Anda di halaman 1dari 13

REVIEW BUKU

Judul : Polemik Kitab Suci (Tafsir Reformis Atas Kritik

Al-Qur’anTerhadap Agama Lain)

Penulis buku : Mun’im Sirry

Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Bahasa : Indonesia

Jumlah halaman : 453 Halaman + lxxxiii

Tahun penerbitan : 2013

Pembuat resensi : Asep Sunarko, M.Pd.I

Mun’im sirry, asisten Profesor di Theology Departement Universitas Notre


Dame, USA merupakan akademisi asli Indonesia. Beliau berasal dari sumenep
pulau Madura. Pendidikan awal diselsaikan ditemapat kelahirannya kemudian
melanjutkan pendidikan di Pondok Al Amin untuk mendalami ilmu agama
sekaligus mempertajam kemampuan 2 bahasa internasional yaknio bahasa inggris
dan bahasa arab. Berbekal kemampuan 2 bahasa asing tersebut, beliau
berkesempatan melanjutkan kuliah di internasional Islamic University (IIU)
Islamabad Pakistan dalam bidang ilmu hokum islam untuk tingkat S1 dan S2.
Karir pendidikan Mun’im Sirry tidak berhenti sampai disitu saja, setelah
selesai belajar di Pakistan, beberapa tahun kemudian beliau melanjutkan studinya
(S2) dalam bidang studi Islam di University of California Los Angeles (UCLA).
Program doctoral beliau juga ditempuh di Negara yang sama tapi di tempat yang
berbeda yakni di Universitas Of Chicago dan selesai pada tahun 2012 dengan judul
disertasi reformist Muslim Approaches to polemics of the qur’an against other
religion. Disertasi inilah yang oleh R. Cecep Lukman Hakim diterjemah kedalam
bahasa Indonesia dengan judul “Polemik Kitab suci (Tafsir Reformis atas kritik Al
Qur’an terhadap agama lain”
Kehadiran buku ini menjadi salah satu objek kajian Tafsir keindonesiaan
yang bisa melengkap dan sangat memberikan wawasan dan pengetahuan yang
mendalam bagi para pemerhati kajian tafsir modern atau tafsir kontemporer. Secara
umum corak tafsir yang digunakan dalam buku ini adalah maudu’I dan
perbandingan. Ini dapat dilihat dari mun’im sirry menjelaskan ayat-ayat polemic
dengan merujuk pendapat-pendapat para mufasir reformis dengan corak penafsiran
yang berbeda.
Para penafsir yang digunakan rujukan dalam membahas ayat-ayat polemic
adalah sebagai berikut:
Adapun ulama-ulama tafsir reformis yang akan beliau jadikan rujukan dalam kajian
ini adalah:
1. Muhammad Abduh dan Rasyid Rida, reformis dari mesir penulis “Tafsir al-
Mannar”.
2. Jamal al-Din al-Qasimi, ulama tafsir dari syiria yang sering dijadikan rujukan
oleh kaum salafisme, penyusun kitab “Mahasin al-Ta’wil”.
3. Abul Kalam Azad, ulama reformis dari india penulis kitab “Tarjuman al-
Qur’an”.
4. Hamka , Mufasir indonesia penyusun kitab tafsir “Al-azhar”
5. Muhammad Jawad Muhgniyah salah seorang ulama syiah dari Lebanon, penulis
kitab “Al-tafsir al-KaShif”
6.Muhammad Husain Tabataba’i, ulama tafsir syiah dari iran yang menggarang
kiyab “al-Mizan fiTafsir al-Qur’an”. Beliau adalah ulama yang pendapatkanya
sering digunakan juga oleh M Quraish Sihab dalam kitab tafsirnya al misbah.
Buku Polemik Kitab Suci Tafsir Reformis Atas Kritik Al-Qur’an terhadap
agama lain yang diterbitkan tahun 2013, dan ditulis oleh Mun’im Sirry ini terdiri
dari Lima Bab dan dikuatkan oleh sub-sub bab yang saling melengkapi berisi
tentang ayat-ayat kitab suci yang bersifat polemis. Buku ini merupakan terjemahan
dari buku Reformist Muslim Approaches to the Polemics of the Qur’an against
other Religions sebagai disertasi Ph.D., Divinity School, University of Chicago
(2012). Buku ini sangat menarik mengingat buku ini membahas tentang rujukan
utama umat Islam tidak hanya di Indonesia tetapi juga seluruh dunia. Terdapat
berbagai pembahasan tentang bagaimana Muslim Reformis menafsirkan ayat-ayat
Al-Qur’an agar memperoleh titik temu dimana esensi kitab samawi ini masih
relevan dengan situasi dan kondisi kita.
Bab-bab yang terdapat dalam buku ini terdiri dari lima bab, Memahami
Teks Polemik Al-Qur’an, Menggugat Teologi Keselamatan Eksklusif, Pemalsuan
Kitab Suci Yahudi dan Kristen, Penolakan Al-Qur’an terhadap Anak Tuhan dan
Ketuhanan Yesus juga Trinitas, Pembatasan dan Pergaulan Antaragama.
Bab pertama yang membahas tentang memahami teks polemik Al-Qur’an,
terbagi menjadi empat sub bab yaitu, Al-Qur’an dan Konteks Polemiknya,
Ambiguitas kritik Al-Qur’an, Apakah Al-Qur’an mengganti Wahyu Terdahulu, dan
diakhiri penutup. Polemik dalam al-Qur’an yang disinggungkan dengan polemik
lingkungan pada fase dakwah Nabi didiskusikan untuk menjawab persoalan
mengapa muncul diskursus polemik tersebut. Sedangkan pada akhir bab ini akan
mengulas problem ketergantian agama yang disebabkan agama yang dibawa
Muhammad. Penulis berpendapat bahwa pada mulanya Al-Qur’an yang dibawa
oleh Muhammad bersifat mencakup semua tanpa memandang sebelah mata agama-
agama sebelumnya, bahkan banyak yang berbau positif dan menyebut pemeluk
Yahudi dan Kristen adalah orang-orang yang menganut kitab Taurat dan Injil
dengan baik. Namun, setelah pengaruh Muhammad sebagai pembawa kitab samawi
yang terakhir semakin besar sehingga punya kekuatan politik yang cukup kuat
bahasa Al-Qur’an berubah menjadi bersifat polemis dan kontroversial.
Mayoritas sarjana Muslim tidak sependapat dengan konsep ayat-ayat Al-
Qur’an yang terpengaruh oleh kondisi lingkungan, karena konsep tersebut bisa
merubah sifat kitab samawi yang lazimnya bersifat ilahi menjadi manusiawi.
Mereka mengabaikan alasan politik Nabi sebagai turunnya ayat Al-Qur’an tetapi
bagi mereka perlakuan Al-Qur’an adalah respon agama semata. Adanya hubungan
antara Al-Qur’an dan lingkungan diakui secara mutlak para sarjana Islam yang
terfokus pada kondisi tertentu sebagai pemicu turunnya ayat Al-Qur’an atau biasa
disebut “asbabun nuzul”. Penyebab turunnya Al-Qur’an ini biasa digunakan untuk
melakukan historisasi demi validitas keabsahan Al-Qur’an sebagai wahyu yang
benar-benar ditujukan bagi umat manusia.
Bab ini ditutup oleh pendapat Reuven Firestone yang dikutip dari bukunya
yang berjudul “The Way that New Reigions Emerge” halaman 53 terbitan tahun
2007,”yang sangat sering dilupakan adalah fakta bahwa setiap kasus polemik
keagamaan terjadi dalam konteks sejarah yang khusus dan terbatas. Polemik kitab
suci tentu saja merekam argumentasi an konflik dari peristiwa dan waktu tertentu
dalam proses awal pembentukan agama. Tetap memberlakukan argumentasi dan
konflik tersebut dalam kondisi saat ini merupakan sebuah kekeliruan dan
kesalahpahaman terhadap peran dan makna polemik kitab suci”. Cara pandang ini
sebagai patokan pada bab berikutnya tentang bagaimana pola yang tepat bagi para
sarjana Muslim untuk menelaah ulang teks-teks yang masih bersifat polemis jika
dibandingkan dengan penafsiran cendekiawan muslim klasik.
Pada bab kedua buku ini tentang Menggugat Teologi Keselamatan Eksklusif
juga terdiri dari empat sub bab. Penulis buku membahas mengenai Al-Islam sebagai
Satu-satunya Jalan Keselamatan Sejati, perbandingan antara Islam Inklusif dan
Eksklusif, juga menafsir ulang superioritas Islam, kemudian diakhiri penutup.
Konsep keselamatan telah banyak dikaji dengan para teolog muslim untuk
menjawab persoalan-persoalan seperti apakah yang selamat hanya umat Islam atau
bagaimana nasib orang-orang Non-Muslim, atau dalam bahasa yang sederhana :
dapatkah non-Muslim memperoleh keselamatan. Respon para teolog Muslim
mengenai hal ini dijawab secara umum bahwa non-Muslim akan dilaknat Tuhan.
Meskipun demikian, penulis menunjukkan bahwa Al-Qur’an sering menyebut
petunjuk (huda atau hidayah) sebagai konsep yang inklusif dalam menyatakan
kehendak Tuhan bagi keselamatan manusia.
Ayat-ayat tentang polemik kitab suci dalam bab ini terdapat pada beberapa
surat sebagai berikut :
Q.S. Ali ‘Imran : 19
‫ب ا َِّْل ِم ْۢ ْن بَ ْع ِد َما َج ۤا َءهُ ُم ْال ِع ْل ُم بَ ًْْ ْۢاا بَ ًْنَ ُُ ْم َۗو َم ْن‬
َ ‫ف الَّ ِذيْنَ ا ُ ْوتُوا ْال ِك ٰت‬ ِ ْ ‫الديْنَ ِع ْندَ اللّٰ ِه‬
َ َ‫اْلس ََْل ُم ۗ َو َما ا ْختَل‬ ِ ‫ا َِّن‬
٩١ - ‫ب‬ ِ ‫ت اللّٰ ِه فَا َِّن اللّٰ َه َس ِر ْي ُع ْال ِح َسا‬
ِ ‫يَّ ْكفُ ْر ِب ٰا ٰي‬
Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-
orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena
kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka
sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.
Q.S. Ali ‘Imran : 85
ٰ ْ ‫اْلس ََْل ِم ِد ْيناا فَلَ ْن يُّ ْقبَ َل ِم ْنه ُ َو ُه َو فِى‬
٥٨ - َ‫اْل ِخ َرةِ ِمنَ ْال ٰخس ِِريْن‬ ِ ْ ‫غً َْر‬
َ ِ‫و َم ْن يَّ ْبت َغ‬
Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan
di akhirat dia termasuk orang yang rugi.
Q.S. Almaidah : 3
ُ ‫علَ ًْكُ ُم ْال َم ًْتَةُ َوالدَّ ُم َولَحْ ُم ْال ِخ ْن ِزي ِْر َو َما ٓ ا ُ ِه َّل ِلًَْ ِْر اللّٰ ِه ِب ٖه َو ْال ُم ْن َخنِقَةُ َو ْال َم ْوُُ ْوََة‬ َ ‫ت‬ ْ ‫ُح ِر َم‬
‫ب َوا َ ْن ت َ ْست َ ْق ِس ُم ْوا ِب ْاْلَ ْز َْل ِۗم‬ِ ‫ص‬ ُ ُّ‫علَى الن‬ َّ ‫َو ْال ُمت ََر ِديَةُ َوالنَّ ِط ًْ َحةُ َو َما ٓ ا َ َك َل ال‬
َ ‫سبُ ُع ا َِّْل َما ََ َّك ًْت ُ ۗ ْم َو َما َُ ِب َح‬
ۗ
ُ‫س الَّ ِذيْنَ َكفَ ُر ْوا ِم ْن ِد ْينِ ُك ْم فَ ََل ت َ ْخش َْو ُه ْم َوا ْخش َْو ۗ ِن ا َ ْلًَ ْو َم ا َ ْك َم ْلتُ لَ ُك ْم ِد ْينَ ُك ْم َوا َتْ َم ْمت‬ َ ‫َٰ ِل ُك ْم فِسْق ا َ ْلًَ ْو َم يَ ِٕى‬
َ‫غً َْر ُمت َ َجانِفٍ ِ ِْلثْ ٍٍۙم فَ ِا َّن اللّٰه‬ َ ‫ص ٍة‬ َ ‫ْط َّر فِ ْي َم ْخ َم‬ ُ ‫اْلس ََْل َم ِد ْينا ۗا فَ َم ِن اض‬ ِ ْ ‫ضًْتُ لَ ُك ُم‬ ِ ‫علَ ًْ ُك ْم نِعْ َمتِ ْي َو َر‬ َ
٣ - ‫غفُ ْور َّر ِحًْم‬
َ
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging)
hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang
jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan
pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah), (karena) itu suatu perbuatan
fasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan)
agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-
Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku
cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi
barangsiapa terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh,
Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Dalam ketiga ayat ini al-Islam disebut dengan istilah al-Din, yang
pengertian globalnya diartikan sebagai agama. Semua ayat yang disebutkan diatas
menegaskan bahwa hanyalah Islam satu-satunya agama yang diakui.
Yohanan Friedman dalam bukunya “Tolerance and Coercion in Islam”
mengatakan bahwa sejak awal orang Islam telah meyakini sepenuhnya bahwa Islam
adalah satu-satunya agma yang benar. Seorang muslim dari Lebanon Mahmoud
Ayoub juga menyimpulkan dalam kajiannya bersama para mufasir Al-Qur’an
ortodoks, masa klasik dan modern bahwa mereka menggunakan Qur'an’surat ‘Ali
Imron ayat 85 untuk membangun argumentasi finalitas dan penggantian Islam atas
semua agama lain.
Sedangkan Rasyid Rida menjelaskan kata al-din dengan mengajukan
sebuah pertanyaan terlebih dahulu. Sebab secara kebahasaan, kata “din” memiliki
berbagai arti seperti, pembalasan, kepatuhan, atau ketundukan. Menurutnya al-din
bisa dikaitkan dengan keseluruhan perintah Tuhan yang menjadikan hamba tunduk
kepada Tuhannya. Dengan begitu Tuhan menuntut kewajiban terhadap hambanya
yang disebut syar’ bahwa Tuhan merumuskan dan mewahyukannya.
Rido juga menguatkan pendapatnya dengan mendefinisikan islam yang
berasal dari masdar dari kata aslama yang berarti tunduk (khada) dan berserah diri
(istaslama), dan juga berarti melaksanakan atau menjalankan (adda) seperti kata al-
din, begitupula al-islam telah menjadi tema diskusi para sarjana. Kebanyakan
penulis berpendapat bahwa kata islam dalam al-quran dimaksudkan untuk
memaknai sebuah tindakan ketundukan dan penyerahan diri.
Sehingga rida, mengartikan al-islam sebagai din al-haq cocok dengan semua
makna kebahasaan dari kata tersebut. Untuk mendukun pendapatnya, ia mengutip
Q. 4:125: ”dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas
menyerahkan diri kepada allah sedangkan diapun mengerjakan kebaikan, dan
mengikuti agama ibrahim yang lurus?” berdasarkan ayat-ayat yang sering
menggambarkan ibrahim sebagai muslim, ia menyimpulkan bahwa penyebutan al-
quran secara khusus tentang al-din disisi allah adalah al-islam meliputi semua
millah (ajaran) yang dibawa oleh para nabi, karena semangat universal mereka yang
telah diakui bersama, meskipun terdapat perbedaan pada beberapa kewajiban dan
bentuk perilaku yang dibebankan kepada mereka.
Sementara itu Hamka menjelaskan pemahamanya tentang al-din dan al-
islam dengan cara yang sama seperti yang dikemukakan oleh rida, meskipun dalam
bentuk ringkasanya. Ia menekankan bahwa agama yang dibawa oleh nabi sejak
adam hingga muhammad, termasuk musa dan isa, tidak lain adalah agama islam
mereka menyeru manusia menuju islam, yang berarti kepasrahan dan ketundukan
kepada tuhan, dan beriman semata kepadanya.
Pada bab yang ketiga sang penulis buku ini mengupas tentang pemalsuan
kitab suci Yahudi dan Kristen dengan empat bagian seperti pada bab-bab
sebelumnya. Bagian pertama tentang tuduhan penyimpangan kitab suci, bagian
kedua tentang penyembunyian kebenaran, bagian ketiga tentang antara memutar
balik perkataan dan menulis kitab dengan tangan, dan diakhiri dengan penutup.
Bab ini membahas tentang pemalsuan kitab samawi sebelum Al-Qur’an
dengan pendekatan Muslim pembaharu terhadap narasi Al-Qur’an. Pembedaan
antara penyimpangan tekstual dan penyimpangan makna teks merupakan sarana
yang terlalu menggampangkan dalam menggali pola pikir Muslim reformis
terhadap Alkitab. Titik sentral para teolog modern adalah membenarkan tuduhan
Al-Qur’an bahwa Yahudi dan Kristen mengganti isi kitab suci mereka untuk
kepentingan mereka pribadi. Perubahan isi kitab suci ini, mengakibatkan hilangnya
sifat dari sebuah kitab yang harus selalu relevan disetiap makan (tempat) dan zaman
(waktu). Sehingga keaslian dari sebuah kitab bisa kita ketahui dengan membacanya
sebagai sesuatu yang sesuai dengan situasi dan kondisi kita.
Ayat yang membahas tentang tuduhan penyimpangan kitab suci adalah surat
al baqarah ayat 75 yang berbunyi:
Q.S. Al Baqarah : 75

َ ‫اَفَت َْط َمعُ ْونَ ا َ ْن يُّؤْ ِمنُ ْوا لَ ُك ْم َوَُدْ َكانَ فَ ِريْق ِم ْن ُُ ْم يَ ْس َمعُ ْونَ ك َََل َم اللّٰ ِه ث ُ َّم يُ َح ِرفُ ْونَهٗ ِم ْۢ ْن بَ ْع ِد َما‬
ُ‫عقَلُ ْوه‬
٥٨ - ‫َو ُه ْم يَ ْعلَ ُم ْو َن‬
Maka apakah kamu (Muslimin) sangat mengharapkan mereka akan percaya
kepadamu, sedangkan segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu
mereka mengubahnya setelah memahaminya, padahal mereka mengetahuinya?

Q.S. An Nisa’ : 46

‫س َمعٍ َّو َرا ِعنَا‬ ْ ‫غً َْر ُم‬


َ ‫ص ًْنَا َوا ْس َم ْع‬َ ‫ع‬ َ ‫س ِم ْعنَا َو‬َ َ‫اض ِع ٖه َويَقُ ْولُ ْون‬
ِ ‫ع ْن َّم َو‬ َ ‫ِمنَ الَّ ِذيْنَ هَاد ُْوا يُ َح ِرفُ ْونَ ْال َك ِل َم‬
‫ظ ْرنَا لَ َكانَ َخً اْرا لَّ ُُ ْم َوا َ ُْ َو ٍۙ َم‬
ُ ‫ط ْعنَا َوا ْس َم ْع َوا ْن‬ َ ‫الدي ۗ ِْن َولَ ْو اَنَّ ُُ ْم َُالُ ْوا‬
َ َ ‫س ِم ْعنَا َوا‬ ِ ‫ط ْعناا ِفى‬ َ ‫لًَ ًّْۢا ِبا َ ْل ِسنَ ِت ُِ ْم َو‬
٦٤ - ‫َو ٰل ِك ْن لَّعَنَ ُُ ُم اللّٰهُ بِ ُك ْف ِر ِه ْم فَ ََل يُؤْ ِمنُ ْونَ ا َِّْل َُ ِلً اَْل‬
(Yaitu) di antara orang Yahudi, yang mengubah perkataan dari tempat-tempatnya.
Dan mereka berkata, “Kami mendengar, tetapi kami tidak mau menurutinya.” Dan
(mereka mengatakan pula), “Dengarlah,” sedang (engkau Muhammad sebenarnya)
tidak mendengar apa pun. Dan (mereka mengatakan), “Raa‘ina” dengan memutar-
balikkan lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan, “Kami
mendengar dan patuh, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami,” tentulah itu lebih
baik bagi mereka dan lebih tepat, tetapi Allah melaknat mereka, karena kekafiran
mereka. Mereka tidak beriman kecuali sedikit sekali.

Q.S. Al Maidah : 13

ًّ ‫س ْوا َح‬
‫ظا ِم َّما‬ ُ َ‫اض ِع ٖ ٍۙه َون‬ َ ‫ض ُِ ْم ِم ًْثَاَُ ُُ ْم لَعَنّٰ ُُ ْم َو َجعَ ْلنَا ُُلُ ْوبَ ُُ ْم ُٰ ِسًَةا يُ َح ِرفُ ْونَ ْال َك ِل َم‬
ِ ‫ع ْن َّم َو‬ ِ ‫فَبِ َما نَ ْق‬
ُّ‫ْفَحْ ۗا َِّن اللّٰهَ ي ُِحب‬
ْ ‫ع ْن ُُ ْم َوا‬ َ ‫ْف‬ ُ ‫ع ٰلى خ َۤا ِٕىنَ ٍة ِم ْن ُُ ْم ا َِّْل َُ ِلً اَْل ِم ْن ُُ ْم ۖ فَاع‬ َّ ‫َُ ِك ُر ْوا بِ ٖه َو َْل ت َزَ ا ُل ت‬
َ ‫َط ِل ُع‬
٩٣ - َ‫ْال ُمحْ ِسنًِْن‬

(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, maka Kami melaknat mereka, dan
Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah firman (Allah)
dari tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian pesan yang telah
diperingatkan kepada mereka. Engkau (Muhammad) senantiasa akan melihat
pengkhianatan dari mereka kecuali sekelompok kecil di antara mereka (yang tidak
berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka. Sungguh, Allah
menyukai orang-orang yang berbuat baik.

Titik tekan dari ketiga ayat tersebut menurut penulis yang paling jadi
polemik adalah lafadz “yuharrifunahu” menurut ibnu kasir diartikan “mereka
menafsirkanya [kalam illahi] berbeda dengan makna yang sebenarnya, “sementara
tabari menyebutkan bahwa “yuharrifunahu” berarti mereka menukar makna dan
penafsiranya, dan mengubahnya.” Tetapi qosimi mendiskusikan persoalan
etimologis dari para tahrif, dengan mengatakan bahwa tahrif berasal dari kata
“inhiraf al-syay’ ‘an jihatihi” (penyimpana sesuatu dari arah yang seharusnya)
yang berarti “berpaling dari arah yang benar ke arah yang lain.” Akan tetapi azad
tidak memandang persoalan ini sebagai mengubah teks kitab suci melainkan hanya
mereka menafsirkan ayat sesuka hati mereka saja.
Ulama reformis lain, yakni Rida mempunyai pandangan berbeda dengan
azad yang mengatakan bahwa yuharrifuna al kalima’an mawadihi menunjukan arti
penyimpangan tekstual dan interpretasi.
Adapun tentang menyembunyikan kebenaran semua kalangan penafsir
reformis berbendapat bahwa yang disembunyikan kebenarannya adalah kedatangan
rosululloh sebagai penutup para nabi.
Bab selanjutnya penulis berusaha menjabarkan tentang penolakan Al-
Qur’an terhadap Anak Tuhan, Ketuhanan Yesus, dan doktrin Trinitas.
Berkembangnya klaim teologis yang berbeda dengan ajaran tauhid yang dianut
agama Islam seperti status Yesus sebagai anak Tuhan, doktrin Trinitas, ‘Uzair anak
Tuhan bagi Yahudi tetap sulit diterima para muslim reformis. Karena bagi Islam
mempercayai salah satu dari tiga klaim teologis tersebut dapat merusak
kemurniannya sebagai Muslim. Sebab pada esensinya risalah para Nabi memiliki
tujuan yang sama yaitu Keesaan Tuhan. Mau bagaimanapun konsep trinitas adalah
hal yang tidak logis bagi Muslim Reformis. Jawaban logis mengenai konsep bahwa
Tuhan itu Esa pernah disampaikan seorang teolog perbandingan agama bernama
Zakir Naik dari India. Beliau menganalogikan konsep Keesaan Tuhan dengan
angka, bahwa jika angka 2 adalah tambahan 1+1 dan 3 adalah 2+1 maka tak ada
angka yang bisa menciptakan angka 1. Konsep tersebut menegaskan bahwa Tuhan
itu Esa adalah kepercayaan yang sempurna. Penjabaran diatas menguatkan bahwa
perbedaan teologis adalah persoalan yang tidak bisa ditawar dan diselesaikan
dengan mudah.
Ayat-ayat yang berhubungan dengan polemik di atas yaitu:
Q.S. At Taubah : 30

َ ُ‫ت النَّصٰ َرى ْال َم ِس ًْ ُح ا ْب ُن اللّٰ ِه َٰۗ ِل َك َُ ْولُ ُُ ْم بِا َ ْف َوا ِه ُِ ْم ي‬


‫ضا ِهـ ُٔ ْونَ َُ ْو َل الَّ ِذيْنَ َكف َُر ْوا‬ ُ ُ ‫ت ْالًَ ُُ ْود‬
ِ َ‫عزَ ي ُْر ِابْنُ اللّٰ ِه َوَُال‬ ِ َ‫َوَُال‬
٣٣ - َ‫ِم ْن َُ ْب ُل َُۗاتَلَ ُُ ُم اللّٰهُ اَنّٰى يُؤْ فَ ُك ْون‬

Dan orang-orang Yahudi berkata, “Uzair putra Allah,” dan orang-orang Nasrani
berkata, “Al-Masih putra Allah.” Itulah ucapan yang keluar dari mulut mereka.
Mereka meniru ucapan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah melaknat mereka;
bagaimana mereka sampai berpaling?

Q.S. Al Maidah : 116

ُ ‫ي ا ِٰل ًَُ ِْن ِم ْن د ُْو ِن اللّٰ ِه َُۗا َل‬


‫سبْحٰ ن ََك‬ َ ‫اس ات َّ ِخذُ ْونِ ْي َوا ُ ِم‬ َ ‫ت ُُ ْل‬
ِ َّ‫ت ِللن‬ َ ‫سى ابْنَ َم ْريَ َم َءا َ ْن‬ َ ًْ ‫َواَِْ َُا َل اللّٰهُ ٰي ِع‬
ْ ِ‫ْل ا َ ْعلَ ُم َما ف‬
‫ي‬ ٓ َ ‫ِي َو‬ َ ْ‫ق ۗا ِْن ُك ْنتُ ُُ ْلتُهٗ فَقَد‬
ْ ‫ع ِل ْمت َهٗ ۗت َ ْعلَ ُم َما فِ ْي نَ ْفس‬ ٍ ‫ْس ِل ْي بِ َح‬ َ ًَ‫َما يَ ُك ْو ُن ِل ْٓي ا َ ْن اَُُ ْو َل َما ل‬
ِ ‫ع ََّل ُم ْالًُْ ُْو‬
٩٩٤ - ‫ب‬ َ ‫نَ ْفس‬
َ ‫ِك ۗاِنَّ َك ا َ ْن‬
َ ‫ت‬

Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, “Wahai Isa putra Maryam! Engkaukah yang
mengatakan kepada orang-orang, jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua tuhan selain
Allah?” (Isa) menjawab, “Mahasuci Engkau, tidak patut bagiku mengatakan apa
yang bukan hakku. Jika aku pernah mengatakannya tentulah Engkau telah
mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak
mengetahui apa yang ada pada-Mu. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui
segala yang gaib.”

Q.S. Al Maidah : 17

َ ‫شًْـًٔا اِ ْن ا َ َراد‬َ ‫لَقَدْ َكفَ َر الَّ ِذيْنَ َُالُ ْٓوا ا َِّن اللّٰهَ هُ َو الْ َم ِس ًْ ُح ا ْب ُن َم ْريَ ۗ َم ُُ ْل فَ َم ْن ي َّْم ِلكُ ِمنَ اللّٰ ِه‬
‫ض‬ِ ‫ت َو ْاْلَ ْر‬ ِ ‫ض َج ِم ًْعاا ۗ َو ِللّٰ ِه ُم ْلكُ السَّمٰ ٰو‬ ِ ‫ا َ ْن يُّ ُْلِكَ ْال َم ِس ًْ َح ابْنَ َم ْريَ َم َوا ُ َّمهٗ َو َم ْن فِى ْاْلَ ْر‬
٩٥ - ‫يءٍ َُ ِديْر‬ َ ‫ع ٰلى ُك ِل‬
ْ ‫ش‬ َ ُ‫َو َما بًَْنَ ُُ َما ۗ يَ ْخل ُ ُق َما يَش َۤا ُء َۗواللّٰه‬

Sungguh, telah kafir orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah itu dialah Al-Masih
putra Maryam.” Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang dapat menghalang-
halangi kehendak Allah, jika Dia hendak membinasakan Al-Masih putra Maryam
beserta ibunya dan seluruh (manusia) yang berada di bumi?” Dan milik Allah-lah
kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya. Dia menciptakan
apa yang Dia Kehendaki. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.

Q.S. Al Maidah : 72
‫ي اِس َْر ۤا ِءيْ َل ا ْعبُد ُوا‬
ْٓ ‫لَقَدْ َكفَ َر الَّ ِذيْنَ َُالُ ْٓوا ا َِّن اللّٰهَ هُ َو ْال َم ِس ًْ ُح ا ْب ُن َم ْريَ َم َۗوَُا َل الْ َم ِس ًْ ُح ٰيبَ ِن‬
ُ َّ‫علَ ًْ ِه ْال َجنَّةَ َو َمأ ْ ٰوىهُ الن‬
‫ار َۗو َما‬ َ ُ‫ي َو َربَّ ُك ْم ۗاِنَّهٗ َم ْن يُّ ْش ِر ْك ِباللّٰ ِه فَقَدْ َح َّر َم اللّٰه‬ ْ ‫اللّٰهَ َر ِب‬
٥٧ - ‫ار‬
ٍ ‫ص‬َ ‫ِللظّٰ ِل ِمًْنَ ِم ْن ا َ ْن‬

Sungguh, telah kafir orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah itu dialah Al-
Masih putra Maryam.” Padahal Al-Masih (sendiri) berkata, “Wahai Bani Israil!
Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu.” Sesungguhnya barangsiapa
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka sungguh, Allah mengharamkan
surga baginya, dan tempatnya ialah neraka. Dan tidak ada seorang penolong pun
bagi orang-orang zalim itu.

Q.S. An NIsa’ : 171

‫سى ا ْب ُن‬ َ ًْ ‫علَى اللّٰ ِه ا َِّْل ْال َح ۗ َّق اِنَّ َما الْ َم ِس ًْ ُح ِع‬
َ ‫ي ِد ْينِ ُك ْم َو َْل تَقُ ْولُ ْوا‬ْ ِ‫ب َْل ت َ ْْلُ ْوا ف‬ ِ ‫ٰيٓا َ ْه َل الْ ِك ٰت‬
ُ ‫س ْو ُل اللّٰ ِه َو َك ِل َمتُهٗ ا َ ْل ٰق َُا ٓ ا ِٰلى َم ْريَ َم َو ُر ْوح ِم ْنهُ ۖفَ ٰا ِمنُ ْوا بِاللّٰ ِه َو ُر‬
‫س ِل ٖ ۗه َو َْل تَقُ ْولُ ْوا‬ ُ ‫َم ْريَ َم َر‬
‫ت‬ َّ ‫سبْحٰ ن ٗ َٓه ا َ ْن يَّ ُك ْونَ لَهٗ َولَد ۘ لَهٗ َما فِى ال‬
ِ ‫سمٰ ٰو‬ ِ ‫ث َ ٰلثَة ۗاِنْت َ ُُ ْوا َخً اْرا لَّ ُك ْم ۗ اِنَّ َما اللّٰهُ ا ِٰله َّو‬
ُ ۗ ‫احد‬
٩٥٩ - ࣖ ‫ض َو َك ٰفى بِاللّٰ ِه َو ِكً اَْل‬
ۗ ِ ‫َو َما فِى ْاْلَ ْر‬

Wahai Ahli Kitab! Janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan
janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sungguh, Al-
Masih Isa putra Maryam itu adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan)
kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-
Nya. Maka berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu
mengatakan, “(Tuhan itu) tiga,” berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik
bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Mahasuci Dia dari
(anggapan) mempunyai anak. Milik-Nyalah apa yang ada di langit dan apa yang
ada di bumi. Dan cukuplah Allah sebagai pelindung.

Q.S. Al Maidah : 73
ِ ‫ِْل ا ِٰله َّو‬
َ ‫احد ۗ َوا ِْن لَّ ْم يَ ْنت َ ُُ ْوا‬
‫ع َّما‬ ٓ َّ ‫ث ث َ ٰلث َ ٍة ۘ َو َما ِم ْن ا ِٰل ٍه ا‬
ُ ‫لَقَدْ َكفَ َر الَّ ِذيْنَ َُالُ ْٓوا ا َِّن اللّٰهَ ثَا ِل‬
٥٣ - ‫عذَاب ا َ ِلًْم‬ َ ‫س َّن الَّ ِذيْنَ َكفَ ُر ْوا ِم ْن ُُ ْم‬َّ ‫يَقُ ْول ُ ْونَ لًََ َم‬

Sungguh, telah kafir orang-orang yang mengatakan, bahwa Allah adalah salah satu
dari yang tiga, padahal tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang
Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan, pasti orang-orang
yang kafir di antara mereka akan ditimpa azab yang pedih.

Polemik ayat-ayat di atas yang pertama tentang pembahasan isa sebagai


anak tuhan. Secara tegas Rida keberatan kalau isa merupakan anak tuhan.
Keberatan ini dilandasi dua hal. Pertama, umat kristen dalam memahami kitab
mereka sudah keliru dengan konsep fisik kebapakan dalam diri tuhan. Mereka
menganggap makna bapa dan anak diartikan secara shorih (jelas) dan tidak
mengartikan secara majaziyan yang berarti cinta kasih sayang dan keintiman.
Kedua, kurangnya bukti rasional dan tektual yang menyatakan bahwa isa adalah
anak tuhan. Reformis indonesia, Hamka menguatkan pendapat di atas dengan
menggali tidak saja dari simber islam akan tetapi juga menggali dalam perjanjian
baru tentang kata anak atau anak-anak tuhan.

Dalam bab terakhir buku ini penulis berusaha membahas persoalan tentang
Pembatasan dan Pergaulan Antaragama, termasuk didalamnya perlakuan terhadap
Non-Muslim, Persahabatan dengan Orang Kafir, Hambatan dalam Hubungan
Antaragama. Kajian pada bab ini berusaha membahas tentang cara pandang Muslim
Reformis dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang status non-
Muslim dalam kehidupan sosial di negara Muslim. Sebagai contoh pembahasan
adalah pertentangan beberapa sarjana Barat tentang adanya dzimmah dan jizyah
yang dianggap sebagai diskriminasi. Namun perlu diketahui bahwa para teolog
Muslim telah berusaha menghapus teori dzimmah dan jizyah dan mengubah
menjadi konsep sosial yang setara.
Dari paparan di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa reformis Muslim
menemukan polemik dalam mengkontekstualisasikan ayat-ayat Kitab Suci. Di sisi
lain mereka terus menawarkan gambaran Islam yang bisa bersahabat dalam
menyikapi perbedaan agama.
Analisis terhadap buku Polemik Kitab Suci
Mun’im sirry dalam penafsiran ayat-ayat polemik sangat gamblang
menggunakan metode Tafsir Maudu’i, ini bisa dilihat dari paparan-paparan dalam
bukunya yang mengelompokan setiap kajiannya dalam bab-bab tersendiri dengan
memilih dan menggolongkan ayat-ayat Al Qur’an sesuai dengan fokus
pembahasannya. Disamping itu, dia juga menggunakan metode muqorrin
(perbandingan) yaitu dengan selalu memaparkan ayat-ayat polemic yang menjadi
tema pembahasan dengan mengambil penafsiran dari ulama tafsir reformis
kemudian membandingkan antara satu penafsiran dengan penafsiran ulama lainnya.
Dari runtutan pembahasan dari buku Polemik Kitab suci (Tafsir Reformis
atas kritik Al Qur’an terhadap agama lain) ini, penulis berpandangan bahwa tujuan
dari karya ini bukanlah untuk membuka jarak yang lebih lebar lagi antara umat
islam dan agama lain. Melainkan, Mun’im Sirry berusaha menunjukan melalui
disertasinya bahwa meskipun ada polemik akan tetapi umat islam masih bisa hidup
berdampingan dengan pemeluk agama lain secara damai.
Menurut penulis, para ahli tafsir reformis yang dijadikan rujukan Mun’im
Sirry pada disertasinya ini lebih mendahulukan tafsir makna kata dari segi sintaksis
dan morfologi serta asal kata dari ayat yang dikaji. bahkan, dalam menyangkal Isa
sebagai anak tuhan para mufasir berhujah dengan kesalahan kaum kristen yang
menganggap kata bapak merupakan kata sorih bukan kata majazi saja. Sedikit para
mufasir menunjukan dalil secara Naqli maupun aqli. Hal ini berbeda jauh dengan
para penafsir era awal yang menjadikan tafsir bil al mantsur sebagai metode
tafsirnya.
Dan sebagai penutup, ada hal menarik yang penulis temukan pada karya
Mun’im Sirry ini yakni keberanian Hamka ahli tafsir reformis dari indonesia yang
mengkaji kitab perjanjian baru untuk mendialogkan dengan hasil tafsirnya tentang
ayat-ayat polemik terutama tentang isa sebagai anak tuhan dan isa sebagai tuhan.

Anda mungkin juga menyukai