Anda di halaman 1dari 67

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan
rahmat-Nyalah kami akhirnya bisa menyelesaikan tugas dari mata kuliah ‘Sains dan Utilitas
Bangunan yang berjudul “….” ini dengan baik tepat pada waktunya.

Tidak lupa kami menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen pembimbing yang
telah memberikan tugas dan bimbingan serta masukan yang bermanfaat dalam proses
penyusunan karya ilmiah ini. Rasa terima kasih juga disampaikan kepada rekan-rekan
mahasiswa satu kelompok saya atas kontirbusi untuk mengerjakan karya ilmiah ini dengan
baik.

Meskipun kami sudah mengumpulkan banyak referensi untuk menunjang penyusunan


karya ilmiah ini, namun kami menyadari bahwa di dalam karya ilmiah yang telah kami susun
ini masih terdapat banyak kesalahan serta kekurangan. Sehingga kami mengharapkan saran
serta masukan dari para pembaca demi tersusunnya karya ilmiah lain yang lebih lagi. Akhir
kata, kami berharap agar karya ilmiah ini bisa memberikan banyak manfaat dan wawasan
kepada para pembaca tentang Pencahayaan Alami sebagai salah satu hal yang penting dalam
Perancangan Bangunan.

Badung, 10 September 2019

Kelompok Pencahayaan Alami


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Wilayah Indonesia terletak pada daerah di mana angina dan matahari merupakan
sumber daya yang melimpah dan tiada kunjung habis. Oleh karena itu, seandainya tidak ada
persyaratan khusus, seandainya tidak ada tuntutan khusus, seandainya tidak ada kekhususan-
kekhususan lainya, sebaiknya dan sepantasnya rancangan bangunan yang akan dibuat
didasarkan atas pemanfaatan matahari dan angin yang seoptimal mungkin.

Matahari memberikan banyak hal kepada kita. Dia memberi sinar terang, dia memberi
kehangatan, dia memberikan kesehatan, dia memberi energy. Kenapa, kita harus menyia-
nyiakan manfaat sebesar itu? Kenapa kita harus menutup rapat pintu dan jendela? Kenapa
kita harus menghidupkan lampu terus menerus? Kenapa kita tidak menarik terangnya sinar
mentari ke dalam ruangan kita sebanyak-banyaknya, padahal kita tidak usah bersusah payah
untuk itu?

Oleh karena itu, sebisa-bisanya, semungkin-mungkinnya, sejauh-jauhnya, kita harus


merancang bangunan dengan memanfaatkan matahari dan angin yang melimpah disekitar
kita. Tentu saja hal-hal demikian bukan berarti kita menutup diri atau membatasi diri terhadap
pemakaian elemen-elem mekanis seperti lampu, karena untuk kondisi-kondisi tertentu yang
diprasyarat oleh fungsinya, kita mungkin harus memecahkan masalahnya dengan elemen
mekanis seperti itu.

Yang jelas bahwa rancangan-rancangan yang kita ciptakan tersebut harus dapat
memecahkan masalah-masalah pencahayaan dan pengudaraan secara tepat dan logis; artinya,
kita harus tahu kapan waktunya memakai bantuan elemen-elemen mekanis, dan kapan pula
harus kita terapkan pemecahan-pemecahan alami bagi masalah pencahayaan dan
pengudaraan yang dimaksud.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa penjelasan mengenai pencahayaan alami bagi bangunan?
2. Apa saja persyaratan umum pada penerangan cahaya alami di ruang bagian dalam?
3. Faktor-faktor apa saja yang perlu diperhatikan agar penerangan alami dapat
maksimal?
4. Apa saja strategi dalam merancang bangunan supaya pencahayaan alami bangunan
menjadi efektif?
5. Apa saja hubungan antara iklim dan posisi geografis bangunan terhadap
pencahayaan?
1.3 Tujuan

Untuk memberikan penjelasan mengenai pencahayaan alami dan menambah


pemahaman mengenai hal-hal yang mempengaruhi pencahayaan alami dalam bangunan,
sehingga diharapkan dapat membantu dalam merancang bangunan dengan pencahayaan
alami yang maksimal.

1.4 Manfaat
1. Agar bijak dalam pengunaan cahaya alami pada rancangan bangunan.
2. Agar perancang dapat memperhatikan pengunaan pencahayaan alami dalam
merancang bangunan.
3. Agar dapat menghemat energy listrik dengan memanfaat pencahayaan alami pada
siang hari.

BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Pencahayaan Alami

Sistem pencahayaan dalam ruang dapat dibagi menjadi dua bagian besar berdasarkan
sumber energi yang digunakan, yaitu sistem pencahayaan alami dan sistem pencahayaan
buatan. Kedua sistem ini memiliki karakteristik yang berbeda, dengan kelebihan dan
kekurangannya masing-masing.

Pencahayaan alami adalah pemanfaatan cahaya yang berasal dari benda penerang
alam seperti matahari, bulan, dan bintang sebagai penerang ruang. Karena berasal dari alam,
cahaya alami bersifat tidak menentu, tergantung pada iklim, musim, dan cuaca. Diantara
seluruh sumber cahaya alami, matahari memiliki kuat sinar yang paling besar sehingga
keberadaanya sangat bermanfaat dalam penerangan dalam ruang. Cahaya matahari yang
digunakan untuk penerangan interior disebut dengan daylight.

Daylight memiliki fungsi yang sangat penting dalam karya arsitektur dan interior.
Distribusi cahaya alami yang baik dalam ruang berkaitan langsung dengan konfigurasi
arsitektural bangunan, orientasi bangunan, kedalaman, dan volume ruang. Oleh sebab itu
daylight harus disebarkan merata dalam ruangan.

Sinar alami mempunyai banyak keuntungan, selain menghemat energi listrik juga
dapat membunuh kuman. Untuk mendapatkan pencahayaan alami pada suatu ruang
diperlukan jendela-jendela yang besar ataupun dinding kaca sekurang-kurangnya 1/6
daripada luas lantai.

Sumber pencahayaan alami kadang dirasa kurang efektif dibanding dengan


penggunaan pencahayaan buatan, selain karena intensitas cahaya yang tidak tetap, sumber
alami menghasilkan panas terutama saat siang hari. Pencahayaan alami dalam sebuah
bangunan akan mengurangi penggunaan cahaya buatan, sehingga dapat menghemat konsumsi
energi dan mengurangi tingkat polusi. Tujuan digunakannya pencahayaan alami yaitu untuk
menghasilkan cahaya berkualitas yang efisien serta meminimalkan silau dan berlebihnya
rasio tingkat terang.

2.2. Berkas Cahaya


2.2.1 Definisi Berkas Cahaya
Menurut Suwarno dan Hotimah,W (2009), sifat cahaya yang merambat lurus dapat
kita lihat ketika ada cahaya matahari yang masuk kedalam ruangan melewati jendela. Cahaya
matahari yang melewati jendela tersebut akan memperlihatkan berkas-berkas cahaya yang
merambat lurus kedalam ruangan. Cahaya biasanya tampak sebagai sekelompok sinar-sinar
cahaya atau disebut juga berkas cahaya. Perhatikanlah cahaya matahari yang masuk melalui
celah kecil ke dalam ruangan gelap, atau jalannya sinar dan proyektor di bioskop, atau lampu
sorot di panggung pertunjukan. Akan terlihat bahwa dalam zat antara yang serba sama,
cahaya merambat menurut garis lurus berupa sinar cahaya.

Menurut Lechner, N (2001), cahaya alami yang masuk melalui jendela dapat berasal
dari beberapa sumber sinar matahari langsung, langit cerah , awan atau pantulan permukaan
bawah dan bangunan sekitarnya. Cahaya dari masingmasing sumber tersebut bervariasi tidak
hanya dari jumlah dan panas yang dibawanya, tetapi juga pada kualitas lainnya, seperti warna
,penyebaran dan penghematan.

2.2.2 Pengaruh Berkas Cahaya Terhadap Perabot


Menurut Suwantoro, H (2006), Efek dari cahaya matahari pada ruangan salah satunya
yaitu cahaya matahari langsung dapat menimbulkan peningkatan suhu pada ruangan, dan
perubahan warna pada perabotan, misalnya warna menjadi luntur dan permukaan menjadi
silau, maka sebaiknya cahaya langsung dari matahari sedikit dihindarkan agar tidak terlalu
banyak masuk ke dalam ruangan, sedangkan cahaya masuk yang dikehendaki adalah cahaya
terang langit, sebagai sumber cahaya alami yang ideal. Benda yang permukaannya kasar akan
memantulkan cahaya ke segala arah dengan tidak merata, jadi tingkat terang pantulannya
cenderung lebih kecil dibanding bidang pantulan yang halus.

2.2.3 Faktor Pembentukan Berkas Cahaya


Dari pengertian berkas cahaya diatas, ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pembentukan berkas cahaya dalam ruangan yaitu:
2.2.3.1 Posisi Matahari
Keadaan terang atau gelap di Bumi tergantung kepada posisi Matahari.

Kita akan menyebut fajar saat cahaya matahari masih malu-malu menerangi
Bumi kita. Demikian juga sebutan siang hari untuk keadaan saat Matahari
bersinar terang di langit. Di malam hari saat gelap gulita, Matahari tentunya
sudah tidak tempak di langit. Keteraturan muncul dan menghilangnya
Matahari ini menjadi acuan manusia untuk menentukan hitungan waktu dalam
satu hari. Matahari bergeser dari waktu ke waktu. Tanam sebatang tongkat di
tanah, perhatikan arah bayangan pada pagi hari di bulan Juni dan Desember.
Pada bulan Juni, tampak arah bayangan condong ke Selatan, artinya Matahari
sedang berada di Utara. Sedangkan pada bulan Desember, arah bayangan
miring ke arah Selatan, yang berarti Matahari sedang berada di titik Selatan.
(Lukman,A dan Puspita,E, 2010)

Kemiringan sumbu rotasi Bumi menyebabkan terjadinya perbedaan


musim di Bumi. Saat Matahari berada di utara, maka Bumi Bagian Utara
mengalami musim panas. Puncak musim panas di Bumi Bagian Utara terjadi
pada bulan Juni. Kemudian Matahari akan bergerak ke Selatan dan berada di
garis ekuator pada tanggal 21 Maret. Sudut deklinasi Matahari 0°, saat itu
Matahari berada di titik musim gugur. Pada tanggal 21 Desember Matahari
berada di titik musim dingin, artinya Matahari berada di titik paling Selatan.
(Lukman,A dan Puspita,E, 2010) Daerah beriklim tropis merupakan daerah
yang bermandikan sinar matahari, sedangkan sinar matahari didalamnya selalu
membawa panas, maka aspek orientasi bangunan menjadi sorotan utama
dalam proses desain agar pengantisipasian pengaruh buruk sinar matahari
dapat dihindari.

2.2.3.2 Orientasi

Orientasi bangunan terhadap mata angin mempengaruhi perletakan


lubang - lubang permukaan dinding, perencanaan yang tepat dapat
menghinadari masuknya sinar dan panas matahari tapi dapat menggunakan
sky light sebagai pencahayaan alami dan aliran udara sebagai penetralisir
kelembaban udara.

Sedangkan Ronny, A, (1999) menjelaskan, oreintasi bangunan bisa


diadaptasikan untuk menghasilkan penerangan yang baik dalam ruangan,
orientasi bangunan jugaberkaitan dengan geometri gerakan matahari, oleh
karena itu ruang-ruang dakam bangunan diorentasikan ker arah utara, selatan,
barat, atau timur tergantung dari intensitas kontribusi cahaya yang ingin
dicapai dari masing-masing ruang tersebut. Sedangkan menurut Akmal I,
(2006), bangunan yang berorientasi kearah barat akan mendapatkan cahaya
matahari sore yang kuat dan keras, maka biasanya akan lebih menghindari
sinar matahari sore. Oleh karena itu pada bangunan yang berorientasi kearah
barat menggunakan filter seperti sun shading yang digunakan untuk
menghindari paparan langsung sinar matahari.
2.2.3.3 Lubang Cahaya
Menurut SNI No 03-2396-2001 Tentang tata Cara Perancangan Sistem
Pencahayaan Alami, Faktor pencahayaan alami siang hari adalah
perbandingan tingkat pencahayaan pada suatu titik dari suatu bidang tertentu
di dalam suatu ruangan terhadap tingkat pencahayaan bidang datar di lapangan
terbuka yang merupakan ukuran kinerja lubang cahaya ruangan tersebut.
Menurut Heinz , F ,(1998), Lubang cahaya dalam gedung bisa berupa jendela.
Jendela ini berfungsi sebagai lubang cahaya dan lubang ventilasi yang member
perlindungan terhadap angin, hujan, kebisingan, udara panas atau dingin.
Penempatan jendela dan dimensi jendela ditentukan pada fungsi kebutuhan
cahaya didalam ruangan Menurut Pedoman Standarisasi Bangunan Dan
Perabot Sekolah oleh Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat
Jenderal Pendidikan (2011). Luas lubang cahaya sebaiknya berkisar antara 20-
50% dari luas lantai.

2.2.3.4 Shading
Shading atau pembayangan adalah upaya mematahkan sinar matahari,
karna sinar matahari membawa panas yang tidak baik untuk thermal
bangunan. Shading Device yaitu alat pengontrol terhadap panas karena sinar
matahari dan penghalau sinar matahari yang masuk ke bangunan serta
memberikan pembayangan yang dapat mengurangi panas. (Heinz , F, 1998).

2.3 Sun Shading


2.3.1 Definisi Sun Shading
Pemahaman sun shading adalah bentuk penghalang sinar matahari dan curah
hujan yang terpasang pada dinding dan berada disekitar pelobangan dinding (jendela).
Pada disain-disain konvensional sun shading membentuk sudut kemiringan, alasan
diantaranya pertimbangan karekter bahan genteng. Kini trend bentuk dari sun shading
bermaterial beton tipis yang dipengaruhi konsep minimalis. (Slamet,dkk, 2011).
Shading Device yaitu alat pengontrol terhadap panas karena sinar matahari
dan penghalau sinar matahari yang masuk ke bangunan serta memberikan
pembayangan yang dapat mengurangi panas. (HeinzFrick, 1998). Menurut
Handayani, T, (2010), bukaan merupakan suatu elemen yang tidak terpisahkan dalam
bangunan, khususnya terkait dengan pencahayaan dan penghawaan alami. Pada area
tropis seperti Indonesia, letak dan ukuran dari suatu bukaan harus direncanakan
dengan baik. Bukaan yang terlalu besar dapat menimbulkan efek silau dan pemanasan
ruang akibat radiasi matahari secara langsung. Untuk mengatasi hal tersebut,
penggunaan sun shading pada bukaan diperlukan.
Menurut Lechner, N, (2001), Sun shading merupakan salah satu strategi dan
langkah pertama untuk mencapai kenyamanan thermal didalam bangunan, akan tetapi
untuk mencapai kenyamanan thermal terdapat aspek lain yang harus diperhitungkan
To use sunlight as a source of ambient illumination, the opening must be shaded to
contol glare and heat gain. Untuk menggunakan sinar matahari sebagai sumber
pencahayaan, bukaan harus di beri penagkal untuk mengontrol silau dan panas
(Olgyay, NJ, 1957).

2.3.2 Jenis dan Bentuk Sun Shading


Jenis sun shading sangat beragam dan terbagi menjadi beberapa klasifikasi,
pada penelitian yang dilakukan oleh Wall , M & Bulow, H, (2003), sun shading dibagi
menjadi 3(tiga), yaitu External, Interpane, dan Internal. Dan berdasarkan dari ketiga
jenis diatas, sun shading yang paling baik adalah External sun shading.
Menurut Wall , M & Bulow, H, (2003), External sun shading adalah sun
shading yang efektif saat musim panas. Mengingat iklim Indonesia beriklim tropis
dimana suhu rata-rata yang tinggi, peletakan sun shading pada luar bangunan adalah
yang efektif. Ada 3 jenis external sun shading, yaitu:
a. Sun Shading Horizontal
Horizontal device provide shade based on the altitude angle of the sun. Most
commonly seen in the form of overhangs, they are particulary effective for shading
north and south building elevation. Horizontal devices let in low-angle sunlight and
block high-angle sunlight; their effectiveness varies seasonally with the changing
solar altitude (Olgyay, NJ, 1957.)
Perangkat Horizontal memberikan keteduhan berdasarkan sudut ketinggian
matahari. Paling sering terlihat dalam bentuk overhang, khususnya efektif untuk
shading bangunan yang memiliki elevasi utara dan selatan. Perangkat Horizontal
membiarkan rendah sudut sinar matahari dan memblokir tinggi-sudut sinar matahari,
efektivitasnya bervariasi tergantung dengan perubahan ketinggian matahari. (Olgyay,
NJ, 1957.)
b. Sun Shading Vertical
Vertical devices provide shade based on the bearing angle of the sun. Their
effectiveness varies diurnally, as the sun moves around the horizon. Vertical devices
have the ability to block low-angle sun, and consequently they are often used o
openings facing east or west. Blocking low-angle sun also block views, and since the
sun bearing changes about 15 degrees per hour, a substansial amount of view may be
blocked. Adjustable vertical devices can be responsive to the changes in sun angle
(Olgyay, NJ, 1957.)
Perangkat vertikal memberikan keteduhan berdasarkan sudut bantalan dari
matahari. Efektivitas mereka bervariasi, saat matahari bergerak mengelilingi
cakrawala. Perangkat vertikal memiliki kemampuan untuk memblokir rendah sudut
matahari, dan akibatnya mereka sering digunakan untuk bukaan menghadap ke timur
atau barat. Memblokir rendah sudut matahari juga menghalangi pandangan, dan
karena perubahan bantalan matahari sekitar 15 derajat per jam, sejumlah
pandangangan dapat diblokir. Perangkat vertikal dapat menjadi responsif disesuaikan
terhadap perubahan sudut matahari. (Olgyay, NJ, 1957.)
c. Sun Shading Egg-crate
Perangkat shading peti telur menggabungkan karakteristik perangkat vertikal
dan horizontal untuk meningkatkan cakupan shading. Perangkat Egg-crate memiliki
kemampuan untuk memblokir rendah sudut matahari, dan akibatnya mereka sering
digunakan untuk bukaan menghadap ke timur atau barat (Olgyay, NJ, 1957.)

Menurut Lechner, N, (2001), External sun shading dibagi menjadi 3 jenis


utama, yaitu Overhang, Vertical Fin, dan eggcrate. Berikut pengelompokan yang
dilakukan oleh Lechner. N, (2001):
2.3.3. Prinsip desain Sun shading

Lechner, N, (2001) telah mengklasifikasikan bentuk sun shading dan


modifikasi terhadap bentuknya. Bentukan ini dibuat dengan orientasi matahari sebagai
acuannya, akan tetapi untuk mengetahui tentang besar bentangan dan panjang dari sun
shading, ditentukan oleh shadow angle. Untuk mendapatkan shadow angle, terdapat
beberapa perimeter yang harus didapat terlebih dahulu.

Mencari letak geografis pada tapak (latitude dan longitude). Letak geografis
tapak merupakan krusial, dikarenakan letak geografis ini yang akan menentukan letak
matahari dan orientasinya. Dan kedua yaitu mencari posisi matahari pada tapak.

a. Teori tentang Shadow angle


Desain dari setiap bentuk sun shading bergantung pada lintasan matahari di
langit, dengan memperhitungkan juga orientasi bukaan pada bangunan. Untuk
mempermudah dalam mendesain, menurut Wei, R, (2009) dalam master thesisnya
menggunakan Shadow angle/sudut pembayangandalam mendesain selubung
bangunan. Terdapat dua jenis shadow angle, yaitu HSA (Horizontal Shadow Angle)
dan VSA (Vertical Shadow Angle).Untuk lebih jelasnya, akan dijelaskan pada berikut
ini:
1. HSA (Horizontal Shadow Angle)
Horizontal Shadow Angle adalah perbedaan antara azimuth matahari
dengan orientasi pada sisi bangunan yang dapat diukur pada titik tepi
bayangan jatuh. Semakin kecil sudut nya, semakin panjang dimensi horisontal
sun shadingnya. (Gunawan R, 2011).
2. VSA (Vertical Shadow Angle)
Vertical Shadow Angle adalah sudut pembayangan vertikal yang
diukur saat ketinggian matahari sejajar dengan sisi bangunan (fasade).
Semakin kecil sudutnya semakin panjang dimensi sun shading yang
dibutuhkan (Gunawan R, 2011).
2.4 Persyaratan Umum pada Penerangan Siang Hari di Ruang Bagian Dalam

Untuk mendapatkan pencahayaan pada suatu ruang, dapat dilihat dari fungsi ruang
dan lama penggunaan ruang itu sendiri. System penggunaan pencahayaan dapat dibedakan
menjadi 5 yaitu:
a. Sistem Pencahayaan Langsung (direct lighting)
Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan secara langsung ke benda yang perlu
diterangi. Sistem ini dinilai paling efektif dalam mengatur pencahayaan, tetapi ada
kelemahannya karena dapat menimbulkan bahaya serta kesilauan yang mengganggu, baik
karena penyinaran langsung maupun karena pantulan cahaya. Untuk efek yang optimal,
disarankan langi-langit, dinding serta benda yang ada didalam ruangan perlu diberi warna
cerah agar tampak menyegarkan
b. Pencahayaan Semi Langsung (semi direct lighting)
Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan langsung pada benda yang perlu diterangi,
sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding. Dengan sistem ini kelemahan
sistem pencahayaan langsung dapat dikurangi. Diketahui bahwa langit-langit dan dinding
yang diplester putih memiliki effiesiean pemantulan 90%, sedangkan apabila dicat putih
effisien pemantulan antara 5-90%
c. Sistem Pencahayaan Difus (general diffus lighting)
Pada sistem ini setengah cahaya 40-60% diarahkan pada benda yang perlu disinari,
sedangka sisanya dipantulka ke langit-langit dan dindng. Dalam pencahayaan sistem ini
termasuk sistem direct-indirect yakni memancarkan setengah cahaya ke bawah dan sisanya
keatas. Pada sistem ini masalah bayangan dan kesilauan masih ditemui.
d. Sistem Pencahayaan Semi Tidak Langsung (semi indirect lighting)
Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas,
sedangkan sisanya diarahkan ke bagian bawah. Untuk hasil yang optimal disarankan langit-
langit perlu diberikan perhatian serta dirawat dengan baik. Pada sistem ini masalah bayangan
praktis tidak ada serta kesilauan dapat dikurangi.
e. Sistem Pencahayaan Tidak Langsung (indirect lighting)
Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas
kemudian dipantulkan untuk menerangi seluruh ruangan. Agar seluruh langit-langit dapat
menjadi sumber cahaya, perlu diberikan perhatian dan pemeliharaan yang baik. Keuntungan
sistem ini adalah tidak menimbulkan bayangan dan kesilauan sedangkan kerugiannya
mengurangi effisien cahaya total yang jatuh pada permukaan kerja.

Pencahayaan pada ruangan bisa dibedakan menjadi 2 kategori umum yaitu


pencahayaan alami dan pencahayaan buatan. Masing-masing kategori memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing.

A. Pencahayaan Alami

Pencahayaan di siang hari pada ruangan biasanya efektif pada jam 8 pagi hingga 4
sore waktu setempat. Kelebihan dari pencahayaan alami sendiri adalah ramah lingkungan,
dan tidak memerlukan perawatan khusus, namun sayangnya kita tidak bisa mengatur cahaya
itu sendiri sehingga pencahayaan alami tidak konsisten.

Pencahayaan alami dipengaruhi oleh beberapa hal yang menyebabkan adanya


perbedaan tingkat, yaitu:

a) Hubungan geometris antara titik ukur dan lubang cahaya


b) Ukuran dan posisi lubang cahaya
c) Distribusi terang langit
d) Bagian langit yang dapat dilihat dari titik ukur

Kualitas pencahayaan diklasifikasikan berdasarkan fungsi ruangan dan lamanya


waktu aktifitas yang memerlukan daya penglihatan yang tinggi dan sifat aktifitasnya.
Klasifikasi kualitas pencahayaan dapat dibagi menjadi berikut:

1) Kualitas A : keda halus sekali, pekedaan secara cermat terus menerus, seperti
menggambar detil, menggravir, menjahit kain warna gelap, dan sebagainya.
2) Kualitas B : keda halus, pekerjaan cermat tidak secara intensif terus menerus, seperti
menulis, membaca, membuat alat atau merakit komponen-komponen kecil, dan sebagainya.
3) Kualitas C : keda sedang, pekedaan tanpa konsentrasi yang besar dari si pelaku,
seperti pekedaan kayu, merakit suku cadang yang agak besar, dan sebagainya.
4) Kualitas D : kerja kasar, pekedaan dimana hanya detil-detil yang besar harus dikenal,
seperti pada guclang, lorong falu lintas orang, dan sebagainya.

Adapun persyaratan faktor langit dalam ruangan, yaitu:

a. Nilai faktor langit (fl) dah suatu titilk ukur dalarn ruangan harus memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut :
1) sekurang-kurangnya memenuhi nilai-nilai faktor langit minimum (flmin) yang
tertera pada Tabel 1, 2 dan 3, dan dipilih menurut klasifikasi kualitas pencahayaan yang
dikehendaki dan dirancang untulk bangunan tersebut.
2) nilai f1min dalam prosen untuk ruangan-ruangan dalam BANGUNAN
UMUM untuk TUUnya, adalah seperti tertera pada tabel 1; dimana d adalah jarak
antara bidang lubang cahaya efektif ke dinding di seberangnya, dinyatakan dalam
meter. Faktor langit minimum untuk TUS nilainya diambil 40% dari flmin untuk TUU
dan tidak boleh kurang dari 0,10 d.
3) nilai dari flmin dalam prosen untuk ruangan-ruangan dalarn bangunan sekolah
adalah seperti pada tabel 2; Untuk ruangan-ruangan kelas biasa, kelas khusus dan
laboratorium dimana dipergunakan papan tulis sebagai alat penjelasan, maka flmin
pada tempat 1 /3 d di papan tulis pada tinggi 1,20 m , clitetapkan sama dengan flmin =
50% TUU.
4) nilai dari flmin dalarn prosentase untuk ruangan-ruangan dalarn bangunan
tempat tinggal seperti pada tabel 3;
5) untuk ruangan-ruangan lain yang tidak khusus disebut dalarn tabel ini dapat
diperlakukan ketentuan-ketentuan dalam tabel 1.

Tabel 1 : Nilai Faktor langit untuk bangunan umum

Klasifikasi flmin
pencahayaan TUU
A 0,45.d
B 0,35.d
C 0,25.d
D 0,15.d
Tabel 2: Nilai Faktor I unit untuk bangunan sekolah

JENIS RUANGAN flmin TUU flmin TUS


Ruang kelas biasa 0,35.d 0,20.d
Ruang kelas khusus 0,45.d 0,20.d
Laboratoriurn 0,35 d 0,20.d
Benqkel kayu/besi 0.25.d 0,20.d
Ruang olahraga 0,25.d 0,20.d
Kantor 0,35.d 0,15.d
Dapur 0,20.d 0,20.d

Tabel 3: Nilai Faktor langit Bangunan Tempat Tinggal

Jenis ruangan flmin TUU f1min TUS


Ruang tinggal 0,35.d 0,16.d
Ruang keda 0,35.d 0,16d
Kamar tidur 0, 18.d 0,05.d
Dapur 0,20.d 0,20.d

b. Ruangan dengan pencahayaan langsung dari lubang cahaya di satu dinding nilai fl
ditentukan sebagai berikut :

1) dari setiap ruangan yang menerima pencahayaan langsung dari langit melalui
lubang-lubang atau jendela-jendela di satu dinding saja, harus diteliti fl dari satu TUU
dan dua TUS.

2) Jarak antara dua titik ukur tidak boleh lebih besar dari 3 m. Misalnya untuk suatu
ruangan yang panjangnya lebih dari 7 m, harus diperiksa (fl) lebih dari tiga titik ukur
(jumlah TUU ditambah)

Ruangan dengan pencahayaan langsung dari lubang cahaya di dua dinding yang berhadapan.
Nilai faktor langit (fl) untuk ruangan semacam ini harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. bila suatu ruangan menerima pencahayaan langsung dari langit melalui lubanglubang
atau jendela-jendela di dua dinding yang berhadapan (sejajar), maka setiap bidang
lubang cahaya efektif mempunyai kelompok titik ukurnya sendiri.

2. untuk kelompok titik ukur yang pertama, yaitu dari bidang lubang cahaya efektif yang
paling penting, berlaku ketentuan-ketentuan dari tabel 1, 2 dan 3.

3. untuk kelompok titik ukur yang kedua ditetapkan syarat minimum sebesar 30% dari
yang tercanturn pada ketentuan-ketentuan dari tabel 1, 2 dan 3.
4. dalam hal ini (fl) untuk setiap titik ukur adalah jumlah faktor langit yang diperolehnya
dari lubang-lubang cahaya di kedua dinding.

5. ketentuan untuk kelompok titik ukur yang kedua ini seperti yang termaksud dalam
ayat 3, tidak berlaku apabila jarak antara kedua bidang lubang cahaya efektif kurang
dari 6 meter.

6. bila jarak tersebut dalam butir adalah lebih dari 4 meter dan kurang dari 9 meter
dianggap telah dipenuhi apabila luas total lubang cahaya efektif kedua inj sekurang-
kurangnya 40% dari luas lubang cahaya efektif pertama.

Dalam hal yang belakangan ini, luas lubang cahaya efektif kedua adalah bagian dad bidang
lubang cahaya yang letaknya di antara tinggi 1 meter dan tinggi 3 meter.Ruangan dengan
pencahayaan langsung dari lubang cahaya di dua dinding yang saling memotong Untuk
kondisi ruangan seperti ini faktor langit ditentukan dengan memperhitungkan hal-hal sebagai
berikut:

1. bila suatu ruangan menerima pencahayaan langsung dari langit melalui lubanglubang
atau jendela-jendela di dua dinding yang saling memotong kurang lebih tegak lurus,
maka untLik dincling kedua, yang ticlak begitu penting, hanya diperhitungkan satu
Titik Ukur Utama tambahan saja.

2. syarat untuk titik ukur yang dimaksud dalarn butir 1) pasal ini adalah 50% dari yang
berfaku untuk titik ukur utama bidang lubang cahaya efektif yang pertama.

3. jarak titik ukur utama tambahan ini sampai pada bidang lubang cahaya efektif kedua
diambil Y, d, dimana d adalah ukuran dalam menurut bidang lubang cahaya efektif
pertama (lihat gambar 3)

Ruangan dengan lebih dari satu jenis penggunaan


Apabila suatu ruangan digunakan sekaligus untuk dua jenis keperluan, maka untuk ruangan
ini diberlakukan syarat-syarat yang terberat dari kedua jenis keperluan tersebut.

Penerimaan cahaya pada koridor atau gang dalam bangunan rumah tinggal. Setiap koridor
atau gang dalam bangunan rumah tinggal harus dapat menerima cahaya melalui luas kaca
sekurang-kurangnya.0,10 m2 dengan ketentuan, bahwa untuk :

1. luas kaca dinding luar atau atap diperhitungkan 100 %;


2. luas kaca dinding dalam, yang clapat merupakan batas dengan kamar tidur, kamar
tinggal, kamar keda clan sebagainya, diperhitungkan 30 %;

3. luas kaca ruangan lainnya, seperti gudang, kamar mandi, clan sebagainya,
diperhitungkan 0 %

Penerimaan cahaya siang hari pada koridor atau gang/lorong dalam bangunan. Setiap gang
atau lorong dalam bangunan umum harus sekurang-kurangnya dapat menerima cahaya siang
hari melalui luas kaca minimal 0,30 M2 . Untuk setiap 5 meter panjang gang atau lorong,
dengan ketentuan, bahwa untuk:

1. luas kaca dinding luar atau atap, diperhitungkan 100 %;

2. luas kaca dinding dalam yang merupakan batas dengan ruangan dengan kualitas
pencahayaan A dan B, diperhitungkan 20 %;

3. luas kaca untuk perbatasan dengan ruangan dengan pencahayaan kualitas C.


diperhitungkan 10 %;

4. luas kaca ruangan lainnya, diperhitungkan 0%.

Penerimaan cahaya siang had pacla ruang tangga umum. Ruang tangga, umum harus dapat
menerima cahaya siang had melalui luas kaca sekurang-kurangnya 0,75 m2 .(Lihat gambar 5)
Untuk setiap setengah tinggi lantai dengan ketentuan :

1. lubang cahaya dinding luar, diperhitungkan 100 %:

2. apabila terdapat kaca di atap maka cahaya di :

a. tingkat yang paling atas 100%


-tingkat pertama di bawahnya 50%
- tingkat kedua di bawahnya 25%
-tingkat ketiga di bawahnya 12,5%
- tingkat di bawah selanjutnya 0%

Sudut penghalang cahaya.


Sudut penghalang cahaya hendaknya tidak melebihi 600 ditinjau dari sudut tata letak
bangunan-bangunan sesuai dengan perencanaan tata ruang kota, bila hal tersebut tidak dapat
dipenuhi, maka pencahayaan tambahan yang diperlukan diperoleh dari pencahayaan buatan.

Faktor langit dalam ruangan yang menerima pencahayaan tidak langsung.


Untuk lubang cahaya efektif dari suatu ruangan yang menerima cahaya siang hari tidak
langsung dari langit akan tetapi melalui kaca atau lubang cahaya dari ruangan lain, misaInya
lewat teras yang beratap, maka fl dari titik ukur dalarn ruangan ini dihitung melalui
ketentuan-ketentuan dalam persyaratan teknis ini, hanya boleh diambil maksimal 10 % dari
faktor langit dalam keadaan dimana titik ukur langsung menghadap langit.

B. Pencahayaan Buatan
Tidak semua ruangan biasanya memerlukan pencahayaan alami di siang hari. Pencahayaan
buatan di siang hari pada dalam ruangan biasanya dibutuhkan jika ruangan tersebut sangat
terisolasi. Kelebihan dari pencahayaan buatan itu sendiri adalah bersifat merata, tidak
menyilaukan, tidak kedip-kedip dan sehat untuk mata. Selain itu juga intensitas cahaya yang
lebih stabil serta pilihan warna yang bervariasi. Namun kekurangan dari pencahayaan buatan
ini adalah tergantung pada energy buatan yang membutuhkan biaya dan juga perawatan untuk
sumber cahaya dan instalasinya.

2.5 Kriteria Perancangan

Adapun kriteria perancangan pencahayaan, yaitu:


1. Perhitungan Tingkat Pencahayaan.
a. Tingkat Pencahayaaan Rata-rata (Erata-rata).
Tingkat pencahayaan pada suatu ruangan pada umumnya didefinisikan sebagai tingkat
pencahayaan rata-rata pada bidang kerja. Yang dimaksud dengan bidang kerja ialah bidang
horisontal imajiner yang terletak 0,75 meter di atas lantai pada seluruh ruangan.
b. Koefisien Penggunaan (kp).
Sebagian dari cahaya yang dipancarkan oleh lampu diserap oleh armatur, sebagian
dipancarkan ke arah atas dan sebagian lagi dipancarkan ke arah bawah. Faktor penggunaan
didefinisikan sebagai perbandingan antara fluks luminus yang sampai di bidang kerja
terhadap keluaran cahaya yang dipancarkan oleh semua lampu. Besarnya koefisien
penggunaan dipengaruhi oleh faktor :
1). distribusi intensitas cahaya dari armatur.
2). perbandingan antara keluaran cahaya dari armatur dengan keluaran cahaya dari lampu di
dalam armatur.
3). reflektansi cahaya dari langit-langit, dinding dan lantai.
4). pemasangan armatur apakah menempel atau digantung pada langit-langit,
5). dimensi ruangan.
Besarnya koefisien penggunaan untuk sebuah armatur diberikan dalam bentuk tabel yang
dikeluarkan oleh pabrik pembuat armatur yang berdasarkan hasil pengujian dari instansi
terkait. Merupakan suatu keharusan dari pembuat armatur untuk memberikan tabel kp, karena
tanpa tabel ini perancangan pencahayaan yang menggunakan armatur tersebut tidak dapat
dilakukan dengan baik.
c. Koefisien Depresiasi (penyusutan) (kd).
Koefisien depresiasi atau sering disebut juga koefisien rugi-rugi cahaya atau koefisien
pemeliharaan, didefinisikan sebagai perbandingan antara tingkat pencahayaan setelah jangka
waktu tertentu dari instalasi pencahayaan digunakan terhadap tingkat pencahayaan pada
waktu instalasi baru. Besarnya koefisien depresiasi dipengaruhi oleh :
1). kebersihan dari lampu dan armatur.
2). kebersihan dari permukaan-permukaan ruangan.
3). penurunan keluaran cahaya lampu selama waktu penggunaan.
4). penurunan keluaran cahaya lampu karena penurunan tegangan listrik.
Besarnya koefisien depresiasi biasanya ditentukan berdasarkan estimasi. Untuk ruangan dan
armatur dengan pemeliharaan yang baik pada umumnya koefisien depresiasi diambil sebesar
0,8.
d. Jumlah armatur yang diperlukan untuk mendapatkan tingkat pencahayaan tertentu.
Untuk menghitung jumlah armatur, terlebih dahulu dihitung fluks luminus total yang
diperlukan untuk mendapatkan tingkat pencahayaan yang direncanakan.
e. Tingkat pencahayaan oleh komponen cahaya langsung.
Tingkat pencahayaan oleh komponen cahaya langsung pada suatu titik pada bidang kerja dari
sebuah sumber cahaya yang dapat dianggap sebagai sumber cahaya titik. Jika terdapat
beberapa armatur, maka tingkat pencahayaan tersebut merupakan penjumlahan dari tingkat
pencahayaan yang diakibatkan oleh masing-masing armature.
2. Tingkat pencahayaan minimum dan renderasi warna yang direkomendasikan untuk
berbagai fungsi ruangan ditunjukkan pada tabel 4.1.2.
Tabel : 4.1.2 : Tingkat pencahayaan minimum dan renderasi warna yang direkomendasikan
3. Sistem pencahayaan
System pencahayaan dapat dikelompokkan menjadi :
a. Sistem pencahayaan merata. Sistem ini memberikan tingkat pencahayaan yang merata
di seluruh ruangan, digunakan jika tugas visual yang dilakukan di seluruh tempat dalam
ruangan memerlukan tingkat pencahayaan yang sama. Tingkat pencahayaan yang merata
diperoleh dengan memasang armatur secara merata langsung maupun tidak langsung di
seluruh langit-langit.
b. Sistem pencahayaan setempat. Sistem ini memberikan tingkat pencahayaan pada
bidang kerja yang tidak merata. Di tempat yang diperlukan untuk melakukan tugas visual
yang memerlukan tingkat pencahayaan yang tinggi, diberikan cahaya yang lebih banyak
dibandingkan dengan sekitarnya. Hal ini diperoleh dengan mengkonsentrasikan penempatan
armatur pada langit-langit di atas tempat tersebut.
c. Sistem pencahayaan gabungan merata dan setempat.
Sistem pencahayaan gabungan didapatkan dengan menambah sistem pencahayaan setempat
pada sistem pencahayaan merata, dengan armatur yang dipasang di dekat tugas visual. Sistem
pencahayaan gabungan dianjurkan digunakan untuk :
1). tugas visual yang memerlukan tingkat pencahayaan yang tinggi.
2). memperlihatkan bentuk dan tekstur yang memerlukan cahaya datang dari arah tertentu.
3). pencahayaan merata terhalang, sehingga tidak dapat sampai pada tempat yang terhalang
tersebut.
4). tingkat pencahayaan yang lebih tinggi diperlukan untuk orang tua atau yang kemampuan
penglihatannya sudah berkurang.

2. Kebutuhan Daya
Daya listrik yang dibutuhkan untuk mendapatkan tingkat pencahayaan rata-rata
tertentu pada bidang kerja. Dengan membagi daya total dengan luas bidang kerja, didapatkan
kepadatan daya (Watt/m2 ) yang dibutuhkan untuk sistem pencahayaan tersebut. Kepadatan
daya ini kemudian dapat dibandingkan dengan kepadatan daya maksimum yang
direkomendasikan dalam usaha konservasi energi, misalnya untuk ruangan kantor 15
Watt/m2

3. Distribusi Luminasi
Distribusi luminansi didalam medan penglihatan harus diperhatikan sebagai
pelengkap keberadaan nilai tingkat pencahayaan di dalam ruangan. Hal penting yang harus
diperhatikan pada distribusi luminansi adalah sebagai berikut :
a). Rentang luminasi permukaan langit-langit dan dinding.
b). Distribusi luminansi bidang kerja.
c). Nilai maksimum luminansi armatur (untuk menghindari kesilauan).
d). Skala luminansi untuk pencahayaan interior dapat dilihat pada gambar dibawah

Luminansi permukaan dinding tergantung pada luminansi obyek dan tingkat pencahayaan
merata di dalam ruangan. Untuk tingkat pencahayaan ruangan antara 500 ~ 2000 lux, maka
luminansi dinding yang optimum adalah 100 kandela/m2 . Ada 2 (dua) cara pendekatan untuk
mencapai nilai optimum ini, yaitu :
a). Nilai reflektansi permukaan dinding ditentukan, tingkat pencahayaan vertikal dihitung,
atau ;
b). Tingkat pencahayaan vertikal diambil sebagai titik awal dan reflektansi yang diperlukan
dihitung.
Nilai tipikal reflektansi dinding yang dibutuhkan untuk mencapai luminansi dinding yang
optimum adalah antara 0,5 dan 0,8 untuk tingkat pencahayaan rata-rata 500 lux, dan antara
0,4 dan 0,6 untuk 1000 lux.
Luminansi langit-langit adalah fungsi dari luminansi armatur, seperti yang ditunjukkan
pada grafik gambar 4.3.3. Dari grafik ini terlihat jika luminansi armatur kurang dari 120
kandela/m2 maka langit-langit harus lebih terang dari pada terang armatur. Nilai untuk
luminansi langit-langit tidak dapat dicapai dengan hanya menggunakan armatur yang
dipasang masuk ke dalam langit-langit sedemikian hingga langit-langit akan diterangi hampir
melulu dari cahaya yang direfleksikan dari lantai.
Distribusi Luminansi Bidang Kerja untuk memperbaiki kinerja penglihatan pada bidang kerja
maka luminansi sekeliling bidang kerja harus lebih rendah dari luminansi bidang kerjanya,
tetapi tidak kurang dari sepertiganya. Kinerja penglihatan dapat diperbaiki jika ada tambahan
kontras warna.
4. Kualitas Warna Cahaya.
Kualitas warna suatu lampu mempunyai dua karakteristik yang berbeda sifatnya, yaitu :
a). Tampak warna yang dinyatakan dalam temperatur warna.
b). Renderasi warna yang dapat mempengaruhi penampilan obyek yang diberikan cahaya
suatu lampu.
Sumber cahaya yang mempunyai tampak warna yang sama dapat mempunyai renderasi
warna yang berbeda.
5. Silau.
Silau terjadi jika kecerahan dari suatu bagian dari interior jauh melebihi kecerahan
dari interior tersebut pada umumnya. Sumber silau yang paling umum adalah kecerahan yang
berlebihan dari armatur dan jendela, baik yang terlihat langsung atau melalui pantulan. Ada
dua macam silau, yaitu disability glare yang dapat mengurangi kemampuan melihat, dan
discomfort glare yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan penglihatan. Kedua macam silau
ini dapat terjadi secara bersamaan atau sendiri-sendiri.

2.6 FAKTOR-FAKTOR YANG PERLU DIPERHATIKAN AGAR PENERAPAN


PENCAHAYAAAN ALAMI DAPAT MAKSIMAL:

1. Menerapkan sistem pencahayaan alami sesuai kondisi tapak.


Analisis tapak dapat membantu untuk menentukan sistem pencahayaan alami yang
akan diterapkan. Apabila berbagai aspek dalam analisis tapak seperti arah angin, cuaca dan
iklim, pergerakan matahari, serta sifat tapak lainnya dipertimbangkan, maka penerapan
pencahayaan alami tentunya menjadi lebih efektif dan efisien.

2. Meletakkan bukaan sesuai fungsi ruang yang mendukung aktivitas didalamnya.


Setiap ruangan membutuhkan pencahayaan yang berbeda-beda tergantung waktu dan
fungsinya. Berikut ini adalah tabel jenis pencahayaan dan letak bukaan yang sesuai dengan fungsi
ruangan :

Jenis Ruang Jenis Pencahayaan yang Sesuai Letak Bukaan yang


Disarankan
Ruang tidur Pencahayaan pagi (matahari pagi) Tenggara sampai timur laut
Kamar mandi, Matahari sore (paling tinggi Barat atau timur
gudang tingkat radiasinya) agar tak
lembab dan jamur terbunuh

Ruang tamu, Cahaya hangat karena tingkat Barat laut atau barat daya,
ruang keluarga, aktivitas yang tinggi atau utara dan selatan
ruang makan

Dapur, ruang Butuh cahaya yang adem agar Utara dan Selatan
kerja panas yang masuk tidak
menaikkan suhu ruang

3. Pemilihan warna finishing interior


Warna-warna pada elemen pembentuk ruang yang terang atau putih dapat
memantulkan cahaya lebih banyak daripada warna gelap. Oleh sebab itu, penggunaan warna
terang pada interior dapat menjadi pilihan.

4. Memanfaatkan material reflektif


Material yang bersifat reflektif dapat membuat ruang menjadi lebih terang karena
kemampuan material tersebut untuk memantulkan cahaya. Cermin atau kaca yang terletak
tidak jauh dari jendela dapat memaksimalkan pencahayaan alami dari luar yang masuk
melalui pantulan. Penggunaan material mengkilap (glossy) yang berwarna terang seperti
keramik lebih mampu meningkatkan pencahayaan pada ruangan.

5. Membuat skylight apabila jumlah jendela terbatas.


Skylight adalah bukaan vertikal pada langit-langit ruangan. Fungsi utama skylight
adalah memasukkan cahaya alami dari atas sehingga menimbulkan kesan seperti di luar
ruangan. Bukaan ini dapat berupa jendela horizontal, roof lantern (istilah untuk kaca yang
disusun sedemikian rupa sehingga menyerupai rumah lentera yang diletakkan di plafon), dan
oculus (bukaan berbentuk lingkaran yang lazim ditemui di arsitektur abad 16).
6. Pemilihan Jenis Kaca
Terdapat beberapa jenis kaca yang berfungsi sebagai sumber masuk cahaya. Kaca
yang digunakan sebaiknya disesuaikan dengan fungsi dan kebutuhan ruangan tersebut.
Berikut jenis-jenis kaca dan fungsinya:

a. Kaca bening
Kaca bening dapat memaksimalkan masuknya cahaya dan pandangan yang lebih luas.
Namun, kaca ini mengakibatkan panas radiasi sinar dapat masuk sebagian dalam ruang.

b. Kaca buram (doff)


Kaca buram (doff) dapat mengurangi panas radiasi, tetapi tidak memaksimalkan
masuknya sinar dan tidak dapat memasukkan view ke dalam rumah.

c. Kaca patri
Kaca patri lebih berfungsi sebagai penambah nilai estetika karena mengaburkan
warna cahaya yang masuk.
d. Kaca gelap
Kaca gelap mampu mereduksi panas matahari yang masuk dalam ruangan, sehingga
ruangan terasa lebih teduh namun sekeliling ruang tetap terang.
e. Kaca tempered
Kaca tempered atau tempered glass mampu memberikan keamanan lebih pada ruang
didalamnya karena cukup tebal. Selain itu kaca ini cocok untuk dijadikan lapisan bukaan
yang vertikal seperti skylight karena kuat menahan hujan.

7. Menerapkan bukaan antar ruang


Tidak setiap ruangan mendapatkan pencahayaan alami secara maksimal. Oleh sebab
itu, hal ini dapat diakali dengan membuat bukaan cahaya antar ruang terutama pada ruang
yang memiliki privasi rendah. Misalnya antar ruang tamu yang memiliki pencahayaan alami
maksimal dengan ruang yang minim pencahayaan alami seperti garasi. Jadi, diantara kedua
ruangan tersebut terdapat bukaan cahaya yang dilapisi kaca agar garasi mendapatkan cahaya
dari ruang tamu.

8. Ukuran jendela
Jendela merupakan alat yang sangat penting untuk menerangi ruangan dalam dengan
memanfaatkan cahaya siang hari yang cukup. Setiap tempat kerja membutuhkan sebuah
jendela penghubung keluar. Bidang jendela yang tembus cahaya harus meliputi 1/20 bidang
dasar ruang. Luas keseluruhan semua jendela harus minimal 1/10 luas keseluruhan semua
dinding = 1/10 (M + N + O + P). Ruangan kerja pada ketinggian di atas 3,5 m, bidang jendela

yang tembus cahaya harus meliputi minimal 30% dari bidang dinding luar: .

Untuk ruangan yang berukuran sesuai dengan kamar duduk berlaku sebagai berikut: tinggi

birai kaca 1,3 m. Tinggi birai 0,9 m. Tinggi keseluruhan jendela harus meliputi 50% dari

luas ruang kerja Q = 0,5 R.

Gambar X Besar jendela dalam bangunan


Gambar X Besar jendela
industri
Sumber : Ernst Neufert, Data Arsitek Jilid Sumber : Ernst Neufert, Data Arsitek Jilid 1
1

Gambar X Bagian muka Gambar X Luas bagian terbuka jendela


Sumber : Ernst Neufert, Data Arsitek Q
Jilid 1
Sumber : Ernst Neufert, Data Arsitek
Jilid 1
9. Ketinggian jendela dan ukuran teritisan

Gambar X Perbedaan ketinggian atap diisi dengan Gambar X Pembatasan intensitas cahaya yang masuk
material kaca untuk memasukkan cahaya kedalam melalui pengaturan ketinggian jendela dan panjang
ruangan teritisan

Sumber : Sumber :
http://arsitekturdanlingkungan.wg.ugm.ac.id/2015/ http://arsitekturdanlingkungan.wg.ugm.ac.id/2015/11/20
11/20/pengaturan-penghawaan-dan-pencahayaan- /pengaturan-penghawaan-dan-pencahayaan-pada-
pada-bangunan/ bangunan/

10. Sudut masuk cahaya.


Semakin besar sudut masuk cahaya, semakin besar ukuran jendela. Semakin dekat
rumah tetangga, semakin besar dan tajam sudut masuk dan semakin sedikit jumlah cahaya
yang masuk ke rumah. Jumlah cahaya yang lebih kecil disamai oleh jendela yang lebih besar.
Matahari sebagai sumber pencahayaan alami yang paling utama memiliki intensitas
iluminasi secara langsung sekitar 50.000 lux, dan dapat lebih tinggi dalam keadaan ekstrim.
Intensitas ini berubah sesuai dengan waktu, musim, dan lokasi.

Manfaat dari penerapan pencahayaan alami:


1. Menambah kesan luas pada ruangan.
Cahaya alami memiliki peran penting atas persepsi ruang. Ruangan dengan cahaya
alami memberi kesan ruangan lebih luas serta ekstensif. Fokus pada cahaya alami akan
membuat ruangan terasa lebih besar dan nyaman daripada dengan pencahayaan
buatan/artifisial, dari lampu misalnya.
2. Mencerahkan warna asli dari barang-barang di dalam ruangan.
Warna dari dinding, furnitur, dan aksesoris ruangan terlihat natural serta lebih cerah
ketika terpapar oleh cahaya alami. Dari lantai kayu hingga vas bunga keramik, akan terlihat
lebih menarik di bawah sinar alami dibandingkan dengan sumber cahaya buatan.
3. Hemat energi
Efisiensi energi menjadi perhatian utama saat merancang bangunan, dan mendesain
ruang. Terlebih pada ruang kerja, sebisa mungkin meminimalisir penggunaan daya listrik.
Bangunan dengan desain yang penuh dengan jendela, instalasi skylight, memungkinkan
penghematan tersebut.

4. Bebas udara pengap.


Kekurangan sumber cahaya alami adalah salah satu penyebab dari ruangan sumpek
dan pengap yang diakibatkan kekurangan cahaya. Rumah yang selalu tertutup dan tidak
memiliki sirkulasi udara dan pencahayaan yang bagus akan tampak suram dan beraroma
apak. Salah satu cara untuk menghilangkan bau tak enak dan menjaga kelembapan di dalam
rumah adalah dengan memberikan cahaya alami yang cukup. Dengan instalasi jendela
atau skylight yang lebar, rumah akan terbebas dari kelembaban berlebih, bakteri, serta
tentunya bau-bau tak sedap.Cahaya matahari langsung pun akan membunuh kutu dan kuman
yang menempel pada karpet dan sofa.
5. Meningkatkan produktivitas para penghuni rumah
Cahaya alami memberikan keuntungan besar bagi energi dan mood. Beberapa studi
dan penelitian menjelaskan hubungan antara paparan cahaya alami dengan kualitas energi
pengguna ruang hingga akhir hari.
Dengan pencahayaan alami pada ruang kerja, kelelahan akibat aktifitas kerja tidak begitu
terasa, pengguna ruangan akan semakin kreatif dan produktif
6. Menghemat biaya
Pencahayaan alami adalah opsi yang berkelanjutan ketika menginginkan suhu internal
rumah yang hangat dan nyaman. Menggunakan jendela dengan posisi strategis sebagai
sumber cahaya dan sirkulasi udara akan menghemat pengeluaran listrik untuk lampu dan AC.
7. Bantu mengatasi masalah tidur
Dampak cahaya buatan dari ponsel dan komputer akan sangat buruk bagi kesehatan.
Cahaya dari sumber buatan mengganggu produksi melatonin tubuh, mempengaruhi
kemampuan seseorang untuk tertidur. Orang yang tinggal dalam rumah dengan pencahayaan
malam hari yang berlebihan justru memliki tidur yang kurang berkualitas. Maka,
pencahayaan alami dapat menjadi pilihan sebagai pencahayaan sehari-hari.

2.7 SINAR MATAHARI (NATURAL LIGHT)

Matahari sebagai sumber pencahayaan alami yang paling utama memiliki intensitas
iluminasi secara langsung sekitar 50.000 lux, dan dapat lebih tinggi dalam keadaan ekstrim.
Intensitas ini berubah sesuai dengan waktu, musim, dan lokasi.

Penyinaran alami dapat berhasil apabila menerangi area yang luas untuk mensimulasikan
suasana luar (alami). Beberapa hal yang memerlukan pencahayaan alami yaitu seperti
tanaman, pencahayaan saat musim dingin, pembangunan suasana alam dalam ruangan, dan
lain-lain. Hal tersebut tidak dapat digapai dengan pencahayaan buatan melainkan dengan
pencahayaan alami (natural light)

Agar dapat menggunakan cahaya alami secara efektif, perlu dikenali ke beberapa sumber
cahaya utama yang dapat dimanfaatkan :
1. Sunlight, cahaya matahari langsung dan tingkat cahayanya tinggi. Saat matahari
berada di sudut azimut > 45 derajat.
2. Daylight, cahaya matahari yang sudah tersebar dilangit dan tingkat cahayanya rendah.
Terutama disaat golden hour cahaya matahari yang berwarna kemerahan dengan sudut
azimuth < 45 derajat.

Perbedaan letak Sunlight dan Daylight

3. Reflected light, cahaya matahari yang sudah terpantulkan terlebih dahulu sebelum
masuk ke dalam ruangan. Sehingga reflected light dapat diklasifikasikan pada
penyinaran tidak langsung (indirect lighting)

Contoh Ilustrasi DirectLight dan Reflected Light

Keterangan :

1. Cahaya langsung dari matahari pada bidang kerja.


2. Cahaya pantulan dari benda-benda sekitar.
3. Cahaya pantulan dari halaman, yang untuk kedua kalinya
dipantulkan oleh langit-langit dan/atau dinding ke arah bidang kerja.
4. Cahaya yang jatuh dilantai dan dipantulkan lagi oleh langit-langit.

SILAU (GLARE)

Cahaya yang menyilaukan dapat terjadi apabila cahaya yang berlebihan mengenai
mata. Cahaya yang menyilaukan dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu :
1. Cahaya menyilaukan yang tidak menyenangkan (Discamfort Glare)

Cahaya ini mengganggu, tetapi tidak menyebabkan gangguan yang terlalu fatal
terhadap penglihatan, akan tetapi cahaya ini akan meyebabkan meningkatnya tingkat
kelelahan dan dapat menyebabkan rasa sakit pada bagian kepala.

2. Cahaya menyilaukan yang mengganggu (Disability Glare)

Cahaya ini secara berkala mengganggu penglihatan dengan adanya penghamburan


cahaya dalam lensa mata. Orang-orang lanjut usia kurang bisa untuk menerima cahaya seperti
ini.

Sumber-sumber glare (silau) adalah sebagai berikut :

a) Lampu-lampu tanpa pelindung yang dipasang terlalu rendah.

b) Jendela-jendela besar yang terdapat tepat di depan mata.

c) Lampu atau cahaya dengan tingkat keterangan yang terlalu berlebihan.

d) Pantulan yang berasal dari permukaan yang terang.

Agar pencahayaan alami tidak datang dan masuk ke dalam secara berlebihan hingga
membuat tidak nyaman dan mengganggu aktifitas, maka perlu mengetahui perkiraan besar
intensitas cahaya yang masuk sebelum mendesain bangunan.
Dua pengaruh yang dapat bekerja bersamaan dalam 2 dimensi yang mempengaruhi
banyaknya cahaya matahari, yakni perubahan tinggi dan perubahan azimuth.

Semakin tinggi matahari berada di atas kepala, semakin besar juga kemiringan sudut
azimuth. Dengan berkurangnya sudut azimuth juga mempengaruhi besaran intensitas cahaya
yang datang.

Berikut ini adalah lima strategi dalam merancang untuk pencahayaan matahari efektif (Egan
& Olgyay, 1983):
1. Naungan (shade), naungi bukan pada bangunan untuk mencegah silau (glare) dan
panas yang berlebihan karena terkena cahaya langsung. Naungan yang digunakan
dapat seperti pohon atau semak-semak yang ditanam.

2. Pengalihan (redirect), alihkan dan arahkan cahaya matahari ketempat-tempat yang


diperlukan. Pembagian cahaya yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan adalah inti
dari pencahayaan yang baik, karena pada setiap ruang memiliki kebutuhan
penerangan dengan jumlah yang berbeda-beda. Terdapat juga beberapa ruangan yang
tidak memperlukan bahkan tidak dianjurkan untuk terkena sinar matahari langsung
(pencahayaan alami).

Sehingga pendistribusian (pengalihan/penyebaran) cahaya matahari yang datang juga


diperlukan sesuai kebutuhan level pencahayaan ruang.

Beberapa contoh ruangan dengan level cahaya yang direkomendasikan :


Sumber :

Sumber: SNI 03-6197-2000, Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan

Terdapat banyak sumber yang merekomendasikan keperluan level cahaya


yang berbeda-beda agar jumlah cahaya pas sesuai kebutuhan tiap ruangan. Akan
tetapi, semua akan kembali pada patokan kriteria si perancang dan keinginan para
klien itu sendiri, karena intensitas keperluan ruangan tiap orang berbeda-beda.

3. Pengendalian (control), kendalikan jumlah cahaya yang masuk kedalam runag sesuai
dengan kebutuhan dan pada waktu yang diinginkan. Jangan terlalu banyak
memasukkan cahaya ke dalam ruang, terkecuali jika kondisi untuk visual tidaklah
penting atau ruangan tersebut memang membutuhkan kelebihan suhu dan cahaya
tersebut (contoh : rumah kaca).

Pengontrolan cahaya dapat dilakukan dengan cara :

1. Memberikan bermacam kemiringan jendela atau cela yang dapat dimasuki


cahaya alami sesuai keperluan. Tiap kemiringan akan mempengaruhi besaran
cahaya matahari yang masuk.

Semakin landai kemiringan jendela atau cela, akan semakin besar intensitas cahaya
yang masuk dan sebaliknya. Semakin lancip kemiringan bidang intensitas cahaya akan lebih
sedikit. Dan bila bidang tegak lurus akan menerima 50% dari sinar matahari yang datang.

2. Letak bidang tanah yang dapat mempengaruhi besarnya panas yang berkurang
serta temperature yang berbeda.
3. Pengaturan masuknya cahaya matahari secara langsung atau tidak langsung.
Bertujuan mengontrol cahaya matahari yang masuk dengan cara
menguranginya, seperti memberikan penghalang sehingga cahaya masuk
melalui cela-cela dengan ukuran lebih kecil ataupun diolah terlebih dahulu
agar cahaya yang masuk tidak terlalu panas.

4. Efisiensi, gunakan cahaya secara efisien, dengan membentuk ruang dalam sedemikian
rupa sehingga terintegrasi dengan pencahayaan dan menggunakan material yang dapat
disalurkan dengan lebih baik dan dapat mengurangi jumlah cahaya masuk yang
diperlukan.
5. Integrasi, integrasikan bentuk pencahayaan dengan arsitektur bangunan tersebut.
Karena jika bukan untuk masuk cahaya matahari tidak mengisi sebuah peranan dalam
arsitektur bangunan tersebut, cenderung akan ditutupi dengan tirai atau penutup
lainnya dan akan kehilangan fungsinya.

Ada tiga bentuk dasar bukaan untuk memasukkan cahaya kedalam ruang yaitu
sidelighting, toplighting dan atrium:
Sidelighting

Bukaan dibagian samping ruangan, yang paling umum ditemui adalah jendela.
Perencanaan jendela perlu dilakukan dengan hati-hati, karena perencanaan yang tidak tepat
dapat menimbulkan silau dan suhu ruangan yang cenderung panas, terutama di negara-negara
tropis seperti Indonesia.

Ada beberapa strategi yang perlu diingat saat merancang jendela pada suatu ruang, yaitu:

1. Penempatan jendela sebaiknya berada tinggi dari lantai dan tersebar merata (tidak
hanya pada satu dinding saja) agar dapat mendistribusi cahaya dengan merata.

2. Hindari pencahayaan unilateral (jendela hanya pada satu dinding) dan gunakan
pencahayaan bilateral (jendela pada dua sisi dinding) agara memungkinkan
persebaran cahaya yang lebih baik keseluruh ruang dan dapat mencegah silau.

3. Penempatan bukaan di sepanjang tepi dinding atau di sudut dari sebuah ruangan akan
dapat menambah tingkat cahaya ruang, karena cahaya yang masuk akan mengenai
permukaan dinding di sebelahnya dan cahaya itu akan dipantulkan oleh dinding
tersebut.

4. Jendela yang terlalu luas sering kali tidak tepat digunakan pada negara beriklim
tropis, karena panas dan radiasi silau terlalu banyak masuk ke dalam ruang, terutama
pada ruang pertemuan yang memiliki ketentuan tertentu atas banyaknya cahaya
dalam ruang.

5. Perlindungan terhadap cahaya matahari dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
pembayangan cahaya matahari dan penyaringan cahaya matahari. Dan sebaiknya
diperhatikan mengenai efek yang dihasilkan pada ruang, karena pembayangan dan
penyaringan dapat menghasilkan efek yang berbeda-beda dalam ruang, bergantung
pada jenis perlindungan yang digunakan.

Toplighting

Bukaan pada bagian atas dapat berupa skylight, sawtooth, monitor, atau clerestory.

a. Skylight

Dalam perencanaan skylight ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Penempatan skylight sebaiknya pada ketinggian yang cukup sehingga cahaya akan
tersebar sebelum menyentuh lantai, dan menghindari terjadinya silau.

2. Luas skylight pada sebuah ruang sebaiknya tidak melebihi 5% dari luas lantai.
Pada ruang pertemuan 405 luas skylight dapat disesuaikan dengan kebutuhan
ruang.

3. Permukaan skylight yang terbentuk melengkung atau miring lebih dapat menahan
silau dan menyebarkan cahaya dengan lebih baik, dibandingkan dengan
permukaan yang lurus atau kotak. Juga dapat menggunakan baffle atau miringkan
kaca penutup untuk menghindari cahaya langsung.
b. Sawtooth, Monitor, dan Clerestory

Sawtooth, Monitor, daan Clerestory merupakan bagian ruang yang diangkat keatas atap
utama untuk memasukkan cahaya ke dalam ruang. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
merancang sawtooth, monitor, dan clerestory. (Lerner, 2007)

1. Orientasi sebaiknya menghadap selatan atau utara untuk mendapatkan cahaya


matahari yang konstan dan menghindari sinar matahari langsung. Jika dihadapkan
pada sisi yang kekurangan cahaya, seperti pada sisi timur atau barat, performanya
dapat diperbaiki dengan menggunakan penghalang penangkap cahaya atau baffle.

2. Luas clerestory, sebaiknya tidak terlalu besar, disesuaikan dengan luas lantai. Dan
sebaiknya juga disesuaikan dengan offending zone.

3. Lapisan atap yang reflektif (putih atau berwarna terang), sehingga cahaya yang jatuh
pada permukaan atap dapat dipantulkan dan masuk melalui sawtooth, monitor dan
clerestory dengan tingkat terang yang rendah namun memiliki kualitas penyinaran
yang baik.

(Sumber : Lechner 2007:425)

Atrium

Atrium pada bangunan menciptakan ruang terbuka pada bagian dalam sehingga
memberikan jalan atau akses bagi masuknya cahaya alami. Dengan adanya atrium ruang-
ruang yang lain akan menjadi semakin ramping, dan memiliki akses terhadap cahaya
matahari melalui dua sisi, sisi bagian luar dan sisi bagian dalam.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengaturan Pencahayaan Alami :

a) Menyesuaikan lebar jendela yang akan digunakan dengan lebar ruangan, agar
cahaya yang diserap tidak terlalu banyak ataupun sedikit.

b) Menghindari peletakan jendela di sisi barat dan timur. Hal ini dikarenakan Indonesia
terletak pada kawasan tropis, dimana sinar matahari dapat menjadi terlalu terang dan
terlalu panas.

c) Bila memang terpaksa membuat jendela yang menghadap ke sisi tersebut (arah
matahari), sebaiknya diberikan pembatas atau filter seperti kisi-kisi, pepohonan,
ataupun overhang.

d) Untuk penggunaan skylight, pastikan bahwa skylight tersebut tidak memiliki


celah yang memungkinkan masuknya air hujan.

e) Mereduksi cahaya yang berlebih agar tidak terlalu silau (glare) dengan cara :

o Menjauhkan sumber cahaya dari garis pandang.

o Posisikan jendela pada jarak yang sama dari aktivitas bekerja.

o Gunakan peralatan dengan permukaan yang dapat mendistribusikan cahaya.

o Posisikan kembali area kerja dan sumber cahaya untuk meminimasi refleksi
cahaya.
2.8 Kekuatan Penerangan

Ketika melihat atau mengamati suatu benda dan lingkungan sekitar, kita selalu
menggunakan indera penglihatan yaitu mata. Benda-benda tersebut dapat dilihat atau diamati
disebabkan karena mata menerima rangsangan-rangsangan yang berasal dari cahaya atau
sinar yang datang dari benda tersebut, baik yang dipancarkan secara langsung maupun
dipantulkan dari sumber penerangan (cahaya) yang mengenai benda tersebut. (Wahyu,2003)
Kekuatan penerangan merupakan arus cahaya yang jatuh pada sebuah satuan permukaan
[Satuan = lux (lumen/m2)]. Kuat penerangan rata-rata dan kuat penerangan yang merata
adalah dua buah faktor kuantitas pencahayaan yang harus dipenuhi dalam sistem
pencahayaan general, agar penglihatan dapat berfungsi dengan baik. Kekuatan penerangan
(Illumination) suatu sumber cahaya ditentukan berdasarkan iluminasinya. Menurut Cayless
dan Marsden (1983), iluminasi disebut juga intensitas penerangan atau kekuatan penerangan.
Intesitas penerangan adalah flux cahaya yang jatuh pada suatu permukaan, atau kekuatan
cahaya yang dipancarkan dari suatu sumber cahaya. Besarnya diukur dengan satuan candela.
Sementara flux cahaya yang dipancarkan oleh suatu sumber cahaya adalah seluruh jumlah
cahaya yang dipancarkan dalam satu detik. Iluminasi cahaya akan semakin menurun jika
jarak dari sumber cahaya semakin jauh dan apabila cahaya tersebut melewati medium air
(Ben Yami, 1987).
Berapa besar kekuatan penerangan yang diperlukakan untuk mendapatkan keadaan visual
yang nyaman, sangat tergantung pada aktivitas yang dilakukan dalam suatu ruang atau
bangunan tersebut. Dengan demikian kekuatan penerangan yang dibutuhkan untuk ruang
kelas dimana terjadi proses ajar-mengajar berbeda dengan terang yang dibutuhkan untuk
sebuah ruang kantor atau industry. Telah disampaikan sebelumnya bahwa bahwa besar terang
cahaya yang diperlukan sangat tergantung kepada kegiatan yang terjadi di dalam
ruang/bangunan tersebut. Secara umum bangunan dapat dibagi atas 4 (empat) kelompok
berdasarkan kegiatan yang terjadi di dalamnya, sedangkan klasifikasi derajat bangunan dibagi
atas 3 kelompok sebagai berikut:

Pengelompokan Bangunan berdasarkan Kegiatan: (4 Kelompok)

Klasifikasi derajat bangunan dibagi atas 3 kelompok :

Metode Penentuan dan Pengukuran Titiktitik Ukur Kuat Penerangan


Dalam menentukan titik-titik ukur ruang digunakan metode a dan metode b dari IES
Lighting Handbook 1984. Metode a, yaitu Determination of Average Illuminance on a
Horizontal Plane from General Lighting Only; pengukuran dilakukan dengan meletakkan
titik-titik ukur berpola kotak-kotak (grid) 0,6 meter persegi dalam ruang. Kuat penerangan
rata-rata didapatkan dengan menghitung nilai rata-rata dari semua titik ukur. Metode b, yaitu
Regular Area With Symmetrically Spaced Luminaires in Two or More Rows. Metode ini
digunakan untuk ruang dengan letak luminaire simetris dalam dua lajur atau lebih.
Pengukuran kuat penerangannya hampir sama dengan pola grid, bedanya titik-titik ukur tidak
diambil seluruhnya, melainkan hanya titik-titik ukur yang mewakili. Untuk mengukur kuat
penerangan maupun angka reflektansi digunakan luxmeter (Digital Hi-tester) merk Hioki tipe
3422 dengan kondisi baik. Alat ini dapat digunakan untuk mengukur kuat penerangan hingga
maksimum 2000 lux.

Pencahayaan alami bagi bangunan didapatkan dengan memanfaatkan sinar matahari.


Pengaruh sumber cahaya alami ini menjadi suatu factor yang dapat dibandingkan. Faktor
cahaya siang hari misalnya, factor ini merupakan perbadingan kekuatan terang pada suatu
titik pada suatu bidang dalam suatu ruangan dengan kekuatan terang yang pada saat itu
menerangi lapangan terbuka pada bidang horizontal yang sama. Factor cahaya siang hari
dapat ditentukan dengan menggunakan penggambaran dibantu dengan busur surya dan
dengan mengunakan rumus sebagai pendekatannya.
Faktor cahaya siang hari ini dipengaruhi oleh :
- cahaya langsung dari matahari pada bidang kerja (SC = sky component);
- cahaya pantulan dari permukaan benda disekitarnya (ERC = externally sky component); dan

- cahaya pantulan dari permukaan di dalam ruangan (IRC = internally reflected component).

Rumus perhitungan factor cahaya siang hari (DF = daylight factor) adalah
Besaran factor cahaya siang hari akan ditentukan dalam perser (%). Hal ini
diperhitungkan dari perbandingan cahaya dalam ruangan dengan cahaya di lapangan terbuka
yang senantiasa berubah dari 0 sampai dengan 100’000 lux. Karena langit senantiasa
berubah, maka perlu disederhanakan dan ditetapkan adanya besar terang langit sebagai langit
perencanaan di berbagai negara. Menurut ketentuan internasional, langit perencanaan
ditetapkan antara 3’000-5’000 lux dan untuk Indonesia 10’000 lux. Sebagai contoh, ruang
yang sering dipakai untuk kegiatan menulis dan membaca seperti gedung sekolah dan kantor
dengan kekuatan penerangan > 250 lux, berarti factor cahaya siang hari ruang kantor
250/10’000 lux = 2.5%.

Sistem Perhitumgan pada Potongan vertical dapat dilakukan sebagai berikut :

Langkah yang harus dilakukan pertama kali adalah menentukan titik ukut (U) pada potongan
bangunan. Titik ukut adalah berjarak 1/3 d atau 2m dari jendela, jika d lebih kecil atau sama
dengan 6 m (d= dalam ruang). Tinggi titik ukur terhadap lantai adalah 0.75 m atau
disesuaikan dengan tinggi bidang kerja dari suatu tempat yang akan diukur. Setelah itu
letakkan pusat dari busur surya tegak lurus tepat di titik ukur (U). Dari titik ukur tersebut
ditarik garis melalui batas-batas penghalang diluar bangunan (C dan D) misalnya: bayangan
dari bangunan itu sendiri dan atap dari bangunan tetangga. Pada perpotongan kedua garis
tersebut dengan nilai di lingkaran terluar busur surya tadi. Dari gambar diatas diketahu
nilainya adalah (UC) 12.25% dan (UD) 2.5%. Dengan demikian, komponen langit mula-mula
adalah 12,25% - 2,5% sama dengan 9.75%. kemudian mencari rata-rata dari nilai
perpotongan kedua garis tersebut dengan lingkaran dalam dari busur surya. Dari gambar
tersebut didapat nilai (UC) 500 dan (UD) 250, maka nilai rata ratanya 37.50.

Tingkatan Refleksi

Cahaya yang melewati 2 medium berbeda – artinya berbeda kerapatan atau indeks
bias – akan mengalami pemantulan, pembiasan, atau penyerapan. Indeks bias disini diartikan
sebagai perbandingan antara kecepatan cahaya di ruang hampa udara dengan kecepatan
cahaya yang melewati suatu media. Pembelokan atau pembiasan cahaya ini sangat tergantung
pada indeks bias medium dan sudut datang cahaya. Cayless dan Marsden (1983) menjelaskan
hukum pembiasan dan pemantulan cahaya dengan gambar berikut.

Gambar Pemantulan dan pembiasan cahaya yang melalui 2 media.

Garis horisontal membatasi dua media yang memiliki indeks bias berbeda.
Gelombang cahaya yang merambat mengalami pemantulan (terefleksi) kembali pada media
pertama dan pembiasan pada media kedua.
Dalam IES Lighting Handbook (1984) dinyatakan bahwa setiap objek memantulkan sebagian
dari cahaya yang mengenainya. Tergantung pada susunan geometris, ukuran yang tepat dapat
berupa reflektansi cahaya total, reflektansi cahaya regular (specular), reflektansi cahaya difus,
faktor reflektansi cahaya atau faktor luminasi. Skala reflektansi cahaya adalah antara 0 dan
100 %, hitam ke putih. Stein & Reynolds (1992) merekomendasikan

Angka reflektansi dinding : 50 – 70 %

Angka reflektansi lantai : 20 – 40 %

Angka reflektansi langit-langit : 70 – 90 %

Angka reflektansi perabot : 25 – 45 %

Angka reflektansi papan tulis : > 20 %

IES Lighting Handbook (1984) menyatakan bahwa dinding dan langit-langit yang
terang, baik yang netral maupun berwarna, sangat lebih efisien daripada dinding gelap dalam
menghemat energi dan mendistribusikan cahaya secara merata. Studi bertahap sudah
dilakukan oleh Brainerd dan Massey pada tahun 1942 dilaporkan dengan istilah footcandle
(kuat penerangan) dan coefficient of utilization (mewakili angka reflektansi). Analisis
matematis oleh Moon terhadap pengaruh warna dinding terhadap kuat penerangan dan rasio
kepadatan cahaya/luminasi dalam ruang kubus menunjukkan bahwa peningkatan reflektansi
dinding dengan suatu faktor 9 dapat menghasilkan peningkatan kuat penerangan dengan
suatu faktor sekitar 3. Oleh Birren (1982) dinyatakan bahwa warna terang memantulkan lebih
banyak cahaya daripada warna gelap. Sorcar (1987) menyatakan bahwa nilai coefficient of
utilization atau CU paling dominan bergantung pada reflektansi permukaan; dengan
demikian, reflektansi permukaan yang lebih tinggi berarti nilai CU yang lebih tinggi. Jadi,
bila angka reflektansi permukaan ditingkatkan, nilai CU juga lebih tinggi, sehingga kuat
penerangan juga meningkat. Ini merupakan hubungan antara angka reflektansi dengan
kekuatan penerangan.

Adanya ketergantungan CU pada distribusi cahaya oleh luminaire, ketinggian


luminaire di atas bidang kerja, proporsi ruang, dan reflektansi permukaan, maka dipilih
meningkatkan reflektansi permukaan karena : 1. Penggunaan luminaire TMS012 yang
memungkinkan 78% cahaya diarahkan ke bidang kerja sudah tepat, sehingga penggantian
luminaire hanya akan memakan biaya yang besar; 2. Ketinggian penggantung luminaire
sudah dipertimbangkan terhadap proporsi tinggi ruang keseluruhan oleh si arsitek; 3. Proporsi
ruang (panjang, lebar, tinggi) dianjurkan tidak diubah; 4. Reflektansi permukaan paling
dominan dalam menentukan nilai CU. Karena beberapa alternatif dalam meningkatkan
reflektansi permukaan, antara lain mengganti tekstur dengan yang lebih halus ataupun
mengganti dengan yang lebih mengkilat dapat berarti menghilangkan ‘jiwa’ ruang
berterracotta yang ingin diangkat oleh si arsitek, maka dipilih tekstur tetap (batu bata), tetapi
warna bata (terracotta) diganti dengan yang lebih muda.

Hubungan lainnya yaitu antara warna dan angka reflektansi. Stein & Reynolds (1992)
menyatakan bahwa dalam sistem warna Munsell, brilliance (value) dari suatu pigmen atau
pewarnaan berhubungan dengan reflektansinya terhadap cahaya. Brilliance/value yang lebih
tinggi, faktor reflektansinya juga lebih tinggi. Saat putih ditambahkan ke suatu pigmen,
hasilnya ialah tint (warna yang lebih muda); penambahan hitam menghasilkan suatu shade
(warna yang lebih gelap). Maka yang dimaksud dengan warna yang lebih muda ialah dengan
penambahan warna putih terhadap warna bata (terracotta).

Tingkatan reflektansi sebagai berikut:


Metode Pengukuran Angka Reflektansi

Pada material / sampel yang hendak diukur diambil beberapa titik ukur (pada tiap
material dinding kelas diambil rata-rata sepuluh titik ukur; pada sampel diambil 55 titik
ukur). Pada setiap titik dilakukan dua kali pengukuran, pertama ialah untuk mengukur kuat
penerangan sinar datang yang relatif langsung berasal dari sumber cahaya. Kedua ialah untuk
mengukur kuat penerangan sinar yang dipantulkan kembali oleh material. Pengukuran sinar
datang dilakukan dengan sensor yang diletakkan pada titik ukur dan dihadapkan ke sumber
cahaya, pengukuran sinar pantul dengan sensor dihadapkan dengan jarak dua inch ke titik
ukur material (Stein & Reynolds 1992). Selanjutnya untuk menentukan persentase pantulan
di tiap titik ialah dengan membagi kuat penerangan sinar pantul dengan kuat penerangan
sinar langsung dikalikan 100%. Angka reflektansi material / sampel ialah angka reflektansi
rata-rata semua titik ukur. Angka reflektansi mutlak sample didapatkan dengan melakukan
pengukuran di ruang nonreflektif, yaitu ruang dengan dinding, lantai dan plafon berwarna
hitam seluruhnya, sehingga hampir tidak ada pantulan dari sekitarnya.
Penyilauan cahaya

Tujuan dari adanya pencahayaan adalah disamping mendapatkan kuantitas cahaya


yang sesuai dengan kebutuhan sehingga pekerjaan visual mudah dilakukan, huga untuk
mendapatkan lingkungan visual yang nyaman, menyenangkan atau mempunyai kualitas
cahaya yang baik. Dalam pencahayaan alami, yang sangat mempengaruhi kualitas
pencahayaan adalah terjadinya penyilauan.

Pencahayaan alami siang hari yang didapatkan dari cahaya matahri dapat dikatakan
baik apabila : pada siang hari antara jam 08.00 sampai dengan jam 16.00 waktu setempat,
terdapat cukup banyak cahaya yang masuk ke dalam ruangan. Distribusi cahaya di dalam
ruangan cukup merata dan atau tidak menimbulkan kontras yang mengganggu.
Penyilauan adalah kondisi penglihatan dimana terdapat ketidaknyamanan atau
pengurangan dalam kemampuan melihat suatu obyek, karena luminansi obyek yang
terlalu besar, distribusi luminansi yang tidak merata atau terjadinya kontras yang
berlebihan.

Ada dua jenis penyilauan :

1) Penyilauan yang menyebabkan ketidakmampuan melihat suatu obyek (disability


glare), dan

2) Penyilauan yang menyebabkan ketidaknyamanan melihat suatu obyek tanpa perlu


menimbulkan ketidakmampuan melihat (discomfort glare).

Prinsip pencahayaan alami adalah memanfaatkan cahaya matahari semaksimal


mungkin dan mengurangi panas matahari semaksimal mungkin. Pemanfaatan cahaya alami
jelas akan menghemat listrik. Walaupun pengunaan cahaya alami dapat menghemat listrik.
Hal ini perlu sangat dicermati agar pengunaan cahaya alami cukup dan tidak menyebabkan
ruangan panas dan penyilauan. Keseimbangan cahaya yang dibutuhkan ruangan harus dijaga.
Ukuran keseimbangan dibedakan dapat dipengaruhi melalui :

- Tingkat refleksi (sangat tinggi)


- Mekanisme cahaya dengan penyilauan
- Susunan jendela

Penyilauan akan ditimbulkan melalui refleksi bagian atas secara langsung maupun tidak
langsung dan melalui perbedaan kepadaan cahaya yang tidak berguna.
Cara-cara untuk menghindari penyilauan:

- Pelindung cahaya matahari-bagian luar


- Pencegah penyilauan-bagian dalam atau luar berhubungan dengan perlindung cahaya
matahari
- Lapisan bidang bagian atas
- Penempatan perlengkapan penerangan cahaya siang yang benar

Keteduhan sampai nilai yang diingikan untuk dapat membedakan barang-barang/benda atau
yang mirip dalam ruangan.
Cara-cara untuk kenyamanan penglihatan:

- Pelindung sinar matahari


- Pencegah penyilauan (juga dibagian utara)
- Pembagian cahaya siang hari yang dipertimbangkan
- Tidak ada penyilauan yang langsung
- Lapisan yang banyak atau jendela yang tersusun secara bertingkat

Hubungan Iklim dan Posisi Geografis Bangunan terhadap Pencahayaan


Suatu bangunan dirancang untuk memberikan kenyamanan dan mewadahi aktifitas
manusia yang menggunakan bangunan tersebut. Rancangan yang baik mewajibkan kondisi
ruangan dapat melancarkan aktifitas manusia sesuai kehendak dan kebutuhan, antara lain
suara(acoustics), kenyamanan termal(thermal comfort) dan juga pencahayaan(lighting).
Perancang harus memperhatikan faktor iklim dan posisi geografis bangunan untuk
memberikan kenyamanan, keindahan, dan keselamatan penghuninya.
Pada proses perancangan arsitektur, hubungan iklim dan posisi geografis bangunan
memiliki pengaruh besar terhadap suatu perancangan bangunan tersebut. Keadaan iklim dan
posisi geografis menghadirkan pengcahayaan alami dari matahari yang beragam.
Di Negara Timur Tengah yang beriklim panas dan kering, bangunan cenderung
tertutup dan berorientasi ke dalam dengan bukaan kecil dengan tujuan mengurangi pengaruh
suhu udara dari luar bangunan. Demikian pula dengan Amerika dan Eropa yang mempunyai 4
musim setiap tahunnya, Kutub Utara dengan kondisi iklim yang sangat dingin serta wilayah
lainnya yang memiliki karakter iklim yang spesifik. Sinar matahari, curah hujan, arah mata
angin dan suhu sangat menentukan corak arsitekturnya.

DEFINISI POSISI GEOGRAFIS DAN IKLIM


Posisi geografis adalah letak keberadaan sebuah wilayah berdasarkan letaknya di
muka bumi dengan dibatasi fitur geografi yang ada di bumi dan nama daerah yang secara
langsung bersebelahan dengan daerah tersebut.
Iklim adalah kondisi fisik lingkungan atmosferik yang merupakan karakteristik lokasi,
geografi yang dipengaruhi oleh unsur-unsur suhu udara, kelembaban, angin, curah hujan, dan
radiasi matahari yang saling ketergantungan satu sama lainnya. Iklim adalah keadaan rata-
rata cuaca pada suatu daerah dipermukaan bumi yang berlangsung dalam waktu yang relatif
panjang.
Iklim dapat dibagi menjadi 4 kategori, antara lain:
a. Iklim Dingin (sejuk)
Suhu udara -15 0C (-60 0 s/d -70 0 F) radiasi marahari rendah, memiliki curah hujan besar.
Kelembaban relative tinggi selama musim dingin.
b. Iklim Moderat (sedang)
Ditandai dengan variasi panas yang berlebihan dan dingin yang berlebihan pula, namun tidak
kontras. Suhu rata-rata pada musim dingin -15 0C dan suhu terpanas sekitar 25 0C.
c. Iklim Panas Lembab
Iklim ini memiliki variasi panas yang berlebihan serta banyak uap air. Suhu rata-rata diatas
20 0C dengan kelembaban sekitar 80% - 90%.
d. Iklim Panas Kering
Iklim ini ditandai dengan panas yang berlebihan, kurangnya uap air dan
udara kering. Suhu udara rata-rata 25 0C, suhu terpanas dapat mencapai 45
0
C, sedangkan suhu terdingin dapat mencapai 10 0C disertai dengan
kelembaban relatif yang sangat rendah.

DEFINISI PENCAHAYAAN

Pencahayaan adalah sebagai penerangan rumah atau bangunan kita agar kita dapat
merasakan kenyamanan dalam beraktivitas baik di dalam maupun diluar. Pencahayaan atau
lighting selain berfungsi sebagai penerangan juga dapat dijadikan sebagai aksesoris untuk
memberi nilai estetika sebuah ruang maupun fasad. Berdasarkan sumbernya, pencahayaan
terbagi menjadi dua, yaitu: Pencahayaan alamiah atau daylighting dan pencahayaan buatan
atau biasa disebut dengan artificial lighting.

Pencahayaan alamiah adalah pencahayaan yang bersumber dari sinar matahari yang
muncul dari pagi menjelang siang hingga sore hari. Kelebihan dari pencahayaan ini adalah
hemat biaya, karena tidak bergantung kepada energi listrik, serta tidak membutuhkan
perawatan instalasi seperti pencahayaan buatan. Namun kerugiannya ada pada intensitas
cahaya yang tidak dalam kendali manusia. Akibatnya, hasil pencahayaan kerapkali tidak
konsisten. Padau mumnya pencahayaan alamiah diperoleh melalui pintu, jendela, atau dengan
caramemasang jendela kaca di atap (skylight).

Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar matahari.
Sinar alami mempunyai banyak keuntungan, selain menghemat energi listrik juga dapat
membunuh kuman. Untuk mendapatkan pencahayaan alami pada suatu ruang diperlukan
jendela yang besar ataupun dinding kaca sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas lantai.

Sumber pencahayaan alami kadang dirasa kurang efektif dibanding dengan


penggunaan pencahayaan buatan, selain karena intensitas cahaya yang tidak tetap, sumber
alami menghasilkan panas terutama saat siang hari. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan
agar penggunaan sinar alami mendapat keuntungan, yaitu:

1. Variasi intensitas cahaya matahari


2. Distribusi dari terangnya cahaya
3. Efek dari lokasi, pemantulan cahaya
4. Letak geografis dan kegunaan bangunan gedung.
Pencahayaan alami dalam sebuah bangunan akan mengurangi penggunaan cahaya
buatan, sehingga dapat menghemat konsumsi energi dan mengurangi tingkat polusi. Tujuan
digunakannya pencahayaan alami yaitu untuk menghasilkan cahaya berkualitas yang efisien
serta meminimalkan silau dan berlebihnya rasio tingkat terang. Selain itu cahaya alami dalam
sebuah bangunan juga dapat memberikan suasana yang lebih menyenangkan dan membawa
efek positif lainnya dalam psikologi manusia. Agar dapat menggunakan cahaya alami secara
efektif, perlu dikenali ke beberapa sumber cahaya utama yang dapat dimanfaatkan:
1. Sunlight
Cahaya matahari langsung dan tingkat cahayanya tinggi.
2. Daylight
Cahaya matahari yang sudah tersebar di langit dan tingkat cahayanya rendah.
3. Reflected light
Cahaya matahari yang sudah dipantulkan

Berikut ini adalah lima strategi dalam merancang untuk pencahayaan matahari efektif (Egan
Olgyay, 1983) :

1. Naungan (shade)

Naungi bukan pada bangunan untuk mencegah silau glare dan panas yang berlebihan
karena terkena cahaya langsung.

2. Pengalihan (redirect)

Alihkan dan arahkan cahaya matahari ketempat-tempat yang diperlukan. Pembagian


cahaya yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan adalah inti dari pencahayaan yang baik.

3. Pengendalian (control)

Kendalikan jumlah cahaya yang masuk kedalam runag sesuai dengan kebutuhan dan
pada waktu yang diinginkan. Jangan terlalu banyak memasukkan cahaya ke dalam ruang,
terkecuali jika kondisi untuk visual tidaklah penting atau ruangan tersebut memang
membutuhkan kelebihan suhu dan cahaya tersebut (contoh : rumah kaca)

4. Efisiensi

Gunakan cahaya secara efisien, denag membentuk ruang dalam sedemikian rupa
sehingga terintegrasi dengan pencahayaan dan menggunakan material yang dapat disalurkan
dengan lebih baik dan dapat mengurangi jumlah cahaya masuk yang diperlukan.

5. Intefrasi

Integrasikan bentuk pencahayaan dengan arsitektur bangunan tersebut. Karena jika


bukan untuk masuk cahaya matahari tidak mengisi sebuah peranan dalam arsitektur bangunan
tersebut, nukan itu cenderung akan ditutupi dengan tirai atau penutup lainnya dan akan
kehilangan fungsinya.

Untuk merancang pencahayaan dengan baik tidak cukup hanya memperhatikan


strategi-strategi saja, tapi perhatikan dari mulai skala yang lebih besar yaitu dengan
memperhatikan rancangan bangunan, baru kemudian mengarah ke skala yang lebih kecil,
seperti elemen dari bangunan tersebut. Sebelum merancang bangunan seorang perancang
harus mempelajari keadaan alam di tapak tersebut, seperti sudut dan pergerakan matahari,
kondisi langit, arah angin, iklim, dan sifat-sifat dari tapak tersebut.

Setelah memahami keadaan tapak perancangan bangunan dapat dilakukan dengan


mengsinkronisasi antara alam dengan bangunan. Jika bangunan sudah dirancang dan
dibentuk sejalan dengan alam, maka unsur-unsur seperti pengudaraan dan pencahayaan akan
mengalir dan berjalan dengan baik. Maka dari itu, perlu dipelajari faktor-faktor dalam
bangunan yang perlu disesuaikan dengan keadaan alam.

Posisi letak geografis Indonesia yang berada di wilayah beriklim tropis menyebabkan
Indonesia kaya akan penyinaran matahari. Potensi energi sinar matahari ini jika dimanfaatkan
dengan baik maka akan memberikan banyak keuntungan di berbagai bidang karena dengan
bantuan teknologi, energi matahari tersebut dapat dirubah menjadi energi lain seperti salah
satunya menjadi energi listrik. Pada bangunan, pemanfaatan energi tersebut dapat dilakukan
dengan menggunakan panel surya yang akan menangkap cahaya matahari untuk selanjutnya
diproses menjadi energi listrik yang digunakan untuk kepentingan bangunan tersebut. Ini
dapat membuat biaya operasional bangunan menjadi lebih hemat. Selain itu, banyaknya sinar
matahari dapat dimanfaatkan secara langsung sebagai sumber cahaya alami di siang hari.
Cahaya matahari juga penting untuk pertumbuhan vegetasi di bumi.

PENGARUH IKLIM TERHADAP MANUSIA

Rancangan untuk pengendalian iklim dan penghematan energi dapat memberikan


suatu lingkungan yang menarik bagi manusia. Manusia sebagai pemakai bangunan
membutuhkan lingkungan yang serasi, sesuai baginya guna untuk aktifitasnya. Dalam hal ini
interaksi bangunan dan iklim sekelilingnya merupakan hal yang penting hingga terciptanya
lingkungan yang dimaksud. Pengaruh iklim terhadap manusia dapat ditinjau dalam kaitan
sebagai berikut:

a. Iklim dan Ekologi

Tampilan secara sadar dihasilkan oleh acuan yang timbul. Keadaan ini dapat dilihat
pada sosial budaya, seperti dalam cara berpakaian dan perancangan bangunan-bangunan
tradisional masing-masing daerah. Dalam hal ini bangunan merupakan unsur utama yang
menjadi perubahan iklim lingkungan di luar menjadi iklim lingkungan di dalam. Ini berarti
bahwa bangunan ikut membentuk sistem keseimbangan ekosistem.

b. Iklim dan Budaya

Budaya manusia sangat tergantung pada kemampuan manusia untuk berkomunikasi


satu sama lain dan mengkoordinir aktifitasnya. Iklim mempengaruhi pola aktifitas baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu iklim mempunyai hubungan langsung
dengan perkembangan budaya. Pengaruh ini terlihat dengan kenyataan bahwa iklim mampu
memberikan kontak diantara manusia dan lingkungan sosial dan budaya.

c. Iklim dan Bangunan

Berdirinya bangunan di permukaan bumi terus bertambah secara bertahap. Manusia


beradaptasi dengan alam melalui bangunan dengan cara:
1. Mencari lokasi yang benar dan sesuai bagi huniannya.
2. Mencari orientasi yang benar
3. Membuat bangunan yang benar
4. Membuat penghuninya nyaman

Sejak dahulu hingga sekarang manusia terus belajar mengatur interaksi bangunannya
dengan kondisi iklim sekelilingnya yang sesuai untuk kehidupannya. Oleh kerena itu
bangunan yang berdasarkan penghematan energi memerlukan pengetahuan yang baik
mengenai iklim setempat.

d. Iklim dan Kenyamanan

Iklim lingkungan diubah (modified) oleh bangunan menjadi lingkungan dalam yang
mempengaruhi langsung kenyamanan manusia sebagai pemakai bangunan. Iklim didalam
ruangan yang baik dapat membuat manusia beraktifitas dengan baik sesuai dengan
kehendaknya. Oleh karena itu ada 2 persyaratan utama dari iklim dalam ruangan, yaitu:

1. Tidak menyebabkan tekanan (stress) yang mungkin dapat merusak sistem ekologi manusia.
2. Memberikan rasa aman pada manusia dan lingkungan yang berhubungan dengan
aktifitasnya.

2.9 PENGARUH GEOGRAFIS TERHADAP PENCAHAYAAN

Diagram matahari memberikan informasi mengenai azimuth dan tinggi matahari pada
segala waktu di sepanjang tahun. Kemiringan poros bumi tetap, belahan bumi utara akan
menghadap matahari pada bulan Juni dan belahan bumi selatan akan menghadap matahari
bulan Desember. Kondisi-kondisi yang ekstrem akan terjadi pada tanggal 21 Juni ketika
kutub utara berada paling dekat dengan arah matahari dan pada tanggan 21 Desember dimana
kutub utara berada pada posisi terjauh dari mataharai. Pada tangga 21 September dan 21
Maret matahari tepat berada di atas garis khatulistiwa (Lechner, 2007).

Waktu yang paling efektif dalam melakukan pengamtan pematahan sinar matahari adalah 3
(tiga) jam sebelum pukul 12.00, pukul 12.00 dan 3(tiga) setelah pukul 12.00.

PENGARUH IKLIM TERHADAP PENCAHAYAAN

Fungsi utama dari arsitektur adalah harus mampu menciptakan lingkungan hidup yang
lebih baik dengan cara menentang dan menyesuaikan dengan kondisi iklim yang ada. Guna
mencapai kondisi keseimbangan antara iklim dan arsitektur sulit sekali untuk diketengahkan,
sebab dalam hal ini banyak sekali cabang ilmu yang terkait.

Keadaan ini telah dikemukakan oleh Richard Neutra dalam bukunya “Survival
Through Design”, Oxford University 1955:
“Untuk perencanaan di masa mendatang selain art dan sains masih banyak lagi hal-hal yang
diperlukan guna menyatukan semua hal yang membentuk lingkungan manusia tidak akan
mungkin berhasil dengan baik tanpa menggunakan sains yang ada.” Dalam proses
perancangan arsitektur pengaruh iklim dipusatkan pada aspek kenyamanan manusia pada
suatu bangunan dimana aktifitasnya terlaksana. Aspek-aspek tersebut adalah:

1. Radiasi matahari
2. Pergerakan udara
3. Kelembaban udara
4. Curah hujan
5. Suhu udara rata-rata

Perancangan arsitektur untuk manusia adalah sebuah pendekatan yang melibatkan


pemakai bangunan dalam proses perancangan. Hal ini hanya dapat diketahui melalui
pengetahuan hubungan antara manusia dengan lingkungan fisik sekitarnya. Oleh karena itu
sebenarnya arsitektur bukan sekedar penciptaan bentuk fisik bangunan saja, namun lebih dari
itu, Menciptakan tempat atau setting untuk manusia dengan semuakonteksnya. Konteks ini
merupakan pengalaman manusia yang melahirkan dan membentuk persepsi.

Kebutuhan akan hubungan antara manusia dengan lingkungannya dapat diungkapkan


dengan sains agar tolak ukurnya lebih pasti. Apabila dapat terungkap secara pasti, maka
tindakan rancangan bangunan yang berdasarkan perkiraan/asumsi dapat dihilangkan atau
paling tidak dikurangi sebanyak mungkin. Guna mengetahui lebih dalam tentang iklim
terhadap arsitektur, maka analisis dapat dilakukan dan hal ini meliputi:

1. Analisis site, meliputi adaptasi terhadap lingkungan.


2. Analisis orientasi, dicari arah yang baik agar diperoleh lingkungan yang sesuai dengan
yang disyaratkan.
3. Analisis bentuk, desain bangunan secara tunggal berpengaruh pada terbentuknya suatu
lingkungan dalam bangunan yang merupakan modifikasi lingkungan luar yang dibentuk oleh
kelompok bangunan. Bentuk kelompok bangunan ini mempunyai pengaruh pada lingkungan
luar yang terjadi dan kepadatan bangunan mempengaruhi pada pembentukan iklim
lingkungan luar.
4. Analisis sistem konstruksi dan material bangunan, sistem konstruksi berpengaruh pada
proses modifikasi iklim lingkungan luar menjadi lingkungan dalam yang terhuni dengan baik,
begitu juga dengan material bangunan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pada perancangan arsitektur ditinjau


dari iklim antara lain:

1. Orientasi bangunan terhadap lintasan matahari, angin, dan sistem jalur jalan.
2. Karakteristik material bangunan terhadap iklim.
3. Penerangan sekeliling bangunan.
4. Letak, luas permukaan pada sisi bangunan.
5. Tinggi bangunan.
6. Prosentasi luasan penghijauan.
7. Kepadatan bangunan.

Dari faktor-faktor di atas, pengaruh iklim yang dominan dalam perancangan arsitektur
meliputi panas dan cahaya yang melibatkan sistem penghawaan dan sistem penerangan.
SISTEM PENGHAWAAN

Ada 2 prinsip utama dalam penghawaan bangunan guna mencapai lingkungan yang
sesuai untuk penghuninya, yaitu penghawaan alam dan buatan. Penghawaan alam pada
dasarnya memanfaatkan aliran angin guna pergantian udara pada ruang dalam bangunan.
Aliran angin dapat terjadi melalui dua proses, yaitu:

1. Perbedaan tekanan pada dua tempat


2. Perbedaan suhu udara pada dua tempat

Penghawaan alam pada dasarnya tergantung pada tenaga angin, maka perancangan
penghawaan alam untuk suatu ruangan dalam merupakan usaha untuk merancang:

1. Sistem pembukaan
2. Luas pembukaan
3. Letak pembukaan
Sedangkan aliran udara di luar sebelum masuk ke dalam ruangan sangat dipengaruhi oleh:
1. Sistem lay out kelompok bangunan
2. Sistem orientasi utama bangunan
3. Elemen lansekap

a. Penghawaan Silang

Penghawaan silang ialah penghawaan dalam ruangan melalui dua lubang penghawaan
yang saling berhadapan. Lubang pertama untuk masuknya udara sedangkan kedua untuk
udara keluar. Penggunaan ventilasi silang tidak sepenuhnya tergantung pada jumlah
pergantian udara
di dalam ruangan, namun lebih tergantung pada kecepatan angin. Kriteria untuk kondisi
ventilasi yang baik ditentukan oleh tipe pemakaian ruang dan iklim setempat. Untuk
mencapai distribusi aliran udara yang baik, maka sebaiknya sudut angin datang ialah 45– 60
derajat terhadap bidang dinding muka. Elemen penangkap angin, misalnya sirip vertical dapat
membantu mempercepat aliran angin ke dalam ruangan. Hal ini disebabkan adanya benturan
angin yang secara aerodinamika dapat menghasilkan kecepatan tambahan.

b. Bentuk Bangunan dan Orientasi

Orientasi bangunan terhadap arah aliran angin perlu sekali mendapat perhatian,
termasuk untuk bangunan tinggi. Hal ini disebabkan karena pada permukaan yang semakin
tinggi kecepatan angin semakin tinggi pula dan elemen-elemen penghambat angin seperti
pohon sudah tak berfungsi lagi. Angin bergerak pada umumnya akan mengikuti kontur
permukaan yang melengkung, sudut tajam atau permukaan yang kasar akan menyebabkan
angin menjadi terpisah. Untuk kecepatan angin yang cukup tinggi/kencang, maka bentuk
yang dinamis dan orientasi yang benar perlu sekali dalam perancangan arsitektur.

c. Pembayangan Matahari
Pada perancangan bangunan yang berkaitan dengan panas yang ditimbulkan oleh
matahari, perancang sering memanfaatkan pembayangan sinar untuk mengurangi panas yang
diterima oleh bangunan. Pemanfaatan pembayangan merupakan cara yang efisien untuk
mengurangi beban panas, walaupun hambatan panas dapat dikontrol dengan perancangan
luas permukaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perancangan pembayangan sinar
matahari adalah:
1. Mampu mengontrol hantaran panas
2. Jumlah sinar masuk yang diperlukan untuk penerangan malam
3. Kesilauan yang terjadi

Sudut pembayangan sinar matahari berubah pada setiap saat, tergantung pada posisi matahari.
Oleh karena itu ada juga nacam pembayangan, yaitu:

1. Pembayangan vertical
2. Pembayangan horizontal
3. Kombinasi pembayangan vertical dan horizontal

Untuk mendapatkan suatu hasil perancangan arsitektur yang maksimal terhadap


pembayangan sinar matahari, maka faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah:

1. Pembayangan akan lebih efisien apabila berada disebelah luar dari bangunan dibandingkan
dengan sebelah dalam.
2. Pembayangan luar efisien apabila mempunyai warna gelap.
3. Pembayangan dalam efisien apabila mempunyai warna terang.
4. Pemakaian pembayangan dalam bangunan akan menyebabkan penambahan panas apabila
mempunyai warna gelap.
5. Pembayangan matahari sebaiknya dari material yang mempunyai kapasitas thermis yang
rendah, agar cepat dingin setelah matahari terbenam sehingga tidak memberikan rambatan
panas ke dalam bangunan.
6. Pembayangan matahari tidak saja berfungsi menghalangi masuknya radiasi matahari ke
dalam bangunan juga dapat berfungsi untuk nilainilai estetika.
7. Pembayangan matahari tidak selalu sirip vertical dan horizontal atau keduanya bersama,
namun ide self shading juga merupakan suatu potensi rancangan arsitektur, sehingga bentuk
bangunan lebih dapat memberikan arti.
d. Pengaruh Atap
Atap adalah komponen bangunan yang langsung berhubungan dengan semua elemen
iklim yang ada. Misalnya solar radiasi yang langsung jatuh pada permukaan atap, hujan,
salju. Semua ini mempengaruhi atap melebihi pengaruhnya pada komponen bangunan yang
lain. Untuk daerah tropis, pengaruh atap pada suhu udara di dalam bangunan tergantung pada
bahan atap karena atap merupakan generator pana potensial.
Di daerah yang dingin, atap mempengaruhi suhu udara di dalam bangunan dati satu sisi saja,
yaitu hilangnya panas lewat luasan yang bersangkutan dan besarnya tergantung pada
resistensi panas bahan atap. Suhu permukaan terluar atap mempunyai fluktuasi paliar atap
mempunyai fluktuasi palieadaan ini tergantung dari jenis atau tipe semua warna luar. Dengan
keadaan ini maka tipe atap dapat menjadi dua bagian utama, yaitu:
1. Atap dengan konstruksi berat
Umumnya terdiri dari konstruksi beton dengan kapasitas panas yang cukup tinggi.
Prose pemindahan panas dari kulit terluar hingg ke langitlangit sangat tergantung pada laju
panas konduksi lewat atap dan kemungkinan adanya lapisan udara antara atap dan langit-
langit. Dari keadaan ini dapat diketahui bahwa faktor yang menentukan besarnya
karakteristik panas atap adalah warna kulit luarnya, resistensi panas dan kapasistas panas.

2. Atap dengan konstruksi ringan


Konstruksi atap ringan biasanya memakai satu atau dua lapisan, yaitu penutup
atapnya sendiri dan langit-langit yang terpisah oleh lapisan udara. Panas yang jatuh ke atap
sebagian akan hilang ke lingkungan sekitar melalui proses konveksi, serta sebagian
ditransmisikan ke langit-langit terutama dengan proses radiasi. Faktor yang mempengaruhi
panas pada konstruksi ringan adalah:
- Jenis material dan warna penutup atap
- Kondisi sistem ventilasi ruang atap
- Resistensi panas dari kedua lapisan penutup atap, langit-langit dan udara diantar keduanya.

IKLIM DAN PERLETAKAN JENDELA

Sementara sudut bayangan dipengaruhi oleh garis lintang, posisi jendela seharusnya
ditentukan oleh iklim dan besar radiasi panas yang diterima. Konfigurasi fasade mempunyai
dua fungsi, pertama adalah tipe lightself yaitu fasade dengan jendela yang terbagi dua,
setiap elemen jendela tersebut ditempatkan independen untuk mengoptimalkan respon
terhadap kondisi cahaya matahari. Dan yang kedua adalah fasade dengan fungsi sebagai
shading devices yaitu fasade yang berfungsi memberikan naungan untuk ruang-ruang
dalam suatu bangunan. Tidak seperti di iklim sub-tropis dimana penaungan justru dilakukan
pada musim dingin untuk menutup cahaya pantul yang dapat menciptakan silau dan
memasukkan sebagian transfer panas cahaya matahari masuk ke dalam bangunan, pada iklim
tropis, semua kaca ternaungi sepanjang tahun dan hanya cahaya yang terpantul saja yang
dimasukkan.

-Fasade dengan fungsi sebagai plat cahaya (lightshelf),


Fasade dengan elemen yang berfungsi sebagai lightshelf merupakan fasade dimana elemen-
elemen yang dimilikinya mamu secara selektif menangkap cahaya (light cachter),
memantulkan (redirection) dan mendistribusikannya ke dalam bangunan dengan baik.
Fasade ini terbagi atas tiga tipe, yaitu:

Gambar 1. Skema Lightshelves


(Sumber: Stack, Lewis, 2001)
a. Plat Reflektan Eksterior (Reflectance-Exterior Lightshelf)

Dimensi dari lightshelf secara primer ditentukan oleh tuntutan penaungan.


Pemantulan cahaya elemen inimempunyai efek yang cukup signifikan. Diatas batas mata kita,
silau yang mungkin timbul akibat fasade ini bukanlah sebuah masalah dan dimungkinkan
untuk mereduksi besar iluminasi cahaya apabilapermukaan pantulan (reflectance) tidak
sama besar. Permukaan dasar fasade dapat didesain untuk menciptakan keseimbangan
gradasi cahaya yang masuk ke dalam ruang. Dengan permukaan yang lebihgelap, dapat
mereduksi cahaya pantul dari permukaan tanah di dekat jendela, dengan dampak minimum
pada ruang.

b. Plat Cermin Miring (Mirrored Sloped Lightshelf)


Ketika menggunakan reflektor spekular yang dimiringkan, sudut plat harus
direncanakan sehingga cahaya matahari dapat diarahkan sedikit di atas garis horisontal ke
arah ceiling. Permukaan plat ini harus rata dan dihindarkan dari kotoran. Harus hati-hati
dalam perawatan karena sangat rentan pecah. Paling baik apabila diletakkan pada sisi dalam
bangunan. Untuk iklim tropis apabila tidak digabungkan dengan shading devices, plat seperti
ini kurang memberi keuntungan, karena disamping silau, radiasi panas akan tetap masuk
dalam jumlah besar.

c. Plat Beton Miring (Precast Sloped Lightshelf)


Plat beton yang dimiringkan dapat memberikan efek yang cukup baik untuk ruangan.
Bila diberikan warna-warna terang, cahaya yang terpantul dapat jauh ke dalam ruangan.
Penyudutan plat memperhitungkan sudut datang cahaya dalam satu hari berdasarkan musim.
-Fasade dengan fungsi sebagai Shading Devices
Shading Devices menurut Mc. Lam (1986) terbagi atas dua tipe,yaitu:
a. Tipe vertikal (vertical shading devices) yaitu alat yang memberikan naungan dengan
bentuk vertikal atau berdiri. Vertical devices mengatur sudut rendah jatuh cahaya dengan
menutup area yang “bermasalah” apabila terkena cahaya. Alat ini sederhana dan akan sangat
bermanfaat apabila digunakan untuk mendukung fungsi horizontal shading devices. Secara
umum, dapat dikatakan bahwa shading devices jenis ini kurang baik dalam memantulkan
cahaya. Elemen vertikal seperti dinding dan kolom seharusnya saling berkaitan dengan
elemen horisontal sehingga membentuk pola kubus. Penyudutan sisi timur dan barat kearah
selatan dan utara meningkatkan ketidakfungsian vertikal devices untuk melindungi
bangunan dari cahaya matahari, dan tidak efektif dalam memberikan sudut pandang arah
timur dan barat. Vertical devices dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

 Elemen Fixed Vertical Shading skala besar,


Karena vertical devices ini berfungsi untuk menutup (blocking) cahaya matahari,
maka aspek warna mereka tidak mempunyai efek yang berarti seperti horizontal devices
dalam mereduksi tingkat iluminasi yang diterima bangunan. Daya pantul terhadap cahaya
pada tingkat optimal dapat menimbulkan kesilauan. Tetapi bagaimanapun juga, cahaya silau
ini bersifat sementara, karena terang yang terdapat pada permukaan vertikal secara
konstan akan mengikuti pergerakan cahaya matahari. Ketika digabungkan dengan
horizontal shading, hanya sebagian kecil area yang dapat terekspos.

Gambar 2. Shading Devices Ukuran Besar


(Sumber: Stack, Lewis, 2001)

 Elemen Fixed dan Dynamic Vertical Shading Skala Sedang,


Vertical louversskala sedang pada umumnya berfungsi mendistribusikan cahaya
matahari secara selektif kemudian diarahkan ke bidang ceiling. Alat jenis ini sangat
membantu dalam menjaga kestabilan distribusi cahaya yang masuk mengingat sudut
perubahan matahari yang konstan dalam satu hari. Jenis ini akan bekerja secara optimal
apabila diletakkan pada sisi timur dan barat. Di sisi lain, vertical louvers skala sedang ini
mampu untuk menutup (blocking) sudut rendah cahaya matahari yang sukar dikontrol apabila
memakai jenis horizontal shading. Dynamic Vertical louvers mampu untuk mengatur sudut
rendah cahaya matahari dan mengarahkan cahaya tersebut sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi tertentu. Vertical shading jenis ini akan lebih efektif apabila diletakkan pada ruang-
ruang dengan fungsi khusus.

Gambar 3. Shading Devices Ukuran Sedang


(Sumber:Stack, Lewis, 2001)

 Dynamic Vertical Louvers Skala Kecil,


Fixed Vertical Louvers tidak dapat menutup area yang terkena cahaya bila difungsikan
sendiri, kecuali bila mereka berada dekat dengan ruang yang akan dirasakan seperti dalam
ruang penjara. Untuk itu perlualat pendukung yang berskala lebih kecil. Vertical louvers yang
bekerja secara dinamis ini mempunyai kesamaan dengan dynamic vertical louvers skala
sedang, hanya perbedaanya alat ini hanya mampu untuk pendistribusian dan menutup pada
area yang lebih kecil, didasarkan pada tingkat kebutuhan yang lebih bersifat privat. Tingkat
efektifitas louversini tergantung pada posisi louvers terhadap posisi matahari.
b. Kedua adalah tipe horisontal (horizontal shading devices), yaitu alat yang
memberikan naungan dengan bentuk horisontal. Horizontal devices atau dapat dikatakan
sebagai overhang diperlukan untuk control silau dan pembuat naungan yang berfungsi
menurut musim iklimnya. Pada umumnya overhang disambungkan dengan atap. Pada iklim
tropis biasanya overhang mempunyai ukuran yang lebih lebar untuk membuat naungan yang
besar dan diletakkan di sisi timur dan barat guna melindungi bukaan atau jendela untuk
ventilasi udara. Naungan yang cukup merupakan syarat utama keberhasilan
perancangan pencahayaan alami bangunan. beberapa ada yang merancang cahaya
dengan system overhang tidak berbentuk solid untuk shading devices, karena overhang
sini dapat mengatur efek cahaya yang masuk dengan melipat atau terbuka. Untuk iklim
tropis,louvers overhangs hendaknya diletakkan pada sisi utara-selatan. Tetapi tetap
mempunyai resiko mendapatkan radiasi lebih banyak daripada overhangs berbentuk solid.

PENCAHAYAAN ALAMI DAN PEMBAYANGAN


Sudah berabad-abad lamanya, desain bangunan yang memperhatikan cahaya
matahari menjadi sesuatu yang mendasar dalam arsitektur. Jendela merupakan elemen
paling penting dalam visualisasi bangunan, baik dalam bangunan maupun luar bangunan.
Dalam beberapa dekade belakangan ini, bersama dengan pengembangan energi dan
pencahayaan yang efektif dan relatif murah, pencahayaan alami menjadi salah satu alternatif
penting dalam desain bangunan. Ada dua alasan masyarakat menggunakan pencahayaan
alami sebagai pencahayaan untuk dalam bangunan di saat siang hari, yang pertama
adalah pencahayaan alami mampu memberikan terang yang jelas ke dalam bangunan
(walaupun di sisi lain, juga memberikan efek radiasi yang besar) dan yang kedua adalah tidak
memerlukan biaya dalam penggunaan cahaya alami tersebut. Pencahayaan buatan
(artificial lighting) memerlukan tenaga listrik yang menambah beban biaya energi untuk
bangunan tersebut. Keuntungan lain dari pencahayaan alami adalah dapat memberikan
hubungan efek visual yang baik dalam bangunan dan luar bangunan.
Namun demikian, pencahayaan alami menimbulkan efek-efek seperti saat cuaca
tidak cerah, terang dalam bangunan harus dibantu oleh pencahayaan buatan. Besar cahaya
matahari sangat tergantung oleh faktor langit. Saat-saat tertentu, keadaan langit akan
menyebabkan cahaya yang diterima oleh ruang di sekitar jendela menjadi lebih besar
sehingga menyebabkan silau karena di sisi lain tidak menerima cahaya secara merata. Efek
yang lain adalah pencahayaan alami menimbulkan efek panas pada bangunan, semakin besar
intensitas cahaya alami yang diterima semakin besar kemungkinan bangunan menyerap
panas. Dilema antara pencahayaan alami dan penciptaan naungan (shading devices)
merupakan permasalahan utama dalam setiap perancangan bangunan sering dijumpai
bangunan dengan naungan yang menciptakan bayangan yang terlalu besar sehingga cahaya
yang masuk menjadi remang-remang.
Parameter besar pencahayaan alami yang masuk ke dalam bangunan adalah
Daylight Factor (DF), dapat didefinisikan rasio iluminasi cahaya matahari dalam bangunan
terhadap cahaya di luar. Secara normal, daylight factor akan tergantung pada bentuk
geometris bangunan. kecuali ketika bangunan mempunyai alat yang dapat memvariasikan
besar cahaya yang masuk dan bayangan yang timbul dari elemen shading devices. Strategi
pencahayaan bangunan didasarkan pada distribusi luminasi baik dari matahari, langit,
bangunan ataupun permukaan tanah.
Strategi pencahayaan alami untuk bangunan tergantung pada ketersediaan cahaya
alami tersebut dan kondisi sekeliling bangunan. Untuk iklim sub-tropis, dimana pengguna
jarang mendapatkan permasalahan pada kondisi panas hingga menyebabkan stress,
cahaya yang sedikit berlebih tidak akan begitu mengganggu pengguna bangunan. Justru
kurangnya intensitas cahaya matahari menjadi permasalahan utama dalam memasukkan
cahaya secara proporsional ke dalam bangunan pada hari-hari kerja. Sedangkan di iklim
tropis, intensitas cahaya pada umumnya lebih tinggi dan perlu mendapatkan perhatian
yang serius dalam merencanakan pencahayaan alami ke dalam bangunan. Dalam iklim
tropis, perlu pengontrolan cahaya langsung karena 5 atau 10 lebih besar daripada cahaya
pantul.

Anda mungkin juga menyukai