telah disusutkan (depreciated
replacement cost approach). Frekuensi pelaksanaan revaluasi sendiri tergantung pada perubahan
niali wajar suatu aset. Jika nilai wajar yang tercatat berbeda secara material dengan nilai revaluasi,
maka revaluasi lanjutan perlu dilaksanakan. Untuk aset tetap yang mempunyai perubahan nilai
wajar secara fluktuatif dan sifatnya signifikan, revaluasi dapat dilaksanakan tiap tahun. Sedangkan
untuk beberapa aset lain yang tidak mengalami perubahan secara fluktuatif dan signifikan,
revaluasi tidak perlu dilaksanakan setiap tahun. Untuk aset seperti itu revaluasi dapat dilakukan
setiap tiga tahun atau lima tahun.
Untuk metode revaluasi, perlakuan terhadap akumulasi penyusutan aset tetap pada
tanggal revaluasi dapat dilakukan dengan salah satu cara sebagai berikut:
a) Disajikan kembali secara proporsional dengan perubahan dan jumlah tercatat secara bruto
dari aset sehingga jumlah tercatat aset setelah revaluasi sama dengan jumlah revaluasian,
metode ini sering digunakan apabila aset direvaluasi dengan cara memberi indek untuk
menentukan biaya pengganti yang disusutkan (depreciated replacement cost).
b) Dieliminasi terhadap jumlah tercatat bruto dari aset dan jumlah tercatat neto setelah
eliminasi disajikan kembali sebesar jumlah revaluasian dari aset tersebut. Metode ini sering
digunakan untuk bangunan
Pengakuan terhadap kenaikan atau penurunan nilai akibat revaluasi dilakukan langsung pada
kenaikan atau penurunan akibat revaluasi, kecuali jika revaluasi dilakukan pada tahun- tahun
berikutnya. Apabila revaluasi dilakukan untuk yang kedua kali dan seterusnya, terdapat perlakuan yang
7
berbeda. Perbedaan tersebut adalah:a) Jika jumlah tercatat aset meningkat akibat revaluasi, kenaikan
tersebut langsung dikredit ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi. Namun kenaikan tersebut harus
diakui di dalam laporan laba rugi hingga sebesar jumlah penurunan nilai aset akibat revaluasi yang
pernah
dilakukan sebelumnya dalam laporan laba rugi.
b) Jika jumlah tercatat aset turun akibat revaluasi, penurunan tersebut diakui dalam laporan
laba rugi. Namun penurunan nilai akibat revaluasi tersebut langsung didebit ke dalam ekuitas
pada bagian surplus revaluasi selama penurunan tersebut tidak melebihi saldo kredit surplus
revaluasi untuk aset tersebut.
Penilaian kembali atau revaluasi aktiva tetap pada umumnya tidak diperkenankan karena
Standar Akuntansi Keuangan menganut penilaian aktiva berdasarkan harga perolehan. Penyimpangan
dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah. Ketika perusahaan
melakukan penilaian kembali atas aset-asetnya, laporan keuangan harus menjelaskan mengenai
penyimpangan dari konsep harga perolehan di dalam penyajian aktiva tetap serta pengaruh daripada
penyimpangan tersebut terhadap gambaran keuangan perusahaan. Selisih antara nilai revaluasi dengan
nilai buku (nilai tercatat) aktiva tetap dibukukan dalam akun modal dengan nama Selisih Penilaian
Kembali Aktiva Tetap.
2.5.2 Depresiasi
Setiap bagian dari suatu aset tetap dengan biaya yang signifikan dalam kaitannya dengan
total biaya item harus disusutkan secara terpisah.
Entitas mengalokasikan jumlah awalnya diakui sehubungan item properti, pabrik dan
peralatan untuk bagian-bagian penting dan disusutkan secara terpisah masing-masing bagian
tersebut. Sebagai contoh, mungkin tepat untuk terdepresiasi secara terpisah badan pesawat dan mesin
pesawat udara, baik yang dimiliki atau dikenakan sewa pembiayaan. Demikian pula, jika suatu entitas
memperoleh aktiva tetap tunduk sewa operasi di mana ia adalah lessor, mungkin tepat untuk
terdepresiasi secara terpisah jumlah tercermin dalam biaya item yang disebabkan menguntungkan atau
tidak menguntungkan jangka waktu relatif terhadap kondisi pasar.
Metode penyusutan yang digunakan untuk aktiva tetap ditelaah ulang secara periodik dan
jika terdapat suatu perubahan signifikan dalam pola pemanfaatan ekonomi yang diharapkan dari aktiva
tersebut, metode penyusutan harus diubah untuk mencerminkan perubahan pola tersebut. Perubahan
metode penyusutan harus diperlakukan sebagai suatu perubahan kebijakan akuntansi dan dilaporkan
sesuai dengan PSAK No.25 dan beban penyusutan untuk periode sekarang dan masa yang akan
datang harus disesuaikan. Apabila manfaat keekonomian suatu aktiva tetap tidak lagi sebesar jumlah
tercatatnya maka aktiva tersebut harus dinyatakan sebesar jumlah yang sepadan dengan nilai manfaat
keekonomian yang tersisa. Penurunan nilai kegunaan aktiva tetap tersebut dilaporkan sebagai kerugian.
8
2.5.3 Jumlah yang dapat disusutkan dan periode penyusutan
Jumlah yang dapat disusutkan dari aset harus dialokasikan secara sistematis selama masa
manfaatnya. Nilai residu dan masa manfaat aset harus ditinjau setidaknya setiap akhir tahun buku dan,
jika ekspektasi berbeda dari estimasi sebelumnya, perubahan (s) akan dicatat sebagai perubahan
perkiraan akuntansi sesuai dengan Kebijakan IAS 8 Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi dan
Kesalahan.
Penyusutan diakui bahkan jika nilai wajar aset melebihi nilai tercatat, selama nilai sisa aset
tidak melebihi nilai tercatatnya. Perbaikan dan pemeliharaan aset tidak meniadakan
kebutuhan untuk terdepresiasi itu.
Penyusutan aset dimulai pada saat itu tersedia untuk digunakan, yaitu ketika di lokasi dan
kondisi diperlukan untuk itu untuk mampu beroperasi dengan cara yang dimaksudkan oleh manajemen.
Penyusutan aset berhenti pada awal tanggal yang aset diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual
(atau termasuk dalam kelompok pembuangan yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual) sesuai
dengan IFRS 5 dan tanggal yang aset tersebut diakui. Karena itu, penyusutan tidak berhenti ketika aset
menjadi siaga atau pensiun dari penggunaan aktif kecuali aset tersebut sepenuhnya disusutkan. Namun,
di bawah metode penggunaan penyusutan biaya depresiasi nol ketika tidak ada produksi.
Tanah dan bangunan adalah aset dipisahkan dan dicatat secara terpisah, bahkan ketika
mereka diperoleh bersama. Dengan beberapa pengecualian, seperti pertambangan dan situs yang
digunakan untuk TPA, tanah memiliki masa manfaat terbatas dan karena itu tidak
disusutkan.Bangunan memiliki masa manfaat yang terbatas dan karena itu adalah aset yang dapat
disusutkan. Sebuah peningkatan nilai tanah yang bangunan berdiri tidak mempengaruhi penentuan
Jumlah
yang dapat disusutkan dari bangunan.
Jika biaya tanah termasuk biaya pembongkaran situs, penghapusan dan pemulihan,
bahwa sebagian dari tanah aset disusutkan selama periode manfaat yang diperoleh menimbulkan
biaya. Dalam beberapa kasus, tanah itu sendiri mungkin memiliki masa manfaat terbatas, dalam
hal ini disusutkan dengan cara yang mencerminkan manfaat menjadi berasal dari itu.
2.5.4 Metode Depresiasi
Berbagai metode penyusutan dapat digunakan untuk mengalokasikan jumlah yang dapat
disusutkan dari aset pada sistematis dasar selama masa manfaatnya. Metode ini termasuk metode
garis lurus, metode saldo berkurang dan metode unit produksi. Hasil garis lurus depresiasi biaya
konstan selama masa manfaat dari nilai sisa aset tidak berubah. Hasil metode saldo berkurang dalam

9
muatan menurun selama masa manfaat. Unit hasil metode produksi biaya berdasarkan penggunaan
diharapkan atau output. Entitas memilih metode yang paling dekat mencerminkan ekspektasi pola
konsumsi masa depan manfaat ekonomi diwujudkan dalam aset. Metode yang diterapkan secara
konsisten dari periode ke periode kecuali ada perubahan dalam pola yang diharapkan dari konsumsi
manfaat ekonomi masa depan.
2.6 Penghentian Pengakuan (Derecognition)
Nilai tercatat suatu aset tetap harus dihentikan pengakuannya:
a) Pada saat disposal, atau
b) saat tidak ada manfaat ekonomis masa depan yang diharapkan dari penggunaan atau
pelepasannya.
Laba atau rugi yang timbul dari penghentian pengakuan suatu aset tetap harus termasuk
dalam laporan laba rugi ketika aset tersebut diakui (kecuali IAS 17 mengharuskan sebaliknya
pada penjualan dan penyewaan kembali). Keuntungan tidak akan diklasifikasikan sebagai
pendapatan.
Laba atau rugi yang timbul dari penghentian pengakuan suatu aset tetap harus ditentukan
sebagai perbedaan antara jumlah neto hasil pelepasan, jika ada, dengan jumlah tercatat dari
barang.

10
2.7 Pengungkapan (Disclosure)
Terkait Property, Plant dan Equipment, Laporan keuangan harus mengungkapkan:
a) dasar pengukuran yang digunakan untuk menentukan jumlah tercatat bruto
b) metode depresiasi yang digunakan
c) masa manfaat dari tarif penyusutan yang digunakan;
d) jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan (agregat dengan akumulasi kerugian
penurunan nilai) pada awal dan akhir periode; dan
e) rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:
I. penambahan
II. aset diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual atau termasuk dalam kelompok
pembuangan diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual sesuai dengan IFRS 5 dan
pelepasan lainnya
III. akuisisi melalui kombinasi bisnis
IV. bertambah atau berkurang akibat revaluasi bawah paragraf 31, 39 dan 40
V. dan dari kerugian penurunan nilai diakui atau terbalik di pendapatan komprehensif

lain sesuai dengan IAS 36;


VI. kerugian penurunan nilai diakui dalam laporan laba rugi sesuai dengan IAS 36
VII. depresiasi
VIII. selisih kurs bersih yang timbul dari penjabaran laporan keuangan dari mata uang
fungsional dalam suatu mata uang pelaporan yang berbeda,
IX. perubahan lainnya

11
Bab III
PEMBAHASAN
A. Pengukuran Cost Investasi Awal
Seluruh biaya yang dikeluarkan untuk membuat aset tetap dalam kondisi siap dioperasikan
harus dicatat sebagai bagian dari Cost aset. Elemen Cost mencakup
1. harga beli, termasuk biaya legal dan fee perantara, pajak impor, pajak pertambahan
nilai, dan pajak-pajak lain yang bersifat final, dikurangi dengan diskon atau rabat dan
2. seluruh biaya langsung untuk membawa aset ke lokasi hingga siap dioperasikan
sesuai harapan manajemen, termasuk biaya persiapan lokasi penempatan aset tetap,
biaya pemasangan, dan biaya uji coba, dan
3. taksiran biaya pembongkaran (dismantling costs), pemindahan barang, dan penyiapan
lokasi. Dari tiga macam elemen Cost, letak perbedaan US GAAP dan IFRS adalah pada
perlakukan akuntansi atas dismantling costs, US GAAP menggunakan prinsip Cost
historis, sehingga unsur biaya yang sifatnya masih preditif, apalagi peristiwanya akan
terjadi setelah aset tetap dihentikan pemanfaatannya, tidak diperlakukan sebagai unsur
Cost aset tetap.
Dalam hal aset tetap diperoleh dengan cara kredit, bunga kredit tidak termasuk sebagi
Cost aset tetap, dalam kasus ini Cost aset tetap diakui sebesar nilai tunai dari pembayaran periodik.
Biaya inkremental lain, seperti biaya konsultasi dan biaya komisi dalam rangka pembelian
aset termasuk sebagai bagian dari Cost aset tetap berwujud. Dalam
kasus ini, secara prinsip dan konsep tidak ada perbedaan antara US GAAP dengan IFRS.
Biaya restorasi lokasi aset (decommissioning costs) yang diprediksi akan terjadi pada
akhir masa manfaat aset diperlakukan sebagai bagian dari Cost aset tetap. Dengan demikian Cost
aset tetap adalah mencakup Cost perolehan aset tetap ditambah dengan decommissioning costs dan
dismantling costs. Rekening lawan dari decommissioning costs adalah rekening utang bersyarat.
IAS 37 menegaskan bahwa provisions atau pencadangan utang atas decommissioning costs
akan diakui hanya pada saat dipenuhi kriteria sebagai berikut:
 Pada saat pelaporan keuangan perusahaan terbukti memiliki kewajiban (present
obligation) baik secara legal maupun bersifat konstruktif, sebagai akibat dari
peristiwa yang lalu.
 Dapat diprediksi akan terjadinya arus keluar sumberdaya ekonomi untuk
12
menyelesaikan kewajiban, dan
 Dapat diprediksi secara memadai jumlah kewajiban yang harus diselesaikan diwaktu yang
akan datang.

Dalam proposal amandemen IAS 37: Provision, Contingent Liabilities and Contingent
Assets, IASB (the International Accounting Standards Board) mengusulkan untuk menghapus
istilah Provisions? dan menggantinya dengan istilah baru? nonfinancial liabilities?. Dalam US
GAAP masalah decommissioning costs tidak diatur karena prinsip yang digunakan adalah Cost
historis, meskipun pada dasarnya jika unsur decommissioning costs diakomodasi oleh US GAAP
perlakukan akuntansinya cocok dengan prinsip kehati- hatian atau conservative principle yang
digunakan sebagai basis pengembangan US GAAP. Namun demikian US GAAP tidak menerapkan
prinsip hati-hati untuk mengakui decommissioning costs, dengan kemungkinan alasan karena
objectivitas atau validitas estimasi Cost sulit untuk diukur.

Contoh implementasi decommissioning costs adalah sebagai berikut, misalnya dalam rangka
memenuhi ketentuan perizinan pemerintah dalam pengadaan aset tetap, perusahaan diwajibkan
pada akhir masa pakai aktiva tetap perusahaan harus membongkar aktiva tetap, membersihkan
lokasi penempatan aktiva tetap, dan mengembalikan tanah seperti keadaan semula. Kondisi
semacam ini memenuhi ketentuan sebagai kewajiban masa sekarang sebagai akibat peristiwa masa
lalu (pengadaan aset tetap), yang kemungkinan besar akan mengakibatkan arus keluar sumberdaya
di masa yang akan datang. Pengakuan Cost atas peristiwa di masa yang akan datang semacam ini
memerlukan estimasi yang cukup cermat, mengingat estimasi berhubungan dengan jangka waktu
yang cukup panjang, yang sangat rentan dengan berbagai kemungkinan yang bisa mempengaruhi
ketepatan estimasi, paling tidak bisa sangat dipengaruhi oleh evolusi atau bahkan revolusi
perubahan teknologi, yang kemungkinan besar akan mempengarui realisasi decommissioning dan
dismantling costs.

Untuk mengatasi kerumitan estimasi, IAS 37 memberikan arahan teknis dengan


menyatakan bahwa estimasi yang terbaik adalah dengan cara mengukur dengan tepat
decommissioning dan dismantling costs pada akhir masa kegunaan aset tetap, kemudian
mengukurnya dengan nilai sekarang (discounted to present value), selanjutnya present value dari
kedua unsur Cost tersebut dimasukkan sebagai bagian dari Cost perolehan aset tetap. Meskipun
13
telah disediakan arahan teknis semacam ini, kesulitan dalam praktik tetap akan terjadi, karena yang
menjadi persoalan utama adalah pada teknis pengukuran secara tepat prediksi potensi Cost yang
akan terjadi pada akhir umur ekonomis aset tetap, bukan pada bagaimana mengukur nilai sekarang
dari kedua unsur Cost tersebut. Dari kaca mata US GAAP, masalah berat seperti ini barangkali
yang membuat US GAAP tidak mengatur standard tentang unsur biaya semacam ini. Perlu
difahami bahwa dismantling costs, legal costs atau constructive obligations, yang merupakan
bagian dari Cost perolehan aset tetap, tidak diperkenankan untuk diperluas sampai dengan Cost
operasional aset tetap di waktu yang akan datang, mengingat Cost operasional di waktu yang akan
datang tidak memenuhi kriteria sebagai kewajiban masa sekarang (present obligation).
Konsekuensi dari ketentuan kapitalisasi dismantling costs maka dismantling costs harus
dibebankan ke masing-masing periode yang menikmati jasa aset tetap melalui prosedur
depresiasi. Pada masing-masing periode dismantling costs harus disesuaikan dengan
perkembangan informasi terbaru dengan tujuan untuk meningkatkan ketepatan prediksi
dismantling costs. Kenaikan nilai cadangan (provision) dari dismantling costs dilaporkan sebagai
bunga atau semacam biaya pendanaan.

Beberapa contoh decommissioning costs atau dismantling costs yang harus diakui pada saat
perolehan aset tetap, misalnya sebagai berikut:

Contoh 1:
Kasus lease premises (leasing aset tetap). Misalnya dalam transaksi leasing terdapat kewajiban
bagi lessee atau pembeli bahwa pada akhir umur ekonomi aset tetap harus mengosongkan
lokasi penempatan aset tetap, atau harus membongkar dan memindahkan aset tetap ke lokasi lain.
Dalam hal terjadi kasus semacam, jika leasing termasuk kategori leasing pendanaan (finance lease),
maka taksiran biaya pembongkaran dan pemindahan aset (distmantling dan decommissioning
costs) harus dikapitalisasi atau dibukukan sebagai bagian dari Cost aset tetap, dan didepresiasi
selama umur ekonomi aset tetap. Dalam hal leasing termasuk sebagai kategori leasing operasional,
Cost semacam ini harus dipalorkan sebagai beban ditangguhkan (deferred charge). Dalam US
GAAP Cost semacam ini tidak diperlakukan sebagai Cost aset tetap, karena Cost aset tetap diukur
berdasarkan Cost yang telah terjadi (historical costs), dan tidak termasuk Cost yang kemungkinan
akan terjadi.

14
Contoh 2:

Kepemilikan aset tetap (owned premises). Mesin dalam contoh 1 dipasang pada lokasi
pabrik yang dimiliki perusahaan. Pada akhir umur ekonomi mesin, perusahaan memiliki opsi untuk
membongkar dan memindahkan mesin serta menanggung seluruh biaya pembongkaran dan
pemindahan mesin, atau membiarkan mesin tetap ditempatnya dan tidak dioperasikan lagi. Jika
perusahaan memilih tidak membongkar dan memindahkan mesin, maka akibat yang
ditimbulkan adalah menurunkan nilai wajar (fair value) dari lokasi mesin, jika perusahaan
memutuskan untuk menjual lokasi mesin sebagaimana adanya. Tetapi karena tidak ada kewajiban
legal untuk membongkar dan memindahkan aset tetap, dalam hal ini mesin, maka Cost
pembongkaran tersebut tidak dimasukkan sebagai bagian Cost dari aset tetap. Semestinya Cost
pembongkaran harus tetap diakui sebagai Cost aset tetap, agar perlakuan akuntansinya konsisten
dengan kasus nomor 1 (satu) di atas.

Contoh 3:

Dengan menggunakan kasus yang sama seperti contoh 1 dan 2, misalnya dalam kasus ini pemilik
perusahaan memberi opsi kepada fihak ketiga untuk membeli perusahaan pada akhir tahun ke 5,
yaitu akhir umur ekonomis aset tetap. Di dalam menawarkan opsi, secara verbal pemilik
perusahaan mengatakan bahwa perusahaan akan dalam keadaan bersih, seluruh mesin serta
perlengkapan kantor akan disingkirkan dari lokasi pabrik. Pemilik perusahaan berharap bahwa
pembeli opsi menjadi tertarik karena biaya pembongkaran aset tetap (dalam hal ini mesin)
ditanggung oleh penjual, yaitu dalam bentuk janji untuk membersihkan pabrik dari mesin-mesin
lama. Dalam kasus semacam ini, meskipun status legalnya kemungkinan masih dapat
dipertanyakan, tetapi secara janji semacam ini telah memunculkan kewajiban konstruktif
(constructive obligation) dan harus diakui sebagai decommissioning costs.

Contoh 4:

PT X bergerak dalam produksi bahan-bahan kimia. Perusahaan memasang tank bawah tanah untuk
menyimpan berbagai jenis bahan kimia. Tank dipasang pada saat perusahaan membeli fasilitas
15
pabrik tujuh tahun yang lalu. Pada bulan Februari 2009 pemerintah mengeluarkan peraturan yang
mengharuskan perusahaan untuk membongkar tank semacam ini pada saat tank sudah tidak
digunakan lagi. Dalam kasus semacam ini maka mulai sejak dikeluarkan peraturan pemerintah
perusahaan harus mengakui decomissioning obligation.

Misalnya dalam kasus PT X ini, dalam kegiatan operasionalnya perusahaan juga menggunakan
cairan kimia untuk membersihkan peralatan pabrik yang dimilikinya, yang ditempatkan dalam
penampungan yang khusus dirancang untuk tujuan tersebut. Penampungan dan tanah
sekitarnya yang semuanya adalah milik PT X, terkontaminasi oleh pembersih berbahan kimia
tersebut. Pada tanggal 1 Februari 2009 pemerintah menerbitkan peraturan yang berisi keharusan
untuk membersihkan dan membuang limbah produksi yang membahayakan pada akhir
penggunaan fasilitas penampungan sisa bahan kimia. Atas berlakunya peraturan pemerintah
tersebut, berakibat timbulnya keharusan untuk mengakui dengan segera biaya pembersihan dan
pembuangan limbah industri (decommissioning costs and obligation) yang berhubungan dengan
kontaminasi yang telah terjadi.

Tentang kemungkinan terjadinya perubahan taksiran decommissioning costs dan


dismantling costs, IFRIC nomor 1 menginterpretasikan bahwa penyesuaian hanya
diperlukan untuk sisa umur aset tetap, atau berlaku secara prospektif, dan tidak berlaku
secara restrospektif.

Inilah salah satu perbedaan antara US GAAP dan IFRS, karena US GAAP
berbasis Cost historis, maka dismantling dan decommissioning costs tidak diakui. Utang
bersyarat yang selama ini diakomodasi oleh US GAAP adalah bukan untuk konteks semacam
ini, misalnya hutang hadiah, utang garansi, atau utang karena adanya tuntutan hukum fihak
ketiga, yang jumlah nominalnya relatif lebih mudah pengukurannya. Hambatan yang akan
dihadapi pada saat IFRS diterapkan adalah pada penaksiran atau pengukuran dismantling
costs dan taksiran Cost lain yang akan timbul pada saat aset tetap dihentikan
pemanfaatannya. Namun demikian IFRIC nomor 1, telah memberikan solusi yang tepat
untuk mengatasi hambatan ini.

16
Contoh Soal Lanjutan
1. Apakah aset yang sudah habis depresiasinya tapi masih digunakan dalam aktivitas operasi
perusahaan tetap ditulis dalam laporan neraca atau catatan laporan keuangan?

2. Apakah peraturan umum pada pengakuan untung atau rugi atas penarikan aktiva tetap harus
dilaporakan dalam laporan laba rugi?

3. Apa perbedaaan perlakuan yang dalam akuntansi untuk situasi dimana pertukaran
mempunyai substansi komersial dan tidak memiliki substansi komersial?

4. Bagaimana perusahaan mencatat adanya grant oleh pemerintah?

5. PT. Indo Utama membeli tanah dengan harga $50,000. Biaya perataan tanah sebesar
$10,275.Serta biaya untuk penghancuran bangunan lama yang berdiri diatas tanah tersebut
sebesar $15,100. Berapakah besarnya biaya yang harus dicatat sebagaibiaya tanah?

6. PT. Maju Mundur membeli dua bidang tanah. Tanah tersebut salah satunya akan digunakan
sebagai tempat membangun pabrik baru sedang sebidang tanah yang lain dibeli dengan
tujuan akan dijual kembali. Bagaimana kedua bidang tanah tersebut harus dilaporkan didalam
neraca perusahaan?

7. PT. Adi Jaya mendapatkan tanah dengan menerbitkan saham biasa sebanyak 2000 lembar
dengan nilai par $20. Tanah tersebut langsung dinilai dengan hasil sebesar $120,000. Saham
tersebut aktif diperdagangkan dengan harga $50 per lembarnya. Siapkanlah jurnal umum
untuk mencatat akuisisi atas tanah tersebut!

8. PT. Surya Abadi memiliki mesin dengan biaya $35,000 saat membeli pada tanggal 1 Juli
2007. Penyusutannya sebesar $3,500 per tahun dan sampai dengan 31 Desember 2010
akumulasi penyusutannya sebesar $12,250. Selanjutnya perusahaan menjual mesin tersebut
pada 1 September 2011 sebesar $25,000. Buatlah jurnal untuk mencatat Depresiasi di tahun
2011 dan Mencatat besarnya penjualan tersebut!

17
9. PT. Abadi Karya memperdagangkan truk lamanya dengan truk baru. Biaya truk lama adalah
$25,000 dan memiliki akumulasi penyusutan sebesar $22,000. Truk baru tersebut berharga
$32,000. Namun, perusahaan juga harus membayar kas sebesar $31,000. Buatlah jurnal
untuk mencatat pertukaran aktiva ini!

10. PT. Kurnia Bakti membeli tanah, bangunan, dan peralatan dari PT. Sumber Kencana secara
tunai sebesar Rp. 306.000.000. Apabila estimasi dari ketiga aktiva tersebut adalah Rp.
60.000.000, Rp. 220.000.000, dan Rp. 80.000.000. Pada berapa jumlah ketiga aktiva tersebut
harus dicatat?

Pembahasan

1. Perusahaan harus tetap menunjukkan aset tersebut dalam laporan neraca maupun catatan
laporan keuangannya. Jika asetnya sudah habis didepresiasi, maka perusahaan akan menulis
nilai sisa atau gain yang diperoleh. Investor akan memperoleh informasi penting jika
perusahaan menunjukkan aset-asetnya secara lengkap. Maka dari itu informasi jika aset
tersebut sudah habis didepresiasi namun masih dipakai dalam aktivitas operasi perusahaan
juga harus dicantumkan dalam laporan keuangan atau catatan laporan keuangan.

2. Keuntungan dan kerugian dipaorkan bersama pos-pos bisnis biasa. Tetapi apabila itu berasal
dari operasi segmen perusahaan yang dijual maka harus dipisahakan mana yang hasil operasi
yang berlanjut dan tidak dan keuntungan atau kerugiannya dilaporkan bersama dengan hasil
yang berkaitan dengan operasi yang dihentikan.

3. Dalam pertukaran yang memiliki substansi komersial semua kerugian dan keutungan harus
dicatat secara langsung tetapi pada pertukarang yang tidak memiliki substansi komersial
maka kerugian akan dicatat secara langsung tetapi bila ada keuntungan akan ditangguhkan
pengakuannya

4. IFRS mewajibkan perusahaan untuk mengakui grant dari pemerintah menggunakan dasar
yang match dengan biaya yang dikompensasikan.Jika perusahaan mengakui grant sebagai
pendapatan selama masa pakainya, maka pengakuannya adalah dengan mencatat grant
tersebut sebagai pendapatan grant yang ditunda (deferred grant revenue). Namun grant juga

18
dapat diakui dengan mengurangkan grant dengan carrying amount asetnya sehingga beban
depresiasinya akan berkurang.

5. $50,000 + $10,275 + $15,100 = $75,375

6. Dalam kasus diatas tanah yang akan digunakan sebagai tempat memebangun pabrik baru
akan dicatat sebagai aktiva tetap perusahaan sedangkan tanah yang akan dijual kembali akan
dicatat sebagai investasi perusahaan.

7. Land (2,000 X $50) ........................................................... 100,000


Share Capital—Ordinary (2,000 X $20) .......... 40,000
Share Premium—Ordinary................................. 60,000

8. a. Depreciation Expense ($3,500 X 8/12) .......................... 2,333.33


Accumulated Depreciation ....................................... 2,333.33
b. Cash..................................................................................... 25,000
Accumulated Depreciation ($12,250 + 2,333.33)................ 14,583.33
Machinery............................................................................ 35,000
Gain on Disposal of Machinery........................................... 4,83.33

9. Truck ............................................................................ 32,000


Accumulated Depreciation............................................ 22,000
Loss on Disposal of Truck............................................. 1,000
Truck.............................................................................. 25,000
Cash............................................................................... 31,000

10. Total lump sum


Tanah 60.000.000
Bangunan 220.000.000
Peralatan 80.000.000
Total 360.000.000
Alokasi harga beli
Tanah (60.000.000/360.000.000) X 306.000.000 = 51.000.000
Bangunan (220.000.000/360.000.000) X 306.000.000 = 187.000.000
Peralatan (80.000.000/360.000.000) X 306.000.000 = 68.000.000
19
B. Cost Aset yang Dibangun Sendiri
Konsep pengukuran Cost atas aset tetap yang dibangun sendiri adalah sama
dengan aset tetap yang diperoleh dengan membeli dalam bentuk jadi, yaitu bahwa seluruh Cost
yang diperlukan untuk menyelesaikan pembangunan aset diperlakukan sebagai Cost aset
tetap, permasalahan hanya akan terjadi pada saat Cost aset ternyata melampaui recoverable
amount, kelebihan Cost harus diperlakukan sebagai biaya pada periode terjadinya Cost.
Jumlah abnormal dari sisa bahan, tenaga, dan sumberdaya yang lain tidak boleh diperlakukan
sebagai Cost aset tetap.
Aset tetap yang dibangun sendiri juga mencakup biaya pendanaan selama proses

pembangunan berlangsung. Ketentuan kapitalisasi biaya pendanaan diatur dalam IAS 23.

20
Kontroveri muncul untuk perlakuan akuntansi atas overhead Cost tetap. Terdapat dua

alternatif perlakuan akuntansi atas overhead Cost tetap:


Dibebankan ke Cost aset berdasarkan jumlah wajarnya atau dibebankan secara rata-
rata, misalnya menggunakan basis yang sama dengan pembebanan untuk persediaan yang
diproduksi sendiri, atau Dibebankan ke Cost aset tetap hanya sebesar kenaikan fixed
overhead cost yang dapat diidentifikasi.
Ketentuan dalam IAS 23 tersebut tidak berbeda dengan ketentuan yang berlaku
dalam US GAAP. Ketika IFRS belum mengatur masalah ini, praktisi akuntansi dianjurkan
untuk mempertimbangkan pedoman yang dikeluarkan oleh US GAAP. Dalam monograf riset
akuntansi AICPA, saran tersebut dinyatakan sebagai berikut:

???in the absence of compelling evidence to the contrary, overhead costs considered to have ?
discernible future benefits? for the purposes of determining the cost of inventory should be
presumed to have ?discernible future benefits? for the purpose of determining the cost of a self-
constructed depreciable asset???

Dalam hal aset tetap diperoleh dengan cara dibangun sendiri, sampai dengan saat ini belum ada
perbedaan konsep dan standar antara US GAAP dan IFRS.

C. Cost atas Pertukaran Aset Tetap


Aset tetap kemungkinan diperoleh melalui pertukaran antar aset tetap. US GAAP
mengatur bahwa pertukaran harus dibedakan sebagai berikut:

 Pertukaran tersebut antar aset sejenis atau tidak sejenis, kriteria sejenis atau tidak
sejenis adalah pada fungsi dari aset tetap, jika fungsinya sama maka akan
disimpulkan sebagai aset tetap sejenis.
 Jika pertukaran dilakukan antara aset tetap sejenis, maka tidak boleh diakui adanya
laba pertukaran aset tetap, kecuali dalam pertukaran tersebut diterima sejumlah kas,
maka laba diakui proporsional dengan kas yang diterima.

IFRS menetapkan standar yang kurang lebih sejalan dengan yang diatur dalam US
GAAP, perbedaanya adalah pada ketentuan sejenis dan tidak sejenis. IFRS menggunakan
21
istilah ?substansi ekonomi?, dalam arti bahwa pertukaran tersebut mengandung substansi
ekonomi atau tidak. Ukuran substansi ekonomi adalah pada pengaruhnya terhadap arus kas di

22
waktu yang akan datang, jika arus kas di waktu yang akan datang diprediksi tidak
terpengaruh oleh pertukaran, maka pertukaran akan dianggap sebagai tidak memiliki
substansi ekonomi, atau dianggap sebagai pertukaran aset tetap sejenis, meskipun pada
dasarnya aset tetap tersebut memiliki fungsi dan kegunaan yang berbeda.

D. Cost Setelah Kepemilikan


Cost yang terjadi setelah kepemilikan aset tetap, seperti perbaikan, pemeliharaan,
atau perbaikan (betterment). Perlakukan akuntansi atas Cost setelah pemilikan ditentukan
oleh karakteristik dari Cost tersebut. Cost setelah pemilikan dapat dikapitalisasi sepanjang Cost
tersebut diprediksi akan memberikan manfaat ekonomi di waktu yang akan datang melampau
prediksi manfaat ekonomi semula, misalnya umur ekonomisnya bertambah, kapasitas
produksinya bertambah, atau kualitas outputnya meningkat.

Sebagaimana halnya dalam Cost aset yang dibuat sendiri, jika Cost penggantian
melampaui batasan Cost yang telah ditetapkan, maka kelebihan Cost harus dibebankan sebagai
biaya pada periode yang berjalan, dan pada saat perbaikan aset menyangkut penggantian
sebagian dari aset, bagian aset yang diganti harus diperlakukan sebagai penghentian aset.
Untuk komponen aset tetap yang harus diganti secara periodic, karena usia
ekonomisnya lebih cepat dibanding aset tetap utamannya, maka komponen tersebut harus
didepresiasi tersendiri sesuai dengan umur ekonomis bagian dari aset tetap tersebut, sehingga
ketika komponen tersebut diganti atau direnovasi total, komponen tersebut diharapkan sudah
habis didepresiasi secara penuh. Jika ternyata masih tersisa Cost komponen aset tetap yang
belum didepresiasi penuh dan komponen aset tetap yang baru telah dibukukan sebagai
komponen aset tetap, maka sisa Cost aset tetap tersebut harus dihapus dari rekening
komponen aset tetap.
Prinsip umum yang dapat digunakah adalah jika pengeluaran Cost setelah
pemilikan hanya ditujukan untuk membuat aset tetap dapat berfungsi sesuai dengan prediksi
kapasitas produksi pada saat aset tetap diperoleh, atau untuk mengembalikan kapasitas aset

23
tetap ke kapasitas semula, pengeluaran Cost setelah pemilikan tersebut tidak boleh
dikapitalisasi.
Pengecualian dapat diberikan pada saat aset tetap diperoleh dalam kondisi
memerlukan pengeluran tertentu untuk membuat aset tetap tersebut dalam kondisi dapat
dioperasikan sebagaimana yang diharapkan. Dalam kondisi semacam ini, Cost Cost yang
dalam kondisi normal masuk dalam kategori biaya pemeliharan dan tidak dikapitalisasi,
dapat diperlakukan sebagai Cost yang dikapitalisasi. Setelah restorasi aset tetap selesai,
selanjutnya pengeluaran biaya pemeliharaan harus diperlakukan sebagai biaya periode.
Cost yang berkaitan dengan keharusan inspeksi, misalnya dalam kasus inspeksi
pesawat terbang, Cost semacam ini dapat dikapitalisasi dan didepresiasi sesuai dengan
periode berlakunya inspeksi teknis. Jika dikemudian hari diperlukan inspeksi ulang karena
kasus tertentu, maka Cost inspeksi yang belum didepresiasi harus dikeluarkan dari rekening
dan diganti dengan Cost inspeksi yang baru. Untuk memudahkan teknis pembukuan, Cost
inspeksi dapat diperlakukan sebagai komponen terpisah dari aset tetap utama. Secara umum
standar akuntansi untuk pengeluaran setelah pemilikan, tidak ada perbedaan antara standard
versi US GAAP dengan versi IFRS. Ketentuan tentang kapitaliasi pengeluaran, yang dalam
US GAAP diklasifikasi ke dalam capital expenditures dan revenue expenditures, dalam IFRS
juga berlaku ketentuan yang sama.

E. Depresiasi
Tidak ada perbedaan antara US GAAP dan IFRS tentang peran penting prinsip
penandingan (matching principle). Sesuai dengan konvensi dasar tentang prinsip
penandingan, Cost aset tetap harus dialokasikan ke masing-masing periode yang menikmati
jasa aset tetap melalui depresiasi. Pemilihan metode depresiasi harus disesuaikan dengan
karakteristik aset tetap yang didepresiasi, dengan tujuan agar menghasilkan alokasi Cost aset
tetap secara sistematis dan rasional selama umur ekonomis aset tetap.
Penentuan umur ekonomis aset tetap harus mempertimbangkan sejumlah factor,

misalnya faktor perubahan teknologi, keusangan normal, penggunaan secara fisik, serta
kemampuan untuk menggunakan aset tetap, baik secara legal maupun berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan keterbatasan yang lainnya. IAS 16 menyatakan bahwa,
meskipun secara normal tanah memiliki umur ekonomis tak terbatas sehingga Cost tanah

24
tidak didepresiasi, tetapi pada saat di dalam Cost tanah dimasukkan unsur Cost penataan
kembali atau Cost restorasi tanah pada akhir masa penggunaannya, maka Cost penataan
kembali atau Cost restorasi tanah harus didepresiasi sesuai dengan umur ekonomisnya.
Dalam bidang industri tertentu, tanah kemungkinan memiliki umur ekonomis yang terbatas,
misalnya terjadinya penurunan kesuburan tanah atau karena spesifik yang lainnya, dalam
kasus semacam ini Cost tanah harus didepresiasi sesuai dengan umur ekonomisnya.
IAS 16, revisi 2003, menganjurkan penggunaan pendekatan komponen dalam
depresiasi aset tetap. Dalam pendekatan ini masing-masing komponen aset tetap yang memiliki
umur ekonomis berbeda atau memiliki pola pemanfaatan berbeda, didepresiasi secara
terpisah dengan metode yang bebeda. Pendekatan ini ditujukan untuk keperluan ketepatan
perlakuan akuntansi atas pengeluaran-pengeluaran di waktu yang akan datang yang berkaitan
dengan komponen aset tetap yang bersangkutan. Selanjutnya IAS 16 menyatakan bahwa
metode depresiasi harus merefleksikan pola harapan manfaat ekonomis aset tetap di waktu
yang akan datang, sehingga ketepatan metode depresiasi harus dikaji ulang paling tidak
satu tahun sekali untuk disesuaikan dengan kemungkinan perubahan pola manfaat
ekonomis aset tetap.
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa IFRS mengatur secara
lebih rinci tentang ketentuan depresiasi aset tetap, terlebih lagi jika ketentuan depresiasi ini
dihubungkan dengan depresiasi untuk dismantling dan decommissioning costs. Dalam hal
terdapat situasi khusus seperti dalam kasus depresiasi tanah tersebut di atas, pada dasarnya di
bawah US GAAP praktik semacam itu tetap dimungkinkan melalui wadah yang disebut
dengan praktik industri, artinya praktik-praktik akuntansi tertentu tetap dimungkinkan untuk
diterapkan sepanjang praktik tersebut telah berterima umum dalam bidang industri yang
bersangkutan, serta sesuai dengan rerangka konseptual akuntansi keuangan.

F. Nilai Residu
IAS 16 menyatakan bahwa nilai residu sering tidak material dan dalam praktik
sering diabaikan, namun demikian untuk aset tertentu sangat dimungkinkan bahwa nilai
residu cukup material, terutama pada saat perusahaan menghentikan aset lebih awal dari
umur ekonomisnya, misalnya nilai residu aset tetap untuk bisnis perhotelan, yang karena
tuntutan kualias pelayanan, aset tetap cenderung dipelihara dengan standar tinggi, bahkan
untuk aset tetap tertentu bisa jadi nilai residunya lebih tinggi dari Cost perolehannya.
25
Dalam perspektif Cost historis, nilai residu didefinisikan sebagai nilai yang
diharapkan dari aset tetap pada akhir masa kegunaan aset tetap, berdasar nilai mata uang
sekarang. Namun demikian nilai residu harus diukur berdasarkan nilai bersih di luar biaya
penghentian aset tetap. Dalam kasus tertentu, dimungkinkan aset tetap memiliki nilai residu
negatif, sebagai contoh adalah nilai residu aset tetap pada saat suatu entitas harus mengeluarkan
biaya untuk penghentian aset tetap dalam jumlah yang cukup besar, atau pada saat suatu
perusahaan harus mengembalikan property seperti keadaan sebelum suatu aset ditempatkan,
misalnya untuk kasus tanah pertambangan yang menjadi objek undang-undang perlindungan
lingkungan. Dalam kasus semacam ini total beban depresiasi kemungkinan akan melampaui
Cost perolehan aset tetap, sehingga pada akhir umur ekonomis aset tetap, taksiran utang atas
penghentian aset akan sama dengan jumlah nilai residu negatif. Sehubungan dengan potensi
kasus semacam ini, nilai residu akan menjadi objek pengkajian ulang paling tidak satu tahun
sekali. Jika pengukuran aset tetap menggunakan metode revaluasi, nilai residu harus diukur
ulang pada setiap tanggal revaluasi aset tetap. Pengukuran nilai residu dilakukan dengan
menggunakan data nilai realisasi aset sejenis, dan umur ekonomis aset tetap pada saat
dilakukan revaluasi. Namun demikian dalam pengukuran nilai residu tidak perlu dilakukan
pengukuran potensi inflasi serta tidak perlu dilakukan pengukuran nilai sekarang untuk
mengakui adanya perubahan nilai waktu uang. Sesuai dengan prinsip Cost historis dalam
akuntansi aset tetap, jika diprediksi terjadi nilai residu negatif, nilai residu negatif dibebankan
selama umur ekonomis aset tetap, dengan cara seperti ini pada akhir umur ekonomis jumlah
biaya penghentian aset tetap telah habis dibebankan dan disebar ke seluruh periode akuntansi
selama umur ekonomis aset tetap.

G. Umur Ekonomis Aset Tetap


Umur ekonomis aset tetap dipengaruhi oleh berbagai hal seperti kebijakan
perbaikan dan pemeliharaan aset, perubahan teknologi, dan permintaan pasar atas barang yang
diproduksi dengan menggunakan aset tetap yang bersangkutan. Jika ketika melakukan review
metode depresiasi ternyata dapat diidentifikasi berbagai hal yang mempengaruhi penggunaan aset
tetap, sehingga taksiran umur ekonomis menjadi di atas atau di bawah taksiran sebelumnya,
maka perubahan taksiran umur ekonomis diperlakukan sebagai perubahan estimasi akuntansi,
bukan sebagai koreksi atas kesalahan akuntansi. Dengan demikian, tidak perlu dilakukan
pelaporan ulang atas biaya depresiasi yang dibebankan pada periode sebelumnya, perubahan
26
diperhitungkan secara prospektif, yaitu direfleksikan pada periode terjadinya perubahan dan
periode-periode sesudahnya.

Contoh perlakuan akuntansi atas perubahan estimasi umur ekonomis aset tetap, misalnya
suatu aset tetap dengan Cost Rp100.000.000,00, prakiraan awal umur ekonomis 10 tahun, tanpa
antisipasi nilai residu. Depresiasi menggunakan metode garis lurus, sehingga depresiasi per
tahun adalah Rp100.000.000/10 tahun = Rp 10.000.000. Setelah dua tahun berjalan,
manajemen merevisi umur ekonomis aset tetap tersebut menjadi 6 tahun. Dalam kasus ini maka
depresiasi tahun ke 3 sampai dengan tahun ke enam adalah berdasarkan sisa nilai buku aset
tetap, tanpa harus merevisi depresiasi yang telah dibebankan selama dua tahun sebelumnya,
sehingga dipresiasi per tahun setelah tahun ke dua adalah: ? x Rp80.000.000 =
Rp20.000.000,00.

H. Revaluasi Aset Tetap


IAS 16 menyediakan dua pendekatan akuntansi untuk revaluasi aset tetap
berwujud. Pertama adalah akuntansi berdasar Cost historis, di mana Cost perolehan atau Cost
konstruksi digunakan sebagai dasar pengakuan perolehan aset tetap, menjadi dasar perhitungan
depresiasi selama umur ekonomis aset tetap, dan juga sebagai dasar penghapusan
aset tetap dalam hal terjadi penurunan nilai aset tetap yang bersifat permanen. Dalam sejumlah
Negara metode ini menjadi satu-satunya metode yang diperkenankan, tetapi dalam beberapa
negara tertentu, terutama di negara-negara yang tingkat inflasinya tinggi, mengijinkan baik
revaluasi penuh maupun revaluasi secara terbatas (selected revaluation), dan IAS 16
membolehkan praktik semacam ini dengan memberi mandat yang dinyatakan dalam suatu
model yang disebut ?model revaluasi (revaluation model)?. Dalam model revaluasi, setelah
pengakuan aset, selanjutnya elemen-elemen aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur dengan
terpercaya (reliable) harus disajikan sebesar nilai revaluasinya, yaitu sebesar nilai wajar aset
tetap pada tanggal revaluasi dikurangi dengan akumulasi depresiasi sesudah revaluasi dan
akumulasi rugi penurunan nilai setelah revaluasi.
Dasar pemikiran pengakuan revaluasi adalah berhubungan dengan laporan posisi
keuangan (neraca) dan pengukuran kinerja periodik entitas yang disajikan dalam laporan rugi

27
laba komprehensif. Sehubungan dengan pengaruh inflasi, yang jika diukur secara tahunan tidak
material, tetapi jika diukur selama umur ekonomis aset tetap jumlahnya bisa menjadi material,
maka laporan pisisi keuangan dapat menjadi kumpulan beragam Cost yang tidak bermakna
jika prinsip Cost historis tetap dipertahankan dan revaluasi aset tetap tidak
diperkenankan untuk diterapkan.
Lebih jauh lagi, jika pembebanan depresiasi ke dalam laporan rugi laba
didasarkan pada Cost historis, maka konsekuensinya laba akan menjadi lebih saji
(overstated). Dalam situasi semacam ini, entitas yang secara nominal tampak
menguntungkan, karena kinerjanya diukur dengan Cost historis, bisa jadi akan menghadapi
persoalan likuiditas dan tidak mampu melanjutkan usahanya, atau paling tidak akan berada
dalam posisi kinerja organisasi yang lebih rendah dari yang dipersepsikan pembaca laporan
keuangan, tanpa adanya dukungan utang baru atau investasi baru. IAS 29, Financial
Reporting in Hyperinflationary Economies, mengatur masalah penyesuaian depresiasi pada
kondisi hiper inflasi. Disadari bahwa penggunaan metode revaluasi akan menjadi tidak tepat
dalam situasi ekonomi yang dari waktu ke waktu tidak menghadapi inflasi yang yang berarti.
Dalam model revaluasi, frekuensi revaluasi tergantung pada perubahan nilai wajar
dari elemen yang akan direvaluasi, dan konsekuensinya kekita nilai wajar aset yang direvaluasi
berbeda cukup material dengan nilai tersajinya (carrying amount), maka diperlukan revaluasi
ulang. Telah pula disadari bahwa model revaluasi memakan biaya yang lebih besar dibanding
model Cost historis, oleh sebab itu hasil survey di Inggris tahun 2005 yang dilakukan oleh the
Institute of Chartered Accountants menyimpulkan bahwa hanya 4% dari EU Companies yang
menggunakan model revaluasi untuk bangungan, tetapi tidak menggunakan model revaluasi
untuk aset tetap yang lain, dan hanya 28% dari EU Companies dengan investasi pada property
yang menggunakan metode nilai wajar (revaluasi) untuk aset
yang dimilikinya.
Berdasarkan uraian di atas, secara konseptual model revaluasi memang lebih ideal
dibanding model Cost historis, namun demikian dalam praktik model revaluasi lebih sulit untuk
diterapakan serta lebih memakan biaya. Pertanyaan lain yang bisa muncul adalah tentang
kenaikan manfaat informasi kuangan dengan model revalusi dibandingkan dengan biaya untuk
mengimplementasikan model revaluasi. Jika manfaatnya jauh melampaui biayanya, maka
model revaluasi akan menjadi relevan untuk diterapkan. US GAAP tidak

28
mengatur masalah revaluasi karena berbagai pertimbangan tentang konsekuensi dari penerapan
model revaluasi.

I. Nilai Wajar
Sebagai basis dari metode revaluasi, standar mendeskripsikan nilai wajar yang
digunakan dalam setiap kasus revaluasi, yaitu yang didefinisikan sebagai nilai aset yang
dapat digunakan sebagai basis nilai pertukaran antara dua fihak yang sama-sama memahami
aset dan berkenan untuk melakukan pertukaran.
Lebih jauh standar mensyaratkan bahwa sekali suatu entitas menggunakan model
revaluasi, mereka harus secara konsiten melakukannya di waktu yang akan datang, atau
memastikan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara nilai wajar dengan nilai saji pada saat
pelaporan laporan keuangn. Dengan kata lain, jika suatu entitas telah menggunakan metode
revaluasi, entitas tersebut tidak boleh melaporkan nilai aset yang tidak relevan dengan
nilai wajarnya. Jika metode revaluasi tidak dijalankan secara konsisten, dampaknya
akan sangat besar terhadap interpretasi pengguna laporan keuangan.
Sesuai dengan IAS 16, pengukuran nilai wajar biasanya dilakukan oleh jasa
penilai (appraisers) dengan menggunakan bukti-bukti pasar yang valid. Namun demikian untuk
aset tetap yang tidak memiliki nilai pasar yang jelas, yang siap untuk dugunakan, aset
tersebut dapat dinilai berdasarkan depreciated replacement costs.
Nilai wajar memang diakui sebagai nilai yang paling tepat untuk diterapkan,
terlepas dari sulitnya melakukan pengukuran atas nilai wajar aset tetap. Pada saat ini istilah
nilai wajar (fair value) diterapkan dalam IFRS tanpa petunjuk detail tentang bagaimana
menerapkannya. Pada bulan Mey 2009, IASB mempublikasikan Exposure Draft (ED)
tentang fair value measurements, yang mengacu pada US GAAP, tepatnya mengacu pada
FAS 157, yang digunakan oleh IASB sebagai titik awal perumusan nilai wajar (as the starting
point for its deliberations) tentang pedoman pengukuran nilai wajar. Berdasarkan ED 2009,
IASB mendeskripsikan bahwa pengukuran nilai wajar dapat dibagi ke dalam 3 (tiga)
peringkat sebagai berikut, peringkat I adalah didasarkan pada harga standar (quoted prices)
pada pasar aktif untuk aset atau utang yang dinilai, peringkat II adalah didasarkan pada hasil
obervasi langsung atau tidak langsung atas harga di pasar aktif untuk aset dan utang yang
sejenis, dan peringkat III adalah berdasarkan data yang tidak diobservasi, tetapi mampu

29
merefkelsikan asumsi bahwa para partisipan pasar akan menggunakannya sebagai dasar
pengukuran harga dan utang, termasuk asumsi tentang risiko.

30
BAB IV
KESIMPULAN
Secara konseptual IFRS menawarkan standard akuntansi yang lebih ideal untuk
diterapkan, terlepas dari berbagai hambatan yang dipastikan akan dihadapi pada saat standard
tersebut diterapkan. Dalam hal standard akuntansi untuk aset tetap, terdapat sejumlah kesamaan
dan juga sejumlah perbedaan. Hal-hal yang berbeda dalam IFRS pada dasarnya sudah lama
menjadi wacana dalam perumusan US GAAP, dan tidak dimasukkannya wacana standar
akuntansi ke dalam US GAAP adalah karena faktor pertimbangan biaya, manfaat, dan
risiko. Dengan demikian, jika pada akhirnya wacana standar akuntansi yang tidak dimasukkan
ke dalam US GAAP sekarang justru dimasukkan ke dalam IFRS, maka pengguna standar
harus terampil didalam menerapkannya sehingga tujuan ideal dari IFRS benar-benar bisa
dicapai.

Aset tetap telah diatur pada PSAK 16 atau dalam IAS 16, terkait dengan perbedaan dan
persamaan secara ringkas dapat dilihat dibawah ini :

a. Pengakuan.
Menurut GAAP : Aktiva tetap diakui sebesar biaya perolehan, sedangkan IAS16:

sama.
b. Revaluasi.
Menurut GAAP : Umumnya, aset tetap tidak dapat dinilai kembali ke fair value
kecuali jika penilaian kembali dilakukan berdasarkan peraturan pemerintah.
sedangkan IAS 16: Aktiva tetap dapat dinilai kembali untuk fair value jika semua
item dikelas yang sama dinilai kembali pada waktu yang sama dan revaluasi disimpan
up-to-date
c. Disposal.
Menurut GAAP : Keuntungan atau kerugian yang timbul dari penghentian atau
pelepasan suatu aktiva tetap diakui sebagai keuntungan atau kerugian dalam laporan laba
rugi. sedangkan IAS16 : Sama
d. Penentuan Cost.

31
Menurut GAAP : Biaya perolehan mencakup semua pengeluaran, termasuk
administrasi dan pengeluaran overhead umum, langsung untuk membawa aset ke
kondisi kerja bagi perusahaan dimaksudkan digunakan.

Hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian dan dikaji ulang secara lebih komprehensif dalam
kaitannya dengan standard akuntansi untuk aset tetap adalah sebagai berikut:

1. Masalah saat pengakuan aset tetap, tidak terdapat perbedaan antara US GAAP dan IFRS.
2. Masalah pengukuran Cost perolehan aset tetap, terdapat perbedaan antara US GAAP
dengan IFRS, terutama dengan perlunya dimasukkan unsur dismantling costs dan
decommissioning costs.
3. Masalah pengukuran Cost depresiasi aset tetap, terdapat perbedaan antara US GAAP
dengan IFRS, yaitu dengan dimasukkannya dismantling costs, decommissioning costs,
pengukuran nilai residu, dan revaluasi aset tetap.
4. Masalah penyajian Cost aset tetap di dalam laporan posisi keuangan, terdapat perbedaan
antara US GAAP dan IFRS, yaitu berdasarkan Cost historis untuk US GAAP dan
berdasarkan fair value untuk IFRS.

Dengan memahami perbedaan pokok antara US GAAP dan IFRS, serta memahami
pemikiran yang melatarbelakangi masing-masing standard, akan menjadi lebih mudah di dalam
memetakan permasalah stadard akuntansi untuk aset tetap serta di dalam menerapkannya di
dalam dunia praktik. Pembandingan antara US GAAP dan IFRS memegang peran penting
dalam proses pemahaman mengingat US GAAP adalah standar akuntansi yang sudah dikenal
dan diterapkan secara luas selama puluhan tahun.

32
DAFTAR PUSTAKA

Efraim Ferdinan Giri. Akuntansi Keuangan Menengah 1 perspektif IFRS. Yogyakarta: UPP
STIM YKPN, 2012

Harnanto. Akuntansi Keuangan Menengah. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi


Universitas Gadjah Mada, 2002.

Ikatan Akuntansi Indonesia. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat, 2002.
Soemarso. Akuntansi suatu Pengantar Buku 2 Edisi Kelima. Jakarta: Salemba Empat, 2005
Jusup, Al. Haryono.1993. Dasar-Dasar Akuntansi 2. Edisi 4. Yogyakarta: Bagian Penerbitan

STIE-YKPN.

Hendriksen, S. Eldon.,dan Nugroho W. Teori Akuntansi. Edisi 4. Jakarta: Erlangga.

Tuanakotta, M. Theodorus. Teori Akuntansi 2. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

33
34
35
36
37

Anda mungkin juga menyukai