Anda di halaman 1dari 33

BLOK 18 REHABILITASI DAN ESTETIK 2

SKENARIO 1

WRAP UP

KELOMPOK 16

Dosen tutorial: Puteri Mentari Siregar, drg

Ketua : Hadi Prabowo 1112017028

Sekretaris : Fairuz Salsabila 1112017023

Anggota : Delia Rizmawati 1112017018

Egie Ridanti Arganeeta 1112017021

Firly Maesa 1112017026

Ifthitah Dona Mahavira 1112017030

Ira Sakira 1112017032

Marwah Azmita 1112017034

Milawati 1112017037

Wiji Nur Syeptiana Sari 1112015047

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

2019-2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................1
SKENARIO............................................................................................................2
IDENTIFIKASI KATA SULIT............................................................................3
PERTANYAAN DAN JAWABAN.......................................................................4
SKEMA...................................................................................................................6
SASARAN BELAJAR...........................................................................................7
LO.1 Memahami dan menjelaskan periodontitis….…………………….…….8
1.1 Patogenesis dan etiologi……………………………………………………...8
1.1.1 Klasifikasi poket…………………………………………………....10
1.2 Penatalaksanaan…………………………………………………………….10
1.2.1 Non bedah………………………………………………………….10
1.2.2 Bedah………………………………………………………………12
LO.2 Memahami dan menjelaskan bedah flap periodontal………………….14
2.1 Definisi……………………………………………………………………...14
2.2 Tujuan………………………………………………………………………15
2.3 Indikasi……………………………………………………………………..15
2.4 Klasifikasi…………………………………………………………………..15
2.4.1 Jaringan yang terlibat………………………………………………15
2.4.2 Pengembalian flap setelah pembedahan……………………………16
2.4.3 Penanganan pada papilla…………………………………………...16
2.5 Prosedur atau tehnik………………………………………………………...21
2.5.1 ENAP………………………………………………………………21
2.5.2 Modified Widment Flap……………………………………………26
2.6 Penyembuhan luka pasca bedah flap………………………………………..30
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................32

1
Skenario 1

Ibu Hera 40 tahun mengeluh rasa tidak nyaman dan sakit pada gigi area
kanan bawah belakang. Pemeriksaan klinis ditemukan perkusi gigi 45 dan 46
positif, tidak goyang, tidak ada trauma oklusi. Poket pada gigi 45 mesial 6 mm
dan distal 4 mm; pada gigi 46 mesial 5 mm, bukal 4 mm, lingual 3 mm, dan distal
7 mm. Gambaran radiografis menunjukkan ada sedikit kerusakan tulang alveolar
di area proksimal antara kedua gigi tersebut. Area furkasi gigi 46 tidak rusak.
Periodontisnya telah merencanakan akan melakukan tindakan bedah flap pada
area tersebut.

2
Identifikasi Kata Sulit

1. Poket adalah kedalaman sulkus gingiva yang tidak normal.


2. Furkasi adalah area dimana akar gigi bercabang.

3
Pertanyaan dan jawaban

Pertanyaan
1. Apa definisi poket?
2. Apa saja klasifikasi poket?
3. Apa pathogenesis dan etiologi dari poket?
4. Apa definisi dari bedah flap periodontal?
5. Apa tujuan bedah flap periodontal?
6. Apa saja macam-macam bedah flap periodontal?

Jawaban
1. Poket adalah proses bertambah dalamnya sulkus gingiva secara patologis.
2. Klasifikasinya terbagi menjadi 2 :
a. Poket supraboni, yaitu pendalaman sulkus gingiva disertai kerusakan
serabut gingiva didekatnya, ligament periodontal dan resorbsi puncak
tulang alveolar secara horizontal.
b. Poket infraboni, yaitu pendalaman sulkus gingiva dengan posisi dasar
poket dan epitel junction terletak lebih ke apical dibandingkan puncak
tulang alveolar.
Berdasarkan jumlah terbagi menjadi 3 :
1. Simple pocket
2. Compound pocket
3. Complex pocket
3. - Migrasi apical dari junctional epitelium
- Kerusakan ligament periodontal dan tulang alveolar
- Pembesaran gingiva
- Mikroorganisme dan produk yang menyebabkan terjadinya perubahan
pada jaringan
4. Bedah flap periodontal adalah bagian dari terapi periodontal untuk
meningkatkan aksebilitas dan visibilitas untuk scaling dan root planning,

4
untuk membuang jaringan granulasi dan memperbaiki jaringan periodontal
yang rusak sebagai faktor predisposisi bagi penyakit periodontal selanjutnya.
5. - Untuk mendapatkan visibilitas dan aksesibilitas.
- Mengeliminasi poket untuk menghilangkan retensi plak.
- Mengeliminasi jaringan nekrotik dan jaringan granulasi pada kerusakan
tulang dengan poket sedang sampai dalam.
6. a). Berdasarkan jaringan yang terlibat :
- Full thickness
- Parsial thickness
b). Berdasarkan pengembalian flap setelah pembedahan :
- Non displaced flap
- Displaced flap
c). Berdasarkan penanganan pada papilla :
- Sulkular flap
- Reservasi papila

5
Skema

Periodontitis

Patogenesis dan Penatalaksanaan


etiologi

Klasifikasi Bedah Non-bedah


poket

Bedah flap
periodontal

Definisi Tujuan Indikasi Macam- Prosedur Penyembuhan


macam /tehnik luka pasca
bedah flap

Jaringan ENAP
yang terlibat
Modified
Pengembalian Widment Flap
flap setelah
pembedahan

Penanganan
pada papila

6
Sasaran belajar

LO.1 Memahami dan menjelaskan periodontitis


1.1 Patogenesis dan etiologi
1.1.1 Klasifikasi poket
1.2 Penatalaksanaan
1.2.1 Non bedah
1.2.2 Bedah
LO.2 Memahami dan menjelaskan bedah flap periodontal
2.1 Definisi
2.2 Tujuan
2.3 Indikasi
2.4 Klasifikasi
2.4.1 Jaringan yang terlibat
2.4.2 Pengembalian flap setelah pembedahan
2.4.3 Penanganan pada papilla
2.5 Prosedur atau tehnik
2.5.1 ENAP
2.5.2 Modified Widment Flap
2.6 Penyembuhan luka pasca bedah flap

7
LO 1. Memahami dan menjelaskan periodontitis
1.1 Patogenesis dan etiologi1
Poket adalah keadaan ketika sulkus bertambah dalam secara patologis.
Semua jenis periodontitis memiliki gambaran histopatologis yang sama yaitu
perubahan klinis pada poket, mekanisme kerusakan jaringan dan mekanisme
penyembuhan. Oleh karena itu, poket adalah salah satu fitur klinis yang paling
penting dari penyakit periodontal.
Pembentukan poket dimulai dengan invasi bakteri lalu terjadi perubahan
inflamasi pada dinding jaringan ikat sulkus gingiva. Eksudat peradangan seluler
dan cairan menyebabkan degenerasi jaringan ikat di sekitarnya, termasuk serat
gingiva. Hanya apikal pada epitel junctional, serat-serat kolagen dihancurkan dan
area tersebut ditempati oleh sel-sel peradangan dan edema. Lalu terjadilah
penurunan fungsi osteoblast dan terjadi kehilangan perlekatan jaringan.
1. Initial lesion
• Permeabilitas dan vasodilatasi vaskuler sedikit meningkat.
• GCF mengalir keluar dari sulkus.
• Migrasi leukosit, terutama neutrofil, dalam jumlah yang relatif kecil
melalui jaringan ikat gingiva, melintasi epitel junctional, dan ke dalam
sulkus.
2. Early lesion (gingivitis)
• Peningkatan permeabilitas pembuluh darah, vasodilatasi, dan aliran GCF.
• Sejumlah besar leukosit yang meresap (terutama neutrofil dan limfosit)
• Degenerasi fibroblas.
• Kerusakan kolagen, mengakibatkan kolagen yang terkuras di jaringan
ikat.
• Proliferasi epitel junctional dan sulcular ke area yang terkuras kolagen.
3. Established lesion (berhubungan dengan gingivitis kronis)
• Infiltrat sel inflamasi padat (sel plasma, limfosit, neutrofil).
• Akumulasi sel peradangan di jaringan ikat.
• Peningkatan pelepasan MMP dan konten lisosom dari neutrofil.
• Penipisan kolagen yang signifikan dan proliferasi epitel.

8
• Pembentukan epitel poket yang mengandung banyak neutrofil.
4. Advanced lesion (menandai transisi dari gingivitis ke periodontitis)
• Dominasi neutrofil di epitel poket dan di dalam saku.
• Sel inflamasi padat infiltrat di jaringan ikat (terutama sel plasma).
• Migrasi epitel junctional apikal untuk mempertahankan penghalang
epitel yang utuh.
•Kerusakan kolagen yang berlanjut menyebabkan jaringan kolagen yang
terkuras habis.
•Resorpsi osteoklastik tulang alveolar.

Periodontitis adalah seperangkat peradangan penyakit yang mempengaruhi


periodontium yaitu jaringan yang mengelilingi dan mendukung gigi. Periodontitis
melibatkan hilangnya progresif dari tulang alveolar di sekitar gigi dan jika tidak
diobati dapat menyebabkan melonggarnya jaringan periodontium serta
kehilangan gigi.
Etiologi penyakit periodontal sangat kompleks. Para ahli mengemukakan
bahwa etiologipenyakit periodontal dapat dikelompokkan dalam dua kelompok
yaitu faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal dan faktor sistemik sangat erat
hubungannya dan berperan sebagai penyebab terjadinya kerusakan jaringan
periodontal. Umumnya, penyebab utama penyakit periodontal adalah faktor lokal,
keadaan ini dapat diperberat oleh keadaan sistemik yang kurang menguntungkan
dan memungkinkan terjadinya keadaan yang progresif.
Faktor lokal adalah faktor yang berakibat langsung pada jaringan
periodonsium serta dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu faktor iritasi lokal
dan fungsi lokal. Yang dimaksud dengan faktor lokal adalah plak bakteri sebagai
penyebab utama. Dan faktor-faktor lainnya antara lain adalah bentuk gigi yang
kurang baik dan letak gigi yang tidak teratur, maloklusi, over hanging restoration
dan bruksism.
Faktor sistemik sebagai penyakit periodontal antara lain adalah pengaruh
hormonal pada masa pubertas, kehamilan, menopause, defisiensi vitamin, diabetes

9
mellitus dan lain-lain. Dalam hal ini dikemukakan bahwa hormon kelamin
berperan penting dalam proses pathogenesis penyakit periodontal.

1.1.1 Klasifikasi poket1

a. Poket gingiva
Dibentuk oleh pembesaran gingiva tanpa merusak jaringan periodontal yang
mendasarinya. Sulkus diperdalam karena meningkatnya jumlah gingiva.
b. Poket periodontal
Menghasilkan penghancuran jaringan periodontal pendukung, yang mengarah
pada melonggarnya dan pengelupasan gigi.
Ada dua jenis poket periodontal, sebagai berikut:
 Suprabony (supracrestal atau supraalveolar),
Dimana bagian bawah poket adalah koronal dengan tulang alveolar yang
mendasarinya
 Intrabony (infrabony, subkrestal, intraalveolar),
Dimana bagian bawah poket apikal ke tingkat tulang alveolar yang
berdekatan. Pada tipe kedua ini, dinding kantung lateral terletak di antara
permukaan gigi dan tulang alveolar)

1.2 Penatalaksanaan2
1.2.1 Non bedah

10
Berbagai metode perawatan, antara lain instrumentasi mekanis, ultrasonic
debridement, pemberian obat-obatan secara lokal, antibiotika sistemik1
1. Instrumentasi mekanis
Instrumentasi mekanis terhadap akar dengan menggunakan kuret
merupakan perawatan yang efektif pada pasien dengan periodontitis ringa
nsampai berat, yaitu dengan kerusakan perlekatan jaringan klinis kurang
dari 5 mm. Beberapa penelitian telah mengungkapkan bahwa penghalusan
akar dapat mengurangi kedalaman poket, meningkatkan perlekatan klinis
jaringan dan menghambat progresivitas penyakit. Peningkatan perlekatan
klinis jaringan mengarah pada perlekatan jaringan ikat baru, yaitu serat
periodontal baru yang ada didalam sementum, atau pembentukan long
junctional epithelium.
2. Ultrasonic debridement
Istilah ultrasonic debridement mengarah pada pembersihan permukaan
akar dengan alat mekanis vibrasi. Prosedur ini berbeda dengan tindakan
penghalusan akar, tetapi menurut beberapa penelitian didapatkan hasil
yang hampir sama dengan skeling dan penghalusan akar terhadap
penurunan kedalaman poket, peningkatan perlekatan klinis dan penurunan
inflamasi klinis.
3. Pemberian obat-obatan secara lokal
Penggunaan doxycycline hyclate 10%, gelmetronidazole25%, dan serat
tetrasiklin impegrated terbukti memperlihatkan hasil yan gsama dengan
perlakuan penghalusan akar, dengan penurunan kedalaman poket (1 mm)
dan peningkatan perlekatan klinis. Jika dilakukan penghalusan akar saja
dibandingkan dengan penghalusan akar dan penempatan perio chip, dapat
terjadi perbedaan kedalaman poket sebesar 2mm. Hasil yang baik ini
terutama didapatkan dengan terapi kombinasi. Untuk mencapai hal
inipeneliti menempatkan chip dua atau tiga kali pada 60% lokasi selama 9
bulan periode evaluasi.
4. Antibiotik sistemik

11
Terapi antibiotika sistemik memberikan keuntungan lebih banyak
dibandingkan dengan yang diberikan secara lokal. Antibiotika sistemik
dapat diberikan melalui serum ke dasar poket dan mempengaruhi
organisme invasive jaringan seperti A. actinomycetemcomitans. Selain itu
juga dapat mempengaruhi sumber dari reinfeksi bakteri, yaitu saliva,
tonsil, dan mukosa. Obat sistemik ini juga lebih murah biayanya dan
mempersingkat waktu perawatan pasien.
Jika pemeriksaaan mikrobiologis menunjukkan adanya A.
actinomycetemcomitans maka disarankan penggunaan kombinasi obat
amoksisilindengan asam klavulanat dan metronidazol, yang merupakan
antibiotic spesifik untuk obligat anaerob. Jika pasien alergi terhadap
penisilin, dapat diberikan siprofloksasin sebagai pengganti amoksisilin
dengan asamklavulanat. Siprofloksasin efektif terhadap stafilokokus
,pseudomonas, danenteric rods. Selain itu dapat juga digunakan
klindamisin.

1.2.2 Bedah3
A. Bedah periodontal
Bedah periodontal merupakan bagian dari terapi periodontal dengan
maksud untuk meningkatkan akses dan pandangan (visibility ) untuk
scalling dan rootplanning, membuang jaringan granulasi, dan memperbaki
jaringan periodontal yang rusak sebagai faktor predisposisisi bagi penyakit
periodontal selanjutnya.
Indikasi bedah periodontal:
a. Inflamasi yang persisten dengan poket sedang atau dalam
b. Keterlibatan furkasi kelas II dan III
c. Poket infrabony (dasar poket dibawah puncak alveolar) dengan atau
tanpa masalah mukosa gingival
d. Kontur tulang tidak beraturan atau crater
e. Poket yang tidak hilang setelah perawatan pertama.
Kontra indikasi bedah periodontal:

12
a. Pasien yang tidak kooperatif
b. Adanya penyakit sistemik, seperti kardiovascular, kelainan darah,
kelainan hormonal, dan kelainan neurologis.

B. Kuretase
1. Kuretase tertutup
Kuretase tertutup terbagi menjadi 2 yaitu kuretase gingival dan kuretase
subgingival. Kuretase gingival adalah prosedur dimana dilakukan
penyingkiran jaringan lunak terinflamasi yang berada di lateral dinding
poket. Sebaliknya kuretase subgingival adalah prosedur yang dilakukan
dari epitel penyatu, dimana perlekatan jaringan ikat disingkirkan sampai
ke tulang alveolar. Daerah pengkuretan pada kuretase gingival (panah
putih) dan kuretase subgingival (panah hitam) Prosedur kuretase
mencakup penyingkiran jaringan granulasi yang terinflamasi kronis
yang berada pada dinding saku periodontal. Berbeda dengan jaringan
granulasi pada keadaan.
Indikasi kuretase:
a. Kuretase dapat dilakukan sebagai bagian dari prosedur perlekatan
baru pada saku infraboni dengan kedalaman sedang yang berada
pada sisi yang aksesibel dimana bedah “tertutup” diperhitungkan
lebih menguntungkan. Namun demikian, hambatan teknis dan
aksesibilitas yang inadekuat sering menyebabkan tehnik ini
dikontraindikasikan.
b. Kuretase dapat dilakukan sebagai perawatan non definitif (perawatan
alternatif) untuk meredakan inflamasi sebelum penyingkiran saku
dengan tehnik bedah lainnya, atau bagi pasien yang karena alasan
medis, usia dan psikologis tidak mungkin diindikasikan teknik bedah
yang lebih radikal seperti bedah flep misalnya. Namun harus diingat,
bahwa pada pasien yang demikian, tujuan penyingkiran saku adalah
dikompromikan, dan prognosis menjadi kurang baik. Indikasi yang
demikian hanya berlaku apabila tehnik bedah yang sebenarnya

13
diindikasikan tidak memungkinkan untuk dilakukan. Baik klinisi
maupun pasien harus memahami keterbatasan dari perawatan non
definitif ini.
c. Kuretase sering juga dilakukan pada kunjungan berkala dalam
rangka fase pemeliharaan, sebagai metoda perawatan pemeliharaan
pada daerah-daerah dengan rekurensi/kambuhnya inflamasi dan
pendalaman saku, terutama pada daerah dimana telah dilakukan
bedah saku.

2. Kuretase terbuka (ENAP = Excisional New Attachment Prosedure)


Teknik Modifikasi Prosedur Perlekatan Baru dengan Eksisi (Modified
Excisional New Attachment Procedure/ MENAP) adalah modifikasi dari
teknik ENAP (Ecxisional New Attachment Procedure) yang
dikembangkan oleh U.S. Naval Dental Corps (Dinas Kesehatan Gigi
angkatan Laut Amerika Serikat). Tehnik ini pada dasarnya merupakan
kuretase subgingival yang dilakukan dengan menggunakan skalpel.
Indikasi:
Teknik modifikasi perlekatan baru dengan eksisi diindikasikan pada:
a. Saku supraboni dengan kedalaman dangkal sampai sedang (sampai
dengan 5,0 mm) yang mempunyai zona gingiva berkeratin dengan
lebar yang adekuat dan tebal.
b. Saku pada regio anterior, di mana masalah estetis diutamakan.
Kontra indikasi:
Teknik modifikasi perlekatan baru dengan eksisi tidak dapat
diindikasikan apabila:
a. Lebar zona gingiva berkeratin inadekuat.
b. Adanya cacat tulang yang harus dikoreksi.

LO 2. Memahami dan menjelaskan bedah flap periodontal


2.1 Definisi4

14
Bedah flap adalah istilah umum bagi semua prosedur bedah yang berkaitan
dengan perawatan poket periodontal dimana dilakukan pembukaan flap
periodontal. Dengan flap periodontal dimaksudkan bagian gingiva atau mukosa
yang dengan prosedur bedah dipisahkan dari jaringan di bawahnya untuk
mendapatkan visibilitas dan aksesibilitas ke permukaan akar gigi dan tulang
alveolar. Flap periodontal juga memungkinkan penggeseran gingiva ke arah yang
berbeda pada prosedur bedah mukogingiva.

2.2 Tujuan4
1. Untuk mendapatkan visibilitas dan aksesibilitas.
2. Mengeliminasi poket untuk menghilangkan retensi plak.
3. Mengeliminasi jaringan nekrotik dan jaringan granulasi pada kerusakan
tulang dengan poket sedang sampai dalam.

2.3 Indikasi bedah flap periodontal5


1. Poket yang tidak hilang setelah perawatan pertama
2. Keterlibatan furkasi kelas II dan III
3. Kontur tulang tidak beraturan
4. Inflamasi yang persisten dengan poket sedang sampai poket dalam
5. Poket infraboni dengan atau tanpa masala mukosa gingiva
(Dumitrescu, 2010)

2.4 Klasifikasi bedah flap periodontal5


2.4.1 Berdasarkan jaringan yang terlibat
a. Flap ketebalan penuh atau flep mukoperiosteal (full
thickness flap/ mucoperiosteal flap) yaitu f1ep yang terdiri
dari epitel, jaringan ikat dan periosteum tulang alveolar.
Pembukaan (ref1eksi) flep ini akan menyebabkan
tersingkapnya tulang alveolar. Tipe flep ini digunakan
apabila diperlukan akses ke permukaan tulang seperti pada
bedah tulang.

15
b. Flap ketebalan sebagian atau flap mukosal (partial
thickness flap/ mucosal flap), yaitu flap yang hanya
mencakup epitel dan jaringan ikat di bawahnya. Tulang
alveolar masih ditutupi oleh lapisan jaringan ikat, termasuk
periosteum. Tipe flap ini dinamakan juga split thickness
flap. Flap ini diindikasikan apabila tidak diperlukan
penyingkapan tulang alveolar, atau flap akan di posisikan
ke apical (Takei HH, 1996).

Gambar 1. Desain flap berdasarkan jaringan yang terlibat.


A. Flap ketebalan penuh; B. Flap ketebalan sebagian.

2.4.2 Klasifikasi berdasarkan penempatan flap sebelum dijahit:


a. Flap tidak diposisikan (unrepositioned/undisplaced flap), yaitu f1ap
yang dikembalikan pada posisi semula pada waktu hendak dijahit.
b. Flap yang diposisikan (repositioned/displaced flap), yaitu flep yang
diposisikan apikal, koronal atau lateral dari posisi semula pada
waktu akan dijahit. Flep dapat diposisikan karena dengan insisi
gingiva cekat dipisahkan dari tulang alveolar, sehingga bagian
gingiva yang sudah tidak melekat dapat digeser. Flep pada sisi
palatal tidak dapat diposisikan, karena pada sisi palatal tidak ada
gingiva cekat. (Carranza, et al 2015)
2.4.3 Klasifikasi berdasarkan penanganan pada papila
a) Flap konvensional/tradisional

16
a. Insisi pada flap sebelah vestibular dan flep sebelah oral
sampai ke atau mendekati puncak papila interdental,
sehingga papila interdental terpotong dua atas bagian
vestibular dan bagian oral (lihat gambar 2A).
b. Flap konvensional digunakan apabila:
 Ruang interdental terlalu sempit, sehingga keutuhan papila
interdental tidak mungkin dipertahankan
 Flap-nya hendak diposisikan ke posisi yang baru. Tehnik bedah
yang menggunakan flap konvensional adalah modifikasi flap
Widman, flap tidak diposisikan, dan flap posisi apikal.
Tipe flap ini dibuat dengan menggunakan insisi bevel kedalam
(internal bevel incision) dan terpotongnya papila interdental di
tengah. Dengan insisi bevel kedalam sisi interproksimal tidak
sepenuhnya tertutup kembali oleh flep pada waktu dijahit.
b) Flap insisi sulkular
Desain flap ini menggunakan insisi sulkular (sulcular incision) dan
papila interdental terpotong di tengah. Dengan disain ini sisi
interproksimal tertutup kembali meskipun papila tidak utuh sebelum
dijahit.
c) Flap preservasi papila
Dengan flap preservasi papila (papilla preservation flap) papila
interdental tidak terpotong karena tercakup ke salah satu flep
(gambar 2C). Desain flap ini memberikan estetis pasca bedah yang
lebih baik, dan memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap
tulang interdental, hal mana penting sekali dalam tehnik bedah
yang mengharapkan terjadinya regenerasi jaringan periodonsium.

17
Gambar 2
Macam-macam desain flap berdasarkan penanganan pada papila.

INSISI
Insisi untuk flap konvensional dan flap insisi sulkular insisi
horizontal. Flap periodontal menggunakan insisi horizontal dan insisi
vertikal. Insisi horizontal diarahkan sepanjang tepi gingiva ke arah
mesial atau Ada dua insisi horizontal yang direkomendasikan, yaitu
insisi bevel kedalam (internal bevel incision) dan insisi krevikular atau
insisi sulkular (crevicular/sulcular incision). Insisi ketiga berupa insisi
interdental (interdental incision) dilakukan setelah flap dibuka. Insisi
bevel kedalam adalah insisi yang digunakan pada kebanyakan prosedur
flap periodontal. Tipe insisi ini memungkinkan flap direfleksikan
untuk menyingkapkan tulang alveolar dan akar gigi. Insisi bevel
kedalam memberikan tiga keuntungan, yaitu: (a) epitel saku
tersingkirkan dengan tuntas; (b) permukaan luar gingiva yang relatif
tidak terlibat inflamasi dipertahankan sebanyak mungkin, bagian
gingiva mana apabila diposisikan ke apikal akan menjadi gingiva
cekat; dan (c) menghasilkan tepi flap yang runcing dan tipis sehingga
mudah diadaptasikan ke batas tulang-gigi. Insisi ini dinamakan juga
insisi pertama (first incision) karena merupakan insisi pertama yang
dilakukan dalam pembukaan flap, dan insisi bevel terbalik (reverse
bevel incision) karena bevelnya terbalik dengan bevel pada
gingivektomi. Insisi biasanya dilakukan dengan skalpel. Bagian

18
gingiva yang tinggal sekeliling gigi setelah insisi terdiri dari epitel
dinding saku dan jaringan granulasi, jaringan mana akan disingkirkan
setelah insisi krevikular dan insisi interdental dilakukan. Insisi bevel
kedalam dimulai pada daerah tertentu di gingiva dan diarahkan ke atau
dekat ke krista tulang alveolar. Titik bermulanya insisi pada gingiva
adalah tergantung apakah flapnya mau diposisikan ke apikal atau tidak
diposisikan Insisi krevikular atau yang dinamakan juga insisi kedua
(second incision), dimulai dari dasar saku menuju ke krista tulang
alveolar. Insisi ini bersama-sama dengan insisi bevel kedalam
membentuk hasil sayatan berbentuk huruf V pada atau dekat ke krista
tulang alveolar. Sayatan jaringan berbentuk huruf V tersebut terutama
terdiri dari jaringan terinflamasi dan jaringan granulasi yang
membentuk dinding saku, dan epitel penyatu serta serat-serat jaringan
ikat yang masih tertinggal antara dasar saku dengan krista tulang
alveolar. Insisi dilakukan sekeliling gigi dengan menggunakan skalpel
berbentuk paruh bebek. Untuk membuka flap, elevator periosteal
(raspatorium) diselipkan ke insisi bevel kedalam dan flap dilepaskan
dari tulang alveolar. Setelah flap terbuka, dilakukan insisi interdental
atau insisi ketiga (third incision) dengan menggunakan pisau Orban.
Insisi tidak hanya disekeliling daerah radikular pada sisi vestibular dan
oral, tetapi juga pada sisi interdental sehingga gingiva terbebas dari
gigi. Setelah ketiga insisi dilakukan, gingiva sekeliling gigi yang
mencakup epitel saku dan jaringan granulasi disingkirkan dengan
skeler kasar. Setelah sebagian besar jaringan tersingkirkan, jaringan
ikat dan jaringan granulasi yang tersisa pada daerah cacat tulang
dikuret secara hati-hati sehingga keseluruhan permukaan akar yang
tersingkap dan tulang alveolar dapat terlihat. Flap dapat disingkapkan
hanya dengan insisi horizontal saja apabila dengan insisi tersebut dapat
diperoleh akses yang memadai, dan bila flapnya tidak akan diposisikan
ke apikal, lateral atau koronal. Apabila flap dibuka tanpa melakukan

19
insisi vertikal, maka flapnya dikategorikan sebagai flap amplop
(envelope flap).

Gambar 3
Insisi untuk flap konvensional dan flap insisi sulkular Insisi horizontal.

Insisi vertikal
Insisi vertikal atau oblik untuk melonggarkan flap dapat
dilakukan pada salah satu atau kedua ujung insisi horizontal,
tergantung pada disain flapnya dan kegunaan flap. Insisi vertikal pada
kedua ujung insisi horizontal diperlukan apabila flap hendak
diposisikan ke apikal. Insisi vertikal dibuat sampai melewati batas
mukosa gingiva agar flapnya bebas untuk diposisikan ke apikal. Insisi
vertikal pada sisi palatal dan lingual harus dihindari. Insisi vertikal
pada sisi vestibular tidak dibenarkan untuk dilakukan pada bagian
tengah dari papila interdental, atau pada sepanjang permukaan
radikular gigi. Insisi harus dibuat pada sudut gigi, baik dengan
menyertakan papila interdental kedalam flap ataupun tidak
menyertakannya kedalam flap. Insisi vertikal harus didisain
sedemikian untuk mencegah flap yang terlalu pendek (dalam arah
mesio-distal) dengan insisi horizontal yang panjang yang diarahkan ke
apikal, karena hal yang demikian menyebabkan terganggunya pasok
darah pada daerah flap.

20
Insisi untuk flap preservasi papila
Insisi untuk flap preservasi papila dilakukan dalam tiga
tahapan sebagai berikut:
1. Membuat insisi krevikular sekeliling tiap gigi yang tercakup
dalam flap, tanpa mengenai papila interdental.
2. Membuat insisi setengah lingkaran melintasi papila interdental
di sebelah vestibular atau oralnya, mulai dari bagian tengah satu
gigi ke bagian tengah gigi tetangga. Insisi dibuat minimal 5,0 mm
apikal dari papila interdental. Papila yang dipertahankan bisa
tercakup pada flap sebelah vestibular maupun pada flap sebelah
oral, namun biasanya tercakup pada flap sebelah vestibular.

2.5 Prosedur atau tehnik


2.5.1 Kuretase terbuka (ENAP = Excisional New Attachment
Prosedure)

Teknik modifikasi prosedur perlekatan baru dengan eksisi


(Modified Excisional New Attachment Procedure/MENAP) adalah
modifikasi dari teknik ENAP (Ecxisional New Attachment
Procedure) yang dikembangkan oleh U.S. Naval Dental Corps
(Dinas Kesehatan Gigi angkatan Laut Amerika Serikat). Tehnik ini
pada dasarnya merupakanckuretase subgingival yang dilakukan
dengan menggunakan skalpel

21
Indikasi :
Teknik modifikasi perlekatan baru dengan eksisi diindikasikan
pada:
1. Saku supraboni dengan kedalaman dangkal sampai sedang
(sampai dengan 5,0 mm)yang mempunyai zona gingiva
berkeratin dengan lebar yang adekuat dan tebal.
2. Saku pada regio anterior, di mana masalah estetis diutamakan.
Kontra indikasi :
Teknik modifikasi perlekatan baru dengan eksisi tidak dapat
diindikasikan apabila:
1. Lebar zona gingiva berkeratin inadekuat.
2. Adanya cacat tulang yang harus dikoreksi.

Tahapan Prosedur
Tahapan prosedur dari teknik ini adalah sebagai berikut:
1. Anestesi. Sebelum pembedahan terlebih dulu diberikan anestesi
local yang sesuai.
2. Pembuatan insisi pertama. Insisi pertama adalah berupa insisi bevel
kedalam/terbalik (internal / reverse beveled incision) pada
permukaan vestibular dan oral. Insisi dilakukan dengan
skalpel/pisau bedah, dimulai dari tepi gingiva ke arah apikal
menuju krista tulang alveolar. Pada waktu melakukan insisi di
permukaan interproksimal harus diusahakan agar sesedikit
mungkin papila interdental yang terambil. Pada tehnik ini tidak ada
pembukaan flap.
3. Pembuatan insisi kedua.Insisi kedua dilakukan mulai dari dasar
saku melalui seratkrista alveolaris (dan pada permukaan proksimal
melalui juga serat transeptal) ke kristatulang alveolar.
4. Penyingkiran jaringan yang tereksisi. Jaringan yang telah tereksisi
disingkirkan dengan jalan pengkuretan.

22
5. Penskeleran dan penyerutan akar. Pada sementum akar yang
tersingkap dilakukan pensekeleran dan penyerutan. Dalam
melakukan penskeleran dan penyerutan harusdiperhatikan agar
tidak sampai menyingkirkan jaringan ikat yang melekat ke
sementumakar pada daerah 1- 2 mm koronal dari krista tulang
alveolar.
6. Pembersihan daerah kerja. Daerah yang mengalami pembedahan
dibilas denganakuades atau larutan garam fisiologis.
7. Pengadaptasian. Tepi luka pada kedua sisi dipertautkan. Apabila
tepi gingiva tidak bertaut rapat, plat tulang vestibular sedikit
ditipiskan dengan jalan osteoplastik.
8. Penjahitan. Tepi luka dijahit di interproksimal dengan jahitan
interdental. Luka sedikitditekan dari arah oral dan vestibular
selama 2 – 3 menit agar bekuan darah yangterbentuk tipis saja.
9. Pemasangan pembalut periodontal. Pembalut periodontal dipasang
menutupi lukabedah, dan dibuka seminggu kemudian.Teknik
modifikasi prosedur perlekatan baru dengan eksisi.
a. Daerah yangakan dieksisi;
b. Keadaan setelah eksisi;
c. Flap telah diposisikan;
d. Setelah penyembuhan.

Instrumen bedah

Bedah periodontal dicapai dengan berbagai instrumen. Instrumens


bedah periodontaldiklasifikasikan sebagai berikut:

1. Periosteal elevator
2. Bedah pahat
3. Excisional dan instrumen insisional
4. Bedah Kuret dan arit
5. Tang jaringan

23
6. Gunting dan pinset
7. Needle holder

1. Periosteal Elevator
Periosteal elevator diperlukan untuk mencerminkan dan bergerak
setelah insisi flap telahdibuat untuk bedah flap. The Woodson dan
elevator Prichard adalah instrumen yangdirancang dengan baik
periosteal.

2. Bedah pahat
Bagian belakang tindakan pahat digunakan dengan gerakan tarik,
sedangkan lurus pahatdigunakan dengan gerakan mendorong. The
Ochsenbein pahat adalah pahat yang bergunadengan lekukan
setengah lingkaran di kedua sisi pegang instrumen yang
memungkinkanuntuk melibatkan sekitar tiupan dan ke daerah
interdental. The Rhodes pahat lain kembalitindakan-populer pahat.

3. Excisional dan instrumen insisional :


• Pisau periodontal (pisau gingivektomi)
The Kirkland merupakan perwakilan dari pisau yang
biasanya digunakan untukgingivektomi. Pisau ini dapat
diperoleh baik sebagai double-berakhir atau berakhirinstrumen
tunggal. Seluruh pinggiran pisau ini berbentuk ginjal adalah
terdepan.

• Pisau interdental
Yhe Orbán pisau # 1-2 dan pisau Merrifield # 1, 2, 3, dan 4
adalah contoh pisau telahmemotong tepi di kedua sisi pisau dan
dirancang dengan baik ganda atau tunggal berakhirberakhir
pisau

 Pisau bedah

24
Bilah pisau bedah dari berbagai bentuk dan ukuran yang
digunakan dalam bedahperiodontal.Pisau paling umum adalah
# 12D, 15, dan 15C. Pisau # 12D adalah pisau berbentuk paruh
dengan pemotongan tepi di kedua sisi, memungkinkan operator
untuk terlibat sempit, daerah terlarang dengan kedua
mendorong dan menarik gerakanmemotong. Pisau # 15
digunakan untuk flaps menipis dan tujuan umum. Pisau # 15C,
versi sempit pisau # 15, adalah udeful untuk membuat sayatan,
awal scalloping- jenis. Perancangan pisau ini memungkinkan
sayatan ke bagian sempit interdental tutupnya. Semua pisau
dibuang setelah satu digunakan.

1. Electrosurgery (Radiosurgery) teknik dan instrumentasi.


The electrosurgery istilah atau Radiosurgery saat ini
digunakan untuk mengidentifikasiteknik bedah yang
dilakukan pada jaringan lunak menggunakan dikontrol,
tinggi frekuensilistrik (radio) arus pada kisaran 1,5 ke
7,5 juta siklus per detik, atau megahertz. Ada tigakelas
elektroda aktif: elektroda kawat tunggal untuk
menggores atau excising; loopelektroda untuk prosedur
koagulasi.Empat tipe dasar teknik electrosurgical adalah
electrosection, elektrokoagulasi,electrofulguration dan
electrodesiccation. Electrosection, juga disebut sebagai
electrotomy atau acusection, digunakan untukmenyayat,
excisions, dan perencanaan jaringan. Insisi dan eksisi
dilakukan dengan kawattunggal electodes aktif yang
dapat dibengkokkan atau disesuaikan untuk
menyelesaikansemua jenis prosedur pemotongan.

2. Elektrokoagulasi
menyediakan berbagai koagulasi atau perdarahan
kontrol denganmenggunakan elektrokoagulasi saat ini.

25
Elektrokoagulasi dapat mencegah perdarahan
atauperdarahan pada awal masuk ke dalam jaringan
lunak, tetapi tidak dapat menghentikanpendarahan
setelah darah hadir. Semua bentuk perdarahan harus
dihentikan terlebihdahulu oleh beberapa bentuk tekanan
langsung (misalnya, udara, kompres,hemostat). Setelah
pendarahan berhenti sejenak, akhir menyegel dari
kapiler dapat dicapaidengan aplikasi elektrokoagulasi
arus singkat. Elektroda aktif digunakan untuk koagulasi
jauh bulkier dari kawat tungsten baik digunakan untuk
electrosection.Electrosection dan elektrokoagulasi
adalah prosedur yang paling sering digunakan disemua
bidang kedokteran gigi. Kedua teknik monoterminal,
electrofulguration danelectrodesiccation, tidak
digunakan secara umum dalam kedokteran gigi.Aturan
dasar yangpaling penting dari electrosurgery selalu
menjaga ujung bergerak. Lama atau aplikasiberulang-
ulang saat ini untuk jaringan menyebabkan akumulasi
panas dan kerusakan jaringan yang tidak diinginkan,
sedangkan aplikasi sela pada interval yang memadai
untuk pendinginan jaringan (kedua 5-10) mengurangi
atau menghilangkan penumpukanpanas.Electrosurgery
tidak dimaksudkan untuk menghancurkan jaringan; itu
adalah saranadikontrol dari memahat atau memodifikasi
jaringan lunak mulut dengan sedikitketidaknyamanan
dan perdarahan untuk pasien.Electrosurgery merupakan
kontraindikasi untuk pasien yang telah noncompatible
atauburuk terlindung alat pacu jantung.

2.5.2 Modified Widment Flap

26
Tahapan prosedur teknik modifikasi flep Widman adalah sebagai
berikut:
1. Anestesi.
Anestesi lokal yang diberikan sesuai dengan regio yang hendak
dikerjakan.
2. Insisi pertama.
Insisi pertama adalah berupa insisi bevel kedalam apabila
kedalaman saku di bagian tengah sisi vestibular dan oral lebih dari
2,0 mm dan gingivanya relatif tebal. Apabila gingiva tipis atau
kedalaman saku bagian tengah hanya 2,0 mm atau kurang insisi
pertama adalah berupa insisi krevikular. Insisi internal bevel
dilakukan dengan skalpel berbentuk paruh burung dimulai pada
lokasi 0,5 - 2,0 mm dari krista gingiva bebas dengan arah pisau
sejajar as panjang gigi sampai menyentuh krista tulang alveolar.
Insisi dilakukan mulai dari permukaan vestibular sepanjang serviks
gigi dengan mengikuti pola scalloped dari tepi gingiva. Insisi akan
memotong papila interdental di interproksimal. Pada daerah
interproksimal insisi dimodifikasi dengan membuatnya serapat
mungkin ke permukaan gigi agar papila interdental hanya terambil
seminimal mungkin sehingga adapatasi flep nantinya cukup rapat.
3. Pembukaan flap.
Flap ketebalan penuh dibuka dengan deseksi tumpul memakai
raspatorium sedalam 1,0 - 3,0 mm apikal dari krista tulang
alveolar. Biasanya untuk membuka flep ini tidak diperlukan insisi
vertikal, tetapi bila diperlukan dapat juga dibuat pada salah satu
atau kedua tepi insisi horizontal.
4. Insisi kedua.
Insisi kedua adalah berupa insisi krevikular apabila sebelumnya
dilakukan insisi pertama berupa insisi bevel kedalam. Insisi
dilakukan sekeliling leher gigi. dimulai dari dasar saku menuju ke
krista tulang alveolar.

27
Modified Widman Flap
Modified Widman Flap merupakan teknik bedah flap yang
bertujuan untuk memperbaiki adaptasi pasca operasi intim dari
jaringan ikat kolagen yang sehat pada permukaan gigi dan
membuka akses untuk instrumentasi dari permukaan akar dan
penutupan segera daerah.

Langkah-langkah berikut menjelaskan teknik Modified Widman


Flap:
a. Step 1: Sayatan awal adalah sayatan berupa insisi bevel ke arah
alveolar crest dimulai dari 0,5 sampai 1 mm dari margin gingiva
(Gambar C). Insisi dilakukan mulai dari permukaan vestibular
sepanjang serviks gigi dengan mengikuti pola scalloped dari tepi
gingiva. Insisi akan memotong papila interdental di interproksimal.
Pada daerah interproksimal insisi dimodifikasi dengan
membuatnya serapat mungkin ke permukaan gigi agar papila
interdental hanya terambil seminimal mungkin sehingga adaptasi
flep nantinya cukup rapat. Flep ketebalan penuh dibuka dengan
deseksi tumpul memakai raspatorium sedalam 1,0 - 3,0 mm apikal
dari alveolar crest. Biasanya untuk membuka flep ini tidak
diperlukan insisi vertikal, tetapi bila diperlukan dapat juga dibuat
pada salah satu atau kedua tepi insisi horizontal.
b. Step 2: Gingiva dilepas menggunakan periosteal elevator (Gambar
D).

28
c. Step 3: Insisi krevikular dibuat dari dasar poket ke arah tulang
mengelilingi jaringan yang mengandung epitel krevikular.
d. Step 4: Setelah flap dilepas, irisan ke 3 dibuat di interproksimal,
koronal dari tulang, dengan kuret atau pisau interproksimal, dan
jaringan gingiva (yang diinsisi) dibuang (Figure E and F).
e. Step 5: Jaringan granulasi dibuang dengan kuret. Permukaan akar
diperiksa dengan kuret. Permukaan akar diperiksa, lalu dilakukan
scalling atau rootplanning jika diperlukan (Gambar G and H). Sisa
serat periodontal yang masih melekat ke permukaan akar jangan
diubah.
f. Step 6: Arsitektur tulang tidak dikoreksi atau diubah kecuali
menghalangi adaptasi.
jaringan ke permukaan akar gigi. Flap harus beradaptasi dengan
baik ke permukaan gigi, terutama di daerah proksimal, kalau perlu
flap ditipiskan.
g. Step 7: Jahitan terputus dibuat di daerah interdental ditutup dengan
salep tetrasiklin dan pembalut periodontal (Gambar I dan J).

29
Gambar. Modified Widman flap technique. A, Kondisi sebelum operasi. Pemeriksaan probing
pada poket dengan kedalaman interproksimal dari 4 sampai 8 mm dan kedalaman probing bagian
labial dan palatan 2 sampai 5 mm. B, Gambaran radiografi. Terdapat horizontal bone loss. C,
Facial internal bevel incision. D, Insisi palatal. E, Pengangkatan flap, mengangkat semua jaringan
yang masih melekat pada tulang periosteum. F,Pengangkatan jaringan. G, Jaringan dibuang dan
siap untuk dilakukan scaling dan root planning. H, Scaling and root planing of exposed root
surfaces. I, Lanjutan, bebaskan jahitan dari bagian labial. J, Bebaskan jahitan dari bagian palatal.
K, Hasil post operasi (Courtesy Dr. Kitetsu Shin, Saitama, Japan).

2.6 Penyembuhan luka pasca bedah flap6,7,8


Setelah penjahitan (hingga 24 jam), koneksi antara flap dan
permukaan gigi atau tulang dibentuk oleh gumpalan darah, yang terdiri
dari retikulum fibrin dengan banyak leukosit polimorfonuklear, eritrosit,
puing-puing sel yang terluka, dan kapiler di tepi luka. Bakteri dan eksudat
atau transudat juga merupakan hasil dari cedera jaringan.
Satu hingga 3 hari setelah operasi flap, ruang antara flap dan gigi
atau tulang lebih tipis dan sel-sel epitel bermigrasi melewati batas flap,
biasanya menghubungi gigi pada saat ini. Ketika flap disesuaikan dengan
proses alveolar, terdapat respons inflamasi minimal.
Satu minggu setelah operasi, perlekatan epitel pada akar telah
dibentuk. Gumpalan darah digantikan oleh jaringan granulasi yang berasal
dari jaringan ikat gingiva, sumsum tulang, dan ligamen periodontal.

30
Dua minggu setelah pembedahan, serat kolagen mulai tampak
sejajar dengan permukaan gigi. Persatuan flap ke gigi masih lemah karena
adanya serat kolagen imatur, meskipun aspek klinis mungkin hampir
normal.
Satu bulan setelah operasi, ada celah gingiva epitelisasi lengkap
dengan perlekatan epitel yang jelas. Ada pengaturan fungsional awal serat
supracrestal.
Flap fullthickness, menghasilkan nekrosis tulang superfisial pada 1
hingga 3 hari. Resorpsi osteoklastik mengikuti dan mencapai puncaknya
pada 4 sampai 6 hari, menurun setelahnya. Hal ini menghasilkan
kehilangan tulang sekitar 1 mm3 dan kehilangan tulang lebih besar jika
tulangnya tipis.
Osteoplasti menghasilkan area nekrosis tulang dengan
pengurangan tinggi tulang, yang kemudian direnovasi oleh pembentukan
tulang baru. Oleh karena itu, bentuk akhir lebih ditentukan oleh
remodeling osseous daripada dengan pembentukan kembali bedah.
Perbaikan tulang mencapai puncaknya pada 3 hingga 4 minggu.
Kehilangan tulang terjadi pada tahap penyembuhan awal baik pada tulang
radikuler maupun di daerah tulang interdental . Namun, di daerah
interdental, yang memiliki tulang kanselus, tahap perbaikan selanjutnya
menghasilkan penggantian total tanpa kehilangan tulang, sedangkan pada
tulang radikuler, terutama jika tipis dan tidak didukung oleh tulang
kanselus, perbaikan tulang menghasilkan hilangnya tulang marginal.

31
Daftar Pustaka

1. Highfield, J. 2009. Diagnosis and Classification of Periodontal Disease.


Australian Dental Journal,54(11)
2. Greenstain G. Nonsurgical periodontal therapy in 2000: a literature
review. J Am Dent Assoc 2000;131: 1580-92.
3. Newman, Michael G.,dkk. 2002. Carranza’s Clinical Periodontology .9h ed.
St. Louis Missouri: Saunders Elsevier.
4. Takei HH and Carranza FA Jr. 1996. The periodontal flap, in: Carranza
FA Jr & Newman MG (eds), Clinical Periodontology, 8th edition,
Philadelphia, WB Saunders Co.,p: 592-604.
5. Dumitrescu AL, Kawamura M. 2010. Etiology of periodonta disease:
dental plaque and calculus. Etilogy and pathogenesis of periodontal
disease: 1-38.
6. Wilson TG, Kornman KS. Fundamentals of Periodontics, Second Edition.
Hong Kong:
7. Quintesence Publishing Co Inc, 2003: 302-3
8. Newman, M.G., Takei, H.H., Carranza, F.A., and Klokkevold, P.R., 2012,
Carranza‘s Clinical Periodontology, 11 th ed., W.B.Saunders
Co.,Philadelphia, 554-555.

32

Anda mungkin juga menyukai