Anda di halaman 1dari 19

PROPOSAL PENELITIAN

KARAKTERISTIK METASTASIS LEPTOMENINGEAL PADA


LEUKEMIA ANAK DI RUMAH SAKIT KANKER
“DHARMAIS” TAHUN 2014 – 2018

TIM PENELITI:
Dr. Mururul Aisyi, Sp.A(K)
Dr. Ayu Hutami Syarif
Laswita Yunus, SKM
Anita Meisita, SKM

BAGIAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN – PUSAT KANKER NASIONAL


RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS
JANUARI 2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Metastasis Leptomeningeal merupakan keadaan yang tidak biasa yang terjadi pada
kasus neurologi dan onkologi anak. Hal ini terjadi terutama pada anak-anak yang
menderita leukemia limfoblastik akut yang mempengaruhi seluruh neuraksis dan
memerlukan evaluasi untuk melihat luasnya penyakit pada otak dan sumsum
tulang.(Chamberlain, 1995)
Penyebaran tumor leptomeningeal paling sering terjadi pada anak-anak dengan
leukemia atau gangguan sistem saraf pusat primer (SSP). Namun kasus ini juga dapat
ditemui pada beberapa kasus tumor padat lainnya pada masa anak-anak.
Tanda dan gejala Leptomeningeal sangat tinggi tergantung pada variabel luas dan
lokasi penyakit. Meskipun mungkin fokal, penting untuk diingat bahwa metastasis
Leptomeningeal mempengaruhi seluruh neuraxis, yang memerlukan evaluasi dan
pengobatan otak dan sumsum tulang belakang terhadap anak-anak dengan SSP primer atau
adanya keganasan tumor padat. Dalam hubungannya dengan penyakit yang mendasarinya,
kecendrungan penyebaran Leptomeningeal lebih besar pada anak-anak dengan SSP
sistemik dibandingkan anak-anak dengan leukemia atau limfoma. Akibatnya, ada banyak
sekali tanda dan gejala terkait dengan tumor primer atau penyebaran leptomeningeal tumor
yang mungkin ada pada diagnosis awal. Sebaliknya, beberapa anak dengan metastasis
Leptomeningeal mungkin relatif tanpa gejala pada diagnosis awal. Terutama jika
diagnosis terjadi didalam kaitannya dengan pengawasan berkala laboratorium (misalnya:
sitologi, cairan cerebrospinal atau studi neuroimaging)
Metastasis leptomeningeal yang berasal dari keganasan hematologik relatif mirip
dengan yang berasal dari keganasan tumor padat dalam hal presentasi klinis, diagnosis,
prognosis yang buruk untuk indikasi bertahan hidup. Namun, tidak seperti pada tumor
padat, LM yang berasal dari limfoma dan leukemia sering merupakan presentasi awal
kanker atau terjadi selama masa remisi.(Nolan & Abrey, n.d.)
Metastasis Leptomeningeal sebagian besar terlihat pada anak-anak dengan
leukemia akut. Sistem saraf pusat (SSP) adalah tempat yang paling sering terjadi
kekambuhan awal pada 75% anak-anak yang menderita leukemia limfoblastik akut.
Leukemia meningitis dapat terjadi pada saat diagnosis awal (risiko sekitar 3%; kisaran,
1,3% hingga 7,6%) dan pada saat kambuh (risiko sekitar 15%, 8% hingga 20%)
(Chamberlain, 1995). Sebelum terapi CNS profilaksis, atau "pra-gejala", leukemia SSP
terjadi pada lebih dari 50% anak-anak dengan leukemia limfoblastik akut (ALL) dan
merupakan penyebab utama kegagalan pengobatan pada pasien yang mencapai remisi
sumsum tulang (Neville & Blaney, 2005).
Selama tahun 2010-2013, pusat data dan informasi Kemenkes RI melaporkan
bahwa leukemia merupakan penyakit dengan jumlah kasus baru dan jumlah kematian
terbanyak di RS Kanker Dharmais. Kasus baru dan kematian akibat leukemia cenderung
meningkat setiap tahunnya. Limfoma, Wilm’s tumor, dan retinoblastoma juga turut
berkontribusi terhadap tingginya jumlah kematian akibat kanker pada anak. Kondisi ini
dipersulit dengan adanya metastasis leptomeningeal pada kasus leukemia anak yang dapat
mempertinggi angka kematian pada kasus leukemia anak. (Kemenkes RI, 2011)
Untuk itulah pada studi ini dilakukan penelitian epidemiologi terhadap kasus
metastasis leptomeningeal pada leukemia anak di RS. Kanker Dharmais.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah karakteristik (umur, jenis kelamin) pasien leukemia anak yang mengalami
metastasis leptomeningeal di RS. Kanker “Dharmais”.
2. Berapakah proporsi masing-masing jenis leukemia anak yang mengalami metastasis
leptomeningeal di RS. Kanker “Dharmais”.
3. Bagaimanakah gambaran hasil analisis cairan otak pada leukemia anak yang mengalami
metastasis leptomeningeal di RS. Kanker “Dharmais” .
4. Bagaimanakah gambaran hasil Magnetic Resonance Imaging (MRI) pasien leukemia anak
dengan metastasis leptomeningeal di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”.

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui Gambaran epidemiologi metastasis leptomeningeal pada pasien leukemia


anak RS. Kanker “Dharmais”.
1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakteristik (umur, jenis kelamin) pasien leukemia anak yang mengalami
metastasis leptomeningeal di RS. Kanker “Dharmais”.
2. Mengetahui proporsi masing-masing jenis leukemia anak yang mengalami metastasis
leptomeningeal di RS. Kanker “Dharmais”.
3. Mengetahui gambaran hasil analisis cairan otak pada leukemia anak yang mengalami
metastasis leptomeningeal di RS. Kanker “Dharmais” .
4. Mengetahui gambaran hasil Magnetic Resonance Imaging (MRI) pasien leukemia anak
yang mengalami metastasis leptomeningeal di RS. Kanker “Dharmais” .

1.4. Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi pengelolaan dan
penanggulangan Metastasis Leptomeningeal pada leukemia anak di RS. Kanker
“Dharmais”.

1.5. Ruang Lingkup


Penelitian dilakukan terhadap pasien rawat inap ruang anak dengan diagnosis
primer leukemia di RS. Kanker “Dharmais”
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Leukemia pada Anak


2.1.1. Definisi
Leukemia adalah suatu penyakit keganasan pada sistem hematopoiesis yang
menyebabkan proliferasi sel darah yang tidak terkendali. Sel-sel progenitor dapat
berkembang pada elemen sel yang normal, karena peningkatan rasio proliferasi sel dan
penurunan rasio apoptosis sel. Hal ini menyebabkan gangguan dari fungsi sumsum tulang
sebagai pembentuk sel darah yang utama. Keadaan ini biasanya ditandai oleh proliferasi
sel-sel darah putih dengan manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi (sel blast)
secara berlebihan dan menyebabkan terdesaknya sel darah yang normal yang
mengakibatkan fungsinya terganggu.
Leukemia dibagi atas keganasan sel muda pembentuknya, diantaranya
1. Sel seri limfosit: Leukemia Limfoblastik Akut (LLA), Leukemia Non-Limfoblastik
Akut (LNLA)
2. Sel seri Mieloid: Leukemia Mieloblastik Akut (LMA), kronis : Leukemia
Mielositik Kronik (LMK).
Leukemia Limfoblastik Akut merupakan kanker sel limfoid yang belum dewasa
yang sering terjadi pada anak-anak. Jenis kanker ini paling umum diderita oleh anak-anak.
Meskipun kanker pada anak jarang terjadi, namun sejak 1975 perlahan mengalami
peningkatan, termasuk ALL (Smith, Altekruse, Adamson, Reaman, & Seibel, 2014).
.
2.1.2. Faktor Risiko dan Gejala Klinis
Faktor risiko utama terjadinya ALL meliputi, terpapar x-rays sebelum lahir,
terpapar radiasi, pengobatan kemoterapi pada masa lalu, memiliki perubahan tertentu pada
kromosom atau gen dan memiliki kondisi genetik tertentu, seperti Sindrom Down,
Neurofibromatosis tipe 1, Sindrom Bloom, Anemia Fanconi, Ataxia-telangiectasia,
Sindrom Li-Fraumeni, dan Mutasi pada gen tertentu yang menghentikan DNA dari
memperbaiki dirinya sendiri, yang mengarah pada pertumbuhan kanker pada usia dini.
2.1.3. Gejala Klinis
Gejala dan tanda tumor otak metastasis tidak berbeda secara signifikan dengan
tumor otak primer. Pasien dengan tumor metastasis multiple dapat mengalami penurunan
kesadaran yang sub akut tanpa tanda lateralisasi. Pada pemeriksaan CT scan tanpa kontras,
terdapat edema yang cukup nyata disekitar metastasis. Kelemahan fokal adalah gejala
tersering kedua. Pasien ini menyerupai ensefalopati metabolic dan hanya dapat dibedakan
dengan pemeriksaan neuro imaging. Secara klinis tanda- tanda dari peninggian tekanan
intrakranial meliputi : sakit kepala. Beberapa tumor metastasis bahkan dapat tidak
menunjukkan gejala. Perbedaan utama tanda klinis tumor primer dan metastasis adalah
bahwa metastasis biasanya tumbuh lebih cepat. Pemeriksaan CT scan tanpa kontras juga
bermanfaat untuk mendeteksi efek massa seperti midline shift atau hidrosefalus. yang
sering menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial walaupun lesi nya masih kecil. Lesi
hiperdens menunjukkan adanya perdarahan atau kalsifikasi. Nyeri kepala merupakan gejala
yang paling sering dijumpai dan lebih sering pada metastasis multipel. Oleh sebab itu,
tanda-tanda dari irritasi neuron meliputi: hemiparese. Edema peritumoral, hipodensitas
ekstrim dapat menggambarkan lemak. GAMBARAN KLINIS Gejala dan tanda dari tumor
metastase ke otak terdiri dari : tanda-tanda akibat peninggian tekanan intrakranial dan
tanda-tanda dari iritasi/ destruksi fokal neuron. kejang fokal dan ataxia. dan berbatas tegas.

2.1.4. Epidemiologi

Penyakit ini paling banyak di jumpai di antara semua penyakit keganasan pada
anak. Di Amerika Serikat, ALL terjadi setiap tahunnya sekitar 41 kasus per 1 juta orang
berusia 0 hingga 14 tahun dan sekitar 17 kasus per 1 juta orang yang berusia 15 hingga 19
tahun (Howlader et al., 2016). Puncak kejadiaan ALL pada anak-anak terjadi pada usia 1
hingga 4 tahun (> 70 kasus per 1 juta per tahun), Namun, menurun menjadi sekitar 30
kasus per 1 juta pada usia 8 tahun. Insiden ALL pada anak-anak berusia 1 hingga 4 tahun
sekitar empat kali lebih besar dibandingkan pada bayi dan juga empat hingga lima kali
lebih besar dibandingkan dengan anak-anak berusia lebih dari 10 tahun (Howlader et al.,
2012).
Di negara berkembang 83% ALL, 17% AML, ditemukan pada anak kulit putih
dibandingkan kulit hitam . Sembilan puluh tujuh persen adalah Leukemia Akut (82% LLA
dan 18% LMA) dan 3% LMK. Secara epidemiologi, Leukemia Akut merupakan 30-40%
dari keganasan pada anak, puncak kejadian pada usia 2-5 tahun, angka kejadian anak di
bawah usia 15 tahun rata-rata 4-4,5/100.000 anak pertahun. Angka kematian Leukemia di
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
(RSKD) tahun 2006-2010 adalah sebesar 20-30% dari seluruh jenis kanker pada anak.

2.2. Metastasis Leptomeningeal


2.2.1. Definisi
Metastasis Leptomeningeal merupakan keadaan yang tidak biasa yang terjadi pada
kasus neurologi dan onkologi anak. Hal ini terjadi terutama pada anak-anak yang
menderita leukemia limfoblastik akut. Metastasis Leptomeningeal adalah penyakit yang
mempengaruhi seluruh neuraksis dan memerlukan evaluasi untuk melihat luasnya penyakit
pada otak dan sumsum tulang.(Chamberlain, 1995)
Leptomeningeal metastasis (LM) dari kanker pertama kali dideskripsikan pada
tahun 1870.1 Sebelumnya, kasus ini jarang terjadi, setelah menjadi diagnosis umum
terhadap pasien dengan leukemia maka diupayakan pula perawatan yang lebih baik untuk
memperpanjang kelangsungan hidup pasien dengan kanker. Banyak kemoterapi yang
efektif untuk kanker memiliki penetrasi SSP yang relatif buruk, yang memungkinkan sel-
sel ganas bertahan dalam SSP dan berkembang menjadi LM. Ini didokumentasikan dengan
baik pada leukemia limfositik akut, di mana pengobatan kuratif sekarang termasuk
profilaksis SSP

2.2.2. Tanda dan Gejala Klinis


Penyebaran dan tumor leptomeningeal paling sering terjadi pada anak-anak dengan
leukemia atau gangguan sistem saraf pusat primer (SSP). Namun kasus ini juga dapat
ditemui pada beberapa kasus tumor padat lainnya pada masa anak-anak.
Tanda dan gejala Leptomeningeal sangat tinggi tergantung pada variabel luas lokasi
penyakit. Meskipun mungkin fokal, penting untuk diingat bahwa metastasis
Leptomeningeal mempengaruhi seluruh neuraxis, yang memerlukan evaluasi dan
pengobatan otak dan sumsum tulang belakang terhadap anak-anak dengan SSP primer atau
adanya keganasan tumor padat. Dalam hubungannya dengan penyakit yang mendasarinya,
kecendrungan penyebaran Leptomeningeal lebih besar pada anak-anak dengan SSP
sistemik dibandingkan anak-anak dengan leukemia atau limfoma. Akibatnya, ada banyak
sekali tanda dan gejala terkait dengan tumor primer atau penyebaran leptomeningeal tumor
yang mungkin ada pada diagnosis awal. Sebaliknya, beberapa anak dengan metastasis
Leptomeningeal mungkin relative tanpa gejala pada diagnosis awal. Terutama jika
diagnosis terjadi didalam kaitannya dengan pengawasan berkala laboratorium (mis:
sitologi, cairan cerebrospinal atau studi neuroimaging).

2.2.3. Patofisiologi
Infiltrasi difus leptomeninges adalah pola karakteristik pertumbuhan tumor pada
metastasis leptomeningeal. Perubahan menonjol di sepanjang permukaan ventrikel,
terutama chiasmatic dan infundibular; sulkus medial yang berdekatan dari lobus temporal;
dan intrapeduncular, ambient dan cerebellopontine. Hidrosefalus terjadi karena nodul
ependymal atau lembaran sel tumor yang menghambat saluran keluar cairan serebrospinal,
terutama pada tingkat ventrikel keempat atau. Di sumsum tulang belakang, infiltrasi tumor
lebih sering terjadi pada permukaan dorsal medula spinalis dan cauda equina. Insidens
tinggi pada metastasis sistem saraf pusat yang ditemukan pada pasien dengan metastasis
leptomeningeal, termasuk metastasis otak parenkim sekitar 20% - 45%b, metastasis dural
16% - 37%), kompresi medula spinalis 1% - 5%), dan penyakit nodular leptomeningeal
25% - 50% (Chamberlain, 1995).
Banyak penulis berspekulasi rute sel kanker mencapai leptomeninges. Rute-rute ini
termasuk: (1) rute vaskular pada metastasis arteri atau vena, (2) menyebar dari metastasis
tulang yang berdekatan, (3) disebarkan oleh persentuhan, (4) migrasi sepanjang ruang
perivaskular, dan (5) menyebar sepanjang ruang perineural. Setelah terjadi metastasis pada
bagian tubuh vertebral, perluasan kanker terjadi di sepanjang ruang periferous melalui
lengan saraf dural atau arachnoid, dengan infiltrasi leptomeninges berikutnya. Ketika sel
kanker memasuki ruang subarachnoid, sel-sel ini menyebar di sepanjang leptomeninges,
mengelilingi atau menyerang akar saraf, membentuk manset perivaskular, dan memasuki
ruang Virchow-Robin atau menembus pia untuk melibatkan lapisan superfisial parenkim
sistem saraf pusat. Setelah metastasis hematogen ke parenkim otak, metastasis
leptomeningeal terjadi karena pecahnya pia atau ependyma atau oleh ekstensi sentrifugal
sepanjang ruang perivaskular. Terkadang, penyebaran dari fokus tumor yang berdekatan
terjadi melalui ruang perivaskular atau perineural, terutama pada tumor kepala dan leher
(Chamberlain, 1995).

2.2.4. Terapi
Hasil dari studi Kelompok Pediatrik Onkologi (POG) baru-baru ini mengevaluasi
keberhasilan menunda terapi radiasi selama enam bulan setelah kekambuhan SSP yang
terisolasi menunjukkan peristiwa bertahan hidup 4 tahun pada 71% ± 5% untuk semua
pasien, 83% ± 5,3% untuk anak-anak yang kekambuhannya terjadi lebih dari 18 bulan
setelah diagnosis awal dan 46,2 ± 10,2% untuk mereka dengan remisi lengkap pertama
kurang dari 18 bulan. Alasan untuk menunda CSI pada pasien dengan kekambuhan SSP
untuk memungkinkan pengiriman kemoterapi sistemik awal intensif dalam upaya untuk
mencegah kekambuhan sumsum tulang berikutnya. Percobaan klinis saat ini untuk anak-
anak dengan kekambuhan SSP terisolasi mengevaluasi kelayakan menunda radiasi selama
12 bulan serta memberikan radiasi kranial saja, bukan CSI, jika kekambuhan awal lebih
dari 18 bulan setelah diagnosis awal (Neville & Blaney, 2005).
Prognosis jangka panjang buruk untuk anak-anak yang mengalami kekambuhan
leukemia SSP setelah radiasi definitif ke neuraxis. Rejimen pengobatan untuk kekambuhan
SSP kedua atau lebih besar belum ditentukan, baik terapi sistemik dan CNS-directed
diperlukan. Secara umum, keputusan pengobatan harus dipandu oleh terapi sistemik dan
terapi CNS sebelumnya. Pendekatan pengobatan CNS-directed untuk pasien tersebut
termasuk pemberian agen standar intratekal melalui reservoir Ommaya atau administrasi
agen intratekal baru yang menjalani evaluasi dalam pengaturan fase I atau fase II (Neville
& Blaney, 2005).
Kemoterapi intratekal dengan menggunakan pendekatan "waktu konsentrasi"
("CxT") melalui perangkat akses ventrikel yang tinggal telah berhasil mendorong remisi
SSP bahkan pada pasien yang memiliki kekambuhan SSP saat menerima terapi intralumbar
dosis standar. Jadwal "C x T" terdiri dari pemberian kemoterapi dosis rendah
intraventrikular berulang (metotreksat bergantian dengan sitarabin) selama periode waktu
yang relatif singkat. Jadwal pengiriman meningkatkan durasi paparan CSF untuk
konsentrasi obat sitotoksik, yang sangat penting untuk agen spesifik siklus sel seperti
metotreksat dan sitarabin. Hal ini juga dapat mengurangi kejadian neurotoksisitas dengan
menghindari konsentrasi obat yang tinggi dan memberikan dosis obat kumulatif yang lebih
rendah dari waktu ke waktu (Neville & Blaney, 2005).
Peran transplantasi sumsum tulang dalam pengobatan kekambuhan leukemia SSP
tidak diketahui dan jumlah pasien yang tidak memadai untuk membandingkan pendekatan
ini secara prospektif dengan pendekatan tradisional lainnya. Namun, ada laporan anekdotal
yang menunjukkan bahwa transplantasi dapat menyebabkan kelangsungan hidup bebas
penyakit yang berkepanjangan pada beberapa pasien dengan riwayat penyakit SSP.
Namun, pasien tersebut berisiko tinggi mengalami toksisitas terkait pengobatan, terutama
komplikasi SSP (Neville & Blaney, 2005).
Meskipun penyebaran limfoma leptomeningeal tidak biasa pada presentasi awal,
tetapi lebih umum terjadi pada pasien yang memiliki penyakit sumsum tulang. Mirip
dengan leukemia, meningitis limfomatosa pada akhirnya akan terjadi pada sebagian besar
pasien jika terapi presimptomatik tidak dimasukkan ke dalam pengobatan lini depan.
Selain penyebaran leptomeningeal, keterlibatan SSP dari limfoma juga dapat mencakup
infiltrasi saraf kranial, penyakit SSP parenkim, tumor paraspinal atau kombinasi keduanya.
Keterlibatan SSP paling umum pada pasien dengan limfoma Burkitt Afrika. Pendekatan
untuk pengobatan anak-anak dengan limfoma leptomeningeal refrakter atau refraktori
mirip dengan untuk anak-anak yang menderita leukemia SSP (Neville & Blaney, 2005).

2.2.5. Prognosis
Prognosis untuk pasien dengan metastasis leptomeningeal dengan leukemia dan
limfoma mirip dengan tumor padat, pasien tertentu memiliki respons yang sangat baik
terhadap terapi dan mencapai remisi yang tahan lama. Karena itu, perawatan agresif
diperlukan. Pendekatan diagnostik pada pasien dengan leukemia dan limfoma tidak
berbeda secara signifikan dari tumor padat, termasuk radiographic imaging dari neuroaxis
dan pemeriksaan cairan serebrospinal (CSF). Pilihan terapi juga serupa dan termasuk
iradiasi kranial-spinal, kemoterapi sistemik, dan kemoterapi intratekal (TI). Prognosis
kemungkinan lebih baik daripada pasien tumor padat. Pengobatan profilaksis
menggunakan kemoterapi intratekal dengan atau tanpa radiasi kranial bermanfaat dalam
memperpanjang kelangsungan hidup pada pasien tertentu dengan keganasan hematologis
(Nolan & Abrey, n.d.).

2.2.6. Epidemiologi
Metastasis leptomeningeal pada anak-anak jarang terjadi bila dibandingkan
dengan seringnya terjadi metastasis leptomeningeal pada orang dewasa (sekitar 5% dari
semua orang dewasa, namun pada anak sebagian besar terlihat pada anak-anak dengan
leukemia akut dan sistem saraf pusat (SSP) adalah tempat yang paling sering terjadi
kekambuhan awal pada 75% anak-anak yang menderita leukemia limfoblastik akut.
Leukemia meningitis dapat terjadi pada saat diagnosis awal (risiko sekitar 3%; kisaran,
1,3% hingga 7,6%) dan pada saat kambuh (risiko sekitar 15%; kisaran, 8% hingga 20%)
(Chamberlain, 1995). Sebelum terapi CNS profilaksis, atau "pra-gejala", leukemia SSP
terjadi pada lebih dari 50% anak-anak dengan leukemia limfoblastik akut (ALL) dan
merupakan penyebab utama kegagalan pengobatan pada pasien yang mencapai remisi
sumsum tulang (Neville & Blaney, 2005).
Pengenalan dini metastasis leptomeningeal penting karena defisit neurologis
fokal yang bersifat kumulatif dengan durasi penyakit jarang membaik dengan pengobatan.
Oleh karena itu, kecurigaan klinis yang tinggi dan satu atau pemeriksaan cairan
serebrospinal serial diperlukan untuk mendiagnosis metastasis leptomeningeal.
BAB III

METODOGI PENELITIAN

3.1. Disain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan disain cross sectional


menggunakan data sekunder.

3.2. Waktu dan tempat Penelitian

Waktu dan tempat pengambilan data akan dilakukan di bagian rekam medik dan
instalasi laboratorium RS. Kanker “Dharmais”.

3.3. Populasi dan Subjek Penelitian


1. Populasi target adalah: Pasien rawat inap di ruang anak RS Kanker “Dharmais” .
2. Populasi terjangkau adalah: pasien anak dengan leukemia
3. Subjek Penelitian: pasien anak dengan leukemia yang mengalami metastasis
leptomeningeal yang masuk pada kriteria inklusi dan ekslusi.

3.4. Kriteria Inklusi


Pasien leukemia anak di RS. Kanker “Dharmais” yang mengalami metastasis
leptomeningeal yang ditandai dengan adanya sel blast pada pemeriksaan analisis cairan
otak dan dilakukan pemeriksaan MRI.

3.5. Kriteria Eksklusi


Pasien leukemia anak di RS. Kanker “Dharmais” yang mengalami metastasis
leptomeningeal yang ditandai dengan adanya sel blast pada pemeriksaan analisis cairan
otak dan dilakukan pemeriksaan MRI, namun berdasarkan data rekam medis juga
mengalami lebih dari satu keganasan sel seri leukosit (sel seri limfoid dan myeloid).

3.6. Sampel
Pada penelitian ini, sampel dihitung menggunakan rumus besar sampel untuk
estimasi proporsi, yaitu
2
𝑍1−𝛼/2 𝑥 𝑃 (1 − 𝑃)
𝑛=
𝑑2

Keterangan:
Z = derajat kepercayaan 95% (1,96)
P = persentase kejadian leukemia dengan leptomeningeal metastasis (19,7%)
(Taillibert & Chamberlain, 2018)
1-P = persentase kejadian leukemia tidak dengan leptomeningeal metastasis (80,3%)
d = simpangan mutlak (10%)

1,962 𝑥 0,197 (0,803)


𝑛=
0,12

3,84 𝑥 0,16
𝑛= = 61,4 ~ 62
0,01

Berdasarkan perhitungan tersebut, didapatkan bahwa jumlah sampel minimal pada


penelitian ini adalah 62 sampel.

3.5. Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan secara restrospektif berdasarkan data sekunder data
rekam medis di bagian rekam medis, hasil laboratorium patologi klinik analisis cairan otak
dan hasil periksaan MRI dibagian radiologi RS Kanker “Dharmais” .

3.6. Pengolahan Data


Tahap pengolahan data meliputi:

3.6.1. Editing
Pada tahap ini dilakukan proses pengecekan kelengkapan data untuk memastikan
setiap butir pertanyaan sudah terisi dan kelengkapan informasi yang dibutuhkan
berdasarkan hasil observasi.
3.6.2. Coding
Pada tahap ini dilakukan pengkodean terhadap data pasien maupun hasil isolate
kultur untuk dapat dianalisis secara komputerisasi.
3.6.3. Entry
Pada tahap ini data sudah mulai dimasukkan ke dalam software pengolah data
(SPSS)/epi info untuk dianalisis.
3.6.4. Cleaning
Pada tahap ini dilakukan pengecekan ulang apabila terdapat missing value terhadap
data yang diperoleh.

3.7. Analisis Data


Setelah dilakukan proses pengolahan data, maka dilakukan analisis menggunakan
analisis bivariat.

3.8. Definisi Operasional


No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1 Usia Usia subyek penelitian saat pasien Catatan Melihat tanggal, 1: < 3 tahun Ordinal
masuk rawat inap rekam medis bulan dan tahun 2: 3 – 5 tahun
lahir yang tercatat 3: 5 – 18
pada formulir data
pasien

2 Jenis Kelamin Jenis kelamin subyek penelitian Catatan Melihat jenis 1: Perempuan Nominal
rekam medis kelamin yang 2: Laki-laki
tercatat pada
formulir data
pasien
3 Jenis Leukemia pada Diagnosis yang diberikan oleh Catatan Melihat catatan 1: LMA Nominal
anak dokter patologi klinik berdasarkan rekam medis medis dokter 2: LLA ‘T’ Lineage
hasil pemeriksaan biopsi sumsum terhadap diagnose 3: LLA ‘B’ Lineage
(untuk membedakan jenis LLA dan leukemia; hasil 4: LGK
LMA) dan pemeriksaan pemeriksaan BMP
Immunophenotyping (untuk atau leukemia
membedakan jenis LLA sel ‘T’ Phenotyping pada
Lineage atau sel ‘B’ Lineage). data rekam medis
atau melihat pada
data komputer
SIRS.
4 Analisis cairan otak Pemeriksaan cairan otak yang Data rekam Melihat presentasi Jumlah sel blast Numerik
diperoleh dari tindakan punksi medis, hasil jumlah sel blast yang dinyatakan
cairan otak untuk melihat adaanya Laboratorium yang ditemukan dalam satuan
sel blast dalam cairan otak. Analisis dalam pemeriksaan prosentasi (%)
cairan otak analisis cairan otak
5 Magnetic Resonance Pemeriksaan radiologi dengan Lembar Melihat sensitivitas 0: Nominal
Imaging (MRI) tekhnologi Magnetic Resonance interpretasi cairan contras 1:
Imaging (MRI) dokter terhadap sel tumor
Spesiaalis
radiologi
terhadap hasil
MRI
3.9. Kaji Etik

Proposal penelitian ini sedang dalam proses untuk pengajuan kaji etik pada Tim Kaji Etik
Penelitian Rumah Sakit kanker “Dharmais”.
DAFTAR REFERENSI

Chamberlain, M. C. (1995). Topical Review: A Review of Leptomeningeal Metastases in


Pediatrics. Journal of Child Neurology, 10(3), 191–199.
https://doi.org/10.1177/088307389501000304
Howlader, N., Noone, A., Krapcho, M., Garshell, J., Neyman, N., Altekruse, S., … Institute,
C. K. (Eds) N. C. (2016). SEER Cancer Statistics Review 1975-2013 National Cancer
Institute SEER Cancer Statistics Review 1975-2013 National Cancer Institute. SEER
Cancer Statistics Review, 1975-2013, National Cancer Institute. Bethesda, MD,
Http://Seer.Cancer.Gov/Csr/1975_2013/, Based on November 2015 SEER Data
Submission, Posted to the SEER Web Site, April 2016.
https://doi.org/https://seer.cancer.gov/csr/1975_2014/
Kemenkes RI. (2011). Pedoman Penemuan Dini Kanker pada Anak.
Neville, K. A., & Blaney, S. M. (2005). Leptomeningeal cancer in the pediatric patient.
Cancer Treat Res, 125(0927–3042 (Print)), 87–106.
Nolan, C. P., & Abrey, L. E. (n.d.). Leptomeningeal Metastases from Leukemias and
Lymphomas. Leptomeningeal Metastases, 53–69. https://doi.org/10.1007/0-387-24199-
X_4
Smith, M. A., Altekruse, S. F., Adamson, P. C., Reaman, G. H., & Seibel, N. L. (2014).
Declining childhood and adolescent cancer mortality. Cancer, 120(16), 2497–2506.
https://doi.org/10.1002/cncr.28748
Taillibert, S., & Chamberlain, M. C. (2018). Leptomeningeal metastasis. Handbook of
Clinical Neurology (Vol. 149). https://doi.org/10.1016/B978-0-12-811161-1.00013-X
LAMPIRAN

I. Jadwal Penelitian

Bulan
Uraian Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Proposal
√ √
Pengambilan sampel
√ √
Analisis sampel
√ √
Analisis data
√ √
Laporan

Publikasi √

II. Anggaran Penelitian

Perincian anggaran yang dibutuhkan dalam penelitian ini, sebagai berikut :

1. Biaya operasional
No Keterangan Volume Satuan Jumlah
1 ATK Paket Rp. 500.000 Rp. 500.000
Sub total Rp. 500.000

2. Biaya pengambilan data


No Keterangan Volume Satuan Jumlah
1 Medical record 62 status Rp. 620.000 Rp. 620.000
Sub total Rp. 620.000

3. Rekapitulasi biaya
No Keterangan Volume Satuan Jumlah
1. ATK Paket Rp. 500.000 Rp. 500.000
2. Medical record 62 status Rp. 620.000 Rp. 620.000
Sub total Rp1.120.000

Anda mungkin juga menyukai