MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Dosen Pengampu : Asep Sopian, S. Pd. M. Ag
Disusun Oleh:
Kelompok 10
Habib
Riska Aryanti 1700682
Salsabila Nadhifah 1700801
i
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT sebab karena limpahan rahmat serta
anugerah dari-Nya kami mampu untuk menyelesaikan makalah kami dengan judul “Fashl” ini.
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi agung kita, Nabi
Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjuk Allah SWT untuk kita semua. Dan semua
petunjuk itu adalah petunjuk yang paling benar yakni syariah agama islam yang sempurna dan
merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.
Selanjutnya dengan rendah hati kami meminta kritik dan saran dari pembaca untuk makalah
ini supaya selanjutnya dapat kami revisi kembali. Karena kami sangat menyadari bahwa makalah
yang kami buat ini masih memiliki banyak kekurangan.
Kami ucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada setiap pihak yang telah
mendukung serta membantu kami selama proses penyelesaian makalah ini hingga rampungnya
makalah ini.
Demikianlah yang dapat kami haturkan, kami berharap supaya makalah ini mampu
memberikan manfaat kepada setiap pembacanya.
Kelompok 10
ii
DAFTAR ISI
I
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
panjang lebar mengenai pembahasan, namun hanya berisi gambaran umum berkenaan dengan
fashl dan tempat tempatnya dalam pembahasan ilmu ma’ani.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Fashl
a. Secara leksikal
Fashl berarti memisahan, memotong, memecat, dan menyapih.
c. Secara Bahasa
Faslu yang berarti memisahkan, memutuskan, memotong, atau menghilangkan keserupaan
dalam kalam (izalatu labsi fil kalam ) adalah masdar ghairu mim dari penafsiran.
ًصول
ُ ُفص ُل – فَصالً و ف َ َف
ِ َص َل – ي
1
Zamroji, Muhammad. Mutiara Balaaghah : Nadzam al – Jauhar al – Maknun (Dalam Ilmu Ma’ani, Ilmu Bayan dan Ilmu
Badi’). (2017). Pena Santri hal 252 - 253
3
“Menyatukan dua jumlah (kalimat) secara sempurna dan terpadu maknanya, sehingga
jumlah (kalimat) yang kedua dinisbatkan (diposisikan layaknya) jumlah (kalimat) pertama.”
Posisi ini terjadi ketika antara kalimat yang pertama dan kedua terdapat hubungan yang
sempurna. Dikatakan hubungan yang sempurna apabila kaitan antara kalimat yang pertama dengan
kalimat yang kedua merupakan hubungan taukid, bayan dan badal.
a. Sebagai taukid :
قصائد رواة من إل الدهر وما# منشدا الده أصبح شعرا قلت إذا
Artinya;
“ Tiadalah masa itu melainkan penutur kasidah kasidah. Jika engkau membaca suatu syi’ir,
masa akan berpantun.”
Pada syi’ir diatas ada dua kalimat, yaitu;
قصائد رواة من إل الدهر وما
Dan
منشدا الدهر أصبح شعرا قلت إذا
Dari segi makna, kalimat kedua berfungsi untuk memperkuat isi pada kalimat
pertama, karena fungsi tersebut pada awal kalimat kedua tidak menggunakan huruf ‘athaf
“”و.
Pada kalimat diatas sudah dijelaskan mengenai contoh fashl taukid. Namun disini kami
akan memaparkan contoh terkait beserta penjelasannya dari referensi yang lain.
1. Jumlah yang kedua berfungsi sebagai taukid ma’nawi (penguat secara maknawi)
untuk jumlah yang pertama dan berfaedah menetapkan (taqrir). Ketetapan ini
adakalanya berdeda-beda seperti dibawah ini :
a) Berbeda dari Maknanya
Seperti kalimat لريب فيهyang dihubungkan dengan ذالك الكتابyang
memperlihatkan keadaan kitab atau al-Qur’an yang agung. Keduanya
tanpa ‘athaf. Susunan ini seperti menduduki pada kalimat : جاء زيد نفسه
b) Berbeda dari Lafadznya
Seperti pada contoh kalimat “ جاء زيد الصوف ِّيZaidun yang jernih hatinya
(jernih dari sifat rendah), telah datang. Lafadz الصوف ِّيseperti menempati
lafadz zaid yang kedua dari contoh kalimat جاء زيد زيد
4
c) Sama dari segi Lafadz dan Maknanya
Pada posisi ini tujuannya ialah untuk menghilangkan kesalahfahaman
yang salah. Seperti pada contoh kalimat pada Q.S At-Tariq ayat 17:
“ Karena itu beri tangguhlah orang – orang kafir itu yaitu beri
tangguhlah mereka barang itu sebentar.”
Maka penjelasan dari kalimat diatas ialah yang menghalangi untuk
meng’athafkan di tempat ini adalah bersatunya dua kalimat secara
sempurna sehingga mencegah untuk meng’athafkan sesuatu kepada
dirinya sendiri dan mewajibkan fashal.
b. Sebagai Bayan.
Pada keadaan bayan ini ialah kalimat yag kedua sebagai penjelas bagi kalimat
yang pertama. Untuk mengetahui dan memahaminya lebih dalam berikut dibawah ini
conto kalimatnya.
Contoh;
حاضرة و بدو من للناس الناس# خدم يشعروا لم إن لبعض بعض
Artinya;
“Manusia itu baik kelompok badui(orang yang terbelakang) maupun hadhar (orang kota
yang terpelajar)., Jika mereka menyadarinya, bahwa yang satu dengan yang lainnya saling
melayani.”
Pada syi’ir di atas terdapat penggabungan dua kalimat. Penggabungan antara dua
kalimat tersebut tidak menggunakan huruf “athaf, melainkan dengan cara fashl hal ini
karena kalimat kedua;
خدم يشعروا لم إن لبعض بعض
Berfungsi sebagai penjelas begi kalimat pertama;
حاضرة و بدو من للنس الناش
c. Sebagai Badal.
Pada keadaan badal ini ialah kalimat yag kedua berada sebagai bentuk jumlah
yang pertama. Untuk mengetahui dan memahaminya lebih dalam berikut beberapa
contoh kalimat yang kami rangkum.
5
Contoh pada Q.S Ar-Rad ayat 2:
توقنون ربكم بلقاء لعلكم األيات يفصل األمر يدبر
Artinya;
“Dia mengatur segala urusan, menjelaskan ayat ayat-Nya. Supaya kalian yakin akan
pertemuan dengan-Nya”. Pada ayat tersebut kalimat;
لأمر يدبر
Merupakan bagian dari;
األيات يفصل
Oleh karena itu penggabungan keduannya cukup dengan fashl, tidak menggunakan huruf
‘athaf.
Contoh kalimat diatas adalah salah satu dari kalimat-kalimat badal lainnya. Dari
beberapa sumber yang kami temukan maka beberapa penjelasan ini sebagai contoh dari
kalimat badal beserta penjelasannya.
a) Badal yang sederajat dengan badal mutabiq atau bayaniyah
Contoh pada Q.S Thaha 120 . Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa Nabi Adam
tergoda oleh syaithan pada saat di surge untuk memakan buah dari pohon khuldi
yang jelas-jelas telah dilarang oleh Allah SWT.
Maka yang dimaksud dengan penjelasan ini adalah kalimat قل ياآدمwas-was
syaithon.
b) Badal yang sederajat dengan badal ba’du min kul
Contoh salah satunya ialah terdapat pada Q.S As-syu’ra ayat 132-133. Yang
menjelaskan “ Maka bertakwalah kamu kepada Allah yang telah
menganugerahkan padamu yang kamu ketahui yaitu ; hewan-hewan ternak dan
anak-anak.” Inti dari bunyi ayat al-qur’an tersebut adalah itu. Maka jelas bahwa
nikmat allah yang kita ketahui bukan hanya terbatas pada hewan ternak dan anak
atau keturunan. Melainkan itu hanyalah sebagian nikmat dari allah nerikan untuk
kita semua dan bagi yang bertawakal kepada allah.
c) Badal yang sederajat dengan badal kul min kul
Contoh kalimatnya ada pada Q.S Al-Mu’minun ayat 81-82. Pada ayat tersebut
yang berbunyi “ Sebenernya mereka mengucapkan perkataan yang serupa dengan
perkataan yang diucapkan oleh orang-orang dahulu kita.” Maka bias kita lihat
6
bersama bahwa mereka yang mengucapkan perkataanitu seperti orang-orang
yang dahulu. Yang mencakup keseluruhan atau hampir semua atau disebut kul min
kul.
d) Badal yang sederajat dengan badal ist’imal
السر و الجهر
ِّ ِ و إلِّ تكن في# تقيمن غندنا
ِّ أقول له ارحل ل
Artinya ialah “Aku berkata padanya pergilah kamu, jangan berada disisiku.Dan
jika tidak pergi maka jadilah kamu muslim sejati, dalam keadaan sepi atau ramai.
ِّ
Kalimat تقيمن لadalah badal dari lafadz ارحلberupa badal isytimal atau badal yang
meyerupai. Sebab antara keduanya terdapat kesamaan dengan selain makna
kuliyyah dan jauziyyah.
2. Kamalul intiqha (tidak terkait)
ً إختالف الجملتين إختالفا ً تاما
“Berbedanya dua kalimat dengan perbedaan yang sempurna. Atau antara kalimat pertama
dengan kalimat kedua berbeda sama sekali, seperti kalimat pertama kalam khabari dan yang kedua
kalam insya’i atau tidak ada keterkaitan makna diantara keduanya. Berikut beberapa contoh dan
penjelasan dari kamalul intiqha.
a) Tidak adanya kesesuaian atau kesamaan sama sekali antara kedua kalimat tersebut
dalam segi makna.
Seperti pada contoh berikut:
صغيره بأ المرء إنما# لديه بما رهن امرئ كل
Artinya;
“Manusia itu tergantung pada dua anggota yang sangat kecil. Setiap manusia menjadi
jaminan bagi apa yang ada padanya.”
Pada syi’ir diatas terdapat dua kalimat. Kalimat yang kedua tidak ada kaitan langsung
dengan kalimat pertama.
Atau pada contoh lainnya sebagai berikut :
زيد كاتب الحمام طائر : Zaid adalah penulis, burung merpati terbang.
طار الذباب جائت الدجاجة: Lalat terbang, ayam jago datang.
Maka dari kalimat di atas tidak ada kesamaan dan kesesuaian sama sekali.
7
b) Dua kalimat itu berada dalam bentuk kalam khabar dan insya’ nya (thalab) secara
lafadz dan makna atau maknanya saja.
Seperti cotoh yang lain terdapat dalam satu surat al-qur’an di QS.Fushshilat ayat 41: 34 :
)34 : صلت ِّ سيِّئة ادفع بالِّتى هي أحسن فإذا الِّذى بينك وبينه عدوة كأنِّه ول
ِّ ي حميم (ف ِّ ول تستوى الحسنة ول ال
Artinya :
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang
lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah
telah menjadi teman yang sangat setia.”
Dengan dipisahkan أحسن هي بالتي ادفعkedua kalimat tidak dengan السيئة وال الحسنة تستوي ال
sebelumnya kalimat menyebut huruf “waw” karena kalimat kedua merupakan kalam insyai (kata
perintah) sementara kalimat pertama yaitu kalam khabari, memisahkan kedua kalimat ini tidak
menyalahi maksud olehnya itu wajib dipisahkan. Pemisahan ini untuk mengingatkan bahwa yang
disebut kedua ini adalah sesuatu yang penting.
Contoh kalimat di atas sudah menjelaskan kalimat yang berada dalam bentuk kalam khabar
dan insya’ nya secara lafadz dan makna ataupun maknanya saja. Tetapi menurut beberapa sumber
yang kami temukan ada contoh kalimat lainnya sebagai berikut :
حضر األمير حفظه هللا: Sang raja telah datang, semoga Allah menjaganya
ِّ
ِ تكلم إنِّي ُم: Berbicaralah, sungguh aku akan memperhatikan ucapanmu.
صغ إليك
8
3. Syibhu Kamalil Ittishal (seperti mempunyai hubungan yang sempurna)
Kalimat kedua merupakan jawaban kalimat pertama. Dalam istilah balaghah,keadaan ini
dinamakan syibh kamalil al-ittisal. Contoh pada Q.S Al-Hud ayat 70 :
تخف ل قالوا خيفة منهم وأوجس
Artinya;
“Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan dia merasa takut. Malaikat itu
berkata,”Jangan kamu takut!...”. Pada ayat tersebut terdapat dua kalimat;
خيفة منهم وأوجس
Dan
تخف ل قالوا
Kalimat kedua merupakan jawaban atau reaksi atas pernyataan pertama. Oleh karena itu
dalam penggabungannya tidak memerlukan huruf ‘athaf.
9
BAB III
SIMPULAN
10
DAFTAR PUSTAKA
Akhdari. (1993). Ilmu Balaghah(Tarjamah Jauhar Maknun).Bandung:PT Al-Ma’arif.
Syatibi, Ahmad. (2015). Balaghah II (Ilmu Ma’ani) Pengantar memahami Makna Al-Qur’an. Jakarta :
Tarjamah Center.
Hilal, R. Dan Nurbayan, Y. (1998). Maudh’u at li al-Balaghah al-ula. Bandung : UPI
Ya’qub, Imil Badi’.(2000).al Mu’ayyin fi al- Balaghoh, Beirut : Word Of Books
11