Bahasa : Indonesia
َ اَفَت َْط َمعُ ْونَ ا َ ْن يُّؤْ ِمنُ ْوا لَ ُك ْم َوَُدْ َكانَ فَ ِريْق ِم ْن ُُ ْم يَ ْس َمعُ ْونَ ك َََل َم اللّٰ ِه ث ُ َّم يُ َح ِرفُ ْونَهٗ ِم ْۢ ْن بَ ْع ِد َما
ُعقَلُ ْوه
٥٨ - َو ُه ْم يَ ْعلَ ُم ْو َن
Maka apakah kamu (Muslimin) sangat mengharapkan mereka akan percaya
kepadamu, sedangkan segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu
mereka mengubahnya setelah memahaminya, padahal mereka mengetahuinya?
Q.S. An Nisa’ : 46
Q.S. Al Maidah : 13
ًّ س ْوا َح
ظا ِم َّما ُ َاض ِع ٖ ٍۙه َون َ ض ُِ ْم ِم ًْثَاَُ ُُ ْم لَعَنّٰ ُُ ْم َو َجعَ ْلنَا ُُلُ ْوبَ ُُ ْم ُٰ ِسًَةا يُ َح ِرفُ ْونَ ْال َك ِل َم
ِ ع ْن َّم َو ِ فَبِ َما نَ ْق
ُّْفَحْ ۗا َِّن اللّٰهَ ي ُِحب
ْ ع ْن ُُ ْم َوا َ ْف ُ ع ٰلى خ َۤا ِٕىنَ ٍة ِم ْن ُُ ْم ا َِّْل َُ ِلً اَْل ِم ْن ُُ ْم ۖ فَاع َّ َُ ِك ُر ْوا بِ ٖه َو َْل ت َزَ ا ُل ت
َ َط ِل ُع
٩٣ - َْال ُمحْ ِسنًِْن
(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, maka Kami melaknat mereka, dan
Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah firman (Allah)
dari tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian pesan yang telah
diperingatkan kepada mereka. Engkau (Muhammad) senantiasa akan melihat
pengkhianatan dari mereka kecuali sekelompok kecil di antara mereka (yang tidak
berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka. Sungguh, Allah
menyukai orang-orang yang berbuat baik.
Titik tekan dari ketiga ayat tersebut menurut penulis yang paling jadi
polemik adalah lafadz “yuharrifunahu” menurut ibnu kasir diartikan “mereka
menafsirkanya [kalam illahi] berbeda dengan makna yang sebenarnya, “sementara
tabari menyebutkan bahwa “yuharrifunahu” berarti mereka menukar makna dan
penafsiranya, dan mengubahnya.” Tetapi qosimi mendiskusikan persoalan
etimologis dari para tahrif, dengan mengatakan bahwa tahrif berasal dari kata
“inhiraf al-syay’ ‘an jihatihi” (penyimpana sesuatu dari arah yang seharusnya)
yang berarti “berpaling dari arah yang benar ke arah yang lain.” Akan tetapi azad
tidak memandang persoalan ini sebagai mengubah teks kitab suci melainkan hanya
mereka menafsirkan ayat sesuka hati mereka saja.
Ulama reformis lain, yakni Rida mempunyai pandangan berbeda dengan
azad yang mengatakan bahwa yuharrifuna al kalima’an mawadihi menunjukan arti
penyimpangan tekstual dan interpretasi.
Adapun tentang menyembunyikan kebenaran semua kalangan penafsir
reformis berbendapat bahwa yang disembunyikan kebenarannya adalah kedatangan
rosululloh sebagai penutup para nabi.
Bab selanjutnya penulis berusaha menjabarkan tentang penolakan Al-
Qur’an terhadap Anak Tuhan, Ketuhanan Yesus, dan doktrin Trinitas.
Berkembangnya klaim teologis yang berbeda dengan ajaran tauhid yang dianut
agama Islam seperti status Yesus sebagai anak Tuhan, doktrin Trinitas, ‘Uzair anak
Tuhan bagi Yahudi tetap sulit diterima para muslim reformis. Karena bagi Islam
mempercayai salah satu dari tiga klaim teologis tersebut dapat merusak
kemurniannya sebagai Muslim. Sebab pada esensinya risalah para Nabi memiliki
tujuan yang sama yaitu Keesaan Tuhan. Mau bagaimanapun konsep trinitas adalah
hal yang tidak logis bagi Muslim Reformis. Jawaban logis mengenai konsep bahwa
Tuhan itu Esa pernah disampaikan seorang teolog perbandingan agama bernama
Zakir Naik dari India. Beliau menganalogikan konsep Keesaan Tuhan dengan
angka, bahwa jika angka 2 adalah tambahan 1+1 dan 3 adalah 2+1 maka tak ada
angka yang bisa menciptakan angka 1. Konsep tersebut menegaskan bahwa Tuhan
itu Esa adalah kepercayaan yang sempurna. Penjabaran diatas menguatkan bahwa
perbedaan teologis adalah persoalan yang tidak bisa ditawar dan diselesaikan
dengan mudah.
Ayat-ayat yang berhubungan dengan polemik di atas yaitu:
Q.S. At Taubah : 30
Dan orang-orang Yahudi berkata, “Uzair putra Allah,” dan orang-orang Nasrani
berkata, “Al-Masih putra Allah.” Itulah ucapan yang keluar dari mulut mereka.
Mereka meniru ucapan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah melaknat mereka;
bagaimana mereka sampai berpaling?
Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, “Wahai Isa putra Maryam! Engkaukah yang
mengatakan kepada orang-orang, jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua tuhan selain
Allah?” (Isa) menjawab, “Mahasuci Engkau, tidak patut bagiku mengatakan apa
yang bukan hakku. Jika aku pernah mengatakannya tentulah Engkau telah
mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak
mengetahui apa yang ada pada-Mu. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui
segala yang gaib.”
Q.S. Al Maidah : 17
َ شًْـًٔا اِ ْن ا َ َرادَ لَقَدْ َكفَ َر الَّ ِذيْنَ َُالُ ْٓوا ا َِّن اللّٰهَ هُ َو الْ َم ِس ًْ ُح ا ْب ُن َم ْريَ ۗ َم ُُ ْل فَ َم ْن ي َّْم ِلكُ ِمنَ اللّٰ ِه
ضِ ت َو ْاْلَ ْر ِ ض َج ِم ًْعاا ۗ َو ِللّٰ ِه ُم ْلكُ السَّمٰ ٰو ِ ا َ ْن يُّ ُْلِكَ ْال َم ِس ًْ َح ابْنَ َم ْريَ َم َوا ُ َّمهٗ َو َم ْن فِى ْاْلَ ْر
٩٥ - يءٍ َُ ِديْر َ ع ٰلى ُك ِل
ْ ش َ َُو َما بًَْنَ ُُ َما ۗ يَ ْخل ُ ُق َما يَش َۤا ُء َۗواللّٰه
Sungguh, telah kafir orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah itu dialah Al-Masih
putra Maryam.” Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang dapat menghalang-
halangi kehendak Allah, jika Dia hendak membinasakan Al-Masih putra Maryam
beserta ibunya dan seluruh (manusia) yang berada di bumi?” Dan milik Allah-lah
kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya. Dia menciptakan
apa yang Dia Kehendaki. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
Q.S. Al Maidah : 72
ي اِس َْر ۤا ِءيْ َل ا ْعبُد ُوا
ْٓ لَقَدْ َكفَ َر الَّ ِذيْنَ َُالُ ْٓوا ا َِّن اللّٰهَ هُ َو ْال َم ِس ًْ ُح ا ْب ُن َم ْريَ َم َۗوَُا َل الْ َم ِس ًْ ُح ٰيبَ ِن
ُ َّعلَ ًْ ِه ْال َجنَّةَ َو َمأ ْ ٰوىهُ الن
ار َۗو َما َ ُي َو َربَّ ُك ْم ۗاِنَّهٗ َم ْن يُّ ْش ِر ْك ِباللّٰ ِه فَقَدْ َح َّر َم اللّٰه ْ اللّٰهَ َر ِب
٥٧ - ار
ٍ صَ ِللظّٰ ِل ِمًْنَ ِم ْن ا َ ْن
Sungguh, telah kafir orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah itu dialah Al-
Masih putra Maryam.” Padahal Al-Masih (sendiri) berkata, “Wahai Bani Israil!
Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu.” Sesungguhnya barangsiapa
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka sungguh, Allah mengharamkan
surga baginya, dan tempatnya ialah neraka. Dan tidak ada seorang penolong pun
bagi orang-orang zalim itu.
سى ا ْب ُن َ ًْ علَى اللّٰ ِه ا َِّْل ْال َح ۗ َّق اِنَّ َما الْ َم ِس ًْ ُح ِع
َ ي ِد ْينِ ُك ْم َو َْل تَقُ ْولُ ْواْ ِب َْل ت َ ْْلُ ْوا ف ِ ٰيٓا َ ْه َل الْ ِك ٰت
ُ س ْو ُل اللّٰ ِه َو َك ِل َمتُهٗ ا َ ْل ٰق َُا ٓ ا ِٰلى َم ْريَ َم َو ُر ْوح ِم ْنهُ ۖفَ ٰا ِمنُ ْوا بِاللّٰ ِه َو ُر
س ِل ٖ ۗه َو َْل تَقُ ْولُ ْوا ُ َم ْريَ َم َر
ت َّ سبْحٰ ن ٗ َٓه ا َ ْن يَّ ُك ْونَ لَهٗ َولَد ۘ لَهٗ َما فِى ال
ِ سمٰ ٰو ِ ث َ ٰلثَة ۗاِنْت َ ُُ ْوا َخً اْرا لَّ ُك ْم ۗ اِنَّ َما اللّٰهُ ا ِٰله َّو
ُ ۗ احد
٩٥٩ - ࣖ ض َو َك ٰفى بِاللّٰ ِه َو ِكً اَْل
ۗ ِ َو َما فِى ْاْلَ ْر
Wahai Ahli Kitab! Janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan
janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sungguh, Al-
Masih Isa putra Maryam itu adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan)
kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-
Nya. Maka berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu
mengatakan, “(Tuhan itu) tiga,” berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik
bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Mahasuci Dia dari
(anggapan) mempunyai anak. Milik-Nyalah apa yang ada di langit dan apa yang
ada di bumi. Dan cukuplah Allah sebagai pelindung.
Q.S. Al Maidah : 73
ِ ِْل ا ِٰله َّو
َ احد ۗ َوا ِْن لَّ ْم يَ ْنت َ ُُ ْوا
ع َّما ٓ َّ ث ث َ ٰلث َ ٍة ۘ َو َما ِم ْن ا ِٰل ٍه ا
ُ لَقَدْ َكفَ َر الَّ ِذيْنَ َُالُ ْٓوا ا َِّن اللّٰهَ ثَا ِل
٥٣ - عذَاب ا َ ِلًْم َ س َّن الَّ ِذيْنَ َكفَ ُر ْوا ِم ْن ُُ ْمَّ يَقُ ْول ُ ْونَ لًََ َم
Sungguh, telah kafir orang-orang yang mengatakan, bahwa Allah adalah salah satu
dari yang tiga, padahal tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang
Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan, pasti orang-orang
yang kafir di antara mereka akan ditimpa azab yang pedih.
Dalam bab terakhir buku ini penulis berusaha membahas persoalan tentang
Pembatasan dan Pergaulan Antaragama, termasuk didalamnya perlakuan terhadap
Non-Muslim, Persahabatan dengan Orang Kafir, Hambatan dalam Hubungan
Antaragama. Kajian pada bab ini berusaha membahas tentang cara pandang Muslim
Reformis dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang status non-
Muslim dalam kehidupan sosial di negara Muslim. Sebagai contoh pembahasan
adalah pertentangan beberapa sarjana Barat tentang adanya dzimmah dan jizyah
yang dianggap sebagai diskriminasi. Namun perlu diketahui bahwa para teolog
Muslim telah berusaha menghapus teori dzimmah dan jizyah dan mengubah
menjadi konsep sosial yang setara.
Dari paparan di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa reformis Muslim
menemukan polemik dalam mengkontekstualisasikan ayat-ayat Kitab Suci. Di sisi
lain mereka terus menawarkan gambaran Islam yang bisa bersahabat dalam
menyikapi perbedaan agama.
Analisis terhadap buku Polemik Kitab Suci
Mun’im sirry dalam penafsiran ayat-ayat polemik sangat gamblang
menggunakan metode Tafsir Maudu’i, ini bisa dilihat dari paparan-paparan dalam
bukunya yang mengelompokan setiap kajiannya dalam bab-bab tersendiri dengan
memilih dan menggolongkan ayat-ayat Al Qur’an sesuai dengan fokus
pembahasannya. Disamping itu, dia juga menggunakan metode muqorrin
(perbandingan) yaitu dengan selalu memaparkan ayat-ayat polemic yang menjadi
tema pembahasan dengan mengambil penafsiran dari ulama tafsir reformis
kemudian membandingkan antara satu penafsiran dengan penafsiran ulama lainnya.
Dari runtutan pembahasan dari buku Polemik Kitab suci (Tafsir Reformis
atas kritik Al Qur’an terhadap agama lain) ini, penulis berpandangan bahwa tujuan
dari karya ini bukanlah untuk membuka jarak yang lebih lebar lagi antara umat
islam dan agama lain. Melainkan, Mun’im Sirry berusaha menunjukan melalui
disertasinya bahwa meskipun ada polemik akan tetapi umat islam masih bisa hidup
berdampingan dengan pemeluk agama lain secara damai.
Menurut penulis, para ahli tafsir reformis yang dijadikan rujukan Mun’im
Sirry pada disertasinya ini lebih mendahulukan tafsir makna kata dari segi sintaksis
dan morfologi serta asal kata dari ayat yang dikaji. bahkan, dalam menyangkal Isa
sebagai anak tuhan para mufasir berhujah dengan kesalahan kaum kristen yang
menganggap kata bapak merupakan kata sorih bukan kata majazi saja. Sedikit para
mufasir menunjukan dalil secara Naqli maupun aqli. Hal ini berbeda jauh dengan
para penafsir era awal yang menjadikan tafsir bil al mantsur sebagai metode
tafsirnya.
Dan sebagai penutup, ada hal menarik yang penulis temukan pada karya
Mun’im Sirry ini yakni keberanian Hamka ahli tafsir reformis dari indonesia yang
mengkaji kitab perjanjian baru untuk mendialogkan dengan hasil tafsirnya tentang
ayat-ayat polemik terutama tentang isa sebagai anak tuhan dan isa sebagai tuhan.