Anda di halaman 1dari 156

Pikiran Sejati Bagaikan Beras

Ketidaktahuan Bagaikan Gabah

Edisi Pertama: Mei, 2015

Dicetak dan dibagikan gratis


Menjadi Hadiah Kebenaran (Dhammadāna)
Tidak Untuk Dijual
Pikiran Sejati
Bagaikan Beras
Ketidaktahuan Bagaikan Gabah

Ketika awan menutupi bulan


Bulan diselubungi oleh awan
Sama dengan 5 kelompok pembentuk kehidupan yang
menutupi pikiran
Pikiran diselubungi oleh kekotoran.

Phra Ajahn Chanon Chayanundo


Kata Pengantar

Isi dari buku ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian


pertama adalah tulisan dari Luang Ta Ruk Tavaro yang
bermaksud menulis dhamma dengan latar belakang
ilmu pengetahuan. Tetapi, sebelum penulisan selesai
beliau telah meninggal dunia. Ini adalah kesimpulan
mendalam yang dijelaskan oleh Luang Ta Ruk dengan
memberikan pesan terakhir kepada kita bahwa hukum
alam adalah segalanya. Kematiannya menyampaikan
pesan berarti bahwa segalanya adalah ketidakakuan
(Anattā).
Saya merasakan perhatian Luang Ta Ruk dan
menginspirasi saya untuk menyelesaikan warisan
yang belum diselesaikan beliau, yang mana di bagian
kedua dari buku ini, bertujuan untuk membalas
kebaikannya yang telah mengajar dhamma selama
beliau hidup dan mempelajari dhamma di vihara
Wat Pha Charoendham
Sebelum memulai bagian pertama, saya akan
menjelaskan secara singkat mengenai panduan dan
pengetahuan dasar dari praktik dhamma yang benar.
Saya juga menunjukkan tabel dari Lima Kelompok
Kehidupan (Pañca-khandha) agar mudah dimengerti.
Dalam buku ini, saya akan menjelaskan ajaran
Buddha (dhamma) sebagai hadiah dari ajaran
kebenaran (Dhammadāna) untuk orang yang tertarik
akan ajaran itu dan mulai mempraktikkan dhamma
untuk keuntungannya di masa yang akan datang.

Phra Ajahn Chanon Chayanuntho


DAFTAR ISI
Panduan singkat dan metode yang benar dari praktik dhamma 10
Diagram Panca Khanda 19
Bagian 1 :
Pikiran Sejati adalah Beras
Ketidaktahuan adalah Gabah
Oleh Luang Ta Ruk Tavaro (Bhikkhu Senior)
Kata Pengantar 22
Sebab dan kondisi yang menyebabkan Budhis tidak 24
bisa berlatih untuk mencapai jalan dan buah dari
Nibbana mengikuti tekad Sang Buddha
Tujuan dari buku ini 30
Kebijaksanaan (Paññā) 31
Avijjā : Kebodohan; Ketidaktahuan 32
Lima Kelompok Kehidupan adalah penderitaan 36
Vijjā ; Pengetahuan ; kebijaksanaan yang sukar dipahami, 38
atau Pengetahuan tiga alam
Membuka Dunia Untuk mempunyai pengetahuan 41
yang menyeluruh tentang unsur dasar dari dunia
dalam pandangan Budhis
Mempunyai pengetahuan yang menyeluruh dari 43
unsur dasar di dunia dalam pandangan sains
Dhamma adalah Hukum Alam 45
Bagian Dua :
Pikiran Murni adalah beras Lalu Ketidaktahuan adalah gabah
Oleh Phra Ajahn Chanon Chayanuntho
Dhamma adalah Alam 50
Dengan Kebijaksanaan melihat kehidupan 54
ini sebagai elemen (Dhātu)
Mempertimbangkan kebenaran dengan pendekatan sains 56
Timbul dan tenggelamnya elemen (dhātu) 60
Mental/Pikiran (Nāmakhandha) timbul dan tenggelam 65
Delusi dari kebenaran konvensional (Sammati;Sammuti) 71
Tertipu oleh lingkaran kelahiran kembali (vaṭṭa) 76
Pikiran sejati adalah energi 78
Ketidaktahuan (Avijjā) menggelapkan pikiran 82
Kembali ke kekosongan 87
Pikiran Sejati sama dengan beras 90
Dikelirukan oleh aktivitas keseharian 93
Dikelirukan dalam Kondisi Hukum Alam (Sabhāva-Dhamma) 96
Menderita karena melarikan diri dari kebenaran 102
Titik awal melepaskan kemelekatan 104
Hentikan Keinginan 108
Lepasnya Kemelekatan dari Kelompok Kehidupan (Khanda) 112
menurut Pandangan Benar/Pemahaman yang Benar (Sammādiṭṭi)
Lepasnya Kelompok Kehidupan (Khanda) 117
seperti kita dapat meninggalkan kapal
Semua yang Tercerahkan mengajarkan hal yang sama 119
Menutup mata tetapi tidak bisa menutup pikiran 121
Hidup dengan kebenaran Sejati dalam 123
Keadaan Pikiran (Vihāra-dhamma)
Mengungkapkan hal yang terbalik, 127
terang muncul dari dalam kegelapan
Menderita karena keberadaan diri 132
Melepaskannya bukan membuangnya 135
Tentang Penulis 141
Panduan singkat dan
metode yang benar
dari praktik dhamma
Panduan singkat dan metode yang
benar dari praktik dhamma

Inti dari praktik dhamma (terbebas dari penderitaan)


harus mengerti metode yang benar. Tanpa mengetahui
metode dan panduan ini, maka praktik hanya akan
menjadi sia – sia karena tidak dapat sukses mencapai
tujuan. Melatih diri dengan terus mencoba dan belajar
dari kesalahan juga akan memakan waktu yang sangat
banyak. Pada saat itu ketika Buddha masih hidup,
Beliau menekankan ajaran dhamma dan menunjukkan
akibat kerugian dari kemelekatan pada “lima kelompok
kehidupan yang menyebabkan penderitaan”. Beliau
mengajarkan untuk mencapai pencerahan. Empat
kebenaran mulia (Ariyasacca) adalah ajaran yang
paling banyak diajarkan kepada para upasaka,
upasika, Bhikkhu dan Bhikkhuni. Sebagai hasilnya,
banyak orang yang dapat mencapai mata dhamma
(mata kebijaksanaan).
Selain empat kebenaran mulia, Buddha juga
mengulangi bahwa “Samudaya” merupakan akar

10 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


utama dari penderitaan yang biasa disebut “Taṇhā”
(nafsu keinginan). Keinginan akan kehidupan
(kenikmatan indrawi) dan keinginan tanpa kehidupan
(ketidaksenangan indrawi) dari lima kelompok
kehidupan yang menyebabkan kita bahagia atau
tidak bahagia. Sebagai contoh, ketika lima kelompok
kehidupan dalam kondisi bahagia, orang akan
menggenggamnya tetapi ketika kondisi tidak bahagia,
orang akan membuangnya. Dengan bertindak seperti
itu, itu menjadi halangan terbesar untuk mengubah
kondisi dengan cara berlari menjauhi penderitaan
dan berlari mendekati kebahagiaan. Faktanya ketika
manusia atau hewan telah lahir, hanya lima kelompok
kehidupan yang muncul dan kebahagiaan tidak bisa
ditemukan dimanapun. Sebagai catatan, tidak ada
yang namanya penderitaan yang banyak atau sedikit
tetapi “hanya penderitaan yang timbul, penderitaan
yang muncul sementara dan penderitaan yang hilang.”
Oleh karena itu, kita akan hidup dalam penderitaan
selama kita hidup karena kita mempunyai lima kelompok
kehidupan. Satu – satunya cara untuk terbebas dari
penderitaan adalah untuk tidak terlahir kembali. Tidak

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 11


ada kelahiran kembali begitu juga dengan lima
kelompok kehidupan yang telah tiada. Jadi kita tidak
menderita lagi. Penderitaan terjadi dalam lima
kelompok kehidupan tetapi tidak pada pikiran sejati.
Akar dari kelahiran kembali adalah “Avijjā” –Kebodohan
batin/Ketidaktahuan-. Melekat pada lima kelompok
kehidupan dan menganggap itu adalah diri sendiri
(aku), pikiran itu akan mengikuti lima kelompok
kehidupan menuju siklus kelahiran kembali dan
meninggal yang tidak pernah selesai seperti penderitaan
dari lima kelompok kehidupan di setiap kelahiran
kembali.
Ini adalah akar dari penderitaan
Pertama kita harus menghilangkan penyebab
dari kelahiran yaitu menghilangkan kemelekatan
terhadap lima kelompok kehidupan. Sangat penting
bagi kita untuk memperhatikan badan dan pikiran,
yang terdiri dari lima kelompok kehidupan, dengan
merenungkan lima kelompok kehidupan tidak kekal,
penderitaan dan tiada diri maka pikiran akan bosan
dan pikiran akhirnya bisa menghilangkan kemelekatan

12 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


terhadap badan dan pikiran. Pikiran yang tidak
dibodohi oleh kemelekatan lima kelompok kehidupan;
membebaskan dirinya untuk bebas dan tidak berada
dibawah kendali lima kelompok kehidupan. Meskipun
penderitaan dari lima kelompok kehidupan tetap
eksis, tetapi pikiran menjadi bebas/bahagia tidak
mengkhawatirkan lima kelompok kehidupan karena
pikiran menerima kenyataan bahwa kelahiran
kembali dengan lima kelompok kehidupan pasti
akan menderita. “tidak ada orang yang bisa kabur
dari kenyataan itu”.
Dengan mempertimbangkan tahap awal sebelum
seseorang lahir menjadi manusia, tubuh belum eksis.
Ketika manusia lahir dengan badan jasmani, terdapat
Vedanā (perasaan atau sensasi) seperti kebahagiaan
(Sukkha), kesedihan (Dukkha), dan perasaan netral
(Upekkhā) Saññā – persepsi seperti mengetahui dan
mengingat, Sankhāra seperti formasi mental dan
formasi pikiran, Viññāna kesadaran seperti: mengenali
dan mengakui. Ketika badan dan bentuk fisik berakhir,
perasaan, persepsi, formasi mental, dan kesadaran
juga akan berakhir. Oleh karena itu, tidak ada lagi

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 13


“Aku” dimanapun. Kita dikelirukan oleh delusi dari
kebenaran konvensional (kebenaran yang diterima
secara umum). Bagaimanapun seseorang mencoba
untuk menggenggam atau mengalihkan mereka
(panca khanda), mereka akan demikian adanya. Pada
akhirnya, mereka akan tidak ada. Ketika kita hidup,
kita akan menderita sepanjang waktu jika kita hidup
dengan mereka(panca khanda)
Ketika kita merenungkan penderitaan dari
badan dan pikiran secara alami, itu hanya satu dari
fenomena alam yang terjadi secara alami dan tidak
dikendalikan oleh siapapun. Kita akan sadar dengan
kebenaran konvensional atau kebenaran yang
diterima secara umum (Sammuti-sacca) yang
dihasilkan oleh alam. Tidak ada diri yang melekat.
Ketika kita merenungkan badan dan pikiran timbul
dan tenggelam secara alami, keberadaan diri tidak
ditemukan. Jadi, pikiran akan terbebas dari badan/
inti kelompok kenyataan (rūpa-khandha) dan kelompok
pikiran/mental (nāma-khandha). Oleh karena itu,
kita perlu sering berlatih untuk merenungkan lima
kelompok kehidupan termasuk fungsi mereka dan

14 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


membedakan setiap tugas mereka dan bentuk
mereka. Mencari dan memperhatikan mereka (lima
kelompok kehidupan) sepanjang waktu ketika kita
menjalani kehidupan sehari – hari tanpa harus duduk
bermeditasi. Itu bisa dilakukan dalam berbagai
gerakan seperti sedang berjalan, berdiri, duduk, tidur
karena ketika kita memperhatikan dan sadar akan
tubuh, itu sudah merupakan konsentrasi. Itu tidak
bertujuan untuk menjaga ketenangan. Hanya dengan
ketenangan tidak akan mencapai pencerahan. Dalam
kondisi tenang, formasi mental atau pikiran (Sankhāra)
berhenti berfungsi karena meditasi, tetapi kebijaksanaan
tidak akan datang berikutnya. Sangat penting untuk
mengandalkan pikiran dan mencari keyakinan akan
kebenaran.
Ketika kita telah mengerti kebenaran, melepaskan
formasi batin/pikiran (Sankhāra) sekali lagi. Ketika kita
telah merealisasi kebenaran, lepaskan pikiran karena
pikiran itu hanya formasi batin (Sankhāra-khandha).
Itu adalah kebenaran konvensional atau relatif yang
kita terima dan itu juga akan cepat berlalu. Kita harus
berlatih dan merenungkannya secara terus menerus.

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 15


Pada suatu hari kita akan mahir secara alami.
Ketika semuanya menjadi lebih jelas, pikiran akan
secara otomatis menerima dan melepaskannya. Jika
masih belum bisa melepas, teruslah berlatih hingga
akhirnya kita menyadari kebenaran itu dengan jelas
dan pikiran akan bisa menerimanya. Berlatihlah
berulang kali untuk menemukan “Aku” dalam badan
dan menemukan “aku” dalam pikiran yang sebenarnya
dimana keberadaan aku? Fokus mengamati 4 unsur
dalam tubuh dan tanyakan dimana “aku” eksis/berada?
Setelah menemukan “aku” dengan 4 unsur di dalam
badan dan menemukan tidak adanya “aku”, ambil
4 kelompok pembentuk kehidupan dari pikiran
sebagai pertimbangan dan temukan dimana ada
“aku” dan dimana “aku” berada. Ketika kita tidak
menemukan “aku” dimanapun di empat kelompok
pembentuk kehidupan dari batin lalu kembalilah
untuk menemukan “aku” dalam “pikiran yang kita
ketahui” apakah ada “aku”?. Bahkan “pikiran yang kita
ketahui” adalah kelompok pembentuk kehidupan
dari kesadaran Viññāna-khandha. Itu juga hanya
sementara. Ketika merealisasi ini, kita tidak akan

16 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


tergila – gila pada apapun. Semuanya hanyalah lima
kelompok pembentuk kehidupan, jadi kita harus
melepaskan kemelekatan akan itu semua. Apabila
kita melakukannya, itu disebut dengan melepaskan
kemelekatan akan kebenaran konvensional yang
diterima secara umum yang selanjutnya memasuki
tahap pembebasan melalui kebijaksanaan (Vimutti)
yang membebaskan kita dari menggenggam seluruh
kebenaran konvensional.

Hanya ada penderitaan


yang timbul
Hanya ada penderitaan
yang eksis
Hanya ada penderitaan
yang berhenti

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 17


Selama hidup dengan Panca khanda,
kita harus hidup dengan penderitaan di
sepanjang waktu. Satu-satunya cara agar
terbebas dari penderitaan adalah tidak
terlahir kembali. Jika kita tidak dilahirkan,
kita tidak akan memiliki Khanda. Jika tidak
ada Khanda, tidak akan ada penderitaan
karena penderitaan berdiam bersama
dengan Khanda, bukan dengan pikiran.
Sebab kelahiran tidaklah nyata misalnya,
“ketidak-tahuan” bahwa tidak mengetahui
akan kebenaran dan mengenali Panca
khanda sebagai diri. Pikiran melekat
kepada Panca khanda yang membawa
lingkaran kelahiran dan kematian yang
tanpa henti dan penderitaan bersama
dengan Panca khanda berjalan kehidupan
demi kehidupan. Inilah sebab penderitaan.
Diagram Panca khanda (Tubuh-Pikiran)
Grafik Pañca-khandha: kelompok eksistensi atau 5 Kelompok Pembentuk Kehidupan (Tubuh-Pikiran)

Rūpa (Bentuk) Vedanā Saññā Sankhāra (Pikiran) Viññāna (Kesadaran)


Fisik; masalah; bentuk; (Perasaan) (Pencerapan) Formasi mental; Kesadaran;
tubuh, bagian tubuh Perasaan; sensasi persepsi; ide aktivitas kehendak menyatakan
Ada 20 macam-rambut, rambut-tubuh,
kuku, gigi, kulit, daging, urat, tulang,
sumsum, limpa, jantung, hati, selaput,
Elemen Untuk merasakan Untuk mengenali Untuk memikirkan
ginjal, paru-paru, usus besar,
tanah kebahagiaan masalah dan tentang masalah Kesadaran mata
usus kecil, makanan yang tidak
(keras; jasmani persoalan dan persoalan
tercerna, makanan yang dicerna,
kepadatan)
system membran atau otak Elemen Tanah +
Elemen Air = Untuk merasakan Untuk mengenali Untuk memikirkan
32 gejala kesakitan Jasmani tentang suara Kesadaran telinga
suara
Ada 12 macam - empedu, lendir,
getah bening, darah, keringat, Elemen
lemak, air mata, kulit-lemak, air liur, air Untuk merasa tidak
peduli atau netral Untuk Untuk memikirkan Kesadaran hidung
lendir hidung, minyak sendi, urin mengenali bau tentang bau
terhadap tubuh
berarti udara yang ada di dalam
tubuh, angin paru-paru,
Elemen Untuk mengenali
udara Untuk merasakan Untuk memikirkan Kesadaran lidah
angin dari usus, angin perut, kesenangan batin rasa tentang rasa
angin dari ruang di dalam tubuh (Gerakan)

berarti api yang menyebabkan


Untuk merasakan Untuk mengenali Untuk memikirkan
kehangatan di dalam tubuh sepanjang ketidak senangan batin kontrak fisik tentang Kesadaran badan
Elemen api kontak fisik
waktu. Kita dapat mengamati dari
pasienyang mengalami demam, tubuh
(panas;
akan menjadi panas. Jika seseorang energi
kinetik) Untuk merasa tidak Untuk mengenali Untuk memikirkan
mati, tubuh akan menjadi dingin peduli atau netral tentang
karena elemen api berakhir. perasaan batin Kesadaran pikiran
pada perasaan batin perasaan batin
Rūpa
(Bentuk) Nāma
Jasmani; objek visual Рikiran; Batin
Bagian 1
Pikiran Sejati adalah Beras
Ketidaktahuan adalah Gabah
Oleh Luang Ta Ruk Tavaro (Bhikkhu Senior)
Kata Pengantar
Buddha mencapai pencerahan sempurna
dan mengajarkan dhamma selama lebih dari 2600
tahun. Selama setengah Budhis Era, Ada Luang Pu
Mhan Phuri yang ahli mengajarkan dhamma. Dia
mengajarkan muridnya dan banyak dari muridnya
yang mencapai Nibbāna) (Arahanta) dan ada
peningkatan jumlah Arahat secara terus menerus.
Bagaimanapun, beliau (Luang Pu Mhan) mengajarkan
pembebasan dari penderitaan dengan pembebasan
pikiran (Ceto-vimutti) yang sangat sulit dalam
prakteknya. Luang Ta Maha Buawho salah satu murid
beliau juga membawa kebijaksanaan (Paññā) sebagai
tambahan dalam pengajaran dhamma yang bertujuan
untuk pembebasan pikiran. Dengan menggunakan
kebijaksanaan untuk melatih meditasi (Kebijaksanaan
melatih Samadhi) dan menggunakan meditasi untuk
melatih kebijaksanaan (Samadhi melatih kebijaksanaan)
secara bersama – sama. Dengan metode ini masih
sangat sulit karena metode ini masih berlatih dengan
Ceto-vimutti.

22 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


Pada zaman sekarang, Phra Ajahn Chanon
Chayanuntho. Beliau tinggal di Wat-Pa-Charoen-
Dhamma di provinsi Chonburi. Dia mengajarkan
kebijaksanaan (Paññā) secara langsung dengan
membuat kebenaran umum lebih mudah untuk
didengar dan dimengerti. Kemudahan itu bisa dilihat
dari banyaknya orang yang mengambil buku dan
CD untuk dibaca dan didengarkan atau dengan
meneleponnya untuk membahas dhamma hingga
tidak ada lagi keraguan. Beberapa orang datang ke
Wat-pa-charoen-dhamma untuk berdiskusi dhamma
dan melatih meditasi hingga mereka mengerti dhamma
sesuai kebijaksanaan masing – masing. Ketika mereka
telah mengerti, Phra Ajahn Chanon menganjurkan
mereka untuk menguatkan usaha mereka dan melatih
meditasi sehingga lebih mengerti dan untuk memiliki
pengetahuan dhamma.

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 23


Saya adalah orang yang tinggal di vihara Buddhis
selama musim hujan dan berlatih dengannya selama
bertahun – tahun. Saya mempunyai pengetahuan
dasar dari ilmu pengetahuan dan saya berpendapat
pada zaman sekarang ilmu pengetahuan sudah sangat
maju. Jika ilmu pengetahuan diterapkan dalam
pengajaran dhamma, itu akan menolong orang untuk
belajar dan mengerti secara benar dan cepat dan
mencapai kebijaksanaan nyata yang membantu orang
untuk terbebas dari penderitaan.

Bhikkhu Senior

24 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


Sebab dan Kondisi yang menyebabkan
Budhis tidak bisa berlatih untuk mencapai
jalan dan buah dari Nibbana mengikuti
tekad dari Sang Buddha.

Itu dapat dirangkum sebagai berikut


• Budhis mempunyai kesalahpahaman yang
mendasar mengenai Orang Suci (Arahantas) sebagai
seseorang yang mempunyai kekuatan super yang bisa
mengeluarkan kesaktian, telinga sakti, mata batin, dan
kemampuan terbang dan berjalan di udara dengan
kemampuan gaib dan sebagainya.

• Kurangnya guru yang mempunyai benih yang


baik, benih yang benar dan mempunyai pengetahuan
seperti Luang Pu Mhan Phuri-tat-to;Luang Ta Maha-Bua
dan guru – guru spiritual lainnya. Sebagai hasilnya,
mereka kehilangan jalan mereka, tidak berjalan
kemana – kemana atau mereka berjalan ke arah yang
salah.

26 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


• Beberapa umat Buddha mudah tertipu.
Mereka dengan mudah percaya pada sesuatu tanpa
bertanya atau menanyakan alasan – mempercayai
hanya melalui ucapan seseorang atau rumor. Beberapa
ajaran dan praktik terpengaruh oleh aliran Brahmanisme
yang mempercayai kekuatan supernatural dan kekuatan
batin yang sebenarnya tidak dimiliki oleh mereka.

• Mereka menyalah artikan “Opanayiko” (Patut


dilaksanakan). Mereka tidak bisa mencapai ajaran
Dhamma dan mereka tidak pernah mengikuti buku
tuntunan puja bakti yang menjadi panduan dari praktek
untuk perenungan melalui pengetahuan. Mereka tidak
pernah tahu kalau dhamma adalah sifat dari semua
makhluk. Beberapa orang mengetahui hukum dari
tiga karakteristik tetapi mereka tidak memahami
ketidakkekalan (Aniccatā), penderitaan (Dukkhatā),
ketiadaakuan (Anattatā) secara sebenarnya.

• Ketiga corak kehidupan bertujuan untuk Ceto-


vimutti (keadaan pencapaian kebebasan pikiran) untuk
mencapai tingkat konsentrasi tinggi (Samādhi) dan

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 27


berharap kebijaksanaan yang diraih pengembangan
batin (Bhāvanāmayapaññā) akan tercapai secara
alami. Bagaimanapun, sangat sulit dipraktekkan karena

- Untuk mencapai tingkat konsentrasi tinggi


(Samadhi) sangat sulit. Beberapa orang gagal
mempraktekkannya hingga akhir hayat. Hanya
menghabiskan waktu.

- Ketika mencapai konsentrasi tingkat tinggi,


seseorang belum mempunyai kepantasan dan
kesempurnaan – kurangnya pengetahuan dasar
Tripitaka. Mereka mungkin mempunyai pengetahuan

28 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


tetapi tidak tahu bagaimana mempraktekkannya
karena mereka tidak mempunyai guru yang memberikan
saran. Sebagai hasilnya, orang mungkin mencapai
konsentrasi tanpa kebijaksanaan yang dilatih konsentrasi
yang dipraktekkan diantara para Brahmana sebelum
zaman Sang Buddha.

• Selanjutnya, seseorang mungkin mempraktekkan


meditasi dan melihat banyak hal yang mengarahkan
pada kesalahpahaman yang menganggap seseorang
telah mencapai kebenaran atau telah menjadi orang
yang mulia yang dikenal dengan Vipassanūpakilesa
(kekotoran batin dari praktisi yang mempercayai mereka
telah mencapai suatu tingkatan dari kebijaksanaan)
Kasus lain seseorang bermeditasi dan bisa melihat
sesuatu yang bisa digunakan untuk menghasilkan
uang. Itu mengarahkan ke jalur titik tanpa kembali.

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 29


Tujuan dari Buku ini

Seseorang bisa membaca, menulis, mendengar


atau mempunyai keinginan untuk terbebas dari
penderitaan bisa mengambil buku ini untuk dibaca,
direnungi dan dianalisa ajaran Dhamma yang
terdapat dalam buku ini. Kebijaksanaan Dhamma
dan pengetahuan menyeluruh tentang kebenaran
semua makhluk akan terjadi. Akhirnya, kebenaran
akan tersadar dan seorang bisa melihat bahwa
“ajaran Buddha itu sangat benar dan bisa dipraktekkan
tanpa batas waktu.” Jika kita bisa mengikuti kebulatan
tekad Sang Buddha untuk menolong setiap orang
untuk terbebas dari penderitaan dan untuk lari dari
siklus kehidupan, tua, sakit, dan kematian. Jadi,
kebulatan tekadnya akan menjadi kenyataan. Anda
bisa menjadi salah satu orang Suci yang bisa
melakukannya dan mencapai pencerahan, Orang
yang tersadar, dan orang yang terberkati.
Silahkan dibaca dan dipraktekkan.

30 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


Kebijaksanaan (Paññā)
Kebijaksanaan adalah pengetahuan yang tidak
terbatas, pengetahuan yang mengetahui segalanya
atau kepintaran dari pembelajaran.
Itu dibagi menjadi 2 tipe kebijaksanaan :
• Kebodohan/Ketidaktahuan (Avijjā)
• Pengetahuan/ Kebijaksanaan yang sukar
dipahami (Vijjā)
Kebodohan/ketidaktahuan (Avijjā) adalah
sebuah pemahaman atau pengetahuan yang timbul,
yang didapat lalu merangkul dan menggenggam
pemahaman yang mengarahkan pada penderitaan.
Tipe pengetahuan ini (Paññā) adalah pengetahuan
yang tidak didukung dan diajar oleh Sang Buddha.
Pengetahuan/Kebijaksanaan yang sukar dipahami
(Vijjā) adalah pemahaman/pengetahuan yang timbul,
dapatkan atau telah diketahui lalu membiarkan itu
menjadi pengetahuan alami. Ini dapat digunakan
hanya jika diperlukan. Jenis pengetahuan (Paññā)
adalah pengetahuan yang didukung dan diajarkan
oleh Sang Buddha karena itu membantu orang
untuk terbebas dari penderitaan.

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 31


Avijjā: Kebodohan;ketidaktahuan

Untuk mengetahui diri : kesadaran diri. Kita


dilahirkan dari kekosongan. Pada hari kelahiran,
terdapat badan yang berbaring dan tidak mengetahui
apapun kecuali kelaparan dan penderitaan. Jika
badan lapar dan menderita, seorang bayi menangis.
Jika seorang ibu mendengar tangisan bayi lalu ibu
akan menyusui, menghangatkan, membahagiakan,
mengajarkan bayi tanpa lelah. Seiring berjalan waktu,
kita mempunyai ingatan dan kita belajar untuk
merasakan diri. “Aku” dan “milikku” timbul. Itu dapat
dilihat ketika seorang bayi nyaman dengan melihat
ayah, ibu, atau keluarga dekat dan teman tetapi
seorang bayi menangis jika dipegang oleh orang yang
tidak dikenal. Itu dapat menyimpulkan perbedaan rasa
nyaman dan tidak nyaman.

Baik atau buruk, itu akan membuat makhluk


alam mempunyai keinginan dan tidak mempunyai
keinginan. Jika suatu hal memuaskan, seseorang akan
mengejarnya. Ketika mereka telah mendapatkannya,

32 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


orang akan senang tetapi jika tidak dia akan tidak
senang. Di samping itu, jika suatu hal tidak memuaskan,
orang akan lari dari hal tersebut untuk terbebas dari
penderitaan. Ketika orang tidak bisa lari dari hal itu,
orang tersebut akan merasa lebih sedih. Itu semua
adalah tindakan salah (Kilesa) yang terjadi dan untuk
lebih jauh akan diperparah dengan ketuaan dan
lingkungan sosial.

Ketika kita bersekolah, kekotoran batin (Kilesa)


akan semakin bertambah karena banyak orang
dan guru yang akan mengajar kita secara langsung
seperti belajar bersosialisasi, memuji, memberikan
kritik, dan gosip. Kita akan tertarik pada lawan jenis.
Kita mengenal tentang kelompok, diskriminasi, dan
kompetisi. Kita ingin memiliki sesuatu, ingin menjadi
baik, ingin menjadi luar biasa, dan ingin terkenal
untuk mendapatkan perhatian dari orang lain
sehingga kita bisa menjadi orang favorit mereka.

Kita ingin dicintai khususnya oleh lawan jenis.


Walaupun seberapa tinggi pendidikan yang Anda

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 33


selesaikan baik itu gelar sarjana, gelar master atau
gelar doktoral sekalipun, Tidak ada kata cukup atau
akhir dari semua keinginan itu karena keinginan dari
kekotoran batin akan terus berkumpul dan terus ber-
tambah secara berkala. Sebagai akibatnya, kita akan
melakukan apa saja untuk membuat kita bahagia. Jika
situasinya mengenai lawan jenis, kita akan sepenuh
hati bertarung untuk memenangkan cinta dari orang
tersebut. Dengan melakukan ini, kita telah membodohi
diri sendiri untuk mempercayai kebahagiaan terbesar
adalah mempunyai hubungan suami istri dalam
bentuk badan (Rūpa) dalam lima kelompok kehidupan.

Semua makhluk hidup terobsesi dan melekat


pada kebahagiaan yang menyebabkan siklus lahir mati
yang tiada akhir. Ketika kita lahir, kita melakukan
tindakan yang baik atau tindakan jahat (karma).
Karma adalah sebuah ketergantungan. Kita bisa hidup
sekarang karena tindakan lampau (karma). Semua
tindakan yang telah dilakukan memberikan dua hasil.
Benih baik membuahkan kebahagiaan dan benih jahat

34 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


membuahkan penderitaan. Baik itu tindakan baik atau
tindakan jahat keduanya mempunyai akibat yang
dihasilkan dan mereka mengejar kita hingga kita
mendapatkan akibat dari benih yang kita lakukan.

Ketika orang meninggal, lima kelompok kehidupan


akan hilang dan meninggalkan pikiran mengikuti
hasil dari karma (vipāka). Pada saat orang meninggal,
jika pikiran dalam kondisi bahagia maka pikiran
akan menikmati kebahagiaan di surga. Jika pikiran
sedih maka pikiran akan menderita di alam bawah
(Apāyabhūmi) hingga akhir dari hasil karma lalu
terlahir kembali sebagai manusia. Jika dia mempunyai
pikiran yang netral dan masih merasa puas dengan
kebahagiaan, maka mereka akan kembali menjadi
manusia sesuai dengan karma lampau yang telah
dilakukan. Ketika seseorang lahir, orang akan
mengalami penderitaan yang tiada akhir dikarenakan
lima kelompok kehidupan sebagai penyebabnya.

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 35


Lima Kelompok Pembentuk
Kehidupan adalah Penderitaan

Kekotoran batin (kilesa) mulai timbul dan terus


meningkat beriringan dengan bertambahnya umur
dan lingkungan sekitar. Ketika kita bersekolah,
kekotoran batin (Kilesa) akan semakin bertambah
karena banyak orang dan guru yang akan mengajar
kita secara langsung seperti belajar bersosialisasi,
memuji, memberikan kritik, dan gosip. Kita akan
mengenal pujian, kritik, gosip, dan sosialisasi. Kita
mengenal tentang kelompok, diskriminasi, dan
kompetisi. Kita ingin memiliki sesuatu, ingin menjadi
baik, ingin menjadi luar biasa, dan ingin terkenal.
Ketika kita menginginkan sesuatu, kita mengejarnya.
Jika kita tidak menginginkannya kita akan lari dari
itu. Oleh karena itu, kita mengenal kepuasan atau
kekecewaan.

Disinilah penderitaan batin timbul. Kita memiliki


besar kecil penderitaan batin tergantung dari sebab
dan kondisi setiap orang.

36 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


Walaupun seberapa tinggi pendidikan yang
Anda selesaikan baik itu gelar sarjana, gelar master
atau gelar doktoral sekalipun, itu tidak akan berakhir
karena kekotoran batin (Kilesa) akan terus berkumpul
dan terus bertambah secara berkala. Ini adalah sebab
penderitaan di dunia. Begitulah adanya. Terdapat
keserakahan, kemarahan dan nafsu, sehingga
penderitaan datang dan pergi tanpa akhir. Jenis
kebijaksanaan (Paññā) ini disebut dengan “Avijjā”
ketidaktahuan/kebodohan, Buddha tidak mendukung
dan tidak mengajarkan ini.

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 37


Vijjā: Pengetahuan,
kebijaksanaan yang sukar dipahami,
atau Pengetahuan tiga alam

Vijjā adalah kebijaksanaan atau pengetahuan


dari kebenaran yang ditemukan oleh Sang Buddha.
Itu adalah jalan untuk mencapai pencerahan dan
Beliau bawa untuk diajarkan pada manusia untuk
mengakhiri penderitaan atau untuk melarikan diri
siklus penderitaan, lahir, tua, sakit, dan mati. Oleh
karena itu, sangat penting untuk kita pelajari secara
lengkap. Ini akan menjadi alat untuk menghilangkan
kebodohan batin, kemelekatan akan kebodohan batin,
dan menghentikan penderitaan.

Apabila Anda bisa membacakan paritta dengan


lancar seperti kakaktua atau belajar semua kitab
suci (Pariyatti) bukan menjadi sebuah alasan untuk
digunakan sebagai pengecualian bahwa Anda telah
mengetahui. Oleh karena itu malah akan menutup
mata atau menghalangi Anda untuk mempunyai

38 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


mata kebijaksanaan (Dhammacakkhu). Itu sangat
dibutuhkan oleh kita untuk mempelajari dhamma
secara menyeluruh. Bahkan kita dapat mencapai
kebijaksanaan dari refleksi atau pemahaman
melalui alasan, yang bisa membimbing kita untuk
mempunyai pengetahuan berwawasan luas. Ketika
kita memiliki pengetahuan menyeluruh mengenai
realitas dunia dan hidup secara berkesadaran dan
kesadaran yang jelas, kita bisa mencapai Pencerahan
dan menjadi Orang yang Tercerahkan melalui
Dhamma - Ajaran Sang Buddha.

Apa itu “pengetahuan yang menyeluruh”?

• Kita melihat teman kita makan asam jawa.


Mereka menyipitkan mata dan mulut mereka berubah.
Catat! Itu menunjukkan bahwa kita tahu rasa asam
dari asam jawa dan telah menerima kenyataan itu
(Opanayiko)

• Seorang anak belajar untuk berdiri dengan


merangkak untuk menangkap api atau lilin dari lentera,

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 39


jarinya terbakar lalu menangis. Lain kali seorang anak
tidak akan menangkap lilin lagi karena dia telah
tahu dan sadar dengan sendirinya secara jujur
dan sesungguhnya. Penerimaan dari kesadaran
(Opanayiko) telah timbul.

Penting : Jangan bertindak seperti seorang


penonton yang menonton dan berteriak kepada
petarung Thai Boxing – mengangkat kaki, mengangkat
lutut, mengeluarkan pukulan telak, menyerang
dengan siku dan lain sebagainya secara bersama
sama dengan meneriaki petinju untuk tinju ke sini
dan ke sana. Ketika Anda benar – benar berada di
dalam ring tinju sendiri, Anda tidak akan tahu apa
yang dilakukan, Ketika Anda melihat seorang
musuh memukuli Anda, Anda akan terkejut, takut,
menghindari pukulan, jatuh, berguling dari ring tinju
dan melarikan diri Barangkali, pelatih Anda akan
berlari dan membujuk Anda untuk kembali beratarung
atau melepaskan sarung tangan.

40 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


Membuka Dunia
Untuk mempunyai pengetahuan
yang menyeluruh tentang unsur dasar
dari dunia dalam pandangan Budhis.

Buddha mengatakan dunia terdiri dari empat


unsur :

• Unsur tanah yang berarti bagian dari kepadatan


• Unsur air yang berarti bagian dari keadaan cair
• Unsur api yang berarti bagian dari panas
• Unsur angin berarti bagian dari udara –
termasuk angin yang bergerak, angin yang tidak
bergerak dan badai.

Empat unsur utama adalah objek mental


(Dhammadhātu) atau unsur independen yang bisa
kita lihat di atmosfer yang membungkus dunia;

Elemen tanah: Debu yang mengapung di udara


baik itu yang bisa dilihat atau yang tidak bisa dilihat.
Itu adalah unsur tanah.

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 41


Elemen air : uap yang mengambang secara
normal. Kita tidak bisa melihatnya. Kita bisa melihatnya
ketika uap bergerak melalui udara dingin yang menjadi
awan di langit atau kabut diatas tanah atau embun
yang jatuh ke pohon. Uap berada dimana – mana. Itu
bisa dilihat ketika kita mengisi secangkir air dengan
es dan meninggalkannya sebentar lalu akan ada air
yang menetes di sekitar air dingin.

Elemen api : datang dari cahaya matahari yang


bersinar dari matahari. Sinar matahari tidak hanya
memberikan hangat tetapi juga cahaya agar kita bisa
melihat.

Elemen angin : Apakah itu angin yang kita hirup


atau hembuskan, angin tidak bergerak atau angin
bergerak, atau bahkan badai, itu adalah unsur angin.

42 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


Mempunyai pengetahuan
keseluruhanyang menyeluruh dari unsur
dasar di dunia dalam pandangan sains

Dalam pandangan ilmu pengetahuan, unsur dasar


dari dunia terdiri dari dua grup yang diberi nama :

• Materi berarti hal – hal yang nyata. Mereka


mempunyai berat dan ruang. Sebagai perbandingan
dalam pandangan Agama Buddha, itu adalah unsur
tanah, unsur air, unsur angin dan unsur api.

• Energi berarti hal – hal yang tidak nyata dan


tidak mempunyai berat. Tidak memakan ruang tetapi
itu mendorong untuk bergerak. Untuk perbandingan
dalam pandangan Agama Buddha, itu adalah unsur
api.

Catatan

Materi tidak hilang dari dunia tetapi berubah


menjadi energi. Sebagai contoh, minyak dibakar

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 43


menjadi panas atau kayu yang dibakar untuk
menghasilkan api.
Energi bisa berubah menjadi materi. Sebagai
contoh, ketika sinar matahari menyinari tanah, air dan
angin, dan pigmen hijau klorofil melalui daun pohon,
akan terserap, berubah menjadi energi, dari
sinar menjadi zat kimia tanaman atau disebut juga
fotosintesis.
Energi bisa disebut dengan bentuk. Setiap bentuk
tidak tetap; itu selalu berubah dari satu bentuk ke
bentuk energi lain sesuai dengan penyebab dan
kondisi seperti panas, sinar, suara, magnet, elektrik,
dan lain sebagainya. Terdapat banyak jenis energy
yang tidak kita ketahui karena kebijaksanaan manusia
yang belum mengenalinya sebagai energi.
Adakah sesuatu di dalam badan yang dianggap
sebagai energy? Panas dari badan, perasaan, ingatan,
pikiran, kesadaran (pikiran yang tahu), kesadaran,
konsentrasi (Samādhi), kebijaksanaan (Paññā)
dan lain sebagainya. Apakah itu energy? Mari kita
pertimbangkan secara menyeluruh dan jelas.

44 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


Dhamma adalah Hukum Alam

Alam adalah benda yang eksis. Alam mempunyai


kemampuan luar biasa yang biasa disebut dengan
tiga corak kehidupan (Tilakkhaṇa) yang terdiri dari :

1. Aniccata/Anicca adalah ketidakkekalan atau


selalu berubah seiring waktu.

2. Dukkhata/Dukkha adalah tahapan penderitaan.


Sebuah kondisi tidak aman/menyenangkan dalam
suatu waktu yang tidak bisa berada dalam suatu
kondisi yang terus sama.

3. Anattata/Anatta (ketidakakuan) adalah tidak


ada diri yang sejati. Kadang – kadang, Diri itu ada dan
bisa dilihat tetapi pada akhirnya berhenti dan tidak
ada lagi. Tidak ada yang disebut dengan diri. Diri tidak
bisa ditemukan dimanapun.

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 45


Merenungkan hukum alam atau hukum tiga
corak kehidupan

Pagi dan malam adalah fenomena alam yang


bisa kita lihat. Sifat alam dapat digambarkan secara
keseluruhan dengan hukum tiga corak kehidupan
seperti berikut :

Aniccata/Anicca : dimulai dari matahari terbit


pada pukul 6 pagi dan lalu pelan pelan berubah ke
jam 7,8 hingga jam 12 yang biasa disebut tengah hari.
Lalu akan berubah menjadi jam 1 siang, jam 2 siang
hingga jam 6 sore dan begitu seterusnya. Pada saat
matahari terbenam itulah hari berakhir. Kita bisa
melihat matahari tidak akan berada di posisi yang

46 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


sama sepanjang hari. Bahkan pada tengah hari,
matahari tidak berhenti bergerak.

Dukkhata/Dukkha : kita bisa memperhatikan


dan melihat perubahan dari empat elemen yang
terjadi sepanjang hari. Dimulai dari pagi hari, terdapat
kabut dan tetesan embun. Jika pada pagi hari
menjelang siang, mereka akan mengering karena
panas. Kita akan melihat perubahan yang terus
menerus. Pada suatu ketika, ketenangan muncul
dan pada saat lain angin berhembus. Hujan datang.
Matahari bersinar cerah, petir dan badai. Langit gelap
atau terang. Itu tergantung dari sebab dan kondisi;
sebagai hasilnya seluruh makhluk hidup timbul dan
berubah sepanjang waktu.

Anattata/Anatta : Ketika matahari terbenam,


ada kecerahan sinar tetapi pelan – pelan digantikan
dengan kegelapan hingga tidak ada sinar sama
sekali dan menjadi gelap.

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 47


Bagian Dua
Pikiran Murni adalah beras
Lalu Ketidaktahuan adalah
gabah
Oleh Phra Ajahn Chanon Chayanuntho
Dhamma adalah Alam

Faktanya, praktek dhamma untuk membebaskan


dari penderitaan tidak rumit. Terdapat metode yang
simple, cepat dan efisien untuk praktek dhamma.
Tolong perhatikan penjelasan dhamma yang akan
disampaikan. Intisari Dhamma akan dijelaskan dengan
simple dan bahasa yang mudah dimengerti dengan
tujuan Anda bisa melihat kondisi kebenaran (Sabhāva)
dari kenyataan.

Pertama, kita harus mengerti kata “dhamma” Apa


itu dhamma? Dhamma adalah hukum alam dan lalu
apa itu alam? Alam adalah segala sesuatu yang eksis
demikian adanya. Bagaimana alam bekerja demikian
adanya tetapi kita tidak pernah memperhatikan,
belajar dan pertimbangkan. Untuk menonton atau
mempertimbangkan bagaimana alam bekerja itu
adalah titik mulai dari praktek dhamma. Apa yang
menjadi penyebab manusia menderita? Darimana
penderitaan datang? Orang tidak bisa menemukan
alasan asli dari penderitaan. Ketika penderitaan

50 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


timbul, mereka berusaha untuk menghentikannya
walaupun tidak ada orang yang tahu secara tepat
bagaimana untuk menemukan sebab dari penderitaan.

Buddha mengajarkan bahwa “Penderitaan


disebabkan oleh kemelekatan (Upādāna)” Kemelekatan
membawa pada penderitaan. Kita semua ingin
terbebas dari penderitaan tetapi tidak ada yang tahu
metode yang benar dan cara yang benar untuk
terbebas dari penderitaan. Ketika penderitaan
timbul, kita akan mengikuti semua benda dan semua
makhluk. Sebagai akibatnya, kita menderita dari
segala yang telah kita miliki dan diri kita sendiri.

Faktanya, kita tidak melekat pada semua hal. Itu


karena kita dibodohi dengan mempercayai eksistensi
diri yang melekat pada diri – memimpin kita untuk
mengikuti semua hal yang datang ke hidup kita
dan menganggapnya sebagai diri kita. Oleh karena
kesalahan dalam diri kita sendiri, kita melekat pada
diri kita dan berpikir segalanya adalah milik kita.
Bagaimanapun, jika kita dengan hati – hati merenungi

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 51


diri kita, kita akan menemukan bahwa “diri seseorang”
adalah ketidakakuan. Itu hanya kondisi dari alam.
Segala yang ada dalam alam tidak bisa kita andalkan
dan tidak bisa kita atur. Mereka tidak dalam kontrol
kita.

Dimulai dari badan kita berasal dan terbentuk


oleh alam. Apakah kita pernah memikirkan badan
yang kita andalkan hari ini, terasa hidup karena
kita berdasarkan pada kondisi dari elemen (dhātu)?
Elemen terdiri dari tanah, air, api, dan elemen angin.
Badan ini tidak untuk kita selamanya. Kita hanya
mengandalkannya untuk hidup sementara. Tidak ada
orang lahir tanpa tua, sakit, dan mati. Dari pengalaman
kita, kita telah melihat banyak orang lahir. Kita banyak
melihat orang tua, orang sakit dan akhirnya mati.
Betul? Itulah faktanya.

Ketika kita lahir, kita tua secara alami. Itu normal.


Sakit dan mati adalah umum. Kita tidak pernah
menerima alam bekerja secara normal yang memang

52 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


demikianlah adanya. Oleh karena itu, kita bertentangan
dengan alami. Kita tidak ingin tua, sakit, dan mati.

Jika kita bisa menerima kenyataan bahwa kita


dilahirkan lalu tua, sakit, dan mati. Ketika kita
lahir kita akan tua, kita menderita. Sakit itu adalah
penderitaan. Kematian juga penderitaan. Jika kita
terus mengulangi pikiran ini, kebenaran akan timbul
di pikiran kita bahwa ada tua, sakit, dan kematian.
Apakah selama ini kita tertipu? Orang akan lahir
dan mereka pasti tua, sakit dan mati. Badan kita
lahir, tua, sakit dan mati. Itu alami.

Kita sebenarnya
tidak ada diri.
Kita hanyalah
fenomena alam

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 53


Dengan kebijaksanaan
melihat kehidupan ini sebagai
elemen (Dhātu)

Mulai dari sekarang, saya akan berbicara kebenaran


yang bisa Anda gunakan untuk perenungan bahwa
dhamma adalah kebenaran dan nyata. Jika kita
mencoba untuk merenungi dan memahami kebenaran,
kita akan melihat kebenaran. Saya memperingati Anda
untuk tidak hanya sekedar percaya dan mendiskon
kebenaran ini. Gunakan kesadaran dan kebijaksanaan
untuk mempertimbangkan ajaran dhamma apakah
ini benar atau tidak. Jangan sekedar percaya ajaran
tersebut hanya karena diajarkan oleh Bhikkhu.

Sebagai tambahan, jangan percaya bahwa kita


telah mengerti ini dan itu. Jangan percaya, bahkan
diri kita sendiri. Kita harus bijaksana untuk menemukan
prinsip kebenaran yang akan kita pelajari apakah itu
benar atau tidak. Mari kita mempertimbangkan
kebenaran berdasarkan sebab dan akibat. Pertama,

54 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


ada pertanyaan “Apakah badan yang kita gunakan
untuk hidup akan terus bersama kita selamanya?”
Apakah kita hanya mengandalkan badan kita untuk
sementara waktu atau tidak? Apakah kita telah tahu
apa yang diandalkan oleh tubuh kita? Salah satu
jawaban adalah badan bergantung pada empat elemen
yaitu elemen tanah, air, api, dan angin.

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 55


Mempertimbangkan
kebenaran dengan pendekatan sains.

Kita mengandalkan komposisi dari empat elemen


yang menjadi bagian tubuh secara sementara dan
kita tidak bisa hidup tanpa satupun elemen. Sebagai
contoh, udara yang kita hirup adalah elemen angin.
Air yang kita minum adalah elemen air. Kita bisa
hidup karena kita bergantung pada elemen tanah. Kita
memakan elemen tanah dari makanan. Makanan
dibuat dari sayur atau buah dan sayur ini dan buah
ini menyerap pupuk dari tanah untuk menjadi
makanan. Kita makan sayuran dan buah dan lalu
mereka menjadi sel dalam tubuh, rambut, rambut
badan, kuku, gigi, kulit, daging, otot, tulang, sumsum,
limpa, jantung, liver, selaput, ginjal, paru – paru,
usus besar, usus halus, makanan yang tidak dicerna,
makanan yang dicerna, lapisan jaringan/tulang dalam
tubuh atau kepala/otak. Demikianlah badan kita
tumbuh dari elemen tanah secara keseluruhan. Ketika
kita makan elemen tanah, elemen api berfungsi dalam

56 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


proses metabolisme yang membantu proses
pencernaan yang kita makan untuk diserap oleh
tubuh.

Kita bisa tumbuh karena kita mengandalkan


elemen tanah untuk memelihara kehidupan. Untuk
elemen air, ketika kita minum, itu menjadi empedu,
dahak, getah bening, darah, keringat, lemak, air mata,
lemak kulit, air liur, ingus, minyak sendi, dan urin.
Elemen api melakukan fungsinya untuk mencerna
makanan dan air. Elemen api juga membantu
menjaga suhu tubuh tetap hangat, jadi tubuh bisa
tumbuh karena elemen api. Sebagai ringkasan, kita
bisa hidup dengan mengandalkan tanah, air, api dan
elemen angin sebagai tempat tinggal.

Empat elemen yang eksis karena sebab dan


akibat. Bisa dibilang empat elemen bergantung pada
badan dan badan bergantung pada empat elemen.
Pada awalnya sebelum kita lahir, terdapat elemen
tanah yang merupakan elemen ayah sesuai dengan
prinsip ilmu pengetahuan. Bergabung dengan elemen

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 57


air yang merupakan elemen ibu. Elemen tanah dari
ayah adalah sperma dan akan tumbuh dalam rahim
ibu.

Dari sedikit tetesan air, sebuah telur dibuahi


menjadi banyak sel, bagian kecil yang mulai bertumbuh
menjadi lengan, kaki, kepala. Setelah itu, mereka
bergantung pada elemen air dari ibu yaitu darah dan
getah bening ibu. Darah dan ari – ari dari ibu ketika
tumbuh akan memelihara elemen tanah dalam rahim
ibu. Melalui tali pusar atau pipa makan mengirimkan
makanan dari ibu ke bayi secara terus menerus, akan
tumbuh menjadi janin dalam kantung ketuban. Ketika
telah tumbuh secara lengkap, itu akan lahir yang kita
sebut sebagai diri kita.

Pada saat awal lahir, bayi tidak mempunyai


sensasi, persepsi, atau pikiran sama sekali. Seorang
bayi yang tidak bersalah mulai bisa berpikir dan
mengenal. Setelah tumbuh dan belajar di sekolah,
seorang anak bisa mengerti dan mengingat barang.

58 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


Bisa dibilang kalau bayi tumbuh dan mengerti secara
penuh sesuatu karena perkembangan badan.

Bagaimanapun, badan yang kita andalkan akan


mulai tua, kemampuan kita untuk menerima dan
mengingat sesuatu akan menurun. Apa yang bisa kita
pikirkan sebelumnya kita tidak dapat melakukannya
sekarang. Kemampuan kita mengenali menurun.
Seolah kita akan berubah menjadi anak kecil lagi. Kita
tidak akan bisa mengenal dan mengingat apapun,
tetapi akan melupakan segalanya. Kita telah makan
tetapi kita berpikir kita belum makan. Kita tidak bisa
mengingat setiap orang dan akhirnya kita meninggal
karena tubuh kembali ke semula dan mati. Ini adalah
prinsip kebenaran.

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 59


Timbul dan
tenggelamnya elemen (dhātu)

Kita mengandalkan empat elemen. Dengan


kata lain, badan kita terdiri dari empat elemen. Ketika
kita berusaha memahami kebenaran ini, kita akan
menemukan seseorang meninggal, elemen pertama
yang pergi adalah elemen angin. Elemen angin
berakhir pertama kali. Kita pertama kali berhenti
bernafas. Sesaat setelah kita lahir, kita bernafas untuk
hidup. Setelah kita bernapas untuk terakhir kali, nafas
menghilang. Elemen api akan hilang selanjutnya.

Pengamatan sederhana yaitu setelah orang


meninggal, suhu tubuh akan menurun. Jika orang
baru saja meninggal, badan masih terasa hangat.
Bagaimanapun, elemen api akan hilang dalam jangka
waktu tertentu, badan akan menjadi dingin. Sekarang,
tinggal dua elemen yang tertinggal yaitu elemen air
dan elemen tanah. Apabila melihat dengan jauh, air
yang menjadi bahan pelembab dalam tubuh akan
mengering hingga kering – mengembalikan elemen

60 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


air ke titik sebelumnya. Sekarang, tinggal elemen tanah
(badan yang kering) yang pada akhinya akan kembali
menjadi elemen tanah juga.

Badan orang yang telah meninggal akan dibawa


untuk dikremasi atau dikubur, sehingga akhirnya
kembali menjadi tanah. Jasad akan kering dan busuk.
Rambut, rambut tubuh, kuku, gigi, kulit, daging, otot,
tulang akan mengurai dan berubah menjadi tanah.
Mereka akan menjadi pupuk dan makanan untuk
tanaman. Tanaman menyerap tubuh yang terurai.
Dengan kata lain, kita datang dari tanaman, manusia
dan hewan yang memakan tanman. Lalu, mereka akan
menjadi bagian tubuh dari manusia.

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 61


Pada awalnya, kita datang dari elemen tanah
dari ayah. Kita mengandalkan badan kita untuk
sementara waktu dan kembali ke tanah seperti
sebelumnya. Kita dibodohi oleh kepercayaan bahwa
elemen tanah, dan sifat alami dari elemen tanah,
air, api, angin menjadi diri kita. Tanah dimana kita
berjalan, air yang kita minum, angin dan udara yang
meniup adalah bukan diri kita. Itu adalah bagian
dari alam dan itu hanya elemen angin.

Ketika air juga alam, air dalam tubuh kita seperti


darah, getah bening, air liur, keringat, dan empedu
berasal dari elemen air dari alam. Air yang berada di
dalam dan di luar tubuh adalah air yang sama.

Apakah darah atau getah bening adalah diri kita?


Itu sama dengan elemen air. Air dalam selokan atau
dari keran datang dari air yang sama. Bahkan keringat
yang menguap dari badan yang tersebar, itupun
menjadi cair dan bisa kita minum kembali. Itu berputar
terus seperti itu.

62 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


Semua dari kita
memiliki diri karena
Kita berada dibawah delusi.
Sesungguhnya,
kita mengandalkan
empat elemen.
Empat elemen tidak ada
hubungan dengan “diri”
atau tidak dapat
dijadikan kemelekatan
pada semuanya.

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 63


Kita bernafas keluar, kita bernafas masuk dalam
sebuah siklus. Menarik nafas ke dalam tubuh dan
menghembuskan keluar tubuh. Begitulah terus
berulang – ulang, menghirup nafas ke dalam tubuh
dan menghembuskan nafas keluar dari tubuh. Air yang
kita minum dan keluarkan akan diolah dan kembali
lagi. Elemen tanah juga begitu. Itu akan dimakan dan
dieksreksikan lalu berubah menjadi tanaman. Pohon
menyerap mineral/tanah dan kita memakan sayuran/
tanaman ke dalam badan kita lagi.

Orang meninggal dan menjadi tanah. Orang lain


memakan elemen tanah untuk membuat badan
manusia sekali lagi. Tidak peduli apakah tanaman
atau hewan, mereka akan diturunkan elemen tanah.
Ketika kita meninggal, semuanya akan jatuh. Kita
dibohongi dengan mempercayai bahwa terdapat diri
sendiri. Faktanya, kita mengandalkan empat elemen
dan tidak ada diri yang bisa kita pegang.

64 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


Mental/pikiran (Nāmakhandha) timbul
dan tenggelam

Kita mempunyai empat elemen yang terbentuk


menjadi tubuh, setelah itu kita mempunyai sensasi:
senang dan tidak senang yang disebut Vedanā.Jika
kita mempunyai badan, kita mempunyai persepsi yang
disebut Saññā. Ketika kita mempunyai badan, kita
mempunyai bentuk pikiran atau Sankhāra. Sesaat
setelah kita mempunyai badan, kita mempunyai
kesadaran yang disebut Viññāna. Badan tidak berada
dalam kontrol kita. Itu tidak kekal/sementara (Anicca).
Itu akan tua, sakit dan mati. Sensasi perasaan (Vedanā)
juga tidak tetap. Kadang, kita merasa senang, tertekan
atau netral. Kebahagiaan tidak akan bersama kita
selamanya. Penderitaan juga tidak akan berada
dengan kita selamanya, bahkan perasaan netral juga
tidak akan berada kita dengan selamanya.

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 65


Persepsi (Saññā) tidak berbeda. Kita tidak selalu
mengingat segalanya. Kadang, kita bisa ingat tetapi
di waktu lain tidak. Dalam beberapa kejadian, kita
mengingat hal baik. Di waktu lain, kita mengingat
hal buruk.

Tingkat pengenalan pikiran bisa tahu suatu


waktu tetapi di waktu lain tidak. Ketika kita tidur, kita
tidak tahu segalanya. Ketika kita bangun, kita tahu.
Ini adalah alam. Jika badan ini berakhir, begitu juga
empat elemen. Elemen Angin, api, air, dan udara
berakhir. Sebagai akibatnya Vedanā atau sensasi,
persepsi, pikiran dan pikiran pengenal (tua-roo, dalam

1
Thai; tua-roo dalam konteks ini adalah (1) hukum alam yang
menunjukkan kondisi untuk mengenali/mengetahui, tidak
terdapat badan, tidak berbentuk, tidak ada figur, demikianlah
itu. (2) elemen kesadaran atau pikiran kesadaran (Viňňāṇa-dhātu)
Pikiran kesadaran menunjukkan fungsi dari investigasi (santīraṇa)
menentukan (votthapana) dan mendaftar (tadārammaṇa)

66 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


bahasa Thai) juga akan berakhir. Tidak ada satu bagian
dari badan yang menunjukkan “Saya” atau “Kita” yang
tertinggal.

Sebagai fakta, badan ini terdiri dari empat


elemen. Badan hanya akan meninggalkan elemen
tanah dan pada akhirnya akan terlihat tidak ada
berbeda dengan tanah di alam. Siapa orang yang
menderita, mengingat, berpikir dan mengenal? Siapa
kita? Kita siapa? Jika tidak terdapat diri kita, lalu kita
tertipu oleh apa? Sebagai faktanya, kita tidak terbagi
dalam material (objek diluar tubuh) tetapi kita
ditarik ke dalam badan yang kita mengerti sebagai diri
kita. Kita melekat pada badan yang menjadi milik kita.

Faktanya, badan ini hanyalah alam dan terdiri


dari empat elemen, begitu juga sensasi (Vedanā),
persepsi (Saññā), formasi batin/pikiran ((Sankhāra),
dan kesadaran (Viññāna). Ketika alam terdiri dari
empat elemen berakhir, sensasi alamiah(Vedanā),
persepsi (Saññā) dan jalan pikiran (Sankhāra) juga

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 67


berakhir. Pengenalan secara alamiah2 dan pemahaman
Viññāna juga berakhir. Apakah ada yang tersisa
untuk kita?

Kita berasal dari kekosongan tetapi kita


mengandalkan elemen – elemen ini secara sementara.
Tubuh adalah tempat sementara, begitu juga sensasi
(Vedanā), persepsi (Saññā), formasi batin/pikiran
(Sankhāra), dan kesadaran (Viññāna).

Bahkan pikiran untuk mengetahui juga terdiri dari


kesadaran (sati) dan kejelasan kesadaran (sampajaňňa)
akan bertahan sementara. Ketika tubuh tidak tetap
yang kita andalkan berakhir, penderitaan yang terjadi

2
Thai;pu-roo dalam konteks ini pikiran yang terdiri dari perhatian
(sati) dan kejernihan kesadaran (sampajaňňa) dan ketika itu
dipisahkan dari semua objek merasakan (Ārammaṇa) dan
tidak dicampur menjadi homogeny dengan badan itu akan
mengalami tingkat menjadi netral. Dengan alam, fungsinya
tidak untuk berpikir tetapi untuk merasakan objek demikian
adanya. Contoh ketika badan bergerak, terdapat pikiran atau
pu-roo yang melihat pergerakan jadi yang berarti pergerakan
menjadi satu bagian dan pu-roo menjadi bagian lainnya.

68 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


sementara juga akan berakhir. Persepsi (Saññā)
berhenti. Hasil pemikiran dan pikiran yang terdiri dari
kesadaran (sati) dan kejelasan kesadaran (sampajaňňa)
juga berhenti. Ini disebut dengan “berakhirnya lima
kelompok pembentuk kehidupan (Dab-khanda, dalam
bahasa Thailand). Lima kelompok pembentuk kehidupan
adalah Rūpa (fisik, zat, bentuk, atau tubuh), Vedanā
(perasaan atau sensasi), Saññā (persepsi), Sankhāra
(formasi batin atau kegiatan kehendak, dan Viññāna
(kesadaran;pengakuan)

Ketika kita tahu tidak ada aku, tidak ada lima


kelompok kehidupan untuk dilekati. Apa yang tersisa
pada akhirnya adalah pengenal kesadaran (pikiran
berkesadaran). Siapa yang mengerti bahwa lima
kelompok kehidupan tidak untuk dilekati? Itu adalah
fenomena alam saja. Kita dikelirukan oleh alam.

Kita mengandalkan alam yang terdiri dari empat


elemen: tanah, air, api, dan angin. Kita salah mengerti
bahwa alam adalah bagian dari kita karena kita tidak
pernah belajar dimana bentuk alami dari badan dan
pikiran berasal.

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 69


Bentuk alami dari tubuh dan pikiran berasal dari
empat elemen dan mereka adalah tanah, air, api,
dan angin. Empat elemen ini adalah alam dan
mereka terjadi bahkan sebelum kita lahir. Ketika
kita meninggal di dunia, empat elemen tidak mati
bersama kita. Mereka tetap dan eksis di dunia ini.
Vedanā (perasaan; sensasi), Saññā (persepsi; ide),
Sankhāra (formasi batin; aktivitas kehendak),
dan Viññāna (kesadaran; pengakuan) eksis di dunia.
Ketika dunia berakhir, semuanya kembali ke alam.
Apa yang disebut dengan dunia tubuh dan pikiran.
Oleh karena itu, tubuh dan pikiran yang kami andalkan
adalah ilusi.

Kita berasal
dari kekosongan
tetapi kita
mengandalkan benda
yang eksis sementara.

70 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


Delusi dari kebenaran konvensional
(Sammati; Sammuti)3

Kita semua tertipu oleh pemikiran yang bisa


diterima/konvensional. Semuanya datang dari
konvensional bahkan diri kita. Tubuh wanita terdiri
dari empat elemen, begitu juga tubuh pria. Semua
fenomena dari tubuh dan pikiran yang kita andalkan
adalah empat elemen dan elemen tanah adalah
elemen utama. Coba lihat barang yang kita gunakan
hari ini apakah ada yang tidak terbentuk dari elemen
tanah.

Kebenaran konvensional (Sammuti-sacca) juga


disebut kebenaran yang diterima secara umum.

Baju dibuat dari tanaman. Darimana tanaman


berasal? Mereka tumbuh dari elemen tanah. Perhiasan
atau emas juga berasal dari elemen tanah. Emas

3
Kebenaran Konvensional (Sammuti-sacca) disebut juga
kebenaran yang biasa diterima secara umum.

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 71


digali dari tanah. Emas meleleh dan keluar dari dalam
tanah. Berlian, batu kerikil, batu, semen dan tanah
juga berasal dari bumi. Kita menggunakan elemen
tanah untuk membangun rumah, bangunan,
dan perlengkapan. Ketika mereka hancur, mereka
akhirnya mengurai dan kembali menjadi tanah.
Kita menganggapnya sebagai barang berharga.
Memberikan mereka arti, jika kita menilai mereka,
kita akan terikat pada mereka.

72 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


Kita memberi nilai dan memberikan nama
segalanya bahkan nama kita. Pada awalnya, semua
bagian alam di dunia tidak memiliki nama sebelumnya.
Kita mendesain segalanya untuk pemberian nama dan
nama panggilan. Ini disebut wanita, pria dan begitu
seterusnya. Elemen tanah, sesuai dengan alam, tidak
member namanya sendiri elemen tanah; air tidak
member nama mereka

Air ; api tidak menyatakan dirinya sebagai api;


dan angin tidak menyatakan bahwa dirinya adalah
angin.

Ketika elemen disusun menjadi bentuk tubuh


manusia, mereka menjadi tubuh berbentuk wanita,
tubuh berbentuk pria, tubuh berbentuk anak-anak,
tubuh berbentuk dewasa walaupun semua asalnya
diturunkan dari asal yg sama yaitu elemen bumi.
Kalaupun tubuh anak-anak, dewasa, wanita atau pria,
jika kita mengkremasinya dan mengumpulkan semua
abu bersama, maka kita tidak bisa mengenali yang
mana sisa dari anak-anak, wanita, pria, karena kita

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 73


semua berasal dari elemen tanah yang sama. Wanita
berasal dari elemen tanah yg sama seperti pria. Kata
yang digunakan untuk menamakan antara ‘wanita’
atau ‘pria’ diakui oleh perbedaan kata dari seluruh
bahasa. Ini adalah elemen tanah yang disebut sebagai
wanita, pria, anak-anak, atau dewasa. Bahkan rumah,
mobil, segalanya berasal dari elemen tanah.

Semua diatas adalah bagian dari hukum alam.


Apa yang menyesatkan kita? Jawabannya adalah kita
salah memahami bentuk hukum alam. Hukum alam
adalah ketiadaan dari diri(tanpa aku). Hukum alam
yang mana kita bergantung disana, yang asalnya dari
kekosongan. Kekosongan datang dari elemen ruang
(ākāsadhātu). Elemen bumi terbentuk dari elemen
ruang, sama seperti air, api, dan elemen angin.

Kenapa kita mengatakan bahwa elemen tanah


berasal dari elemen ruang? Dikarenakan berasal dari
kekosongan. Air berasal dari kekosongan. Api juga
sama dengan angin yang berasal dari kekosongan.
Mereka bergabung bersama menjadi kita. Untuk itu,

74 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


tubuh kita berasal dari kekosongan sejati. Dengan kata
lain, tubuh kita berasal dari elemen ruang dan 4
elemen. Untuk itu, semua hal kita bergantung pada
4 elemen yang bergilir ganti dengan elemen ruang.

Ketika ada elemen ruang, ada elemen lain yaitu


elemen kesadaran atau Viññānadhātu. Elemen
kesadaran juga bagian dari elemen yang kita andalkan.
Kita tersesat oleh 4 elemen & kita pikir bahwa 4 elemen
itu adalah kita dan kita juga salah disalahartikan oleh
elemen kesadaran bahwa kita adalah kesatuan
diri yang mengerti secara benar. Akhirnya ketika 4
elemen berakhir, elemen ruang berakhir, dan elemen
kesadaran berakhir. Terakhir, siapa yang ‘pegetahu’
sesungguhnya? Semua dalam semua, ini semua
adalah fennomena dari elemen yang berasal dari
kekosongan atau elemen ruang. Untuk itu, alam bawah
(neraka), alam surga, alam brahma masih memiliki
elemen sebagai tempat tinggal. Disebut juga sebagai
salah satu bagian dari alam semesta atau duniawi
(Lokadhātu).

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 75


Tertipu oleh lingkaran
kelahiran kembali (vaṭṭa)4

Unit alam kehidupan (Lokadhātu) memiliki 3


bagian, yaitu alam bawah, alam manusia, dan alam
menyenangkan(surga). Mereka memiliki elemen
yang ditempati, jadi kita menyebutnya dengan alam.
Bahkan alam surga tetap masih memiliki elemen yang
ditempati, tapi dalam bentuk elemen yang lebih halus.
Elemen bumi, air, api, dan angin yang ditempati dalam
bentuk lebih halus dibanding dengan alam manusia.
Alam bawah juga memiliki elemen yang sama. Alam
brahma (Brahmaloka) juga memiliki elemen yang
masih ditempati. Bahkan alam tanpa rupa (Arūpa)
yang tidak memiliki bentuk masih memiliki elemen
kesadaran. Pikiran yang menempati elemen kesadaran
akan terlahir kembali menjadi keadaan tanpa bentuk
(Arūpa) tapi memiliki kekuatan pikiran yang berbeda

4
Vatta : lingkaran ekistensi siklus kelahiran kembali

76 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


tipe dalam menempati elemen. Alam tanpa rupa
(Arūpa) adalah alam tidak tetap. Ketika efek kekuatan
kebajikan telah habis, kehidupan alam tanpa rupa
harus terlahir kembali di alam manusia seperti
sebelumnya. Semua adalah bagian dari sistem
kehidupan duniawi (Lokadhātu). Namun, hancurnya
kekotoran batin dan penderitaan (Nibbāna) sudah
tidak lagi memiliki elemen untuk ditempati. Tidak
memiliki tubuh 5 dan pikiran 6 . Ini benar-benar
merupakan sebuah kebahagian sejati.

5
Rūpa : zat, bentuk, tubuh
6
Nāma: pikiran & kekuatan mental

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 77


Pikiran sejati adalah energi.

Semua bentuk kehidupan adalah hasil formasi/


bentuk dari pikiran sejati. Itu tidak benar sampai
batas tertentu untuk menyatakan bahwa tidak ada
“aku”. Jika tidak ada “aku”, bagaimana seseorang bisa
lahir? Bicara apa adanya, sesungguhnya tiada “aku”,
tapi kita menempati semua hal yang eksis yang
disebut dengan kebenaran relative/konvensional
(sammuti). Kita kemudian berpegang teguh kepada
cara berpikir bentuk (Rūpa), rasa (Rasa), bau (Gandha),
suara (Sadda), and sentuhan (Phoṭṭhabba) yang
mana merupakan 5 indrawi (Kāmaguṇa) untuk
menjadi diri “aku”. Ini adalah mengapa kita terus
berlari atau kita terjerat oleh mereka. Ketika keadaan
dari bentuk (Rūpa), rasa (Rasa), bau (Gandha), suara
(Sadda), sentuhan (Phoṭṭhabba), dan objek pikiran
(Dhammārammaṇa) yang mana merupakan 5
indrawi (Kāmaguṇa) berlangsung terus menerus,
kita berpikir bahwa hal itu membawa kita kepada
kepuasan indrawi dengan memilikinya, dan kita
menaruh usaha yang luar biasa untuk mengejar &

78 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


medapatkan kepuasan indrawi dengan gairah & kerja
keras. Kita melakukan itu semua karena kita dibawah
sebuah ilusi yang disebut dengan ketidaktahuan (Avijjā).

Ketidaktahuan (Avijjā) adalah tidak mengetahui


hukum alam kehidupan yang sesungguhnya. Pada
akhirnya, Apakah masih ada sesuatu? Keadaan pikiran
atau keadaan 5 kelompok pembentuk kehidupan :
bentuk (Rūpa), perasaan (Vedanā), persepsi (Saññā),
formasi mental (Sankhāra) dan kesadaran (Viññāna)
adalah yang kita gunakan. Dengan kata lain pikiran
sejati berada disana. Pertama, masing-masing orang
memiliki 1 pikiran dan pikiran sejati bukanlah seorang
berbentuk wanita, pria, hewan atau orang. Itu adalah
tiada diri/aku. Pikiran sejati tidak memiliki apapun
dan hanya berupa energi. Energi dari pikiran akan
mengakibatkan terlahir menjadi hewan, terlahir di
neraka, dan terlahir menjadi manusia, dewa-dewi,
brahma di (Brahmaloka), atau terlahir dimana saja.

Energi eksis didalam tubuh. Energi ini diolah


dari tubuh pikiran yang mana adalah 5 kelompok

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 79


pembentuk kehidupan. Pikiran sejati tidak pernah
mati. Pikiran ini tidak pernah berhenti. Ketika masing-
masing kehidupan berakhir, hanya tubuh dari pikiran
yang mati. Tubuh dari pikiran adalah 4 elemen & 5
kelompok pembentuk kehidupan : bentuk (Rūpa),
perasaan/sensasi (Vedanā), persepsi (Saññā), formasi
mental (sankhara) and kesadaran (Viññāna). Semua
disebut dengan tubuh dari pikiran dan pikiran sejati
tidak pernah mati karena pikiran sejati adalah energi.
Bagaimana bentuk dari pikiran sejati? Keadaan dari
pikiran yang hanya berupa energi dimana tidak ada
ketidakstabilan, naik, atau jatuh. Itu bergantung pada
4 elemen & 5 kelompok pembentuk kehidupan yang
mana tidak konsisten dan akan jatuh & bangun.

Pikiran sejati dapat dijelaskan dengan analogi


angin adalah bagian dari hukum alam. Ketika angin
berhembus diantara dedaunan pohon, kita bisa
melihat daun pohon berayun sesuai dengan hembusan
angin yang meniup tapi kita tidak pernah dapat
melihat angin. Jika kita bertanya apakah ada angin,
angin pasti ada disana. Jika tidak ada angin yang

80 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


berhembus, daun tidak akan berayun. Untuk itu, kita
diperdaya oleh aktivitas 5 kelompok pembentuk
kehidupan. Mereka selalu aktif sepanjang waktu.
Saat waktu tertentu, bisa bahagia, tidak bahagia, atau
netral. Ini sama seperti gerakan dari daun pohon.
Aktifitas mental terjadi karena energi dari pikiran tapi
bukan dari pikiran sejati itu sendiri.

Dedaunan pohon bergerak. Daun dan angin dapat


dibedakan. Pikiran dan 5 kelompok pembentuk
kehidupan juga dapat dibedakan. Untuk itu, keadaan
pikiran adalah 1 dimensi yang mana tidak ada
ketidakstabilan, jatuh dan bangun. Hanya berupa
energi. Itu ditempati di dimensi 5 kelompok pembentuk
kehidupan yang mana keadaan jatuh, bangun, dan
tidak stabil. Semua keadaan bangun dan jatuh juga
tidak tetap dan mereka merupakan penderitaan.
Pada akhirnya, mereka akan pergi dan mereka adalah
Anattā yang mana adalah ‘tanpa aku’. Dengan kata
lain, semua berasal dari elemen ruang, jadi keadaan
pikiran tidak memiliki apapun dari awal. Tidak
terbebani oleh apapun.

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 81


Ketidaktahuan (Avijjā)
Menggelapkan pikiran

Sekali pikiran tertutupi oleh ketidaktahuan


(Avijjā) yang mana adalah 5 kelompok pembentuk
kehidupan, kita tidak bisa melihat pikiran sebagaimana
sesungguhnya terjadi. Sama seperti awan yang
menutupi bulan, ketika kita melihat bulan, kita
berpikir bulan tersebut buram karena kita tidak
bisa melihat bulan secara jelas. Ketika awan mulai
terpisah, kita melihat bulan bersinar terang. Itu
karena awan yang menggelapkan bulan. Dengan
kata lain, bulan tidak pernah buram sama sekali.

Hal ini sama dengan kondisi pikiran. Dari awal,


bukan berupa kesedihan atau penderitaan. Pikiran
sejati tidak mengingat atau mengetahui segalanya.
Kita dibodohi oleh pengertian yang salah bahwa
pikiran mengetahui segalanya. Kenyataanya itu
hanya sebuah bayangan pikiran dan berasal dari 5
kelompok pembentuk kehidupan. Mereka bagian

82 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


yang berbeda. Kita berada dibawah delusi bahwa
semua yang kita pikirkan adalah benar.

Bahkan saat praktik meditasi, kita disalah arahkan


dalam kesadaran/perhatian (Sati), konsentrasi
(Samādhi), and kebijaksanaan (Paňňā). Kesadaran
(Sati), konsentrasi (Samādhi), dan kebijaksanaan
(Paňňā) juga datang dari 5 kelompok pembentuk
kehidupan. Jika kita tidak memiliki 5 kelompok
pembentuk kehidupan, kita tidak memiliki kesadaran
(Sati), konsentrasi (Samādhi), dan kebijaksanaan
(Paňňā). Ketika kita praktik meditasi, kita melekat
pada kesadaran. Kita berpikir bahwa ‘aku’ lah yang
berkesadaran (Sati). Kita menggenggam dalam
konsentrasi (Samādhi) dan kita berpikir bahwa ‘aku’
lah yang sedang berkonsentrasi. Akhirnya kita melekat
pada kekotoran batin (Kilesa), kebencian (Dosa),
dan kebodohan (Moha) dan berpikir bahwa mereka
adalah ‘aku’. Kenyataanya mereka semua hanyalah
bayangan dari pikiran.

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 83


Bahkan keinginan (Rāga) tidak tetap. Terkadang,
kita menginginkan sesuatu dan tidak lagi menginginkan
itu diwaktu lain. Terkadang, kita memiliki kebencian
(Dosa) dan diwaktu lain tidak lagi. Terkadang, kita
memiliki kebodohan (Moha) dan kita tidak memliki
moha diwaktu yang lain. Tiada satupun dari mereka
yang tetap. Mereka hanyalah aksi dari 5 kelompok
pembentuk kehidupan. Jika kita tidak memiliki 5
kelompok kehidupan, kita tidak memiliki keinginan
(Rāga), kebencian (Dosa), dan kebodohan (Moha).
Ketika kita tidak memiliki 5 kelompok kehidupan, kita
tidak memiliki kesadaran (Sati), konsentrasi (Samādhi),
dan kebijaksanaan (Paňňā). Buddha mengatakan
bahwa 5 kelompok pembentuk kehidupan adalah
subjek yang melekat dan kelompok kehidupan
yang melekat adalah eksis (Upādānakkhandha)
merupakan bagian dari penderitaan. Kesadaran
(Sati), konsentrasi (Samādhi), kebijaksanaan (Paňňā),
kemelekatan (Rāga), kebencian (Dosa), dan kebodohan
(Moha) adalah sepenuhnya bagian dari 5 kelompok
kehidupan.

84 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


Kita menggenggam keinginan (Rāga), kebencian
(Dosa), atau kebodohan (Moha), dan itu melekat akan
5 kelompok kehidupan. Kita menggenggam kesadaran
(Sati), kesadaran (Samādhi), kebijaksanaan (Paňňā),
kondisi mengetahui pikiran, atau kondisi mengerti
pikiran, itu juga kemelekatan akan kelompok kehidupan.
Kita menderita karena 5 kelompok pembentuk
kehidupan. Kenyataanya, pikiran itu sendiri tidak
terbebani oleh apapun, karena pikiran sejati, lima
kelompok pembentuk kehidupan adalah bagian yang
berbeda, dan berada di dimensi yang berbeda. Pikiran
sejati berada di dimensi yang tidak memiliki apapun.
Kita disesatkan di dimensi hal-hal yang eksis dan
berpikir mereka memiliki eksistensi diri ‘aku’ yang
mana dimensi dari 5 kelompok kehidupan : bentuk
(rupa), perasaan (Vedanā), pencerapan (Saññā),
proses berpikir (Sankhāra), dan kesadaran (Viññāna).
Meskipun mereka tidak memiliki bentuk seperti
benda-benda yang eksis, kita adalah kekosongan
(tiada-diri). Dengan kata lain, pikiran secara sementara

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 85


menempati hal-hal yang eksis dan akan kembali ke
kekosongan seperti sebelumnya.

Sang Buddha bersabda


bahwa 5 kelompok
pembentuk kehidupan
adalah subjek yang
melekat (Upādāna).
Kelompok kehidupan yang
melekat akan eksistensi
(Upādānakkhandha)
adalah penderitaan.

86 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


Kembali kekekosongan

Semua kehidupan di hukum alam dunia tidak


eksis dari awal. Mereka menetap sementara dan
mereka akhirnya kembali ke kondisi non-eksistensi
seperti awal. Kita tidak bisa mengambil apapun dari
kita saat kita meninggal. Kita tidak bisa membawa 4
elemen bersama kita juga. Kesenangan dan tidak
senang berhenti bersamaan dengan empat elemen.
Karena eksistensi dari tubuh sebagai penerima
persepsi, kita memiliki perasaan. Karena eksistensi
dari tubuh yang ada seperti ingatan dan pikiran
melalui otak, kita memiliki ingatan & pola pikir.
Karena eksistensi tubuh untuk lebih berkesadaran,
kita memiliki kesadaran pikiran/unsur kesadaran.
Kita bisa merasakan melalui sepasang mata, telinga,
hidung, lidah, tubuh dan pikiran. Contohnya , apabila
indra mata mengetahui sudut pandang, disebut
dengan kesadaran-mata (Cakkhu-viňňāṇa)1. Apabila

7
Dikondisikan melewati mata, objek yang terlihat, cahaya &
yang menjadi pusat, kesadaran mata muncul.

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 87


telinga mendengar suara disebut dengan kesadaran-
telinga8. Kita berada disebuah delusi bahwa kita
sadar dan kita menggenggam persepsi (Saññā) dan
menganggap bahwa hanya kita lah yang paling
mengetahui segalanya.

Pada nyatanya, semua kehidupan tidak ada yang


benar-benar tidak bisa berharga dan benar-benar
untuk dilekati. Sama dengan anak kecil yang baru saja
lahir. Dia tidak tahu apapun ketika lahir dan anak
kecil itu masih tidak bersalah. Yang lain memberikan
persepsi (Saññā) untuk mengingat dan mengetahui
semua hal sambil belajar untuk dapat mengatakan
hal itu. Apa yang dipelajari menjadi persepsi (Saññā).
Ketika kita mulai besar, kita menggunakan persepsi
kita (Saññā) dalam keseharian. Kita disalah arahkan
oleh persepsi yang mana berasal dari ajaran yang
telah dipanut. Contohnya, nama yang kita sebutkan
dan yang kita ingat adalah nama kita.

8
Dikondisikan melewati telinga, objek yang terdengar, bagian
telinga & yang menjadi pusat, kesadaran telinga muncul.

88 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


Untuk itu, semua hal terjadi sesuai kondisi, dari
semua unsur. Ketika kita merasakan suatu hal, kita
secara efektif merasakan melalui 4 unsur. Ketika kita
mengingat sesuatu , kita mengingat unsur. Contohnya,
kita mengingat wajah seseorang dan wajah berasal
dari 4 unsur. Kita mengingat suara dan suara juga
berasal dari 4 unsur. Kita mengingat rasa dan rasa
berasal dari 4 unsur. Kita mengingat bau dan berasal
dari 4 unsur. Ketika kita merindukan seseorang, kita
akan berpikir akan wajah dan suara orang itu yang
mana bagian dari 4 unsur. Apa yang pengetahu (kondisi
mengetahui) tahu adalah kondisi dari unsur. Pengetahu
itu adalah kesadaran pikiran (Viňňāṇa-dhātu) dan itu
bagian lain, dan ini bukan pikiran.

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 89


Pikiran Sejati sama dengan Beras

Pikiran sejati tidak memiliki penderitaan. Hanya


berupa energi. Kondisi dari pikiran dapat dijelaskan
dengan analogi beras dimana pikiran sejati seperti
beras putih. Biji beras tertutupi hampir semua oleh
kulit. Petani menggunakan beras yang belum
matang (gabah) yang mana masih bisa tumbuh.
Ketika memanen padi, petani harus menyimpan
gabah yang akan digunakan untuk diolah sepanjang
tahun. Dengan melakukan demikian, petani dapat
mengolah beras setiap tahun. Sama dengan kelahiran
kembali dari semua manusia dan semua makhluk
secara berulang karena Ketidaktahuan (Avijjā)
menutupi pikiran yang sama seperti kulit padi.
Jika petani memisahkan kulit padi menjadi beras,
beras dapat tumbuh berkembang.

Ketidaktahuan (Avijjā) yang menutupi pikiran


dinamakan bayangan dari pikiran. Bayangan itu
dinamakan 5 kelompok pembentuk kehidupan. Jika

90 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


‘kulit luar’dari pikiran dihilangkan – hanya tersisa
pikiran sejati, tidak ada kelahiran kembali. Jika kita
dengan jelas menyadari pikiran sejati dan 5 kelompok
pembentuk kehidupan sebagaimana adanya, kita
akan mengetahui dengan jelas apa itu ketidaktahuan
(Avijjā) sesungguhnya. Jika kita melihat 5 kelompok
kehidupan tidaklah tetap, penderitaan, dan tiada aku,
kondisi dari 5 kelompok kehidupan akan kembali
menjadi tiada diri juga. Demikian, bagaimana kita
bisa melekat kepada 5 kelompok kehidupan menjadi
kita?

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 91


Sang buddha mengajarkan bahwa 5 kelompok
pembentuk kehidupan tidak lah tetap, mereka penuh
penderitaan dan tiada diri. Sebagaimana mereka. Pada
akhirnya, tidak ada apapun kecuali penderitaan.
Sekali mereka berhenti, mereka tiada diri. Apa yang
dimaksud tidak tetap, apa itu penderitaan, dan apa
itu tiada diri cukup bernilai utk dilekati atau tidak?
Ini adalah keadaan akhir dari penderitaan.

Ketidaktahuan (Avijjā)
dari pikiran sama dengan
bayangan dari pikiran dan
bayangan dari pikiran
adalah 5 kelompok
pembentuk kehidupan.

92 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


Dikelirukan oleh Aktivitas keseharian

Kita bingung antara hubungan menggenggam


kemelekatan dan pikiran. Meskipun kemelekatan
pada sesuatu bersifat sementara, kita masih bingung
dengan pengertian kita adalah orang yang sedang
melekat. Jika kita meninggal, aktivitas dari kemelekatan
akan berhenti. Dengan tidak menyadari sifat hukum
alam ini, kita tertipu oleh siapa yang kita pikir adalah
kita, yang memiliki ketagihan, itu adalah kita, yang
memiliki kebencian atau khayalan juga kita. Selain itu,
kita tertipu siapa yang menyesatkan kita lagi. Secara
keseluruhan, siapa yang melekat? Itu kita. Siapa yang
melekat pada kita, itu adalah hukum alam. Disesatkan
oleh fenomena alam, kita melihat setiap kejadian
menjadi kita atau menjadi orang lain. Semua itu
hanyalah aktivitas alami atau bayangan pikiran.
Dengan kata lain, lima kelompok pembentuk
kehidupan, tidak jauh berbeda dengan daun pohon
yang diayun oleh gaya angin.

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 93


Kita tertipu oleh kegiatan ini dan itu yang bersifat
sementara. Semua kegiatan ini disebut tindakan
dari lima kelompok unsur kehidupan. Semua
kegiatan adalah karena formasi. Bahkan tubuh juga
merupakan hasil dari formasi, begitu juga segala
bentuk aktivitas tubuh, seperti menjadi wanita atau
pria. Perasaan (Vedanā) juga merupakan hasil
pembentukan seperti kebahagiaan, penderitaan,
atau netral. Persepsi (Saññā) juga ada karena
formasi. Misalnya, seseorang mengingat ini dan itu.
Demikian pula, kegiatan-kegiatan yang bersifat
sementara (Sankhāra) adalah pembentukan mental
untuk menjadi pikiran. Kesadaran (Viññāna) adalah
formasi yang harus dipahami.

Semua formasi ini dapat disebut kegiatan kelompok


formasi dan bersifat sementara. SabbeSankhāraAnicca.
Semua formasi mental bersifat sementara.

94 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


Kita disesatkan
oleh banyak kegiatan
dan semua kegiatan
bersifat sementara.
Semua kegiatan
adalah kegiatan dari
5 kelompok kehidupan.

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 95


Dikelirukan dalam Kondisi
Hukum Alam (Sabhāva-Dhamma)

Kondisi yang kita keliru disebut ‘khayalan kondisi


alam’. Apa itu kondisi alam? Kondisi alam adalah alam.
Sifat ini dikategorikan ke dalam yang berkebajikan
dan tidak berkebajikan serta baik dan buruk. Yang baik
telah ada di dunia ini, begitu juga yang buruk. Kita
berasal dari hukum alam dan kita dipengaruhi oleh
hukum alam. Sifat ini adalah dhamma. Itulah yang
diajarkan Buddha “SabbeDhammaAnattā- semua
makhluk alam semesta adalah bukan aku”. Bahkan
praktik dhamma, kita tidak dapat melekat pada
dhamma. Dhamma juga dikenal sebagai unsur objek
mental (Dhammadhātu).

Unsur objek mental juga dipandang sebagai


elemen ruang (Ākāsa-dhātu) dalam arti ketiadaan.
Dhamma berasal dari kekosongan. Namun, itu tidak
berarti tidak memiliki apa pun. Unsur-unsurnya masih
ada. Ketika kita belajar praktik dhamma, kita tidak
perlu mempersiapkan apa-apa. Kita hanya perlu untuk

96 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


tidak melekat pada apa pun itu maka kita tidak
terbebani oleh apa pun. Kita menderita atau dalam
penderitaan karena kita terikat pada segalanya. Kita
menggenggam pada segalanya untuk menjadi milik
kita. Sebenarnya ini adalah khayalan. Ini disebut
ketidaktahuan (Avijjā).

Menggunakan analogi ketidaktahuan (Avijjā)


dengan kulit beras. Setelah kulit terluar beras
dihilangkan, beras giling tidak dapat tumbuh. Jika
seseorang mencoba untuk mengikat kulitnya
dengan sebutir beras giling, ia akan tetap tidak dapat
tumbuh. Demikian pula, begitu kelima kelompok
unsur kehidupan dilepaskan dari pikiran dan jelas
disadari bahwa mereka adalah entitas yang terpisah
atau dimensi yang berbeda. Apa yang dapat dilakukan
untuk dilahirkan kembali? Bahkan jika lima kelompok
unsur kehidupan dan pikiran masih berfungsi bersama,
hubungan antara ketidaktahuan dan pikiran itu
terlepas. Dengan kata lain, pikiran tidak terpengaruh
oleh ketidaktahuan lagi.

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 97


Alasan bahwa kita telah berada dalam siklus
kelahiran kembali tanpa akhir adalah bahwa kita
tertipu oleh lima kelompok unsur kehidupan dan
unsur-unsur. Tak perlu dikatakan, ini semua tentang
kondisi elemen. Semua sistem dunia (Lokadhātu)
memiliki unsur-unsur. Nirvana (Nibbāna)9 adalah tidak
adanya elemen dan ketiadaan tetapi dapat dinyatakan
ada nirwana (Nibbāna). Hanya pikiran murni yang
bernilai nirwana.

Mengapa kita tertipu oleh apa yang dikenal


sebagai kekosongan? Mengapa kita bergantung
pada kondisi alam yang muncul dan lenyap? Itu

9
Dua aspek Nibbāna adalah: (1) Kehilangan kekotoran penuh
(kilesa-parinibbāna), juga disebut sa-upādisesa-nibbāna.
Nibbāna dengan kelompok-kelompok eksistensi yang masih
tersisa. Ini terjadi pada pencapaian arahat, atau kesucian
sempurna. (2) Kepunahan sepenuhnya dari eksistensi (khandha-
parinibbāna), juga disebut an-upādi-sesa- parinibbāna.Nibbāna
tanpa kelompok-kelompok yang tersisa, dengan kata lain, datang
untuk beristirahat, atau lebih tepatnya ‘tidak-lagi-berlanjut’
dari proses eksistensi fisik-mental. Ini terjadi pada saat kematian
para arahat.

98 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


selalu berubah sepanjang waktu. Kita tertipu oleh
keberadaan segala sesuatu menjadi diri kita atau orang
lain. Orang yang memiliki khayalan mengejar atau
melarikan diri dari semua hal mengikuti keinginannya.
Kita memiliki keinginan untuk eksistensi 10 atau
keinginan untuk tidak eksistensi11 bergantung pada
kondisi hukum alam. Kita mengejar apa yang baik
dan kita melarikan diri dari apa yang buruk. Jika kita
bebas dari sifat atau cara melakukan sesuatu, kita
tidak terpengaruh oleh sifat yang selalu berubah.
Semua makhluk alam semesta akan menjadi sederhana
& biasa. Dengan demikian, kita akan memiliki wawasan
penuh tentang yang baik atau yang buruk yang naik
dan turun.

Untuk memberikan contoh sederhana, sifat


kebahagiaan adalah kebaikan dan sifat ketidakbahagiaan
adalah keburukan. Jika kita belajar bahwa alam naik
dan turun, kita akan melihat bahwa kebahagiaan

10
Keinginan untuk terus terlahir menjadi (Bhava-taṇhā)
11
Keinginan untuk pemusnahan diri (Vibhava-taṇhā)

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 99


muncul, tetap, dan berlalu dan ketidakbahagiaan
muncul, tetap, dan berlalu. Semuanya adalah alam.
Jika kita mengamati waktu sehari seperti siang dan
malam, akan gelap pada satu waktu dan akan cerah
pada waktu lain. Itu adalah apa itu. Itu adalah alam.

Waktu siang dan malam adalah alam. Apakah kita


selalu menderita atau bahagia dengan waktu satu
hari, bahwa itu akan menjadi gelap atau akan menjadi
terang? Kita jarang peduli tentang hal itu, karena kita
umumnya menerimanya sebagai hukum alam. Jika
kita juga mengamati kebahagiaan dan penderitaan di
dalam tubuh dan pikiran menjadi bagian dari hukum
alam, apakah kita akan terpengaruh oleh sifat ini?

100 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


Dari semua pernyataan di atas, mereka adalah
pedoman untuk praktik dhamma. Harap dorong diri
Anda untuk jeli. Dhamma adalah semua tentang
praktik melalui pengamatan aktivitas atau fenomena
apa pun. Ini dianggap dengan melakukan pendekatan
ilmiah di mana kita mengamati dan menganalisis
variasi dari subjek eksperimental untuk melihat
fenomena alam atau seperti apa adanya.

Kita kemudian akan memiliki wawasan sejati


tentang subjek eksperimental bahwa itu adalah apa
itu (Tathātā)12. Haruskah kita berusaha melakukan
sesuatu yang melawan alam?

Tathātā adalah semacam itu; realitas tanpa nama dan tanpa


12

ciri dalam sifat keasliannya.

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 101


Menderita karena Melarikan Diri
dari Kebenaran

Semua orang dilahirkan dan memiliki penderitaan.


Bisakah kita melarikan diri dari penderitaan? Jika
seberkas cahaya bersinar ke arah kita, kita semua
berada dalam bayang-bayang. Itu seperti setelah kita
dilahirkan. Demikian pula, kita menderita. Penderitaan
muncul, penderitaan menetap, dan penderitaan
berhenti. Ada terlalu banyak penderitaan atau terlalu
sedikit penderitaan. Kita melarikan diri dari kebenaran.
Betapapun kerasnya kita berusaha melarikan diri
dari penderitaan, itu tidak bisa dilakukan. Ini mirip
dengan seseorang yang mencoba melarikan diri dari
bayangannya. Itu tidak akan berhasil.
Kadang-kadang, kita mengejar kebahagiaan dan
kita berusaha untuk mempertahankan kebahagiaan
yang, pada kenyataannya, tidak ada hal seperti
kebahagiaan di dunia ini. Ketika kita mencoba mengejar
kebahagiaan, itu seperti kita mencoba memahami
udara. Tidak peduli seberapa banyak usaha yang
digunakan, kita tidak bisa memahami udara. Oleh

102 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


karena itu, siapa pun yang mencoba melarikan diri
dari bayangannya dan mencoba untuk menangkap
udara pada saat yang sama dapat disebut orang
bodoh dan orang gila. Apakah kamu tidak berpikir
begitu? Kita terbebani dengan melakukan hal itu. Kita
melarikan diri dari kebenaran tetapi kita mengejar apa
yang tidak benar. Dengan kata lain, kita berusaha
melakukan apa yang tidak mungkin.
Sang Buddha mengajarkan kita untuk menghentikan
keinginan untuk menghentikan penderitaan. Jika
kita berhenti berkeinginan melawan sifat hal-hal,
berhenti melarikan diri dari bayang-bayang, dan
berhenti mengejar untuk menangkap udara, ini adalah
sebagian cara untuk melenyapkan penderitaan.

Kita hanya memberhentikan


keinginan melawan sifat hal-hal.
Ini adalah sebagian cara untuk
melenyapkan penderitaan.

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 103


Titik Awal Melepas Kemelekatan
(untuk melepaskan)

Meskipun kita menyadari bahwa segala sesuatu


adalah bukan diri, akan terlihat keberadaan sementara
“kita” untuk menjadi kita atau menjadi orang lain yang
terkadang Persepsi keberadaan “kita” atau “orang
lain” tidak berada di bawah kendali siapa pun. Akibatnya,
kita tergoda untuk mengatur dan mengelola sifat
ini yang membuatnya bahkan lebih kacau. Kita
dipengaruhi oleh apa yang sudah diatur oleh alam;
misalnya, kita dipengaruhi oleh yang baik. Kita
terganggu oleh suara yang menyenangkan atau
tidak menyenangkan. Dapat disimpulkan bahwa kita
tergoda oleh kepuasan. Apa yang kita kejar setiap hari
adalah mengejar kebahagiaan. Apa yang menyebabkan
kita begitu banyak masalah adalah kebahagiaan atau
kepuasan - baik itu bukan diri.

Suara berasal dari empat elemen tidak peduli


apakah itu suara yang menyenangkan atau tidak

104 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


menyenangkan. Keempat elemen itu bukan diri, jadi
mengapa kita tergoda oleh suara yang menyenangkan
atau tidak menyenangkan? Tubuh juga berasal dari
empat elemen terlepas dari apakah baik atau buruk.
Jadi, mengapa kita sangat lari dari elemen-elemen?
Kita mendambakan suara yang menyenangkan,
melihat bentuk yang baik, mencium bau harum, rasa
enak, membelai, dan merasakan sensasi yang
menyenangkan.

Akan tetapi, kita tidak dapat melarikan diri dari


kebenaran yang akan memadukan kebalikan atau
pasangan dhamma13.

13
Ada dua dhamma, hal-hal, status; Fenomena - (1) Lokiya-
dhamma: keadaan duniawi adalah semua kondisi kesadaran
dan faktor-faktor mental yang muncul di duniawi, juga di
dalam Yang Mulia - yang tidak terkait dengan keadaan sejati
dan hasil sotāpatti, dll. (2) Lokuttara-dhamma: keadaan sejati
adalah kebenaran yang berada di atas empat jalan kebenaran
(magga), empat buah kebenaran (phala) dan kondisi terbebas
(Nibbāna).

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 105


Ada dua sisi dari segalanya di dunia. Kita tidak
selalu hanya memiliki satu sisi. Jika kita bebas
dari kedua sisi: yang baik dan yang buruk dan
membiarkan masing-masing menjadi apa yang
diizinkan mengikuti sifatnya, kita tidak akan
terbebani oleh salah satu dari mereka. Kita bisa
hidup di tengah; yaitu bersikap netral.

Kita tidak terpengaruh oleh suara-suara yang


menyenangkan karena kita menyadari bahwa suara
adalah bagian dari unsur, juga benar untuk suara yang
tidak menyenangkan. Kita tidak dipengaruhi oleh
suara apa pun - membiarkannya terus berlanjut
oleh sifatnya. Sementara kita tidak terganggu oleh
banyak jenis suara, kita tiba-tiba menderita yang
disebabkan oleh gosip. Semua suara adalah alam.
Keadaan mental untuk kesadaran pendengaran
berasal dari unsur kesadaran (Viňňāṇa-dhātu). Itu
tidak menjadi milik kita di akhir. Mengapa kita puas
atau tidak puas dengan bentuk, rasa, bau, suara,

106 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


sentuhan, dan sensasi mental? Haruskah kita
dipengaruhi oleh kedua sisi fenomena alam?
Dengan melakukan itu, kita mencoba untuk melarikan
diri dari bayangan dan mencoba untuk menangkap
udara hanya untuk melayani keinginan kita.

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 107


Hentikan Keinginan

Sang Buddha mengajarkan kita untuk menghentikan


penyebab penderitaan - asal mula penderitaan (Samudaya)
yaitu nafsu keinginan (Taṇhā) seperti Kāma-taṇhā
atau keinginan untuk kesenangan indria, Bhava-taṇhā
atau keinginan untuk eksistensi atau hidup, dan
Vibhava -taṇhā atau keinginan untuk pemusnahan
diri. Kita selalu memiliki keinginan (Taṇhā) yang
merupakan ‘keinginan untuk memiliki dan hasrat
untuk tidak memiliki’. Ini adalah akar penderitaan.
Kita harus mengakhiri nafsu keinginan. Semua dari
kita tidak pernah berhenti berkeinginan, lebih baik
keinginan untuk berhenti daripada menghentikan.
Selain itu, kita ingin menghentikan hukum alam, untuk
tetap dengan cara keinginan kita.

Kita dalam masalah setiap hari. Hal ini disebabkan


oleh apa pun selain melawan hukum alam. Jika setiap
orang meninggalkan alam untuk mengambil jalannya

108 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


sendiri, kita akan mengikuti jalan hukum alam. Alam
akan bebas. Kita kemudian akan terbebas dari
hukum alam. Dengan demikian, jalan hukum alam
terus berlanjut tanpa gangguan apa pun. Fenomena
hukum alam adalah realitasnya. Tidak ada yang
terlibat di dalam hukum alam.

Hakikat dari lima kelompok unsur kehidupan naik


dan turun berulang kali. Itu adalah hukum alam.

Sifat pikiran adalah ketiadaan dan itu adalah


sifat normalnya. Itu hanya energi. Bandingkan dengan
daya listrik baterai, jika baterai digunakan untuk
menyalakan lampu senter, itu akan menyinari cahaya
terang. Dalam kasus pikiran, jika pikiran ini terlahir
kembali menjadi hewan, energinya ada di tubuh
hewan. Jika dimanifestasikan dalam makhluk di
neraka, itu adalah neraka. Demikian pula, ia terlahir
kembali menjadi manusia, makhluk surga, penghuni
langit yang lebih tinggi (Brahma),

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 109


Ia memiliki formasi manusia, makhluk surga, atau
makhluk brahma. Segala jenis formasi adalah bagian
terpisah dari pikiran.

Apakah itu di alam eksistensi (Bhūmi) atau keadaan


eksistensi apa pun (Bhava), bentuk / tubuh (Rūpa)
sedang menderita. Perasaan atau sensasi (Vedanā)
sedang menderita. Persepsi (Saññā) sedang menderita.
Formasi mental (Sankhāra) menderita dan kesadaran
(Viññāna) sedang menderita. Segala bentuk kelahiran
kembali akan berjalan di jalan kelahiran, penuaan,
penyakit, dan kematian, sehingga pasti menderita.
Sensasi (Vedanā) sendiri menderita; Oleh karena itu,
untuk merasakan apa pun juga ditambahkan untuk
menderita. Selain itu, jika kita melekat pada apa
pun, kita juga akan menderita. Jika kita mengingat
masalah apapun, kita juga akan menderita karena
persepsi. Jika kita berpikir tentang subjek apa pun,
kita akan kembali menderita karena informasi

110 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


mental. Jika kita merasakan sesuatu, kita pasti akan
menderita karena kesadaran. Bahkan tidak ada satu
pun bagian di atas yang membuat kita puas atau
bahagia.

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 111


Lepasnya Kemelekatan dari
Kelompok Kehidupan (Khandha)
menurut Pandangan Benar /
Pemahaman yang Benar (Sammādiṭṭi)

Di masa lalu, kita telah melihat dengan seksama


setelah empat elemen dan lima kelompok kehidupan
karena empat unsur dan lima kelompok kehidupan
menjadi tubuh yang mengharuskan kita untuk
merawatnya. Kita harus menjaga tubuh makan, tidur,
buang air kecil, dan buang waktu. Ketika kita sakit,
kita harus membawa tubuh ke rumah sakit. Kita
harus mandi untuk menghilangkan bau badan. Ketika
menginginkan sesuatu untuk dilihat, kita pergi untuk
melihat. Ketika memiliki keinginan untuk pakaian yang
bagus, kami membeli pakaian untuk mereka. Kita
harus menjaga mereka sepanjang waktu.

Apakah mereka mematuhi apa yang kita katakan?


Kita memberi tahu mereka untuk tidak menjadi tua,
mereka akan menjadi tua. Kita mengatakan kepada
mereka untuk tidak sakit, mereka akan sakit. Akhirnya,

112 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


kita memberi tahu mereka untuk tidak mati, mereka
harus mati. Apakah kita masih ingin bersama mereka?
Apakah kita masih ingin hidup bersama dengan
mereka? Kita dibebani oleh mereka. Ini dinyatakan
dalam ayat: ‘Bhārāhavēpancakkhandhā.’ Kelima
kelompok kehidupan adalah beban berat.

Kita berada dalam lingkaran kelahiran kembali


dan kematian karena lima kelompok unsur kehidupan.
Sebenarnya, kita damai pada awalnya tetapi kemudian
kita berpegang pada apa yang sebenarnya bukan diri
atau apa itu ketiadaan karena kita tidak tahu bahwa
semuanya tidak kekal (Anicca), penderitaan (Dukha)
dan bukan diri (Anattā). Jika seseorang mengatakan
kepada kita bahwa lima kelompok kehidupan adalah
permanen, apakah kita percaya? Jika seseorang
mengatakan kepada kita bahwa lima kelompok
kehidupan memiliki banyak kebahagiaan, apakah
kita percaya? Jika seseorang juga memberi tahu kita
bahwa lima kelompok kehidupan adalah diri, apakah
kita percaya?

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 113


Pikiran kita melekat pada semua hal disebut
pandangan yang salah (Micchādiṭṭhi) dan kita
melampirkan pandangan ke lima kelompok yang
berpikir bahwa mereka permanen, baik, dan mandiri
(kita). Haruskah kita percaya pada kebenaran atau diri
kita sendiri? Kita harus percaya pada kebenaran, bu-
kan? Kita harus percaya pada kebenaran dan kita
harus hidup dengan kebenaran. Kebenaran ini disebut
Kebenaran Mulia (Ariyasacca) yaitu untuk melihat
kebenaran, hidup dengan kebenaran, dan menerima
kebenaran.

Kita tertipu oleh pandangan salah (Micchādiṭṭhi)


sepanjang waktu. Ini adalah pemahaman yang salah
tentang apa yang kita lekati, itu untuk waktu yang
lama. Jika seseorang dapat melihat kebenaran
bahwa segala sesuatu tidak kekal / sementara (Anicca),
penderitaan (Dukha) dan tiada diri (Anattā), seseorang
akan memiliki mata kebenaran atau mata kebijaksanaan
(Dhammacakkhu). Ini juga disebut Sammādiṭṭi yang
merupakan pandangan benar / pemahaman benar

114 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


tentang Kebenaran Mulia (Ariyasacca). Itu terjadi
segera setelah seseorang benar-benar memiliki
kebijaksanaan yang bijaksana tentang kebenaran.
Begitu seseorang memiliki pandangan benar, apa yang
harus dilakukan selanjutnya adalah melepaskannya
dari kebenaran juga. Tinggalkan kebenarannya
menjadi bentuknya. Kita berhenti menginterferensi
kebenaran, menerima, dan setuju tidak meragukan
bahwa itu adalah hal yang biasa.14 Kita bisa hidup
dengan tenang. Maka kita bebas.

14
Tathatā: (1) keserupaan, menunjuk pada sifat tetap yang
kokoh (bhāva) dari segala sesuatu. (2) Ketika dunia dipandang
sebagai śūnya, kosong, ia digenggam dalam sifatnya. (3) Dalam
hal yang sangat awal, hal itu sendiri memiliki sifat-sifat yang
luhur. Ini mewujudkan kebijaksanaan tertinggi yang bersinar
di seluruh dunia, ia memiliki pengetahuan sejati dan pikiran
yang beristirahat hanya dalam dirinya sendiri. Ini adalah
abadi, bahagia, diri sendiri dan kesederhanaan paling murni;
itu menyegarkan, tak berubah, terbebas ...

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 115


Ketika kita melihat bahwa semuanya bukan
milik kita, tidak ada di dunia ini yang harus kita
pegang. Sebelumnya, kita terhubung dengan tubuh
kita dan yang lain menjadi diri sendiri. Apakah kita
bodoh untuk mempertahankan apa yang bukan diri?
Dengan melakukan itu, itu menyebabkan kita semua
menderita. Kita harusnya tidak dibebani oleh lima
kelompok kehidupan. Kita berasal dari non eksistensi.
Kita hanya mengandalkan bentuk kehidupan yang
eksis dan fenomena alam. Namun, kita disalahartikan
oleh mereka untuk menjadi kita atau orang lain.
Akhirnya, kita mati dari mereka semua dan kembali
ke kondisi non eksis seperti sebelumnya.

116 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


Lepaskan Kelompok
Kehidupan (Khandha)
seperti Kita dapat
Meninggalkan Kapal

Bayangkan kita mengendarai kapal sampai tiba


di pantai. Kita harus buru-buru meninggalkan kapal
karena jika kita masih di atas kapal, kita akan tenggelam
bersama dengan kapal. Demikian pula, bayangkan
bahwa perahu itu memiliki lima lubang bocor yang
disebut bentuk (Rūpa), perasaan atau sensasi (Vedanā),
persepsi (Saññā), bentukan / pikiran batin (Sankhāra),
dan kesadaran (Viññāna). Setiap dari mereka secara
bertahap terjatuh. Kita mengandalkan kapal yang
bocor dan kita mendayung dari laut ke pantai. Ketika
kita sampai di pantai, apakah kita masih enggan
meninggalkan kapal?

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 117


Kita bergantung pada lima kelompok kehidupan
dan membawa mereka untuk mengejar kesempurnaan
(Pārami) dan mencapai “pantai” dari kepunahan
semua kekotoran batin dan penderitaan (Nibbāna).
Setelah mencapai pantai, kita harus meninggalkan
kapal - lima agregat. Jangan merasa enggan untuk
melakukannya. Jika kita merasa ragu-ragu, kita akan
tenggelam lagi untuk waktu yang lama. Lima kelompok
unsur kehidupan bersifat konvensional dan kita
harus mengembalikannya kembali ke alam pada
waktunya. Dapat dikatakan bahwa itu benar-benar
semua tentang cara berpikir konvensional. Semua
pernyataan adalah keseluruhan kebenaran.

* Konvensional: Berdasarkan apa yang umumnya dilakukan


atau diyakini.

118 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


Semua Yang Tercerahkan
Mengajarkan Hal yang Sama

Kebenaran bahwa Sang Buddha mengajarkan


umat Buddha lebih dari 2.000 tahun adalah masalah
empat elemen, lima kelompok unsur kehidupan dan
empat kebenaran mulia (Ariyasacca). Ketika Sang
Buddha mengkhotbahkan khotbah-khotbahnya
selama jamannya, sejumlah besar umat awam dan
umat wanita awam telah mencapai mata dhamma
(mata kebijaksanaan). Ini karena dia mengungkapkan
kebenaran kepada semua orang. Tidak peduli berapa
lama waktu berlalu, ajaran Buddha masih suci.

Di masa depan Maitreya akan mencapai pencerahan


dan akan menjadi Buddha. Ia akan menemukan
kebenaran-kebenaran besar dan memberikan konsep
yang sama seperti konsep-konsep yang tercerahkan
sebelumnya. Tidak peduli siapa yang menjadi Sang
Buddha, masalah keempat unsur, lima kelompok
unsur kehidupan, dan empat kebenaran mulia akan
diajarkan kepada semua orang. Bahkan Satu Pribadi

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 119


Tercerahkan, ia akan menyadari kebenaran tentang
empat unsur, lima kelompok unsur kehidupan, dan
empat kebenaran mulia juga. Ini adalah kesucian
ajaran Buddha dan kebenaran Dhamma. Kebenaran-
kebenaran ini adalah kebenaran kekal (sacca). Siapa
pun yang melihat kebenaran, pria atau wanita akan
melihat mata dhamma (mata kebijaksanaan).

Siapa pun yang


menjadi Buddha,
ia akan berkhotbah tentang
Empat Elemen,
lima kelompok unsur
kehidupan dan
Empat Kebenaran Mulia
(Ariyasacca).

120 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


Menutup Mata tetapi
Tidak Bisa Menutup Pikiran

Tidak ada yang bisa menutup telinga, mata,


dan pikiran kita. Meskipun telinga dan mata kita
tertutup, kita tidak bisa menutup pikiran kita. Begitu
kita melihat kebenaran bahwa segala sesuatu tidak
kekal (Anicca), penderitaan (Dukha) dan non-diri
(Anattā), tidak ada yang bisa menutup pikiran kita.
Beberapa orang percaya pada pandangan salah
untuk waktu yang lama bahwa banyak hal bersifat
permanen dan ada diri. Ini kebahagiaan. Oleh karena
itu, kita seharusnya tidak percaya pada mereka dan
menghancurkan keterikatan pada semua makhluk
dengan menggunakan kebijaksanaan pengetahuan
(Vijjā) untuk menghancurkan kebodohan (Avijjā).

Ketika kebijaksanaan pengetahuan (Vijjā) muncul,


Vijjā-carana-sampanno, kebijaksanaan pengetahuan
(Vijjā) akan ada dalam pikiran kita dan ketidaktahuan
(Avijjā) berhenti. Ketidaktahuan adalah tidak mengetahui

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 121


kebenaran. Karena itu, empat kebenaran mulia
(Ariyasacca) muncul dalam pikiran siapa pun,
ketidaktahuan segera lenyap. Kita tertipu oleh
empat elemen dan lima kelompok unsur kehidupan.
Begitu kita menyadari bahwa empat unsur dan lima
kelompok unsur kehidupan adalah tidak kekal,
kita hanya tinggal bersama mereka. Sang Buddha
mengatakan lima kelompok unsur kehidupan adalah
tidak kekal, menderita dan bukan diri.

* Tidakkekal: hal-hal sementara / lewat / sekilas.

122 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


Hidup dengan Kebenaran Sejati dalam
Keadaan Pikiran (Vihāra-dhamma)

Untuk hidup dengan lima kelompok unsur


kehidupan tanpa menderita apa yang dibutuhkan
untuk tinggal di tempat tinggal dhamma. Meskipun
kita menyadari lima kelompok unsur kehidupan
sebagai bukan-diri, kita harus menjaga mereka
karena kita masih memiliki tubuh untuk hidup
bersama dan untuk mengurus apa yang dibutuhkan
tubuh seperti makanan atau air minum. Jika kita
tidak memiliki makanan atau minum air, kita akan
menderita. Kita akan tetap hidup dengan tubuh untuk
melakukan hal-hal yang baik, demikian juga pikiran.
Kita juga akan memiliki pikiran; kita harus menjaga
pikiran juga. Untuk memperjelas, pikiran dalam
konteks ini tidak sama dengan pikiran murni. Pikiran
terdiri dari perasaan atau sensasi (Vedanā), persepsi
(Saññā), bentukan / pikiran batin (Sankhāra) dan
kesadaran (Viññāna) yang dapat juga dikenal sebagai
empat faktor mental (nāma).

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 123


Merawat pikiran adalah melatih kesadaran (Sati),
meditasi (samādhi), dan kebijaksanaan (paňňā).
Dengan demikian, itu adalah hidup di dalam tempat
tinggal dharma. Begitu pikiran sadar, kita tidak berada
dalam situasi yang memberatkan karena kita hidup
dengan perhatian untuk menjaga pikiran. Ketika
pikiran terkonsentrasi, pikiran tidak terganggu. Begitu
pikiran itu berwawasan luas, pikiran tidak berada
dalam delusi. Inilah cara merawat pikiran. Jika kita
tidak hidup dengan perhatian, konsentrasi, dan
kebijaksanaan, pikiran berada dalam situasi sulit di
mana ia hidup dengan kekotoran batin seperti nafsu
(Rāga), kebencian (Dosa) dan kebodohan (Moha) -
sifat yang menyebabkan kita dalam masalah. Nafsu
(Rāga), kebencian (Dosa), dan delusi (Moha) menjadi
panas. Semua hanya tentang kekotoran batin (Kilesa).

Kekotoran batin juga bersifat alami. Kita dapat


mengambil sifat dhamma untuk mencabut sifat
kekotoran batin sehingga mereka tidak akan
mempengaruhi kita. Sifat dari lima kelompok
mempengaruhi kita dengan menempatkan kita

124 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


dalam situasi yang memberatkan; oleh karena itu,
kita perlu hidup dengan dhamma untuk mengatasi
situasi. Dengan kata lain, kita harus hidup dengan
kesadaran yang benar (Sammāsati), konsentrasi benar
(Sammāsamādhi), dan pandangan benar (Sammādiṭṭhi)
sehingga lima kelompok unsur kehidupan tidak akan
menyebabkan banyak masalah bagi kita. Dhamma
adalah apa yang bisa kita hidupi - juga disebut Vihāra-
dhamma15. Sebagai perbandingan memiliki rumah
dengan perabotan lengkap, kita harus menjaga rumah
dan membersihkan rumah setiap hari agar tetap rapi.

Kita memiliki tubuh yang memiliki lima kelompok


unsur kehidupan. Kita bertanggung jawab untuk menjaga
mereka agar tetap “bersih”. Merawat lima kelompok
unsur kehidupan adalah untuk menghentikannya
menyebabkan masalah bagi kita. Itu berarti hidup
dengan perhatian, konsentrasi, dan kebijaksanaan,
untuk merawat mereka dan membuat kita hidup den-

Keadaan pikiran seperti kita bernapas sebagai tempat tinggal,


15

dan empat kebenaran mulia sebagai tempat tinggal.

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 125


gan nyaman. Jika kita sadar, kesadaran itu membantu
untuk merawat kita. Jika kita berkonsentrasi, konsentrasi
membantu untuk merawat kita. Jika kita berwawasan
luas, kebijaksanaan juga membantu merawat kita.

Bagaimana cara kita mempraktikkan kebijaksanaan?


Ini untuk mengamati dan menganalisis tubuh dan
pikiran. Renungkan sifat sejati mereka untuk menjadi
tidak kekal (Anicca), penderitaan (Dukha) dan non-diri
(Anattā). Inilah cara kita mempraktikkan kebijaksanaan.

Peroleh dan rasakan sifat sejati dari segala sesuatu


menjadi tidak kekal (Anicca), penderitaan (Dukha) dan
tiada diri (Anattā). Perhatikan apa sifat sejati semua
makhluk alam. Itu benar-benar tidak kekal (Anicca),
penderitaan (Dukha) dan tiada diri (Anattā). Dengan
demikian, adalah untuk menyadari kebenaran dan
untuk mengajarkan pikiran secara terus-menerus -
memimpin pikiran untuk mempelajari kebenaran
dari tubuh dan pikiran. Ini fundamental.

126 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


Mengungkapkan Hal yang Terbalik
Terang Muncul dari dalam Kegelapan

Membuka mata batin adalah membuka pikiran


untuk melihat bahwa semua makhluk alam adalah
bukan diri. Ini mirip dengan cahaya dalam gelap.
Sesuatu yang terbalik telah dibalikkan kearah yag
benar. Kemudian kita dapat melihat kebenaran
berupa tiada diri. Ini adalah kebenaran pertama.
Namun, kebenaran saat ini adalah bahwa ada diri
yang eksis & dapat di observasi tetapi keberadaannya
sementara. Oleh karena itu, perlu untuk menjaga
tubuh tidak kekal ini agar hidup berdampingan selaras
dengan dunia konvensional (terus berubah). Dunia
konvensional terus ada seperti apa adanya.

Bagaimana cara kita hidup di dunia yang


konvensional tanpa penderitaan? Jawabannya
adalah kita harus secara teratur mengajarkan pikiran
bahwa tidak ada hal di dunia yang harus dipatuhi /
diikat. Kita harus memperkuat kekuatan pikiran.

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 127


Prinsip dasarnya adalah menghentikan keinginan.
Untuk mencopot kemelekatan berarti berhenti
berkeinginan.

Jika kita memiliki wawasan tentang penderitaan,


kita akan memahami bahwa penderitaan disebabkan
oleh keinginan akan sesuatu. Dengan kata lain, keinginan
untuk melarikan diri dari bayangan Anda sendiri atau
mengejar untuk menangkap udara sepenuhnya
menderita, karena itu adalah upaya untuk melakukan
sesuatu yang tidak mungkin. Seolah-olah kita akan
kehilangan sesuatu dan kita akan berusaha mati-
matian untuk mencarinya. Tidak peduli berapa banyak
usaha yang diambil untuk mencarinya, itu tidak
ditemukan.

Apakah kita tetap berusaha mencarinya? Kita


harus berhenti mencarinya. Demikian pula, kita tidak
bisa lepas dari bayangan kita sendiri. Mengapa kita
bekerja keras tanpa alasan untuk lari darinya? Terima
saja bahwa ada bayangan. Terima saja bahwa ada
penderitaan. Itu dia!

128 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


Bisa dikatakan bahwa kelahiran kita seperti
menjadi tahanan yang menunggu hukuman mati.
Kita semua berada dalam situasi yang sama. Kelahiran
kita seperti menempatkan seseorang di penjara.
Kami menghabiskan waktu di penjara - yang berarti
penjara dari siklus kelahiran dan kematian (Vaṭṭa),
penjara akan usia tua, akan penyakit, dan penjara
kematian.

Begitu kita lahir, apa yang harus kita lakukan agar


kita tidak menderita penuaan, penyakit, dan kematian?
Itu adalah tidak kembali ke penjara - artinya tidak
ada lagi kelahiran kembali, penuaan, penyakit, dan
kematian. Kita tidak akan menderita lagi.

Alasan mengapa kita mengulangi kesalahan


kelahiran kembali adalah bahwa kita disesatkan oleh
lima kelompok unsur kehidupan: tubuh / jasmani /
bentuk (Rūpa), sensasi (Vedanā), persepsi (Saññā),
bentukan / pemikiran batin (Sankhāra), dan kesadaran
(Viññāna) menjadi diri. Akibatnya, kita melekat pada
mereka. Kita tertipu oleh bayangan pikiran. Kondisi

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 129


bayangan adalah tidak kekal / temporer, penderitaan,
dan tiada diri. Mereka adalah aktivitas mental yang
berasal dari empat elemen. Bentuknya berasal dari
unsur-unsur. Sensasi (Vedanā) berasal dari unsur-
unsur. Persepsi (Saññā) berasal dari unsur-unsur.
Formasi mental atau pemikiran (Sankhāra) berasal
dari unsur-unsur, dan kesadaran (Viññāna) juga
berasal dari unsur-unsur.

Semua makhluk alam dianggap sebagai turunan


dari elemen udara yang berasal dari kekosongan.
Pikiran yang mengetahui juga berasal dari unsur
udara karena unsur kesadaran (Viññāna-dhātu) atau
juga dikenal sebagai unsur yang mengetahui.

Faktanya, unsur yang mengetahui adalah bahwa


tidak ada orang yang mengetahui pikiran dan tidak
ada orang yang memiliki pemahaman. Kita tertipu
dengan menjadi orang yang tahu, menjadi orang yang
mengerti, dan menjadi orang yang berada di bawah
khayalan. Akhirnya, kita mati dan adakah yang tersisa?

130 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


Apakah orang yang ditipu itu pergi? Apakah orang
yang tahu itu pergi? Apakah orang yang memiliki
keinginan (Rāga) pergi? Apakah orang yang memiliki
niat jahat (Dosa) pergi? Apakah orang yang meninggalkan
khayalan (Moha) pergi? Apakah orang yang sadar,
terkonsentrasi, atau berwawasan itu pergi? Kita
adalah orang yang ditipu oleh mereka semua.

Ketika ada diri, kita menganggap segalanya


menjadi milik kita. Kita akan dibodohi seperti segala
milik kita. Faktanya, tidak ada diri. Ketika ‘aku’ ada,
mereka eksis. Yang benar adalah bahwa tidak ada ‘aku’
atau ‘mereka’. Jika kita membasmi eksistensi “aku”
maka penderitaan milik siapa? Tidak ada orang yang
terpengaruh. Jika tidak ada yang terpengaruh,
kebahagiaan bukan milik siapa pun karena tidak ada
siapa-siapa. Apa yang dikatakan menderita juga
disebabkan oleh menjadi diri.

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 131


Menderita karena Keberadaan Diri

Ketika kita memiliki sesuatu, kita berpegang pada


itu. Kita memiliki seorang anak, jadi seorang anak
adalah milik kita. Kita memiliki suami, maka seorang
suami adalah milik kita. Kita memiliki kekayaan, maka
itu adalah kekayaan kita. Apapun yang kita lakukan
adalah untuk diri kita sendiri.

Jika kita mencabut segalanya, Untuk siapa yang


kita harus lakukan? Meninggalkan kekayaan, itu tidak
menjadi milik siapa pun. Ketika ada penderitaan, ia
tidak tahu siapa yang menderita karena tiada diri.
Kita terbebani dengan menjadi diri. Sang Buddha
mengajarkan kita untuk menghancurkan diri/ego
(attā). Ini adalah untuk menghancurkan diri dari diri
kita sendiri sepenuhnya. Ketika tidak ada diri, tidak
ada lagi keterikatan pada diri. Tidak ada kata diri
atau mereka. Ini adalah perjalanan menuju akhir
penderitaan.

132 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


Ketika tidak ada aku, tidak ada lagi penderitaan
karena tidak ada seorangpun yang terlahir kembali.
Jika ‘aku’ sepenuhnya tumbang dan pikiran tidak
tertipu oleh diri sendiri, hanya ada pikiran murni yang
tidak dapat mengambil apapun untuk dilahirkan
kembali.

Satu-satunya alasan untuk dibebani adalah


bahwa ada aku. Menghancurkan aku maka semua
kehendak berhenti. Harus diperhatikan bahwa
kondisi ketidak-akuan adalah masih aku - dinamakan
oleh konvensi. Bersifat sementara untuk diri sendiri
dan diperlukan untuk menjaga kondisi diri untuk
menjaga keseimbangan - tidak menimbulkan masalah.

Untuk memberikan contoh, diduga bahwa kita


berdiri di pusat persimpangan jalan di mana semua
lampu lalu lintas dari keempat sisi jalan berwarna
hijau. Sebuah mobil dari setiap sisi jalan secara
bersamaan datang ke persimpangan tempat kita
berdiri. Bagaimana kita mencegah agar tidak tertabrak

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 133


semua mobil? Tidak ada tempat bagi kita untuk
melarikan diri dari kecelakaan mobil ini. Jadi, kita
bunuh diri dengan terus hidup menjadi konvensi dari
empat elemen. Jika tidak ada diri, siapa yang akan
ditabrak mobil?

Ini adalah tantangan tiap harinya karena ada


keakuan. Dengan asumsi bahwa masalah datang dari
empat arah, jika ada ketidakakuan, Apakah ada yang
menderita? Ajari pikiran secara teratur bahwa ada
ketidakakuan. Ingatkan diri kita dan ajarkan diri kita
bahwa ada ketidakakuan. Keberadaan diri adalah
tidak kekal / sementara (Anicca). Keberadaan diri
adalah penderitaan (Dukha). Keberadaan diri adalah
tiada aku (Anattā). Apakah ada sesuatu yang tersisa
untuk dilekati? Adakah yang tersisa untuk diperdaya?
Apakah ada yang tersisa untuk diambil? Secara
keseluruhan, kita berasal dari tidak ada eksistensi
(kekosongan).

134 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


Melepaskannya Bukan Membuangnya

Ketika tiada diri, bukan berarti membuangnya


dan membiarkannya sendiri. Bukan itu yang harusnya.
Sang Buddha mengajarkan kita bahwa pelepasan
semua makhluk adalah dengan kebijaksanaan, bukan
hanya membuangnya, langsung membuangnya, atau
menjadi ceroboh dalam penjagaan diri.

Ini adalah untuk melepaskan dengan pendekatan


sebab-akibat dan juga menerima sebab dan akibatnya.

Apa pun konvensi itu, lanjutkan dan gunakan


seperti sebelumnya. Jangan hanya membuangnya atau
lalai menggunakan tubuh karena itu semua tentang
cara alam. Jika kita hidup dalam kehidupan rumah
tangga, maka kita melakukan yang terbaik dengan
cara hidup rumah tangga. Jika kita menjalani kehidupan
pertapa, kita tetap tinggal di kelas pertapa. Kita
tidak harus menjalani hidup kita dalam kesulitan

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 135


atau membuat orang lain menjadi susah. Karena
dunia ini seperti teater. Skrip telah ditulis.

Apapun skrip yang ditulis untuk kita mainkan,


kita tinggal mengikuti skripnya. Namun, kita tidak
boleh berpegang pada karakter karena kita tahu
kebenaran bahwa semua makhluk eksistensi adalah
apa adanya. Pada akhirnya, kita akan mati dari
mereka. Pertimbangkan dengan bijaksana bahwa
periode kelahiran kita sebelumnya. Siapakah kita
sebelumnya?

Gunakan kebijaksanaan ini untuk merenungkan


kebenaran secara teratur. Ketika kita mati, Adakah
eksistensi diri menjadi diri kita atau tidak? Kita harus
mengajarkan pikiran kita seperti ini.

Sementara ada diri sementara, apakah kita


menderita? Ketika ada penderitaan, mengapa kita
melekat padanya? Ajarkan pikiran kita di masa lalu,
saat ini, dan bahkan di masa depan. Jangan bergantung
pada masa lalu, masa kini, dan masa depan. Semua
ini adalah kebijaksanaan yang Mencerahkan (Paňňā-

136 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


Ňāṇa) 16. Kita harus melihat kebijaksanaan yang
mendalam untuk mewujudkan semua kondisi
eksistensi makhluk hidup, untuk mempelajari masa
lalu, masa kini, dan masa depan mereka. Untuk
mengetahui semua aspek dari mereka bersama
dengan sifat sejati dari mereka adalah kebijaksanaan
yang Mencerahkan (Paňňā-Ňāṇa).

Apa yang kita hidupi dan andalkan adalah


bergantung pada persepsi (Saññā)17 dan kebenaran
yang diterima umum atau kebenaran konvensional.
Adalah penting bagi kita untuk mencabut persepsi
(Saññā) dan kebenaran konvensional - mewujudkannya
menjadi tidak kekal (Anicca), penderitaan (Dukha),

16
(1) kemampuan atau intuisi untuk memiliki wawasan
oleh kekuatan yang merupakan hasil dari meditasi dan
pengembangan wawasan. (2)sinonim dari Pāňňā tetapi
digunakan dalam arti tertentu, yaitu kebijaksanaan yang
menuntun untuk melihat hal-hal atau setiap materi sebagai
benar-benar menjadi bagian dari mereka.
17
Tindakan mengetahui, melihat, mendengar, dan mengingat
adalah karya Saňňā-khanda.

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 137


dan tiada diri (Anattā). Apa yang kita pelajari
dan pahami sekarang bukanlah kebijaksanaan
berwawasan tetapi itu adalah persepsi. Kita dapat
membaca bahasa karena kita menggunakan bahasa
yang diterima secara umum. Bahasa adalah kebenaran
konvensional. Bahasa yang diterima umum kemudian
disebut persepsi.

Untuk kebijaksanaan sejati, itu adalah kebijaksanaan


murni yang dicerahkan oleh kebijaksanaan Buddha
yang merupakan pembebasan melalui kebijaksanaan
(Paňňāvimutti). Pada mulanya, tidak ada yang namanya
disebutkan atau diketahui. Ini mirip dengan kondisi
mental bayi. Pikiran adalah pikiran yang diterangi yang
murni dan tidak berdosa. Kita dapat mengamati
bahwa ketika seorang bayi melihat sesuatu, bayi akan
menatapnya tetapi seorang bayi tidak tahu apa yang
dilihatnya - hanya dilihatnya.

Ketika seorang bayi tumbuh besar, dia dididik


untuk menghafal atau mengenali semua hal dan
kemudian dia akan menderita, karena pengakuan atas

138 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


penderitaan atau kebahagiaan. Jika kita melakukan
hal yang sama seperti yang dilakukan anak, kita
hanya akan melihat. Mengikuti ajaran Buddha adalah
sederhananya, hanya untuk melihat, hanya untuk
mendengar, hanya untuk mengetahui. Maka tidak ada
yang perlu kita ambil dan untuk mengenali apa itu
menderita. Kita hanya sekadar menjadi dan hanya
sekedar memiliki. Kenyataannya, kita tidak memiliki
apa pun untuk dimiliki atau karena apa yang harus
atau apa yang kita miliki bukanlah kita. Ini semua
tentang alam. Alam adalah tidak kekal / sementara
(Anicca), penderitaan (Dukha) dan bukan diri (Anattā).
Itu semua di dunia ini.

PhraAjahnChanonChayanantho

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 139


140 Pikiran Sejati Bagaikan Beras
Tentang Penulis

PhraAjahn Chanon Chayanantho, nama sebelumnya


adalah Somjai Trisuwan. Beliau lahir pada tanggal
10 November 1959 di Provinsi Chachoengsao,
Thailand. Beliau memiliki sepuluh saudara laki-laki
dan perempuan dalam keluarganya; dua kakak
perempuan, lima adik perempuan, dan dua kakak
laki-laki. Beliau adalah anak ketiga. Sekarang, beliau
menjadi kepala Vihara Wat Pah Charoen Dhamma,
Tambon KasetSuwan, Amphoe Borthong, Chonburi.
Beliau juga pernah diminta untuk mengawasi
beberapa vihara oleh penduduk di Chonburi, Wat Pah
Aang Nam Yen, Wat Pah Khao Chong Kab, dan Wat
Pah Nong Sarai.

Sebelum menetap di Wat Pah Charoen Dhamma,


beliau mencari Dhamma dengan melihat dan
mempelajari kebenaran dari para guru di wilayah
pusat dan timur laut dari Thailand. Beliau mempunyai
pertanyaan sejak beliau masih kecil bertanya
“Mengapa kita terlahir? Mengapa kita terlahir

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 141


untuk meninggal?” lebih jauh, beliau takut akan
kematian, kehilangan, dan perpisahan membuat
beliau mulai mencari sebuah jalan untuk lepas dari
penderitaan. Beliau mengamati penderitaan dan
mendapatkan bahwa penderitaan secara terus
menerus terbentuk di dalam tubuh dan pikiran
memaksa beliau untuk berpikir berulang kali untuk
menemukan jalan menuju akhir dari penderitaan.
Beliau mencari petunjuk dan melatih diri dari
buku-buku dhamma. Beliau mulai dengan duduk
bermeditasi, mencoba latihan dhamma melalui
petunjuk yang ditemukan dalam buku dhamma, dan
mecoba dengan banyak cara. Beliau menemukan
ketenangan dari waktu ke waktu dan beliau merasa
lebih damai dan bahagia dari sebelumnya. Dengan
kemajuan yang telah dilakukannya, beliau sadar
bahwa beliau sudah berada di jalan yang tepat.
Beliau mengerti bahwa semakin beliau merasa
damai, semakin bahagia pula beliau. Semakin
bahagia beliau rasakan, beliau merasa semakin
dekat dengan tujuan. Beliau bekerja lebih keras

142 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


ketika mengerti ini. Beliau makan lebih sedikit, tidur
lebih sedikit untuk mengumpulkan kekuatan untuk
melawan rasa takut akan kematian. Keberanian
beliau telah menolong beliau melalui praktik
dhamma. Beliau sampai pada titik dimana usahanya
mencapai titik ketenangan tidak meningkat. Ketika
beliau merasa tubuhnya mencari ketenangan batin
ketika bermeditasi, maka beliau menyadari bahwa itu
salah dan beliau mengalihkan praktik dhammanya.
Beliau menemukan sebuah cara dimana keinginan
akan ketenangan batin dapat teratasi. Selama
meditasinya beliau menemukan bahwa beliau harus
tetap seimbang.Sekali pikiran menjadi seimbang
pikirannya menjadi tenang, beliau bahkan tidak
menyadari nafasnya, dan beliau menghilang dari
tubuhnya. Di sana tidak ada apa-apa selain kekosongan.

Pada saat itu beliau mempertanyakan mengapa


beliau tidak dapat merasakan dirinya di dalam tubuh?
Walaupun beliau tampaknya mencapai tujuan dari
perjalanan dhamma tetapi tetap membawa kembali

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 143


penderitaan. Karena beliau tidak dapat memahami
apa yang dialami, beliau terjebak pada kondisi
tersebut selama tiga puluh tahun.

Mengalami perasaan tubuh dimana kesadarannya


menghilang menjadi tidak takut, merasakan takut
sekali lagi. Pikirannya berpikir jika beliau tidak
dapat merasakan tubuhnya, mungkin kesadarannya
tidak akan pernah kembali dan beliau akan meninggal.
Karena cara berpikirnya ini beliau mencoba memaksakan
kesadaran pikiran keluar dari tubuh, ketika beliau
bermeditasi beliau menyadari bahwa perasaan
tubuhnya memudar, beliau mencoba untuk
menggerakkan lengan dan kakinya untuk merasakan
keberadaannya. Beliau mengulangi hal ini dan tidak
kemana-mana dengan tugasnya, karena beliau
tidak memiliki guru yang mengarahkannya.

Selama beliau masih memiliki rasa takut akan


mencapai meditasi yang dalam, beliau melakukan
sedikit usaha demi menjaga pikirannya tetap
seimbang. Beliau berpikir bahwa semuanya akan

144 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


terjadi secara spontan. Saat itu, beliau selalu menderita.
Beliau menderita karena sebuah keinginan yang
terbebas dari penderitaan. Beliau berusaha untuk
berlatih meditasi tetapi tidak pernah merenungkan
kebenaran akan tubuh. Beliau percaya bahwa
kebijaksanaan akan muncul ketika pikiran tenang.
Selama beberapa tahun, beliau masih tidak ada
kemajuan. Satu-satunya yang beliau dapatkan hanya
semakin dan semakan menderita karena sebuah
keinginan terbebas dari penderitaan.

Semakin beliau berlatih semakin menderita yang


beliau dapatkan. Beliau tidak dapat menemukan
jalan keluar dari penderitaan dan masih tidak tahu
apa yang harus dilakukan.

Beliau telah mencoba berpikir bagaimana Buddha


Yang Maha Suci mencapai pencerahan selama masa
hidupnya? Beliau membaca dan mencoba banyak
cara tetapi tidak mengalami kemajuan. Beliau merasa
sangat kelelahan dan tidak bersemangat dan tidak
tahu apa lagi yang dilakukan untuk meningkatkan

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 145


praktik dhamma. Beliau tidak mengenal siapapun
yang dapat beliau tanyakan atau diskusikan. Ini
seperti mencari sebuah jarum di dalam tumpukan
jerami. Beliau tidak dapat menemukan jalan
keluarnya. Pada saat itu, beliau sangat menderita.
Beliau menderita dan air matanya mengalir sepanjang
waktu ketika beliau berpikir bahwa apa yang telah
beliau lalui dan kemana beliau akan pergi menjadi
sebuah beban. Ketika menderita, beliau dengan rasa
putus asa tetap mencari guru yang diberitahukan
oleh orang-orang atau beliau dengar agar beliau
dapat bertanya tentang metode praktik dhamma
yang benar. Beliau tidak menceritakan pengalamannya
kepada guru manapun ketika berada meditasi yang
dalam menyebabkan keberadaan akan tubuhnya
menghilang. Beliau merahasiakannya.

Beliau telah melalui banyak kegagalan dalam


mencari jalan yang benar agar terbebas dari
penderitaan. Diperlukan hampir 30 tahun baginya.
Maka dari itu, beliau tidak ingin siapapun membuang
waktu sebanyak yang telah dilakukannya. Beliau

146 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


menjadi seorang bhikkhu dan belajar praktik dhamma
pada usia 21 tahun di tahun 1980. Pada akhirnya,
beliau menyadari kebenaran dan mencapai inti dari
kebenaran pada 27 Desember 2006 pukul 13.20-14.00
siang pada usia 47 tahun.

Pada hari itu, beliau mengetahui bahwa tiga


dunia telah terbuka. Sang Buddha, ajaran sang Buddha
(Dhamma), dan Bhikkhu yang mulia (Saňgha) telah
bersatu. Sebuah masa keajaiban pada saat pikiran
menemukan sebuah pencerahan kepada kebenaran
yang dimana tidak ada satupun di dunia yang bisa
dilekati, jadi pikirannya terlepas dari panca khanda.
Itu adalah melebihi panca khanda. Itu adalah
kebebasan dan kekosongan. Beliau menyadari
bahwa tidak ada yang disebut panca khanda, tidak
ada di dalam pikiran. Dhamma hanyalah fenomena
alami yang biasa. Dhamma adalah tanpa diri, dan
mereka tidak dapat dilekati. Inilah cara yang
sebagaimana adanya. Inilah kondisi yang muncul
dan tenggelam. Inilah kebenaran alam (dhamma) dan
kebenaran ini adalah tanpa diri (Anattā). Sebuah

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 147


pencerahan yang menakjubkan ke dalam pikiran
adalah ‘sabbedhammaanatta’ - semua fenomena
adalah tanpa diri.

Ketika pencerahan ke dalam dhamma telah


tampak, perasaan lega dan gembira muncul dalam
pikirannya. Matanya dipenuhi dengan tangis. Beliau
sudah tidak dapat menahan air mata kebahagiaannya.
Beliau menyadari keagungan dari Buddha, maka
beliau membungkuk dan menghormat dengan
melakukan penghormatan kepada Buddha. Beliau
merasa patuh dan bersujud kepada Buddha melalui
tubuh dan pikiran dan beliau berniat mendedikasikan
tubuh dan pikiran ini kepada Buddha. Beliau menyadari
bahwa ajaran sang Buddha adalah kebenaran,
bersih, dan murni. Tidak ada yang dapat menyaingi
dhamma. Beliau dengan sepenuh hati mengagumi
Buddha karena dhamma. Beliau berpikir “Bagaimana
sang Buddha dapat mengetahui kebenaran yang
menakjubkan (dhamma)?”

148 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


Pada saat itu, pikiran telah bersatu dengan
Buddha, ajaran sang Buddha (Dhamma), dan
Bhikkhu yang mulia (Saňgha) dan tiga objek mental
(Dhammadhatu). Semuanya dengan jelas menjadi
satu. Semuanya melebihi panca khanda. Semuanya
menjadi bersih dan jelas. Beliau tanpa keragu-raguan
menyadari bahwa beliau tidak memerlukan perjalanan
di antara tiga dunia (Lokadhātu). Beliau akhirnya
berhasil setelah kemunduran yang tak terhitung
selama hampir seumur hidupnya.

Beliau berpikir ‘Saya menang. Sungguh? Saya


dapat memenangkannya’. Walalupun itu adalah yang
pertama dan kemenangan yang hanya satu kali,
merupakan sebuah kemenangan luar biasa. Setelah
itu, beliau menetap pada keadaan yang alami selama
beberapa siang dan malam. Diperlukan waktu untuk
belajar beradaptasi secara bertahap untuk hidup
dengan keadaan alami. Seperti melupakan siang
dan malam, pikirannya telah tersadarkan dan telah

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 149


sepenuhnya beristirahat dan hidup dalam sifat alami
yang sejati. Setelah beliau menyadari kebenaran
tertinggi, beliau merenungkan jalan kegagalannya
di masa lalu merupakan sia-sia selama beberapa
tahun. Hal ini dikarenakan beliau tidak memahami
cara yang benar dan tidak menemukan yang
tersadarkan yang memiliki pengetahuan dan
pengalaman dalam melewati jalur ini dan dapat
menunjukkannya jalan yang tepat. Maka dari itu,
sungguh sulit baginya untuk mengerti. Ini berbeda
dari masa dari Sang Buddha dimana sang Buddha
mengetahui cara yang tepat dan strategi untuk
menemukan sebuah pencerahan ke dalam kebenaran
yang muncul di dalam pikiran pendengar dan
melepaskan pikiran dari genggaman kemelekatan.
Sekarang, sang Buddha sudah tidak ada di dunia
untuk bertemu secara pribadi. Hanya ajaran sang
Buddha yang diwariskan kepada semua makhluk.

150 Pikiran Sejati Bagaikan Beras


Waktu telah berlalu. Mereka yang tidak mengerti
ajaran Buddha secara mendalam mengajari yang lain
berdasarkan pemahaman mereka, bukan kebenaran
akan ajaran Buddha. Oleh karena itu, para praktisi
Buddhis tidak dapat mencapai tujuan akhir yang
membawa mereka berlatih melalui kegagalan dan
tidak mengalami kemajuan untuk mencapai kebenaran
dari dhamma. Maka dari itu, Phra Ajahn Chanon
Chayanantho memiliki sebuah keinginan untuk
mengajarkan tujuan dhamma pada panca khanda
yang merupakan cara yang tepat sesuai dengan prinsip
Empat Landasan Perhatian (Maha Satipaṭṭhāna 4).
Empat Landasan Perhatian adalah jantung dari
mengakhiri penderitaan dan terbebas dari penderitaan.
Beliau mengajarkan para praktisi Buddhis untuk
memahami jalan ini agar tidak ada seorang pun
yang membuang waktu seperti beliau.

PhraAjahn Chanon Chayanuntho

Phra Ajahn Chanon Chayanundo 151

Anda mungkin juga menyukai