Anda di halaman 1dari 39

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada lokasi penambangan Muara Tiga Besar Utara, kegiatan penambangan


batubara menggunakan sistem konvensional yaitu kombinasi antara Backhoe
Komatsu PC 400 sebagai alat muat (loading) dan Dump Truck Hino 500 sebagai
alat angkut (hauling). Pola pemuatan yang digunakan ialah pola top loading
dengan posisi pemuatan material menggunakan single truck back up. Adapun
kondisi lebar working loading point pada front penambangan MTBU, lebar
working loading point mempengaruhi proses penambangan. Kondisi loading point
yang sempit akan mengakibatkan keadaan lapangan menjadi crowded. Hal ini
menyebabkan efisiensi kerja alat dan produktivitas alat menurun. Front yang
sempit juga akan menyebabkan manuver alat angkut akan menjadi lama dan
memperbesar nilai cycle time alat angkut, kondisi front MTBU dapat dilihat pada
Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Kondisi Front MTBU


Lebar working loading point aktual di front juga akan mempengaruhi
produktivitas alat. Lebar working loading point ialah lebar area loading point
minimum agar alat muat dan alat angkut dapat bekerja optimal. Lebar working
loading point minimum berdasarkan Handbook Komatsu edisi 30 untuk Backhoe
PC 400 (small fleet) yakni 20 m, rincian lebar working loading point untuk setiap
jenis Backhoe nya tercantum pada Lampiran O.

47
48

Adapun Lebar working loading point aktual di front yang diukur


menggunakan alat pita ukur dapat dilihat pada Tabel 4.1 sebagai berikut.
Tabel 4.1 Lebar Aktual Loading Point di Front
Fleet Unit PC Lebar Loading Point Aktual (m)
PC 400-EX 251 21,20
PC 400-EX 256 20,15
PC 400-EX 257 23,30
PC 400-EX 258 18,50
PC 400-EX 260 24,50
PC 400-EX 261 22,35

Berdasarkan Tabel 4.1 di atas, lebar aktual loading point terlebar terdapat
pada fleet unit PC 400-EX 260. Perbandingan lebar working loading point
minimum Backhoe PC 400 pada Lampiran O, dapat disimpulkan bahwa
penambangan pada front tambang Muara Tiga Besar Utara termasuk luas dan
hanya saja pada operasi fleet unit PC 400-EX 258 lebar loading point nya sempit
sehingga tidak termasuk kriteria dalam lebar working loading point minimum.
Pada kegiatan penggalian batubara, pengamatan dilakukan pada 6 unit
Backhoe Komatsu PC 400 yang bekerja secara bergantian dan tiap fleet nya PC
400 melayani sebanyak 5-6 unit Dump Truck dengan menerapkan sistem sewa
alat per jam terhadap unit Backhoe Komatsu PC 400. Alur kegiatan penambangan
batubara diawali pada penggalian dan pemuatan material batubara menggunakan
alat Backhoe Komatsu PC 400 sedangkan Dump Truck Hino 500 untuk
pengangkutan batubara yang akan dibawa ke Stockpile dengan jarak angkut 1800
m dan ke Coal Handling Facility (CHF2) dengan jarak angkut 3200 m.

Gambar 4.2 Alat Backhoe PC 400 Melakukan Loading Batubara


49

4.1 Produktivitas Alat dan Biaya Sewa Alat


Pembahasan mengenai perhitungan produktivitas alat Backhoe PC 400 dan
perhitungan biaya sewa alatnya adalah sebagai berikut.
4.1.1 Produktivitas Backhoe PC 400
Perhitungan produktivitas alat coal getting di tambang Muara Tiga Besar
Utara didapatkan dari data produksi batubara dan jam jalan alat Backhoe,
selanjutnya dilakukan perhitungan rata-rata produktivitas tiap fleet (rangkaian)
alat Backhoe PC 400 batubara yang digunakan pada proses penambangan.
4.1.1.1 Jam Ketersediaan Alat (Equipment Availabilty)
Langkah awal mendapatkan perhitungan produktivitas alat coal getting
terlebih dahulu dihitung jam kesediaan alat yang digunakan pada Backhoe
Komatsu PC 400 dan Dump Truck Hino 500 saat melakukan pekerjaan pemuatan
(loading) dan pengangkutan (hauling) batubara di tambang Muara Tiga Besar
Utara. Pada Tabel 4.2 dibawah ini merupakan jam ketersediaan alat dalam
kegiatan penambangan di tambang Muara Tiga Besar Utara pada bulan Januari
dan Februari 2018 :
Tabel 4.2 Jam Ketersediaan Alat Bulan Januari dan Februari
Alat Total Hours Working Hours Stand By Hours Repairs Hours
(T) (W) (S) (R)
Januari Februari Januari Februari Januari Februari Januari Februari
PC 5.952 5.208 2.013,58 2.102,44 3.536,97 2.654,07 401,45 451,49
400
DT 44.483,02 7.672,74 26.035,44 4.453,39 16.417,72 2.569,24 2.029,86 650,11
500

Berdasarkan Tabel 4.2, diketahui jam ketersediaan alat pada bulan Januari
dan Februari total hours tertinggi terdapat pada alat Dump Truck Hino 500
dengan total hours sebesar 44.483,02 jam sedangkan total hours terendah terdapat
pada alat PC 400 dengan total hours sebesar 5.208 jam. Total hours didapatkan
dari penjumlahan waktu alat mekanis yang digunakan untuk bekerja (working
hours), jam perawatan alat (repairs hours) dan waktu saat alat siap untuk bekerja
tetapi tidak beroperasi (stand by hours). Waktu stand by hours alat akan
mempengaruhi ketercapaian dan keefektifan kerja dari suatu alat. Menurut Tabel
di atas waktu stand by hours alat PC 400 dan Dump Truck Hino 500 terdapat
adanya kecenderungan penurunan, adapun stand by hours Backhoe pada bulan
50

Januari sebesar 3.536,97 jam dan pada bulan Februari sebesar 2.654,07 jam
sedangkan stand by hours Dump Truck pada bulan Januari sebesar 16.417,72 jam
dan pada bulan Februari sebesar 2.569,24 jam.
Salah satu yang menyebabkan penurunan stand by hours adalah banyaknya
kehilangan waktu (lost time) alat sewaktu beroperasi di front penambangan,
semakin banyak waktu lost time alat semakin tinggi pula waktu stand by hours
nya dan begitu pula sebaliknya. Jam ketersediaan alat tersebut maka selanjutnya
akan dilakukan perhitungan Mechanical Availability (MA), Physical Availability
(PA), Use of Availability (UA) dan Effective Utilization (EU) untuk mengetahui
persentase ketersediaan alat (Availabilty). Persentase ketersediaan alat
(Availabilty) pada alat pemuatan (loading) dan pengangkutan (hauling) batubara
di tambang Muara Tiga Besar Utara dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan rincian
perhitungannya tercantum pada Lampiran T.
Tabel 4.3 Availabilty Bulan Januari dan Februari
Alat MA (%) PA (%) UA (%) EU (%)
Januari Februari Januari Februari Januari Februari Januari Februari
PC 83,38 82,32 93,26 91,33 36,28 44,20 33,83 40,37
400
DT 92,27 87,26 95,44 91,53 61,33 63,41 58,53 58,04
500

Dari Tabel 4.3, didapatkan perhitungan availabilty alat sebagai berikut :


W
MA Januari Alat PC 400 : MA = W + R x 100 %
2.013,58
= x 100 %
2.013,58 + 401,45
= 83,38 %
W+S
PA Februari Alat DT 500 : PA = x 100 %
W+R+S
4.453,39 + 2.569,24
= x 100 %
4.453,39 + 650,11 + 2.569,24
= 91,53 %
Berdasarkan Tabel 4.3 di atas, persentase ketersediaan alat (Availabilty)
tertinggi pada bulan Januari dan Februari terdapat pada alat Dump Truck Hino
500 dengan nilai persentase PA sebesar 95,44 %. Persentase ketersediaan alat
51

(Availabilty) terendah terdapat pada alat PC 400 dengan nilai persentase EU


sebesar 33,83 %. Selanjutnya persentase MA dan PA di bulan Januari dan
Februari kecenderungan mengalami penurunan. Penurunan ini terjadi didasarkan
pada perhitungan jam ketersediaan alatnya.
Availabilty dari setiap alat yang digunakan dibulan Januari dan Februari
pada kegiatan pemuatan (loading) dan pengangkutan (hauling) menunjukkan
bahwa alat-alat yang digunakan masih sangat baik dan tidak banyak memerlukan
waktu untuk perawatan alat terlihat pada Mechanical Avaibility (MA) dengan nilai
persentase yang masih di atas 80%. Sedangkan untuk Physical Avaibility (PA) alat
sangat tinggi yaitu di atas 90% yang menunjukkan bahwa alat tersebut masih
sangat baik kinerjanya serta pemakaian alatnya juga sangat baik dari jam jalan
atau jam operasi alat tersebut. Namun alat muat dan alat angkut yang digunakan
memiliki nilai persentase UA (use of avaibility) yang masih kurang dimana
manajemen alatnya belum baik. Effective Utilization (EU) alat yang rata-rata
dibawah 60% menunjukkan bahwa efektifitas alat yang digunakan belum sangat
baik.
4.1.1.2 Produktivitas Rencana Kerja Kontraktor
Berdasarkan rencana kerja kontraktor paket 10-200.R2 target produksi
Backhoe PC 400 periode Januari dan Februari 2018 PT Bukit Asam Tbk adalah
sebesar 456.000 ton dan 468.000 ton dengan jumlah 6 fleet yang beroperasi.
Rencana produktivitas bulan Januari dan Februari Backhoe PC 400 adalah 286
ton/jam.
4.1.1.3 Produktivitas Realisasi
Berdasarkan data realisasi produksi batubara alat Backhoe yang terdapat
pada Lampiran H dan jam jalan realisasi Backhoe pada Lampiran J maka
didapatkan produktivitas realisasi alat coal getting PC 400 dengan persamaan
sebagai berikut :

Produksi Backhoe
Produktivitas Realisasi =
Jam Jalan Backhoe
52

Adapun produktivitas realisasi Backhoe pada bulan Januari dan Februari


dapat dilihat pada Tabel 4.4 sebagai berikut :
Tabel 4.4 Produktivitas Realisasi Bulan Januari dan Februari
Jam Jalan Produktivitas
Produksi (Ton)
UNIT PC ( Jam) (Ton/Jam)
Januari Februari Januari Februari Januari Februari
PC 400-EX 251 69.216,264 69.963,25 253,0 228 273,58 306,86
PC 400-EX 256 66.044,520 83.278,02 250,0 292 264,18 285,20
PC 400-EX 257 105.116,860 79.720,60 369,0 286 284,87 278,74
PC 400-EX 258 63.302,40 85.203,67 213,0 292 297,19 291,80
PC 400-EX 260 58.955,170 69.674,11 204,0 262 288,99 265,93
PC 400-EX 261 53.082,40 36.992,48 190,0 151 279,38 244,98
Total 415.717,614 424.832,13 1.479 1.356 1.688,19 2.058,74
Total rata-rata 69.286,27 70.805,36 246,5 226 281,37 343,12

Dari Tabel 4.4 di atas, didapatkan perhitungan produktivitas coal getting sebagai
berikut :
69.216,264 ton
Produktivitas PC 400-EX 251 Bulan Januari = = 273,58 ton/jam
253 jam
36.992,48 ton
Produktivitas PC 400-EX 261 Bulan Februari = = 244,98 ton/jam
151 jam
Berdasarkan Tabel 4.4 di atas, diketahui produktivitas realisasi tertinggi
pada bulan Januari dan Februari terdapat pada unit PC 400-EX 251 dengan
produktivitas sebesar 306 ton/jam sedangkan produktivitas realisasi terendah
terdapat pada unit PC 400-EX 261 dengan produktivitas sebesar 244,98 ton/jam.
Pada bulan Februari terjadi peningkatan produktivitas yakni pada tipe unit PC
400-EX 251 dan PC 400-EX 251. Produktivitas tiap Backhoe mempunyai
perbedaan masing-masing, hal ini tergantung dari besaran produksi dan jam jalan
dari alat Backhoe tersebut. Besaran jam jalan alat dipengaruhi oleh hambatan-
hambatan kerja seketika alat beroperasi di front penambangan, dari hambatan
tersebut timbul kehilangan waktu (lost time) alat yang menyebabkan rendah dan
tingginya jam jalan suatu alat mekanis yang akan berdampak pada
produktivitasnya. Hasil perhitungan di atas didapatkanlah produktivitas rata-rata
Backhoe PC 400 pada bulan Januari sebesar 281,37 ton/jam dan pada bulan
Februari sebesar 343,12 ton/jam.
53

4.1.1.4 Produktivitas Teoritis


Produktivitas teoritis alat coal getting Backhoe PC 400 langkah awal
perhitungan yakni menghitung cycle time dari alat tersebut. Pada penelitian ini
setiap alat Backhoe PC 400 memiliki nilai cycle time yang berbeda-beda dengan
nilai cycle time total rata-rata secara keseluruhan alat Backhoe PC 400 sebesar
24,81 detik. Setelah mendapatkan cycle time alat langkah selanjutnya adalah
mencari kapasitas bucket dari alat Backhoe tersebut. Berdasarkan Handbook
Komatsu edisi 30, kapasitas bucket PC 400 yaitu sebesar 2,8 – 3,2 m3. Pemilihan
kapasitas bucket sebesar 3,2 m3 disebabkan pada saat melakukan pengamatan
dilapangan penggalian bucket Backhoe selalu terisi penuh.
Nilai swell factor harus diketahui terlebih dahulu jenis materialnya.
Di daerah penelitian swell factor batubara di area penambangan Muara Tiga Besar
Utara material batubara nya sub bituminus. Batubara di Muara Tiga Besar Utara
tergolong sub bituminus diasumsikan nilai swell factor 0,74 atau 74 %. Langkah
selanjutnya yaitu menentukan berapa besar bucket fill factor dari alat tersebut
faktor pengisian bucket terdapat pada Lampiran C. Pada Handbook Komatsu edisi
ke 30 terdapat tabel bucket fill factor yang menjelaskan pemilihan bucket fill
factor berdasarkan kondisi kerja penggalian. Berdasarkan teoritis dan perhitungan
yang dilakukan di lapangan, area kerja penggalian batubara pada tambang Muara
Tiga Besar Utara termasuk dalam kategori kondisi agak sulit dengan rentang nilai
fill factor 0,8 - 0,9.
Penentuan faktor efisiensi kerja ini digunakan untuk mendapatkan gambaran
produksi yang sebenarnya. Kondisi medan di area penambangan Muara Tiga
Besar Utara termasuk dalam kondisi average atau sedang dengan nilai persentase
sebesar 75% atau 0,75. Setelah semua diperhitungkan maka baru bisa mencari
berapa nilai produktivitas teoritis alat Backhoe per jam dengan satuan Lcm/Jam
untuk konversi ke satuan tonase kalikan dengan densitas batubara senilai 1,26
ton/m3. Produktivitas teoritis alat Backhoe PC 400 menggunakan persamaan
sebagai berikut :
3600
Produktivitas = x Kb x Ff x Sf x Eff
Ct
54

Data yang dibutuhkan untuk menghitung produktivitas teoritis Backhoe PC 400 :


Kapasitas Bucket (KB) : 3,2 m3 (Lampiran A)
Sweel Factor (SF) : 0,74 (Lampiran E)
Fill Factor (FF) : 0,9 m3 (Lampiran C)
Efisiensi Kerja (EK) : 75 % atau 0,75 (Lampiran D)
Densitas Batubara : 1,26 ton/m3
Nilai Cycle Time (CT) untuk setiap PC terdapat di Lampiran F.
Adapun produktivitas teoritis Backhoe PC 400 dapat dilihat pada Tabel 4.5
dan rincian perhitungannya tercantum pada Lampiran G.
Tabel 4.5 Produktivitas Teoritis Backhoe PC 400
Unit Kapasitas Fill Efisiensi Swell Cycle Produktivitas Produktivitas
PC Bucket Factor kerja Factor Time (Lcm/Jam) (Ton/Jam)
EX 251 3,2 0,9 0,75 0,74 24,38 236,02 297,39
EX 256 3,2 0,9 0,75 0,74 25,89 222,26 280,04
EX 257 3,2 0,9 0,75 0,74 23,23 247,71 312,11
EX 258 3,2 0,9 0,75 0,74 24,08 238,96 301,09
EX 260 3,2 0,9 0,75 0,74 25,73 223,64 281,79
EX 261 3,2 0,9 0,75 0,74 25,56 225,13 283,66
Total rata-rata 232,29 292,68

Dari Tabel 4.5 di atas, didapatkan perhitungan produktivitas PC 400 berdasarkan


teoritis sebagai berikut :
3600
Produktivitas PC 400-EX 257 = x Kb x Ff x Sf x Eff
Ct
3600
= x 3,2 x 0,9 x 0,74 x 0,75
23,23
= 247,71 x 1,26 = 312,11 ton/jam
Berdasarkan dari Tabel 4.5 di atas, diketahui produktivitas teoritis tertinggi
Backhoe PC 400 terdapat pada unit PC 400-EX 257 dengan produktivitas sebesar
312,11 ton/jam dan yang terendah terdapat pada unit PC 400-EX 256 dengan
produktivitas sebesar 280,04 ton/jam. Hasil perhitungan di atas didapatkan
produktivitas rata-rata Backhoe PC 400 sebesar 292,68 ton/jam. Besaran nilai
produktivitas tiap Backhoe tergantung dari nilai cycle time (CT) setiap unit alat
masing-masing. Besaran nilai cycle time alat dipengaruhi oleh beberapa hal teknis
55

yang umumnya terjadi dilapangan, yakni kinerja operator, kondisi front kerja dan
jalan angkut.
Kinerja operator yang lamban seketika mengoperasikan alat akan
menimbulkan waktu sia-sia yang berdampak pada nilai waktu siklus (cycle time)
alat semakin besar. Kemudian kondisi front kerja dan jalan angkut yang tidak
sesuai akan menghambat kegiatan penambangan menjadi terganggu, sehingga
berdampak pada ketidakefektifan kerja alat yang sebagaimana mestinya bisa
seoptimal mungkin dalam mencapai siklus waktu kerjanya dan besaran nilai cycle
time nya pun meningkat karena adanya hambatan tersebut.
4.1.2 Biaya Sewa Alat Backhoe PC 400
Berdasarkan perjanjian kontrak antara PT Bukit Asam Tbk dengan PT
Pamapersada Nusantara dalam rencana kerja kontraktor paket 10-200.R2 telah
ditetapkan bahwa pembayaran sewa alat periode bulan Januari dan Februari 2018
alat Backhoe Komatsu PC 400 adalah dengan sistem sewa yaitu sebesar Rp
1.091.000/jam.
4.1.2.1 Jam Jalan Backhoe PC 400
Jam jalan diperhitungkan dalam perhitungan pembiayaan sewa alat setiap
jam operasinya. Jam jalan aktual alat berat didapatkan dari jam jalan alat berat
yang berdasarkan perjanjian pekerjaan sewa menyewa alat berat.
A. Jam Jalan Rencana Kerja Kontraktor
Berdasarkan rencana kerja kontraktor paket 10-200.R2 yang telah ditetapkan
PT Bukit Asam Tbk dengan PT Pamapersada Nusantara jam jalan untuk setiap
Backhoe Komatsu PC 400 dalam kegiatan pemuatan (loading) batubara untuk
periode Januari 2018 sebesar 266 jam dan Februari 2018 sebesar 273 jam.
B. Jam Jalan Realisasi
Jam jalan realisasi alat didapatkan dari jam jalan alat (hours meter). Hours
meter diperoleh dengan melihat hours meter awal dan hours meter akhir dari
alat PC 400 tersebut sehingga diketahui jam jalan/operasi alat yang terpakai,
jam jalan realisasi pada bulan Januari dan Februari dapat dilihat pada
Tabel 4.6 sebagai berikut.
56

Tabel 4.6 Jam Jalan Realisasi PC 400 Bulan Januari dan Februari
Jam Jalan
Unit PC
Januari Februari
EX 251 253 228
EX 256 250 292
EX 257 369 286
EX 258 213 292
EX 260 204 262
EX 261 190 151
Total 1.479 1.356
Total rata-rata 246,5 226

Berdasarkan Tabel 4.6, diketahui jam jalan realisasi tertinggi PC 400 bulan
Januari dan Februari terdapat pada unit PC EX-257 yakni 369 jam dan terendah
terdapat pada unit PC-EX 261 yakni 151 jam. Total rata-rata yang didapatkan
jam jalan Backhoe pada bulan Januari sebesar 246,5 jam dan pada bulan
Februari sebesar 226 jam.
C. Jam Jalan Teoritis
Perhitungan jam jalan teoritis Backhoe diperlukan data produksi realisasi
Backhoe yang tercantum pada Lampiran H dan hasil perhitungan produktivitas
teoritis yang telah diperhitungkan pada Tabel 4.5. Sehingga perhitungan jam
jalan teoritis dapat menggunakan persamaan sebagai berikut :
Produksi Realisasi Backhoe
Jam Jalan Teoritis =
Produktivitas Teoritis

Adapun perhitungan jam jalan teoritis Backhoe dapat dilihat pada Tabel
4.7 sebagai berikut.
Tabel 4.7 Jam Jalan Teoritis Backhoe
Produksi Realisasi Produktivitas
Jam Jalan Teoritis
Unit PC (Ton) Teoritis
Januari Februari (Ton/Jam) Januari Februari
EX 251 69.216,264 69.963,25 297,39 232,76 235,26
EX 256 66.044,520 83.278,02 280,04 235,84 297,37
EX 257 105.116,860 79.720,60 312,11 336,8 255,42
EX 258 63.302,40 85.203,67 301,09 210,24 282,98
EX 260 58.955,170 69.674,11 281,79 209,22 247,25
EX 261 53.082,40 36.992,48 283,66 187,13 130,41
Total 1.411,99 1.448,69
Total rata-rata 235,33 241,45

Berdasarkan Tabel 4.7 di atas, diketahui jam jalan teoritis tertinggi bulan
Januari dan Februari terdapat pada unit PC EX-257 dengan jam jalan alat
57

sebesar 336,8 jam dan yang terendah terdapat pada unit PC EX-261 dengan
jam jalan alat sebesar 130,41 jam. Hasil perhitungan total keseluruhan jam
jalan alat teoritis pada bulan Januari sebesar 1.411,99 jam dan 1.448,69 jam
pada bulan Februari.
4.1.2.2 Biaya Sewa Alat Rencana Kerja Kontraktor
Perhitungan biaya sewa alat coal getting berdasarkan rencana kerja
kontraktor yaitu dengan perkalian dari jam jalan rencana kerja kontraktor alat coal
getting (Lampiran N) yakni periode bulan Januari sebesar 266 jam dan Februari
sebesar 273 jam dengan biaya sewa alat Backhoe PC 400 yakni Rp 1.091.000/jam
yang telah ditetapkan dalam perjanjian antara PT Bukit Asam Tbk dengan
kontraktor PT Pamapersada Nusantara sebanyak 6 unit Backhoe Komatsu PC 400
yang beroperasi.
Tabel 4.8 Biaya Sewa Alat Rencana Kerja Kontraktor
Jam Jalan Rencana Biaya Sewa Rencana
Unit Alat
Januari Februari Januari Februari
PC 400 266 273 Rp 290.206.000,00 Rp 297.843.000,00
Total Biaya Rp 1.741.236.000,00 Rp 1.787.058.000,00
Total Rata-Rata Biaya Rp 290.206.000,00 Rp 297.843.000,00

Berdasarkan Tabel 4.8 di atas, diketahui biaya sewa alat rencana kerja
kontraktor yang harus dikeluarkan pada setiap unit Backhoe nya pada bulan
Januari sebesar Rp 290.206.000,00 dan pada bulan Februari sebesar Rp
297.843.000,00. Total biaya sewa alat coal getting yang dikeluarkan dari semua
unit Backhoe yang dipakai berdasarkan rencana kerja kontraktor pada bulan
Januari sebesar Rp 1.741.236.000,00 dan pada bulan Februari sebesar Rp
1.787.058.000,00.
4.1.2.3 Biaya Sewa Alat Realisasi
Perhitungan biaya sewa alat realisasi coal getting yaitu dengan perkalian
dari jam jalan realisasi tiap alat Backhoe (Lampiran J) dengan biaya sewa yang
ditetapkan yakni Rp 1.091.000/jam.
Adapun perhitungan biaya sewa alat realisasi dapat dilihat pada Tabel 4.9
sebagai berikut.
58

Tabel 4.9 Biaya Sewa Alat Realisasi


Jam Jalan
Realisasi Biaya Sewa Alat Realisasi
Unit PC
Januari Februari Januari Februari
EX 251 253 228 Rp 276.023.000,00 Rp 284.748.000,00
EX 256 250 292 Rp 272.750.000,00 Rp 318.572.000,00
EX 257 369 286 Rp 402.579.000,00 Rp 312.026.000,00
EX 258 213 292 Rp 232.383.000,00 Rp 318.572.000,00
EX 260 204 107 Rp 222.564.000,00 Rp 116.737.000,00
EX 261 190 151 Rp 207.290.000,00 Rp 164.741.000,00
Total Biaya Rp 1.631.589.000,00 Rp 1.515.396.000,00
Total Rata-Rata Biaya Rp 268.931.000,00 Rp 252.572.000,00

Berdasarkan Tabel 4.9, diketahui biaya sewa alat coal getting terbesar yang
harus dikeluarkan pada bulan Januari dan Februari pada setiap unit Backhoe nya
yakni terdapat pada unit PC EX-257 dengan biaya sebesar Rp 402.579.000,00
sedangkan biaya yang terkecil terdapat pada unit PC EX-260 dengan biaya
sebesar Rp 116.737.000,00. Total biaya sewa alat coal getting yang dikeluarkan
perusahaan untuk semua unit alat Backhoe PC 400 pada bulan Januari sebesar Rp
1.631.589.000,00 dan bulan Februari sebesar Rp 1.515.396.000,00. Besaran biaya
sewa alat realisasi coal getting yang dikeluarkan perusahaan tergantung jam jalan
Backhoe, semakin tinggi jam jalan Backhoe semakin besar pula biaya sewa alat
yang harus dikeluarkan.
4.1.2.4 Biaya Sewa Alat Teoritis
Perhitungan biaya sewa alat berdasarkan teoritis yaitu dari perkalian jam
jalan teoritis alat yang telah diperhitungkan sebelumnya yang terdapat pada Tabel
4.7 dengan biaya sewa yang ditetapkan dalam perjanjian antara PT Bukit Asam
Tbk dengan kontraktor PT Pamapersada Nusantara yakni Rp 1.091.000/jam.
Adapun biaya sewa alat teoritisnya dapat dilihat pada Tabel 4.10 sebagai berikut.
Tabel 4.10 Biaya Sewa Alat Teoritis
Jam Jalan
Biaya Sewa Alat Teoritis
Unit PC Teoritis
Januari Februari Januari Februari
EX 251 232,76 235,26 Rp 253.941.160,00 Rp 256.668.660,00
EX 256 235,84 297,37 Rp 257.301.440,00 Rp 324.430.670,00
EX 257 336,8 255,42 Rp 367.448.800,00 Rp 278.663.220,00
EX 258 210,24 282,98 Rp 229.371.840,00 Rp 308.731.180,00
EX 260 209,22 247,25 Rp 228.259.020,00 Rp 269.749.750,00
EX 261 187,13 130,41 Rp 204.158.830,00 Rp 142.277.310,00
Total Biaya Rp 1.508.481.090,00 Rp 1.580.520.790,00
59

Jam Jalan
Unit Biaya Sewa Alat Teoritis
Teoritis
PC
Januari Februari Januari Februari
Total Rata-Rata Biaya Rp 256.746.848,00 Rp 263.420.132,00

Berdasarkan Tabel 4.10, diketahui biaya sewa alat teoritis terbesar yang
harus dikeluarkan pada bulan Januari dan Februari terdapat pada unit PC-EX 257
dengan biaya sebesar Rp 367.448.800,00 sedangkan biaya yang terkecil terdapat
pada unit PC-EX 261 dengan biaya sebesar Rp 142.277.310,00. Total biaya sewa
alat berdasarkan teoritis yang harus dikeluarkan dari semua unit Backhoe maka
besar biaya sewa alat coal getting PC 400 pada bulan Januari dengan biaya
sebesar Rp 1.508.481.090,00 dan pada bulan Februari dengan biaya sebesar Rp
1.580.520.790,00.
4.1.2.5 Selisih Biaya Sewa Alat Backhoe PC 400
Analisis perhitungan selisih biaya sewa alat dilakukan untuk mengetahui
berapa besar selisih biaya sewa alat yang dikeluarkan, lalu dibandingkan apakah
biaya sewa alat berdasarkan rencana kontraktor lebih menguntungkan
dibandingkan perhitungan berdasarkan sewa teoritis.
A. Selisih Biaya Bulan Januari
Langkah awal perhitungan selisih biaya sewa alat terlebih dahulu dilakukan
perbandingan biaya sewa alatnya yang telah diperhitungkan sebelumnya yakni
biaya sewa rencana, biaya sewa aktual dan biaya sewa teoritis. Rincian biaya
sewa alat tiap unit Backhoe pada bulan Januari dapat dilihat pada Tabel 4.11
sebagai berikut.
Tabel 4.11 Perbandingan Biaya Sewa Alat Bulan Januari
Unit PC Sewa Rencana Sewa Realisasi Sewa Teoritis
EX 251 Rp 290.206.000,00 Rp 276.023.000,00 Rp 253.941.160,00
EX 256 Rp 290.206.000,00 Rp 272.750.000,00 Rp 257.301.440,00
EX 257 Rp 290.206.000,00 Rp 402.579.000,00 Rp 367.448.800,00
EX 258 Rp 290.206.000,00 Rp 232.383.000,00 Rp 229.371.840,00
EX 260 Rp 290.206.000,00 Rp 222.564.000,00 Rp 228.259.020,00
EX 261 Rp 290.206.000,00 Rp 207.290.000,00 Rp 204.158.830,00
Total Rp 1.741.236.000,00 Rp 1.631.589.000,00 Rp 1.508.481.090,00

Berdasarkan Tabel 4.11, dapat dianalisis selisih biaya sewa alat realisasi
dengan biaya sewa alat rencana kerja kontraktor pada bulan Januari serta
60

selisih biaya sewa alat teoritis dengan biaya sewa alat realisasi dengan
perhitungan sebagai berikut :
Selisih Biaya Sewa Rencana = Biaya Sewa Rencana - Biaya Sewa Realisasi
Selisih Biaya Sewa Teoritis = Biaya Sewa Teoritis - Biaya Sewa Realisasi
Adapun selisih biaya sewa alat Backhoe PC 400 dapat dilihat pada Tabel 4.12
sebagai berikut.
Tabel 4.12 Selisih Biaya Sewa Alat Bulan Januari
PC UNIT Selisih Biaya Rencana dengan Realisasi Selisih Biaya Teoritis dengan Realisasi
EX 251 +Rp 14.183.000,00 -Rp 22.081.840,00
EX 256 +Rp 17.456.000,00 -Rp 15.448.560,00
EX 257 -Rp 112.373.000,00 -Rp 35.130.200,00
EX 258 +Rp 57.823.000,00 -Rp 3.011.160,00
EX 260 +Rp 67.642.000,00 +Rp 5.695.020,00
EX 261 +Rp 82.916.000,00 -Rp 3.131.170,00
Total +Rp 127.647.000,00 -Rp 73.107.910,00

Dari Tabel 4.12, terlihat bahwa bulan Januari selisih biaya sewa alat menurut
teoritis dengan biaya sewa realisasi dari 6 unit Backhoe PC 400 bernilai
negatif, artinya berdasarkan analisis teoritis PT Bukit Asam Tbk memiliki
biaya yang sia-sia atau kerugian biaya sewa alat sebesar Rp 73.107.910,00.
Selanjutnya berdasarkan perbandingan biaya sewa alat menurut rencana kerja
kontraktor pada bulan Januari selisih biaya yang dikeluarkan oleh PT Bukit
Asam Tbk bernilai positif yaitu +Rp 127.647.000,00 artinya biaya sewa
realisasi yang dibayar oleh PT Bukit Asam Tbk dibawah dari nilai biaya sewa
sesuai rencana kerja kontraktor dan memiliki nilai sisa yaitu sebesar Rp
127.647.000,00.
Berdasarkan analisis perhitungan selisih biaya sewa alat coal getting pada
bulan Januari dapat disimpulkan bahwa untuk biaya sewa alat rencana
kontraktor lebih menguntungkan apabila dibandingkan dengan selisih biaya
sewa teoritis. Jika menerapkan biaya sewa alat sesuai rencana kerja kontraktor
maka PT Bukit Asam Tbk memiliki nilai sisa dan keuntungan sebesar
Rp 127.647.000,00.
B. Selisih Biaya Bulan Februari
Langkah awal perhitungan selisih biaya sewa alat terlebih dahulu dilakukan
perbandingan biaya sewa alatnya yang telah diperhitungkan sebelumnya yakni
61

biaya sewa rencana, biaya sewa aktual dan biaya sewa teoritis. Rincian biaya
sewa alat tiap unit Backhoe pada bulan Januari dapat dilihat pada Tabel 4.13
sebagai berikut.
Tabel 4.13 Perbandingan Biaya Sewa Alat Bulan Februari
Unit PC Sewa Rencana Sewa Realisasi Sewa Teoritis
EX 251 Rp 297.843.000,00 Rp 284.748.000,00 Rp 256.668.660,00
EX 256 Rp 297.843.000,00 Rp 318.572.000,00 Rp 324.430.670,00
EX 257 Rp 297.843.000,00 Rp 312.026.000,00 Rp 278.663.220,00
EX 258 Rp 297.843.000,00 Rp 318.572.000,00 Rp 308.731.180,00
EX 260 Rp 297.843.000,00 Rp 116.737.000,00 Rp 269.749.750,00
EX 261 Rp 297.843.000,00 Rp 164.741.000,00 Rp 142.227.310,00
Total Rp 1.787.058.00,00 Rp 1.515.396.000,00 Rp 1.580.520.790,00

Berdasarkan Tabel 4.13 di atas, dapat dianalisis selisih biaya sewa alat realisasi
dengan biaya sewa alat rencana kerja kontraktor pada bulan Februari serta
selisih biaya sewa alat teoritis dengan biaya sewa alat realisasi dengan
perhitungan sebagai berikut :
Selisih Biaya Sewa Rencana = Biaya Sewa Rencana - Biaya Sewa Realisasi
Selisih Biaya Sewa Teoritis = Biaya Sewa Teoritis - Biaya Sewa Realisasi
Adapun selisih biaya sewa alat Backhoe PC 400 dapat dilihat pada Tabel 4.14
sebagai berikut.
Tabel 4.14 Selisih Biaya Sewa Alat Bulan Februari
PC UNIT Selisih Biaya Rencana dengan Aktual Selisih Biaya Teoritis dengan Aktual
EX 251 +Rp 13.095.000,00 +Rp 28.079.340,00
EX 256 -Rp 20.729.000,00 +Rp 5.858.670,00
EX 257 -Rp 14.183.000,00 -Rp 33.362.780,00
EX 258 -Rp 20.729.000,00 -Rp 9.840.820,00
EX 260 +Rp 181.106.000,00 +Rp 153.012.750,00
EX 261 +Rp 133.102.000,00 -Rp 22.463.690,00
Total +Rp 271.662.000,00 +Rp 74.965.610,00

Dari Tabel 4.14, terlihat bahwa bulan Februari 2018 selisih biaya sewa alat
menurut teoritis dengan biaya sewa realisasi dari 6 unit PC 400 bernilai
positif, artinya berdasarkan analisis teoritis PT Bukit Asam Tbk memiliki nilai
sisa biaya sewa alat Backhoe PC 400 yaitu sebesar Rp 74.965.610,00.
Selanjutnya berdasarkan perbandingan biaya sewa alat menurut rencana kerja
kontraktor pada bulan Februari 2018 untuk 6 fleet yang dilayani oleh Backhoe
Komatsu PC 400 selisih biaya yang dikeluarkan oleh PT Bukit Asam Tbk
bernilai positif yaitu +Rp 271.662.000,00 artinya biaya sewa realisasi yang
62

dibayar oleh PT Bukit Asam Tbk dibawah dari nilai biaya sewa sesuai rencana
kerja kontraktor dan memiliki nilai sisa yaitu sebesar Rp 271.662.000,00.
Berdasarkan analisis perhitungan selisih biaya sewa alat pada bulan Februari di
atas dapat disimpulkan bahwa untuk biaya sewa alat rencana kontraktor lebih
menguntungkan apabila dibandingkan dengan selisih biaya sewa teoritis.
Apabila menerapkan biaya sewa alat sesuai rencana kerja kontraktor maka PT
Bukit Asam Tbk memiliki nilai sisa dan keuntungan sebesar Rp
271.662.000,00.

4.2 Efisiensi Biaya Sewa Alat Coal Getting


Pembahasan mengenai perhitungan efisiensi biaya sewa alat coal getting
adalah sebagai berikut.
4.2.1 Efisiensi Biaya Sewa Alat Bulan Januari 2018
Perhitungan efisiensi biaya sewa alat Backhoe didapatkan dari total nilai
persentase produksi realisasi dibandingkan dengan total persentase biaya sewa
alat realisasi begitu juga dengan biaya sewa teoritis. Rincian produksi batubara
setiap PC dapat dilihat di Lampiran H. Adapun perbandingan persentase produksi
dan biaya sewa alat dapat dilihat pada Tabel 4.15.
Tabel 4.15 Perbandingan Persentase Produksi dan Biaya Sewa Alat
% Produksi % Sewa Relisasi % Sewa Teoritis
Unit PC
dari Target dari Rencana dari Rencana
EX 251 91,07 % 95,11% 87,50%
EX 256 86,90 % 93,98 % 88,66%
EX 257 138,31 % 138,72 % 126,62%
EX 258 83,29 % 80,08 % 79,04%
EX 260 77,57 % 76,69 % 78,65%
EX 261 69,85 % 71,43 % 70,35%
Total 91,17 % 93,70 % 86,63%

Berdasarkan Tabel 4.15, bahwa pada bulan Januari tidak terjadi efisiensi
biaya sewa alat. Jika melihat hasil dari perbandingan persentase biaya sewa
realisasi dengan produksinya, nilai efisiensinya 91,17 % - 93,70 % = - 2,53 %.
Artinya terdapat biaya sewa alat yang sia-sia sebesar 2,53 % dari persentasi
produksi. Beda halnya jika melihat hasil dari perbandingan persentase biaya sewa
teoritis dengan produksinya, nilai efisiensinya 91,17 % - 86,63 % = 4,54 %
63

artinya terdapat efisiensi biaya sewa alat yang sesuai dengan persentase produksi
sebesar 4,54 %. Apabila diperhitungkan pencapaian nilai efisiensi biaya (R/C
Ratio) dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
TR
(R/C Ratio) =
TC
91,17 %
=
93,70 %
0,92
= = 0,98 atau < 1 (lebih kecil dari satu)
0,94
Nilai R/C Ratio pada bulan Januari tergolong belum efisien dan penggunaan
biayanya tidak menguntungkan.
4.2.2 Efisiensi Biaya Sewa Alat Bulan Februari 2018
Langkah awal menghitung efisiensi biaya sewa alat Backhoe ialah dari total
nilai persentase produksi realisasi dibandingkan dengan total persentase biaya
sewa alat realisasi begitu juga dengan biaya sewa teoritisnya. Rincian produksi
batubara setiap PC dapat dilihat di Lampiran H. Adapun perbandingan persentase
produksi dan biaya sewa alat dapat dilihat pada Tabel 4.16.
Tabel 4.16 Perbandingan Persentase Produksi dan Biaya Sewa Alat
% Produksi % Sewa Realisasi % Sewa Teoritis
Unit PC
dari Target dari Rencana dari Rencana
EX 251 89,70 % 95,60 % 86,18%
EX 256 106,77 % 106,96 % 108,93%
EX 257 102,21 % 104,76 % 93,56%
EX 258 109,24 % 106,96 % 103,66%
EX 260 89,33 % 39.19 % 90,57%
EX 261 47,43 % 55,31 % 47,77%
Total 90,77 % 84,80% 88,44%

Berdasarkan Tabel 4.16, bahwa pada bulan Februari terjadi efisiensi biaya
sewa alat. Jika melihat hasil dari perbandingan persentase biaya sewa realisasi
dengan produksinya, nilai efisiensinya 90,77 % - 84,80 % = + 5,97 %. Artinya
bulan Februari terjadi efisiensi biaya sebesar 5,97 %. Sama halnya jika melihat
hasil dari perbandingan persentase biaya sewa teoritis dengan produksinya, nilai
efisiensinya 90,77 % - 88,44 % = + 2,33 % artinya terdapat efisiensi biaya sewa
alat yang sesuai dengan persentase produksi sebesar 2,33 %. Apabila
64

diperhitungkan pencapaian nilai efisiensi biaya (R/C Ratio) dihitung dengan


persamaan sebagai berikut :
TR
(R/C Ratio) =
TC
90,77 %
=
84,80 %
0,91
= = 1,07 atau > 1 (lebih besar dari satu)
0,85
Nilai R/C Ratio pada bulan Februari tergolong efisien dan penggunaan biayanya
menguntungkan.
Adapun untuk grafik perbandingan persentase produksi dan biaya sewa alat
periode bulan Januari dan Februari 2018 dapat dilihat pada Gambar 4.3 sebagai
berikut.

Perbandingan Persentase Produksi dan Biaya Sewa Alat

96.00%
93.70%
94.00%

92.00% 91.17% 90.77%

90.00%
88.44%
88.00%
86.63%
86.00% 84.80%
84.00%

82.00%

80.00%
% Produksi dari % Sewa Relisasi dari % Sewa Teoritis dari
Target Rencana Rencana

Januari Februari

Gambar 4.3 Persentase Produksi dan Biaya Sewa Alat Bulan Januari dan Februari
Berdasarkan Gambar 4.3, menjelaskan bahwa pada bulan Januari 2018
persentase produksi bernilai lebih kecil dibandingkan dengan persentase biaya
sewa alat dengan defisit - 2,53 %. Persentase biaya sewa yang lebih besar
65

dibandingkan produksinya menjadi faktor penyebab terbesar dari tidak terjadinya


efisiensi biaya sewa alat pada bulan Januari. Berbeda pada bulan Februari yang
mana persentase produksi bernilai lebih besar dibandingkan dengan persentase
biaya sewa alat dengan defisit 5,97 %. Persentase produksi yang lebih besar
dibandingkan dengan biaya sewa alat menyebabkan terjadinya efisiensi biaya
sewa alat pada bulan Februari.

4.3 Penerapan Sistem Monitoring Ritase Alat


Penerapan sistem monitoring ritase alat angkut batubara yang dilakukan tiap
jam operasinya bertujuan untuk menjaga produktivitas alat muat Backhoe yang
beroperasi di front penambangan berjalan efektif dan tidak menimbulkan lost time
sehingga biaya sewa alat yang dikeluarkan perusahaan dapat lebih efisien.
Diagram alir sistem monitoring alat dapat dilihat pada Gambar 4.3 serta berikut
alur kerja sistem monitoring ritase alat angkut batubara :
1. Pengecekan kondisi front penambangan adalah dengan cara mengawasi dan
meninjau aktivitas penggalian dan pemuatan serta pengangkutan batubara
dengan memperhatikan jumlah fleet yang beroperasi, keadaan jalan, lokasi
dumping dan lain sebagainya.
2. Melakukan monitoring ritase alat angkut batubara yang dilakukan tiap jam
operasinya .
3. Minta data ritase ke checker melalui pesawat radio atau pesawat HT. Adapun
data yang diminta ke post checker adalah berapa jumlah ritase pengangkutan
dalam satu jam operasinya kemudian mengecek kelengkapan jumlah Dump
Truck tiap fleet yang beroperasi.
4. Apabila setelah berkomunikasi dengan checker, jika tidak ditemukan jumlah
ritase yang tidak sesuai dengan jumlah rencana atau jumlah ideal maka
dilakukan pengarsipan.
5. Pengarsipan yaitu dengan mencatat jumlah ritase setiap jamnya untuk masing-
masing fleet ke form yang telah disiapkan.
6. Jika didapatkan temuan bahwa jumlah ritase setiap pengangkutannya tidak
sesuai dengan target atau tidak sesuai dengan jumlah ideal maka setelah itu
66

melakukan komunikasi atau meminta data dengan checker, maka tindak lanjut
selanjutnya ialah mengidentifikasi penyebab dari ketidaktercapaian jumlah
ritase tiap jamnya dengan mengikuti alur form monitoring yang telah
disediakan.
7. Setelah diidentifikasi penyebab ketidaktercapaian jumlah ritase tiap jamnya
dan mengisi form monitoring, untuk mendapatkan solusi dari masalah jumlah
ritase yakni dengan melakukan koordinasi dengan GL (Group Leader) atau
pengawas lapangan dan memutuskan solusi cepat untuk masalah yang
menghambat jumlah ritase pengangkutan batubara.
8. Penerapan sistem monitoring dilakukan hingga akhir shift. Adapun yang
melakukan sistem monitoring ritase ini adalah pengawas lapangan dan operator
yang bekerja pada masing-masing shift nya.

Pengecekan
Lapangan

Monitoring
Ritase

Minta Data
Koordinasi GL ke Cheker

Ada Tidak Ada


Temuan Temuan

Arsip

Gambar 4.4 Diagram Alir Sistem Monitoring Alat


4.3.1 Perhitungan Match Factor Alat
Guna perhitungan keserasian kerja (match factor) bertujuan untuk
mensinkronisasi dari kedua alat mekanis tersebut agar dapat bekerja secara
maksimal tanpa adanya waktu tunggu yang terjadi seketika beroperasi.
Perhitungan faktor keserasian kerja alat muat dan angkut (match factor) dapat
menggunakan persamaan sebagai berikut :
CTm x n x Na
MF =
CTa x Nm
67

Data yang dibutuhkan untuk menghitung match factor yakni data cycle time
Backhoe (Lampiran E) dan cycle time Dump Truck (Lampiran F), kemudian data
jumlah pengisian vessel truck dan jumlah Dump Truck. Adapun perhitungan
match factor dapat dilihat pada Tabel 4.17.
Tabel 4.17 Perhitungan Match Factor
Fleet CT PC CT DT Jumlah Jumlah DT MF
Unit PC (Menit) (Menit) Pengisiian (n)
EX 251 0,41 16,55 9 5 1,11 (>1)
EX 256 0,43 33,18 9 5 0,58 (<1)
EX 257 0,38 24,08 9 6 0,85 (<1)
EX 258 0,4 21,13 9 6 1,02 (>1)
EX 260 0,43 42,19 9 5 0,46 (<1)
EX 261 0,43 37,56 9 5 0,52 (<1)

Dari Tabel 4.17 di atas, didapatkan perhitungan match factor alat sebagai berikut :
0,41 x 9 x 5
Match Factor Unit PC EX 251 =
16,55 x 1
= 1,11
Berdasarkan Tabel 4.17 di atas, didapatkan match factor alat rata-rata nilai
nya kurang dari < 1. Hal tersebut menandakan jika MF < 1, artinya jumlah alat
angkut kurang dan akibatnya alat muat menunggu. Nilai rata-rata MF < 1, maka
perlu diperbaiki guna memaksimalkan kerja dari Backhoe agar tidak ada waktu
tunggu saat beroperasi dan bisa menekan biaya sewa alat Backhoe agar nantinya
tidak biaya sewa alat yang dikeluarkan sia-sia.
4.3.2 Pengamatan Ritase Alat Angkut Batubara
Pengamatan ritase alat angkut batubara dilakukan pada shift II dimana jam
kerjanya yaitu dari jam 07.00 pagi sampai jam 14.00 sore dengan jam istirahat
lebih kurang satu jam, artinya pada shift II ada 6 jam kerja efektif. Berikut
pengamatan jumlah ritase alat angkut Shift II pada 6 unit Fleet Backhoe PC 400.
Rincian pengamatan ritase setiap jamnya tercantum pada Lampiran L dan total
ritase perjam nya pada setiap pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4.18.
Tabel 4.18 Total Ritase Pengamatan
Pengamatan Hari ke Total Ritase
1 182
2 207
3 212
4 231
68

Pengamatan Hari ke Total Ritase


5 168
6 156
7 319
Total 1475

Berdasarkan Tabel 4.18 di atas, total ritase pengamatan terbanyak terjadi


pada hari pengamatan ke 7 dan ritase pengamatan terkecil terjadi pada hari
pengamatan ke 6. Pengamatan yang dilakukan pada hari ke 1 sampai 4 terjadi
peningkatan total ritase yang cukup signifikan. Tabel total ritase pengamatan di
atas dapat dianalisis jumlah rata-rata ritase per jam untuk setiap pengangkutannya
sebagai berikut :
Jumlah Jam Pengamatan = Jam Pengamatan x Jumlah Hari Pengamatan
= 6 Jam x 7
= 42 Jam
Total rata-rata ritase pengamatan masing-masing alat angkut batubara, yaitu
dengan membagi jumlah ritase dengan jumlah jam pengamatan :
1475/6
=
42
= 6 ritase/jam
Rata-rata ritase yang didapatkan berdasarkan pengamatan sebanyak 6 ritase
tiap jamnya. Waktu edar (cycle time) alat angkut batubara Dump Truck hino 500
dapat dilihat pada Tabel 4.19 sebagai berikut.
Tabel 4.19 Cycle Time Alat Angkut
No Unit PC No Unit DT Cycle Time
EX-251 DT 461 16,55
EX-256 DT 459 33,18
EX-257 DT 704 24,08
EX-258 DT 732 21,13
EX-260 DT 781 42,19
EX-261 DT 681 37,56
Total Rata-rata 29,12

Berdasarkan Tabel 4.19 di atas, apabila total rata-rata ritase pengamatan


dibandingkan dengan teoritis waktu edar (cycle time), didapatkan rata-rata waktu
yang dibutuhkan untuk 1 ritase adalah 29,12 menit maka dalam 1 jam bisa
didapatkan 2 ritase untuk 1 Dump Truck. Tiap fleet operasi PC 400 dilayani oleh
69

5-6 unit Dump Truck, artinya dalam 1 jam maka bisa menghasilkan 10-12 ritase
setiap jamnya. Hasil perbandingan ritase pengamatan terhadap teoritis waktu edar
tidak adanya kesesuaian, yang mana total ritase pengamatan hanya menghasilkan
6 ritase/jam yang seharusnya dengan waktu edar teoritis yang ada ritase
pengangkutan batubara tiap jamnya bisa mencapai 10-12 ritase.

4.4 Penyebab Ritase Alat Rendah dan Perbaikan Kerja Alat Guna
Meningkatkan Ritase
Pembahasan ini menjelaskan tentang penyebab rendahnya ritase alat angkut
batubara berdasarkan pengamatan di front penambangan dan pada dasarnya alat
Backhoe PC 400 tidak bisa bekerja selama 1 jam penuh. Berdasarkan data
pengamatan lost time alat dilapangan alat muat hanya mampu bekerja efektif
sebesar 43,8 menit artinya dalam 1 jam lost time alat PC 400 sekitar 16,20 menit
itu artinya tidak ada kesesuaian kerja antara alat muat dan alat angkut sewaktu
beroperasi. Rincian lost time Backhoe terdapat pada Lampiran S.
4.4.1 Penyebab Ritase Alat Angkut Rendah
Penyebab rendahnya ritase alat angkut akan berdampak pada produktivitas
alat coal getting. Ritase per jam yang rendah tentu disebabkan oleh faktor-faktor
penghalang. Penyebab rendahnya ritase alat angkut tersebut ialah sebagai berikut :
4.4.1.1 Pemilahan Batupack
Adanya material batupack akan memberikan masalah pada saat penggalian
batubara. Saat alat coal getting bekerja di front, operator alat dituntut untuk
memilah batubara yang diinginkan sehingga sewaktu memilah batubara operator
juga dituntut untuk memilah material batupack, karena batupack memiliki
kenampakan yang sama secara kasat mata dengan batubara. Apabila operator
kebanyakan memilah material batupack maka waktu untuk melakukan loading
batubara pun akan terhambat dan banyak kehilangan waktu, otomatis muatan
batubara yang nanti nya akan dimuati ke alat Dump Truck akan terganggu dan
ritase perjam nya pun akan terganggu oleh pemilahan batupack.
Potensi batupack pada lapisan batubara A1 berada pada sekitar 1 meter dari
base batubara, sedangkan batupack pada lapisan batubara A2 berada pada top
70

lapisan batubara, kemudian untuk batubara B berada pada sekitar 1 meter dari
base batubara. Antisipasi untuk mencegah adanya pemilahan batupack perlunya
adanya kinerja optimal dari alat PC 200 dalam cleaning batupack agar nantinya
kerja alat PC 400 sewaktu loading batubara tidak terganggu karena adanya
pemilahan material batupack.

Gambar 4.5 Material Batupack


4.4.1.2 Tunggu Ripping
Pada kegiatan penambangan di tambang Muara Tiga Besar Utara proses
loading batubara ke Dump Truck dibantu dengan alat Bulldozer yang berfungsi
untuk meripping lapisan batubara sebelum di loading oleh Backhoe PC 400. Salah
satu kegiatan penambangan yang dapat mempengaruhi ketercapaian ritase alat
yaitu dengan banyaknya waktu menunggu rippingan sehingga kinerja alat coal
getting pun akan tidak efisien dan operasi untuk melakukan pemuatan batubara
akan terhambat karena adanya kegiatan ripping di front.
4.4.1.3 Kondisi Jalan Angkut
Dalam menunjang kegiatan operasi tambang misalnya kondisi jalan angkut
yang tidak bagus akan mempengaruhi laju alat angkut saat hauling batubara
menuju stockpile atau CHF2 dan menyebabkan rendahnya jumlah ritase tiap
jamnya. Kondisi jalan yang mendukung dapat mengecilkan waktu edar alat.
Semakin kecil waktu edar maka jumlah ritase yang didapat akan bertambah dan
71

produktivitas alat semakin tinggi. Rata-rata waktu edar alat angkut Dump Truck
hino 500 dari front ke stockpile ataupun ke CHF2 adalah 29,12 menit, jika kondisi
jalan angkut ideal untuk semua segmen maka jumlah ritase akan bertambah dan
produktivitas alat semakin tinggi. Terdapat beberapa segmen jalan angkut dari
front penambangan hingga stockpile ataupun ke CHF2 yang tidak sesuai
ketentuan.
1. Lebar Jalan Angkut Minimum
Perhitungan lebar jalan angkut minimum yang dilalui oleh alat angkut harus
berdasarkan ukuran alat angkut yang melewati pada jalan tersebut sehingga
jalan angkut dapat menampung alat angkut yang melintas di atasnya untuk itu
alat angkut yang digunakan adalah Dump Truck hino 500 yang dipakai untuk
pengangkutan batubara.
a. Lebar Jalan Angkut Pada Jalan Lurus
Lebar jalan minimum yang dipakai sebagai jalur ganda atau lebih pada jalan
lurus dengan rumus persamaan sebagai berikut.
Jenis alat angkut lebar minimum dimiliki oleh hino 500 dengan lebar 2,5 m
dan jumlah jalur jalan sebanyak 2. Oleh karena itu, lebar jalan angkut pada
jalan lurus sebesar :
L = n × Wt + (n + 1) (0,5 × Wt)
L = 2 x 2,5 m + (2+1) (0,5 x 2,5)
= 8,75 m
b. Lebar Jalan Angkut Pada Tikungan
Lebar jalan angkut minimum pada tikungan selalu lebih besar dari pada
jalan angkut pada jalan lurus. Rumus yang digunakan untuk menghitung
lebar jalan angkut minimum pada belokan adalah rumus persamaan sebagai
berikut.
Berdasarkan spesifikasi Dump Truck hino 500 pada Lampiran B, dapat
dihitung lebar jalan minimum pada tikungan adalah sebagai berikut :
Fa = 1,28 x sin 340 = 0,72
Fb = 1,98 x sin 340 = 1,11
n =2
72

U = 2,05
C=Z
(U  Fa  Fb)
CZ
2
(2,05  0,72  1,11)
CZ 
2
= 1.94 m
W = n ( U + Fa + Fb + Z ) + C
W = 2 (2,05 + 0,72 + 1,11 + 1,94) + 1.94
= 13,58 m
Lebar jalan minimum pada tikungan ialah 13,58 m, lebar ini tidak termasuk
lebar parit atau drainase air.
2. Kemiringan Jalan Angkut
Berdasarkan data kemiringan jalan angkut menggunakan peta jalan angkut dari
pihak kontraktor PT Pamapersada Nusantara masih didapatkannya grade jalan
angkut yang tidak sesuai. PT Bukit Asam Tbk telah menetapkan batas grade
jalan angkut tidak boleh lebih dari 8%. Sehingga grade jalan yang dilalui oleh
alat angkut Dump Truck perlu diperbaiki guna menunjang laju alat angkut saat
hauling.

140

120

100

80

60

40

20

0
A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S

Gambar 4.6 Segmen Jalan Angkut


73

Berdasarkan Gambar 4.6, dapat diketahui elevasi jalan angkut dari lokasi
front galian penambangan sampai lokasi dumping memiliki elevasi ketinggian
yang beragam. Sehingga grade jalannya pun bervariasi, ini tergantung dari
perbedaan antar elevasi tiap segmen jalan. Perbedaan elevasi yang jauh pada
setiap segmen jalan membuat persentase nilai grade jalannya pun tinggi. Adapun
nama jalan yang dilalui oleh setiap alat angkut Dump Truck adalah Jalan Anoa,
layout jalan angkut Anoa dapat dilihat pada Lampiran U.
Jalan angkut dari front ke stockpile dan CHF2 merupakan jalan tambang
yang dibuat dengan kontruksi tanah liat yang telah dipadatkan. Jarak
pengangkutan batubara yang dibawa oleh alat angkut ke Stockpile dengan jarak
angkut 1800 m dan ke Coal Handling Facility (CHF2) dengan jarak angkut 3200
m. Lebar, elevasi serta kemiringan jalan aktual pengangkutan batubara dari front
menuju stockpile dan coal handling facilty (CHF2) tercantum pada Lampiran R
sedangkan lebar jalan angkut di front penambangan yang memiliki lebar jalan
angkut yang tidak sesuai dapat dilihat pada Gambar 4.7 sebagai berikut.

Gambar 4.7 Jalan Angkut Pada Tikungan Yang Sempit


74

4.4.1.4 Hujan dan Sliperry


Hujan dan slippery merupakan salah satu penyebab rendahnya ritase yang
terjadi pada bulan Februari dan Januari. Jam hujan yang tinggi bisa berdampak
pada kegiatan operasi produksi batubara. Intensitas dan frekuensi hujan yang
tinggi berpengaruh terhadap kondisi jalan angkut tambang, frekuensi hujan yang
tinggi akan sebanding dengan kondisi jalan tambang yang licin. Pasca hujan,
keadaan jalan akan licin dan butuh waktu agar kondisi jalan bisa kembali normal.
Slippery bisa diminimalisir dengan adanya perawatan jalan dengan bantuan
alat grader untuk mempercepat pemulihan jalan yang licin agar dapat kembali
dilalui oleh alat untuk menjalankan operasional pengangkutan batubara setiap
ritasenya. Adapun operasi alat grader sewaktu melakukan rawatan jalan dapat
dilihat pada Gambar 4.8.

Gambar 4.8 Alat Grader Melakukan Rawatan Jalan Pasca Hujan


4.4.1.5 Waktu Antrian Dump Truck (Delay Time) dan Spotting Unit Dump
Truck
Penyebab banyaknya kehilangan ritase alat setiap jam nya salah satunya
ialah waktu antrian Dump Truck (delay time). Hal ini banyak penyebab mengapa
alat muat dan angkut tidak efektif dalam bekerja sehingga menimbulkan lost time
alat yang tinggi dan sangat berpengaruh tinggi terhadap ritase dan produktivitas
alat. Delay time didominasi saat alat angkut untuk dimuati batubara, sebaliknya
juga terkadang alat Backhoe PC 400 menunggu alat Dump Truck hino 500.
75

Waktu antrian Dump Truck juga terdapat halangan dilokasi dumpingan CHF2.
Hal ini menunjukkan terdapat masalah pada saat Dump Truck ingin melakukan
loading di front dan dumping di CHF2.
Salah satu faktor yang juga dapat mempengaruhi pengangkutan setiap ritase
nya ialah waktu spotting Dump Truck yang relatif lama. Waktu spotting unit ini
yaitu waktu dimana alat angkut Dump Truck berputar melakukan manuver untuk
dimuat oleh alat muat. Kondisi front kerja mempengaruhi manuver alat angkut,
apabila kondisi tempat front untuk manuver alat angkut sempit maka waktu
spotting unit akan tinggi dan sebaliknya jika tempat front untuk manuver alat
angkut luas maka untuk waktu spotting unit akan rendah dan ritase setiap
pengangkutannya meningkat. Adapun antrian Dump Truck di front penambangan
dapat dilihat pada Gambar 4.9.

Gambar 4.9 Antrian Dump Truck di Front


4.4.1.6 Jam Halangan Operasi CHF2
Ketidaktercapaian ritase dan produktivitas alat pada bulan Januari dan
Februari 2018 di tambang Muara Tiga Besar Utara dan juga adanya biaya sewa
alat Backhoe PC 400 yang sia-sia disebabkan oleh halangan-halangan terencana
dan halangan yang tidak terencana. Halangan-halangan dilokasi dumpingan CHF2
tersebut merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tingkat ketercapaian
ritase dan produktivitas alat pada bulan Januari dan Februari 2018 dibawah
rencana kerja kontraktor. Karena apabila terjadi banyak masalah di CHF2 secara
76

otomatis antrian Dump Truck akan menumpuk di CHF2 dan juga berdampak
terhadap alat coal getting yang bekerja di front. Apabila waktu halangan yang
cukup lama di CHF2 maka alat PC 400 akan mengantung dan secara otomatis jam
kerja efektif akan menurun dan produktivitas yang ditargetkan tidak tercapai.
A. Jam Halangan Operasi CHF2 Bulan Januari 2018
Rincian jam halangan operasi CHF2 selama bulan Januari tercantum pada
Lampiran I. Adapun deskripsi halangan operasi CHF2 dapat dilihat pada Tabel
4.20 sebagai berikut.
Tabel 4.20 Jam Halangan Operasi CHF2 Bulan Januari
Deskripsi Halangan Operasional Durasi (Jam) Persentase (%)
Halangan CHF2 90,10 52,38%
Deskripsi Halangan Operasional Durasi (Jam) Persentase (%)
Halangan Operasional Pama 12,17 7,07%
Hujan + Slippery 27,75 16,13%
Rawatan Terencana 42,00 24,42%
Total 172,02

Berdasarkan Tabel 4.20 di atas, terdapat halangan-halangan yang menghambat


operasi CHF2 di tambang Muara Tiga Besar Utara pada bulan Januari.
Halangan terbesar pada bulan Januari disebabkan oleh halangan CHF2 itu
sendiri dengan durasi jam selama 90,10 jam dan halangan terkecil disebabkan
oleh halangan operasional pama selama 12,17 jam. Adapun grafik jam
halangan CHF2 dapat dilihat pada Gambar 4.10.

Jam Halangan Operasi CHF2

Hujan + Slippery
7%
16%
Halangan CHF2
25%
Rawatan Terencana

Halangan Operasional
PAMA
52%

Gambar 4.10 Grafik Jam Halangan Operasi CHF2 Bulan Januari


77

Menurut Gambar 4.10, terlihat halangan terbesar operasi produksi pada bulan
Januari 2018 disebabkan oleh halangan CHF2 dengan persentase sebesar 52,38
% dan halangan terkecil disebabkan oleh halangan operasional Pama dengan
persentase sebesar 7,07 %. Adapun durasi deskripsi halangan CHF2 pada bulan
Januari dapat dilihat pada Tabel 4.21.
Tabel 4.21 Durasi Halangan CHF2 Bulan Januari
Deskripsi Halangan CHF2 Durasi (Jam) Persentase (%)
Crusher fault 21,50 23,86
Halangan listrik 19,45 21,58
Pull cord 5,87 6,51
Motor fault 4,17 4,62
Pembersihan pully 2,58 2,86
Mekanik ganti roll 8,13 9,02
Belt alignment 5,75 6,38
Stock TLS2 penuh 2,20 2,44
High temperature 3,00 3,32
Block chote 2,65 2,94
lain-lain 14,80 16,42

Berdasarkan Tabel 4.21, durasi halangan terbesar CHF2 pada bulan Januari
disebabkan oleh crusher fault dengan durasi halangan selama 21,50 jam dan
durasi terkecil disebabkan oleh adanya stock TLS2 penuh dengan durasi selama
2,2 jam. Crusher fault merupakan sebuah material yang tersumbat akibat
karena penumpukan material batubara pada leher unit crusher yang biasanya
disebabkan karena ukuran material yang terlalu besar, material tidak pada
posisi yang sesuai dibukaan crusher, material yang saling beradu atau
berdempetan dan material yang terlalu keras biasanya disebabkan oleh
batupack. Jika terjadi crusher fault maka double roll crusher, reclaime feeder
dan belt conveyor akan diberhentikan sementara waktu agar batubara yang
masuk ke double roll crusher dapat tidak semakin menumpuk. Selanjutnya
deskripsi halangan seperti pull cord, motor fault, block chote merupakan
sebagian besar halangan yang terjadi umumnya disebabkan karena masalah
kelistrikan pada alat CHF2, sehingga pengoperasiannya pun terhambat karena
adanya halangan tersebut. Adapun grafik durasi halangan CHF2 dapat dilihat
pada Gambar 4.11.
78

Durasi Halangan CHF2

Crusher Fault
Halangan Listrik
16%
24% Pull Cord
3% Motor Fault
3% Pembersihan Pully
2%
Mekanik ganti roll
6% Belt alignment

22% Stock TLS penuh


9%
High Temperature
5% Block Chote
7%
3% lain-lain

Gambar 4.11 Durasi Halangan CHF2 Bulan Januari


Menurut Gambar 4.11, terlihat halangan CHF2 terbesar dan sering terjadi
disebabkan oleh crusher fault dengan persentase sebesar 24 % sedangkan
halangan terkecil sering terjadi pada permasalahan stock TLS penuh dengan
persentase sebesar 2 %. Adapun durasi halangan lain-lainya dengan persentase
sebesar 16 %.
B. Jam Halangan Operasi CHF2 Bulan Februari 2018
Rincian jam halangan operasi CHF2 selama bulan Februari tercantum pada
Lampiran I. Adapun deskripsi halangan operasi CHF2 dapat dilihat pada Tabel
4.22 sebagai berikut.
Tabel 4.22 Jam Halangan Operasi CHF2 Bulan Februari
Deskripsi Halangan Operasional Durasi (Jam) Persentase (%)
Halangan CHF2 44,45 20,31%
Halangan Operasional Pama 9,50 4,34%
Hujan + Slippery 67,88 31,02%
Rawatan Terencana 97,00 44,33%
Total 218,83

Berdasarkan Tabel 4.22 di atas, terdapat halangan yang terbesar menghambat


operasi CHF2 di tambang Muara Tiga Besar Utara pada bulan Februari yang
mana halangan terbesar disebabkan oleh rawatan terencana alat dengan durasi
selama 97 jam. Halangan terkecil yang sering terjadi yakni halangan
79

operasional pama dengan durasi selama 9,5 jam. Adapun grafik jam halangan
CHF2 bulan Februari dapat dilihat pada Gambar 4.12.

Halangan Operasi CHF2

5% Hujan + Slippery

Halangan CHF2
31%
Rawatan Terencana
44%
Halangan Operasional
PAMA

20%

Gambar 4.12 Grafik Jam Halangan Operasi CHF2 Bulan Februari


Menurut Gambar 4.12, terlihat halangan terbesar operasi CHF2 pada bulan
Februari disebabkan oleh rawatan terencana CHF2 dengan persentase sebesar
44 % dan halangan terkecil disebabkan oleh halangan operasional pama dengan
persentase sebesar 5%. Umumnya rawatan terencana dilakukan guna untuk
meningkatkan kinerja alat tersebut pada bulan-bulan berikutnya dan lamanya
durasi rawatan terencana tergantung keadaan alat itu sendiri. Semakin banyak
rawatan yang dilakukan semakin lama pula durasi halangan CHF2 yang terjadi.
4.4.2 Perbaikan Kerja Alat Guna Meningkatkan Ritase Alat Angkut
Penerapan sistem monitoring alat tiap jam yang diterapkan masih terdapat
kekurangan untuk mencapai ritase yang semestinya dan harus di optimalkan
dengan cara perbaikan sebagai berikut :
4.4.2.1 Perbaikan Front Kerja
Menurut Komatsu Handbook 30th Edition (2009) pada Lampiran O untuk
PC 400 (small fleet) sebaiknya mempunyai working galeri loading point sebesar
20-30 m. Berdasarkan Lebar loading point aktualnya bahwa penambangan pada
front tambang Muara Tiga Besar Utara termasuk luas dan hanya saja pada operasi
fleet unit PC 400-EX 258 lebar loading point nya sempit sehingga tidak termasuk
80

kriteria dalam lebar working loading point minimum. Kondisi loading point
mempengaruhi manuver alat angkut, apabila kondisi tempat front untuk manuver
alat angkut sempit maka waktu spotting unit akan tinggi dan sebaliknya jika
tempat front untuk manuver alat angkut luas maka untuk waktu spotting unit akan
rendah dan ritase setiap pengangkutannya pun meningkat. Lebar pada fleet unit
PC 400-EX 258 perlu diperbaiki agar memenuhi standar minimum lebar loading
point sebesar 20-30 m.
4.4.2.2 Perbaikan Lebar dan Grade Jalan Angkut
Perbaikan lebar dan grade jalan angkut dari front ke stockpile dan CHF2
adalah sebagai berikut :
A. Perbaikan Lebar Jalan Angkut pada Jalan Lurus dan Tikungan
Perbaikan lebar jalan angkut ini diharapkan akan mempermudah dan
mempersingkat waktu hauling alat angkut pada saat bermuatan ataupun pada
saat kosong. Lebar jalan yang sesuai maka setiap ritase alat angkut akan
berjalan sesuai dengan semestinya. Ketentuan lebar jalan angkut lurus yaitu
lebih dari 8,75 m dan lebar jalan angkut pada tikungan yaitu lebih dari 13,58
m. Tabel 4.23 dan Tabel 4.24 memperlihatkan perbaikan geometri lebar jalan
angkut.
Tabel 4.23 Perbaikan Lebar Jalan Angkut dari Front menuju Stockpile
Segmen Lebar Jalan Aktual Keterangan Kondisi Penambahan Lebar
(m) Jalan Jalan Jalan (m)
A-B 9,45 Lurus Ideal 0
B-C 9,89 Lurus Ideal 0
C-D 8,15 Tikungan Tidak Ideal 5,43
D-E 7,69 Lurus Tidak Ideal 1,06
E-F 8,85 Lurus Ideal 0
F-G 11,50 Tikungan Tidak Ideal 2,08
G-H 8,05 Lurus Tidak Ideal 0,7
H-I 10,35 Lurus Ideal 0
I-J 12,50 Tikungan Tidak Ideal 1,08
J-K 9,35 Lurus Ideal 0

Berdasarkan Tabel 4.23 di atas, diketahui pada jalan angkut dari front
penambangan menuju dumping stockpile ada tiga segmen jalan (tikungan) yang
tidak memenuhi lebar jalan angkut minimum yaitu pada segmen C-D, D-E, F-
G, G-H, I-J. Sehingga perlu dilakukan penambahan lebar jalan angkut pada
tikungan segmen jalan tersebut agar mencapai lebar minimumnya.
81

Tabel 4.24 Perbaikan Lebar Jalan Angkut dari Front menuju CHF2
Segmen Lebar Jalan Aktual Keterangan Kondisi Penambahan Lebar
(m) Jalan Jalan Jalan (m)
A-B 9,45 Lurus Ideal 0
B-C 9,89 Lurus Ideal 0
C-D 8,15 Tikungan Tidak Ideal 5,43
D-E 7,69 Lurus Tidak Ideal 1,06
E-F 8,85 Lurus Ideal 0
F-G 11,50 Tikungan Tidak Ideal 2,08
G-H 8,05 Lurus Tidak Ideal 0,7
H-I 10,35 Lurus Ideal 0
I-J 12,50 Tikungan Tidak Ideal 1,08
J-K 9,35 Lurus Ideal 0
K-L 11,15 Lurus Ideal 0
L-M 14,20 Tikungan Ideal 0
M-N 7,84 Lurus Tidak Ideal 0,91
N-O 9,50 Lurus Ideal 0
O-P 7,78 Lurus Tidak Ideal 0,97
P-Q 11,56 Tikungan Tidak Ideal 2,02
Q-R 10,23 Lurus Ideal 0
R-S 9,54 Lurus Ideal 0

Menurut Tabel 4.24, diketahui pada jalan Anoa dari front penambangan
menuju CHF2 ada delapan segmen jalan (tikungan) yang tidak memenuhi lebar
jalan angkut minimum. Sehingga alat angkut sering harus menunggu atau antri
karena ketidakleluasaan kerja yaitu pada segmen C-D, D-E, F-G, G-H, I-J, M-
N, O-P, dan segmen P-Q. Demikian perlu dilakukan penambahan lebar jalan
angkut pada tikungan tersebut agar mencapai lebar minimum jalan angkut.
B. Perbaikan Grade Jalan Angkut
PT Bukit Asam Tbk telah menetapkan batas grade jalan tidak boleh lebih dari
8%. Namun masih ada beberapa segmen jalan yang masih memiliki nilai grade
di atas 8 %, sehingga perlu dilakukan perubahan pada elevasinya agar nilai
grade sesuai dengan syarat yang ditetapkan. Perbaikan grade jalan angkut
dapat dilihat pada Tabel 4.25 sebagai berikut.
Tabel 4.25 Perbaikan Grade Jalan Angkut dari Front menuju Stockpile
Elevasi Lama Grade Lama Elevasi Baru Grade
Segmen Jarak Elevasi Elevasi (%) Elevasi Elevasi Baru
(∆x) Awal Akhir Awal Akhir (%)
A-B 112 34,3 40,2 5,27 34,3 5,27 5,27
B-C 46 40,2 46 12,61 40,2 42,85 5,77
C-D 130 46 50,65 3,58 46 50,65 3,58
D-E 321 50,65 75,31 7,68 50,65 75,31 7,68
E-F 364 75,31 87,5 3,35 75,31 87,5 3,35
F-G 249 87,5 83,25 -1,71 87,5 83,25 -1,71
82

Elevasi Lama Grade Lama Elevasi Baru Grade


Segmen Jarak Elevasi Elevasi (%) Elevasi Elevasi Baru
(∆x) Awal Akhir Awal Akhir (%)
G-H 90 83,25 83,54 0,32 83,25 83,54 0,32
H-I 188 83,54 90,24 3,56 83,54 90,24 3,56
I-J 125 90,24 103,46 10,58 90,24 98,5 6,61
J-K 175 103,46 104,11 0,37 103,46 104,11 0,37

Berdasarkan Tabel 4.25, diketahui Jalan Anoa dari front penambangan menuju
stockpile ada beberapa segmen jalan yang memiliki grade lebih dari 8% yakni
pada segmen B-C, I-J sehingga dilakukan perbaikan agar grade jalan tersebut
tidak melebihi 8 %.
Tabel 4.26 Perbaikan Grade Jalan Angkut dari Front menuju CHF2
Elevasi Lama Grade Lama Elevasi Baru Grade
Segmen Jarak Elevasi Elevasi (%) Elevasi Elevasi Baru
(∆x) Awal Akhir Awal Akhir (%)
A-B 112 34,3 40,2 5,27 34,3 40,2 5,27
B-C 46 40,2 46 12,61 40,2 42,85 5,77
C-D 130 46 50,65 3,58 46 50,65 3,58
D-E 321 50,65 75,31 7,68 50,65 75,31 7,68
E-F 364 75,31 87,5 3,35 75,31 87,5 3,35
F-G 249 87,5 83,25 -1,71 87,5 83,25 -1,71
G-H 90 83,25 83,54 0,32 83,25 83,54 0,32
H-I 188 83,54 90,24 3,56 83,54 90,24 3,56
I-J 125 90,24 103,46 10,58 90,24 98,5 6,61
J-K 175 103,46 104,11 0,37 103,46 104,11 0,37
K-L 400 104,11 130 6,47 104,11 130 6,47
L-M 59 130 129 -1,69 130 129 -1,69
M-N 92 129 128 -1,09 129 128 -1,09
N-O 200 128 110 -9,00 128 113 -,7,5
O-P 94 110 106 -4,26 110 106 -4,26
P-Q 152 106 101 -3,29 106 101 -3,29
Q-R 236 101 102,18 0,46 101 102,18 0,46
R-S 167 102,18 105 1,73 102,18 105 1,73

Berdasarkan Tabel 4.26, diketahui Jalan Anoa dari front penambangan menuju
CHF2 memiliki beberapa segmen jalan yang grade atau kemiringannya lebih
dari 8% yakni pada segmen B-C, I-J dan N-O. Oleh sebab itu dilakukan
perbaikan agar grade jalan tersebut sesuai ketetapan dan agar alat angkut dapat
bekerja secara efektif demi menjaga ketercapaian pengangkutan batubara oleh
alat Dump Truck setiap ritase nya.
83

140

120

100

80

60

40

20

0
A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S

Elevasi Aktual Elevasi Perbaikan

Gambar 4.13 Grafik Perbaikan Grade Jalan Angkut


Berdasarkan Gambar 4.13, dapat dianalisis dari perbaikan elevasi pada segmen
jalan angkut memiliki dampak perubahan kemiringan (grade) jalan yang cukup
signifikan. Analisa perubahan persentase grade jalan yang paling berpengaruh
terdapat pada segmen I-J dengan nilai awal 10,58 %, elevasi lama pada segmen
J yakni 103,46 mdpl diperbaiki menjadi 98,5 mdpl sehingga pada perbaikan
tersebut persentase grade jalan yang baru menjadi 6,61 %. Perbaikan lebar dan
grade jalan angkut tentu saja dapat menunjang produktivitas alat angkut karena
dalam penelitian ini rata-rata keserasian alat gali-muat angkut memiliki nilai
< 1 yang artinya dengan perbaikan jalan angkut dapat menaikkan keserasian
alat, mengurangi delay time dan meningkatkan ritase alat angkut.
4.4.2.3 Optimalisasi Faktor Keserasian Kerja Alat
Optimalisasi faktor keserasian kerja alat (match factor) dilakukan bertujuan
untuk menyesuaikan kerja antara alat muat dan alat angkut sehingga dari
keserasian kedua alat tersebut kinerja alat sewaktu beroperasi di front
penambangan dapat berjalan optimal. Adapun match factor setelah perbaikan
dapat dilihat pada Tabel 4.27.
84

Tabel 4.27 Match Factor Setelah Perbaikan Jumlah DT


Fleet Jumlah DT MF Perbaikan MF Perbaikan
Unit PC Jumlah DT
EX 251 5 1,11 (>1) - 1,11
EX 256 5 0,58 (<1) 9 1,05
EX 257 6 0,85 (<1) 8 1,14
EX 258 6 1,02 (>1) - 1,02
EX 260 5 0,46 (<1) 11 1,01
EX 261 5 0,52 (<1) 10 1,03

Berdasarkan Tabel 4.27 di atas, dengan adanya perbaikan jumlah alat


angkut maka keserasian antara alat muat dengan alat angkut mengalami
perubahan dengan menghasilkan nilai keserasian kerja alat (match factor)
minimal lebih dari satu (>1), hal ini dilakukan untuk menjaga agar produktivitas
alat Backhoe tidak menurun dan waktu optimal dari alat muat sewaktu beroperasi
tidak terjadi waktu tunggu di front penambangan demi ketercapainnya ritase
pengangkutan dan efisiensi biaya sewa alat coal getting kembali optimal dan tidak
terjadi biaya sewa alat yang sia-sia.
4.4.2.4 Peningkatan Efektifas Kerja Alat (EU)
Berdasarkan Lampiran T hasil perhitungan Effective Utilization (EU) alat
yang rata-rata dibawah 60% menunjukkan bahwa efektifitas alat yang digunakan
belum sangat baik (Menurut Tenriajeng, 2003) Lampiran C. Salah satu yang
menyebabkan hal ini adalah banyaknya kehilangan waktu (lost time). Pencapaian
pengangkutan setiap ritase yang optimal diperlukan jam kerja yang efektif dan
banyaknya kehilangan waktu (lost time) akan sangat berpengaruh terhadap kinerja
alat tersebut. Oleh sebab itu untuk menaikkan EU diperlukan perbaikan jam jalan
alat dengan mengecilkan lost time atau stand by hours yang seharusnya dapat di
atasi dan diperkirakan. Berikut ini adalah perbaikan jam kerja (lost time) dapat
dilihat pada Tabel 4.28 sebagai berikut.
Tabel 4.28 Perbaikan Waktu Alat Mekanis
Total Hours Working Hours Stand By Hours Repairs Hours
Alat (T) (W) (S) (R)
PC 400 2.663,58 2.013,58 250 401,45
DT 500 33.265,3 26.035,44 5200 2.029,86

Berdasarkan Tabel 4.28 di atas, perbaikan stand by hours untuk alat


mekanis adalah 250 jam untuk alat Backhoe PC 400 dan 5200 jam untuk alat
85

Dump Truck. Dari waktu kehilangan tersebut dapat ketahui berapa besar
perbaikan efektifitas kerja alat muat dan angkut tersebut dengan cara sebagai
berikut :
W
EU = x 100 %
W+S+R
2.013,58
Efektifitas Kerja Alat (EU) PC 400 = x 100 %
2.013,58 + 250 + 401,45
= 75,56 %
26.035,44
Efektifitas Kerja Alat (EU) DT 500 = x 100 %
26.035,44 + 5200 + 2.029,86
= 78,27 %
Perbaikan kehilangan waktu dilakukan untuk meningkatkan efektifitas kerja
alat muat dan angkut meningkat menjadi 75 % keatas sehingga manajemen
peralatannya menunjukkan kondisi bagus. Kondisi alat mekanis yang bagus akan
mendukung kinerja operasi alat mekanis, sehingga pencapaian pengangkutan
batubara setiap ritasenya akan optimal dan efektif.

Anda mungkin juga menyukai