Anda di halaman 1dari 22

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Perancangan Sistem Manufakur

Manufaktur dapat disebut penggunaan mesin, peralatan dan tenaga kerja

untuk memproduksi barang untuk digunakan atau dijual. Aplikasi umumnya pada

produksi industri, dimana bahan mentah diubah menjadi produk jadi dalam skala

yang besar. Bidang keahlian ini menekankan pada analisa perencanaan,

pengembangan, dan penggunaan metode dan alat produksi yang tepat agar produk

tersebut dapat diproduksi dengan selalu mempertimbangkan profitability,

realibility, maintenanceability dari proses manufakturnya. Dalam beberapa hal,

regulasi pemerintah juga menjadi pertimbangan yang penting dalam perancangan

proses manufaktur yaitu:

1. Desain Produk

Dalam industri barang yang ingin di produksi di rancang sedemikian rupa

sehingga dapat di terima oleh konsumen. Misalkan pada industri makanan kaleng

perusahaan harus merancang jenis makan yang mereka buat, bunbu yang di

perlukan,kwalitas kaleng dll. Perancangan produk seperti ini sangat penting di

lakukan untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan harapan perusahaan

2. Persiapan material (bahan mentah)

Yang terpenting dalam proses manufaktur adalah persiapan material yang

akan di gunakan pada proses barang. Hal ini di lakukan berdasarkan desain produk

yang sebelumnya sudah di rancang dengan matang. Pemilihan bahan mentah sangat
berpengaruh pada hasil akhir, sehingga perusahaan harus berhati-hati dalam proses

pemilihan bahan mentah

3. Proses Pembuatan

Setelah tahap perancangan dan pemilihan bahan mentah tahap berikutnya

adalah pengerjaan proses produksi. Pada system manufaktur pembuatan barang di

lakukan secara fisik, alat atau mesin namun pada penggunaan mesin harus tetap di

bawah pengawasan ketat oleh perusahaan

4. Qualiti Control (QC)

Setelah barang jadi selesai di buat selanjutnya di lakukan pemeriksaan

kualitas barang tersebut karena bias saja terdapat cacat pada barang jadi tersebut.

Pengecekan ini di lakukan agar produk yang di hasilkan sesuai dengan harapan dan

dapat di pasarkan (Ryan, 2016).

2.2 Sistem Manufaktur

Sistem manufaktur mempunyai definisi sebagai keseluruhan entitas yang

bekerja dalam suatu aturan tertentu untuk mengubah resource (material, modal,

tenaga, energi dan keterampilan) menjadi produk (barang atau jasa) yang dapat

dijual oleh perusahaan dengan melakukan proses produksi tertentu untuk

meningkatkan added value suatu resource. Kegiatan menambah daya guna suatu

benda tanpa mengubah bentuknya dinamakan produksi jasa. Sedangkan kegiatan

menambah daya guna suatu benda dengan mengubah sifat dan bentuknya

dinamakan produksi barang.

Dari paparan diatas, dapat dilihat bahwa fungsi utama sistem manufaktur

adalah memproduksi permintaan pelanggan. Ada dua aspek dari permintaan


pelanggan yang harus dapat dipenuhi oleh sistem manufaktur yaitu aspek jumlah

dan aspek rancangan. Aspek rancangan meliputi bentuk, warna, kemampuan,

ketahanan dan lain-lain, sedangkan aspek jumlah berhubungan dengan kuantitas.

Untuk memenuhi kedua aspek permintaan tersebut maka sistem manufaktur harus

dirancang seoptimal mungkin. Perancangan tersebut meliputi pemilihan material,

pemilihan peralatan, alur produksi, tata-letak lantai produksi, rancangan kualitas,

perancangan peralatan material handling hingga biaya yang dibutuhkan untuk

melaksanakan rancangan tersebut (Wignjosoebroto, 2006).

2.3 Studi Pengukuran dan Penetapan Waktu Kerja

Pengukuran waktu kerja merupakan bagian penting dalam proses

standarisasi kerja, dimana usaha untuk menentukan lama kerja yang dibutuhkan

seorang pekerja yang terlatih ”qualified” dalam menyelesaikan suatu

pekerjaan yang spesifikasik pada tingkat kerja yang normal dalam lingkungan kerja

yang terbaik pada saat itu. Secara umum pengukuran waktu kerja terbagi atas dua

bagian yaitu pengukuran secara langsung dan secara tidak langsung. Secara garis

besar tekni-teknik pengukuran waktu kerja di bagi atas dua bagian yaitu:

 Pengukuran secara langsung

Pengukuran langsung adalah pengukuran yang dilaksanakan secara

langsung dimana tempat pekerjaan yang bersangkutan dilakukan. Terdiri dari dua

jenis pengukuran yaitu:

- Pengukuran waktu dengan menggunakan jam henti (stopwatch)

- Pengukuran waktu dengan menggunakan sampling pekerjaan.


 Pengukuran secara tidak langsung

Pengukuran tidak langsung adalah pengukuran yang dilakukan tanpa harus

berada ditempat pekerjaan, yaitu dengan membaca tabel-tabel yang tersedia dengan

syarat mengetahui jalanya pekerjaan atau gerakan. Yang termasuk dalam kelompok

ini antara lain:

Data waktu baku adalah waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh pekerja

normal untuk menyelesaikan pekerjaan dalam system terbaik.

Pengukuran waktu yang dilakukan terhadap beberapa alternatif sistem, maka yang

terbaik dilihat dari waktu penyelesaian tersingkat. pengukuran waktu juga ditujukan

untukmendapatkan waktu baku penyelesaian pekerjaan, yaitu waktu yang

dibutuhkan secara wajar,normal, dan terbaik.

Kelebihan Dan kekurangan pengukuran kerja secara langsung dan tidak langsung

 Pengukuran langsung

Kelebihan :

- Praktis, mencatat waktu saja tanpa harus menguraikan pekerjaan kendala

elemen- elemen pekerjaannya.

Kekurangan :

- Dibutuhkan waktu lebih lama untuk memperoleh data waktu yang banyak

tujuannya: hasil pengukuran yang teliti dana akurat.

- Biaya lebih mahal karena harus pergi ketempat dimana pekerjaan

berlangsung.
 Pengukuran tidak langsung

Kelebihan :

- Waktu relatif singkat, hanya mencatat elemen-elemen gerakan pekerjaan

satu kali saja.

- Biaya lebih murah

Kekurangan :

- Belum ada data waktu gerakan berupa tabel-tabel waktu gerakan yang

menyeluruh dan rinci.

2.3.1 Pengukuran Waktu Kerja Dengan Jam Henti

Pengukuran waktu kerja dengan jam henti (stopwatch time study)

diperkenalkan pertama kali oleh Frederick W. Taylor sekitar abad 19 yang lampau.

Metode ini terutama sekali baik diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan yang

berlangsung singkat dan berulang-ulang (repetitive). Dari hasil pengukuran maka

akan diperoleh waktu baku untuk menyelesaikan suatu siklus pekerjaan, yang mana

waktu ini akan dipergunakan sebagai standar penyelesaian pekerjaan bagi semua

pekerja yang akan melaksanakan pekerjaan yang sama (Wignjosoebroto, 2006).

Secara garis besar langkah-langkah untuk pelaksanaan pengukuran waktu

kerja dengan jam henti ini adalah sebagai berikut:

 Lakukan penetapan tujuan pengukuran (Untuk apa, berapa tingkat ketelitian

dan tingkat keyakinan)

 Definisikan pekerjaan yang akan diteliti untuk diukur waktunya (Pelajari

kondisi kerja, cara kerja, dan bakukan secara tertulis sistem kerja yang telah

dianggap baik)
 Pilih operator (beritahukan maksud dan tujuan pengukuran ini kepada

pekerja yang akan dipilih untuk diamati dan supervisor yang ada, operator

yang dipilih memiliki kemampuan normal dan dapat bekerja sama dan

wajar)

 Melatih operator

 Menguraikan pekerjaan atas elemen-elemen kerja

 Menyiapkan alat-alat pengukuran : jam henti, lembar pengamatan,

pensil/pulpen dan papan pengamatan

Berdasarkan langkah-langkah dilihat bahwa pengukuran kerja dengan jam

henti ini merupakan cara pengukuran yang obyektif karena waktu ditetapkan

berdasarkan fakta yang terjadi dan tidak cuma sekedar diestimasi secara subyektif.

Ada 3 metoda yang umum digunakan untuk mengukur elemen-elemen kerja dengan

stop watch, yaitu:

 Pengukuran waktu secara terus-menerus (continuous timing), pengamat

kerja menekan tombol stop watch pada saat elemen kerja pertama dimulai

dan membiarkan angka penunjuk stop watch berjalan secara terus-menerus

sampai siklus kerja selesai berlangsung

 Pengukuran waktu secara berulang-ulang (repetitive timing), disebut juga

sebagai snap back method, disini angka penunjuk stop watch akan selalu

dikembalikan lagi keposisi nol pada setiap akhir dari elemen kerja yang

diukur

 Pengukuran waktu secara penjumlahan (accumulative timing), pada metode

ini akan digunakan 2 atau lebih stop watch yang akan bekerja secara

bergantian
2.3.2 Penetapan Jumlah Siklus Waktu yang Harus Diamati

Penelitian kerja dan analisis kerja pada dasarnya akan memuaskan perhatian

pada bagaimana suatu pekerjaan akan diselesaikan. Dengan mengaplikasikan

prinsip dan teknik pengaturan cara kerja yang optimal dalam sistem kerja tersebut,

maka akan diperoleh alternatif metode pelaksanaan kerja yang dianggap

memberikan hasil yang paling efektif dan efisien. Pekerjaan telah dapat dikerjakan

secara efisien waktu penyelesaian berlangsung paling singkat, untuk itu perlu

diterapkannya prinsip-prinsip dan teknik-teknik pengukuran kerja. Pengukuran

kerja ini akan berlangsung dengan usaha-usaha untuk menetapkan waktu baku yang

dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu baku ini sangat

diperlukan terutama untuk (Wignjosoebroto,2003) :

a. Perencanaan kebutuhan tenaga kerja.

b. Estimasi biaya-biaya untuk upah tenaga kerja.

c. Penjadwalan produksi dan penganggaran.

d. Indikasi keluaran produk yang mampu dihasilkan seorang tenaga kerja.

e. Perencanaan sistem pemberian bonus dan insentif bagi karyawan berprestasi.

Waktu baku merupakan waktu yang dibutuhkan seorang pekerja yang memiliki

kemampuan rata-rata dalam penyelesaian suatu pekerjaan.

2.3.3 Analisa Keseragaman Data

Uji keseragaman data perlu untuk dilakukan terlebih dahulu sebelum

menggunakan data yang diperoleh guna menetapkan waktu baku. Uji keseragaman

data bisa dilaksanakan dengan cara visual dan mengaplikasikan peta kontrol

(control chart). Peta kontrol (control chart) ini dapat memperlihatkan


penyimpangan data dari nilai rata – rata baik itu data terlalu besar maupun terlalu

kecil.

Uji keseragaman data secara visual dilakukan secara sederhana mudah dan

cepat, dengan hanya sekedar melihat data yang terkumpul dan seterusnya

mengidentifikasikan data yang terlalu ekstrim. Yang dimaksud dengan data

“ekstrim” adalah data yang jauh menyimpang dari trend rata-ratanya atau apabila

dilihat melalui peta kontrol dapat dilihat dari data yang keluar dari batas kendali

yakni BKA atau BKB. Data yang terlalu ekstrim ini sebaiknya direduksi dan tidak

dimasukkan ke dalam perhitungan selanjutnya. Batas Kontrol Atas (BKA), Garis

Tengah dan Batas Kontrol Bawah (BKB) untuk diagram kontrol individu (I) dapat

diformulasikan sebagai berikut.

Σ𝑅
𝑋= = Garis Tengah
𝑛

𝑀𝑅
BKA = 𝑥 + 3 𝑑2

𝑀𝑅
BKB = 𝑥 − 3 𝑑2

Selanjutnya diagram kontrol moving range (MR) diformulasikan sebagai

berikut:

∑𝑛
0𝑅
𝑀𝑅 = = Garis Tengah
𝑃−1

BKA = D4𝑀𝑅

BKB = D3𝑀𝑅

Berikut adalah susunan data atau organisasi data dari peta individu I-MR:
Tabel 2.1 Organisasi Data Peta Individu

X1 𝑥1 R1

X2 𝑥2 R2

. . .

. . .

. . .

X1n 𝑥p Rm

2.3.4 Uji Kecukupan Data

Uji kecukupan data diperlukan untuk memastikan bahwa yang telah

dikumpulkan dan disajikan dalam laporan penimbangan tersebut adalah cukup

secara obyektif. Idealnya pengukuran harus dilakukan dalam jumlah banyak,

bhakan sampai jumlah yang tak terhingga agar data hasil pengukuran layak untuk

digunakan. Namun pengukuran dalam jumlah yang tak terhingga sulit dilakukan

mengingat keterbatasan-keterbatasan yang ada; baik dari segi biaya, tenaga, waktu

dan sebagainya. Sebaliknya, pengumpulan data dalam jumlah yang sekedarnya juga

kurang baik karena tidak mewakili keadaan yang sebenarnya. Untuk itu, pengujian

kecukupan data dilakukan dengan berpedoman pada konsep statistic, yaitu tingkat

ketelitian dan tingkat keyakinan.

Derajat ketelitian merupakan penyimpangan maksimum hasil pengukuran

dari waktu penyelesaian sebenarnya, sedangkan tingkat kepercayaan menunjukkan

besarnya keyakinan pengukur akan ketelitian data waktu yang telah diamati dan

dikumpulkan, dengan demikian derajat ketelitian dan tingkat kepercayaan adalah

mencerminkan tingkat kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah

memutuskan tidak akan melakukan pengukuran dalam jumlah yang banyak.


Adapun formulasi untuk pengujian kecukupan data adalah sebagai berikut

(wignjosoebroto, 2003):

𝑘 2
√𝑛 ∑𝑛 2 𝑛
𝑖=1 𝑥𝑖 − (∑𝑖=1 𝑥𝑖 )
𝑠
N’ = ( ∑𝑛
)
𝑖=1 𝑥𝑖

Dengan:

N’= Jumlah pengamatan yang harus diambil

n= Jumlah pengamatan awal yang dilakukan

Xi= Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu elemen kerja pada

pengamatan ke-i

S= Tingkat ketelitian yang dikehendaki dalam pengukuran

K= Nilai peluang Z1-/2 atau angka deviasi standard untuk yang besarnya tergantung

pada tingkat keyakinan yang diambil setelah pengamatan dilakukan sebanyak

n, jika n < n’ maka perlu dilakukan kembali pengamatan sampai mendapatkan

nilai n≥ 𝑛′. Apabila hal tersebut sudah dipenuhi, maka sampel dianggap sudah

cukup dan layak dipakai untuk dapat dilanjutkan ke analisis berikutnya.

2.3.5 Faktor Penyesuaian

Penyesuaian adalah proses dimana analisa pengukuran waktu

membandingkan (kecepatan dan tempo) operator dalam pengamatan. Setelah

pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran kerja yang

ditunjukkan operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi, misalnya bekerja tidak

sungguh-sungguh, terlalu cepat, karena mengalami kesulitan-kesulitan, atau karena

kondisi ruangan yang buruk. Sebab-sebab seperti ini mempengaruhi kecepatan

kerja yang berakibat terlalu singkat atau terlalu panjangnya waktu penyelesaian.
Hal ini jelas tidak diinginkan karena waktu baku yang dicari adalah waktu yang

diperoleh dari kondisi dan cara kerja yang baku yang diselesaikan secara wajar.

Apabila terjadi ketidakwajaran, maka pengukur harus mengetahuinya dan

menilai seberapa jauh hal itu terjadi. Penilaian perlu diadakan karena berdasarkan

inilah penyesuaian dilakukan. Jadi jika pengukur mendapatkan harga rata-rata

siklus/elemen yang diketahui diselesaikan dengan kecepatan tidak wajar oleh

operator, maka agar harga rata-rata tersebut menjadi wajar, pengukur harus

menormalkannya dengan melakukan penyesuaian.

Biasanya penyesuaian dilakukan mengalikan waktu siklus ratarata atau

waktu elemen rata-rata dengan suatu harga p yang disebut faktor penyesuaian.

Besarnya harga p tentunya sedemikian rupa sehingga hasil perkalian yang diperoleh

mencerminkan waktu yang normal. Cara perhitungan faktor penyesuaian

menggunakan sistem ini adalah dengan menjumlah keempat faktor tersebut dengan

nilai masing-masing faktor pada tabel tersebut, setelah itu apabila total untuk

masing-masing faktor tersebut masih menunjukkan nilai positif maka nilai

performance rating akan ditambahkan p =1 dan apabila total masing-masing faktor

menunjukkan nilai negatif maka p =1 akan ditambahkan dengan nilai negatif

tersebut. Sehingga nilai performance rating akan kurang dari 1.

Tabel 2. Tabel Perfomance Rating Sistem Wasting House

SKILL EFFORT

+ 0,15 A1 Superskill + 0,13 A1 Superskill

+ 0,13 A2 + 0,12 A2

+ 0,11 B1 Excellent + 0,10 B1 Excellent

+ 0,08 B2 + 0,08 B2
+ 0,06 C1 Good + 0,05 C1 Good

+ 0,03 C2 + 0,02 C2

0,00 D Average 0,00 D Average

- 0,05 E1 Fair - 0,04 E1 Fair

- 0,10 E2 - 0,08 E2

- 0,16 F1 Poor - 0,12 F1 Poor

- 0,22 F2 - 0,17 F2

CONDITION CONSISTENCY

+ 0,06 A Ideal + 0,04 A Ideal

+ 0,04 B Excellent + 0,03 B Excellent

+ 0,02 C Good + 0,01 C Good

0,00 D Average 0,00 D Average

- 0,05 E Fair - 0,02 E Fair

- 0,07 F Poor - 0,04 F Poor

2.3.6 Faktor Kelonggaran

Waktu kelonggaran yaitu waktu khusus yang digunakan untuk keperluan

pribadi, istirahat, melepas lelah dan sebagainya. Karena seorang karyawan tidak

mampu secara konsisten terus menerus mampu menyelesaikan pekerjaan pada

kecepatan normal secara stabil. menurut (wignjosoebroto, 2003) ada tiga jenis

waktu kelonggaran. Berikut penjelasan waktu kelonggaran tersebut:

1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi (personal allowance)

Penentuan yang diberikan untuk pekerjaan berbeda-beda karena memiliki

tingkat kesulitan berbeda-beda. Sebagai contoh pergi ke kamar mandi.


2. Kelonggaran untuk melepas lelah (fatigue allowance)

Waktu yang diberikan untuk keperluan istirahat sangat bergantung

lingkungan, kondisi fisik tiap individu, beban kerja dan faktor lainnya.

Sebagai contoh minum, merokok, meregangkan badan.

3. Kelonggaran untuk keterlambatan (delay allowance)

Suatu keterlambatan dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang sulit untuk

dihindari atau masih bisa untuk dihindari. Pada umumnya keterlambatan ini

terjadi pada mesin, karyawan atau hal lain yang diluar kontrol. Sebagai

contoh men-setting mesin, menganggur akibat menumpuknya benda kerja.

Penentuan ketiga jenis kelonggaran, akan ditentukan dalam bentuk

persentase dari keseluruhan waktu kerja normal.

Satriyanto (2016) menyebutkan kelonggaran waktu pribadi seringkali

ditetapkan dalam rentang 4% hingga 7% dari waktu normal, bergantung

pada kedekatan toilet, tempat air minum dan fasilitas lainnya. Kelonggaaran

keterlambatan seringkali ditetapkan sebagai hasil penelitian faktual dari

keterlambatan yang terjadi, kelonggaran kelelahan didasarkan pengetahuan

manusia yang terus meningkat akan pengeluaran energi manusia dibawah

berbagai kondisi fisik dan lingkungan.

2.3.7 Waktu Siklus

Waktu siklus adalah waktu antara penyelesaian dari dua pertemuan berturut-

turut, asumsikan konstan untuk semua pertemuan.Dapat dikatakan waktu siklus

,merupakan hasil pengamatan secara langsung yang tertera dalam stopwatch.

Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan elemen-elemen kerja pada

umumnya kan sedikit berbeda dengan dari siklus ke siklus kerja sekalipun operator
bekerja pada kecepatan normal dan uniform ,tiap-tiap elemen dalam siklus yang

berbeda tidak selalu akan bias disesuaikan dalam waktu yang persis sama.Variasi

dan nilai waktu ini bias disebabkan oleh beberapa hal. Salah satu diantaranya bias

terjadi karena perbedaan didalam menetapkan saat mulai atau berakhirnya suatu

elemen kerja yang seharusnya dibaca dari stopwatch.

Waktu siklus dihitung dengan menggunakan rumus:

Dimana:

X = Waktu Siklus

x = Waktu pengamatan

n= Jumlah pengamatan yang dilakukan

2.3.8 Waktu Normal

Waktu normal merupakan waktu kerja yang telah mempertimbangkan factor

penyesuaian , yaitu waktu siklus rata-rata dikalikan dengan faktor prnyesuaian.

Didalam praktek pengukuran kerja maka metoda penerapan rating

performance kerja operator adalah didasarkan pada satu factor tunggal yaitu

operator speed,space atau tempo. Sistem ini dikenal sebagai “performance

Rating/speed Rating)”. Rating Faktor ini umumnya dinyatakan dalam persentase

persentase(%) atau angka decimal ,Dimana Performance kerja normal akan sama

dengan 100% atau 1,00.

Rating factor pada umumnya diaplikasikan untuk menormalkan waktu kerja

yang diperoleh dari pengukuran kerja akibat tempo atau pkecepatan kerja operator
yang berubah-ubah.Untuk maksud ini , maka waktu normal dapat diperoleh dari

rumus berikut:

Nilai waktu yang diperoleh disini masih belum bias kita tetapkan sebagai

waktu baku untuk penyelesaian suatu operasi kerja,karena disini factor-faktor yang

berkaitan dengan waktu kelonggaran (Allowance Time) agar operator bekerja

sebaik-baiknya masih belum dikaitkan.

2.3.9 Waktu Baku

Waktu standar adalah waktu yang sebenarnya digunakan operator untuk

memproduksi satu unit dari data jenis produk. Waktu standar untuk setiap part harus

dinyatakan termasuk toleransi untuk beristirahat untuk mengatasi kelelahan atau

untuk factor-faktor yang tidak dapat dihindarkan. Namun jangka waktu

penggunaannya waktu standard ada batasnya. Dengan demikian waktu baku

tersebut dapat diperoleh dengan menagplikasikan rumus berikut.

Rumus (1) Merupakan Rumus secara umum yang paling banyak dipakai

menghitung waktu baku, Meskipun sebenarnya rumus tersebut kurang teliti

bilamana dibandingkan dengan rumus (2).


2.4 Peta Kerja

2.4.1 Definisi Peta Kerja

Peta kerja adalah suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara

sistematis dan jelas. Lewat peta-peta ini kita bisa melihat semua langkah atau

kejadian yang dialami oleh suatu benda kerja dari mulai masuk ke pabrik (berbentuk

bahan baku), kemudian menggambarkan semua langkah yang dialaminya, seperti:

transportasi, operasi mesin, pemeriksaan dan perakitan, sampai akhirnya menjadi

produk jadi, baik produk lengkap atau merupakan bagian dari suatu produk lengkap.

Ada pula defenisi peta kerja lainnya yaitu merupakan gambaran sistematis

dan logis dalam menganalisis proses kerja dari tahap awal sampai akhir. Dengan

peta ini juga didapatkan informasiinformasi yang diperlukan untuk memperbaiki

metode kerja, seperti benda kerja yang harus dibuat, operasi untuk menyelesaikan

kerja, kapasitas mesin atau kapasitas kerja lainnya, dan urutan prosedur kerja yang

dialami oleh suatu benda kerja.

Apabila kita melakukan studi yang saksama terhadap suatu pekerja, maka

pekerjaan kita dalam usaha untuk memperbaiki metode kerja dari suatu proses

produksi akan lebih mudah dilaksanakan. Perbaikan yang mungkin dilakukan,

antara lain, kita bisa menghilangkan operasioperasi yang tidak perlu,

menggabungkan suatu operasi dengan operasi lainnya, menemukan suatu urutan-

urutan kerja, menentukan mesin yang lebih ekonomis, dan menghilangkan waktu

menunggu antaroperasi. Pada dasarnya semua perbaikan tersebut ditujukan untuk

mengurangi biaya produksi secara keseluruhan. Dengan demikian, peta ini

merupakan alat yang baik untuk menganalisa suatu pekerjaan sehingga

mempermudah dalam perencanaanperbaikan kerja.


Apabila kita melakukan studi yang seksama terhadap suatu peta kerja, maka

pekerjaan kita dalam usaha memperbaiki metoda kerja dari suatu proses produksi

akan lebih mudah dilaksanakanPada dasarnya semua perbaikan tersebut ditujukan

untuk mengurangi biaya produksi secara keseluruhan, dengan demikian, peta ini

merupakan alat yang baik untuk menganalisis suatu pekerjaan sehingga

mempermudah perencanaan perbaikan kerja (Anonim, 2016).

2.4.2 Lambang-Lambang yang digunakan

Menurut catatan sejarah, peta-peta kerja yang ada sekarang ini

dikembangkan oleh Gilberth. Pada saat itu, untuk membuat suatu peta kerja,

Gilberth mengusulkan 40 buah lambang yang bisa dipakai. Pada tahun berikutnya

jumlah lambang tersebut disederhanakan sehingga hanya tinggal 4 macam saja.

Namun pada tahun 1947 American Society of Mechanical Engineers (ASME)

membuat standar lambang-lambang yang terdiri atas 5 macam lambang yang

merupakan modifikasi dari yang telah dikembangkan sebelumnya oleh Gilberth.

Lambang-lambang tersebut dapat diuraikan sebagai berikut (Ahmad, 2011):

Gambar 2.1 Operasi

Operasi , Suatu kegiatan operasi terjadi apabila benda kerja mengalami

perubahan sifat, baik fisik maupun kimiawi. Mengambil informasi maupun

menberikan informasi pada suatu keadaan juga termasuk operasi. Operasi

merupakan kegiatan yang paling banyak terjadi dalam suatu mesin atau sistem
kerja. Contohnya : Pekerjaan menyerut kayu dengan mesin serut, Pekerjaan

mengeraskan logam, dan Pekerjaan merakit. Dalam prakteknya, lambang ini juga

bisa digunakan untuk menyatakan aktivitas administrasi.

Gambar 2.2 Pemeriksaan

Pemeriksaan, Suatu kegiatan pemeriksaan terjadi apabila benda kerja atau

peralatan mengalami pemeriksaan baik untuk segi kualitas maupun kuantitas.

Lambang ini digunakan jika kita melakukan pemeriksaan terhadap suatu objek atau

membandingkan objek tertentu dengan suatu standar. Suatu pemeriksaan tidak

menjuruskan bahan kearah menjadi suatu barang jadi. Contohnya : Mengukur

dimensi benda, Memeriksa warna benda, dan Membaca alat ukur tekanan uap pada

suatu mesin uap.

Gambar 2.3 Transportasi

Transportasi, Suatu kegiatan transportasi terjadi apabila benda kerja,

pekerja atau perlengkapan mengalami perpindahan tempat yang bukan merupakan

bagian dari suatu operasi. Contohnya : Benda kerja diangkut dari mesin bubut ke

mesin skrap untuk mengalami operasi berikutnya, Suatu objek dipindahkan dari

lantai atas lewat elevator.


Gambar 2.4 Menunggu

Menunggu, Proses menunggu terjadi apabila benda kerja, pekerja ataupun

perlengkapan tidak mengalami kegiatan apa-apa selain menunggu (biasanya

sebentar). Contohnya : Objek menunggu untuk diproses atau diperiksa, Peti

menunggu untuk dibongkar, dan Bahan menunggu untuk diangkut ke tempat lain.

Gambar 2.5 Penyimpanan

Penyimpanan, Proses penyimpanan terjadi apabila benda kerja di simpan

untuk jangka waktu yang cukup lama. Lambang ini digunakan untuk menyatakan

suatu objek yang mengalami penyimpanan permanen, yaitu ditahan atau dilindungi

terhadap pengeluaran tanpa izin tertentu. Contohnya : Dokumen-dokumen atau

catatan-catatan disimpan dalam brankas, Bahan baku disimpan dalam gudang.

Selain kelima lambang standar tersebut, kita bisa menggunakan lambang

lain apabila merasa perlu untuk mencatat suatu aktivitas yang memang terjadi

selama proses berlangsung dan tidak terungkapkan oleh lambang-lambang tadi.

Lambang tersebut ialah:


Gambar 2.6 Aktivitas Gabungan

Aktivitas gabungan, Kegiatan ini terjadi apabila antara aktivitas operasi dan

pemeriksaan dilakukan bersamaan pada suatu tempat kerja.

2.4.3 Macam-Macam Peta Kerja

Pada dasarnya peta-peta bisa dibagi kedalam dua kelompok besar

berdasarkan kegiatannya, (Iswanto, 2011; Sitanggang, 2009) yaitu :

1. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisis kegiatan kerja

keseluruhan.

2. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisis kegiatan kerja setempat.

Hubungan antara kedua macam kegiatan diatas akan terlihat bila untuk

menyelesaikan suatu produk diperlukan beberapa stasiun kerja, dimana satu sama

lainnya saling berhubungan, misalnya suatu perusahaan perakitan memiliki

beberapa mesin produksi atau stasiun kerja. Dalam hal ini kelancaran proses

produksi secara keseluruhan akan sangat tergantung pada kelancaran setiap stasiun

kerja. Dalam hal ini kelancaran proses produksi secara keseluruhan akan sangat

tergantung pada kelancaran setiap sistem kerja. Suatu hal yang bijaksana apabila

dalam prakteknya nanti, pelaksana pertama-tama berusaha untuk memperbaiki atau

menyempurnakan setiap sistem kerja yang ada sedemikian rupa sehingga

didapatkan suatu urutan kerja yang paling baik untuk saat itu. Barulah kemudian

menyempurnakan proses secara keseluruhan (Wignjosoebroto, 2000;

Wignjosoebroto 2009).
Secara garis besarnya, penggambaran kedua kegiatan tersebut dalam bentuk

peta-peta kerja untuk memperbaiki kegiatan produksi, biasanya dimulai dengan

membuat peta-peta kerja yang menggambarkan kegiatan secara keseluruhan

berdasarkan apa yang telah ada atau cara sekarang. Setiap kegiatan yang

berlangsung, yang terjadi di stasiun-stasiun kerja yang telah digambarkan pada peta

kegiatan keseluruhan diamati seterperinci mungkin. Penganalisisan ini dilakukan

dengan terlebih dahulu menggambarkan peta-peta kerja setempat yang

bersangkutan, dengan membuat peta-peta kerja setempat yang menunjukan keadaan

sekarang. Keadaan sekarang inilah yang dipelajari untuk diusahakan perbaikan-

perbaikannya. Hasil perbaikan dinyatakan dalam peta-peta kerja setempat yang

menggambarkan ”cara yang diusulkan”. Berdasarkan perbaikan dari setiap stasiun

kerja inilah analisis keseluruhan dilakukan. Hasil akhir dinyatakan dalam peta-peta

kerja keseluruhan untuk cara yang diusulkan (Anonim, 2016)

2.4.4 Operation Process Chart (OPC)

Operation process chart (OPC) merupakan suatu diagram yang

menggambarkan langkah-langkah proses yang akan dialami bahan baku mengenai

urutan-urutan operasi dan pemeriksaan sejak dari awal sampai menjadi produk jadi

utuh maupun sebagai komponen, dan juga memuat informasi-informasi yang

diperlukan untuk analisa lebih lanjut. Jadi dalam suatu operation process chart, yang

dicatat hanyalah kegiatan-kegiatan operasi dan pemeriksaan saja, kadang-kadang

pada akhir proses dicatat tentang penyimpanan (Sutalaksana, 2006).

Operation Process Chart memiliki beberapa kegunaan yang dapat dicatat.

Kegunaannya adalah bisa mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggarannya,

bisa memperkirakan kebutuhan akan bahan baku (dengan menghitung efisiensi


ditiap operasi/pemeriksaan), sebagai alat untuk menentukan tata letak pabrik,

sebagai alat untuk menentukan perbaikan cara kerja yang sedang dipakai, serta

sebagai alat untuk latihan kerja (Pradhana, 2016).

2.4.5 Flow Processes Chart (FPC)

Flow Process Chart merupakan gambaran skematik/diagram yang

menunjukkan seluruh langkah dalam suatu proses dan menunjukkan bagaimana

langkah itu saling mengadakan interaksi satu sama lain. Setiap orang yang

bertanggung jawab untuk memperbaiki suatu proses haruslah mengetahui seluruh

langkah dalam proses tersebut. Ada beberapa cara untuk menggambarkan Flow

Process Chart dengan berbagai simbol yang digunakannya.

Flow Process Chart yang menunjukkan langkah-langkah secara garis besar disebut

Macro Flow Process Chart sedangkan yang menunjukkan secara lebih rinci disebut

Mini Flow Process Chart dan yang paling rinci disebut Micro Flow Process Chart

yang lazim digunakan oleh tingkat pelaksana bawahan.

2.4.6 Assembly Process Chart (APC)

Assembly Chart merupakan diagram yang menggambarkan hubungan

antara komponen-komponen yang akan dirakit menjadi sebuah produk. Assembly

Chart bermanfaat untuk menunjukkan komponen penyusun suatu produk dan

menjelaskan urutan perakitan komponen-komponen tersebut.

Pada pembuatan Assembly Chart sering terjadi berbagai kesalahan, yaitu

kesalahan penulisan fastener, maupun kesalahan penyusunan sub assembly.

Sedangkan untuk penyusunan sub assembly, disesuaikan dengan sebelah

kanan sub assembly/ assembly nya.

Anda mungkin juga menyukai