Anda di halaman 1dari 5

Masih Nyata: Catatan William Marsden di Ampek Lingkuang

Sheiful Y Tk Mangkudun

(PENGAMATAN)Truk melintas, membawa pasir, batu, atau kerikil (sirtukil) dari Batang Anai,
beriringan dengan satu dua jamaah menelusuri jalan Balah Hilia menuju masjid untuk melaksanakan
ibadah Jumat.Mereka berarak ke arah gerbang masjid Ampek Lingkuang, (REFERENSI)masjid tertua
kedua di Padang Pariaman sesudah masjid Syekh Burhanuddin Ulakan.
Hampir tengah hari. Hari Jumat yang tidak terlalu panas, karena awan berarak memayungi
nagari Lubuak Aluang. Pelataran luas di depan masjid sudah mulai didatangi beberapa sepeda motor
dan pejalan kaki. Hampir semua jamaah memakai sarung.
Ruang teras dengan keramik, dinding, dan tiang-tiang, didominasi warna putih. Ada tabuah
berdiameter satu meter dengan kulit sapi berwarna kecoklatan, seperti warna plafon yang juga
coklat, mengkilat. Teras ini, mungkin sudah seperti ini selama puluhan atau mungkin ratusan tahun,
nyaman dan tenang(OPINI/ PERDEBATAN PENDAPAT MASYARAKAT).

Setidaknya masjid ini sudah berusia tiga ratus tahun lebih, merujuk kepada beberapa pendapat.
Ada pendapat yang lebih ekstrim menyatakan bahwa masjid ini sudah ada sejak tahun 1415 (?),
sesudah pemerintahan Adityawarman di Pagaruyung. Data tersebut belum dapat dipastikan
kebenarannya, karena bertentangan dengan pendapat muktabarah yang menyatakan masjid ini
berdiri sesudah masa Sjekh Burhanuddin Ulakan, yang meninggal 1704 M. Ada selisih masa hampir
300 tahun antara klaim pertama dengan pernyataan kedua.
Suasana ruang utama masjid nagari ini terasa lapang dan terang. Tiang utama di tengah
menjulang sampai ke puncak masjid berundak empat. Di keliling tiang utama berbaris delapan tiang
berwarna putih, seputih dinding, dan enam belas tiang-tiang yang lebih rendah bagian pinggir. Tiang
itu melambangkan bahwa, ini masjid utama di seluruh kecamatan Lubuak Aluang, dikelilingi masjid
jamik, masjid korong, surau, dan mushalla.
Kehidupan keberagamaan Lubuak Aluang dipimpin seorang Mufti, yang saat ini dijabat oleh Dt
Rajo Basa, penghulu dari suku Koto, didampingi empat orang, Urang Jinih nan Ampek: Imam, Katik,
Bila, dan Imam Mukim. Menurut Dr H Zainal Tuanku Mudo, Ketua MUI Lubuak Aluang 205-2009:
“Jabatan Imam Mukim adalah jabatan yang baru berusia sekitar 40-50 tahun, pengganti nama
jabatan Qadi, setelah jabatan Qadi diambil alih oleh Departemen Agama/ KUA sekitar tahun 1970-
an.” Jadi, dulunya, urang Jinih nan Ampek itu bergelar Imam, Katik, Bila, dan Qadi.
Lubuak Aluang, dulunya sebuah nagari, sekarang menjadi kecamatan dengan nama yang sama:
Lubuak Aluang, dalam Kabupaten Padang Pariaman Sumatera Barat. Nagari Lubuak Aluang secara
adat meliputi sembilan nagari secara administratif: Pasie Laweh, Punggung Kasiak, Aie Tajun, Lubuak
Aluang, Sikabu, Singguliang, Koto Buruak, Sungai Abang, dan Balah Hilia.
"Nagari" Lubuak Aluang, Ujuang Darek Kapalo Rantau, menganut dua kalarasan sekaligus: Koto
Piliang dan Bodi Caniago, kepemimpinan adat otokratis dan demokratis, yang disebut “Urang nan
Sapuluah: Basa nan Barampek Pucuak nan Baranam”. Basa nan Barampek adalah pemimpin adat
Koto Piliang dari empat suku: Koto, Jambak, Sikumbang, Panyalai. Pucuk nan Baranam adalah
pemimpin adat Bodi Caniago dari suku Tanjung dan Guci.
Urang Jinih Nan Ampek Imam, Katik, Bila, dan Imam Mukim, berada dalam perangkat permanen
utusan empat nagari: Singguliang, Koto Buruak, Sungai Abang, dan Balah Hilia. Perangkat permanen
yang dipimpin Mufti: Dt Rajo Basa suku Koto, masih berfungsi sampai saat ini tahun 2019, sebagai
penentu kebijakan bidang syarak di seluruh Lubuak Aluang.
Mufti diamanahi oleh Urang nan Sapuluah, pucuk adat Lubuak Aluang, didahulukan selangkah
ditinggikan seranting dalam berbagai urusan keagamaan, termasuk urusan masjid. Mufti mewakili
pucuk adat dalam menetapkan susunan pengurus masjid nagari Ampek Lingkuang, pengesahan
susunan pengurus masjid jamik, masjid korong, surau dan mushalla se Kecamatan Lubuak Aluang,
setelah dipilih oleh jamaah masing-masing.
Mufti menetapkan jadwal Ramadhan, awal dimulainya ibadah puasa, dan penetapan akhir
Ramadhan dan Hari Raya Idulfitri di Kecamatan Lubuak Aluang. Mufti juga menetapkan pelaksanaan
kegiatan hari besar Islam seperti “Manduo baleh”, kegiatan Maulid Nabi Muhammad Saw se
Kecamatan Lubuak Aluang.
Perangkat Urang Jinih Nan Ampek dalam kepemimpinan adat Lubuak Aluang, Imam Katik, Bila,
dan Imam Mukim bersifat permanen sebagai utusan empat nagari yang semula merupakan korong
tertua di Lubuak Aluang: Singguliang, Koto Buruak, Sungai Abang, dan Balah Hilia.
Inilah potret masyarakat Minangkabau, masyarakat adat nan basandi syarak seperti yang ditulis
William Marsden dalam bukunya yang fenomenal, The History of Sumatra, tahun 1783. Buku yang
luar biasa dengan ilustrasi lukisan tangan, penuh detail bagaikan foto. Fotografi memang belum
ditemukan saat itu.
Marsden mencatat: "With an imam and four pangichis for the service of each mosque" (Dengan
imam dan empat perangkat yang mengurus setiap masjid). Demikian William Marsden mencatat
tentang keberadaan Urang Jinih nan Ampek, dalam penjelajahannya di seantero Sumatra, tahun
1770 sampai 1779.
Minangkabau tiga abad silam masih ada di Masjid Raya Ampek Lingkuang, seperti catatan
Marsden, lebih dua ratus tahun silam. Urang Jinih nan Ampek, dalam sistem kelarasan yang masih
berfungsi. Estafet kepemimpinan tetap berlangsung di tiap suku yang diamanahi menyandang gelar
masing-masing sesuai korong yang mengutusnya: Imam utusan korong Singguliang, Katik utusan
korong Koto Buruak, dan Bila utusan korong Sungai Abang. Remaja yang dianggap berpotensi dipilih
dan dikirim oleh kaum untuk berlajar ilmu agama, untuk nanti setelah tamat menyandang gelar:
Imam, Katik, Bila, dan Qadi (sekarang Imam Mukim).
Sebagian besar jamaah sudah berpantalon, dan lebih banyak memilih shalat di masjid-masjid
baru di dekat pasar Lubuak Aluang. Pasar sudah dipindahkan dari depan masjid itu ke dekat jalur rel
kereta api yang dibangun Belanda 1891. Catatan waktu pendirian masjid ini masih tertimbun dalam
belantara tuturan lisan. Mungkinkah tahun 1415, sekitar tiga setengah abad sebelum kedatangan
Marsden? Atau tahun-tahun 1700-an sepeninggal Syekh Burhanuddin Ulakan? Wallahu'alam.
Biarlah.
Yang jelas, catatan William Marsden itu masih terlihat nyata di masjid ini.

Gerbang Masjid Ampek Lingkuang

Pelataran yang luas


Tabuah

Tiang utama di ruang utama, dikelilingi 24 tiang lain.


Sungai Batang Anai, tampat penambangan sirtukil (pasir, batu, dan kerikil)

Anda mungkin juga menyukai