Anda di halaman 1dari 22

PRESENTASI KASUS

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN THT
RSUD TARAKAN

Disusun Oleh:
Muhammad Naufal Nordin
11-2011-261

Pembimbing :
Dr. Riza Rizaldi, Sp.THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JAKARTA
2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan status beserta tinjauan pustaka
ini tepat pada waktunya dengan judul “Faringitis Kronik”.

Dalam makalah ini saya mencantumkan hal berkenaan penyakit yang sering terjadi di THT iaitu
Faringitis kronik, terutama pada orang dewasa serta beberapa penyakit yang merupakan diagosis
bandingnya dan cukup populer di masa kini. Makalah ini berisikan mengenai cara anamnesis,
pemeriksaan, diagnosis, etiologi, patofisiologi, penatalaksanaan, prognosis dan epidemiologi dari
penyakit tersebut yang ditulis dalam bentuk tinjauan pustaka dan status pasien.

Saya menyadari bahwa status dan tinjauan pustaka ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi
kesempurnaan status dan tinjuan pustaka ini.

Akhir kata, saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan status dan tinjauan pustaka ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan senantiasa
merestui segala usaha kita. Amin.

Jakarta, 24 Juli 2013

Muhammad Naufal Nordin

BAB 1 : STATUS PASIEN

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT THT
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT THT
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN, JAKARTA

Nama : Muhammad Naufal bin Nordin Tanda Tangan:


Nim : 11-2011-261

Dr Pembimbing / Penguji : dr Riza Rizaldi Sp.THT-KL

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny S Jenis Kelamin : Perempuan


Tempat/tanggal lahir : Lampung, 5 Kebangsaan : Indonesia
September 1964 ( 48 tahun )
Status Perkawinan : Sudah Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja Pendidikan : SMP
Alamat : Muara Baru , Jakarta Tanggal Masuk Rumah Sakit : 23 Juni
2013

ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis
Tanggal : 22/07/2013 Jam : 1000 WIB

Keluhan utama :
Sakit tenggorokan sejak 1 bulan SMRS

Riwayat perjalanan penyakit (RPS):

Sejak 1 bulan SMRS pasien mulai merasakan sakit di tenggorokannya. Sakit yang
dirasakan hilang timbul, terutama timbul selepas makan. Sakitnya seperti panas di tenggorokan
dan menjalar ke dada. Sakit tenggorokannya juga sering timbul jika terpapar debu atau asap.
Pasien juga merasakan seperti mengganjal di dalam tenggorokannya. Tidak ada riwayat sakit
sewaktu menelan atau sulit menelan pada pasien, tenggorokan tidak gatal dan tidak ada nafas
berbau. Tidak ada riwayat trauma pada tenggorokan pasien.
1 hari SMRS, pasien mulai batuk-batuk. Batuk yang dirasakan hilang timbul dan
diperburuk oleh paparan debu dan asap. Batuk pada pasien tidak disertai dengan darah,batuk
kering dan tidak beriak. Tidak ada riwayat penurunan berat badan yang mendadak pada pasien
dalam 1 bulan ini. Suara pasien juga mulai serak dan sulit untuk berbicara. Kepala pasien juga
sering sakit dalam 1 bulan ini dan badan terasa panas dingin. Tidak ada riwayat demam pada
pasien dalam 1 bulan ini. Tidak ada pilek,mual muntah atau gangguan pendengaran pada pasien.
Pasien tidak sulit untuk makan atau minum, masih bisa menggerakkan mulut untuk mengunyah
dengan baik.

Sebelum ini pasien pernah mengalami keluhan yang sama sejak 1 tahun yang lalu.
Keluhan membaik 3 bulan kemudian selepas mendapatkan pengobatan di rumah sakit. Pasien
sering dan suka makan makanan yang pedas dan minum minuman bersoda, walaupun saat
keluhan tenggorokan pasien timbul. Pasien juga kurang minum air terutama sewaktu bulan puasa
ini. Pasien jarang mengkonsumsi minuman ber ‘es’ atau kopi. Pasien tidak ada riwayat merokok,
minum alkohol dan menyangkal adanya riwayat alergi sejak kecil dan maag. Kira-kira 20 tahun
yang lalu, pasien pernah sakit amandel sehingga dioperasi dan dirawat di rumah sakit.

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)

Riwayat alergi : Tidak ada

Riwayat trauma : Tidak ada

Riwayat lain : Kencing manis (-) darah tinggi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)

Pasien menyatakan tidak ada riwayat alergi maupun asma dalam keluarganya.

PEMERIKSAAN FISIK

Status General
 Keadaan umum : tampak sakit ringan
 Kesadaran : compos mentis
 Status Gizi : cukup
 Nadi : 88 x/menit
 Tensi : 110/70 mmHg
 Suhu : 37,2 0 C
 RR : 22 x/menit

Kepala dan Leher


 Kepala : normosefali
 Wajah : simetris
 Leher anterior : KGB tidak teraba membesar
 Leher posterior: KGB tidak teraba membesar

TELINGA

KANAN KIRI
Bentuk daun telinga Normotia Normotia
Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada
Radang, tumor Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada
Penarikan daun telinga Tidak ada Tidak ada
Kelainan pre, infra, Abses (-), hiperemis (-), nyeri Abses (-), hiperemis (-), nyeri
retroaurikuler tekan (-), benjolan (-) tekan (-), benjolan (-)
Region Mastoid Abses (-),nyeri tekan (-) Abses (-), nyeri tekan (-)
Liang telinga Lapang, furunkel (-), jaringan Sempit, furunkel (-), jaringan
granulasi (-), serumen (-), granulasi (-), serumen (-),
sekret (-) hiperemis (-), sekret (-), darah (-), hiperemis
edema (-). (-), edema (-).
Membran timpani Utuh, reflek cahaya (+), Utuh, reflek cahaya (+),
Hiperemis(-), perforasi (-) Hiperemis(-), perforasi (-)
TES PENALA

KANAN KIRI
Rinne (-) (-)
Weber Tidak ada lateralisasi Tidak ada lateralisasi
Schwabach Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa
Penala yang dipakai 512 Hz 512 Hz

HIDUNG

HIDUNG KANAN KIRI


Vestibulum Tampak bulu hidung Tampak bulu hidung
Sekret (-) Sekret (-)
Furunkel (-) Furunkel (-)
Krusta (-) Krusta(-)
Cavum nasi Lapang Lapang
Sekret (-) Sekret (-)
Konka inferior Hiperemis (+) Hiperemis (-)
Edema (-) Edema (-)
Hipertrofi (-) Hipertrofi (-)
Sekret (-) Sekret (-)
Konka medius Hiperemis (+) Hiperemis (-)
Edema (-) Edema (-)
Sekret (-) Sekret (-)
Meatus nasi medius Tidak tampak Tidak tampak
Sulit dinilai Sulit dinilai
Sinus frontalis Tidak ada Tidak ada
(nyeri tekan + nyeri ketuk)
Sinus maksilaris Tidak ada Tidak ada
( nyeri tekan + nyeri ketuk)
Septum nasi Simetris , tidak ada deviasi Simetris , tidak ada deviasi
RHINOPHARYNX

 Koana : Tidak dilakukan


 Septum nasi posterior : Tidak dilakukan
 Muara tuba eustachius : Tidak dilakukan
 Tuba eustachius : Tidak dilakukan
 Torus tubarius : Tidak dilakukan
 Post nasal drip : Tidak dilakukan

PEMERIKSAAN TRANSILUMINASI

 Sinus frontalis kanan : Negatif


 Sinus frontalis kiri : Negatif
 Sinus maxillaris kanan : Negatif
 Sinus maxillaris kiri, grade : Negatif

TENGGOROK

FARING

 Dinding faring : Hiperemis (+), mukosa tidak rata, granul (+), post nasal drip (-)
penebalan dinding lateral faring , lendir mukoid (-)
 Arcus : Hiperemis (+) simetris
 Tonsil : T0-T0 (operasi)
 Uvula : Bentuk normal, di garis median, hiperemis (-)
 Gigi : Semua gigi dalam batas normal

LARING

 Epiglotis : hiperemis (+), tumor (-), kista (-), simetris, edema (-)
 Plica aryepiglotis : hiperemis (+), tumor (-), kista (-), simetris, edema(-)
 Arytenoids : hiperemis (+), tumor (-),granul (-), edema (-)
 Ventricular band : hiperemis (+), tumor (-),paralisis (-). polip (-) edema
(-)
 Pita suara : hiperemis (+), tumor (-), paralisis/parese (-)
 Rima glotis : hiperemis (+), tumor (-), terbuka
 Sinus piriformis : hiperemis (+), tumor (-),korpus alineum (-) sekresi (-)
 Kelenjar limfe submandibula dan cervical : tidak membesar, tidak ada nyeri tekan
RESUME

Dari anamnesa didapatkan keluhan :

Sejak 1 bulan SMRS pasien mulai merasakan sakit di tenggorokannya. Sakit yang dirasakan
hilang timbul, terutama timbul selepas makan. Sakitnya seperti panas di tenggorokan dan
menjalar ke dada. Sakit tenggorokannya juga sering timbul jika terpapar debu atau asap. Pasien
juga merasakan seperti mengganjal di dalam tenggorokannya. 1 hari SMRS, pasien mulai batuk-
batuk. Batuk yang dirasakan hilang timbul dan diperburuk oleh paparan debu dan asap. Suara
pasien juga mulai serak dan sulit untuk berbicara. Kepala pasien juga sering sakit dalam 1 bulan
ini dan badan terasa panas dingin. Sebelum ini pasien pernah mengalami keluhan yang sama
sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan membaik 3 bulan kemudian selepas mendapatkan pengobatan
di rumah sakit. Pasien sering dan suka makan makanan yang pedas dan minum minuman
bersoda, walaupun saat keluhan tenggorokan pasien timbul. Pasien juga kurang minum air
terutama sewaktu bulan puasa ini

Dari pemeriksaan didapatkan pada :

Telinga kanan

Tidak ditemukan kelainan

Hidung

Tidak ditemukan kelainan.

Tenggorok

Dinding faring hiperemis, terlihat banyak granul di permukaan dinding faring dan post nasal drip
(-) lendir mukoid (-) Arcus faring hiperemis. Pada pemeriksaan laring kelihatan epiglotis hingga
sinus piriformis hiperemis.

WORKING DIAGNOSIS
Faringitis Kronik Hiperplastik dengan Eksaserbasi Akut ec LPR dan alergi

Dasar yang mendukung :

 Sakit tenggorokan hilang timbul dalam 1 bulan


 Pernah mengalami gejala yang sama 1 tahun yang lalu
 Dapat menyebabkan sakit kepala dan panas dingin
 Terdapat faktor predisposisi/ pencetus : debu, asap, makan pedas dan minum soda
 Pemeriksaan fisik : dinding dan arcus faring hiperemis, terlihat banyak granul dan post
nasal drip (-) penebalan dinding lateral faring

Dasar yang tidak mendukung

 Tenggorokan tidak gatal dan tidak beriak


 Disertai batuk kering tidak berdahak

Laringitis akut ( United Airway Disease)

Peradangan dari faring menjalar ke laring

Pada pemeriksaan fisik ditemukan : Epiglotis, Arytenoid,Plica arytenoepiglotica, Ventricular


band, Pita suara, Rima Glotis dan Sinus Piriformis hiperemis

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Faringitis Kronik Atrofi

Dasar yang mendukung :

 Sakit tenggorokan hilang timbul dalam 1 bulan


 Pernah mengalami gejala yang sama 1 tahun yang lalu
 Tenggorokan terasa kering
 Dinding faring dan sekitar hiperemis

Dasar yang tidak mendukung:


 Mulut tidak berbau
 Tidak tampak lapisan lendir yang kental
 Dinding lateral faring tidak atrofi
 Mukosa tampak tebal dan bergranul

Faringitis spesifik Tuberkulosis

 Nyeri tenggorokan disertai dengan batuk kering


 Faring dan sekitarnya hiperemis
 Faktor epidemiologi
 Yang tidak mendukung : tidak ada sakit menelan, batuk berdarah, penurunan berat badan
dan nafsu makan yang mendadak.

PROGNOSIS

Ad vitam : Ad Bonam

Ad fungsionam : Ad Bonam

Ad sanationam : Ad Bonam

PENATALAKSANAAN

Faringitis kronis hiperplastik

1. Medikamentosa
a. Antibiotik : Amoksisilin 3 x 500 mg selama 6-10 hari
b. Antiinflamasi : Kortikosteroid 2x5 mg/hari selama 14 hari
c. Antitusif :Mengurangi gejala batuk (Bromhexin)
d. PPI inhibitor untuk mengontrol asam lambung : Omeprazole 1x20mg

2. Non-medikamentosa
a. Terapi lokal : kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti atau
dengan listrik (electro cauter)
b. Irigasi mukosa tenggorokan dengan larutan fisiologis NaCl untuk membersihkan
mukosa oral tenggorokan
c. Throat culture : mengetahui penyebab dari radang tenggorokan

ANJURAN

 Kontrol ke spesialis THT seminggu kemudian.

 Minum air yang banyak dan sering

 Diet lunak dan tidak keras

 Menghindari iritan seperti paparan debu atau asap dengan memakai masker di
persekitarannya

 Mengurangkan makanan yang bisa merusak mukosa tenggorokan seperti makanan pedas,
soda, atau minum es.

PEMBAHASAN

Sewaktu melakukan pemeriksaan fisik, rhinoskopi posterior tidak dapat


dilakukan karena pasien menolak untuk dilakukan tindakan tersebut. Pada
pemeriksaan transiluminasi,agak sulit untuk menilai hasil dikarenakan
pencahayaan yang kurang baik dari senter.
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Anatomi Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong dengan bagian
atas yang besar dan bagian bawah yang sempit. Faring merupakan ruang utama traktus
resporatorius dan traktus digestivus. Kantong fibromuskuler ini mulai dari dasar tengkorak dan
terus menyambung ke esophagus hingga setinggi vertebra servikalis ke-6.
Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa ±14 cm dan bagian ini merupakan
bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput lendir, fasia
faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.
Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang
(longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari M.Konstriktor faring superior, media dan
inferior. Otot-otot ini terletak ini terletak di sebelah luar dan berbentuk seperti kipas dengan tiap
bagian bawahnya menutupi sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan, otot-
otot ini bertemu satu sama lain dan di belakang bertemu pada jaringan ikat. Kerja otot konstriktor
ini adalah untuk mengecilkan lumen faring dan otot-otot ini dipersarafi oleh Nervus Vagus.1,3
Gambar : Otot-otot Faring dan Esofagus
Berdasarkan letaknya maka faring dapat dibagi menjadi Nasofaring, Orofaring dan
Laringofaring (Hipofaring).

Gambar: Anatomi Nasofaring, Orofaring dan Hypoparing

Nasofaring merupakan bagian tertinggi dari faring, adapun batas-batas dari nasofaring ini
antara lain : - batas atas : Basis Kranii
- batas bawah : Palatum mole
- batas depan : rongga hidung
- batas belakang : vertebra servikal
Nasofaring yang relatif kecil mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa
struktur penting seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus
faring yang disebut fossa Rosenmuller, kantong ranthke, yang merupakan invaginasi struktur
embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan
kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugulare, yang dilalui oleh Nervus Glossopharyngeus,
Nervus Vags dan Nervus Asesorius spinal saraf cranial dan vena jugularis interna, bagian
petrosus os temporalis dan foramen laserum dan muara tuba Eustachius.1,3
Orofaring disebut juga mesofaring, karena terletak diantara nasofaring dan laringofaring.
Dengan batas-batas dari orofaring ini antara lain, yaitu :
- batas atas : palatum mole
- batas bawah : tepi atas epiglottis
- batas depan : rongga mulut
- batas belakang : vertebra servikalis
Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil
palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen
sekum.
Laringofaring (hipofaring) merupakan bagian terbawah dari faring. Dengan batas-batas
dari laringofaring antara lain, yaitu : - batas atas : epiglotis
- batas bawah : kartilago krikodea
- batas depan : laring
- batas belakang : vertebra servikalis1,3

1.2 Fisiologi Faring


Fungsi faring yang terutama adalah ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi
suara dan artikulasi.

1.2.1. Fungsi Menelan

Menurut kamus deglutasi atau deglutition diterjemahkan sebagai proses memasukkan


makanan kedalam tubuh melalui mulut “the process of taking food into the body through the
mouth”.

Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang memerlukan setiap organ yang
berperan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Dalam proses menelan ini
diperlukan kerjasama yang baik dari 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan lebih dari 30 pasang
otot menelan.

Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari rongga mulut ke dalam lambung.
Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi disebut disfagia yaitu terjadi kegagalan
memindahkan bolus makanan dari rongga mulut sampai ke lambung.2

Gambar : Proses Menelan


1.2.2. Fungsi Faring Dalam Proses Bicara

Percakapan digunakan untuk berkomunikasi antar individu Untuk menyempurnakan


proses percakapan ini, diperlukan aktivitas otot. Bagian penting dalam percakapan dan bahasa
adalah cerebral cortex yang berkembang sejak lahir dan memperlihatkan perbedaan pada orang
dewasa. Perbedaan ini memperlihatkan bahwa pengalaman phonetic bukan hal yang perlu untuk
perkembangan area pusat saraf dalam sistem percakapan.

Otot-otot yang mengkomando organ bicara diatur oleh motor nuclei di otak, dengan
produksi suara diatur oleh control pusat di bagian rostral otak.
Respirasi. Proses bicara diawali oleh sifat energi dalam aliran dari udara. Pada bicara yang
normal, aparatus pernapasan selama ekshalasi menyediakan aliran berkesinambungan dari udara
dengan volume yang cukup dan tekanan (di bawah kontrol volunteer adekuat) untuk phonasi.
Aliran dari udara dimodifikasi dalam fungsinya dari paru-paru oleh fasial dan struktur oral dan
memberikan peningkatan terhadap simbol suara yang dikenal sebagai bicara.2

1.3. Definisi
Faringitis adalah peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat infeksi maupun
non infeksi.
1.4. Etiologi
Banyak microorganism yang dapat menyebabkan faringitis, virus (40-60%) bakteri (5-
40%). Respiratory viruses merupakan penyebab faringitis yang paling banyak teridentifikasi
dengan Rhinovirus (±20%) dan coronaviruses (±5%). Selain itu juga ada Influenza virus,
Parainfluenza virus, adenovirus, Herpes simplex virus type 1&2, Coxsackie virus A,
cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus (EBV). Selain itu infeksi HIV juga dapat menyebabkan
terjadinya faringitis.
Faringitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya oleh grup S.pyogenes dengan 5-15%
penyebab faringitis pada orang dewasa. Group A streptococcus merupakan penyebab faringitis
yang utama pada anak-anak berusia 5-15 tahun, ini jarang ditemukan pada anak berusia <3tahun.
Bakteri penyebab faringitis yang lainnya (<1%) antara lain Neisseria gonorrhoeae,
Corynebacterium diptheriae, Corynebacterium ulcerans, Yersinia eneterolitica dan Treponema
pallidum, Mycobacterium tuberculosis.
Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita faringitis.
Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi
makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan.2

1.5 Patogenesis

Bakteri S. Pyogenes memiliki sifat penularan yang tinggi dengan droplet udara yang
berasal dari pasien faringitis. Droplet ini dikeluarkan melalui batuk dan bersin. Jika bakteri ini
hinggap pada sel sehat, bakteri ini akan bermultiplikasi dan mensekresikan toksin. Toksin ini
menyebabkan kerusakan pada sel hidup dan inflamasi pada orofaring dan tonsil. Kerusakan
jaringan ini ditandai dengan adanya tampakan kemerahan pada faring Periode inkubasi faringitis
hingga gejala muncul yaitu sekitar 24 – 72 jam.

Beberapa strain dari S. Pyogenes menghasilkan eksotoksin eritrogenik yang menyebabkan


bercak kemerahan pada kulit pada leher, dada, dan lengan. Bercak tersebut terjadi sebagai akibat
dari kumpulan darah pada pembuluh darah yang rusak akibat pengaruh toksin.
Faktor risiko dari faringitis yaitu

 Cuaca dingin dan musim flu

 Kontak dengan pasien penderita faringitis karena penyakit ini dapat menular melalui
udara

 Merokok, atau terpajan oleh asap rokok

 Infeksi sinus yang berulang

 Alergi 2,4

1.6. Klasifikasi Faringitis


1.6.1. Faringitis Akut
a. Faringitis Viral
Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan menimbulkan
faringitis. Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan dan sulit menelan. Pada pemeriksaan
tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza, Coxsachievirus, dan cytomegalovirus tidak
menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesi
kulit berupa maculopapular rash.
Gambar : Viral Pharyngitis
Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan gejala konjungtivitis
terutama pada anak. Epstein-Barr virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai produksi
eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama
retroservikal dan hepatosplenomegali. Faringitis yang disebabkan HIV menimbulkan keluhan
nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis,
terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak lemah. 1,3

b. Faringitis Bakterial
Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang
tinggi dan jarang disertai dengan batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan
tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak
petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri
pada penekanan.
Gambar : Streptococcal Pharyngitis

Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A dapat diperkirakan dengan


menggunakan Centor criteria, yaitu : - demam
- Anterior Cervical lymphadenopathy
- Tonsillar exudates
- absence of cough
Tiap kriteria ini bila dijumpai diberi skor 1. bila skor 0-1 maka pasien tidak mengalami faringitis
akibat infeksi streptococcus group A, bila skor 1-3 maka pasien memiliki kemungkian 40%
terinfeksi streptococcus group A dan bila skor 4 pasien memiliki kemungkinan 50% terinfeksi
streptococcus group A.1,3

c. Faringitis Fungal
Keluhan nyeri tenggorokan dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih di
orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis.

1.6.2. Faringitis Kronik


Terdapat dua bentuk faringitis kronik yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis
kronik atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring adalah rhinitis kronik, sinusitis,
iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu.
Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang bernafas melalui mulut
karena hidungnya tersumbat.

a. Faringitis Kronik Hiperplastik


Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk yang bereak.
Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak
kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak
mukosa dinding posterior tidak rata dan berglanular.

b. Faringitis Kronik Atrofi


Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada rhinitis
atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga menimbulkan
rangsangan serta infeksi pada faring. Pasien umumnya mengeluhkan tenggorokan kering dan
tebal seerta mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lender yang
kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.

1.7. Gejala klinis


Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme yang
menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala-gejala seperti demam,
anorexia, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher, faring yang hiperemis, tonsil membesar,
pinggir palatum molle yang hiperemis, kelenjar limfe pada rahang bawah teraba dan nyeri bila
ditekan dan bila dilakukan pemeriksaan darah mungkin dijumpai peningkatan laju endap darah
dan leukosit.1,3
1.8 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang cermat dan
dilakukan pemeriksaan temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus, telinga, hidung dan
leher. Pada faringitis dapat dijumpai faring yang hiperemis, eksudat, tonsil yang membesar dan
hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di leher.

1.9 Pemeriksaan Penunjang


Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam penegakkan diagnose
antara lain yaitu :
- pemeriksaan darah lengkap
- GABHS rapid antigen detection test bila dicurigai faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus
group A
- Throat culture
Namun pada umumnya peran diagnostic pada laboratorium dan radiologi terbatas.
1.10 Penatalaksanaan
Pada viral faringitis pasien dianjurkan untuk istirahat, minum yang cukup dan berkumur
dengan air yang hangat. Analgetika diberikan jika perlu. Antivirus metisoprinol (isoprenosine)
diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan dosis 60-100mg/kgBB dibagi dalam 4-6kali
pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak <5tahun diberikan 50mg/kgBb dibagi dalam 4-
6 kali pemberian/hari.
Pada faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya streptococcus group A
diberikan antibiotik yaitu Penicillin G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal atau
amoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi 3kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3x500mg
selama 6-10 hari atau eritromisin 4x500mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan kortikosteroid
karena steroid telah menunjukan perbaikan klinis karena dapat menekan reaksi inflamasi. Steroid
yang dapat diberikan berupa deksametason 8-16mg/IM sekali dan pada anak-anak 0,08-0,3
mg/kgBB/IM sekali. dan pada pasien dengan faringitis akibat bakteri dapat diberikan analgetik,
antipiretik dan dianjurkan pasien untuk berkumur-kumur dengan menggunakan air hangat atau
antiseptik. 4,5
Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi lokal dengan melakukan kaustik
faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter).
Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur, jika diperlukan dapat diberikann obat batuk
antitusif atau ekspetoran. Penyakit pada hidung dan sinus paranasal harus diobati. Pada faringitis
kronik atrofi pengobatannya ditujukan pada rhinitis atrofi dan untuk faringitis kronik atrofi hanya
ditambahkan dengan obat kumur dan pasien disuruh menjaga kebersihan mulut.
1.11. Prognosis
Umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik. Pasien dengan faringitis
biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu.

1.12. Komplikasi
Komplikasi infeksi GABHS dapat berupa demam reumatik, dan abses peritonsiler.
• Komplikasi umum faringitis terutama tampak pada faringitis karena bakteri yaitu : sinusitis,
otitis media, epiglotitis, mastoiditis, dan pneumonia. Kekambuhan biasanya terjadi pada pasaien
dengan pengobatan yang tidak tuntas pada pengobatan dengan antibiotik, atau adanya paparan
baru.
• Demam rheumatic akut(3-5 minggu setelah infeksi), poststreptococcal glomerulonephritis, dan
toxic shock syndrome, peritonsiler abses
• Komplikasi infeks mononukleus meliputi: ruptur lien, hepatitis, Guillain Barré syndrome,
encephalitis, anemia hemolitik, myocarditis, B-cell lymphoma, dan karsinoma nasofaring.1,5

DAFTAR PUSTAKA

1. George . LA, Diseases of the Nasopharynx and Oropharinynx, ms 332-9


Boies Fundamentals of Otolaryngology 6th Edition 1989
2. Dhingra PL on Diseases of Pharynx and Larynx, ms 525-8, Diseases of
Ear, Nose and Throat 5th Edition
3. Soepardi EA, Buku Ajar Ilmu KesehatanTelinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher Edisi ke enam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia tahun 2008
4. Lalwani AK, Current Diagnosis & Treatment Otolaryngology Head and
Neck 2nd Edition, The McGraw-Hill Companies 2007
5. http://emedicine.medscape.com/article/764304 on Pharyngitis

Anda mungkin juga menyukai