Anda di halaman 1dari 4

Mappadendang

Ala ridendang to mappadendang


Mappadendang makkacaping makkelong-kelong
Makkelong andi daeng to marellau
Ripuang marajae na topada salama.

E... Idi Ogi Mangkasae, ridendang


Ma'dendang-dendang rekko purani mengngala
Dendang-dendang rekko purani mangngala
To mappadendang-dendang
La ridendang to mappadendang
Ala tanra asukuruketta.

Ala ridendang to mappadendang


Mappadendang makkacaping makkelong-kelong
Makkelong andi daeng to marellau
Ripuang marajae na topada salama.

E... Ressopagare temmangngi, ridendang


Ma'dendang-dendang na iyapa naletei
Dendang-dendang na iyapa naletei
Naiya gare dendang
La ridendang naletei
Pammasena-pammasena dewatae.

Ala ridendang to mappadendang


Mappadendang makkacaping makkelong-kelong
Makkelong andi daeng to marellau
Ripuang marajae na topada salama.

Mappadendang (Pesta Panen Adat Bugis) Sulawesi-Selatan. Mappadendang atau yang lebih
dikenal dengan sebutan pesta pasca panen pada suku bugis merupakan suatu pesta syukur atas
keberhasilannya dalam menanam padi kepada yang maha kuasa. Mappadendang sendiri
merupakan suatu pesta yang diadaakan dalam rangka besar-besaran. Yakni acara penumbukan
gabah pada lesung dengan tongkat besar sebagai penumbuknya.[1] Orang-orang akan berkumpul
di suatu tempat (biasanya di tangah sawah) unruk melakukan penumbukan gabah secara besama.
Mappadendang sendiri bukan hanya mengenai pesta pasca panen tapi juga memiliki nilai magis
tersendiri. Disebut juga sebagai pensucian gabah yang dalam artian masih terikat dengan
batangnya dan terhubung dengan tanah menjadi ase (beras) yang nantinya akan menyatu dengan
manusianya. Olehnya perlu dilakukan pensucian agar lebih berberkah.
Mappadendang merupakan upacara syukuran panen padi dan merupakan adat masyarakat bugis
sejak dahulu kala. Biasanya dilaksanakan setelah panen raya biasanya memasuki musim
kemarau pada malam hari saat bulan purnama. Pesta adat itu diselenggarakan dalam kaitan
panen raya atau memasuki musim kemarau. Pada dasarnya mappadendang berupa bunyi
tumbukan alu ke lesung yang silih berganti sewaktu menumbuk padiKomponen utama dalam
acara ini yaitu 6 perempuan, 3 pria, bilik Baruga, lesung, alu, dan pakaian tradisional yaitu baju
Bodo.
Acara mappadendang akan dimulai dengan penampilan tari mappadendang. Dalam tarian ini
para pria akan menumbuk alu kosong dengan irama tertentu. Setelah itu para wanita akan menari
diiringi musik atau kecapi. Penari pria akan menggunakan lilit kepala serta berbaju hitam, seluar
lutut kemudian melilitkan kain sarung hitam bercorak. Sedangkan para wanita wajib
menggunakan baju bodo, baik saat menari maupun saat menumbuk alu.

Alat yang digunakan dalam Mappadendang seperti:


· Lesung panjangnya berukuran kurang lebih 1,5 meter dan maksimal 3 meter. Lebarnya 50
cm Bentuk
· lesungnya mirip perahu kecil (jolloro; Makassar) namun berbentuk persegi panjang.
· Enam batang alat penumbuk yang biasanya terbuat dari kayu yang keras atau pun bambu
berukuran setinggi orang dan ada dua jenis alat penumbuk yang berukuran pendek, kira-kira
panjangnya setengah meter.
Tata Cara Mappadendang, Biasanya Komponen utama dalam mappadendang terdiri atas enam
perempuan, 4 pria, bilik baruga, lesung, alu, dan pakaian tradisional, baju bodo. Mappadendang
mulanya gadis dan pemuda masyarakat biasa. Para perempuan yang beraksi dalam bilik baruga
disebut pakkindona. Kemudian pria yang menari dan menabur bagian ujung lesung disebut
pakkambona. Bilik baruga terbuat dari bambu, serta memiliki pagar dari anyaman bambu yang
disebut walasoji.
Personil yang bertugas dalam memainkan seni menumbuk lensung ini atau mappadendang
dipimpin oleh dua orang, masing-masing berada di ulu atau kepala lesung guna mengatur ritme
dan tempo irama dengan menggunakan alat penumbuk yang berukuran pendek tersebut di atas,
biasanya yang menjadi pengatur ritme adalah mereka yang berpengalaman. Sedangkan
menumbuk di badan lesung adalah mereka perempuan atau laki-laki yang sudah mahir dengan
menggunakan bambu atau kayu yang berukuran setinggi badan orang atau penumbuknya.
Seiring dengan nada yang lahir dari kepiawaian para penumbuk, biasanya dua orang laki-laki
melakukan tari pakarena. Isi lesung yang ditumbuk berisi dengan gabah atau padi ketan
putih/hitam (ase punu bahasa bugis) yang masih muda dan biasanya kalau musim panen tidak
dijumpai lagi padi muda, maka biasanya padi tua yang diambil sebagai pengganti, akan tetapi
sebelum ditumbuk padi itu terlebidahulu direbus selama 5 sampai 10 menit atau direndam air
mendidih selama 30 menit kemudian di sangrai dengan menggunakan wajan yang terbuat dari
tanah liat tanpa menggunakan minyak dengan memakai api dari hasil pembakaran kayu.[2]
Di Makassar dan sekitarnya ritual ini dikenal dengan appadekko, yang berarti adengka ase lolo,
kegiatan menumbuk padi muda. Appadekko dan Mappadendang konon memang berawal dari
aktivitas ini. Bagi komunitas Pakalu, ritual mappadendang mengingatkan kita pada kosmologi
hidup petani pedesaan sehari-hari. “Padi bukan hanya sumber kehidupan. Ia juga makhluk
manusia. Ia berkorban dan berubah wujud menjadi padi. Agar manusia memperoleh sesuatu
untuk dimakan,” kata Ali yang seolah ingin menghidupkan kembali mitos Sangiyang Sri, atau
Dewi Sri di pedesaan Jawa, yang diyakini sebagai dewi padi yang sangat dihormati. Selain di
Makassar mappadendang juga dilakukan diberbagai daerah lainnya. Seperti di baru, pare-pare,
pinrang, dan lain-lain. Walaupun beberapa daerah menyebut mappadendang dengan nama yang
sama, tak jarang rangkaian acara yang mereka lakukan berbeda. Seperti yang dilakukan
masyarakat pinrang yaitu menghadirkan permainan untuk anak-anak mereka. Namun, tentu saja
inti acara dan tujuan dilakukannya mappadendang disetiap daerah sama.
Rangkaian acara mappadendang dilakukan dengan memanggil ibu-ibu dari tetangga rumah
untuk menumbuk padi. Kadang ketika tengah menumbuk padi tak jarang para Ibu menyanyikan
lagu secara besama.Jika para Ibu menumbuk gabah maka anak-anak mereka akan berkumpul
dan bermain bersama. permainan yang biasa mereka mainakan yaitu, gasing, maggoli,
makkanto', mangenja', dan maddoa. Diantara permainan-permainan tersebut maddoalah yang
paling unik dan menjadi salah satiu rangkaian acara mappadendang. Maddoa adalah jenis
permainan yang menyerupai ayunan tapi memiliki tali ayunan yang tinggi. Biasanya ayunan
untuk maddoa tersebut digantung diranting pohon yang tinggi. Setelah itu, orang-orang akan
melanjutkan acara dengan mandre atau makan bersama untuk menikmati hasil panen mereka.
Biasanya makanan hasil panen mereka didampingi dengan beppa pitung rupa atau kue tujuh
jenis.
Ketika mappadendang dilaksanakan tak jarang masyarakat dari daerah lain akan datang melihat
kegiatan tersebut. Mereka semua akan ikut menari, menumbuk lesung, ikut bermain, ataupun
hanya sekadar bertekumpul dengan sanak saudara. Sebenarnya selain untuk menunjukkan rasa
syukur kepada tuhan akan keberhasilan hasil panen mappadendang juga dijadikan ajang untuk
mempererat tali persaudaraan dan silaturahmi, memperkenalkan budaya bugis kepada
masyarakat, melestarikan budaya bugis, menarik wisatawan, serta memperkenalkan kue-kue
tradisional khas bugis.
Rangkaian acara mappadendang biasanya dilakukan dengan memanggil ibu-ibu dari tetangga
rumah untuk menumbuk padi. Kadang ketika tengan menumbuk padi tak jarang para Ibu
menyanyikan lagu secara besama.Jika para Ibu menumbuk gabah maka anak-anak mereka akan
berkumpul dan bermain bersama. permainan yang biasa mereka mainakan yaitu, gasing,
maggoli, makkanto', mangenja', dan maddoa. Diantara permainan-permainan tersebut
maddoalah yang paling unik dan menjadi salah satiu rangkaian acara mappadendang. Maddoa
adalah jenis permainan yang menyerupai ayunan tapi memiliki tali ayunan yang tinggi. Biasanya
ayunan untuk maddoa tersebut digantung diranting pohon yang tinggi. Mappadendang
merupakan upacara syukuran panen padi dan merupakan adat masyarakat bugis sejak dahulu
kala. Biasanya dilaksanakan setelah panen raya biasanya memasuki musim kemarau pada
malam hari saat bulan purnama. Pesta adat itu diselenggarakan dalam kaitan panen raya atau
memasuki musim kemarau. Pada dasarnya mappadendang berupa bunyi tumbukan alu ke lesung
yang silih berganti sewaktu menumbuk padiKomponen utama dalam acara ini yaitu 6
perempuan
Informasi
Judul: Sajojo
Pencipta:
Daerah: Papua
Golongan: Lagu daerah / Lagu wajib daerah

Lirik Lagu Sajojo


Sajojo
Sajojo, sajojo
Yumanampo misa papa
Samuna muna muna keke
Samuna muna muna keke

Sajojo, sajojo
Yumanampo misa papa
Samuna muna muna keke
Samuna muna muna keke

Kuserai, kusaserai rai rai rai rai


Kuserai, kusaserai rai rai rai rai

Inamgo mikim ye
pia sore, piasa sore ye ye
Inamgo mikim ye
pia sore, piasa sore ye ye

Makna

Selain Lagu Sajojo, di Papua ada nama tari tradisional yakni tari Sajojo.

Tari Sajojo ini merupakan tari tradisional dari papua yang dipentaskan ketika ada tamu yang
datang ke Papua, karena tari Sajojo salah satunya yaitu untuk menyambut tamu yang datang
seperti para turis manca negara maupun domestik.

Tari Sajojo pun sering dibawakan ketika upaca adat. Kembali ke lagu Sajojo, lagu Sajojo ini
mengisahkan tentang seorang gadis nan ayu dan jelita.

Gadis ini sangat disayangi oleh kedua orang tuanya. Karena kecantikannya, gadis ini menjadi
kembang desa.

Banyak sekali kaum adam yang mengaguminya bahkan mengejar-ngejar gadis ini. Dan banyak
diantara kaum adam yang ingin mengajaknya jalan-jalan.

Anda mungkin juga menyukai