Disertasi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Doktor dalam Ilmu Agama Islam
Oleh :
A L I S A T I
NIM. 97.3.00.1.09.01.0037
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2008 M./1429 H.
KAJIAN KUALITAS HADIS-HADIS
KITAB BIDÂYAT AL-HIDÂYAH KARYA AL-GHAZÂLÎ
Disertasi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Doktor dalam Ilmu Agama Islam
Oleh :
A L I S A T I
NIM. 97.3.00.1.09.01.0037
PROMOTOR:
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
2007
JAKARTA
M./1428 H.
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
SURAT PERNYATAAN
N a m a : Drs. Ali Sati, M.Ag
N I M : 97.3.00.1.09.01.0037
Setelah membaca dan memberi saran-saran terhadap disertasi saudara Ali Sati,
NIM 97.3.00.1.09.01.0037 dengan judul: “KAJIAN KUALITAS HADIS-HADIS
maka kami menyetujui disertasi tersebut diajukan ke
KITAB BIDÂYAT AL-HIDÂYAH KARYA AL-GHAZÂLΔ,
PROMOTOR
PROMOTOR
D. Singkatan-singkatan:
cet. : cetakan cf. : confer (bandingkan dengan)
h. : halaman H. : Hijrîyah
M. : Masehi/ Milâdîyah r.a. : radhiyallahu ‘anhu
Swt. : Subhânahu wa ta’âlâ Saw. : Shallâlahu ‘alaihi wa sallam
t.t. : tanpa tahun t.p. : tanpa penerbit
Terj. : terjemahan T.tp : tanpa tempat penerbit
vii
ABSTRAK
Sesungguhnya kajian tentang sunnah nabi tidak terlepas dari penelitian atas
sanad dan para perawinya. Hal itu dimaksudkan untuk mengetahui ke-‘adalah- an
dan ke-dhabith-an mereka, sehingga hadis yang mereka riwayatkan dapat
diterima (sebagai hujjah).
Sebagaimana diketahui bahwa kodivikasi sunnah berbeda sekali dengan
penulisan al-Qur’ân al-Karîm. Hal itu ditandai dengan bahwa penulisan al-Qur’ân
al-Karîm telah dimulai dalam bentuk mushhaf semenjak masa risâlah. Sementara
hadis belum dikodivikasi sama sekali hingga pada abad ke-2 H. Hal itu terjadi
karena Nabi sendiri melarang penulisannya, karena dikhawatirkan akan terjadi
percampuran antara al-Qurân dengan al-Hadîts. Setelah itu, baru kemudian ada
izin Nabi untuk itu. Masing-masing larangan dan izin, keduanya bedasarkan hadis
yang layak untuk dijadikan sebagai hujjah (shahih).
Munculnya pemalsuan hadis dalam dunia Islam
Ketika ‘Utsmân ibn ‘Affân r.a. berkuasa terjadilah fitnah pada masanya.
Pembohongan terhadap Rasulullah Saw. pun semakin berkembang dan api fitnah
makin menyala yang ditiup oleh pengikut Abdullah ibn Sabâ’ al-Yahûdî. Orang-
orang pun menghujat ‘Utsmân ibn ‘Affân yang berujung pada pembunuhannya
secara dzâlim. Kemudian tampuk ke-khalifah-an berada pada kekuasaan ‘Alî ibn
Abî Thâlib karrama Allâh wajhah. Pertentangan terjadi pula antaranya dengan
Mu‘âwiyah yang berujung pada peperangan (di) Shiffîn. Sebagai akibatnya
muncullah sekte-sekte, seperti Khawârîj, Syi‘ah dan Mayoritas. Di samping itu,
muncul pula pemalsuan terhadap Rasulullah Saw., sehingga para ulama
menetapkannya sebagai awal munculnya pemalsuan hadis, yaitu 41 H.
Pembatasan ini hanyalah awal muncul dan penyebarannya. Namun, jauh
sebelumnya, yaitu pada masa risâlah pemalsuan tersebut sudah ada. Hal ini
ditandai dengan sabda Nabi Saw. "Siapa yang sengaja berdusta atas namaku,
seyogianya dia bersiap-siap menempati neraka". Kelihatannya Nabi Saw.
mengatakannya adalah karena peristiwa yang sudah ada sebelumnya. Sebagaian
ulama juga berpendapat seperti itu. Allah Swt. sendiri tidak membiarkan hadis
Nabi-Nya dilumuri oleh pemalsuan sebagaimana keinginan para pendusta.
Bahkan Dia ciptakan orang-orang yang memelihara dan membelanya. Sungguh
para tokoh hadis telah meredam gerakan-gerakan pemalsu hadis melalui
ketentuan-ketentuan yang mereka ikuti. Mereka lalu menekuni sanad hadis dan
perawinya. Selain itu, mereka mengkritisi pribadi, kehidupan dan biografi serta
hal lainnya yang terkait dengan para perawi. Untuk itu, mereka menetapkan
dan nama-nama
beberapa pemalsu
ketentuan dalamhadis. Sebagian
rangka membedakanmerekakelayakan
juga menyusun kitab yang
hadis sebagai hujjah.
memuat orang-orang
Bahkan mereka tsiqah,beberapa
menyusun seperti al-‘Ijlî dan Ibn
kitab yang Hibbân. Sebagian
menjelaskan lagi khusus
kriteria hadis maqbûl
memuat orang-orang yang dipandang dha‘îf, misalnya al- ‘Uqailî, al-Nasâ’î dan
Ibn Hibbân. Selain itu, ada juga yang menyusun kitab yang membahas tentang al-
Jarh wa al-Ta ‘dîl, seperti Ibn Abî Hâtim al-Râzî dan sebagainya.
viii
Berdasarkan hal di atas tulisan ini dibuat dengan kajian hadis-hadis Bidâyat
al-Hidâyah dengan bantuan kitab-kitab tersebut di atas. Karena sebagian hadis
yang termuat dalam kitab Bidâyah tersebut belum di-takhrîj dan dijelaskan
kelayakannya. Tentunya dengan mengharap, kiranya Allah Swt. berkenan
memberi taufiq-Nya dalam penulisan karya ini, âmîn !!!
ix
,
. ,
,
,
,
,
, ,
,
. , ,
–
,
"
"
,
.
, ,
, , ,
– – ,
xii
xi .
,
.
!!! , .
xii
xii
xiii
xii
KATA PENGANTAR
2. Bapak DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA, yang selalu memperlihatkan wajah
senang dan ceria setiap kali memberi bimbingan dengan kemampuan
intelektualitasnya, khususnya di bidang hadis telah ikut berpartisipasi dalam
penyelesaian disertasi ini. Tak ketinggalan kepada keluarga beliau yang telah
ikut memberi kemudahan untuk kelancaran urusan berkonsultasi.
4. Bapak Rektor dan Dekan Fakultas Ushuluddin Institut Agama Islam Negeri
Imam Bonjol Padang yang telah memberi izin kepada penulis untuk
melanjutkan pendidikan ke Sekolah Pascasarjana (S.3) Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta serta berbagai fasilitas dan dorongan untuk
penyelesaian studi ini.
5. Ayah dan Bunda H. Martua Rangkuty (alm.) dan Hj. Fathimah Sam Siregar
(almh.) yang telah memberikan perhatian dan dukungan yang besar kepada
penulis untuk melanjutkan studi ini.
6. Isteri tercinta Ernida Siregar yang selalu siap dan tabah serta tegar dalam
menjalankan bahtera rumah tangga di kala penulis tidak mendampinginya.
Demikian juga anak-anak tersayang, Fikri Ali Tua Rangkuty (15 tahun), Rifka
Fadma Rangkuty (14 tahun), Amirul Alawi Martua Rangkuty (12 tahun),
Nu’aim Marsudin Rangkuty (11 tahun), Ahmad Alfen Rangkuty (7 tahun) dan
Yusran Nazra (3,5 tahun) yang masih membutuhkan kasih sayang dan
perhatian, namun penulis harus tinggal-tingalkan dalam rangka penyelesaian
studi ini.
Penulis juga menyadari, bahwa meskipun disertasi ini merupakan hasil
kerja keras dan upaya maksimal, namun sebagai out put insani sudah barang tentu
di sana sini masih bisa ditemukan sisi-sisi kelemahan dan keterbatasan yang
sekaligus membuka peluang untuk dikritik dan direkonstruksi oleh para pembaca
yang budiman, terutama mereka yang menekuni bidang hadis dan ilmunya.
Terlepas dari semua itu, minimal lewat disertasi ini penulis dapat mengungkapkan
dan menyumbangkan sejumlah informasi buat para pembaca, berhubung masalah
yang sama belum pernah diteliti secara khusus sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN A INDEKS HADIS BERDASARKAN ABJAD
LAMPIRAN B INDEKS HADIS BERDASARKAN KUALITAS
DAFTAR ISTILAH
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BAB I
PENDAHULUAN
dan musyâhadah.2
Sebagai sosok hasil tempaan ulama yang terlahir di Thûs, Khurâsân
tahun 405 H/ 1058 M., al-Ghazâlî telah melalui beberapa tahapan pemikiran
semenjak dari filsafat, Ilmu Kalam, dan akhirnya dia memberi pengakuan
tentang keraguannya, bahwa tashawwuf- lah satu-satunya pengembaraan
intelektualnya yang terakhir. Artinya, bahwa pengetahuan yang lebih tinggi
kebenarannya adalah yang bersumber dari intuisi (al-zawq)3
1 Hal ini sesuai dengan urutan sumber Hukum Islam yang selalu dan merujuk kepada al-
Qur’an surat al-Nisâ’ (4): 59. Lihat juga al-Qur’an surat al-Baqarah (2) ayat 185.
Nasution,
3 SumberManusia Menurut
pengetahun al-Ghazâlî,
2 tertinggi
Al-Ghazâlî,
dia sebut(Jakarta:
al-Imlâ’
juga Rajawali
fî dengan
Ishâlat al-Ihyâ Press,
al-nubuwwât. 20
’ , (Dâr 1988),
al-Fikr,h.1980),
Lihat M. 34-35.
Yasirh. 9.
Adalah salah satu karya tulis Al-Ghazâlî di bidang pendidikan
tashawwuf yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh syekh
‘Abd al-Shamad Falembânî, yaitu Hidâyat al-Sâlikîn fî Sulûk Maslak al-
Muttaqîn,terbitan Syirkah Maktabah al-Madanîyah, Indonesia dengan tanpa
tahun. Sementara judul aslinya adalah Bidâyat al-Hidâyah. Kitab ini terdiri
dari Pendahuluan (Muqaddimah) yang berisikan tentang keutamaan (fadhîlah)
ilmu yang manfa’at dan keutamaan mencari ilmu yang manfa’at tersebut.
Setelah pendahuluan, dia melanjutkan pembahasan dengan tujuh bab
pembahasan yang disudahi dengan penutup (khathîmah). Umumnya setiap
penjelasan bab demi bab yang berisikan pasal-pasal sebagai isi dari penjelasan
tersebut diiringi dengan ayat-ayat al-Qur’an dan al-Hadîs sebagai penguat.
‘Azîz (w.101 H). Lihat Shubhî al-Shâlih, ‘Ulûm al-Hadîts wa Musthalâhuh, (Dâr al-‘Ilm Li al-
Malâyin,4Beirut, 1959),
Kodifikasi h. dimulai
hadis 44. 21 ‘Umar bin ‘Abd al-
secara resmi pada masa awal pemerintahan
mempelajari riwayat hidup atau biografi para penyampai (agent) yang layak
diterima sebagai sandaran penuturan dalam hadis. 5
Adanya penelitian suatu hadis, baik dari aspek sanad maupun aspek
matan-nya merupakan langkah penting untuk mengetahui ke-orosinil-an hadis
itu sendiri. Penelitian yang dihasilkan pada aspek sanad akan melahirkan
berbagai klasifikasi ekstrim, seperti hadis shahîh, hasan dan dla’îf.6 Berbeda
dengan penelitian pada aspek matan, yang melahirkan klasifikasi muqallab,7
5 Ah mad Husnan, Kajian Hadis Metode Takhrîj, (Jakarta: al-Kautsar, 1993), h. 15.
6 Pada mulanya klasifikasi ini hanyalah shahîh dan dha’îf. Kemudian Al-Turmudzî
seharusnya kemudian (taqdîm al-mu’akhkhar)
menambahnya atau mengakhirkan
dengan klasifikasi hasan. yang seharusnya didahulukan
(ta’khîr al-muqaddam). Artinya, bahwa ada pemutarbalikan pada teks (matan) hadis. Maqlûb bisa
7 Muqallab atau maqlûb, yaitu hadis yang terjadi padanya mendahulukan yang
juga terjadi pada pada sanad. Lihat Mahmûd al-Thahhân, Taysîr Musthalah al-Hadîts, (Beirût:
Dâr al-Qur`ân al-Karîm, 1981), h. 345. Selanjutnya disebut al-Thahhân.22
menduduki peringkat teratas dari kitab lainnya yang memuat hadis. Hal ini
didasari atas pemikiran mengenai syarat-syarat hadis shahîh menurut Imam
Bukhârî. 8
dipergunakan untuk menetapkan kesahihan hadis secara rinci dan tegas, namun berdasarkan
penelitian dan pengkajian terhadap kitabnya, para ulama berkesimpulan bahwa Imam Bukhârî
selalu berpegang teguh pada tingkat kesahihan yang paling tinggi, dan tidak turun dari tingkat
8 Walaupun Imam Bukhârî tidak mengemukakan syarat-syarat tertentu yang
tersebut kecuali dalam beberapa hadis yang bukan merupakan materi pokok dari sebuah bab,
seperti hadis mutâbi’ (dimana perawinya sepakat atau sesuai dengan perawi lain dalam
meriwayatkan lafaz hadis dan syâhid (hadis yang sesuai dengan makna hadis yang lain). Khusus
tentang hadis mu’ an’an (suatu periwayatan hadis dengan memakai kata “’an fulân” (dari si fulan),
Imam Bukhârî memandang muttashil periwayatan seperti ini apabila memenuhi dua syarat, yaitu:
1. Perawi harus hidup semasa (al-mu’âsharah) dengan perawi yang diriwayatkan hadisnya, 2.
Kedua orang tersebut harus dapat dibuktikan pernah saling berjumpa (al-laqy). Berbeda tipis
dengan Muslim dalam mu’ an’an ini yang hanya mensyaratkan hidup semasa, tidak mensayaratkan
kedua orang itu pernah berjumpa satu dengan yang lain. Lihat Muhammad Muhammad Abu
Syuhbah, Kitab Hadis Sahih yang Enam, Terj. Drs. Maulana Hasanudin, Litera Antar Nusa,
Jakarta, h. 52-54. 23
tulisnya, Thabaqât al-Syâfi ‘iyah, al-Subkî memberi julukan kehormatan
kepada al-Ghazâlî sebagai pemberi hujjah tentang agama (hujjat al-Islâm)
yang mencapai posisi tempat tinggal yang damai sejahtera (dâr al-salâm).9
2. Kalau ternyata ada hadis dha‘îf, lalu apakah ada hadis lain yang dapat
mendukung kelemahannya (mutâbi‘ dan syâhid) dalam kitab lain.
3. Tidak kalah pentingnya adalah untuk mengetahui sejauh mana anggapan
yang mengatakan bahwa hadis-hadis yang tidak dilengkapi dengan sanad
patut diduga palsu.
C. Definisi
9 Tâj al-Dîn al-Subkî, Operasional
Thabaqât al-Syâfî‘iyah 24
al-Kubrâ, (Mesir: Mushthafâ al-Bâbi al-
Untuk menghindari kesalah-pahaman terhadap judul disertasi ini, maka
dirasa perlu memberi pengetian kata atau istilah-istilah yang digunakan.Di
antara istilah tersebut adalah: Kajian Kualitas Hadis. Maksudnya adalah
penelitian terhadap para perawi yang mengemukakan hadis sebagai sanad
dalam kitab Bidâyat al-Hidâyah atau yang dikenal dengan istilah takhrîj, yaitu
mencari di mana tempat-tempat sebagai sumber aslinya dan mengeluarkan
hadis lengkap dengan sanad-nya serta menjelaskan martabat kualitasnya.10
Hadis dalam arti berita dapat dilihat pemakaiannya dalam al-Qur ’an.
Misalnya surat al-Kahfi (Gua) 18 :
...
Hadis juga merupakan makna sinonim dari kata khabar atau berita
dalam arti umum (‘âmm). Pada masa-masa awal pertumbuhannya hadis tidak
hanya berarti berita atau keterangan yang berasal dari Rasulullah saja, tetapi ia
juga berarti berita lain termasuk al-Qur’an. Hal ini dapat dilihat dalam
perkataan ‘Abdullâh bin Mas‘ûd:
Selain ketiga istilah hadis, sunnah dan khabar, masih ditemukan juga
istilah lain yang dianggap identik dengan ketiga istilah tersebut, yaitu atsar.
Apabila suatu berita, baik yang bersumber langsung dari Nabi (marfû‘),
maupun berita yang bersumber dari sahabat (mauqûf), para ahli
menamakannya sebagai atsar. Namun para ahli fikih yang berasal dari daerah
Kutub
1 3 Jalâluddin ‘Abd al-Islâmîyah,
al-Rahmân ibn Abî1979), h. 6. Selanjutnya
Bakr al-Suyûthî, 26 , al-Suyûthî.
disebut
Tadrîb al-Râwî (Beirût: Dâr al-
Khurasân, mereka hanya menamakan berita yang berasal dari Nabi (marfû‘),
mereka menamakannya dengan khabar atau hadis dan sunnah.14
.... ...
Selain contoh tersebut, masih banyak lagi contoh hadis qaulîyah lain,
seperti orang yang lupa melaksanakan salat karena lupa atau ketiduran.16
.... ...
1 4 Ahmad ‘Umar Hasyîm, Qawâ ’id Ushûl al-Hadîts, (t.p.: Dâr al-Fikr, t.th.), 24. Lihat
juga al-Suyûthî, Tadrîb …, h. 6.
1 5 H.R. Muslim dari ‘Abd al-Rahmân bin Salam al-Jumahî, dari al-Rabî’ (Ibn Muslim),
dari Muhammad (Ibn Ziyâd, dari Abî Hurairah r.a. Lihat Muslim, Shahîh, vol. II, h. 625.. Cf. al-
Bukhârî, Shahîh, vol. II, h. 229.
Abd al A’la, dari Sa’id,
1 6 Lafal dari
hadisnya Qatâdah,
diriwayatkan dari
1 7 H.R.
olehAnas bindari
al-Bukhârî,
Muslim Mâlik.
Shahîh, Lihat
Muhvol.
ammad
I, h. 155.27
Muslim,
bin Abî Shahîh, vol. dari
al-Mutsanna, I, h. 399.
air. Lalu kemudian mereka menemukan air setelah mereka selesai
melaksanakan shalat.18
Berbicara dalam persoalan hadis tidak bisa terlepas dari dua aspek
yang merupakan dari bahagian hadis itu sendiri, yaitu persoalan sanad dan
redaksi (matan, teks). Redaksi atau matan dimaksudkan sebagai teks hadis itu
sendiri. Sementara sanad hadis dimaksudkan sebagai rentetan orang-orang
yang menyampaikan redaksi (matan) hadis dari sumber awal, yaitu Rasulullah
Saw. (jika hadisnya marfû‘), dan sahabat (kalau hanya hadis mauqûf, hingga
perawi terakhir secara berjenjang. 20
1 8 Di antara para sahabat ada yang mengulangi salat dan ada yang hanya mencukupkan
dengan tayammum saja. Mendengar kejadian seperti ini lalu Nabi tidak bereaksi apa-apa. Lihat
Abû Zahrah, Ushûl al-Fiqh, h. 105.
1 9 Al-Khathîb, Ushûl ..., h. 18.
2 0 Umumnya para perawi terakhir ini menyusun karya tulis mereka di bidang hadis,
seperti al-Shahîhain karya al-Bukhârî dan Muslim. Lihat al-Shâlih, Lamhat ..., h. 11-12.
2 1 Marfû’, artinya hadis yang sumber pertamanya Rasulullah Saw., sama ada sanad
muttashil maupun tidak. Lihat al-Qâsimiy, Qawâ ’ id ..., h. 104.. Cf. al-Nawâwî, al-Taqrîb,h. 7..
2 2 Dimaksudkan dengan mauqûf, yaitu hadis yang sumber pertamanya sahabat.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa para ulama Khurasân menamakan hadis mauqûf
dengan atsar, sementara hadis Marfû, mereka namakan khabar. Para ahli hadis, demikian
atsar.
menurutSebab itu, menurut
al-Nawâwî, mereka
seluruhnya hadis
tidak yang bersumber
membuat perbedaan dari
yangNabi
tajamsendiri
antara dapat
khabarsaja disebut
dengan
sebagai atsar.
semenjak2 dari Al-Nawâwî,
penyampai
3 Muttashil jugaterakhir
al-Taqrîb,
disebut hingga
h. 7.
dengan yang pertama,
mawshûl. apakah
Artinya 28
Nabitidak
hadis yang langsung (Marfû)
terputus sanad ataupun
mu’allaq,26 mudallas,27 mubham,28 dan majhûl, maqlûb, serta mudhâ‘ af dan
muththarrab.29 Suatu hadis akan dikatakan sanad bersambung apabila
periwayatan suatu berita dari sumber disebutkan dengan jelas (ma ‘lûm).
Ketentuan ini telah merupakan suatu persyaratan pokok atas kesahihan suatu
hadis. Apabila persyaratan ini tidak bisa terpenuhi, maka berita atau hadis
sahabat (mauqûf). Al-Nawâwî, al-Taqrîb, h. 7. Lihat juga al-Qâsimî, Qawâ ’id …, h. 104. Ahmad
Muhammad Syâkir, al-Bâ ’its al-Hatsîs, Muhammad ‘Alî Shubaih, Mesir, 1951, h. 45.
2 4 Suatu hadis dikâkan mursal apabila diriwayatkan oleh seorang tâbi‘in secara langsung
dari Nabi Saw. dengan tanpa menyebutkan sahabat sebagai tempat mereka mengambil hadis
tersebut. Para ahli telah sepakat buat mengatakan bahwa hadis yang diriwayatkan secara langsung
oleh tâbi‘in besar, seperti Ibn al-Musayyab dan ‘Ubaydullah ibn ‘Adî, dipandang mursal. Berbeda
halnya apabila hal yang sama dilakukan oleh tâbi‘in kecil. Artinya, ada di antara para ulama yang
mengatakan tetap mursal dan yang lain mengatakan munqati‘. Namun yang lebih populer di
kalangan ahli hadis adalah pendapat yang mengatakan bahwa sama ada yang meriwayatkan hadis
secara langsung mengatasnamakan Nabi Saw. Tâbi‘in besar maupun tâbi’in kecil tetap dipandang
mursal. Lihat al-Nawawî, Al-Taqrîb, h. 9. Juga Al-‘Allî, Jâmi‘ al-Tahshîl fî Ahkam al-Marâsil,
Waratsat al-Auqâf, Irâq, 1978, h. 14-28.
2 5 Dikatakan suatu hadis munqathi’, apabila sanad tidak bersambung dalam bentuk
apapun, sama ada di awal, di tengah maupun di akhir sanad. Sebab itu, maka berdasarkan batasan
ini baik mu’dhal maupun mu’allaq juga termasuk kategori mursal. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat Manla Hanâfi, Syarh al-Dibâj al-Muzahhab, Muh ammad ‘Alî Syubaih, Mesir, tt., h. 42.
Bahkan al-Syâfi’î di dalam kitab Al-Risâlah menyebutkan bahwa munqathi’ ada bermacam-
macam. Antara lain, hadis yang diriwayatkan oleh para tâbi’in yang pernah menyaksikan sahabat,
dari Nabi Saw. secara munqathi’. Munqathi’ di sini adalah sama dengan mursal. Sebab tâbi’in
yang meriwayatkan tersebut dari Nabi Saw. tanpa menyebutkan sahabat sebagai sumber berita.
Lihat al-Syâfi’î, al-Risâlah, h. 461.
2 6 Mu ‘allaq dimaksudkan sebagai hadis yang mana dalam sanad tidak disebutkan satu
orang atau lebih secara berturut di awal sanad.
2 7 Ada dua macam mudallas, isnâd dan syuyûkh. Mudallas isnâd bisa terjadi dengan dua
kemungkinan: 1. Hadis yang diriwayatkan oleh seseorang dari orang yang semasa dengannya,
tetapi sebenarnya periwayat tersebut tidak mendengar hadis dari orang tersebut. 2. Hadis yang
diriwayatkan oleh seseorang dari orang lain yang semasa dengannya, namun keduanya tidak
pernah jumpa. Sedangkan mudallas syuyûkh, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh seorang
periwayat dengan cara menyifatkan gurunya dengan sifat yang baik-baik yang berbeda dengan
fakta sebenarnya dengan tujuan menutup sesuatu sifat tercela dari gurunya tersebut. Lihat Shibh
al-Shâlih , Mabâhits …, h. 170-178.
2 8 Pada prinsifnya, mubham tidak berbeda dengan majhûl. Sebab di dalam sanad hadis
ada orang-orang yang tidak jelas identitasnya. Hanya saja dalam hadis mubham tidak ada unsur
kesengajân pengaburan identitas. Berbeda halnya dengan mudallas, dimana ada unsur kesengajân
untuk mengaburkan identitas seseorang di dalamnya oleh periwayat. Adanya identitas yang kabur
dalam sanad akan dianggap sama dengan tidak ada. Sebab itu, maka hadis mubham dianggap sama
dengan hadis munqathi’. Bahkan lebih jauh dari itu, ada di antara ulama yang menggolongkan
hadis mubham merupakan bahagian dari munqathi’. Lihat al-Thahhân, Taysiir …, Dâr al-Turâts al-
‘Arabiy, Mesir, 1981, h. 89-90. Cf. Rif’at Fawziy, Madkhal Ila Tawtsîq al-Sunnah, Mu’assasat al-
Apabila
Khanijî, kaedah al-Tadl’îf
Mesir, 1978, muqaddam
h. 112. ‘aladisebut
Selanjutnya al-tashhîh diberlakukan
Fawziy. terhadapUshûl
Cf. Al-Khathîb, hadis…,
Mudhâ’af,
h. 339 ;maka
akan dipandang lemah. Artinya dilemahkan.
Shubh al-Shâlih , Mabâhits …, h. 167. Adapun muththarab, dimaksudkan sebagai hadis yang
sama kuat,
2 9namun jalurdidan
Mudhâ’af sinimakna keduanya
dimaksudkan berbeda,
dengan hadis disehingga tidak 29
dapattidak
mana kelemahannya di-tarjîh-kan.
disepakati.
akan dipandang lemah (dha‘ îf). Hadis-hadis yang terputus sanad tadi akan
menimbulkan beberapa kemungkinan, sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya.
D. Tinjauan Kepustakaan
Berdasarkan pembatasan dan perumusan masalah di atas, maka
penelitian ini dipusatkan pada hadis-hadis yang dikemukakan dalam kitab
Bidâyat al-Hidâyah karya al-Ghazâlî menyangkut kualitasnya. Untuk
menemukan jawaban dari masalah yang dikemukakan tersebut dan melihat
sosok kepribadian al-Ghazâlî secara lebih utuh, maka selain sumber-sumber
primer, penelitian ini akan menggunakan hasil-hasil penelitian yang pernah
dilakukan sebagai bahan bandingan (komparasi) dan pelengkap.
Dilihat dari aspek ketokohan al-Ghazâlî baik di Indonesia pada khsususnya
maupun di dunia Islam pada umumnya, ternyata tulisan atau hasil penelitian
tentang ulama yang terkenal dengan pengembaraan intelektualnya dari filsafat
ke theologi yang bermuara pada tashawwuf ini cukup banyak. Namun yang
menyorot sisi tertentu, seperti kualitas hadis yang dia kemukakan dalam
berbagai karya tulisnya masih sangat minim. Sejauh yang penulis ketahui
selama ini penelitian atau tulisan yang menyoroti secara khusus kualitas hadis
yang dikemukakan oleh al-Ghazâlî baru “ Takhrîj Ah âdîts al-Ihyâ`”, yang
ditulis oleh Abû ‘ Abdillâh Mahmûd ibn Muhammad al-Haddâd. Sesuai
dengan namanya, buku ini berisi penilaian terhadap kualitas hadis-hadis yang
dikemukakan dalam kitab “ Ihyâ` ‘Ulûm al-Dîn” karya al-Ghazâlî. Informasi
tentang kehidupan al-Ghazâlî secara umum juga dapat dijumpai dalam
karyanya tersebut. Kemudian kitab “al-Munqidz min al-Dhalâl” yang juga
merupakan karya al-Ghazâlî. Kemudian tulisan orang lain tentang kualitas
hadis sepanjang yang penulis ketahui yang bisa dijadikan sebagai sumber
pelengkap dalam penelitian ini adalah:
30
1. Suatu Telaah Terhadap Hadis-Hadis Kitab al-Risâlah Imâm al-Syâfi‘î
(150-204 H), karya tulis Daniel Djuned yang membahas tentang hadis-
hadis dalam kitab al-Risâlah dan selesai ditulis tahun 1983 M.
4. Kajian Hadis Kitab Durrat al-Nâshihîn karya tulis Ahmad Lutfi, yang
tertumpu pada kajian hadis-hadis yang marfû dan yang mempunyai hukum
marfû seperti asbâb al-nuzûl. Hadis-hadis marfû tersebut terdiri dari 800
hadis yang selesai ditulis pada tahun 2000 M.
karya tulis al-Ghazâlî. Atas dasar itu, kajian terhadap kualitas hadis-hadis
Bidâyat al-Hidâyah, dalam hal ini sanad yang merupakan mata rantai dari
periwayat melalui takhrîj, perlu dilakukan.
32
F. Metodologi Penelitian
Sesuai dengan judul yang menjadi topik serta permasalahan yang telah
dirumuskan dalam penelitian ini, yaitu kajian atas kualitas hadis-hadis yang
dikemukakan oleh seorang tokoh klasik kenamaan al-Ghazâlî lewat karya
ilmiahnya Bidâyat al-Hidâyah, dan karena ia merupakan suatu kajian
perpustakaan, maka metode yang digunakan adalah metode disksriptif dan
analitis dengan pendekatan korelatif melalui cara-cara dan disiplin yang telah
ditetapkan oleh muhadditsîn dalam men-takhrîj sesuatu hadis, sebagai berikut:
a. Pengumpulan data:
b. Teknik Pembahasan
1) Penulis akan berusaha semaksimal mungkin mengumpul dan
mengungkap penjelasan suatu hadis yang diteliti dengan mencatat
nama buku, pengarang, bâb, nomor hadis, perawi, jilid, halaman dan
kualitas sanad hadis.
dan syâdz baik sanad maupun matan-nya. Adapun jika syarat shahîh
terpenuhi, namun ingatannya kurang handal, maka penulis menilainya
hasan li dzâtih. Seandainya thuruq hadisnya cukup banyak dan dapat
diterima maqbûl, maka akan dipandang shahîh li ghairih.30 Kualitas
sanad akan dipandang dha‘îf, apabila salah satu syarat atau lebih dari
syarat-syarat hadis shahîh dan hasan di atas tidak terpenuhi. 31 Penulis
Hadîts, Dâr al-Salâm, al-Qâhirah, 2002, h. 26. Selanjutnya disebut al-Suyûthî. Cf. Muhammad ibn
3 0 Al-Asqalânî, Syarh Nukhbat ..., h. 30.
al-Syaikh al-Athyûbî, Syarh Alfîyât al-Suyûthî fî ‘ilm al-Hadîts, Maktabah Ibn Taimîyah, al-
Qâhirah,31995,
1 Jalâluddîn 34
h. 91. ‘Abd al-Rahmân ibn Abî Bakar al-Suyûthî, Alfîyât al-Suyûthî fî ‘ilm al-
akan memandang kualitas sanad hasan li ghairih, apabila thuruq-nya
banyak selama ia tidak dha‘îf jiddan.32
kecuali maqbûl yang dinilai hasan oleh penulis. 35 Adapun jika ada di
6) Sekalipun kualitas sanad yang menjadi fokus kajian dalam tulisan ini,
namun jika sanad-nya dipandang dha‘îf, maka penulis akan meneliti
maknanya apakah sejalan dengan makna yang terkandung dalam ayat-
ayat al-Qur’an, sehingga penulis akan menybebut “ maknanya boleh
diterima”.
7) Seandainya dari aspek makna tidak jelas, maka penulis akan menyebut
“belum diketahui”. Artinya hukum dan ulasan selanjutnya belum dapat
diberikan.
Manhajîyatuh,
3 6 MuhammadDâr
Abûal-Syâkir,
al-Laits Selanjur,
3 7 al-Khair
Lihat 1999,
al-Maushilî,
Abâdî, h. 218.
Takhrîj
Irsyâd
al-Hadîts
…, h. 29. 36 disebut
Selanjutnya
Nasy’atuh wa Abâdî.
kompeten dalam ilmu hadis serta menggunakan pandangan mereka
dengan menyebut “la ashla lah”.
Sedangkan hadis-hadis yang bukan muttashil karena sudah dianggap
G. Sistematika Pembahasan
Sesuai dengan metodologi di atas, karya tulis ini akan dibagi dalam
empat (IV) bab dengan sub-subnya masing-masing, sebagai berikut:
Bab pertama sebagai bab Pendahuluan akan dijadikan sebagai landasan
berpijak dan langkah-langkah yang ditempuh pada pembahasan selanjutnya.
Bab ini akan mengemukakan latar belakang masalah, perumusan dan
pembatasan masalah, definisi operasional, tujuan dan kegunaan penelitian,
kajian kepustakaan, metodologi dan sistematika pembahasan.
37
mereka riwayatkan dapat dijadikan sebagai dalil hukum. Kemudian pada sub
C dari bab keempat baru dievaluasi.
Bab kelima merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan
saran-saran seperlunya. Penutup ini akan dilengkapi dengan daftar
kepustakaan, lampiran dan daftar riwayat hidup dari penulis.
38
BAB II
A. Pengenalan Takhrîj
yang secara etimologi berarti membawa keluar sebagai lawan masuk.1 Sama ada
kata maupun memiliki arti yang sama. Kata al-Takhrîj bentuk
mashdar dari kharraja yang berarti menyatakan.2 Hal ini didasarkan kepada surat
al-Fath . (48)
Demikian
: 29: juga perkataan para ahli hadis,
seperti:
. Artinya al-Bukhârî telah menyebutkan sumbernya.3
Sementara secara istilah atau yang biasa dipakaikan oleh para ahli hadis,
Takhrîj al-Hadîts dimaksudkan sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Sakhawî,
yaitu:
¸
,
Artinya seorang ahli hadis
.... mengeluarkan berbagai hadis dari kitab-kitab juzu`,
masyîkhah dan sebagainya, kemudian dia bawa beserta periwayatannya sendiri
atau sebagian guru, kolega atau lainnya. Selanjutnya hadis tersebut dia bicarakan
dan hubungkan kepada orang yang meriwayatkannya, yaitu pemilik berbagai kitab
dan catatan ....
Selain al-Sakhawî di atas, Ibn Salah juga memberi pengertian tentang al-
Takhrîj tersebut ketika berbicara tentang penyusunan hadis, dimana para ahli
hadis menempuh dua cara, antara lain: ,
1 Abû al-Fadhl Jamâuddîn Muhammad Makram ibn al-Manzhûr, Lisân al-‘Arab, vol. II,
Dâr al-Shadîr, Beirut, t.th., h. 249. Selanjutnya disebut ibn al-Manzhûr. Cf. Muhammad ibn
Ya‘qûb al-Fairûz Âbâdî, al-Qâmûs al-Muhîth, h. 185. Selanjutnya disebut Âbâdî. Cf. .Muhammad
ibn Abû Bakr al-Râzî, Mukhtar al-Shihâh, Maktabah Lubnân, 1988, h. 72. Selanjutnya disebut al-
Râzî. Cf. Majma‘ al-Lughat al-‘Arabîyah, al-Mujma‘ al-Wasîth, vol. I, h. 223.
432 Al-Sakhawî,
Al-Thahhân,
Ibn al-Manzhûr,
Fath
Ushûl
Lisân
…,…,vol.
al-‘Arab,
h. 8. vol. II,20
II, h. 338. h. 249.
Artinya menyusun hadis
.... berdasarkan bab, yaitu men-takhrîj
berdasarkan hukum fikih .... Mahmûd al-Thahhân sendiri mendefinisikan Takhrîj
al-Hadîts dengan: ,
Artinya menunjukkan. berbagai sumber asli7 tempat pengambilan
hadis lengkap dengan sanad-nya. Kemudian menjelaskan tingkatan hukumnya
kalau dibuthkan. Dengan demikian kitab-kitab hadis yang tidak diambil secara
talaqqî dari guru, tidak termasuk sebagai takhrîj. Misalnya Bulûgh al-Marâm min
adillat al-Ahkâm karya al-Hafîzh ibn Hajar dan berbagai kitab yang ditulis secara
Ada enam cara untuk men-takhrîj suatu hadis, yaitu: melalui lafal awal
dari matan hadis, melalui lafal yang terdapat dalam hadis, melalui sahabat yang
terlibat dalam periwayatan hadis, melalui topik hadis, merujuk keadaan matan
dan sanad hadis dan melalui nama-nama guru.8
2) Mengenai berbagai sanad dari satu atau berbagai hadis. Lewat Takhrîj al-
Hadîts, pengkaji akan mengetahui sumber asli dari berbagai hadis. Misalnya
3) Setelah memperhatikan berbagai thuruq dari hadis yang dikaji, akan dapat
diketahui keadaan sanad-nya. Lebih-lebih apabila pengkaji telah sampai pada
berbagai thuruq dari satu hadis yang sedang diteliti dengan membanding-
bandingkannya. Pada gilirannya akan dapat diketahui mana yang munqathi‘,
muttashil dan sebagainya.
4) Dengan mengkaji hadis yang dilengkapi oleh berbagai thuruq- nya, bisa saja
sesuatu hadis thuruq-nya dha‘îf, namun setelah diadakan pen-takhrîj-an
menemukan thuruq lain yang dipandang shahih. Misalnya ketika mengadakan
penelitian awal didapati sanad munqathi‘. Setelah mengadakan penelitian
susulan, ditemukan sanad lain sebagai syawâhid atau tawâbi‘ yang bisa
menghilangkan inqithâ‘-nya, sehingga posisinya pun naik dari posisi pertama.
5) Melalui takhrîj akan bisa membedakan antara perawi yang satu dengan yang
lain, karena tidak jarang ada thuruq yang memberi informasi itu.
6) Memperjelas perawi yang masih samar, seperti kata-kata: , ,
. Melalui berbagai thuruq, ada di antaranya yang
akan memperjelas kesamaran tersebut.
7) Menghilangkan mu‘an‘anat al-tadlîs. Misalnya ada sanad dimana padanya
terdapat mudallis yang meriwayatkan dari gurunya secara ‘an‘anah yang
menyebabkan sanad- nya munqathi‘. Melalui takhrîj al-hadîts terkait
ditemukan thuruq lain dimana mudallis meriwayatkan dari gurunya yang
mengarah kepada adanya istidlâl, seperti kata:
dan , . Kata-
kata ini dapat menghilangkan tanda-tanda inqithâ‘ dalam sanad tersebut.
8) Menghilangkan kekhawatiran tentang riwayat hadis perawi yang mengandung
mukhtalith. Dengan takhrîj al-hadîts akan diketahui kapan seorang perawi
mengalami ikhtilath.
Masih cukup banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli hadis
dengan redaksi yang berbeda, namun maksudnya sama, sehingga dapat
diketahui bahwa ada lima persyaratan yang aharus terpenuhi untuk
menjadikan sebuah hadis itu sahih. Dari kelima syarat dimaksud adalah:
a. Sanadnya muttashil (bersambung).
b. Para perawinya ‘adil
c. Para perawinya dlhâbith (tegar, kuat daya ingat).
Hadis Kitab al-Jawhar al-Mawhûb wa Munabbihât al-Qulûb Karangan al-Shaykh ‘Alî ibn ‘Abd
al-Rahmân al-Kelantânî
9 Ibn (Tesis
‘Abd al-Qâdir, yangTakhrîj
Thuruq Dikemukakan untuk
…, h. 11-14. Cf.Memperoleh
Hilaluddin binIjazah Doktor
Abdullah, Falsafah,
Takhrîj
Fakultas Pengkajian Islam Universiti Kebangsaan
1 0 Al-Khathîb, UshûlMalaysia, 23 h. 35.
Bangi, 2004),
..., , h. 302.
d. Redaksi hadisnya (matan) tidak eksentrik (syâdz), artinya tidak
kontroversial antara riwayat satu orang dengan orang banyak, yang lebih
kuat dari dia.
e. Redaksi hadisnya (matan) terhindar dari cacat yang serius (‘llat) yang
dapat merusak makna hadis. Kedua syarat terakhir ini juga bisa terjadi
pada sanad hadis.
mu’allaq. Bila lebih dari satu orang dan berturut, tetapi bukan di awal, maka
hadisnya disebut mu’dhal.Bila yang tidak disebut itu letaknya di akhir, maka
hadisnya dinamakan mursal. Apabila yang tidak disebutkan itu di luar
kemungkinan di atas, artinya ada perawinya yang tidak jelas diketahui, maka
hadis tersebut digolongkan ke dalam munqathi’ .
1 1 Abû Zahrah,Erlangga,
Ushûl al-Fiqh,
Abûh.Zahrah,
1 32Jakarta,109. Cf.
1933,
Al-Shan’anî, h.Muslim Ibrahim,
38. ...,
Taudhîh
Ushûl…, h. 109.I, h.Pengantar
Juz 8. 24 Fiqih Muqâran,
Syarat kedua dari persyaratan hadis shaih yang disepakati oleh Jumhur
ulama hadis adalah ‘adil. Sifat ‘adil yang dimaksudkan adalah orang yang
mempunyai sifat ‘adalat. ‘Adalat merupakan suatu sifat yang terpatri dalam
jiwa dan dorongan seseorang untuk berbuat taqwa dan menjaga harga diri
(murû’ah).’Adalat perawi dapat diketahui melalui dua hal. Pertama , lewat
popularitasnya (al-masyhûrah) di kalangan ahli hadis, seperti Mâlik bin
Hanbal. Kedua, melalui testimony (tadzkiyah). Artinya, kehandalan (‘adalat)
1 6 Muhammad ibn Jarîr al-Thabârî Abû Ja‘far, Târîkh al-Thabâri, Kairo Dâr al-Ma’arif,
1963, jilid V,hlm. 7.
1 7 Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Fadlâ’il al-Shahâbah, juz I, Mu’assasah al-
1 8 Abû Zahw, Risâlah,
hlm. 1291Makkah
al-Hadîts Wa
9 Abû al-Mukarramah,
al-Muhadditsûn,
Zahw, Syirkah1403
al-Hadîts…, hlm. H, hlm.
Musamahah
130. 269.
Misrîah, Mesir, tt.,
Definisi di atas didasarkan pada tinjauan sudut ‘ulûm al-hadîts. Dari
yang dikemukakan dapat diketahui bahwa seseorang dikategorikan sebagai
sahabat apabila terpenuhi syarat minimal, yaitu pernah melihat Nabi walau
hanya satu kali dengan mengenyampingkan kasus orang buta. Orang buta
dapat dikatakan sahabat apabila dia pernah mendengar suara Nabi.
itu sendiri dan didukung oleh nash-nash al-Kitab, seperti yang difirman oleh
Allah Swt bahwa para manusia yang senantiasa beserta Muhammad (sahabat
Rasul) adalah orang-orang yang tegas menghadapi orang-orang kafir, namun
cukup lembut di antara sesama mereka. Mereka termasuk orang-orang yang
banyak melakukan tunduk kepada Allah dalam rangka mencari karunia-
Nya….(Q.S. al-Fath : 29). Dalam hadis yang merupakan indikasi ke ’adalahan
2 0 Zakî al-Dîn Sya’ bân, Ushûl al-Fiqh al-Islamî, Dâr al-Ta’lîf, Kairo, 1964, hlm. 193.
,Maktabah
2 2 Ahmad Muhammad 2 1 al-Islâmîah,
Syâkir,
Al-Khudarî,
MuqaddimahBeirut,
Ushûl…, tt., hlm.
al-Risâlah,
hlm. 181.
222-
dalam 27
23. al-Syâfi’î, al-Risâlah
sahabat, misalnya Rasulullah menggambarkan figur sahabatnya di tengah-
tengah umat laksana bintang di malam hari23
Lebih jauh dari itu, ‘Umar ibn Abdullah mengemukakan, bahwa ahl
al-Sunnah wa al-Jama ’ ah telah sepakat buat mengakui kehandalan sahabat.24
Pendapat pertama ini tampaknya mengklaim bahwa semua yang namanya
sahabat teruji kahandalannya tanpa terkecuali (kullu hum ‘adûl).
ushûl. Seseorang itu dikatakan sahabat apabila cukup lama bersama (semajlis)
dengan Rasulullah. Lama dalam artian menurut kebiasân (‘urf) yang berlaku
di tempat mereka tinggal. Di samping itu, ia juga harus sudah pernah
meriwayatkan hadis dari Rasulullah walaupun hanya satu kalimat saja. Akan
lebih terpercaya lagi bila ditambahkan bahwa ia pernah terlibat langsung
bersama Rasulullah mengikuti perang melawan orang-orang kafir (ghazwah).
Apa yang terjadi dalam komunikasi yang bersahaja ini adalah Nabi
sebagai sumber (sender) informasi atau pemula dari proses komunikasi
(tahammul al-hadîts, proses belajar mengajar hadis) . Proses yang terjadi ialah,
Nabi berbuat dan atau berbicara, atau diam tanpa reaksi (taqrîr, legalaisasi)
Sumber Sasaran
(sender) Encoding Feed back
Turman
2 7 James G. Rabbins Sirait, Pedoman
& Barbara Ilmu Jaya, Yang
S. Jones, Komunikasi Jakarta, 29 alih
1986,
Efektif, hlm. 10-11.
bahasa Drs. R.
A B A B
ahli ushûl harus sudah lama berintegrasi, pernah meriwayatkan hadis, dan
pernah satu majlis dengan Nabi. Bahkan harus sudah membedakan mana yang
baik dengan yang buruk (mumayyiz, remaja). Di samping itu beriman dengan
kerasulan Nabi. Sementara menurut versi ahli hadîts, cukup hanya dengan
beriman dan pernah berjumpa dengan Nabi.
‘Uqbah yang lebih dikenal dengan Abân, tidak terdapat perbedaan di kalangan
ulama tafsir. Berkenaan dengan firman Allah Swt. dalam surat al-Hujurât
Ke-dlhâbith-an
kuat daya ingat. Hadis perawi yang merupakan
yang diriwayatkan syarat
perawi yangketiga,
lemah yaitu
daya tegar
ingat dan
dapat
mengakibatkan berbagai kemungkinan. Misalnya, pemutar-balikan
32 matan teks
hadis atau sanad-nya, terjadinya kontroversi yang tidak dapat ditarjih dan
pertentangan antara riwayat yang lemah dengan yang lebih kuat. Bagaimana
halnya dengan sifat ‘adalat, dlabith ini juga dapat diketahui dengan
membandingkan riwayat perawi dimaksud dengan perawi yang sudah terkenal
ke-dlabithan-nya. Tentang hal ini, A. Qadir Hassan mengatakan “Kalau
riwayat si rawi setuju dengan riwayat dengan orang kepercayân itu,
menunjukkan bahwa si rawi itu dlabith. Sebaliknya, kalau tidak cocok, ini
menunjukkan si rawi kurang atau tidak dhâbith”.29
hasan (cukup baik), yaitu bilamana ingatan penutur (râwi) hadisnya kurang
kuat (khaffa dlabthuhu).
Ahli hadis pertama yang membagi hadis kepada shahîh, hasan dan
dla’îf (hadis yang padanya tidak terdapat kualitas sebagai hadis shahih
maupun hasan) adalah Imam Abû ‘Isa al-Turmudzî.31
dhâbith al-kitab (memelihara kitabnya dengan baik).32 Daya ingat yang kuat
(dlhâbith) belum sepenuhnya menjamin terhindar dari perbedaan bahkan
pertentangan antara satu hadis dengan yang lain. Untuk mengurangi kenyataan
ini seminimal mungkin, para ahli hadis telah membuat dua persyaratan
tâmbahan untuk shahih (otentiknya) suatu hadis; tidak eksentrik (syâdz) dan
tidak cacat yang serius (‘illat). Kedua syarat ini merupakan ketentuan yang
berfungsi untuk mengontrol ketiga syarat yang telah disebutkan.
3 7 Nama lengkapnya adalah Abû Hâmid Muhammad ibn Muhammad ibn Ahmad adalah
putra asli Thûs, Khurasân. Ia lahir pada tahun 450 H/ 1058 M. Ada yang meriwayatkan bahwa dia
seorang sarjana
lahir pada tahunhukum
451 H. ternama yang
Lihat Abû berprofesi
al-Wafa’ sebagaial-Taftazanî,
al-Ghânimi dosen dan penulis. Lihat
Sûfî dari Margareth
Zaman ke Zaman,
Smith, Pemikiran
3 8 Namaterj.
dan
AbûPustaka,
Doktrin
Hâmid Bandung,
Mistis
juga Al-Ghazâlî,
1997,
dikenal dalamhlm.terj.
148.Amrouni,
keluarga Selanjutnya
Rirora
al-Ghazâlî, 35pamannya
disebut
yaitu Cipta,
al-Bandung,
Taftazanî,
sendiri, tt, hlm. 1.
penguasa-penguasa lokal yang tersebar di wilayah dunia Islam, yang terdiri
dari berbagai gelar seperti Sultan, Amir dan Raja. Dalam waktu yang
bersamaan muncul berbagai aliran atau mazhab, baik di bidang akidah
maupun hukum. Hal ini dibenarkan oleh pemikir yang sezaman dengan al-
Ghazâlî, al-Syahrastanî (w. 548 H). menggambarkan betapa banyaknya aliran
pemikiran di dunia Islam ketika itu.39 Masing-masing aliran, menurut al-
Ghazâlî mengklaim bahwa alirannyalah yang benar.40
4 4 Dilihat
berarti memberi dari asal kataGolongan
pengharapan. Murji’ah, yaitu arja’a dapat
Murji’ah yang berarti menunda. Arja’a
dikelompokkan jugadua
menjadi dapat
golongan
besar, yaitu golongan moderat dan ekstrim. Golongan moderat berpendapat bahwa orang yang
melakukan dosa besar tidak membuat dia kafir, namun tetap mukmin , sehingga tidak akan kekal
di dalam neraka. Bahkan dengan rahmat dan ampunan Allah Swt. bisa tidak masuk neraka sama
sekali. Sedangkan golongan Murji’ah ekstrim, yaitu golongan yang berpendapat bahwa amalan
merupakan sesuatu yang tidak penting. Menurut mereka yang terpenting adalah keimanan. Dengan
demikian, orang yang menyatakan kekufuran secara lisan tidak menyebabkan dia menjadi kafir.
Sebab, demikian menurut golongan ini, iman dan kafir ada dalam hati. Bukan di bagian lain di luar
tubuh manusia. Lihat: Syarif Yahya al-Amin, Mu’jam al-Firâq al-Islâmîyah, Dâr al-Adhwa’,
Beirut, 1986, hlm.al-Qadarîah
4 5 Aliran 37 adanya taqdir
219. Allah.ini merupakan orang-orang yang tidak menyetujui
Semua tindakannya adalah terpaksa oleh ketentuan Allah Swt., sehingga
manusia tak obahnya bagaikan wayang yang dimainkan oleh dalang di
balik layar. Bahkan menurut mereka manusia tak berbeda dengan benda-
benda mati yang tidak mempunyai kebebasan dan tak mampu berbuat.46
4 6 Golongan al-Jabbârîah ini terbagi kepada dua macam: Pertama, al-Jabbârîah moderat
yang menetapkan adanya usaha (kasb) dalam perbuatan manusia, seperti halnya golongan
Asy’arîah. Kedua, al-Jabbârîah ekstrim, yaitu golongan yang tidak menerapkan adanya usaha
(kasb) dalam perbuatan manusia, seperti aliran al-Jahamîah, al-Najjârîah dan al-Dharûrîah. Dengan
konsep seperti ini mereka
hlm.
menegasikan
81. 4 7 Al-Amin,
adanya taklîf’ …,
Majma yang 35-37. 38
diwajibkan.
hlm. Lihat al-Amin, Majma ’ …,
dengan gurunya dalam menentukan muslim yang berbuat dosa besar dan
tidak bertaubat sampai meninggal. Menurut pendapat gurunya, Hasan al-
Bashrî, bahwa orang tersebut tetap sebagai muslim. Berkenaan dengan
dosa besar yang dilakukannya, ia akan mendapat ganjaran sesuai dengan
perbuatan dosa tersebut. Kemudian dia dibebaskan dan selanjutnya
ditempatkan dalam sorga layaknya muslim yang tidak berdosa lagi.
Sementara Khudzaifah Wâshil ibn ‘Atha’ berpendapat lain; orang tersebut
tidak lagi mukmin, juga tidak kafir. Sebagai konsekwensinya, maka
tempatnya pun tidak dalam sorga dan bukan di neraka. Namun ia akan
ditempatkan pada suatu tempat di antara dua tempat sorga dan neraka (al-
manzilah bayn al-manzilatayn). Semenjak peristiwa itu, maka disebutlah
aliran yang dia bawa sebagai al-Mu’tazîlah, artinya orang yang
memisahkan diri dan berbeda pendapat dari gurunya.48
Pada saat itu juga berkembang golongan Syi’ah yang pada awalnya
merupakan pengikut setia ‘Alî ibn Abî Thâlib ketika terjadi perang Shippin
antara ‘Alî dengan Mu’âwiyah ibn Abî Sufyân. Pengikut ‘Alî ibn Abî
Thâlib ini kemudian berkembang menjadi suatu yang membawa faham
terbaik (ashlah). Sebab itu, semua perintah dan larangan Allah selalu terkait dengan kebaikan dan
keburukan sebagai konsekwensinya terhadap manusia. Selain itu, mereka juga menyatakan bahwa
perbuatan manusia bukanlah ciptaan (makhlûq). Allah tidak dapat dilihat pada hari kiamat dan
4 8 boleh
Allah tidak Orang-orang Mu’tazilah
berbuat berpendapat
zhalim. Mereka bahwakonsep
memiliki Allah berkewajiban untukyang
baik dan buruk berbuat yang
logis dan rasional.
Berkenaan dengan al-Qur’an, mereka mengatakan bahwa itu adalah makhluk dan menegasikan
sifat-sifat Allah yang qadîm. Sebab itu, mereka menyatakan bahwa Allah mengetahui dan hidup
dengan Dzat-Nya bukan dengan sifat ilmu dan hayat sebagaimana dipahami oleh aliran lain.
Kemudian mereka sepakat buat mengatakan bahwa orang mukmin yang meninggal dalam keadân
ta’at dan taubat berhak mendapatkan pahala. Sedangkan tinggi rendahnya darajat orang dalam
sorga merupakan persoalan lain. Sebaliknya, orang mukmin yang meninggal dengan membawa
dosa besar, maka ia berhak kekal di dalam neraka. Namun siksânnya jauh lebih ringan
dibandingkan dengan siksaan yang harus diterima oleh orang-orang kafir. Konsep seperti ini
dikenal dengan janji dan ancaman (al-wa ’d dan al-wa ’id). Mu’tazilah ada dua bagian, yaitu
Mu’tazîlah yang berasal dari Baghdâd dan yang berasal dari Bashrah. Dari kedua aliran Mu’tazîlah
ini terpecah lagi menjadi berbagai golongan, hingga mencapai dua puluh golngan lebih. Lihat al-
Amin, Majma ’, …, 226-227. 39
Menurut mereka pendapat ini adalah berdasarkan nash al-Qur’an dan al-
Hadîts sebagat wasiat dari Nabi Saw. 49
maslahah mursalah.50
4 9 Mereka meyakini betul bahwa para Nabi adalah utusan Allah yang mendapatkan
perintah untuk menyampaikan hukum-hukum-Nya kepada para hamba-Nya. Para Nabi
mendapatkan wahyu dari Allah melalui malaikat Jibrîl a.s. dan mereka adalah orang-orang yang
terjaga (ma ’shûm, steril) dari dosa besar maupun dosa kecil, sepanjang umurnya, sebelum dan
setelah diutus jadi Nabi yang terkait dengan urusan syari’at maupun di luar syari’at. Di kalangan
mereka, Nabi Muhammad Saw. adalah sebagai Nabi terakhir (khatam al-anbîâ’). Syari’at yang dia
bawa menghapus semua syari’at yang telah ada dan syari’at ini berlaku terus hingga hari kiamat.
Sementara Imâmah menurut mereka adalah suatu keniscayân yang mengurus persoalan
dunia dan agama. Sebab, demikian menurut mereka, Imâmah berfungsi sebagai pengganti Nabi
Muhammad Saw. yang wajib dipilih oleh Allah Swt. bukan didasarkan kepada pilihan umat,
sebagaimana layaknya seorang Imâm yang wajib bersifat ma ’ shûm. Satu-satunya Imâm yang
berhak menggantikan kedudukan Nabi Saw. adalah ‘Ali ibn Abî Thâlib. Kemudian dilanjutkan
oleh anaknya, al-Hasan dan dilanjutkan oleh saudaranya al-Husein. Kemudian dilanjutkan lagi
oleh anaknya ‘Ali Zain al-‘Âbidîn dan demikian seterusnya secara turun-temurun dari garis
keturunan ayah ke anak. Imâmah tersebut didasarkan kepada wasiat dari para Imâm sebelumnya.
Bahkan menurut mereka Imâm Mahdi masih hidup sampai sekarang. Hanya saja tidak dapat dilihat
dengan pandangan mata, karena adanya hikmah Allah yang menuntut hal seperti itu.
Berkenaan dengan persoalan fikih, menurut mereka adalah pengetahuan tentang hukum-
hukum syari’at yang bersifat furu’ dari dalil-dalilnya yang terperinci (tafshîlî, terurai). Mereka
juga menyebut ahli fikih sebagai mujtahid. Khusus bagi orang-orang yang memenuhi persyaratan
mujtahid di setiap zaman wajib baginya menggunakan akalnya . Ia tidak boleh mengikuti pendapat
orâng lain. Sementara orang awam, boleh mengikuti pendapat orang lain. Lihat al-Amin,
Majma ’…, hlm. 151-153.
5 0 Aliran ini banyak dianut di berbagai dunia Islam. Sebagai pembawa aliran ini, Abû
Hanîfah ibn Tsâbit lahir pada tahun 80 H. dan wafat pada tahun 150 H. Ia mendapat julukan
sebagai Imam Besar (al-Imâm al-A’zham). Salah seorang dari muridnya yang berjasa dalam
menyebarkan aliran Hanâfîah adalah Abû Yûsuf, Ya’qûb ibn Ibrâhîm al-Anshârî. Abû Yûsuf juga
termasuk salah
bertambah sseorang
dan tidak yang pertama
berkurang, sepertikali mendapat
halnya bulatanjulukan Hakim
matahari. Agungmengajukan
Ia pernah (Qadhi al-Qudhâh)
untuk wilayahbahwa
pendapatnya kota Baghdâd yang wafat
boleh menerima pada
pajak daritahun
para 182 H.
penyembah berhala, kecuali dari orang yang
berkebangsân
Abû Arab.
HanîfahLihat
mengatakan,
al-Amin, Majma
bahwa ’…,
imanhlm.
adalah membenarkan40
104-105. dengan hati, tidak
Kemudian aliran yang dikenal dengan al-Syâfi’îyah, yaitu para
pengikut pemahaman al-Syâfi’î. Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn
Idrîs ibn al-‘Abbâs ibn ‘Utsmân ibn Syâfi’î. Secara etnis, al-Syâfi’î
berkebangsaan Arab Quraisy yang dilahirkan di Ghâza pada tahun 150 H.
dan wafat dalam usia sekitar 54 tahun, yaitu pada tahun 204 H. Landasan
yang dia terapkan dalam penetapan hukum selain al-Qur ’an dan al-Hadîts
adalah al-Ijmâ ’ dan al-Qiyâs serta al-Istidhlâl.51
Selain aliran tersebut di atas yang tidak kalah populer adalah al-
Hanbalîyah atau Hanâbilah yang dipelopori oleh Ahmad ibn Hanbal.
Ahmad ibn Hanbal adalah seorang Arab Syaibân yang dilahirkan di Irâq
pada tahun 164 H. dan wafat pada tahun 241 H. di kota Irâq. Dalam
menetapkan hukum, ia menggunakan fatwa sahabat Nabi, Hadis Mursal
dan Hadis Dla’îf serta al-Qiyâs selain al-Qur ’an dan al-Sunnah.52
yang hampir hilang dari khazanah pemikiran Islam. Menurut Yûsuf al-
Qaradhawî, kitab al-Mushtashfa tersebut ditulis oleh al-Ghazâlî dua tahun
sebelum dia menghembuskan nafasnya yang terakhir.60
Kedua, disiplin ilmu fikih yang terdiri hanya beberapa kitab. Kitab-kitab
tersebut adalah al-Basîth fî al-Furu’, al-Wasîth al-Muhîth bi Aqthâr al-Basîth,
al-Wajîz fî al-Fiqh, Khulâshah al-Mukhtashar wa Naqawat al-Mu’tashar dan
Qaradhawî, al-Imâm …,
5 9 Pengklasifikasian hlm.
bidang 44-45.al-Qaradhawî,
6 0 disiplin
Yûsuf Juga JamiliniShaliba,
ilmu-ilmu al-Imâm Târîkh
dapat dilihat
…, 45
hlm.
dalam…, hlm.tulis
51.karya 339-340.
Yûsuf al-
Quds fî Madârij Ma ’rifat al-Nafs, Haqâ’ iq al-‘Ulûm li ahl al-Fuhûm, Misykat
al-Anwâr, Risâlat al-Thayr dan al-Ma ’ârif.
Kelima, bidang perbandingan agama yang terdiri dari al-Qawl al-Jamîl fî
al-Radd ‘ala man Ghayyara al-Injil, Fadhâ`ih al-Bâthinîyah, Hujjat al-Haqq
(yang disebut juga dengan Hujjat al-Bayân), Mufashshal al-Khilâf dan al-
Radd al-Jamîl li Ilâhiyat ‘Isa bi Syarh al-Injil.
6 1 Menurut Hassan bin Tok Kerani Mohammad Arsyad dalam bukunya al- Târîkh
Salasilah Negeri Kedah (1968), bahwa ‘Abdus-Samad adalah putera Syaikh ‘Abdul-Jalil bin
Syaikh ‘Abdul-Wahab bin Syaikh Ahmad al-Mahdani. Mengenai riwayat hidupnya sangat sedikit
yang dapat diketahui, sehingga mengenai kelahiran dan meninggalnya tidak diketahui secara pasti.
Lihat Mohammad Hassan ibn Tok Kerani Muhammad Arsyad, al- Târîkh Salasilah Negeri Kedah,
Kuala Lumpur, 1968, hlm. 124. Juga M. Chathib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi
Mengenai Ajaran Tasawwuf Syaikh ‘Abdus-Samad al-Palimbani Ulama Palembang Abad ke-18
Masehi, Bulan Bintang, Jakarta, 1985, hlm. 9.
Muharrram 1192 H. di Makkah. Kemudian dicetak pada tahun 1870 M./ 1287 H. di Makkah.
6 2 Kitab ini merupakan kitab Melayu yang selesai ditulis pada tahun 1778 M. tepatnya 5
Sampai sekarang buku ini masih banyak ditemukan di toko-toko buku di Indonesia, Singapura dan
Malaysia. Buku ini juga banyak dipakai di berbagai pesantren. Lihat Quzwain, Mengenal …, hlm.
25. 6 3 Abd al-Rahmân Badawî, Mu’allafât …, 46hlm. 8-30.
Kedua, Karya-karya tulis yang dibuat antara tahun 478 H. – 488 H.
ketika al-Ghazâlî mengajar di perguruan al-Nizhâmîyah priode pertama.
Karya-karya tersebut adalah: al-Basîth fî al-Furû’, al-Wasîth, al-Wajîz fî al-
Fiqh, Khulâshah al-Mukhtashar wa Naqawat al-Mu’tashar, al-Muntahal fî
Keempat,
Nizhâmiyah karya-karya
sebagai yang ditulis
tenaga pengajar setelah
di sana. al-Ghazâlî
Karya-karya kembali
tersebut ke al-
adalah : al-
Munqidz min al-Dhalâl, ‘Ajâ’ib al-Khawashsh, Ghâyat al-Ghurr
47 fî al-Dirâyat
al-Durr, al-Musthashfa fî ‘Ilm al-Ushûl, Sirr al-‘Alamîn wa Kasyf ma fî ad-
Darayn dan al-Imâ ’ ‘ala Musykil al-Ihyâ ’.
48
49
BAB III
HADIS-HADIS BIDÂYAT AL-HIDÂYAH
DAN PENILAIAN RIJÂL-NYA
Dalam bab III ini penulis mencoba menguraikan tentang hadis-hadis yang
PenilaianGolongan
bukan sahabat. terhadap pertama,
mereka dititikberatkan padadijelaskan
sebagaimana telah golongan kedua yang
sebelumnya,
semua mereka dipandang adil, selama tidak ada orang yang mencacatkannya
secara langsung. Kalau dalam pengungkapan data diri golongan
49 sahabat ini
tidak disebutkan data yang mencacatkan mereka, maka itu indikasi bahwa
mereka tetap dipandang memiliki ‘adâlah dan tidak dipermasalahkan.
yang tidak memenuhi kriteria sanad shahîh, maka akan dicari mutâbi‘ dan
syâhid-nya. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini penulis akan menguraikan
pengertian mutâbi‘ dan syâhid tersebut.
Karena itu, setiap mutâbi‘ dapat saja dikatakan syâhid, tetapi tidak sebaliknya.
Berkenaan dengan mutâbi‘ dan syâhid ini, al-Qâsimî mendefinisikan di
dalam kitab karyanya, Qawâ ’id al-Tahdîts, sebagai hadis yang diriwayatkan
oleh seorang atau beberapa periwayat, bersesuaian dengan hadis yang
diriwayatkan oleh periwayat lain.1 Mutâbi‘ itu sendiri ada yang dinamakan
mutâbi al-tâmm
1 Al-Sayyid dan adaMesir,
Halabî,
Muhammad pula1961,
mutâbi‘
Jamaluddin al-qashîr.
h. 109. Qawâ ‘idDikatakan
Selanjutnya
Al-Qâsimî, disebut
al-Tahdîts, ia al-Babi
‘Isa lengkap
50al-Qâsimî. al-
(mutâbi‘ al-tâmm), apabila hadis-hadis yang besesuaian atau hampir sama
lafalnya yang diriwayatkan oleh kedua pihak tadi bersumber dari guru (syaikh)
yang sama. Bilamana keadaannya tidak seperti itu, maka hadis yang
dipandang sebagai pendukung disebut tidak lengkap (mutâbi‘ al-qashîr).2
sempurna (tâmmah), yaitu hadis yang diriwayatkan oleh al-Syâfi‘î dalam kitab
al-Umm:
:
.
. ...
sementara dalam riwayat Muslim berbunyi:
. ...
Ibn Khuzaimah meriwayatkan hadis yang sama dari ‘Âshim ibn
Muhammad, dari ayahnya Muhammad ibn Zaid, dari kakeknya ‘Abdillâh ibn
‘Umar, dari Nâfi‘, dari Ibn ‘Umar, dari Rasulullah.8
Skema sanad-sanad hadis yang saling mendukung di atas, jika
diuraikan akan tampak sebagai berikut:
al-Bukhârî al-Rabî‘
I I
6 Muhammad ibn Ishâq ibn Khuzaimah Abû Bakar al-Salamî al-Naisâbûrî, Shâhîh, vol.
III, hadis nomor 1909, Bâb Zikr al-Dalîl ‘ala anna al-Amr bi al-Taqdîr li al-Syahr adzâ ghamma an
yu’adda Sya ‘bân Tsalâtsîna yauman tsumma yushâmu, (Beirut: al-Maktab al-Islâmî, 1970), h. 202.
7 Muslim ibn al-Hajjâj Abû al-Husain al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Shâhîh, vol. II, hadis
nomor 5, Bâb Wujûb Shaum Ramadhân li Ru`yat al-Hilâl wa annahu idzâ ghamma fî awwalih au
âkhirih ukmilat ‘iddat al-syahr tsalâtsîna yauman, (Beirut: Dâr Ihyâ` al-Turâts al-‘Arabî, t.th.), h.
759. Kairo,
8 Ahmad ibn ‘Alî Ibntt., h.5. al-Asqalânî,
Hajar SelanjutnyaSyarh
disebut al-Fikr,52Maktabat al-Qâhirah,
Ibn Hajar.
Nukhbat
Keterangan Skema:
Al-Qa‘nabî sebagai jalur pertama (I) dan al-Syâfi‘î sebagai jalur kedua
(II) sama-sama menerima periwayatan hadis dari Mâlik (syaikh, guru). Sebab
itu, jalur pertama (I) dipandang sebagai mutâbi‘ al-tâmm bagi jalur kedua (II).
Sedangkan jalur ketiga (III) Ibn Khuzaimah dan jalur keempat (IV) Muslim,
tidak menerima periwayatan hadis dari guru yang sama. Namun, kesamaan
sumber berita ada pada tingkat sahabat, yaitu Ibn ‘Umar. Sebab itu, kedua
jalur ketiga (III) dan keempat (IV) merupakan mutâbi‘ al-qashîr bagi jalur-
jalur yang lain. Sedangkan keempat jalur tersebut, sekaligus dapat dijadikan
sebagai mutâbi‘ terhadap jalur lain.
syâhid sebagai hadis yang diriwayatkan oleh seorang periwayat (râwi) dari
sahabat tertentu yang memiliki kesamaan lafal dan makna, atau makna saja
dengan yang diriwayatkan oleh periwayat lain dari sahabat yang berbeda. 9
Terlepas dari perbedaan yang muncul dari kedua istilah mutâbi‘ dan
syâhid, yang dipegangi dalam tulisan ini adalah bahwa kedua istilah dimaksud
dianggap sama. Artinya, sanad-sanad yang akan dikemukakan sebagai
pendukung sanad-sanad hadis dalam Bidâyat al-Hidâyah yang dipandang
lemah tidak dibedakan apakah itu mutâbi‘ atau syâhid. Kecendrungan ini
dilandasi oleh pertimbangan bahwa yang dibutuhkan dalam kajian ini adalah
Selain itu, apabila dilihat kepada matan hadis, ada beberapa hadis yang tidak
ditemukan sama sekali, di samping ada yang merupakan penambahan dari
sanad dapat saja dipandang shahîh dengan bantuan sanad yang lain. Secara
umum, hadis sampai ke tangan pembukunya tidak hanya dengan satu sanad
atau jalur, tetapi dengan beberapa jalur. Apabila satu jalur dipandang dha‘îf
atau lemah, masih ada peluang terdapat jalur yang lain yang shahîh. Bilamana
peluang ini terjadi, maka sanad yang lemah ketika itu menjadi kuat atau
shahîh li ghairih.
Untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut:
1. Bilamana ada di antara sanad hadis-hadis yang dipermasalahkan yang
kedudukannya sebagai sanad pendukung bagi sanad yang lain, maka tidak
akan dicari lagi mutâbi‘-nya, karena sudah dengan sendirinya merupakan
.
Warrâq,
1 0 Muhammad bin t.tp., t.th.),
Muhammad Abû Hâmid 55
h. 1. al-Ghazâlî, Bidâyat al-Hidâyah, Mauqi’ al-
Hadis ini dikemukakan oleh al-Ghazâlî untuk menjelaskan tentang
meluruskan niat dalam menuntut ilmu agar tidak melenceng dari tujuan
karena Allâh Swt. semata dan (kepentingan) dâr al-âkhirah. Sebab, Imam
al-Ghazâlî memberi komentar tentang niat yang lari tujuan semula, sama
halnya menjual sebilah pedang kepada perampok (qâthi‘ al-tharîq).
." ":
Artinya: Rasulullah bersabda: “Dan siapa saja yang membantu
permusuhan dengan sewenang-wenang, maka sesungguhnya dia telah
mendapatkan kemarahan dari Allâh ‘Azza wa Jalla”.
Telaah sanad:
(1). ‘Alî ibn al-Husain ibn Ibrâhîm ibn al-Harr al-‘Âmirî
Man yu’ inu ‘ala khushumatin bi ghair an ya’ lam amraha, Dâr al-Fkr, Beirut, tt., h. 329.
Selanjutnya disebut Abû
1 1 Sulaimân 56 nomor 3598, Bâb fî
Dâud. al-Sijistânî Abû Dâud, Sunan, vol. II, hadis
ibn al-Asy’as
shadûq.12 Ibn Hajar sendiri menilainya shadûq min al-‘âsyirah yang
al-Husain wafat bulan Syawwâl tahun 261 H.13
(2). ‘Umar ibn Yûnus ibn al-Qâsim al-Hanafî Abû Hafsh al-Yamâmî
Ia meriwayatkan hadis, antara lain dari Jahdham ibn
’Abdillâh ibn Abî al-Thufail al-Qaisî, ‘Abdullâh ibn ‘Umar al- ‘Âmirî
dan ‘Âshim ibn Muhammad ibn Zaid al-‘Umarî. Sementara orang
yang pernah meriwayatkan hadis daripadanya adalah cucunya
Ahmad ibn Muhammad ibn ‘Umar ibn Yûnus al-Yamâmî, al-Hasan
ibn Muhammad ibn al-Shabbâh al-Za‘ farânî, ‘Alî ibn al-Husain ibn
Isykâf al-‘Âmirî, dan lain sebagainya. Ia dipandang tsiqah dan tsâbit.
Abû Bakar al-Bazzâr memandangnya tsiqahi.14 Ibn Hajar sendiri
menilainya tsiqah min al-tâsi‘ah. ‘Umar ibn Yûnus al-Yamâmî wafat
pada tahun 206 H.15
1 2 Ah mad ibn ‘Alî ibn Hajar Abû al-Fadhl al-Asqalânî al-Syâfi‘î, Tahdzîb al-Tahdzîb,
vol. VII, (Surya: Dâr al-Rasyîd, 1986), h. 266. Selanjutnya disebut Ibn Hajar
1 3 Ahmad ibn ‘Alî ibn Hajar Abû al-Fadhl al-Asqalânî al-Syâfi‘î, Taqrîb al-Tahdzîb, vol.
I, (Surya: Dâr al-Rasyîd, 1986), h. 266. Selanjutnya juga disebut Ibn Hajar.
1 4 Ibn Hajar, Tahdzîb…, vol. VII, h. 445.
11 576 Ibn
Ibn Hajar,
Hajar, Taqrîb...,
Tahdzîb…,
Taqrîb…, vol.
vol. I,I,V,
vol. h.
h.418.
h.
286.
50. 57
Ia meriwayatkan hadis, hanya dari Mathar ibn Thuhmân al-
Warrâq. Sedangkan orang yang meriwayatkan hadis darinya adalah
‘Âshim ibn Muhammad ibn Zaid al-‘Umarî. Al-Dzahabî18
mengatakan . Ibn Hajar sendiri menilainya
misterius (majhûl min al-tsâminah).19 Tidak ditemukan keterangan
lebih lanjut mengenai kapan wafatnya.
Âjirî, hadisnya tidak layak dijadikan hujjah. Bahkan Yahyâ ibn Sa‘îd
menyamakan hadis Mathar ibn Thuhmân al-Warrâq dengan hadis
Ibn Abî Lailâ dalam hal kejelekan hafalannya (sî`i al-hifdz).
Khususnya hadis yang berasal dari ‘Athâ` ibn Abî Ribâh, mereka
menganggapnya dha‘îf.20 Ibn Hajar sendiri menilainya sebagai
(6). Nâfi‘
Nama lengkapnya adalah Abû Suhail ibn Mâlik ibn ‘Amir al-
Ashbahî al-Taimî al-Madanî. Ia yang lebih populer dengan maula
Kualitas hadis: dha‘îf, karena dalam sanad-nya ada Mathar ibn Thuhmân
al-Warrâq dan al-Mutsanna ibn Yazîd al-Tsaqafî. Mathar ibn Thuhmân al-
Warrâq dinilai shadûq namun katsîr al-khatha‘ wa hadîtsuhu ‘an ‘Athâ`
dha‘îf. Sementara al-Mutsannâ ibn Yazîd al-Tsaqafî dipandang misterius
(majhûl) di kalangan ahli hadis menyebabkan kualits sanad hadisnya
dha‘îf.
Selain riwayat Abû Dâud di atas, lafal hadis yang semakna juga
ditemukan sebagaimana diriwayatkan oleh Ibn Mâjah:
.
Artinya: Rasulullah Saw. pernah bersabda: "Siapa yang membantu
seseorang membunuh orang mukmin dengan sepotong kalimat, ia akan
menemui Allâh Azza wa Jalla dengan tulisan di antara dua matanya
keputus-asaan dan rahmat Allâh".
2 5 Ibn Mâjah, Sunan, vol. II, hadis nomor 2620, Bâb al-Taghlîzh fî Qatl Muslim zhulm, h.
Selain Abû Hâtim, al-Nasâ`î
874. juga memandangnya matrûk al-hadîts. Lihat Ibn Hajar, Tahdzîb…,
dzhibXI,
vol. al-hadîts.
h.2 287.
6 AbûBahkan dia pernah juga
Hâtim memandangnya mengatakan
munkar al-hadîts.dha‘îf 60 lainseolah-oleh
Dalamalkesempatan
hadîts yang dia katakan maudhû’.
Dengan memperhatikan beberapa perawi di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa sanad hadis tersebut adalah dha‘îf. Kemudian sanad
hadis kedua juga dipandang dha‘ îf, sehingga tidak dapat mendukung
kualitas sanad pertama. Namun secara makna (ma ‘nawî) hadis tersebut
dapat diterima. Sebab Allâh Swt. di dalam al-Qur’an surat al-Mâ ’idah
(Hidangan)/5: 3; hanya menyuruh agar saling tolong dalam kebaikan,
bukan dalam (berbuat) dosa. Kemudian al-Ghazâlî mengemukakannya
ketika seseorang salah niat dalam mencari ilmu terapan (‘ilm al-
munâfisah). Sementara kalau niatnya sesuai dengan tujuan atau niat
dengan anjuran Allâh Swt. dalam mencari ilmu untuk al-hidâyah semata,
maka orang tersebut berhak untuk bergembira. Sebab para malaikat akan
memayungi perjalanannya, dan ikan di laut akan senantiasa memintakan
ampun untuknya ke manapun dia berjalan, karena ridha dengan
tindakannya. Hal ini sesuai dengan hadis ma ‘nawî berikut ini:
.
Malaikat akan melebarkan sayapnya dan ikan dilaut akan memintakan
ampun bagi penuntut ilmu yang motivasinya semata-mata untuk mencari
pertunjuk (al-hidâyah).
:
Syirkah Maktabah al-Madanîyah, Indonesia, tt. h. 11. Cf. al-Ghazâlî, Bidâyat…, h. 1. Selanjutnya
2 7 Syekh ‘Abdus-Samad Falembânî, Hidâyat al-Sâlikîn Fî Sulûk61
disebut ‘Abdus-Samad. Maslak al-Muttakîn,
:
: .
":
."
Artinya: Rasulullah Saw. bersabda: “Siapa yang menempuh suatu jalan
dengan tujuan mencari ilmu, Allâh akan memberi kemudahan baginya
jalan ke sorga. Para malaikat akan menaunginya dengan sayapnya karena
senang dengan ilmuwan, dan seluruh malaikat di langit dan manusia di
bumi serta ikan di dasar sungai akan ikut memintkana ampun untuknya.
Keutamaan seorang ilmuwan dibanding seorang ‘âbid laksana bulan
purnama dengan seluruh bintang di langit. Para ilmuwan adalah pewaris
Nabi. Sementara para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Mereka
hanya mewariskan ilmu. Sebab itu, siapa yang ingin mengambilnya,
Selain
ambillah riwayatparipurna.
secara Abû Dâud di atas, Ibn Mâjah29 dan al-Turmudzî30
2 8 Abû Dâud, Sunan, vol. II, hadis nomor 3641, Bâb al-Hatstsi ‘ala Thalab al-‘Ilm, h. 341.
2 9 Ibn Mâjah, Sunan, vol. I, hadis nomor 223, Bâb fadhl al-‘ulamâ`wa al-hats ‘ala thalab
al-‘ilm, h. 81.
3 10 Al-Dârimî,
Al-Turmudzî,hadis
Sunan , nomor
Sunan,vol.
vol. 2683,
I, V,
BâbKitâbh.al-‘ilm,
47.al-‘ilm
fi fadhl bâb wa
mâal-‘âlim,
jâ` fi Fadhl 62nomor‘ala
hadis
al-fiqh 342,
al-‘ibâdah,
h. 110.
Sebelumnya, al-Ghazâlî mengingatkan bahwa al-hidâyah
merupakan buah (tsamarah) dari ilmu itu sendiri yang memiliki permulaan
dan kesudahan (al-bidâyah wa al-nihâyah), dimana permulaannya taqwa
zhâhiriyah dan muara taqwa bâthiniyah.
Telaah sanad:
(1). Musaddad ibn Musarhad ibn Musarbil ibn Mustaurid al-Asadî
‘âsyirah.33
(2). ‘Abdullâh ibn Dâud ibn ‘Âmir ibn al-Rabî‘ al-Hamdânî al-
Sya‘abî
Ia yang populer dengan Abû ‘Abd al-Rahmân al-Kharîbî
meriwayatkan hadis, antara lain dari Ismâ‘îl ibn Abî Khâlid, Ismâ‘ îl
ibn ‘Abd al-Mâlik ibn Abî al-Shafirâ’, dan ‘Âshim ibn Rajâ’ ibn
Haywat al-Kindî al-Falisthînî. Sementara orang yang meriwayatkan
hadis daripadanya adalah Ibrâhîm ibn Muhammad al-Taimî al-
Qâdhî, gurunya al-Hasan ibn Shâlih ibn Hayy Musaddad ibn
Musarhad, dan sebagainya. Umumnya ahli hadis, seperti Ibn Hibbân
memandangnya tsiqah. Bahkan menurut al-Dâruquthnî ia selain
Taqrîb al-Tahdzîb dikatakan bahwa Katsîr ibn Qais dha‘îf min al-
tsâlitsah.41 Tidak juga diketahui kapan wafatnya.
‘Âshim ibn Rajâ` ibn Haywah, Qais ibn Katsîr yang menceritakan bahwa
seorang pria mendatangi Abî al-Dardâ` di Damsyiq. Lalu dia menceritakan
bahwa yang menyebabkan dia datang adalah berkenaan dengan hadis yang
lafalnya:
.
Artinya: Sufyan mengatakan: “Tidaklah ilmu akan menambah petunjuk
terhadap seseorang selama orang tersebut tetap cinta dengan kehidupan
dunia, kecuali dia hanya akan semakin jauh dari Allâh.” 49
Telaah sanad:
(1). Bisyr ibn al-Hakam ibn Hubaib ibn Mihran al-‘Abdî
dari Katsîr ibn Qais dari Abî al-Dardâ` dari Nabi Saw.). Lihat al-Turmudzî, Sunan, vol. V, hadis
nomor 2682, Bâb 19 Mâ jâ`a fî fadhl al-fiqh ‘ala al-‘ibâdah, h. 48.
4 8 Al-Ghazâlî, Bidayah54…, h. 1.Hajar,
LihatTahdzîb
09 Al-Dârimî,
Ibn juga ‘Abdus-Samad,
Musnad,…,
vol.
vol.
I, hadis
I, h. 468. 67388,
Hidâyat
nomot ..., , h.h.119.
18.
bahwa Bisyr ibn al-Hakam dipandang tsiqah zhâhid faqîh min al-
‘âsyirah. Ia wafat tahun 237 atau 238 H.51
(2). Sufyân ibn ‘Uyainah ibn Abî ‘Imrân Maimun al-Hilâlî Abû
Muhammad al-Kûfî
Ia meriwayatkan hadis antara lain dari ‘Abd al-Mâlik ibn
‘Umair, Ishâq ibn Sa‘îd ibn ‘Amr ibn Sa‘îd ibn al-‘Âsh, dan Zîyâd
ibn ‘Alaqah. Sementara orang yang pernah meriwayatkan hadis dari
Sufyân ibn ‘Uyainah adalah para gurunya Sa‘îd ibn Manshûr, Sa‘îd
ibn Yahyâ ibn al-Azhar al-Wâshithî, dan Sufyân al-Tsaurî. Para ahli
hadis memandangnya tsiqah dan hujjah. Ibn Hajar sendiri
menilainya tsiqah hâfizh faqîh imâm hujjah illâ annahu taghayyara
hifzhuhu bi âkhirah wa kâna rubamâ yudallisu wa lâkin ‘an al-tsiqâh
min ru`ûs al-thabaqât al-tsâminah.52 Sufyân ibn ‘Uyainah wafat
pada tahun 198 H.53
55 132 Ibn
Ibn Hajar,
Hajar, Taqrîb
Taqrîb …,
Tahdzîb …,vol.
…, vol.I,
vol. h.
I ,II, 133.
h.h.
345. 68
403-406.
(Hadis Nomor 4):
:
. :
Artinya: Rasulullah Saw. pernah bersabda: "Orang yang paling keras
siksaanya pada hari kiamat adalah ilmuwan yang tidak bermanfaat
ilmunya".
Telaah sanad:
(1). Thâhir ibn ‘Abdillâh ibn Thâhir Abû al-Thîb al-Thabarî al-
Faqîh al-Syâfi‘î
Di Jurjân, dia mendengar hadis dari Abî Ahmad al-Ghathrîfî.
Di Naishâfûr dia mendengar mempelajari fikih dari Abî al-Hasan al-
Mâsirjasî dan dari berbagai guru di Naishâfûr. Ia adalah seorang
yang tsiqah shâdiq dîn warâ‘ ‘ârif bi `ushûl al-fiqh wa furû‘ih
muhaqqiq fî ‘ilmih salîm al-shadr husn al-khulq shahîh al-madzhab
jayyid al-lisân. Ia wafat pada hari Sabtu hari ke-10 akhir Rabî‘ al-
Awwâl tahun 540 H.56
5 4 Al-Ghazâlî, Bidâyah …, h. 1.
I, Al-Maktab al-IslâmîibnDâr
5 5 Sulaimân Ah ‘Ammâr, Beirut,
mad ibn Ayyûb Abû‘Ammân,
al-Qâsim1985, h. 305.al-Mu‘
al-Thabrânî, Cf. Nûr
jamal-Dîn ‘Alîvol.
al-Shaghîr, ibn Abî
Bakr al-Haitsamî,
5 6 AhmadMajma Kutub
ibn ‘Alî‘Abû
al-Zawâ`id,
al-‘Ilmîyah,
vol.Beirût,
I ,al-Bahgdâdî,
Bakr al-Khathîb Dârt.t.,
al-Fikr,
h. 358.
Beirût,
Târîkh 69 H.,vol.
1412
Baghdâdî, h. 440.
IX, Dâr al-
(2). ‘Alî ibn Mûsâ ibn Marwân al-Râzî
Setelah penulis melakukan pencarian pada berbagai kitab
Tarjamat al-Ruwât, biografi dari ‘Alî ibn Mûsâ ibn Marwân al-Râzî
tetap tidak (belum) ditemukan. Namun sebagai murid dari gurunya
Sa‘îd al-Maqburî
Kualitas hadis: sangat dha‘îf, karena pada sanad-nya ada ‘Utsmân ibn
Miqsam al-Burrî. Ibn Ma‘în memandangnya termasuk dari kalangan orang
6 4 Ibn6 Katsîr,
5 Al-Suyûthi,
al-Bidâyah6 3wa
Is’âf Ibn
…, h.Atsîr, Ushûd
al-Nihâyah,
33. Lihat …,
vol.
juga vol.
IV,
IbnDârV,al-Fikri,
Atsîr,h.Ushûd 71vol.t.t.,V,h.h.181.
320. Bairut,
…, 321.
yang terkenal dengan kadzîb dan wadh’ al-hadîts. Bahkan al-Dâruquthnî
dan al-Nasâ`î mengatakan matrûk, dan menurut Ahmad hadisnya munkar.
Al-Fallâs dengan agak moderat menilainya shadûq lakinnah katsîr al-
ghalath dan Ibn ‘ Adî menilainya dha’f yuktab hadîtsuh.66 Di dalam Mîzân
6 6 Muhammad ibn Ahmad ibn ‘Utsmân al-Dzahabî, Mizân al-I’tidâl fi Naqd al-Rijâl,vol.
II, Dâr al-Ma’rifah, h. 56-58. Selanjutnya disebut al- Dzahabî. Cf. Syaikh al-Albânî; dha‘îf
jiddan. Kemudian oleh al-Thabrânî dalam al-Mu’jam al-Shaghîr, juga dengan sanad dha‘îf.
6 7 Ibn Hajar, Lisân ..., vol. IV, h. 155.
6 8 ‘Alâ al-Dîn ‘Alî al-Muttaqî ibn Hisâm al-Dîn, Kanz al-‘Ummâl fî Sunan al-Aqwâl wa
al-Af’ âl, vol X, Mu’assasat al-Risâlah, Beirut, 1989, hadis nomor 29099, h. 208. Selanjutnya
disebut al-Dîn.
vol. I, hadis nomor 507, al-Maktab al-Islâmî, Dâr ‘Ammâr, Beirut 1985, h. 305. Selanjutnya
6 9 Sulaimân ibn Ah mad ibn Ayyûb Abû al-Qâsim al-Thabrânî, al-Mu’jam al-Shaghîr,
disebut al-Thabrânî. Cf. Abû ‘Abdillah Mahmûd ibn Muhammad al-Haddâd, Takhrîj Ahâdits al-
Ihyâ`, vol. I, hadis nomor 1, Ahâdits al-Khuthbah,
7 0 Al-Ghazâlî, Dâr …,
Bidâyah al-Fikr, 72 h. 2.
h. 1. t.tp., 1987,
.
Artinya: Rasulullah Saw. pernah berdo’a: “Ya Allâh ! Aku berlindung
denganmu dari imu yang tidak bermanfa’at, dari hati yang tidak khusyu’,
dari nafsu yang tidak pernah kenyang dan dari permintaan yang tidak
didengar”.
Telaah sanad:
(1). ‘Ubaidullâh ibn Fadhâlah ibn Ibrâhim al-Lakhamî
Ia meriwayatkan hadis hanya dari Khâlid ibn Yazîd al-
Maqburî. Sementara orang yang meriwayatkan hadis darinya adalah
Ahmad ibn ‘Abd al-Wahhâb al-Dimasyqî.72 ‘Ubaidullâh ibn
Fadhâlah ini termasuk sosok yang misterius (majhûl). Demikian
dikemukakan oleh Ibn Hajar. 73
7 1 Al-Nasâ’î, Sunan, vol.VIII, hadis nomor 5537, al-Isti’âdzah min dhaiq al-Maqâm
yaum al-Qiyâmah, h. 284.
77 243 Ibn
Ibn Hajar,
Hajar, Tahdzîb …,
Taqrîb …,
Tahdzîb vol.
vol.I,V,
…,vol. h. h.
XI, 208.73
h.404.
373.
dipandang tsiqah fî al-Laits wa takallamû simâ ‘ah min Mâlik. Yahyâ
ibn ‘Abdillâh ibn Bukair wafat pertengahan Shafar tahun 231 H.75
(ayah kucing).
Abû Hurairah masuk Islam pada masa perang Khaibar, awal
tahun ke t ujuh Hijrîyah.84 Ia wafat pada tahun 57 H.85
Kualitas hadis: hasan, karena di dalam sanad-nya ada ‘Abbâd ibn Abî
Sa‘îd al-Maqburî yang dinilai maqbûl.
8 4 Ibn8 Katsîr,
5 Al-Suyûthi,
al-Bidâyah8 3wa
Is’âf Ibn
…, h.Atsîr, Ushûd
al-Nihâyah,
33. Lihat …,
vol.
juga vol.
IV,
IbnDârV,al-Fikri,
Atsîr,h.Ushûd 75vol.t.t.,V,h.h.181.
320. Bairut,
…, 321.
penambahan dan pengurangan teks (matan) di antara yang dikemukakan
dalam Bidâyat al-Hidâyah dengan yang ada dalam kitab rujukan.
:
:
Sebagaimana hadis sebelumnya, hadis kelima ini juga digunakan
oleh al-Ghazâlî agar ilmu yang diperoleh supaya dipraktekkan, sehingga
tidak hanya bisa menyuruh, tetapi juga berbuat. Hal ini sejalan dengan
Qur`an surah al-Baqarah (Lembu Betina)/2: 44;
.
Artinya: "Apakah kamu menyuruh orang lain berbuat kebaikan, sementara
kamu melupakan dirimu sendiri".
. ...
Artinya: “… mengapa kamu mengatakan apa-apa yang kamu tidak
kerjakan”.
8 6 Al-Ghazâlî, Bidâyat …, h. 1.
8 7 Dalam suatu riwayat diberitakan bahwa ayat tersebut (al-Baqarah 2 : 44) turun
sehubungan dengan kaum Yahudi Madinah yang pada ketika itu berkata kepada mantunya, kaum
kerabatnya dan saudara susunya yang telah masuk agama Islam : “Tetaplah kamu pada Agama
yang kamu anut (Islam) dan apa-apa yang diperintahkan oleh Muh ammad, karena perintahnya
benar”. Ia menyuruh berbuat baik, tapi dirinya sendiri tidak mengerjakannya. Lihat KH.
Qamaruddin Saleh dkk., Asbâbun Nuzûl (Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat Al-Qur’an),
“Sekiranya
Cet. Ke-14, kami mengetahui Bandung,
CV. Diponegoro, ‘amal yang lebihh.dicintai
1992, 24. oleh Allah, pasti kami akan
mengerjakannya”
8 8 Ketika .para
Lalusahabat
ayat tersebut (al-Shâf
duduk-duduk : 2 ) turun di
bermudzakarah, berkenaan dengan
antara merka peristiwa
ada yang tersebut,
berkata:
yang kemudian dibacakan Asbâbun
oleh Rasulullah 76
…, h. 520.sampai akhir surat. Lihat Qamaruddin Saleh dkk.,
Sehubungan dengan hal ini, al-Ghazâlî mengingatkan bahwa
celakanya orang bodoh (jâhil) hanya satu, karena tidak belajar. Sedangkan
orang yang tahu (‘âlim) celakanya bisa seribu kali, karena tidak
mempraktekkan ilmu yang dia ketahui. Secara lengkap sanad hadisnya
sebagaimana riwayat Ahmad:
.
Artinya: Rasulullah Saw. bersabda: ‘Saya melewati suatu kaum ketika
malam saya diperjalankan, dimana bibir mereka dipotong dengan alat
pemotong dari api neraka. Lalu saya bertanya; siapa mereka? Mereka
menjawab; para orator dunia yang selalu menyuruh orang berbuat baik,
namun melupakan diri merka sendiri. Padahal mereka membaca al-
Qura’an tapi mereka tidak memikirkannya.
Telaah sanad:
‘Îsâ, Ibrâhîm ibn Sa‘îd, Ibrâhîm ibn Mûsa ibn Yazîd ibn Zaddân, dan
lain sebagainya. Para ahli hadis memandangnya tsiqah.90 Di dalam
Taqrîb dikatakan bahwa Wakî‘ tsiqah hâfizh ‘âbid min kubbâr al-
tâsi‘ah. Ia wafat tahun 197 H.91
marfû‘ yang oleh orang lain mauqûf.94 Ibn Hajar sendiri menilainya
dha‘îf min al-râbi‘ah. Ia wafat tahun 131 H.95
(4). Anas ibn Mâlik
Nama lengkapnya adalah Anas ibn Mâlik ibn Nadhar ibn
Dhamdham al-Anshârî. Ia masih kecil ketika Nabi melakukan hijrah
ke Madinah. Ibu Mâlik menyerahkan dia kepada Rasulullah
selanjutnya menjadi anggota keluarga Nabi. Anas yang wafat pada
Skema sanad hadis tentang “siksa akan orator yang hanya pandai
berbicara tanpa amal” adalah sebagai berikut:
:
. :
. : :
Artinya: Abû Zarr menceritakan: "Aku berkunjung ke tempat Rasulullah
Saw. pada suatu hari di mana dia mengatakan selain Dajjâl yang paling
9 8 Al-Ghazâlî, Bidâyat…,
9 7. Al-Ghazâlî,
h. 1. Lihat
Bidâyat…,
juga ‘Abdus-Samad,
h. 1. 80 …, h. 17.
Hidâyat
aku khawatirkan muncul di antara umatku adalah para tokoh yang selalu
menyesatkan". 99
tsiqah. Namun Abû Hâtim mengatakan bahwa pada masa tuanya, ada
hadisnya yang idhthirâb.100 Ibn Hajar sendiri menilainya shadûq
faqîh zhâhid lahu auhâm min al-sâbi‘ah. Mûsa ibn Dâud meninggal
pada tahun 217 H.101
‘Îsâ, anak saudaranya, Lahî’ah ibn ‘Isa ibn Lahî’ ah. Kemudian dari
temannya sendiri, al-Laits ibn Sa‘d, Ibn al-Mubârak dan Ibn
Wahhâb. Kelihatannya terjadi pro dan kontra di antara para ahli
91 901
00Ahmad, Musnad,
Ibn Hajar, vol.V,
Tahdzîb
Taqrîb …, hadis
…,vol.
vol. h.nomor
I,X, h.
550. 81 h. 145.
21335,
305.
hadis tentang ‘Abdullâh ibn Lahî’ah. Seperti halnya diceritakan oleh
al-Sâjî dari Ahmad ibn Shâlih, bahwa pada dasarnya Ibn Lahî’ah
adalah tsiqah. Hanya saja apabila dia mengajarkan sesuatu, sering
melebar (haddatsa bih). Menurut ‘Abd al-Karîm ibn ‘Abd al-
Rahmân al-Nasâ’î dari ayahnya, Ibn Lahî’ah bukanlah tsiqah. Ibn
Ma‘în mengatakan dia itu tidak tsiqah, dan tidak layak hadisnya
dijadikan hujjah. Menurut al-Khâthib, kelonggarannya (tasâhul)
menyebabkan banyak kemunkaran (al-manakir) dalam
periwayatannya. Ahmad ibn Shâlih mengatakan, Ibn Lahî’ah adalah
1 03
02 Ibn Hajar, Taqrîb
Tahdzîb…,
…,vol.
vol.I,IV,
h. 319. 82
h. 449-454.
tsiqah.104 Ibn Hajar memandangnya tsiqah min al-tsâlisah. Ibn
Hubairah wafat tahun 126 H.105
:
:
.
Artinya: Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Sesungguhnya Allâh
berfirman: Siapa saja di antara intelektual agana yang kembali kepada-
Ku, Aku akan memberitahu kepadanya kecelakaan dan kebinasaan.
Hamba-Ku yang senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku melalui
kewajiban yang Aku telah tetapkan dan melalui amalan sunat (al-Nawâfil),
sehingga Aku senang kepadanya. Apabila Aku telah menyenanginya, aku
akan menjadi alat pendengarnya …".
Telaah sanad:
(1). Muhammad ibn ‘Utsmân ibn Karâmah al- ‘Ajlî al-Kûfî
Ia meriwayatkan hadis antara lain dari Abî Usâmah,
‘Abdullâh ibn Numair, dan Khâlid ibn Makhlad. Sementara orang
yang meriwayatkan hadis daripadanya adalah, antara lain al-Bukhârî
sebanyak satu hadis di dalam kitab Shahîh, Abû Dâud, dan al-
Turmudzî. Umumnya ahli hadis memandangnya tsiqah.112 Ibn Hajar
1 11 Al-Bukhârî, Shahîh,
1 12
vol.
IbnV,Hajar,
hadis nomor
Tahdzîb6137,
…, vol.
BâbIX, h.301.85 h. 2384.
al-Tawâdhu’,
memandangnya tsiqah min al-hâdiyata ‘asyarah. Muhammad ibn
‘Utsmân wafat di Kûfah tahun 254 H.113
‘Abdillâh ibn Abî Namr al-Qurasyî. Ibn Ma‘in, Abû Zur‘ah, al-
Nasâ‘î, dan sebagainya memandangnya tsiqah.120 Ibn Hajar
menilainya tsiqah fâdhil shâhib mawâ ‘ izh wa ‘ubâdah min shighâr
al-tsâniyah. ‘Athâ` ibn Yasâr al-Hilâlî wafat tahun 194 H. 121
(ayah kucing).
Abû Hurairah masuk Islam pada masa perang Khaibar, awal
tahun ke tujuh Hijrîyah.124 Ia wafat pada tahun 57 H.125
Kualitas hadis: hasan, karea dalam sanad tersebut ada Khâlid ibn
Makhlad yang dipandang shadûq bi tasyayyu‘ dan Syuraik ibn
hasan.
:
. :
. :
Artinya: Hudzaifah r.a., menceritakan: Biasanya Nabi Saw. apabila
ingin tidur malam, ia letakkan tangannya di bawah pipinya.
Kemudian dia membaca: dan apabila dia telah
bangun, dia membaca:
Telaah sanad:
(1). Mûsa ibn Ismâ‘îl al-Minqarî Abû Salamah al-Tabûdzakî
1 28 Al-Bukhârî,khadd
Shahîh,al-yumna,
vol.
1 27V, h. 2327.
Al-Ghazâlî,
hadis nomor
Bidâyat
5955,…,
Bâbh.wadh‘
2. 89al-yumna tahta al-
al-yad
meriwayatkan hadis daripadanya adalah Ahmad ibn al-Hasan
al-Turmudzî, Abû Dâud, al-Bukhârî, dan sebagainya. Ibn Hajar
menilainya tsiqah tsabat min shighâr al-tâsi‘ah. Ia wafat tahun
223 H.129
(3). ‘Abd al-Mâlik ibn ‘Umair ibn Suwaid ibn al-Farasî al-
Lakhamî al-Kûfî al-Qibthî
Ia yang populer dengan Abû ‘Âmr atau Abû ‘Umar
meriwayatkan hadis, antara lain dari Khâlid ibn Rib’î al-Asadî,
Rifâ’ah ibn Syaddâd, dan Rib’î ibn Harrâsy. Sementara orang
yang pernah meriwayatkan hadis dari padanya adalah anaknya
Mûsa ibn ‘Abd al-Mâlik ibn ‘Umair, Abû ‘Awânah al-
Wadhdhâh ibn ‘Abdillâh, al-Walîd ibn Abî Tsûr, dan
sebagainya. 132 Ibn Hajar menilainya tsiqah fashîh ‘âlim
taghayyara hifzhuhu wa rubamâ dallasa min al-râbi‘ah. ‘Abd
al-Mâlik ibn ‘Umair wafat tahun 136 H. 133
(4). Rib’î ibn Harrâsy ibn Jahsy ibn ‘Amr ibn ‘Abdillâh ibn
Bajjâd al-Ghathafânî Abû Maryam al-Kûfî
,
, ,
.
Hadis di atas dikemukakan al-Ghazâlî untuk menjelaskan
.
Artinya: dari Nabi Saw., katanya: “Janganlah salah seorang kamu
kencing pada tempat mandi. Sesungguhnya rasa waswas muncul dari
situ". 137
Telaah sanad:
(7). ‘Â`isyah
‘Â`isyah bint Abî Bakar, isteri Rasulullah Saw. yang
sangat ia cintai setelah Khadîjah bint Khuwailid wafat. Tidak
ada kesepakatan tentang kapan Rasulullah kawin dengan
11 47 IbnHajar,
48 Ibn
49 Hajar,Tahdzîb,
Taqrîb…,…,
al-Ishâbah vol. I, h.
…,vol.
vol. 160.
IV,IV, 95
h.h.500-501.
399.
(Hadis Nomor 11):
." "
Artinya: Mâlik r.a. menceritakan; Apabila Nabi Saw. Masuk w.c.,
dia membaca:
.
Telaah sanad:
(1). Muhammad ibn ‘ Ar‘arah ibn al-Birind al-Qurasyî al-Sâmî
1 56 Ibn Hajar, al-Ishâbah …, vol. I, h. 312. Cf. Ibn Hajar, Is’âf …, h. 6.Juga Ibn Hajar,
Tahdzîb …, vol. I, h. 329.
1 57 Sulaimân ibn Ahmad ibn Ayyûb Abû al-Qâsim al-Thabrânî, al-Mu’jam al-Kabir, vol.
V, Hadis nomor 5099, Maktabah al-‘Ulum wa al-Hikam, al-Mushil, 1983, h. 204. Selanjutnya
disebut
I, hadis al-Thabrânî.
nomor 668, Dâr al-Kutub
1 58 Muhammad al-‘Ilmîyah,
ibn ‘Abdillah Beirut,
Abû ‘Abdillah 98,al-Mustadrak,
1990, al-Naisâbûrî
al-Hâkim h. 297. Selanjutnya disebut al-Hâkim.
vol.
:
." "
Artinya: ‘Â`isyah, ia mengatakan: “Apabila Rasulullah Saw. selesai
qadhâ hâjat, ia membaca: "
Telaah sanad:
(1). Abû Bakar ibn Ishâq ibn Abî Syaibah al-Kûfî
1 59 Ibn Mâjah, Sunan, vol. I, hadis nomor 300, Bâb mâ yaqulu idzâ kharaja min al-khalâ`,
h. 110. Cf. al-Hâkim, Al-Mustadrak, vol. I, h. 261. Cf. Muhammad ibn Hibbân ibn Ah mad Abû
Hâtim al-Tamîmî al-Bastî, Shâhîh ibn Hibbân, vol. IV, hadis nomor 1444, Zikr Mâ Yustahabb li
al-mar`i an yas`al Allah Jalla wa ‘alâ al-Maghfirah ‘inda Khurûjih min al-Khalâ`, Mu`assasah al-
Risâlah, Beirut, 1993, h. 291. 1 6160 Ibn Hajar, Tahdzîb …, vol. VI, h. 3. 99
I, 320.
Asy‘arî, ‘Abbâs ibn Muhammad al-Daurî, Abû Bakar ‘Abdullâh
ibn Muhammad ibn Abî Syaibah, dan sebagainya. Umumnya ahli
hadis seperti al-‘Ajlî dan Ibn Hibbân menilainya tsiqah,
walaupun Abû Hâtim menilainya shadûq.162 Ibn Hajar
menilainya tsiqah min al-tâsi‘ ah. Yahyâ ibn Abî Bakîr wafat
tahun 208 atau 209 H.163
(3). Isrâ`îl ibn Yûnus ibn Abî Ishâq al-Sabî’î al-Hamdanî Abû
Yûsuf al-Kûfî
Ia meriwayatkan hadis antara lain dari Hisyâm ibn
‘Urwah, anak pamannya Yûsuf ibn Ishâq ibn Abî Ishâq al-Sabî’î,
dan Yûsuf ibn Abî Burdah ibn Abî Mûsa al-Asy‘arî. Sementara
orang yang pernah meriwayatkan hadis daripadanya adalah
Yahyâ ibn Âdam, Yazîd ibn Zarî’, Yahyâ ibn Abî Bakîr, dan
sebagainya. Umumnya ahli hadis, seperti Harb yang berasal dari
Ahmad ibn Hanbal menilainya tsiqah.164 Ibn Hajar menilainya
(4). Yûsuf ibn Abî Burdah ibn Abî Mûsa al-Asy‘arî al-Kûfî
Ia meriwayatkan hadis hanya dari ayahnya Abî Burdah
ibn Abî Mûsa. Sementara orang yang pernah meriwayatkan hadis
daripadanya adalah Isrâ`îl ibn Yûnus dan Sa‘îd ibn Masrûq al-
Tsaurî. Ibn Hibbân dan al-‘Ajlî menilainya tsiqah.166 Ibn Hajar
menilainya maqbûl min al-sâdisah.167 Tidak ditemukan
keterangan lebih lanjut tentang tahun wafatnya.
(6). ‘Â’isyah
‘Â`isyah bint Abî Bakar, isteri Rasulullah Saw. yang
sangat ia cintai setelah Khadijah bint Khuwailid wafat. Tidak ada
kesepakatan tentang kapan Rasulullah kawin dengan ‘Â`isyah.
Ada yang mengatakan Rasulullah kawin dengannya dua tahun
sebelum hijrah. Ada yang mengatakan tiga tahun sebelum hijrah.
Demikian juga tidak ada kata sepakat tentang berapa umur
Kualitas hadis: hasan, karena sanad ada Yûsuf ibn Abî Burdah
yang dinilai maqbûl.
11 68 IbnHajar,
69 Ibn
70 Hajar,Taqrîb
Tahdzîb
…,…,
al-Ishâbah …,vol.
vol. XIIV,
vol.
I, h. 621.h. 101
I, h. 420.
399.
Selain itu, al-Ghazâlî juga menekankan agar tidak qadhâ al-
hâjat dalam posisi menghadap matahari dan bulan, tidak menghadap
atau membelakangi kiblat. Kemudian tidak di tempat orang biasa
bercakap-cakap, serta jangan kencing di air yang tidak mengalir dan di
bawah pohon yang sedang berbuah. Setelah selesai qadhâ al-hâjat dan
istinja` dengan air atau dengan benda kesat, maka sebaiknya dibaca:
(Hadis Nomor 13):
sanad-nya adalah dha‘îf. Demikian hasil takhrîj yang diadakan oleh al-
Haddâd.
Âdâb al-wudhû`
.
1 72
71 ‘Abdus-Samad,
Al-Haddâd, Takhrîj
Hidâyat
…, Vol.
…, h.III,36. 102
hadis nomor 3, h. 100.
Secara lengkap sanad hadis ini sebagaimana riwayat al-
Nasâ`î.:
. :
Artinya: Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Bersiwak adalah
membersihkan mulut dan ridla Tuhan”. 173
Telaah sanad :
(1). Humaid ibn Mas‘adah ibn al-Mubârak al-Sâmî al-Bâhilî
(5). ‘Â`isyah
‘Â`isyah bint Abî Bakar, isteri Rasulullah Saw. yang
sangat ia cintai setelah Khadijah bint Khuwailid wafat. Tidak ada
kesepakatan tentang kapan Rasulullah kawin dengan ‘Â`isyah.
Ada yang mengatakan Rasulullah kawin dengannya dua tahun
sebelum hijrah. Ada yang mengatakan tiga tahun sebelum hijrah.
Demikian juga tidak ada kata sepakat tentang berapa umur
.
Senada dengan hadis di atas, hadis ini dikemukakan oleh
al-Ghazâlî sebagai alasan agar selalu menjaga kebersihan mulut,
terlebih-lebih ketika akan melaksanakan salat. Secara lengkap
:
.
‘Ubaidullâh ibn Sa‘d ibn Ibrâhîm ibn Sa‘d al- Zuhrî, Ahmad ibn
Hanbal, dan ‘Abdullâh ibn Muhammad al-Musnidî. Umumnya
ahli hadis, seperti Ibn Hibbân, memasukkannya dalam deretan
orang-orang tsiqah. Demikian juga Ibn Sa‘d dan sebagainya.
Namun Abû Hâtim menilainya shadûq.186 Ibn Hajar sendiri
menilainya tsiqah fâdhil shighâr min al-tâsi‘ah. Ya‘qûb ibn
Ibrâhîm wafat tahun 208 H.187
(2). Abî (Ibrâhîm ibn Sa‘d) ibn Ibrâhîm ibn ‘Abd al-Rahmân ibn
‘Auf al-Zuhrî Abû Ishâq al-Madanî
Ia meriwayatkan hadis antara lain dari ayahnya Sa‘d ibn
Ibrâhîm ibn ‘Abd al-Rahmân ibn ‘Auf al-Zuhrî dan Muhammad
ibn Ishâq. Sementara orang yang pernah meriwayatkan hadis dari
Ibrâhîm ibn Sa‘d adalah kedua seniornya al-Laits ibn Sa‘d dan
Qais ibn al-Rabî‘serta anaknya Sa‘d ibn Ibrâhîm. Umumnya ahli
hadis, Ahmad misalnya, memandangnya tsiqah.188 Ibn Hajar
1 85 Ah mad, Musnad, vol. VI, hadis nomor 26383, h. 272. Lihat juga al-Haddâd, Takhrîj
Ahâdîts al-Ihyâ ’ , vol. I, hadis nomor 4, h. 78.
11 86
87 Ibn
88 Ibn Hajar,
Hajar, Tahdzîb …,
Taqrîb …,
Tahdzîb Vol.
Vol.I,XI,
…,Vol. 106
h.105.
I,h.h.607.333.
menilainya tsiqah hujjah takallama fîh bi lâ qâdih min al-
tsâminah. Ibrâhîm ibn Sa‘d wafat tahun 185 H.189
(6). ‘Â`isyah
‘Â`isyah bint Abî Bakar, isteri Rasulullah Saw. yang
sangat ia cintai setelah Khadijah bint Khuwailid wafat. Tidak ada
kesepakatan tentang kapan Rasulullah kawin dengan ‘Â`isyah.
Ada yang mengatakanRasulullah kawin dengannya dua tahun
sebelum hijrah. Ada yang mengatakan tiga tahun sebelum hijrah.
Demikian juga tidak ada kata sepakat tentang berapa umur
11 94
95 Ibn
96 Ibn Hajar,
Hajar, Tahdzîb
Taqrîb …,Vol.
al-Ishâbah
…, vol.
…, I,VII,
vol.
h.IV,
389. 108
h.h.163.
399.
Rasulullah Saw. ’A`isyah
(Hadis Nomor16):
:
.
1 98 Al-Ghazâlî, Bidâyat
1 97…,
Ahmad
h. 3. Lihat
ibn Hanbal,
juga ‘Abdus-Samad, 109
Musnad …, vol.
Hidâyat
VI, h. …,
272.h. 34.
Artinya: Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Seandainya bukan karena
rasa khawatir akan merepotkan, niscaya aku akan mengharuskan
umatku bersiwak setiap akan melakukan salat”.
Telaah sanad:
(1). ‘Abdullâh ibn Yûsuf al-Tunîsî Abû Muhammad al-Kalâ‘î
1 99 Al-Bukhârî, Shahîh, vol, I, hadis nomor 6813, Bâb al-Siwâk yaum al-Jum’ah, h. 303.
Cf. Muslim, Shahîh, vol. I, hadis nomor 252, Bâb al-Siwâk, h. 220.
22 00
01 Ibn
02 Ibn Hajar,
Hajar, Tahdzîb
Hajar,Tahdzîb …,Vol.
Taqrîb …,
…, vol.I,X,
vol. VI, 79.110
h.5-9.
h.h.330.
mutasyabbitain hingga al-Bukhârî mengatakan sanad yang paling
shahîh adalah sanad Mâlik yang berasal dari Nâfi‘ dari Ibn
(4). Al-A‘raj
Namanya adalah ‘Abd al-Rahmân ibn Hurmuz Abû Dâud
al-Madanî. Ia meriwayatkan hadis antara lain dari Asy’ats ibn
Ishâq ibn Sa‘d ibn Abî Waqqâsh, ‘Abd al-Rahmân ibn Abî
‘Abd al-Rahmân ibn Abî Dzubâb, ‘Abdillâh ibn Hasan ibn Hasan
ibn ‘Alî ibn Abî Thâlib dan Abî al-Zinâd ‘Abdillâh ibn Dzikwân,
dan sebagainya. Para ahli hadis menilainya tsiqah.206 Ibn Hajar
menilainya tsiqah tsabat ‘âlim min al-tsâlisah. Ia wafat di
Iskandariyah tahun 117 H.207
212 .
Kemudian al-Nasâ’î, yang diriwayatkan melalui jalur
yang sama dengan lafaz:
.
Abû Dâud juga meriwayatkan melalui jalur Ibrâhîm ibn
Mûsa, yang diceritakan oleh ‘Î sa ibn Yûnus, kemudian
Muhammad ibn Ishâq dari Muhammad ibn Ibrâhîm al-Taimî,
2 14 Abû Dâud, Sunan, vol. I, hadis nomor 47, Bâb al-Siwâk, h. 59.
2 15 Ibn Mâjah, Sunan, vol. I, hadis nomor 287, Bâb al-Siwâk, h. 105.
2 16 Imam Mâlik,
2 17 Al-Dârimî,
Muwaththa`,
2 18Sunan,
‘Abdus-Samad,
vol. I,vol.I,
nomor hadis
145,
Hidâyat
nomor
Bâb …,
Mâ
683, 40.fîfî113
h.Jâ`a
Bâb al-Siwâk,
al-Siwâk,h.h.66.
184.
:
.
Artinya: Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Siapa yang bersuci,
sedang dia mengingat Allâh akan suci seluruh jasadnya. Dan siapa
yang bersuci, namun tidak mengingat Allâh, maka hanya anggota
wudhu ’nya saja yang suci".
Telaah sanad:
(1). Muhammad ibn Makhlad ibn Hafsh Abû ‘Abdillâh al-Dûrî
(2). Abû Bakar Muhammad ibn ‘Abd al-Mâlik ibn ‘Adî ibn Zaid
al-Jurjânî
Seorang faqîh syurûthî, meriwayatkan hadis dari ayahnya
Ibn Abî Dâud, al-Baghawî, dan Ibn Shâ‘id. Sementara orang
yang meriwayatkan hadis darinya adalah al-Qâdhî Abû Bakar al-
Syâlinjî dan sebagainya. Ia wafat di Jurjân tahun 364 H.221
(3). Mirdâs ibn Muhammad ibn al-Hârits ibn ‘Abdillâh ibn Abî
Burdah
Ia meriwayatkan hadis antara lain dari Abî Mûsa al-
Asy‘arî, Muhammad ibn Âbân dan Ayyûb ibn ‘Â`idz yang
berbicara tentang wudhu’ yang berasal dari al-Dâruquthnî.
2 19 Al-Dâruquthnî, Sunan, vol. I, hadis nomor 12, Bâb al-Tasmiyah ‘ala al-Wudhû’, h. 74.
Cf. ‘Ali Hisam al-Din al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-‘Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Af’al,vol. IX,
Mu`assasah al-Risalah, Beirut, 1989, h. 497.
Nubalâ`,22 vol.
20 Syams
21 Hamzah al-Din Muhammad
XV, Mu`assasah
ibn1981,
Yûsufh.Abû ibn Ahmad
al-Risâlah,
415.
al-Qâsimt.t., h. ibn ‘Utsmân
256-257.
al-Jurjânî, TârîkhSelanjutnya
Jurjânî, 114
al-Dzahabi, Siyar
disebut
‘Âlim A’lâm al-
al- Dzahabi.
al-Kutub, Beirût,
Sementara orang yang meriwayatkan hadis dari Mirdâs ibn
Muhammad adalah Muhammad ibn ‘Abdillâh al-Zuhrî yang
lebih populer dengan panggilan (kuniyah) Abû Bilâl dari Kûfah.
Ibn Hibbân memasukkannya dalam deretan orang-orang
(4). Muhammad ibn Abân ibn Wazîr Abû Bakar al-Balkhî al-
Mustamilî
Ia yang dikenal juga dengan Hamdawiyah meriwayatkan
hadis antara lain dari Ismâ‘îl ibn ‘Ulaiyah, Ibn Wahhâb, dan
Ghundar. Sementara orang yang pernah meriwayatkan hadis dari
padanya adalah Abû Hâtim, Ismâ‘îl al-Qâdhî, Ibrâhîm al-Harbî,
dan sebagainya. Abû Hâtim sendiri menilainya shadûq.
(6). Mujâhid ibn Jabr, ada yang mengatakan Ibn Jubair al-
Makkî Abû al-Hajjâj al-Qurasyi al-Makhzûmî
Ia meriwayatkan hadis, antara lain dari Abî ‘Ubaidah ibn
‘Abdillâh ibn Mas‘ûd, isteri Nabi Saw. ‘Â`isyah, dan Abî
Hurairah. Sementara orang yang pernah meriwayatkan hadis
sanad.
Âdâb al-ghasl
Setelah menjelaskan tentang tata cara bersuci, al-Ghazâlî
melanjutkan dengan menjelaskan pasal tentang tata cara mandi (adâb
al-ghasl). Dalam penjelasan ini al-Ghazâlî sama sekali tidak
mengemukakan hadis sebagai penopang.
Adâb al-tayammum
Seperti halnya ketika menjelaskan tentang tata cara mandi, al-
Ghazâlî juga tidak mengemukakan hadis sama sekali dalam adâb al-
tayammum (bersuci dengan tanah/debu) ini.
2 29 Al-Ghazâlî, Ih yâ ’ ‘Ulûm al-Dîn, vol. I, h. 135. Lihat juga al-Haddâd, Takhrîj, vol. I,
hadis
dalam suatu sanad terdiri darinomor 4, h. sahabat
dua orang 83. masyhûr, tsiqah atau lebih dari Nabi Saw.
Demikian2 31
pulaMuttafaq
halnya ‘alaih
di tingkat 2 30
merupakan‘Abdus-Samad,
tabi’intingkatan
yang terdiriHidâyat
kitabdari …,orang
hadisdua h. 45.
pertama 117
masyhûr,
dari tsiqah
nilai shahîh, atau lebih.
dimana
.
Artinya: Rasulullah Saw. pernah bersabda: ”Salat berjama’ah lebih
utama dari salat sendirian sebanyak dua puluh tujuh derajat”.
Telaah sanad:
(1). ‘Abdullâh ibn Yûsuf al-Tunîsî
Demikian seterusnya. Tingkatan pertama ini adalah hasil usaha al-Bukhârî dan Muslim. Lihat Abû
Zakarîyâ Yahya ibn Syaraf ibn Murî al-Nawawî, al-Manhâj Syarh Shahîh Muslim ibn al-Hajjâj,
vol. I. Dâr hya` al-turats al-‘Arabî, Beirut, 1392 H, h. 27.
2 32 Al-Bukhârî, Shahîh,vol.
2 34
33I,Ibn
hadis
Hajar,
nomor
Tahdzîb
Ttaqrîb
619,...,
…,
Bâb vol.
vol.
wujûb
I,IV,
h. 330. 118
shalât
h. 544-545.
al-jamâ’ah, h. 231.
fikih, tetapi juga dalam hadis. 235 Ibn Hajar menilainya al-faqîh
Imâm dâr al-hijrah ra`s al-mutqinîn wa kabîr al-mutasyabbitain
hingga al-Bukhârî mengatakan sanad yang paling shahîh adalah
sanad Mâlik yang berasal dari Nâfi‘ dari Ibn ‘Umar, min al-
sâbi‘ah. Mâlik wafat tahun 179 H.236
Kualitas hadis: shahîh, karena muttafaq ‘alaih. Hadis yang sama juga
diriwayatkan oleh Muslim lewat Abî Sa‘îd al-Khudhrî. 240
tasydîd
2 40 Muslim, Shahîh …, fî
2 al-takhalluf
vol.
39I,Ibn
hadis
Atsîr, ‘anha,
nomor
Ushûd
249,h.Bâb
…, 450..
vol.fadhl
III, h.
shalât 120
236-240.
al-jamâ’ah wa bayân al-
.
( )
122
.
Artinya: Ibn ‘Abbâs pernah mencerritakan: "Aku pernah mendengar
Nabi Saw. memanjatkan do’a ketika dia telah selesai melaksanakan
salat malam:
....
Telaah sanad:
(1). ‘Abdullâh ibn ‘Abd al-Rahmân ibn al-Fadhl ibn Bahrâm al-
Dârimî al-Tamîmî
Ia meriwayatkan hadis antara lain dari Ibrâhîm ibn al-
Mundzir al-Hazâmî, al-Hasan ibn Ahmad ibn Syu‘aib al-Harrânî,
dan Muhammad ibn ‘Imrân ibn Abî Lailâ. Sementara orang yang
meriwayatkan hadis lewat ‘Abdullâh ibn ‘Abd al-Rahmân antara
lain Ibrâhîm ibn Abî Thâlib al-Naisâbûrî, Ahmad ibn Muhammad
ibn al-Fadhl al-Sijistânî, dan al-Turmudzî. Umumnya ahli hadis
menilainya tsiqah shadûq.243 Ibn Hajar menilainya tsiqah fâdhil
mutqin min al-hâdiyata ‘asyarah. ‘Abdullâh ibn ‘Abd al-Rahmân
wafat tahun 255 H.244
2 42 Al-Turmudzî, Sunan, vol. V, hadis nomor 3419, Bâb 29 Mâ yaqûlu idzâ qâma min al-
lail ila al-shalah,
2 44 h. 482.
43 Ibn Hajar, Tahdzîb…,
Taqrîb …,Vol.
vol.I,V,
h.h. 258.123
311.
Ia meriwayatkan hadis antara lain dari Sa‘îd ibn ‘Amr ibn
Abî Nashr al-Sukûnî al-Kûfî, Sa‘îd ibn ‘Ubaidillâh ibn al-Walîd
al-Washâfî, dan ayahnya ‘Imrân ibn Muhammad ibn ‘Abd al-
Rahmân ibn Abî Lailâ. Sementara orang yang pernah
meriwayatkan hadis dari Muhammad ibn ‘Imrân adalah Ahmad
ibn Muhammad ibn Yahyâ ibn Sa‘îd al-Qaththân, al-Husain ibn
(5). Dâud ibn ‘Alî ibn ‘Abdillâh ibn ‘Abbâs ibn ‘Abd al-
Muththalib al-Qurasyî al-Hâsyimî
Ia meriwayatkan hadis hanya dari ayahnya ‘Alî ibn
‘Abdillâh dan kakeknya ‘Abdillâh ibn ‘Abbâs. Sementara orang
yang meriwayatkan hadis dari Dâud ibn ‘Alî adalah ‘Abd al-
Mâlik ibn ‘Abd al-‘Azîz ibn Juraij, Muhammad ibn Sulaimân ibn
Abî Dhamrah al-Hamshî, Muhammad ibn ‘Abd al-Rahmân ibn
Abî Lailâ, dan lain sebagainya. Ibn Hibbân memasukkannya
dalam deretan orang-orang tsiqah, namun yukhthi‘ (sering
tersalah).250 Ibn Hajar menilainya maqbûl min al-sâdisah. Dâud
ibn ‘Alî wafat tahun 133 H.251
(6). Abîh (‘Alî ibn ‘Abdillâh) ibn ‘Abbâs ibn ‘Abd al-Muththalib
ibn Hâsyim ibn ‘Abd Manâf
Ada yang mengatakan namanya Abû Muhammad, Abû
‘Abdillâh, dan Abû al-Fadhl. Ia meriwayatkan hadis dari ayahnya
‘Abdillâh ibn ‘Abbâs, selain mendengar dari Abî Sa‘îd al-Khudrî
dan membuat hikayat dari ‘Abd al-Mâlik ibn Marwân. Sementara
orang yang meriwayatkan hadis dari ‘Alî ibn ‘Abdillâh adalah
anak-anaknya, seperti Dâud, kemudian Ismâ‘il ibn ‘Ubaidillâh
ibn Abî al-Muhâjir, Manshûr ibn al-Mu’tamar al-Kûfî dan lain
sebagainya. Ahli hadis menilainya seorang tabi‘in tsiqah. 252 Ibn
Hajar menilainya tsiqah ‘âbid min al-tsâlisah. ‘Alî ibn ‘Abdillâh
wafat tahun 118 H.253
(Hadis Nomor 20), masih terkait dengan do’a yang diajarkan oleh
Rasulullah Saw. untuk dipanjatkan setelah menunaikan salat fardhu,
yaitu:
.
Artinya: Rasulullah Saw. mengajari ‘Â`isyah do‘a:
....
Telaah sanad:
(1). Abû Bakar ‘Abdullâh ibn Muhammad ibn Abî Syaibah al-
Kûfî
Nama lengkapnya adalah ‘Abdullâh ibn Muhammad ibn
Ibrâhîm ibn ‘Utsmân ibn Khawâsitî al-‘Absî. Ia yang populer
vol. I, hadis nomor 2, Kitâb al-Adzkâr wa al-Da’wât, h. 269. Cf. Ibn Mâjah, Sunan, vol. II, hadis
nomor 3846, Bâb al-Jawâmi’
2 56 Ahmad, min
Musnad …, al-du’â`,
vol. h.nomor
VI, hadis 127
1264.25063, h. 133. Cf. al-Haddâd, Takhrîj …,
Abû Bakar ibn Ishâq ibn Abî Syaibah al-Kûfî meriwayatkan
hadis antara lain dari ‘Abd al- ‘Azîz ibn Muhammad al-
Darâwardî, ‘Abd al-Wahhâb ibn ‘Abd al-Majîd al-Tsaqafî, dan
(6). ‘Â`isyah
‘Â`isyah bint Abî Bakar, isteri Rasulullah Saw. yang
sangat ia cintai setelah Khadijah bint Khuwailid wafat. Tidak ada
: :
:
2 66
65 Al-Ghazâlî,
Ibn Hajar, al-Ishâbah
Bidâyat …, 6. IV, h. 130
…,h.vol. 399.
:
.
Artinya: Rasulullah Saw. pernah bersabda: “ Wahai Fathimah,
dengarlah wasiyatku, agar engkau mengucapkan:
" ....
Telaah Sanad:
(1). Abû Sa‘d al-Mâlînî
(5). Zaid ibn al-Hubâb ibn al-Rayyân Abû al-Husain al-‘Uklî al-
Kûfi
Ia meriwayatkan hadis antara lain dari Ibrâhîm ibn Nâfî‘
al-Makkî, Ibrâhîm ibn Yazîd al-Khauzî, dan ‘Utsman ibn Mûhib
al-Hasyimi. Sementara orang yang pernah meriwayatkan hadis
dari Zaid ibn al-Hubâb adalah Mûsa ibn Ishâq al-Kannânî al-
Kûfî, Abû Hisyâm Muhammad ibn Yazîd al-Rifâ’î, dan
sebagainya. Umumnya ahli hadis, seperti ‘Alî ibn al-Madînî dan
al-‘Ajlî menilainya tsiqah. Abû Hâtim menilainya shadûq
2 70 Ahmad ibn ‘Alî Abû Bakar al-Khathîb al-Baghdâdî, Tarîkh Baghdâd, vol. XIV, Dâr
al-Kutub al-‘Ilmîyah, Beirut, h. 231. Selanjutnya disebut al-Baghdâdî. Cf. Al-Dzahabî, Tadzkirah
..., vol. II, h. 777. 2 72
71 Ibn Hajar, Taqrîb
Tahdzîb...,…,
vol.
Vol.
I, h.
IX,514. 132
h. 464.
shâlih.273 Ibn Hajar menilainya shadûq yukhthi` fî hadîts al-
Tsaurî min al-Tâsi‘ah. Zaid ibn al-Hubâb wafat tahun 230 H.274
Kualitas hadis: hasan, karena di dalam sanad ada Zaid ibn al-
Hubâb dan Ibn Mûhib yang dinilai shadûq dan laisa bi al-qawiy.
:
.
Telaah sanad:
(1). ‘Abdullâh ibn Yûsuf al-Tunîsî Abû Muhammad al-Kalâ’î
Telaah sanad:
Hadis tersebut diriwayatkan dari ‘Alî ibn Abî Thâlib r.a. Namun
di dalam sanad-nya ada al-Fadhal ibn Ghânam yang menerima
dari Mâlik. Ibn Ma‘în dan Yahya menilainya laisa bi syai'.
.
Secara lengkap sanad hadis tentang zikir tersebut adalah
sebagaimana diriwayatkan oleh al-Nasâ'î.
2 95
94 Al-Haddâd,
Ibn Hajar, Lisân
Takhrîj
…,…,
vol.vol.
IV, I,h.h.445.
316.138
Artinya: Nabi Saw. pernah bersabda: "Katakan
296
Telaah sanad:
(1). Yûsuf ibn ‘Isâ ibn Dînâr al-Zuhrî
(4). Mis‘ar ibn Kidâm ibn Dzahîr ibn ‘Ubaidah al-‘Âmirî al-
Kûfî
Ia meriwayatkan, antara lain dari Ishâq ibn Rasyîd dan
Ibrâhîm ibn ‘Abd al-Rahmân al-Saksakî. Sementara orang
yang pernah meriwayatkan hadis dari padanya adalah Abû
Nu‘aim al-Fadhal ibn Dakîn, 'Isâ ibn Yûnus dan sebagainya.
Umumnya ahli hadis menilainya tsiqah. Bahkan seperti
dikatakan al-Harbî; bahwa Mis'ar merupakan tempat bertanya
apabila terjadi perbedaan pendapat di kalangan mereka.303
Ibn Hajar menilainya tsiqah tsabat fâdhil min al-sâbi‘ ah
.
Artinya: 'Aisyah pernah menceritakan bahwa Rasulullah Saw.
membaca: ketika ruku‘ dan sujudnya. 308
Telaah sanad:
(1). Abû Bakar ibn Abî Syaibah
3 08
07 Muslim,
Ibn Hajar,Shahih,
al-Ishabah
vol. I,
…,hadis IV, h. 141
vol. nomor, 18.
487, h. 353.
memandangnya tsiqah.309 Ibn Hajar sendiri memandangnya
tsiqah hâfidz shâhib tashânif min al-'âsyirah yang wafat tahun
235 H.310
(3). Sa‘îd ibn Abî ‘Arûbah Mihrân al-‘Adawî Abû al-Nadhr al-
Yasykurî
, ,
(6). ‘Â 'isyah
‘Â'isyah bint Abî Bakar, isteri Rasulullah yang sangat dia
cintai setelah Khadîjah bint Khuwailid wafat. Tidak ditemukan
kata sepakat kapan Rasulullah kawin dengan ‘Â'isyah. Ada yang
mengatakan tiga tahun setelah hijrah. Demikian juga tidak
ditemukan kata sepakat tentang berapa usia ‘Â`isyah saat itu.
Ada yang mengatakan ketika dinikahkan dengan Nabi, ‘Â`isyah
.
Artinya: Rasulullah Saw. pernah bersabda: "Ada dua kalimat yang
ringan diucapkan namun berat timbangannya dan sangat disenangi
Telaah sanad:
(1). Muhammad ibn Fadhîl ibn Ghazwân ibn Jarîr al-Dhabbî
al-Kûfî
Ia meriwayatkan hadis, antara lain dari ‘Ammârah ibn al-
3 20
19 Ahmad
Ibn Hajar,
ibnal-Ishâbah
Hanbal, Musnad,
…, vol. vol. II,144
IV, h. 359.
h. 232.
Ma‘în memandangnya tsiqah.321 Namun Ibn Hajar
memandangnya shadûq ‘ ârif rumiya bi al-tasyayyu‘ min al-
(3). Abî Zur‘ah ibn ‘Amr ibn Jarîr ibn ‘Abdillâh al-Bajlî al-
Kûfî
Ia meriwayatkan hadis, antara lain dari Abî Zarr al-Ghifârî
dan Abî Hurairah. Sementara orang yang pernah
meriwayatkan hadis dari padanya, selain cucunya Jarîr ibn
Ayyûb al-Bajlî, adalah ‘Ammârah ibn al-Qa‘qâ‘ dan
sebagainya. Umumnya ahli hadis, seperti ‘Utsmân al-Dârimî
yang berasal dari Ibn Ma‘în memandangnya tsiqah.325 Ibn
Hajar sendiri menilainya tsiqah min al-tsâlisah.326 Tidak
ditemukan keterangan kapan dia meninggal.
.
Secara lengkap sanad-nya sebagaimana diriwayatkan oleh al-
Turmudzî.
. ?
3 29 Ibn
3 30Katsîr,
Al-Suyûthî, 3 28
al-Bidâyah
Is’âf …,Ibn
wa Atsir, Ushûd
al-Nihâyah,
h. 33. Lihat juga…,
vol. Ibnvol.
IV, Dâr V,
Atsir, h.
al-Fikri,
Ushûd 146vol.t.t.,V,h.h.181.
320.Bairut,
…, 321.
Artinya: Nabi Saw. pernah bersabda: "Siapa yang membaca
Telaah sanad:
(1). Shâlih ibn ‘Abdillâh ibn Dzakwân al-Bâhilî
al-Ishâbah
3 40 Ibn Atsir, Ushûd 3 41…,
…, vol. V, vol. III,Cf.
Al-Haddâd,
h. 142. h.Takhrîj
78. …, vol.
Al-Suyûthî, Is’âf
I, h. h.149
…,303.31-32. Cf. Ibn Hajar,
Artinya: Rasulullah Saw. pernah bersabda: "Seorang laki-laki yang
salat berjama‘ah akan dilipat-gandakan pahalanya sebanyak dua
puluh lima kali lipat dibanding dia salat sendirian di rumah.Hal itu
adalah bahwa bersuci dengan sempurna, kemudian dia keluar
menuju masjid, sehingga setiap langkahnya akan menambah
darjah dan kesalahan dihapus. Apabila dia membaca shalâwat,
maka selama dia di tempat salatnya, Malaikat akan
mendo‘akannya dan meminta-ampunkannya". 342
Telaah sanad:
(1). Mûsâ ibn Ismâ‘îl al-Minqarî Abû Salamah al-Tabûdzakî
al-Bashrî
Ia meriwayatkan hadis, antara lain dari ‘ Abd al-Wâhid ibn
Ziyâd dan ‘Abd al-Wârits ibn Sa‘îd. Sementara orang yang
pernah meriwayatkan hadis dari padanya, al-Bukhârî adalah
Ahmad ibn Dâud al-Makkî dan sebagainya. Umumnya ahli
hadis, seperti Ibn Hibbân dan Ibn Sa‘d memandangnya tsiqah
3 47 Ibn Hajar, Tahdzîb …, vol. II, h. 506-509. Cf. Ibn Hajar, Thabaqât al-Mudallisîn,
vol.I, Maktabah al-Madâr, ‘Ammân, 1983, h. 33.
33 48
49 Ibn
50 Ibn Hajar,
Hajar, Taqrîb
Tahdzîb…,
Taqrîb …,vol.
…, vol.I,
vol. h.
h. 254.
I,III,203. 151
h. 189.
adalah ‘Abd al-Rahmân ibn Shakhar.351 Ia digelari Abû
Hurairah karena sering menggendong kucing,352 sehingga
Rasulullah Saw. memanggilnya Abû Hurairah (ayah kucing).
.
Secara lengkap sanad hadis zikir tersebut adalah sebagaimana
diriwayatkan oleh al-Turmudzî.
.
Artinya: Rasulullah Saw. pernah bersabda: "Tak seorang
3 53 Ibn
3 54Katsîr,
Al-Suyûthî, 3 52
al-Bidâyah
Is’âf …,Ibn
wa Atsir, Ushûd
al-Nihâyah,
h. 33. Lihat juga…,
vol. Ibnvol.
IV, Dâr V,
Atsir, h.
al-Fikri,
Ushûd 152vol.t.t.,V,h.h.181.
320.Bairut,
…, 321.
sebanyak tiga kali setiap pagi dan petang, kecuali
Telaah Sanad:
(1). Muhammad ibn Basyâr ibn ‘Utsmân al-‘Abdî
.
Artinya: “Rasulullah Saw. pernah salat al-dhuhâ sebanyak empat
raka’at, dan dia akan menambah sesuai kehendak Allâh. Kemudian
Ishâq ibn Ibrâhim serta ibn Basyâr, sekaligus menceritakan kepada
kami, yang berasal3 66dari Mu’âdz
Ibn Hajar, ibn Hisyâm,
al-Ishabah …, vol. IV,katanya:
h. 155
458. ‘Ayahku
menceritakan kepadaku yang dia terima dari Qatâdah dengan sanad
yang sama”.
Telaah sanad:
(1). Yahyâ ibn Habîb ibn ‘Arabî al-Hâritsî
(2). Khâlid ibn al-Hârits ‘Ubaid ibn Sulaimân ibn ‘Ubaid ibn
Sufyân ibn Mas‘ûd al-Hujaimî
Ia meriwayatkan hadis, antara lain Asy’ats ibn ‘Abdillâh
ibn Jâbir al-Haddânî, Sa‘îd ibn ‘Ubaidillâh ibn Jubair ibn Hayyah
al-Tsaqafî, dan Sa‘îd ibn Abî ‘Arûbah Mihrân al-‘Adawî.
Sementara orang yang pernah meriwayatkan hadis dari Khâlid
ibn al-Hârits antara lain Abû al-Asy’ats Ahmad ibn al-Miqdâm
al-‘Ajlî, Suwâr ibn ibn ‘Abdillâh al-‘Anbarî al-Qâdhî, dan Yahyâ
ibn Habîb ibn ‘ Arabî. Umumnya ahli hadis memandangnya
3 67 Muslim, Shahih, vol. I, hadis nomor 419, Bâb Istihbâb Shalât al-Dhuha wa anna
aqallaha rak’atân wa akmalaha tsamân raka’ât wa awsatahâ arba’a raka’ât au sitt wa ak-hatsts ‘ala
al-muhâfazhah ‘alaiha, Dâr ibn Hazm, Beirut, 1995, h. 497.
3 68 Ibn Hajar, Tahdzîb …, vol. XI, h. 172.
33 69
70 Ibn
71 Ibn Hajar,
Hajar, Taqrîb
Tahdzîb…,
Taqrîb …,vol.
…, vol.I,
vol. h. h. 72.156
h. 589.
I,III,187.
(3). Sa‘îd ibn Abî ‘Arûbah Mihrân al- ‘Adawî Abû al-Nadhr al-
Yasykurî
, ,
. . Sa‘îd ibn Abî ‘ Arûbah wafat tahun
156 H.373
‘Âmir Umm ‘ Amr bint ‘Abdillâh ibn al-Zubair, ‘Alî, dan Umm
al-Mu`minîn ‘Â`isyah. Sementara orang yang meriwayatkan
hadis dari Mu‘âdzah antara lain Abû Qilâbah ‘Abdullâh ibn Zaid
al-Jurmî, Abû Fâthimah Sulaimân ibn ‘Abdillâh al-Bashrî, dan
Qatâdah ibn Di’âmah. Ibn Hibbân memasukkannya dalam
deretan orang-orang tsiqah.376 Ibn Hajar menilainya tsiqah min
al-tsâlisat yang wafat tahun 83 H.377
(6). ’ Âisyah
’ Â'isyah bint Abî Bakar, isteri Rasulullah yang sangat dia
cintai setelah Khadîjah bint Khuwailid wafat. Tidak ditemukan
kata sepakat kapan Rasulullah kawin dengan ‘Â`isyah. Ada yang
mengatakan tiga tahun setelah hijrah. Demikian juga tidak
ditemukan kata sepakat tentang berapa usia ‘Â`isyah sât itu. Ada
yang mengatakan ketika dinikahkan dengan Nabi, ‘Â`isyah
ketika dia berusia enam tahun, dan ada yang mengatakan usia
tujuh tahun dan serumah dengannya pada usia sembilan tahun.
33 76
77 Ibn
78 Ibn Hajar,
Hajar, Tahdzîb
Taqrîb …,vol.
al-Ishâbah
…, vol.
…, I.XII,
vol.
h.IV,
753. 158
h.h.479.
359.
Hadis ini dikemukakan oleh al-Ghazâlî sebagai alasan untuk
melaksanakan salat sunat empat raka’at sebelum dzuhur. Karena orang
yang melaksanakannya akan dido’akan oleh sebanyak 70.000
Malaikat. Sanad hadis yang menceritakan adanya 70.000 ribu malaikat
salat dan memintakan ampun seseorang yang melaksanakannya secara
lengkap adalah sebagai berikut:
"
."
Hadis yang berbicara masalah salat empat raka’at sebelum
dzuhur, selain hadis Abî Hurairah tersebut juga hadis ‘Â`isyah secara
mursal dengan lafal sebagai berikut:
tsiqah.381
3 79 Al-Ghazâlî, Bidâyat …, h. 7.
Lihat Ibn
3 81 Ibn Hajar, Tahdzîb 3 Mâjah,
…, 80 Sunan,
vol.Al-Haddâd,
VIII, vol.
h. 274. I, …,
Takhrîj hadis
Demikian nomor
vol.
juga 159
1156,
I,menurut
hadis nomorh. 3,
365.
al-Syaikhh. 148.
al-Albânî.
Dari pro dan kontra para ahli hadis tersebut dapat disimpulkan
bahwa kualitas sanad hadis tersebut mursal dha‘îf.
.
Artinya: Bahwa Rasulullah pernah bersabda: “Allâh akan mengasihi
seseorang yang salat empat raka’at sebelum ‘ashar". 383
Telaah Sanad:
(1). Yahyâ ibn Mûsa ibn ‘Abd Rabbih ibn Sâlim al-Huddânî
(5). Muhammad ibn Ibrâhîm ibn Muslim ibn Mihrân ibn al-
Mutsanna
Ada yang mengatakan bahwa namanya adalah
Muhammad ibn Muslim ibn Mihrân ibn al-Mutsanna. Ia
meriwayatkan hadis, antara lain dari Ahmad ibn Ishâq al-
Khadhrâmî, Ishâq ibn Manshûr al-Salûlî, dan kakeknya Abî al-
Mutsanna Muslim ibn Mihrân. Sementara orang yang
meriwayatkan hadis dari Muhammad ibn Ibrâhîm adalah anaknya
Ibrâhîm, cucunya Muhammad ibn Ibrâhîm, dan Abû Dâud al-
Thayâlîsî dengan (redaksi) mengatakan ‘Muhammad ibn Muslim
ibn Mihrân menceritakan kepada kami’. Kemudian Abû
Qutaibah dengan mengatakan ‘Muhammad ibn al-Mutsanna’ dan
Yahyâ al-Qaththân dengan mengatakan ‘Muhammad ibn
Mihrân’. Artinya, bahwa terkadang dia di-nisbah-kan kepada
kakeknya, kakek ayahnya, dan kakek dari kakeknya. Ibn Hibbân
memasukkannya dalam deretan orang-orang tsiqah. Namun al-
Hâkim menilainya shadûq katsîr al-wahm atau shadûq yukhti`.392
Ibn Hajar menilainya shadûq yukhti`min al-sâbi‘ah.393 Tidak
ditemukan keterangan tentang kapan wafatnya.
(6). Jaddih (Kakek dari Muhammad ibn Ibrâhîm Muslim ibn al-
Mutsanna) al-Qurasyî
.
Hadis tersebut berkenaan dengan pertanyaan yang disampaikan
" "
:
.
Artinya: Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Sesungguhnya tidak akan
ditolak do’a yang dipanjatkan antara iqâmat dengan azân, maka
berdo’alah.
33 98
4 00 Ahmad Al-Haddâd,
99ibn
Al-Ghazâlî, Takhrîj,
Hanbal, Musnad, vol.
Bidâyat vol.
…, h.I, 7.
II, hadis 1641,13693,
hadisnomor
nomor h.308.h. 245.
Telaah sanad:
(1). Al-Aswad ibn ‘Âmir Syâdzân
(4). Abû Ishâq (‘Amr ibn ‘Abdullâh ibn ‘Ubaid) al- Sabî’î al-Kûfî
Ia meriwayatkan hadis antara lain dari Usamah ibn Zaid
ibn Hâritsah yang dia tidak mendengar langsung, namun dia
pernah melihatnya. Kemudian dari Hâritsah ibn Wahhâb al-
Khazzâ’î dan Buraid ibn Abî Maryam al-Salûlî. Sementara orang
yang meriwayatkan hadis darinya adalah ‘Abd al-Rahmân ibn
Humaid ibn ‘Abd al-Rahmân al-Ru`âsî, anaknya Yunus ibn Abî
Ishâq, cucunya Isra’il ibn Yûnus ibn Abî Ishâq, dan lain
sebagainya. Umumnya ahli hadis, seperti Ibn Ma’in dan al-
Nasa’î menilainya tsiqah.407 Ibn Hajar menilainya tsiqah muktsir
(5). Buraid ibn Abî Maryam Mâlik ibn Rabî‘ah al-Salûlî al-
Bashrî
.
Artinya: “Ingatlah bahwa do’a (yang dipanjatkan) antara azân
dan iqâmah tidak akan ditolak. Sebab itu, berdo’alah !”
Adâb al-Naum
Setelah al-Ghazâlî menjelaskan tentang persiapan salat secara
keseluruhan, kemudian dia menjelaskan tentang tata cara tidur (Adâb
al-Naum). Dalam pembahasan ini dia mengemukakan bahwa dalam
sehari semalam ada dua puluh empat jam. Ini dibagi tiga menjadi
delapan jam. Lebih jauh al-Ghazâlî menekankan agar dalam dua puluh
empat jam tersebut tidak lebih dari delapan jam untuk tidur siang dan
malam. Secara implisit dia sama sekali tidak mengemukakan hadis.
Adâb al-Shalâh
4 15 Al-Ghazâlî, Bidâyat44…,
14 Abû
16h. 9. Dâud,
Al-Haddâd, Sunan,
Lihat juga vol.al-Samad,
Takhrîj…,
‘Abd I, hadis
Vol. nomor
I, hadis 168
521,
Hidâyat …,1,h.h.h.199.
nomor 125.
116.
" :
."
Artinya: Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya seseorang ... al-
hadîts.
Telâh sanad:
(1). Qutaibah ibn Sa‘îd ibn Jamîl ibn Tharîf al-Tsaqafî
(2). Bakar ibn Mudhar ibn Muhammad ibn Hakîm ibn Salmân
al-Mishrî
Ia yang populer dengan panggilan Abû Muhammad dan
ada yang mengatakan Abû ‘Abd al-Mâlik al-Mishrî
meriwayatkan hadis antara lain dari Ja‘far ibn Rabî‘ah ibn
Syurahbîl ibn Hasanah, Abî Thiwâlah ‘Abdillâh ibn ‘Abd al-
Rahmân ibn Ma’mar al-Anshârî, dan Muhammad ibn ‘Ajlân.
shadûq illa idzâ ikhtalathat ‘alaih ahâîits Abî Hurairah min al-
khâmisah. Ia wafat tahun 184 H.423
Adâb al-Jumu‘ah
:
.
Artinya: Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Mandi pada hari Jum’at
adalah wajib atas setiap orang dewasa”. 432
Telaah sanad :
(1). ‘Abdullâh ibn Maslamah ibn Qa’nab al-Qa‘nabî
‘Abdullâh ibn Alî al-Ifrîqî, Mâlik ibn Anas, dan lain sebagainya.
Para ahli hadis memandangnya tsiqah.437 Ibn Hajar menilainya
‘Abdillâh ibn ‘Abbâs, dan ‘Alî ibn Abî Thâlib. Sementara orang
yang meriwayatkan hadis darinya adalah Ismâ‘îl ibn Abî Idrîs,
Abû ‘Amr ibn Basyr ibn Harb al-Nadabî, ‘Athâ` ibn Yasâr, dan
sebagainya. Abû Sa‘îd wafat pada tahun 74 H.441
‘Abbâs dan menanyakan tentang mandi hari Jum’at, apakah wajib atau
tidak. Ibn ‘Abbâs menjawab bahwa mandi tersebut tidak wajib, namun
dimaksudkan agar lebih bersih. Kemudian Ibn ‘Abbâs menerangkan
bagaimana awal kisah anjuran mandi hari Jum’at tersebut. Pada masa
itu kebanyakan orang dalam keadaan miskin dan untuk bekerja,
mereka menggunakan baju tebal yang terbuat dari bulu (shauf, kain
wool) atau katun. Sementara masjid mereka kecil dan rendah. Pada
suatu hari Jum’at di musim panas, Rasulullah Saw. keluar ke masjid.
Dia melihat keringat yang bercucuran hingga membasahi baju yang
tebal. Keringat yang berlebihan itu telah menimbulkan aroma yang
dapat mengganggu kenyamanan orang-orang sekeliling mereka.
Melihat kenyataan ini, Rasulullah Saw. bersabda: “Wahai sekalian
manusia! Jika keadaan cuaca seperti ini, maka mandilah kamu, dan
pakailah wewangian!”.443
4 44 Al-Bukhârî, Shahîh, vol. I, hadis nomor 830, Bâb fadhl al-ghasl yaum al-jum’ah …, h.
300.
4 45 Abû al-‘Ula Muh ammad ‘Abdurrahmân al-Mubârakfûrî, Muqaddimah Tuhfah al-
Ahwazî, vol. III, Dâr al-Fikr, Beirut, 1979, h. 6.
Maktabah Dahlan,
4 46 Bandung, ‘Abdullah
Abû Muhammad tt., h. 362.ibn
Cf.‘Abd
al- Dârimî, Sunan,
al-Rahmân vol. I, Sunan
al-Dârimî, hadis al-Dârimî,
nomor 1537,vol. Bâb
I, al-
Ghasl yaum 4al-Jum’ah, 177 …, h. 10.
h. 434. Hidâyat …, h. 133-134. Cf. al-Ghazâlî, Bidâyat
47 ‘Abdus-Samad,
:
.
Artinya: Rasulullah Saw. pernah besabda: "Siapa yang mandi jinâbah
pada hari Jum‘ah, kemudian pergi ke masjid dengan tujuan salat
Jum’at pada saat yang pertama, maka seolah-olah dia menyembelih
qurban seekor unta. Dan siapa yang pergi pada saat yang ke dua, maka
seoleh-olah dia menyembelih seekor lembu. Dan siapa yang pergi pada
saat yang ke tiga, maka dia seolah-olah menyembelih seekor kambing
biri-biri. Dan siapa yang pergi pada saat yang ke empat, maka dia
seolah-olah menyembelih seekor ayam. Dan siapa yang pergi pada saat
ke lima, maka seolah-olah memberi hadiah seekor burung. Dan siapa
yang pergi pada saat yang ke enam, maka seolah-olah memberi hadiah
sebutir telur. Apabila imam keluar, maka dilipat suratan dan diangkat
pena serta Malaikat berhimpun pada sisi mimbar mendengar dzikir".
Telaah sanad:
(1). Ishâq ibn Mûsa ibn ‘Abdillâh ibn Yazîd al-Anshârî
372..
4 48 Al-Turmudzî, 178 ila al-jum’ah, h.
Sunan,vol. I,, hadis nomor 499, Bâb mâ jâ fî al-Tabkîr
pertama kali ke Naisafur pada masa Yahyâ ibn Yahyâ dan kedua
kalinya pada tahun 40 H.449 Ibn Hajar menilainya tsiqah mutqin
min al-‘âsyirah. Ia wafat pada tahun 244 H.450
. . Ia meninggal di
Madînah pada bulan Syawwâl tahun 198 H.452
.
Memperhatikan kedua hadis yang dikemukakan oleh al-Ghazâlî
dengan hadis yang ditemukan dalam kitab sumber induk ada
perbedaan lafadz hadis. Di mana dalam hadis yang dikemukakan oleh
al-Ghazâlî ditemukan lafadz:
!
.
Hadis ini dikemukakan oleh al-Ghazâlî sebagai landasan agar
menghentikan segala kegiatan, seperti salat dan bercakap-cakap
sehingga dapat konsentrasi unutk mendengar khuthbah. Sebab
percakapan yang dilakukan ketika khathib sedang berkhuthbah dapat
menghilangkan ‘amal Jum’at itu sendiri. Secara lengkap sanad-nya
adalah sebagaimana diriwayatkan oleh al-Turmudzî:
:
.
Artinya: Rasulullahn Saw. pernah bersabda: “Siapa yang berkata pada
hari Jum’at; diam ! Sementara khathib sedang berkhuthbah, maka sia-
sialah Jum’atnya".
44 65
66 Al-Ghazâlî,
67 Bidâyat
Bidâyat …,
Al-Haddâd, Takhrîj…,
Al-Ghazâlî, h.
h. 10.
…,vol.10. 182 5, h. 144.
I, hadis nomor
Telaah sanad:
(1). Qutaibah
44 68
69 Al-Turmudzî,
70 Sunan,vol.
Ibn Hajar, Taqrîb
Tahdzîb…,
…,vol.
vol.I,I,VI,
hadis
h. 454. 183512, h. 387.
nomor
h 488-489.
(2). Al-Laits ibn Sa‘d al-Mishrî
Ia meriwayatkan hadis antara lain dari koleganya ’Abd al-
‘Azîz ibn ‘Abdillâh ibn Abî Salamah al-Mâjisyûn, ‘Abd al-
Rahmân ibn al-Qâsim ibn Muhammad ibn Abî Bakar al-Shiddîq,
dan ‘Uqail ibn Khâlid ibn ‘Aqîl al-Ailî. Sementara orang yang
menerima hadis darinya adalah Muhammad ibn Ramh ibn al-
Muhâjir al-Mishrî, Yûnus ibn Muhammad al-Mu’addib,
Qutaibah ibn Sa‘îd al-Balkhî, dan lain sebagainya. Para ahli hadis
memandangnya tsiqah.471 Ibn Hajar menilainya tsiqah tsabat
faqih Imam masyhur min al-sabi‘ah. Ia yang lahir tahun 94 H.,
wafat tahun 175 H.472
(3). ‘Uqail ibn Khâlid ibn ‘Aqîl al-`Ailî Abû Khâlid al-Umawî
Ia meriwayatkan hadis, antaara lain dari ayahnya Khâlid
ibn ‘Aqîl, Sa‘îd ibn Sulaimân ibn Zaid ibn Tsâbit, dan
Muhammad ibn Muslim al-Zuhrî. Sementara orang yang
meriwayatkan hadis dari ‘Uqail adalah anaknya Ibrâhîm ibn
4 71 Ibn Hajar, Tahdzîb …, vol. VIII, h. 459. Cf. al-Zahabî, Tazkirât …, vol. I, h. 224.
44 72
4 73 Ibn Hajar, Tahdzîb …, vol.Ibn
74 IbnV, Hajar,
Hajar, Taqrîb
h. 622-623. …,
TaqrîbCf. vol.
…,Ibn I,
I, h.
vol.Hajar, Lisân,184
h. 464.
397. vol. VII, h. 307.
al-Zuhrî, Muhammad ibn ‘Alî ibn al-Husain, ‘Uqail ibn Khâlid
ibn ‘Aqîl al-`Ailî, dan lain sebagainya. Para ahli hadis sepakat
bahwa Muhammad ibn Muslim al-Zuhrî tsiqat. Ia yang lahir
tahun 51 H. wafat dalam usia 72 tahun pada tahun 123 H. Namun
ada yang mengatakan tahun 125 H. Demikian pendapat yang
terkuat.475 Ibn Hajar menilainya al-faqîh al-hâfizh muttafaq ‘ala
jalâlatih wa ‘itqânih. Ibn Syihâb al-Zuhrî wafat di Mesir tahun
125 H.476
Ia menerima hadis antara lain dari ‘Âmir ibn Sa‘d ibn Abî
Waqqâsh, Bashrah ibn Aksam al-Anshârî, dan Abî Hurairah.
Sementara orang yang meriwayatkan hadis darinya adalah ‘Amr
ibn Muslim ibn ‘Imârah ibn Akîmah al-Laitsî, anaknya
Muhammad ibn Sa‘îd ibn al-Musayyab, Muhammad ibn Muslim
ibn Syihâb al-Zuhrî, dan lain sebagainya. Para ahli hadis
memandang Ibn al-Musayyab tsiqah. Namun, ia banyak
meriwayatkan hadis dari para sahabat yang tidak dia temui,
seperti Abû Bakar, ‘Umar, dan sahabat lain secara mursal.477 Ibn
Hajar menilainya
. . Ia wafat tahun
94 H. dalam usia 75 tahun.
4 75 Ibn Hajar, Tahdzîb …, vol. VII, h. 420-424. Cf. al-Zahabî, Tazkirât …, vol. I, h. 113.
4 76 Ibn Hajar, Taqrîb …, Vol. I, h. 506.
77 Al-Suyûthî,
4 79
78 Tahdzîb
Ibn Hajar, Taqrîb …,vol.
Is’âf …,
…, h.vol.
I,IV,
16. h. 241. 185
h. 11-14.
menggendong kucing,480 sehingga Rasulullah Saw.
memanggilnya Abû Hurairah (ayah kucing).
." "
kualitas shahîh. Abû Dâud yang juga meriwayatkan dengan lafal: "
Adâb al-Shîyâm
Setelah menjelaskan tentang tata cara (adâb) Jum’at, al-Ghazâlî
selanjutnya menjelaskan tentang tata cara puasa. Al-Ghazâlî
mengemukakan sebanyak lima hadis terkait dengan masalah tata cara
puasa (Adâb al-Shîyâm) ini, yaitu:
.
Hadis ini dikemukakan oleh al-Ghazâlî untuk menjelaskan
bahwa puasa tidak hanya sekedar menahan makan dan minum serta
hubungan suami isteri. Secara lengkap sanad-nya dapat dibaca
sebagaimana riwayat Ahmad:
:
:
.
Artinya: Rasulullah Saw. pernah bersabda :”Banyak di antara orang
yang berpuasa dia tidak mendapat apa-apa dari puasanya selain rasa
lapar, dan banyak di antara orang yang melaksanakan salat (malam)
yang tidak memperoleh apa-apa dari salatnya itu selain jaga
malam".
44 84 Demikian menurut
85 Al-Ghazâlî, Abû
Bidâyat …, Isa.
4 86 Ahmad Lihat
h. ibn
11. al-Turmudzî,
Hanbal,
Lihat juga
Musnad, Sunan,vol.
‘Abdus-Samad,
vol. II , hadis 187
I, hadis
Hidâyat
nomor nomor
…,9683, 512,
h. 156. h. 387.
h. 441.
Telaah sanad:
(1). Abû Khâlid al-Ahmar
. . Ia wafat tahun 94 H.
dalam usia 75 tahun.
4 96 Ibn
4 97Katsîr,
Al-Suyûthî, 4 95
al-Bidâyah
Is’âf …,Al-Dzahabî,
wa h. 33. Lihat Tadzkirah…,
al-Nihâyah, vol.
jugaIV,
IbnDâr vol.
Atsîr,
al-Fikri,
Ushûd 189vol.t.t.,V,h.h.181.
I, h.Bairut,
32.
…, 321.
Kualitas hadis: hasan, karena dalam sanad ada Abû Khâlid al-Ahmar
dan Usâmah ibn Zaid yang dipandang sama-sama shadûq.
.
498
4 98 Al-Dârimî, Sunan, vol. II, hadis nomor 2720, Bâb fî al-Muhâfazhah ‘ala al-Shaum, h.
4599 390.
00Al-Ghazâlî,
Al-MuttaqîBidâyat
al-Hindî,…,Kanz
h. 11.
…,Cf.
vol.
‘Abdus-Samad, 19023820,
VIII, hadis nomor
Hidâyat …, h. 795.
157.
laisa bi hujjah, namun Ibn Hibbân tetap memasukkannya dalam
deretan orang-orang tsiqah.501 Sementara Ibn Hajar menilainya
setingkat maqbûl min al-râbi‘ah.502 Menurut Abû Hâtim bahwa
perkataannya jâbir tashhîf adalah bohong besar.503 Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa kualitas sanad-nya adalah hasan.
.
Artinya: Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Puasa merupakan
benteng, karena itu apabila salah seorang kamu melaksanakan puasa,
maka janganlah dia menggauli isterinya dan jangan bodoh ! Jika
seseorang ingin membunuh atau mengajak berkelahi atau memakinya,
5 04 Al-Ghazâlî,55 Bidâyat
02 Ibn Hajar,
…, h. Taqrîb
03 Al-Haddâd, 11. Cf.…,
Takhrîj vol. I, h.
‘Abdus-Samad,
…, vol, I, hadis 191
136.Hidâyat
nomor …,
4, h.h.190.
158.
maka sebaiknya dia mengatakan: aku sedang puasa, aku sedang
puasa".
Telaah sanad:
(1). Yazîd ibn Hârûn ibn Wadî
tsiqah mutqin ‘âbid min al-‘âsi‘ah. Ia wafat pada tahun 204 H. 507
5 05 Ahmad ibn Hanbal, Musnad, vol. I, hadis nomor 8045 dan 8113, h. 306 dan 313.
5 06 Ibn Hajar, Tahdzîb …, vol. XI, h. 321.
55 07
08 Ibn
09 Ibn Hajar,
Hajar, Taqrîb
Tahdzîb…,
Taqrîb …, vol.
vol.I,
…,Vol. h. h. 34.192
h. 606.
I,IX, 467.
(3). Mûsa ibn Yasâr al-Mathlibî
Ia hanya meriwayatkan hadis dari Abî Hurairah.
Sementara orang yang menerima hadis darinya adalah anak
saudaranya Muhammad ibn Ishâq ibn Yasâr, ‘Abd al-Rahmân
ibn al-Ghâsil, ‘Ubaidullâh ibn ‘Umar al- ‘Umrî, Abû Ma‘syar
Najîh ibn ‘Abd al-Rahmân al-Madanî, Dâud ibn Qais al-Farra’,
dan lain sebagainya. Umumnya ahli hadis menilainya tsiqah.510
Ibn Hajar menilainya tsiqah min al-râbi‘ah.511 Belum ditemukan
keterangan lebih lanjut kapan dia meninggal.
:
.
524
.
. .
.
Artinya: Bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: “Sesungguhnya di dalam
sorga ada satu pintu, namanya al-Rayyân. Pada hari kiamat akan diseru
orang-orang yang selalu berpuasa. Siapa di antara mereka yang
memasukinya tidak akan lapar dan haus selamanya".
Telaah sanad:
(1). ‘Abd al-Rahmân ibn Ibrâhîm al-Dimasyqî Abû Sa‘îd Duhaim
5 31
30 Ibn Hajar, Taqrîb
Tahdzîb…,
…,vol.
vol.I,IX, h. 61.197
h. 468.
Demikian juga Ya‘qûb ibn Sufyân mengelompokkannya dalam
deretan orang-orang dha‘îf. Namun seperti yang dikemukakan
oleh Ibn Abî Syaibah dari ‘Alî ibn al-Madinî, layak (shâlih),
namun tidak kuat.532 Ibn Hajar menilainya shadûq lahu auhâm
wa rumiya bi al-tasyayyu‘ min kubbâr al-sâbi‘ah. Ia wafat tahun
160 H.533
(5). Sahl ibn Sa‘d ibn Mâlik ibn Khâlid al-Anshârî al-Khazrajî
al-Sâ’idî
Ia yang populer dengan panggilan Abû al-‘Abbâs dan ada
yang mengatakan Abû Yahyâ adalah salah seorang sahabat yang
meriwayatkan hadis antara lain dari Nabi Saw., ‘Âshim ibn ‘Adî
al-Anshârî, dan dari koleganya Marwân ibn al-Hakam.
Sementara orang yang pernah meriwayatkan hadis daripadanya
adalah Ziyâdah ibn ‘Abdillâh ibn Zaid ibn Marba’ al-Anshârî al-
Hâritsî, Abû Hâzim Salamah ibn Dînâr al-Madanî, anaknya
‘Abbâs ibn Sahl ibn Sa‘d al-Sâ’idî, dan sebagainya. Sahl ibn Sa‘d
juga merupakan seorang sahabat yang terakhir wafat di Madinah,
yaitu pada tahun 88 H. Namun ada yang mengatakan bahwa Sahl
Kualitas hadis: dha‘îf, karena dalam sanad ada Ibn Abî Fudaik yang
dinilai shadûq dan Hisyâm ibn Sa‘d, bahkan shadûq lahu ahâm.
542
5 36 Ibn Hajar, Is’âf …, h. 13. Lihat juga Ibn Atsîr, Ushûd …, vol. II, h. 320-321.
5 37 Al-Rayyân merupakan lafal (shighat) mubâlaghah. Artinya, lawan dari dahaga (al-
‘athasy). Lihat al-Bukhârî, Shahîh, vol. I, hadis nomor 3084, Bâb al-Rayyân li al-shâ`imîn, h. 671.
5 38 Muslim, Shahîh,vol. I, hadis nomor 166, Bâb fadhl al-shiyâm, h. 808..
5 39 Ahmad ibn Hanbal, Musnad, vol.V, hadis nomor 22869, h. 333.
5 40 Al-Turmudzî, Sunan,5vol. III, hadis nomor
41 Al-Ghazâlî,
42 Al-Nasâ’î, 765,
Sunan,
Bidâyat
vol.
…,Bâb
IV, Mâ
11. jâ`a
h. hadis fî199
nomor fadhl al-shiyâm,
2237, h. 168. h. 137.
meninggalkan keinginan hawa nafsu (tark al-syahwah) misalnya, tidak
semua orang dapat melaksanakannya kecuali orang-orang yang jujur dan
komit dengan agamanya (al-shiddîqûn). Mereka itulah muslim sejati.
Secara lengkap sanad hadisnya adalah sebagaimana diriwayatkan oleh
Ahmad:
:
: . : . :
: . :
.
Artinya: Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Tahukah kalian tentangg
muslim ? Mereka menjawab: Allâh dan Rasul-Nya lebih tahu. Rasulullah
mengatakan, yaitu orang yang selamat muslim lain dari lidah dan
tangannya. Sabda Nabi: Tahukah kalian tentang mukmin ? Mereka
menjawab: Allâh dan Rasul-Nya lebih tahu. Rasulullah Saw. mengatakan:
Orang yang memberi rasa aman terhadap jiwa dan harta mukmin lain.
Sedangkan orang yang berhijrah, yaitu orang yang meninggalkan
kejahatan dan dia hindari.
Telaah sanad:
(1). Zaid ibn al-Hubâb ibn al-Rayyân
(2). Mûsa ibn ‘Ulai ibn Ribâh al-Lakhamî Abû ‘Abd al-Rahmân al-
Mishrî
Ia meriwayatkan hadis antara lain dari Yahyâ ‘Ulai ibn Ribâh
al-Lakhamî, Muhammad ibn Muslim ibn Syihâb al-Zuhrî, dan
Hibbân ibn Abî Jablah. Sementara orang yang menerima hadis dari
Mûsa ibn ‘Ulai adalah Usâmah ibn Zaid al-Laitsî yang merupakan
seniornya, kemudian Abû al-Hârits Rûh ibn Shalâh Siyâbah ibn
Kualitas hadis :dha‘îf, karena dalam sanad ada Zaid ibn al-Hubâb ibn al-
Rayyân yang dipandang shadûq yukhthi` dan Mûsa ibn ‘Ulai yang
dipandang shadûq rubamâ akhta'â.
tidak ditemukan dalam matan hadis yang di-takhrîj dari kitab sumber.
Hadis yang menjelaskan tentang meninggalkan ma ’shîat, seperti
keinginan hawa nafsu dan sebagainya. Kelihatannya cukup banyak juga
sanad lain yang meriwayatkan hadis tersebut secara makna (bi al-ma ‘na)
dengan lafal informatif (khabarîah). Mereka adalah al-Bukhârî,551
Muslim, 552 al-Turmudzî, 553 al-Nasâ’î, 554 Abû Dâud,555 al-Dârimî,556 dan
5 50 Ibn Atsîr, Ushûd …, vol. III, h. 231. Cf. al-Suyûthî, Is’âf …, h. 16. Cf. Ibn Hajar,
Tahdzîb …, vol. V, h. 294. Cf. Ibn Hajar, Taqrîb …, vol. I, h. 315.
5 51 Al-Bukhârî, Shahîh, vol. I , hadis nomor 10 dan 11, Bâb al-Muslimûna Man Salima
al-Muslimûna min Lisânih wa Yadih, dan hadis nomor 61199, Bâb al-Intihâ ‘an al-Ma’âshî, h. 13.
5 52 Muslim, Shahîh, vol. I, hadis nomor 64, 65 dan 66, Bâb Bayân Tafâdhul al-Islâm wa
Ayyvol.
Man
5 53 Al-Turmudzî, Umûr
Salima Afdhal,
V, hadis h. 2627
nomor 41. dan
al-Muslimûna min2628,
Lisânih
Bâbwa 202fî anna
MâYadih,
Jâ`a h 17..
al-Muslima
lainnya. Dengan demikian kualitas sanad hadis di atas dapat meningkat
jadi hasan li ghairih.
Ad.1. Mata
Dalam hal ini, al-Ghazâlî hanya mengemukakan fungsi mata, yaitu
sebagai petunjuk dalam kegelapan, sarana dalam memenuhi kebutuhan,
dan menyaksikan planet langit dan bumi yang mengagumkan. Sebab itu,
jangan digunakan untuk memandang hal-hal yang diharamkan,
umpamanya membongkar ‘aib sesama muslim. Secara eksplisit
pembahasan ini tidak ditopang dengan ayat maupun hadis.
Ad.2. Telinga
Berkenaan dengan pembahasan telinga (al-`udzun) ini, al-Ghazâlî
mengemukakan satu hadis, yaitu:
(Hadis Nomor 47):
5 54 Al-Nasâ’î, vol. VII, hadis nomor 4995 dan 4996, Sifat al-Mu`min, h. 105..
5 55 Abû Dâud, Sunan, vol. I, hadis nomor 2481, Bâb fî al-Hijrah hal Inqatha’at, h. 6.
5 56 Al-Dârimî, Sunan, vol. I, hadis nomor 2712 dan 2716. h. 287 dan 288.
Dâr al-Fikr,
557Al-Ghazâlî, Bidâyat …, tt.,Cf.
h. 11.
5 58 h. Al-Ghazâlî,
388. Hidâyat
‘Abdus-Samad, Majmû’at 158. 203
…, h.Rasâ’il al-Imâm al-Ghazâlî,
Hadis ini dikemukakan oleh al-Ghazâlî sebagai landasan untuk
menyamakan bahwa orang yang mendengar sama dengan orang
mengumpat. Sebab itu, telinga tidak dibenarkan untuk mendengar
pergunjingan sesama. Sanad-nya adalah sebagai berikut:
" "
560
5 60
59 Al-Ghazâlî,
Al-Haddâd, Takhrîj…,
Bidâyat …,vol. III, hadis204
h. 12. nomor 1, h. 114.
:
:
.
Artinya: Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya seorang laki-laki yang
berbicara dengan satu kalimat saja sampai membuat orang tertawa akan
membawa dia ke dalam neraka selama tujuh puluh tahun". 561
Telaah sanad :
(1). Muhammad ibn Basysyâr ibn ‘Utsmân ibn Dâud ibn Kaisân al-
‘Abdî
Ia yang populer dengan panggilan Abû Bakar Bundâr
meriwayatkan hadis antara lain dari Ibrâhîm ibn ‘Umar ibn Abî al-
Wazîr, ‘Abd al-Wahhâb ibn ‘ Abd al-Majîd al-Tsaqafî, dan
Muhammad ibn Abî ‘Adî. Sementara orang yang menerima hadis
dari Muhammad ibn Basysyâr adalah al-Jamâ ‘ah, Abû Ahmad ibn
5 61 Al-Turmudzî, Sunan, vol. IV, hadis nomor 2314. Bâb 10 fî Man Takallama bi Kalimah
Yadhhak5bihâ al-Nâs,
62 Ibn
63 h. 557.…,
Hajar, Taqrîb
Tahdzîb …,vol.
vol.I,VII,
h. 469. 205
h. 63-65.
meriwayatkan hadis dari Ibn Abî ‘Adî adalah Muhammad ibn Abân
al-Balkhî, Abû Bakar Muhammad ibn Ahmad ibn Nâfi‘ al-‘Abdî,
Muhammad ibn Basysyâr Bundâr, dan sebagainya. Umumnya ahli
hadis menilainya tsiqah.564 Ibn Hajar menilainya tsiqah min al-
tâsi‘ah. Ia wafat tahun 194 H. Demikian menurut yang terkuat.565
dha‘îf.
Dari pro dan kontra pendapat para ahli di atas dapat
disimpulkan bahwa Muhammad ibn Ishaq tidak terlalu kuat,
walaupun daya ingatanya cukup tinggi, sebagaimana pernah
diriwayatkan Ibn ‘Uyainah yang mendengar dari Syu‘bah,
mengatakan Muhammad ibn Ishaq merupakan Amîr al-Mukminîn.566
Di dalam Taqrîb dikatakan bahwa Muhammad ibn Ishâq shadûq
55 64
65 Ibn
66 Ibn Hajar,
Hajar, Tahdzîb …,
Taqrîb …,
Tahdzîb vol.
…,vol. IX,
vol.I,VII, 206
h.h.12-13.
h. 465. 35-39.
yudallis wa rumiya bi al-tsyayyu‘ wa al-qadr min shighâr al-
khâmisah. Ia meninggal pada tahun 51 H.567
(4). Muhammad ibn Ibrâhîm ibn al-Hârits ibn Khâlid ibn Sakhr ibn
‘Amîr ibn Ka‘b al-Qurasyî al-Taimî Abû ‘Abdillâh al-Madanî
Ia meriwayatkan hadis antara lain dari ‘Âmir ibn Sa‘d ibn
Abî Waqqâsh, ‘Alqamah ibn Waqqâsh al-Laitsî, dan ‘Îsa ibn
Thalhah ibn ‘Ubaidillâh. Sementara orang yang meriwayatkan
hadis darinya adalah anaknya Mûsa ibn Muhammad ibn Ibrâhîm
ibn al-Taimî, Muhammad ibn ‘ Amr ibn ‘ Alqâmah ibn Waqqâsh al-
Laitsî, Muhammad ibn Ishâq ibn Yasâr, dan lain sebagainya.
Umumnya ahli hadis memandangnya tsiqah.568 Ibn Hajar
menilainya tsiqah lahu afrâd min al-râbi‘ah. Ia wafat tahun 120
H.569
Telaah sanad:
(1). Sulaimân ibn ‘Abd al-Jabbâr ibn Zuraiq al-Khayyâth al-
Baghdadî
Ia yang populer dengan panggilan Abû Ayyûb
meriwayatkan hadis dari Abî al-Rabî‘ Sulaimân ibn Dâud al-
Zahrânî, ‘Alî ibn Qâdim, dan ‘Umar ibn Hafsh ibn Ghîyâts.
Sementara orang yang meriwayatkan hadis dari Sulaimân ibn
(2). ‘Umar ibn Hafsh ibn Ghîyâts ibn Thalq ibn Mu’awîah al-
Nakha’î
Ia yang populer dengan panggilan Abû Hafsh al-Kûfî
meriwayatkan hadis antara lain dari ayahnya Hafsh ibn
Ghîyâts ibn Thalq ibn Mu’awîah al-Nakha’ î, ‘Abdillâh Ibn
Idrîs, dan Abî Bakar ibn ‘Îyâsy. Sementara orang-orang yang
5 79 Al-Turmudzî,
5 81 Sunan,vol.
80 Ibn IV , hadis
Hajar, Taqrîb
Tahdzîb…, nomor
…,vol. h.21316,
vol.I,III,252. 209
Bâb 11, h. 558.
h. 490.
meriwayatkan hadis dari ‘Umar ibn Ghîyâts adalah al-
Turmudzî, al-Nasâ’î melalui Muhammad ibn Abî al-Husain
al-Samnânî, Abû Syaibah Ibrâhîm ibn Abî Bakar ibn Abî
Syaibah, dan sebagainya. Umumnya ahli hadis menilainya
(3). Abî (Hafsh ibn Ghîyâts ibn Thalq ibn Mu‘âwiyah ibn
Mâlik ibn al-Hârits ibn Tsa’labah al-Nakha’î)
Ia yang populer dengan panggilan Abû ‘Umar
al-Kûfî meriwayatkan hadis dari kakeknya Thalq ibn
Mu’âwiyah ibn Mâlik, Sulaimân ibn Mahrân al-A‘masy, dan
Abî Burdah Barîd ibn ‘Abdillâh ibn Abî Burdah ibn Abî
Mûsa al-Asy‘arî. Sementara orang yang meriwayatkan hadis
dari Hafsh ibn Ghîyats adalah Ahmad ibn Ibrâhîm al-
Dauruqî, Ishâq ibn Ibrâhîm ibn Habîb ibn al-Syahîd, anaknya
5 86 Ibn Hajar, Tahdzîb …, vol. II, h. 506-509. Cf. Ibn Hajar, Thabaqât al-Mudallisîn,
vol.I, Maktabah al-Madâr, ‘Ammân, 1983, h. 33.
Tahdzîb …,
5 88 Ibn Hajar, al-Ishâbah 87vol.
5…, Ibn I,Hajar,
vol. I, h. 329.
312.
Taqrîb
Cf. Ibn
…, Hajar, 254.…,211
vol. I, h.Is’âf h. 6.Juga Ibn Hajar,
Qur`an ketimbang berbicara yang sia-sia masih ada jalur lain,
yaitu hadis riwayat Ahmad589 lewat jalur sanad ‘Isa ibn
Thalhah. Jalur tersebut bisa dijadikan sebagai mutâbi‘ bagi
hadis tersebut di atas. Dengan demikian kualitas sanad hadis
tersebut terangkat menjadi shahih li ghairih.
, :
591
55 89
91 Ahmad,
5 90 Al-Ghazâlî, Bidâyat …, h. Musnad,
Al-Ghazâlî, vol.
12.Bidâyat …,II,h.hadis
Cf. Al-Ghazâlî, 212
nomor
12.Majmû’at 7214, h. 236.
.., h. 388-390.
.
Artinya: ‘Abdullah (ibn Mas’ûd) berkata: Ada tiga hal,
apabila orang terlibat di dalamnya akan dipandang
sebagai munafiq., yaitu: Apabila dia berbicara dusta,
apabila berjanji disalagi dan apabila diperccaya khianat.
Apabila hanya salah satu yang dia lakukan, maka dia
tetap merupakan bahagian dari kemunafikan tersebut
selama belum dia tinggalkan.
Telaah sanad :
(1). ‘Amr ibn Yahyâ ibn al-Hârits al-Himshî al-Zanjârî
Ia meriwayatkan hadis, antara lain dari Mahbûb
ibn Mûsa al-Farrâ`, Ahmad ibn Muhammad ibn
Syibawaih al-Marwazî, dan al-Mu’âfa ibn Sulaimân al-
Ras’anî. Sementara orang yang menerima hadis dari
5 92 Al-Nasâ’î, Sunan,
93 vol.
5 94 VII, hadis
Ibn Hajar, nomor
Tahdzîb
Taqrîb …, 5023,
…,vol. h.Tha’m
vol.I,VI,428. 213
al-Îman, h. 117.
h 225-226.
Mas‘ûdî, dan Zuhair ibn Mu‘âwiyah. Sementara orang
yang meriwayatkan hadis dari al-Mu’âfa adalah kedua
anaknya ‘Abd al-Kabîr ibn al-Mu’âfa ibn Sulaimân al-
Qâdhî dan Sulaimân ibn al-Mu’âfa ibn Sulaimân al-
Qâdhî. Kemudian ‘Amr ibn Yahyâ ibn al-Hârits al-
Himshî, dan sebagainya. Abû Bakar ibn al-Muqri’
menilainya tsiqah. Namun yang lebih populer
mengatakan bahwa dia shadûq.595 Ibn Hajar juga
menilainya shadûq min al-‘âsyirah. Ia wafat tahun 234
H.596
. Zuhair ibn
Mu‘âwiyah wafat pada akhir tahun 172 H.598 Demikian
menurut Ibn Sa‘d.
605 .
Fârisi yang apabila selesai makan ia terus tidur dan mendengkur. Pada waktu itu ada yang
6 04 Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Salmân al-
mempergunjingkan perbuatannya itu. Maka turunlah ayat ini. Lihat K.H. Qamaruddin cs., Asbâbun
…, h. 474. 6 05 Al-Ghazâlî, Bidâyat …, h. 12. 217
:
.
Artinya: Rasulullah Saw. pernah bersabda : “Siapa yang
menghindari perdebatan yang memang bathil, maka
dibuatkan bangunan untuk dia di sekitar sorga. Siapa
yang menghindari perdebatan yang dibenarkan, dibuatkan
bangunan untuk dia di tengah-tengah sorga, dan siapa
saja yang berakhlak baik, dibuatkan bangunan untuk dia
di atasnya".
Telaah sanad:
(1). ‘Uqbah ibn Mukramm Abû ‘Abd al-Mâlik al-
Bashrî
Ia meriwayatkan hadis antara lain dari
Syuraik ibn ‘Abd al-Majîd al-Hanafî, Abî Zakîr
Yahyâ ibn Muhammad ibn Qais al-Madanî, dan
Muhammad ibn Ismâ‘îl ibn Abî Fudaik. Sementara
orang yang meriwayatkan hadis dari ‘Uqbah ibn
Mukramm adalah al-Turmudzî, Ibrâhîm
ibn’Abdillâh ibn al-Junaid al-Khatlî, Abû Bakar
Ahmad ibn ‘Amr ibn ‘Abd al-Khâliq al-Bazzâr, dan
lain sebagainya. Umumnya ahli hadis, seperti al-
Nasâ`î dan Ibn Hibbân memasukkan ‘Uqbah ibn
Mukramm al-Bashrî dalam deretan orang-orang
6 06 Hadis ini hasan. Satu-satunya sanad melalui jalur Salmah ibn Wardân dari Anas ibn
Mâlik. Lihat al-Turmudzî, Sunan, vol.
6 08
07 IbnIV, hadis
Hajar, nomor
Tahdzîb
Taqrîb …,1993,
…, vol. Bâb
vol.I,VII,
h. h.58
395. 218
Mâ jâ`a fî al-Mirâ`, h. 358.
222.
Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn
Ismâ`îl ibn Muslim ibn Abî Fudaik Dînâr al-Dailî.
Ia meriwayatkan hadis antara lain dari Ibrâhîm ibn
Ismâ ‘îl ibn Abî Habîbah, ayahnya Ismâ‘îl ibn
Muslim ibn Abî Fudaik, dan Salamah ibn Wardân.
Sementara orang yang meriwayatkan hadis darinya
adalah Ibrâhîm ibn al-Mundzir al-Hazâmî, Abû al-
Azhar ibn al-Azhar ibn Muni’ al-Naisâbûrî, ‘Uqbah
ibn Mukramm al-‘ Amî, dan lain sebagainya. Ibn
Hibbân mengelompokkannya dalam kategori tsiqah.
Al-Nasâ’i memandangnya laisa bihi ba’s.
6 10
09 Ibn Hajar, Taqrîb
Tahdzîb…,
…,vol.
vol.I,IX, h. 61.219
h. 468.
‘Abdullâh ibn Ahmad yang berasal dari ayahnya,
mengatakan munkar al-hadîts, dha‘îf al-hadits. Al-
Daurî mengatakan yang berasal dari Ibn Ma’in,
6 12
11 Ibn Hajar, Tahdzîb
Taqrîb …,
…,vol.
vol.I,III,
h. 248. 220
h. 445-446.
Waqqâsh, Sulaimân ibn Mahrân al-A‘masy, dan
sebagainya. Ia merupakan sahabat Nabi Saw. yang
paling akhir di Bashrah.613
al-Turmudzî
. ...
Artinya: “… maka janganlah kamu mengatakan dirimu
suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang
bertaqwa".
221 Is’âf …, h. 6.
6 13 Ibn Hajar, al-Ishâbah …, vol. I, h. 312. Juga Ibn Hajar,
Lewat ayat ini al-Ghazâlî mewanti-wanti supaya
tidak memandang suci diri sendiri. Sebab hal itu sama
saja dengan ketika orang lain memandang suci dirinya
sendiri yang tidak akan menambah harga diri di depan
orang banyak, lebih-lebih lagi di depan Allâh Swt. Akan
tetapi justru akan merendahkan harga diri dan menuai
kehinaan.
bayi mereka mati di waktu kecil bayi itu termasuk orang shiddiq (manusia sempurna). Anggapan
6 14 Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa kaum yahudi beranggapan apabila seorang
ini sampai kepada Nabi saw. Beliau bersabda : “Bohong Yahudi itu, tak seorang pun yang
dijadikan Allah di dalam rahim ibunya kecuali ditetapkan apakah ia celaka (di neraka) atau
selamat (di surga)”. Ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa itu yang menegaskan bahwa Allah
Maha Mengetahui akan nasib makhluq-Nya. Lihat
6 15 Al-Ghazâlî, K.H.…,h.
Bidâyat Qamaruddin
13. 222
cs., Asbâbun …, h. 483.
Hadis di atas secara makna diriwayatkan dalam
kitab shahîhayn sebagaimana diriwayatkan oleh al-
Bukhârî.
.
Artinya: Abû Hurairah r.a. menceritakan: "Rasulullah
Saw. tidak pernah mencerca makanan sama sekali.
Apabila dia suka, dia makan dan apabila tidak suka, dia
tinggalkan".
Telaah sanad:
(1). ‘Alî ibn al-Ju’ d ibn ‘Ubaid al-Jauharî al-Baghdadî
Ia yang populer dengan panggilan Abû al-Hasan
meriwayatkan hadis antara lain dari al-Hasan ibn Shâlih
ibn Hayy, ‘Âshim ibn Muhammad ibn Zaid al-‘Umarî,
dan Syu‘bah ibn al-Hajjâj. Sementara orang yang
pernah meriwayatkan hadis dari padanya adalah Ahmad
ibn al-Hasan ibn Mukramm ibn Hassân al-Baghdâdî al-
Bazzâz, Ahmad ibn al-Husain ibn Ishâq al-Shûfî al-
Shaghîr, dan sebagainya. Umumnya ahli hadis
menilainya tsiqah.617 Ibn Hajar menilainya tsiqah tsabat
rumiya bi al-tsyayyu‘ min shighâr al-tâsi‘ah. Ia wafat
tahun 230 H.618
6 16 Al-Bukhârî, Shahîh, vol. V, hadis nomor 5093, Mâ ‘âba al-Nabî Saw. tha’âman, h.
06. Juga Muslim, Shahîh, vol. III, hadis nomor 187, Bâb Lâ yu’îb al-tha’âm, h. 1632. Juga al-
Haddâd, Takhrîj …, vol. II, hadis6 nomor 7, h. 296.
17 Ibn Hajar,
18 Tahdzîb…,
Taqrîb …,vol.
vol.I,VII,
h. 398. 223
h. 256.
Ia yang populer dengan panggilan Abû Busthâm
al-Wâshitî meriwayatkan hadis dari Ibrâhîm ibn
Muhammad ibn al-Muntasyar, Sa‘îd ibn Abî Burdah ibn
Abî Mûsa al-Asy‘arî, dan Sulaimân ibn Mahrân al-
A‘masy. Sementara orang yang meriwayatkan hadis
daripadanya adalah Abû Zhafar ‘Abd al-Salâm ibn
Mathhar, ‘Abd al-Shamad ibn ‘ Abd al-Wârits, ‘Alî ibn
al-Ju’d al-Jauharî, dan sebagainya. Sebagai Amîr al-
Mu`minîn, para ahli hadis menilainya sebagai tsiqah,
6 28 Ibn
6 29Katsîr,
Al-Suyûthî, 6 27
al-Bidâyah
Is’âf …,Al-Dzahabî,
wa h. 33. Lihat Tadzkirah…,
al-Nihâyah, vol.
jugaIV,
IbnDâr vol.
Atsîr,
al-Fikri,
Ushûd 225vol.t.t.,V,h.h.181.
I, h.Bairut,
32.
…, 321.
Di dalam kitab syarh hadis kitab Fath al-Bârî
dikatakan bahwa hadis tersebut yang diriwayatkan lewat jalur
dari Abî Hurairah adalah maqbûl atau shahîh.630
631 .
:
:
6 31
30 Al-Ghazâlî,
Ibn Hajar, Fath
Bidâyat
al-Bârî,
…, vol.
h. 13. 226
IX, h. 548.
:
:
.
Artinya: ”Rasulullah Saw. mendo’akan keampunan bagi
umatnya ketika di ‘Arafah, lalu mereka diampuni;
sesungguhnya aku mengampuni mereka, kecuali orang yang
sewenang-wenang (dzâlim)…".
Telaah sanad:
(1). Ayyûb ibn Muhammad al-Hâsyimî al-Bashrî
‘Utsmân. 641
66 39
6 41 Ibn Hajar, Tahdzîb …, vol.Ibn
40 IbnIV,Hajar,
Hajar, Tahdzîb
h. 219. Cf. Ibn…,
Tahdzîb …, vol.
Hajar, VI,
vol. al-Ishâbah229
I, h.h.462.
591.…, vol. III, 633.
Kualitas hadis: hasan, karena dalam sanad ada ‘Abd al-
Qâhir ibn al-Sarî al-Salamî al-Bashrî yang dinilai maqbûl.
Kemudian ada lagi ‘Abdullâh ibn Kinânah dan Kinânah
ibn ‘Abbâs serta ‘Abd al-Qâhir yang keduanya dinilai
majhûl.
Ad.4. Perut
Berkenaan dengan urusan perut, al-Ghazâlî
menganjurkan agar tidak diisi dengan makanan yang
haram dan bahkan syubhat sekalipun. Perut sebaiknya
diisi dengan makanan yang halal dan tidak sampai
kenyang. Sebab rasa kenyang hanya akan membuat hati
jadi keras dan merusak pikiran. Selain itu, perut yang
kekenyangan akan membuat anggota tubuh jadi malas
beribadah dan menuntut ilmu pengetahuan serta
memperkuat nafsu syahwat dan menolong pasukan
syaithan. Kenyang dengan makanan halal saja merupakan
awal dari segala kejahatan, apalagi dengan yang haram.
Ad.5. Kemaluan
Mengawali pembicaraannya tentang kemaluan (farj),
al-Ghazâlî memulainya dengan surat al-Mu`minûn
(orang-orang yang beriman)/23: 5-6; bersamaan dengan
surat al-Ma ‘ârij (tempat-tempat naik)/70: 29-30 ;
.
.
Artinya: “Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya,
kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang
mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini
tiada tercela” .
646 .
Hadis ini dikemukakan oleh al-Ghazâlî untuk
.
Artinya: “Dan janganlah kamu cendrung kepada orang-orang
yang zhalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka,
dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun
sekain daripada Allâh, kemudian kamu tidak akan diberi
pertolongan”.
66 45
6 47 Khadim 46 Al-Ghazâlî,
al-Haramain Bidâyat
Bidâyat …,
Al-Ghazâlî,al-Syarifain, h.
h. 13.
…,al-Qur`an
14. 232 …, h. 344.
al-Karîm
Hadis tersebut diriwayatkan oleh al-Bayhaqî secara
650 .
6 48 Ahmad Lutfi, Tesis …, h. 317-318. Cf. al-Bayhaqî, Syu’ ab …, vol. VI, hadis nomor
8232, h. 298.
Tartîb 6al-Mawdhû’ât, hadisibn
49 ‘Abd al-Rahmân nomor
6 ‘Âlî 948, Dâral-Mawdhû’ât,
50 Al-Ghazâlî,
al-Jawzî, al-Kutub
Bidâyat …, 14. III, h.233
al-‘Ilmîyah,
h. vol. Beirut,
133. Cf.t.t., h. 266.
Al-Dzahabî,
berangan-angan tanpa dibarengi usaha keras. Hal ini
diperkuat lagi dengan beberapa surat di bawah ini, yaitu:
1). Surat an-Najm (Bintang)/53 : 39;
.
Artinya: “ dan bahwasanya seorang manusia tiada
memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”.
. ...
Artinya: “… sesungguhnya kamu diberi balasan terhadap apa
yang kamu kerjakan”.652
.
Artinya: “Sesungguhnya orang yang berbakti itu benar-benar
berada dalam keni’matan yang besar (surga)”.653
6653
52Khadim 6 51 Khadim
Khadimal-Haramain
al-Haramainwa al-Haramain
waal-Syarifain,
al-Syarifain, al-Syarifain,
al-Qur`an
al-Qur`an …,
…,h.h.234
al-Qur`an
1033 dan…,
866 dan h. h. 874.
1036.
951.
:
.
Artinya: Nabi Saw. pernah bersabda: “Orang pintar (mampu
melihat baik dan buruk sesuatu) adalah orang yang bisa
mengendalikan nafsunya dan beramal untuk keperluan
sesudah mati. Sementara orang lemah, yaitu orang yang
memperturutkan hawa nafsunya dan selalu berangan-angan
kepada Allâh".
Telaah sanad:
(1). Sufyân ibn Wakî’ ibn al-Jarrâh al-Ru`asî
hari kiamat. Diriwayatkan juga melalui ‘Umar ibn al-Khaththâb, katanya: “Audit diri kamu
(hâsibû) sebelum kamu diaudit, Penghitungan (al-hisâb, audit) akan lebih ringan pada hari kiamat
terhadap 6orang yang
54 Arti telah lebih diri
mengendalikan duludimengaudit dirinya di diri
sini, selalu introspeksi dunia. Berhiaslah
di dunia sebelumuntuk sesuatu
diaudit pada yang
luas dan besar. Diriwayatkan juga dari Maimûn ibn Mahrân, katanya: “Seorang hamba tidak akan
menjadi taqwa selama belum introspeksi diri, sebagaimana dia mengaudit 235 2459, Bâb 25, h. 638.
wafat pada Rabî‘ al-Âkhir 247 H.655 Ibn Hajar
menilainya
. Ia
meninggal pada tahun 156 H.660
6 60
59 Ibn Hajar, Taqrîb
Tahdzîb…,
…,vol.
vol.I.X,
h. h.
623. 237
32-33.
Pernah dikabarkan di dalam kitab al-Zuhrah, bahwa
Muslim meriwayatkan hadis darinya sebanyak 73
hadis.661 Ibn Hajar menilainya
6 66
65 Ibn Hajar, Taqrîb
Tahdzîb…,
…,vol.
vol.I.V,
h. h. 334.239
320.
tsiqah.667 Ibn Hajar menilainya tsiqah min al-râbi‘ah. Ia
wafat tahun 130 H.668
66 67
6 69 Ibn Hajar , Tahdzîb …, 68 Ibn
vol. Hajar,
IbnIII,
Hajar, Tahdzîb
h. 604.
Taqrîb …,Hajar,
Cf. Ibn
…, vol.I.IV,
vol. h. 88.240
al-Ishâbah
h. 280. …, vol. III, h. 319.
‘Isa ibn Yûnus Ibn al-Mubârak
At-Turmudzî
kitâb hadis nomor 2459; Ibn Mâjah, Sunan, kitâb zikr al-mawt wa al-isti’dâd lah, hadis nomor
4260; Ahmad, Musnad, vol. IV, h. 124; Ahmad, al-Zuhd, hadis nomor 206, h. 66; al-Hâkim, al-
Mustadrak,
6 70kitâb al-Îmân, Sunan,
Al-Turmudzî, bâb al-Kays man al-qiyâmah,
kitâb shifat dâna nafsuhhadis
wa nomor
‘amil li2461.
mâ ba’d al-Mawt,Sunan,
Cf. al-Nasâ`î, vol. I, h. 57;
al-Thabrânî, al-Mu’jam al-Kabîr, vol. VII, hadis nomor 7143, h. 284;241 al-
demikian, kualitas sanad hadis tersebut tetap dha‘îf.671 Abû
Bakar ibn ‘Abdillâh ibn Abî Maryam merupakan tokoh kunci
dalam periwayatan hadis tersebut, sekalipun thuruqnya cukup
banyak.
6 71 Bandingkan dengan Syekh al-Albanî yang juga menilai sanad hadis tersebut dha‘îf.
6 72 Al-Dzahâbî,Munâwî,
Lihat al-Turmudzî,
Faydh
al-Talkhîsh, vol. al-Qadîr,
I, h.Sunan, vol.
vol.V,IV,
h.al-Jâmi’
57; al-Suyuthî, h.638. 242 vol. II, 256; al-
67-68. al-Shaghîr,
sosok seorang ilmuwan yang jujur.673 Jadi, sanad hadis
tersebut dha’ îf.
Hadis tersebut memiliki syâhid yang diriwayatkan oleh
al-Bayhaqî dari Anas lewat jalur ‘Awn ibn ‘ Ammârah dengan
lafal:
6 73 Al- Dzahâbî, Mîzân al-I’tidâl, vol. IV, h. 497-498; Cf. Ibn Hajar, al-Taqrîb al-
Tawdhih, h. 623.
ibn ‘Ammârah dalam al-Dzahabî,
6 74 Al-Bayhaqî Mîzânvol.
, Syu’ab al-Îmân, al-I’tidâl,
VII, hadisvol. III, 1045,
nomor h. 306;
h. Cf.
350;‘Abd
Lihat al-Rahmân
biografi ‘Awn ibn Abî
Hâtim Muhammad ibn Idrîs Abû Muhammad al-Râzî al-Taymî, al-Jarh wa al-Ta ’dîl, vol. VI, Dâr
Ihyâ`al-mawt,
ba’d al-Turâtsvol.
al-‘Arabî,
I, h. al-Mustadrak,
6 75 Al-Hâkim, 57Beirut,
dan vol.
1952,
IV, h.h.325;
kitâb 388.al-Dzahabî,
al-Îmân, bâb al-kays man dâna243
al-Talkhîsh, vol. I,wa
nafsuh h. ‘amil
57 dan vol. IV, h.
li mâ
BAB IV
AL-QAUL FÎ MA‘ASHÎ AL-QALB DAN AL-QAUL FÎ ÂDÂB AL-
SHAHÂBAH SERTA EVALUASI
. :
tidak cukup. Secara lengkap sanad hadis tersebut sebagaimana riwayat al-
Thabrânî:
325; al-Suyuthî, al-Durar al-Muntathirah, hadis nomor 330, h. 343; al-Zarkasyî, al-Tadzkirah, h.
139; al-‘Ajlânî, Kasyf al-Khafâ`, vol. II, hadis nomor 2029, h. 136; al-Sakhâwî, al-Maqâshid al-
hasanah, hadis nomor 850, h. 229-230; Ahmad Lutfi, Tesis …, h. 320.244
.
Artinya: Rasulullah Saw. pernah bersabda: "Ada tiga hal yang membuat
celaka;
Telaah sanad:
(1). Muhammad ibn Muhammad al-Jazû‘î
Kanz
6 76 Al-Thabrânî, …,6vol.
al-Mu’jam XV, hadisvol.
77al-Ausath, nomor
Al-Baghdâdî, V, 43263,
Tarîkh
hadis
Baghdâd,
nomor vol. 245
h. 5452,
1254. III,
h. 328.
h. 205-207.
Cf. Al-Hindî,
ahli hadis memandangnya tsiqah. Ia wafat tahun 231 H.678 Ibn Hajar
menilainya
.
(3). Hamîd ibn al-Hakam al-Qurasyî
Ia meriwayatkan hadis dari al-Hasan, dan orang yang pernah
meriwayatkan hadis dari padanya adalah ‘Amr ibn ‘Âshim dan Mûsa
ibn Ismâ‘îl. Menurut Ibn Hibbân, Hamîd ibn al-Hakam al-Qurasyî
adalah munkar al-hadîts jiddan. Bahkan dalam kitab al-Majrûhîn
.
Ia wafat tahun 110 H.682
‘Abdillâh ibn Abî Thâlhah, Abû Umâmah As’ad ibn Sahl ibn Hanîf,
al-Hasan al-Bashrî, dan sebagainya. Ia yang termasuk perawi
terbanyak di antara sahabat dari Nabi Saw. wafat tahun 92 dan ada
yang mengatakan 93 H.683
6 83 Ibn Hajar, al-Ishâbah …, vol. I, h. 126. Cf. Ibn Hajar, Tahdzîb …, vol. I, h. 329. Cf.
Ibn Hajar, Taqrîb …, vol. I, h. 115.
6 84 Al-Thabrânî, al-Mu‘ jam al-Ausath, vol. V, h. 328.
66 85 Nûr al-Dîn
Qawâ
86 Al-Haddâd, ‘Alî
’id,ibnvol.
Baihaqî,
Takhrîj Abî
Syu’ab
…, Bakar
I,vol.
Dâr h.al-Haytsamî,
I, al-Îmân,
al-Fikr, vol. I,Majma
Beirut,
17. Lihat juga hadis
1412
Abu ’nomor
Bakar 247
al-Zawâ ’id nomor
H.,Ahmad
hadis
745, wa Manba
h. 471.
ibn 313,’ al-
al-Husain, h.al-
329.
(Hadis Nomor 57):
687 .
Telaah sanad:
(1). Hârûn ibn ‘Abdillâh ibn Marwân al-Baghdâdî
6 88
87 Al-Ghazâlî,
Ibn Mâjah Sunan,
Bidâyat
vol.
…,I,h.hadis 248
14. nomor 4210, h. 1408.
yang meriwayatkan hadis dari Hârûn ibn ‘Abdillâh adalah Abû al-
‘Abbâs Ahmad ibn Muhammad ibn Khâlid al-Barâtsî, Abû al-‘ Abbâs
Ahmad ibn Muhammad ibn al-Fadhl al-Mu`dzan, Ibn Mâjah, dan
sebagainya. Para ahli hadis menilainya tsiqah.689 Sementara Ibn
Hajar menilainya tsiqah hâfizh kabîr Baghdâdî min shighâr al-
hâdiyah ‘asyarah. Ia wafat 243 H.690
(2). Ahmad ibn al-Azhâr ibn Manî‘ ibn Salîth ibn Ibrâhîm al-‘Abdî
al-Naisâbûrî
‘Abdullâh ibn ‘Abd al-Hamîd ibn ‘Umar ibn ‘Abd al-Hamîd ibn
Yahyâ ibn Sa‘d ibn Abî Waqqâsh, Hârûn ibn ‘Abdillâh al-Hammâl,
66 93
94 Ibn
Ibn Hajar,
Hajar, Tahdzîb …,vol.
Taqrîb …, vol.I,IX, h. 61.250
h. 468.
laisa bi al-qawîy, mudhtharib al-hadîts.695 Ibn Hajar menilainya
matrûk min al-sâdisah. Ia wafat pada tahun 151 H.696
Abû al-
Zinâd
‘Îsa ibn Abî ‘Îsa al-Hannâth
Ibn Mâjah
Kualitas hadis: dha‘îf, karena dalam sanad ada Ahmad ibn al-Azhâr dan
Ibn Abî Fudaik serta Ahmad ibn al-Azhar yang keduanya dinilai shadûq.
Kemudian ‘Isa ibn Abî ‘Isa al-Hannâth yang dinilai matrûk al-hadîts.
Pada dasarnya ‘Isa ibn Abî ‘Isa termasuk perawi hadis yang banyak,
namun banyak juga di antaranya matrûk. Bahkan ia banyak muththarib,
sehingga orang enggan mengkoleksi hadisnya. Sedangkan Ibn Abî Fudaik
sebagaimana dikemukakan sebelumnya, ingatannya tidak kuat. Sebab itu,
hadis di atas dipandang dha‘ îf.
:
- :
704 .
7 02 Abî Dâud, Sunan, vol. I, hadis nomor 4903, Bâb fî al-hasad, h. 693. Lihat juga al-
Albânî, al-Jâmi
7 04 ’ al-Shagîr,
03 Al-Ghazâlî,
Al-Haddâd, vol.…,
Takhrîj
Bidâyat I, vol.
…, hadis
h. 14-15.
I, h. 31.253
nomor 5005, h. 501.
:
:
:
:
:
:
254
705 .
707 .
cinta dunia merupakan induk dari seluruh penyakit hati. Secara lengkap
sanad-nya dapat ditemukan sebagaimana diriwayatkan oleh Ibn Abî al-
Dunya.
. : :
Artinya: Rasulullah Saw. pernah bersabda: "Cinta dunia pangkal semua
kesalahan".
Telâh sanad:
‘Arrâk ibn Mâlik, Abî Ismâ‘il Ibrâhîm ibn Sulaimân al-Mu`dab, dan
‘Abbâd ibn al-‘Awwâm. Sementara orang yang meriwayatkan hadis
7 05 Al-Ghazâlî, Bidâyat …, h. 15.
antara lain dari Abî al-Minhâl Sayyâr ibn Salâmah al-Riyâhî, Sa‘îd
ibn Abî al-Hasan al-Bashrî, dan al-Hasan al-Bashrî. Sementara orang
yang meriwayatkan hadis dari padanya adalah Abû Usâmah
Hammâd ibn Usâmah, Khâlid ibn ‘Abdillâh al-Wâsithî, ‘Abbâd ibn
tsyayyu‘ min al-sâdisah. ‘Auf al-A’râbî wafat antara tahun 146 atau
147 H. dalam usia 86 tahun.716
7 13 Lihat al-Kâsyif, vol. II, h. 337. Cf. Ibn Hajar, Tahdzîb …, vol. XI, h. 44.
7 14 Ibn Hajar, Taqrîb …, vol. I, h. 573.
77 15
16 Ibn
17 IbnHajar,
Ibn Hajar,Tahdzîb …,…,
Taqrîb …,
Thabaqât vol.
vol. I,VIII,
vol. 257
h.h.29.
h.I, 433. 148.
.
Ia wafat tahun 110 H.718
Kualitas hadis: mursal, karena dalam sanad hadis tersebut tidak ada yang
menghalangi untuk menilainya shahih. Sebab perawinya tsiqah. Demikian
pula sanad-nya bersambung hingga tabi‘ in. Hanya saja hadisnya mursal
al-‘Awwâm menerima dari Hisyâm atau dari ‘Auf. Dari penelusuran yang
telah dilakukan memperlihatkan bahwa ‘Abbâd ibn al-‘Awwâm
meriwayatkannya dari ‘Auf al-A’râbî, bukan dari Hisyâm ibn ‘Urwah al-
Qurasyî. Kemudian dalam sanad ada al-Hasan ibn Abî al-Hasan yang
terkenal dengan memursal-kan dan tadlîs al-hadîts. Dengan
memperhatikan ‘illat di atas, maka sanad-nya dapat dikategorikan dha‘îf.
Namun dari aspek makna, hadis tersebut dapat diterima.
77 19 7 18 Ibn
20Al-Bayhaqî,
Al-Sakhâwî, Hajar,
Syu’ab Taqrîb
al-Maqâshid
al-Îmân, …, vol.
VII, I,hadis
al-Hasanah,
vol. h. 160.
hadis 25810501,h.
nomor
nomor 384, h. 182.
338.
.
7 21 Al-Bayhaqî, al-Zuhd, hadis nomor 248; al-Mundzirî, al-Targhîb, Vol. III, h. 257; Juga
Ahmad Lutfi (Tesis; Kajian Hadis Kitab Durrat al-Nâsihîn), UKM, Bangi, 2000, h. 364-365.
7 22 Abû Nu’aym, Hilyat al-Auliyâ ’, vol. VI, h. 388. Cf. al-Bayhaqî, Syu’ ab al-Îmân, vol.
VII, h. 323-324.
7 23 Al-Sakhâwî, al-Maqâshid …, hadis nomor 383, h. 182-183.
‘Abd al-Rahmân Khalaf, Dâr al-Ma’mûn li al-Turâts, Dimasyq, 1985, hadis nomor 35,h. 37; Al-
Suyûthî, 7al-Jâmi’
24 Ibn
al-Islâmîyah, Taymîyah,
Beirut, 1985,Ahâdîts
al-Shaghîr,
hadis I,al-qushshâsh,
vol. nomor
h. 498. Terj.
7, h. 58; Muhammad
Al-Hasan ibn Muh 259 al-Saghânî,
Lutfi al-Sabbâgh,
ammad al-Maktabah
Terj. Najm
dijadikan sahabat sepanjang waktu, baik siang maupun malam. Kalau
tidak, paling tidak di kesunyian malam harus disediakan waktu untuk
bermunajat kepada-Nya.
725 .
. :
Artinya: Nabi Saw. pernah besabda: “Seseorang sesuai menurut agama
teman dekatnya, sebab itu hendaklah seseorang di antara kamu
memperhatikan siapa yang bakal dia jadikan teman".
Telaah sanad:
(1). Abû ‘Âmir al-‘Aqadî al-Bashrî
7 26 Ahmad
7 25 Al-Ghazâlî,
ibn Hanbal,Bidâyat
Musnad,…,
vol.
h. II, 260 8398, h. 334.
17.hadis nomor
Muhammad al-Tamîmî. Sementara orang yang meriwayatkan hadis
dari Abî ‘Amir adalah Ahmad ibn al-Hasan ibn Kharrâsy al-
Baghdâdî, Muhammad ibn ‘Amr ibn ‘Abbâd ibn Jablah ibn Abî
Ruwâd, Ahmad ibn Hanbal, dan Sebagainya. Umumnya ahli hadis,
Ibn Sa‘d, Ibn Hibbân, dan Ibn Syâhîn misalnya, menilainya tsiqah.727
Ibn Hajar menilainya tsiqah min al-sâdisah. Ia wafat tahun 204 dan
ada yang mengatakan 205 H.728
.
Zuhair ibn Muhammad wafat tahun 162 H.730
7 36 Ibn
7 37Katsîr,
Al-Suyûthî, 7 35
al-Bidâyah
Is’âf …,Al-Dzahabî,
wa h. 33. Lihat Tadzkirah…,
al-Nihâyah, vol.
jugaIV,
IbnDâr vol.
Atsîr,
al-Fikri,
Ushûd 262vol.t.t.,V,h.h.181.
I, h.Bairut,
32.
…, 321.
Rasulullah Abû Hurairah
Abû ‘Amir
Kualitas hadis: dha‘îf, karena dalam sanad ada Mûsa ibn Wardân yang
dinilai shadûq namun sering keliru. Kemudian Zuhair ibn Muhammad dinilai
sebagai;
Mûsa ibn Wardân. Sebab itu, kualitasnya hanya hasan li dzâtih. Abû Dâud
dan al-Turmudzî menilai hadis tersebut dengan hasan. Sementara al-
Hâkim insyâ Allâh shahîh.738
263
7 38 Lihat al-Haddâd, Takhrîj …, vol. I, h. 129.
.
.
Artinya: Rasulullah Saw. pernah bersabda: "Perumpamaan dua orang
mukmin yang bertemu seperti halnya dua tangan yang satu membasuh
yang lain".
Telaah sanad:
(1). Ahmad ibn Muhammad ibn Ghâlib al-Bâhilî al-Bashrî
1990, h. 95.
7 39 Abû ‘Abd al-Rahmân Selanjutnya
al-Sullamî, Adâbdisebut al-Sullamî.
al-Shahabah, 264
vol. I, Dâr al-Shahâbah, Mesir,
Khathîb mengatakan Ahmad ibn Muhammad wafat bulan Rajab
tahun 275 H.740
7 40 Ibn Hajar, Lisân …, vol. I, h. 272. Cf. al-Baghdâdî, Tarîkh Baghdâd, vol. V, h. 78.
7 41 Al-Baghdâdî, Tarîkh …, vol. VIII, h. 281. Cf. ‘Abdullah ibn ‘Adî ibn ‘Abdullah ibn
Muhammad Abû Ahmad al-Jurjânî, al-Kâmil fî al-Dhu’afâ`, vol. III, Dâr al-Fikr, Beirut, 1988, h.
109. Selanjutnya disebutkan
7 42 Ibn Hajar, Ibn ‘Adî.
Ibn Hajar,
Hajar,
7 43 al-Ishâbah Taqrîb
vol. I,…,
al-Ishâbah
…, vol.
h.…, vol.I,
126. Cf.I,h.h.115.
Ibn312.
Hajar, 265
JugaTahdzîb
Ibn Hajar,
…, vol.
Is’âfI,…,
h. 329.
h. 6. Cf.
Skema sanad hadis tentang “Menjaga kelanggengan persahabatan”
adalah:
Al-Sullamî
Kualitas hadis: dha‘îf, karena dalam sanad ada Ahmad ibn Muhammad
ibn Ghâlib al-Bâhilî yang dinilai sebagai pembohong (kadzdzâb).744
Namun maknanya tetap dapat diterima. Sebab, sebagai teman diharapkan
selalu dapat bermanfa’at antarsesama.
Dasar (ashl) hadis tersebut tidak diketahui (lâ ashl lah) sama
sekali. Demikian dikemukakan oleh al-Haddâd745
746 .
77 44 Lihat
Lihat al-Haddâd,
45 Al-Ghazâlî,
46 al-Haddâd, Takhrîj
Bidâyat …, h.…,
Takhrîj 18.vol.
…, II,266
vol.II, h.
h.122.
130.
Ketiga hadis tersebut dikemukakan oleh al-Ghazâlî sebagai
landasan agar selalu menjaga hak-hak persahabatan. Namun hadis kedua
terakhir tersebut tidak ditemukan sanad-nya yang lengkap dalam kitab
sumber yang dijadikan sebagai rujukan. Sementara hadis semakna, secara
lengkap sanad-nya adalah sebagaimana diriwayatkan oleh al-Tamimî.
:
.
Artinya: Rasulullah Saw. pernah bersabda: "Tidak saling mengasihi dua
orang lelaki, kecuali salah seorang di antara keduanya yang paling kasih
terhadap temannya lebih utama".
Telaah sanad:
(1). ‘Alî ibn al-Ju’d ibn ‘Ubaid al-Jauharî
7 47 Ahmad ibn ‘Alî ibn al-Mutsanna Abû Ya’la al-Muwashshalî al-Tamîmî, Musnad Abî
Ya ’ la, vol. VI, hadis
48nomor
7 49 3319,
Ibn Hajar, h. 143.
Tahdzîb
Taqrîb…,…,Selanjutnya
vol.
vol.
I, h.
VII,
398. 267 al- al-Tamîmî.
disebut
h. 256-257.
Ia yang populer dengan panggilan Abû Fadhâlah al-Bashrî
meriwayatkan hadis antara lain dari Bakar ibn ‘Abdillâh, ‘Ubaidillâh
ibn Abî Bakar ibn Anas ibn Mâlik, dan Tsâbit al-Bannânî. Sementara
orang yang pernah meriwayatkan hadis daripadanya adalah ‘Alî ibn
al-Ju ’d al-Jauharî, al-Nu’mân ibn ‘Abd al-Salâm al-Ashfihânî, Yahyâ
ibn Zakarîya ibn Abî Zâ`idah, dan sebagainya. Para ahli hadis,
seperti halnya ‘Abdullâh ibn Ahmad mengatakan yudallis.750 Ibn
Hajar menilainya shadûq yudallisu wa yusawwî min al-sâdisah. Ia
wafat tahun 166 H. Demikian pendapat yang terkuat.751
Kualitas hadis: hasan, karena pada sanad ada Mubârak ibn Fadhâlah
yang dinilai sebagai shadûq.
Berdasarkan uraian yang telah lalu terlihat bahwa dalam kitab Bidâyat
al-Hidâyah terdapat 63 hadis. Hadis tersebut terdiri dari hadis bi al-lafdzî dan
bi al-ma ‘na. Artinya hadis-hadis yang dikemukakan, baik secara eksplisit
maupun implisit.
2. Katsîr ibn Qais dan Dâud ibn Jumail pada sanad hadis 2) tentang
keutamaan orang yang menuntut ilmu yang bermanfa’at. Ibn Hajar
memangnya dha‘îf min al-tsâlisah. Sementara Dâud ibn Jumail dinilai
7. Salamah ibn Wirdân yang dinilai dha‘îf min al-khâmisah pada sanad
(hadis 51) tentang anjuran meninggalkan debat (al-mirâ`), dan
Muhammad ibn al-Qâsim al-Thâliqânî pada sanad (hadis nomor 54)
tentang anjuran meninggalkan bergaul dengan orang-orang dzalim.
8. Sufyân ibn Wakî‘ dan Abû Bakar ibn Abî Maryâm pada sanad hadis 55)
agar jangan anggap remeh terhadap sifat Maha Mulia dan Pemurah-Nya
pelaku ma‘shiyat dan mengumbar nafsu serta berangan-angan, yang oleh
Ibn Hajar, Sufyân ibn Wakî‘ shadûq dan Abû Bakar ibn Abî Maryâm
dipandang dhâ‘îf min al-sâbi‘ah. Dia mukhtalith karena rumahnya
kemalingan.
9. Hamîd ibn al-Hakam pada sanad hadis 56) mewaspadai penyakit hati,
yang oleh Ibn Hibbân dipandang munkar al-hadîts jiddan.
10. ‘Îsa ibn Abî ‘Î sa al-Hannâth pada sanad hadis 57) tentang penyakit hati,
yang oleh Ibn Hajar dipandang matrûk min al-sâdisah.
11. Zuhair ibn Muhammad pada sanad hadis 60) tentang memilih teman yang
menjadi indikasi dalam tingkat keberagamaan seseorang. Ibn Hajar
memandangnya dha‘îf kalau penduduk Syâm yang meriwayatkan
hadisnya. 270
12. Ahmad ibn Muhammad dan Dînâr ibn ‘Abdillâh pada sanad hadis 61)
yang menjelaskan tentang menjaga kelanggengan persahabatan. Menurut
al-Hâkim; dia pernah mendengar Syekh Abû Bakar ibn Ishâq bahwa
Ahmad ibn Muhammad termasuk orang yang tidak diragukan
kebohongannya. Sementara Dînâr ibn ‘Abdillâh
maudhû‘ dan 1 hadis yang tidak memiliki dasar sama sekali (la ashla lah).
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini dikemukakan pengelompokannya
berupa tabel sebagai berikut:
______________________________________________________________
No.: Kategori dan Kualitas Hadis: Jumlah: Persen:
5.: :Matrûk
1 : 1,5 %
6.: Maudhû’ : 1 : 1,5 %
7.: Lâ ashla lah : 1 : 1,5 %
8.: Majhûl : 2 : 3 %
======================================================
Jumlah : 63 : 100 %
Selain 1 hadis maudhû‘ , 1 hadis yang tidak memiliki sumber (lâ ashla
lah) dan 2 hadis yang belum diketahui kualitasnya tersebut, masih ditemukan
penggalan lafal hadis yang tidak jelas sumbernya, yaitu:
1). ....tidur.
2).pada dan
dari teks pada11)
hadis teks hadis 9)
tentang tentang
bacaan bacaan
271masuk wc.bangun
Ke-empat penggalan hadis tersebut tersusup ke
dalam redaksi (matn) hadis
yang dikemukakan dalam kitab Bidâyat al-
Hidâyah, namun tidak ditemukan
dalam matan hadis yang di-takhrîj.
3). pada teks hadis 12) tentang
Tentunya penilaian ini belumlah final. Artinya
bacaan keluar dari wc.
kalau
4). ada peneliti lain
pada teks hadis 37) yang
tentang orang yang mampu
meninggalkan ma‘shiyat.
kemudian berbeda dengan yang dikemukakan,
penulis dengan sangat senang
membuka diri untuk mempertimbangkannya.
272
273
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
tidak shahîh dimaksudkan ada yang dikategorikan hasan dan ada yang dha’îf,
bahkan maudhû’.
tersebut, hanya 1 (satu) hadis di antaranya yang secara jelas dikatakan tidak
memiliki dasar (lâ ashl lah) dan 1 (satu) maudhû‘, kemudian ada dua hadis yang
dilengkapi dengan sanad. Artinya bahwa hadis-hadis yang termuat dalam kitab
Bidâyat al-Hidâyah, tidak shahîh secara keseluruhan, juga tidak semuanya dha‘îf.
penelitian, maka tidak semuanya dapat dijadikan sebagai dalil atau hujjah.
Terlebih lagi dengan adanya penambahan kalimat dari matan aslinya, seperti yang
ditemukan pada hadis-hadis nomor 9) tentang bacaan ketika bangun dari tidur,
nomor 11) tentang bacaan ketika akan masuk w.c., nomor 12) tentang bacaan
ketika keluar dari w.c., dan hadis nomor 37) tentang orang yang mampu
meninggalkan ma ‘shiyat. 272
B. Saran-saran
1). Tidak seharusnya membuang hadis-hadis yang tidak dilengkapi dengan sanad
2). Agar tidak terjebak dalam inkar al-sunnah, seyogianya hadis-hadis yang
terkait dengan amal-amal ekstra (fadhâ’ il al-a‘mal) minimal satu kali seumur
hidup dipraktekkan.
3). Meskipun penelitian ini terfokus pada kualitas hadis-hadis yang termuat dalam
kitab Bidâyat al-Hidâyah, namun masih terbuka peluang untuk mengkaji hadis-
hadis dari aspek lain, seperti hadis-hadis dha‘îf apabila dikaitkan dengan fadhâ’ il
al-a‘mal.
5). Apa yang menjadi inti dari pendidikan yang ditekankan oleh al-Ghazâlî dalam
sehari-hari, kiranya dapat dipraktekkan oleh siapa saja yang memiliki keinginan
untuk mendekatkan diri (taqarrub) sedekat mungkin kepada Allah Swt., sehingga
sekaligus terhindar dari “arsitektur” perancang dan pembangun jurang yang dalam
Sebagai penutup dari tulisan ini dapat juga dikemukakan bahwa al-
tasawuf dan ahli ibadah yang tidak begitu ketat dalam menilai kualitas hadis
dha’îf dalam ibadah-ibadah ekstra (fadhâ`il al-a’mal), selama hal itu tidak
menyangkut persoalan pokok, seperti halnya masalah salat, puasa dan sebagainya,
yang selalu ingin lebih dekat (muqarrabîn) dengan Khâliq-nya ada statemen;
274
LAMPIRAN C
DAFTAR ISTILAH
Al-‘Amm, lafal yang mempunyai sifat umum. Kata ini dibedakan dengan al-
Khash, yakni lafal yang mempunyai sifat khusus. Laal dabbat dalam
al-Qur`an mempunyai sifat umum, yaitu mencakup semua yang melata
di bumi, sama ada hewan maupun manusia. Sementara al-Qur`an
khusus nebgacu kepada kitab suci umat Islam.
Dha’îf, lemah, yaitu hadis yang tidak memenuhi persyaratan hadis sahih atau
hasan (lihat uraian hadis sahih).
Fîhi syai`, lafal jarh yang maksudnya adalah bahwa di dalam hadis atau sanad
tertentu ditemukan ssesuatu yang dapat melemahkan hadis.
Al-Hafîzh , artinya orang yang memiliki pengetahuan luas tentang ilmu hadis dan
segenap cabang-cabangnya, dimana dia mampu menghafal seratus ribu
hadis lengkap dengan sanadnya. Kata ini menunjukkan kepada sifat
periwayat tertentu yang dhâbith, yaitu memiliki daya ingat yang
tinggi, kuat dan tegar.
Hujjah, dalil. Kata ini dipergunakan sebagai lafal ta’dil terhadap periwayat yang
setingkat lebih tinggi dari pada al-hafizh di atas. Hadis yang
diriwayatkan oleh periwayat yang sudah sampai ke tingkat hujjah
dapat dijadikan sebagai dalil.
Ibthâl, pembatalan, yaitu suatu pernyataan atau putusan habisnya masa berlaku
suatu ketetapan atau aturan dan digantikan dengan ketentuan baru,
seperti halnya nasakh.
Ijmâ’, konsensus, yaitu kesepakatan para ahli agama dalam menghadapi suatu
persoalan.
dalam kasus
Ikhtilâf al-hadîts, yang sama.
perbedaan yangHadis-hadis yang memiliki
kelihatan antara pebedaan
satu hadis dengan hadis lain
dimaksud disebut mukhtalif. 261
262
Jarh , cacat, yaitu sifat yang melemahkan seorang periwayat. Jarh dapat juga
dalam arti tajrîh, yaitu penilaian atau pernyataan bahwa seseorang
dipandang cacat. Orang yang dipandang cacat atau hadis yang
diriwayatkan oleh orang tersebut dapat disebut majruh. Sementara
penilaian yang menunjukkan seorang periwayat dapat diterima
hadisnya disebut ta’dîl.
Al-Khâsh, (lihat pengetian
al-‘âmm).
La ba’s bih, tidak menjadi persoalan menerima riwayatnya. Lafal ini digunakan
untuk ta’dîl, namun pada tingkat yang paling rendah. Orang yang
dinilai dengan lafal ini memiliki ingatan yang kurang kuat.
Laisa bi hujjah, tidak hujjah, yaitu lafal jarh yang menunjukkan seorang
periwayat tidak kuat ingatannya.
Munkar, hadis yang diriwayatkan oleh orang yang tidak tsiqah, bertentangan
dengan yang diriwayatkan oleh orang-orang tsiqah. Istilah munkar al-
hadîts yang dinisbahkan kepada seorang periwayat menunjukkan
orang itu tidak kuat hafalannya, sehingga dapat terjadi pertentangan
antara riwayatnya dengan riwayat orang lain yang lebih kuat
ingatannya.
Muththarib, goyang, tidak tetap. Artinya hadis yang diriwayatkan dengan
beberapa jalur dan masing-masing jalur ini mempunyai kekuatan yang
sama, sehingga tidak dapat diketahui mana jalur yang sahih.
Perbedaan atau pertentangan dimaksud dapat terjadi pada sanad dan
dapat juga pada amatan. Istilah muththarib al-hadîts dinisbahkan
kepada orang yang meriwayatkan hadis seperti ini. Istilah
menggambarkan bahwa periwayat tersebut tidak kuat hafalannya,
sehingga hadisnya ditolak.
Mukhtalif, hadis yang tampak padanya perbedaan atau pertentangan dengan hadis
lain (lihat ikhtilâf).
Mutawassith, moderat, tidak terlalu ketat dan tidak terlalu longgar, pertengahan
dalam penilaian hadis.
Nasakh, (lihat mansûkh dan ibthâl).
Nâsikh, (lihat mansûkh).
Shâlih al-hadîts, lafal ta’dîl yang paling rendah yang dinisbahkan kepada seorang
periwayat. Artinya, hadis yang diriwayatkan oleh orang seperti ini
masih dalam layak diamalkan, hanya saja tidak bisa dijadikan dalil
atau argumen terhadap orang lain. Kualitas hadisnya, paling tinggi
hasan, tidak mencapai sahih.Jika keadaan orang tersebut lebih rendah
lagi, maka orang inilah yang diistilahkan shuwailih.
Shudûq, lafal ta’dîl yang berarti jujur atau dapat
Syaikh,dipercayai.
Tadh’ îf,
Si`uguru,
pelemahan,
al-hifzh
orang
, menunjukkan
orang
yang yang
mempunyai
buruk
sebab-sebab
atau
otoritas
kelemahan
tidakdalam
kuat
periwayatan
suatu hadis.
hafalannya.
hadis.
264
Wahm, dugaan, persaangkaan, lafal tajrîh yang dinisbahkan kepada orang yang
tidak kuat ingatannya.
Yuktab hadîtsuh, hadisnya ditulis. Lafal ini merupakan ta’dil terendah yang
dinisbahkan terhadap orang yang hadisnya boleh ditulis, namun tidak
dapat untuk dijadikan dalil, walaupun ada sebagain yang bisa dijadikan
sekedar pengetahuan.
Yu’ tabar, lafal yang dinisbahkan kepada orang yang hadisnya boleh dijadikan
pelajaran, bukan untuk dalil.
DAFTAR PUSTAKA
Âbadî, Abû al-Thayyib Muhammad Syams al-Haqq, ‘Aun al-Ma ’ bûd, Syarh
Sunan Abî Dâud, al-Maktabat al-Salafîyah, Madinat al-Munawwarah,
1969.
Abû Dâud, Sulaimân ibn al-Asy’as al-Sijistânî, Sunan Abî Dâud, Dâr al-Fkr,
Beirut, tt.
Abû Lubâbah Husain, al-Jar wa al-Ta ’dîl, Dâr al-Liwa’, Rîyadh, 1974.
Abû Zahrah, Muhammad, Ushûl al-Fiqh, Dâr al-Fikr al- ‘Arabî, Mesir, 1958.
Al-Adlibî, Shalâhuddin, Manhaj Naqd al-Matn, Dâr al-Afaq al-Jadîdah, Beirut, tt.
Al-Baihâqî, Abû Bakar Ahmad ibn Husain, al-Sunan al-Kubra, Dâr al-Shadir,
Beirut, 1352.
Djuned, Daniel, Disert asi: Suatu Tela’ah Terhadap Hadis-hadis Risalah Imam
al-Syafi ’î, IAIN Ciputat 1983.
Fazlur Rahmân, Islam, University of Chacago Press, Chicago, edisi II, 1979
Hasyim, Ahmad Umar, Qawâ ’ id Ushûl al-Hadîts, Dâr al-Fikr, ttp. tt.
Ibn ‘Abd al-Barr, Abû ‘Amr Yûsuf, al-Intiqa` fî Fadhâ`il al-A`immah al-Salâsah
al-Fuqahâ`, Kairo, 1350.
Ibn ‘Abd al-Barr, al-Isti’âb fî Asmâ` al-Ashhab, catatan pinggir (hâmisy) Ibn
Hajar, al-Ishâbah fî Tamyîz ash-Shahâbah, Dâr al-Fikr, Beirut, 1978.
Ibn ‘Abd al-Qâdir, ‘Abd al-Muhdî, Thuruq Takhrîj Hadîts Rasûl Allâh Saw., Dâr
al-I‘tishâm, tt.,t.tp.,
Ibn al-Asîr, ‘Izzuddin Abû al-Hasan ‘Alî, Ushûd al-Ghâbah fî Ma ’rifat al-
Shahâbah, Dâr al-Fikr, Beirut, 1970.
Ibn al-Asîr, Majduddin Abû al-Sa’adah, al-Nihâyah fî Gharîb al-Hadîts, Dâr al-
Fikr, Beirut, 1979.
Ibn ‘Imâd, Syadzârat al-Dzahab Fî Afkâr Man Dzahab, Mathba’ al-Quds, Kairo,
1350
Ibn Hajar,
-------,
AhmadSyarh
ibnNukhbat
‘Alî al-Asqalânî,
Nizhâmîyah,
al-Fikr, Maktabat
Tahzîb
India, 1326.
al-Tahzîb
al-Qâhirah,
Dâ`irah
277
Kairo,al-Ma’ârif
tt. al-
-------, Fath al-Bârî, Dâr al-Fikr, Beirut, 1379.
Ibn Katsir, Abû al-Fida` Ismâ’il, Ikhtishâr ‘Ulûm al-Hadîts, disyarah oleh Ahmad
Muhammad Syakir dan diberi nama al-Ba`îs al-Hasîs fî Syarh Ikhtishâr
‘Ulûm al-Hadîts, Dâr al-Fikr, Bairut, tt.
Ibn Khallikân, Ahmad ibn Muhammad ibn Abî Bakr, Wafâyat al-A’yân, Dâr al-
Tsaqafah, Beirut, tt.
Ibn al-Madînî, ‘Alî ibn ‘Abdillah, al-‘Ilal, al-Maktabah al-Islâmî, ttp., 1392.
Ibn Majâh, Abû ‘Abdillah Muhammad ibn Yazîd, Sunan Ibn Mâjah, Dâr al-Fikr,
Beirut, tt.
Ibn al-Shalâh, Abû ‘Amr ‘Utsmân ibn ‘Abd a-Rahmân, ‘Ulûm al-Hadîts, al-
Maktabat al-Islâmîyah, Madinah, 1972.
Al-Khûlî, Muhammad ‘ Abd al-‘Azîz, al-Adâb an-Nabawî, Dâr al-Fikr, Beirut, tt.
---------, Miftâh al-Sunnah, Dâr al-Kutub al-Islâmîyah, Beirut, 1980.
Lutfi Ahmad, (Kajian Hadis Kitab Durrat al-Nâsihîn; Tesis yang dikemukakan
Untuk Memperoleh Doktor Falsafah), Fak. Pengajian Islam UKM, Bangi,
2000.
Al-Maushilî, Muhammad ibn Ibrâhîm ibn Dâud, Irsyâd al-Adhîb ila Thuruq al-
Takhrîj al-Hadîts, Mu`assasat al-Rayyân, Beirut, 1995
Al-Nasâ’î, Abû ‘Abd al-Rahmân Ahmad ibn Syu’aib, Sunan al-Nâsa’î, Syarh al-
Suyûthî, Dâr al-Fikr, Beirut, 1980.
Al-Nasysyâr, ‘Alî Sâmî, Manâhij al-Bahs ‘inda Mufakkir al-Isalamî, Dâr al-Fikr
al-‘Arabî, Iskandarîah, 1947.
Al-Qâsimî, al-Sayyid Muhammad Jamaluddin, Qawa ’id al-Tahdîs, Isa al-Babî al-
Halabî, Mesir, 1961
Al-Qusyairî, Abû Husain Muslim ibn Hajjaj, Shahîh Muslim, Dâr al-Fikr, Beirut,
tt.
Quzwain, Chathib, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenai Ajaran Tasawuf
Syaikh ‘Abdus-Samad al-Palimbani Ulama Palembang Abad ke-18
Masehi, Bulan Bintang, Jakarta, 1985
Al-Ramahhurmûzî, al-Hasan ibn ‘Abd al-Rahmân, al-Muhaddits al-Fâshil, Dâr
al-Fikr, Beirut, 1971.
Al-Râzî, Abu Muhammad ibn ‘Abd al-Rahmân ibn Abî Hâtim, al-Jarh wa al-
Ta ’dîl, Majlis Dâ`irat al-Ma’arif, Hayderabad, 1953.
al-Râzî, Muhammad ibn Abû Bakr, Mukhtar al-Shihâh, Maktabah Lubnân, 1988
Smith, Margareth, Pemikiran dan Diktrin Mistis Al-Ghazâlî, terj. Amrouni, Rirora
Cipta, Bandung, tt
-------, Syarh Alfîyât al-Suyûthî fî ‘ilm al-Hadîts, Maktabah Ibn Taimîyah, al-
Qâhirah, 1995
Syuhbah, Muhammad Muhammad Abû, Kitab Hadis Sahih yang Enam, Terj. Drs.
Maulana Hasanudin, Litera Antar Nusa, Jakarta,
Shubhî, Ahmad Mahmûd, al-Mu’tazîlat, Mu’assasat al-Saqafat al-Islâmîyat
Al-Thabârî, Muhammad ibnMa’arif,
Iskandarîah,
Jarîr, Abû
1963
Ja‘far,
1982 Târîkh al-Thabâri,
281 Kairo Dâr al-
Al-Taftazani, Abû al-Wafa’ al-Ghanimi, Sûfi dri Zaman ke Zaman, terj. Pustaka,
Bandung, 1997
Al-Wadi’î, Maqbal in Hâdî, al-Shâhih al-Musnad min Asbâb al-Nuzûl, Dâr al-
Nûr, Jerman Barat, tt.
Al-Zahabî, Abû ‘Abdillah Muhammad ibn Ahmad, Tazkirât al-Huffâh, Dâr Ihyâ`
al-Turâs al-‘Arabî, Makkah, 1373.
Al-Zamakhsyarî, Abû al-Qâim Jârullah Mahmûd ibn ‘Umar, al-Fâiq fî Gharîb al-
Hadîts, Dâr al-Fikr, Bairut, 1979.
282
Kualitas No. Matan Hadis
Sanad Hadis
...
36 ...
48 ...
37 ...
. ..
…
...
...
. ..
...
. ..
44
...
…
41
... :
... :
...
...
... ...
...
...
...
...
38 ...
...
. ..
...
...
43 .... ,
45 ...
...
...
...
.. .
...
63
...
62 ...
...
61
60
...
...
...
...
42 ...
...
...
...
41 ... !
46 ...
47 ...
...
49 ...
...
LAMPIRAN B INDEKS HADIS BERDASARKAN KUALITAS:
1. SHAHIH:
Nomor Hadis:
... .
... .
... .
… .
... : .
... .
... .
... .
... .
. .. .
... .
.... , .
.. . .
... .
... .
... ! .
2. Hasan:
Nomor Hadis: ... .
... .
. .. .
… .
. .. .
... .
... .
... .
... .
... .
... .
... .
… .
... .
... .
... .
... .
… .
3. Dha‘îf:
Nomor Hadis:
... .
. .. .
... : .
... .
... .
... .
... .
... .
... .
... .
... .
... .
... .
... .
... .
... .
4. Hadis Gharîb:
Nomor Hadis:
... .
5. Hadis Matrûk:
Nomor Hadis:
... .
6. Nomor
Hadis Maudhû‘:
Hadis:
... .
......
.. . .
36 . ...
48
. ...
. ...
37
. . ..
.…
. ...
. ...
. . ..
. ...
. . ..
44
. ...
…
.......
41 . ... :
. ... :
. ...
. ...
. ...
. ...
. ...
...........
25 ......
26
..........
. ...
. ...
. ...
38
. ...
. ...
. . ..
. ...
. ...
23
...................
24
......
52 . .... ,
45
. ...
. ...
. ...
. …
.......
. ...
.......
. .. .
63 . ...
. ...
62 . ...
61 . ...
60 . ...
. ...
. ...
. ...
51 . ...
. ...
. ...
. ...
41 . ... !
46 . ...
47 . ...
. ...
49
. ...
.…
. ...
Lampiran B
1. SHAHIH:
Nomor Hadis:
... .
... .
... .
… .
... : .
... .
.......... .
... .
... .
... .
. .. .
... .
...... .
..... , .
.... , .
...... .
... .
... ! .
2. Hasan:
Nomor Hadis:
........ .
... .
... .
. .. .
… .
. .. .
... .
.... .
... .
. ... .
................ .
...... .
... .
... .
................. .
... .
... .
. … .
... .
... .
... .
… .
3. Dha‘îf:
Nomor Hadis:
... .
. .. .
... : .
... .
... .
... .
... .
... .
... .
... .
... .
... .
... .
... .
... .
... .
4. Hadis Gharîb:
Nomor Hadis:
... .
5. Hadis Matrûk:
Nomor Hadis:
... .
6. Hadis Maudhû‘:
Nomor Hadis:
... .
1. Shahih:
Nomor Hadis
... .
... .
... .
… .
... : .
... .
... .
... .
... .
. .. .
... .
.... , .
.. . .
... .
... .
... ! .
2. Hasan:
Nomor Hadis
... .
... .
. .. .
… .
. .. .
... .
... .
... .
... .
... .
... .
... .
… .
... .
... .
... .
... .
… .
3. Dha‘îf:
Nomor Hadis
... .
. .. .
... : .
... .
... .
... .
... .
... .
... .
... .
... .
... .
... .
... .
... .
... .
4. Hadis Gharîb:
Nomor Hadis
... .
5. Hadis Matrûk:
Nomor Hadis
... .
6. Hadis Maudhû‘:
Nomor Hadis
... .
DAFTAR ISTILAH
Al-‘Amm, lafal yang mempunyai sifat umum. Kata ini dibedakan dengan al-
Khash, yakni lafal yang mempunyai sifat khusus. Laal dabbat dalam
al-Qur`an mempunyai sifat umum, yaitu mencakup semua yang
melata di bumi, sama ada hewan maupun manusia. Sementara al-
Qur`an khusus nebgacu kepada kitab suci umat Islam.
Dha’îf, lemah, yaitu hadis yang tidak memenuhi persyaratan hadis sahih atau
hasan (lihat uraian hadis sahih).
Fîhi syai`, lafal jarh yang maksudnya adalah bahwa di dalam hadis atau sanad
tertentu ditemukan ssesuatu yang dapat melemahkan hadis.
Al-Hafîzh , artinya orang yang memiliki pengetahuan luas tentang ilmu hadis dan
segenap cabang-cabangnya, dimana dia mampu menghafal seratus
ribu hadis lengkap dengan sanad-nya. Kata ini menunjukkan kepada
sifat periwayat tertentu yang dhâbith, yaitu memiliki daya ingat yang
tinggi, kuat dan tegar.
Hathîb al-layl, pengumpul kayu di malam hari. Artinya periwayat yang
mengumpulkan hadis atau meriwayatkannya tanpa seleksi. Kata ini
merupakan lafal jarh yang mengisyaratkan kepada lemahnya
periwayat yang memiliki sifat tersebut.
Hujjah, dalil. Kata ini dipergunakan sebagai lafal ta’dil terhadap periwayat yang
setingkat lebih tinggi dari pada al-hafizh di atas. Hadis yang
diriwayatkan oleh periwayat yang sudah sampai ke tingkat hujjah
dapat dijadikan sebagai dalil.
Ibthâl, pembatalan, yaitu suatu pernyataan atau putusan habisnya masa berlaku
suatu ketetapan atau aturan dan digantikan dengan ketentuan baru,
seperti halnya nasakh.
Ijmâ’, konsensus, yaitu kesepakatan para ahli agama dalam menghadapi suatu
persoalan.
dalam kasus
Ikhtilâf al-hadîts, yang sama.
perbedaan yangHadis-hadis yang memiliki
kelihatan antara pebedaan
satu hadis dengan hadis lain
dimaksud disebut mukhtalif.
Ikhtilâth, kelemahan hafalan yang disebabkan gaktor ketuaan atau karena
rusaknya penglihatan atau bisa juga karena hilang kitabnya, karena
terbakar umpamanya. Hadis yang diriwayatkan orang seperti ini
disebut mukhtalith.
Izâlah, penghapusan. Maksudanya sama dengan ibthâl dalam kaitannya dengan
pengetian nasakh. Izâlat al-hukm, yaitu habisnya masa berlaku
hukum dan digantikan dengan hukum baru.
Jarh , cacat, yaitu sifat yang melemahkan seorang periwayat. Jarh dapat juga
dalam arti tajrîh, yaitu penilaian atau pernyataan bahwa seseorang
dipandang cacat. Orang yang dipandang cacat atau hadis yang
diriwayatkan oleh orang tersebut dapat disebut majruh. Sementara
penilaian yang menunjukkan seorang periwayat dapat diterima
hadisnya disebut ta’dîl.
Al-Khâsh, (lihat pengertian al-‘âmm).
La ba’s bih, tidak menjadi persoalan menerima riwayatnya. Lafal ini digunakan
untuk ta’dîl, namun pada tingkat yang paling rendah. Orang yang
dinilai dengan lafal ini memiliki ingatan yang kurang kuat.
Laisa bi hujjah, tidak hujjah, yaitu lafal jarh yang menunjukkan seorang
periwayat tidak kuat ingatannya.
Laisa bi tsiqah, tidak tsiqah. Artinya tidak ‘adil dan atau tidak dhâbith.
Mubham,
Mudallis, orang yang (lihat majhûl).
meriwayatkan hadis secara tadlîs (lihat tadlîs).
Munkar, hadis yang diriwayatkan oleh orang yang tidak tsiqah, bertentangan
dengan yang diriwayatkan oleh orang-orang tsiqah. Istilah munkar al-
hadîts yang dinisbahkan kepada seorang periwayat menunjukkan
orang itu tidak kuat hafalannya, sehingga dapat terjadi pertentangan
antara riwayatnya dengan riwayat orang lain yang lebih kuat
ingatannya.
Muththarib, goyang, tidak tetap. Artinya hadis yang diriwayatkan dengan
beberapa jalur dan masing-masing jalur ini mempunyai kekuatan yang
sama, sehingga tidak dapat diketahui mana jalur yang sahih.
Perbedaan atau pertentangan dimaksud dapat terjadi pada sanad dan
dapat juga pada amatan. Istilah muththarib al-hadîts dinisbahkan
kepada orang yang meriwayatkan hadis seperti ini. Istilah
menggambarkan bahwa periwayat tersebut tidak kuat hafalannya,
sehingga hadisnya ditolak.
Mukhtalif, hadis yang tampak padanya perbedaan atau pertentangan dengan hadis
lain (lihat ikhtilâf).
Mutawassith, moderat, tidak terlalu ketat dan tidak terlalu longgar, pertengahan
dalam penilaian hadis.
Shâlih al-hadîts, lafal ta’dîl yang paling rendah yang dinisbahkan kepada seorang
periwayat. Artinya, hadis yang diriwayatkan oleh orang seperti ini
masih dalam layak diamalkan, hanya saja tidak bisa dijadikan dalil
atau argumen terhadap orang lain. Kualitas hadisnya, paling tinggi
hasan, tidak mencapai sahih.Jika keadaan orang tersebut lebih rendah
lagi, maka orang inilah yang diistilahkan shuwailih.
Shudûq, lafal ta’dîl yang berarti jujur atau dapat dipercayai.
Tadh’
Ta’dîl,îf, pelemahan,
penilaian menunjukkan
datau pernyataan sebab-sebab
diterima.
seseorang kelemahan
‘adil. Artinya,suatu hadis.
hadisnya dapat
Tadlîs, penyembunyian identitas seorang guru atau pengubahan formulasi sanad
dengan maskud tertentu.
Tsiqah, lafal ta’dil yang maksudnya periwayat yang bukan saja jujur, melainkan
juga kuat ingatannya.
Wahm, dugaan, persaangkaan, lafal tajrîh yang dinisbahkan kepada orang yang
tidak kuat ingatannya.
Yuktab hadîtsuh, hadisnya ditulis. Lafal ini merupakan ta’dil terendah yang
dinisbahkan terhadap orang yang hadisnya boleh ditulis, namun tidak
dapat untuk dijadikan dalil, walaupun ada sebagain yang bisa
dijadikan sekedar pengetahuan.
Yu’ tabar, lafal yang dinisbahkan kepada orang yang hadisnya boleh dijadikan
pelajaran, bukan untuk dalil.
Dari 50 hadis yang sudah ditakhrij dalam kitab Bidâyat al-Hidâyah karya al-
Ghazâlî ditemukan hadis shahîh sebanyak 19 hadis, baik shahîh li ghayrih maupun
shahîh li dzâtih. Hadis hasan sebanyak 9 hadis, baik hasan li dzâtih maupun li
gahyrih. Sedangkan yang lainnya adalah lemah (dha’îf), yaitu sebanyak 18 hadis,
termasuk di dalamnya hadis matrûk, maudhû’ dan gharîb serta hadis tidak punya
dasar sama sekali (la ashla lah), yaitu ada 4 hadis yang tidak ditemukan sumbernya.
________________________________________________________________
12.:
11.: lâmawdhu’
ashla lah : 4: : 25 : 2,5
% %
Jumlah : 50 : 100 %
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Tapanuli Selatan Sumatera Utara pada tanggal 26 Sepetember 1962 dengan marga
Rangkuty dari pasangan H. Martua Rangkuty (alm.) dengan Hj. Fatimah Sam Siregar
(almh.). Setelah tamat Sekolah Dasar Negeri 6 tahun di Sigalangan pada tahun 1974
anak pertama dari dua bersaudara ini melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah
Pertama Negeri di Sigalangan dan memperoleh ijazah pada tahun 1977. Atas kemauan
Institut Agama Islam Negeri Imam Bonjol Padang Sumatera Barat. Pada tahun 1986
gelar Sarjana Muda (BA) diperolehnya dan pada tahun itu juga, tanpa melalui testing
tenaga honorer pada Madarasah Tsanawiyah swasta selama lebih kurang setahun,
setelah beberapa bulan sebelumnya bekerja sebagai tukang loper dengan status Buruh
Harian Lepas (BHL) pada biro jasa ekspedisi. Ketika penerimaan calon pegawai
negeri pada Tinggi
Pengadilan tahun1990,
Agama
ia mencoba
Medan Sumatera
ikut testing
Utara.
pada
Namun,
calon hakim
karenaagama
“DewidiFortuna”
belum berpihak kepadanya membuatnya kembali mengabdikan ilmu yang dia peroleh
Tengah. Tahun berikut, tepatnya 1991 dia kembali mencoba ikut testing calon
pegawai sebagai calon dosen (edukatif) di IAIN Sumatera Utara Medan. Lagi-lagi
belum berhasil ketika pengumuman test gelombang terakhir. Akhirnya kembali lagi
setelah penerimaan calon pegawai dibuka tahun berikutnya, ia mengikuti testing calon
bahwa yang bersangkutan diterima. Selama ia berstatus sebagai asisten yang masih
dikader dan beberapa bulan setelah diterima sebagai calon pegawai (capeg), ia
mencari belanja sehari-hari sebagai tukang loper titipan pada jasa ekspedisi yang ia
pernah alami sebelumnya. Beberapa bulan setelah resmi sebagai calon pegawai
edukatif, ia ikut testing program pascasarjana dan berhasil lulus untuk belajar di IAIN
Ar-Raniry Banda Aceh. Selama tiga tahun di Banda Aceh, ia menyelesaikan strata-2
tingkat Magister dengan memperoleh gelar Master Agama (M.Ag) pada tahun 1996.
sekarang baru beberapa karya ilmiah yang berhasil ia tulis, antara lain : Buntut
Undian Harapan Ditinjau dari Hukum Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum
dari al-Qur ’an dan al-Hadits (Skrips Sarjana Lengkap), Suatu Telaah Terhadap
Hadis-Hadis
KitabKitab
Bidâyat
Muwaththa’
al-Hidâyah
Imam
Karya
Mâlik
al-Ghazâlî
(Tesis S.2)
(Disertasi
dan Kajian
Doktor).
Hadis-Hadis
Selain itu, ia pernah juga menulis dan menyajikan beberapa makalah dalam
seminar dan menulis artikel yang pernah dimuat dalam jurnal/ majalah kampus. Di
antara makalah yang pernah disajikan dalam seminar, antara lain : Zakat Menurut
Hukum Islam (sebagai nara sumber pada seminar sosialisasi zakat antar Majelis
Selatan, 2007) dan Zakat Profesi Ditinjau Menurut Hukum Islam (sebagai nara
sumber pada seminar antar guru-guru dan para pegawai di lima rayon SD, SMP dan
SMA serta Kantor se Kecamatan Batang Angkola selama delapan hari kerja, 2007).
Purbabaru yang berasal dari Kecamatan Batang Angkola dan Sekretaris Dewan
1983. Pada saat ini, ia dipercaya sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia
Sekolah Dasar Inpres Janjimanaon Kecamatan Batang Angkola hingga sekarang telah
dikaruniai enam orang anak, lima laki-laki dan seorang perempuan, yaitu : Fikri Ali
Tua Rangkuty (siswa kelas 1 Aliyah), Rifka Fadma Rangkuty (siswi kelas 3
Kecamatan Saipar Dolok Hole Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera Utara, Amirul
Alawi Martua Rangkuty (siswa kelas 6), Nu’aim Marsudin Rangkuty (siswa kelas 5)
dan Ahmad Alfen (siswa kelas 2), ketiganya belajar pada SD Inpres Janjimanaon
Kecamatan Batang Angkola
(baru usia
Tapanuli
3,5 tahun).
Selatan. Terakhir, Yusran Nazra Rangkuty