Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PRAKTIKUM

MODUL I
PENGUKURAN KERJA SECARA PSIKOMOTORIK

OLEH :

KELOMPOK XX

TAUFIQ HIDAYAT 09120210051

FERDY KHAIRIL IQSAN 09120210062

ANDI IRMA YANTI 09120210104

ARIQOH ARISTA NURFAIZAH 09120210136

LABORATORIUM
ANALISIS PERANCANGAN KERJA & ERGONOMI
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR
2023
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya semua manusia selalu berupaya untuk memperbaiki

keadaan hidupnya sehingga timbul suatu keinginan untuk melakukan suatu

usaha dengan memanfaatkan semua potensi yang dimilikinya. Untuk

melaksanakan hal tersebut maka manusia melakukan berbagai penelitian

dengan harapan dapat menemukan suatu metode yang lebih baik dalam

menyelesaikan suatu pekerjaan dengan mempertimbangkan kondisi fisik

dan psikologis manusia(Brier and lia dwi jayanti 2020).

Kemajuan teknologi yang begitu pesat akhir-akhir ini, telah membawa

banyak perubahan mendasar pada sistem kerja. Pekerjaan yang harus

dulu dilakukan secara manual dengan mengandalakan kemampuan

semata, sekarang sudah dapat dikerjakan dengan mesin. Kendati

demikian, penelitian dan pengukuran cara kerja tetap perlu dilakukan agar

dapat memperoleh metode kerja yang terbaik dengan berbagai alternatif

yang ada(kirani 2020).

Penelitian dan pengukuran cara kerja pada dasarnya memusatkan

perhatian pada berbagai alternatif metode penyelesaian suatu pekerjaan

yang sudah dikenal selama ini. Dengan mengaplikasikan prinsip dan teknik

pengukuran untuk cara kerja dalam suatu sistem kerja, maka akan

diperoleh suatu alternatif metode pelaksanaan kerja yang dianggap

memberikan hasil yang paling efektif dan efisien.

Untuk mendapatkan hasil kerja yang baik, tentu diperlikan rancangan

sistem kerja yang baik pula. Oleh karena itu sistem kerja harus dirancang

sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan kerja yang diinginkan

dengan menggunakan studi gerakan dan prinsip ekonomi gerakan

disamping itu(Nurjanah 2019).


Ekonomi gerakan memperhatikan lingkungan kerja. Kondisi lingkungan

kerja yakni kondisi lingkungan fisik dari ruangan dan fasilitas-fasilitas

dimana manusia bekerja. Hal ini meliputi perancangan. Berdasarkan

praktek yang dilakukan dilaboratorium Analisis Perancangan Kerja, kita

dapat mengamati secara detail waktu yang dibutuhkan oleh seseorang

operator untuk menyelesaikan sebuah produk secara bertahap sehingga

dapat dilakukan perbaikan sistem kerja yang berdasarkan prinsip ekonomi

gerakan.

1.2 Tujuan Praktikum

1. Praktikan mampu menggunakan konsep-konsep perbaikan kerja untuk

memperbaiki suatu sistem kerja.

2. Mampu menganalisa dan memperbaiki cara kerja dengan menggunakan

study gerakan dan prinsip ekonomi gerakan.

3. Mampu merancang dan mengimplementasikan alat Bantu sederhana

yang dapat meminimalisir waktu produksi.

4. Mampu membuktikan manfaat perbaikan cara kerja dengan criteria

waktu proses.

5. Mampu menghitung waktu baku berdasarkan waktu garakan.

1.3 Alat – alat Yang Digunakan

1. Stop Watch

2. Work Sheet.

3. Diner lamp (pengukur cahaya lampu)

4. Speaker

5. Kotak lego

1.4 Pelaksanaan praktikum


A. Teknik Pelaksanaan Praktikum

1. Setiap kelompok menentukan:

a. satu orang sebagai operator

b. satu orang sebagai pengamat waktu

c. satu orang sebagai pencatat waktu

2. Setiap selesai satu siklus waktu kerja, pencatat langsung mencatat

pada lembar pengamatan yang dilakukan.

3. Amati dan selesai catat semua anggota tubuh yang terlibat.

B. Penelitian Cara Kerja Lego

a. Melakukan perakitan lego yang terdiri dari lima komponen,satu

siklus pekerjaan berakhir jika lego yang telah selesai dirakit

disimpan dikotak.

b. Beberapa alternatif yang harus dilakukan:

1. Melakukan perakitan lego yang terdiri dari 4 komponen

(1,2,3,dan 4) sesuai dengan gambar dengan empat pola siklus

kerja, dan satu siklus pekerjaan berakhir jika lego yang telah

selesai dirakit disimpan dikotak.

2. Dalam praktikum ini setiap kelompok melakukan 4 pola kerja

berdasarkan arahan asisten.


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Pengukuran Cara Kerja

Pengukuran cara kerja merupakan aktivitas yang meliputi penelitian

secara sistematis dan pemeriksaan yang seksama mengenai cara kerja

yang diusulkan dengan memperhatikan faktor-faktor yang

mempengaruhinya, dimana efektif, efesien dan dapat menekan biaya.

Pengukuran cara kerja adalah kegiatan mengamati pekerjaan dan

mencatat waktu kerja baik setiap elemen maupun siklus dengan

menggunakan alat-alat pengukuran yang disiapkan. Kegiatan pengukuran

waktu kerja ini berhubungan dengan usaha untuk menetapkan waktu baku

yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan(Nurjanah 2019).

Pengukuran waktu adalah waktu yang pantas untuk diberikan kepada

pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Tentu dari suatu kondisi

kerja yang ada dapat dicari waktu yang pantas tersebut, artinya akan

didapat juga waktu yang pantas untuk menyelesaikan pekerjaan dengan

kondisi seperti yang bersangkutan(Dwi jayanti 2020).

Waktu baku merupakan waktu yang diperlukan oleh seorang pekerja

yang memiliki tingkat kemampuan rata-rata umtuk menyelesaikan suatu

pekerjaan. Disini sudah meliputi kelonggaran pekerjaan yang harus

diselesaikan dalam pengukuran kerja ini bisa digunakan berbagai alat

untuk membuat rencana penjadwalan kerja yang dapat menyatakan berapa

lama suatu pekerjaan harus berlangsung dan berapa output yang

dihasilkan serta berapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam

menyelesaikan pekerjaan tersebut. Disisi lain dengan adanya waktu baku

yang sudah ditetapkan ini akan dapat pula ditentukan upah atau intensif
bonus yang akan dibayar sesuai performance yang ditunjukkan oleh

pekerja Secara umum, teknik pengukuran waktu kerja dikelompokkan

menjadi 2, yaitu :

1. Pengukuran Secara langsung

Pengukuran waktu secara langsung disebut demikian karena

pengukurannya dilakukan atau dilaksanakan secara langsung yaitu

ditempat dimana pekerjaan yang bersangkutan dikerjakan atau

dijalankan. Dua cara yang ada didalamnya adalah cara jam henti dan

sampling pekerjaan adalah sebagai berikut :

a. Pengukuran waktu dengan jam henti (Stopwatch time study)

Metode yang menggunakan jam henti (stop watch) dalam

melakukan pengukuran. Cara ini merupakan cara yang paling banyak

digunakan, cara ini diterapkan jika akan mengamati satu jenis

aktivitas dan pekerjaan yang berulang serta siklus pekerjaan tersebut

pendek. (Sutalaksana, 2019).

Langkah-langkah pengukuran waktu kerja dengan jam henti ini

adalah sebagai berikut:

1) Definisikan pekerjaan, maksud dan tujuan dari pengukuran ini

kepada pekerja

2) Lakukan pencatatan informasi yang berkaitan dengan

penyelesaian elemen kerja

3) Tetapkan jumlah siklus kerja yang harus diukur

4) Tetapkan rate of performans dari pekerja saat melaksanakan

aktivitas kerja

5) Tentukan waktu kerja normal berdasarkan penyesuaian waktu

pengamatan dengan performance kerja pekerja.


6) Tentukan waktu longgar )allowance time( bagi pekerja

7) Tentukan waktu kerja baku )standad time(

b. Pengukuran waktu kerja dengan metode sampling

Metode Sampling merupakan teknik pengukuran dengan

cara langsung, yaitu sama-sama dilakukan pengukuran secara

langsung ditempat pekerjaan tersebut berlangsung.

Perbedaan antara sampling pekerjaan dengan jam henti

adalah pada metode sampling pekerjaan, pengamat tidak

terus-menerus berada di lokasi pekerjaaan tersebut

berlangsung, dimana berdasarkan atas waktu yang telah

ditentukan secara acak. Teknik ini dilakukan ketika kita

melakukan pengamatan terhadap beberapa jenis aktivitas

sekaligus dan pekerjanya adalah pekerja tidak langsung.

Langkah-langkah pengukuran waktu kerja dengan metode

sampling kerja ﴾work sampling﴿ sebagai berikut :

1) Lakukan penentuan jumlah sample yang dibutuhkan

2) Lakukan uji keseragaman dan kecukupan data

3) Tentukan tingkat ketelitian yang dibutuhkan dalam pengamatan

4) Lakukan analisa hasil akhir yang berkaitan dengan presentase

delay

5) Gunakan peta kontrol untuk mengetahui kondisi-kondisi kerja yang

wajar.

2. Pengukuran Secara tidak langsung

Pengukuran secara tidak langsung melakukan perhitungan waktu

tanpa harus berada ditempat pekerjaan, yaitu membaca tabel-tabel

yang tersedia asalkan mengetahui jalannya pekerjaan melalui elemen-


elemen pekerjaan atau gerakan. Pengukuran waktu kerja secara tidak

lansung dilakukan dengan cara:

a. Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung dengan metode

standart data Metode ini biasanya digunakan untuk mengukur kerja

mesin atau satu operasi tertentu saja, dimana data yang diperoleh

sama sekali tidak bisa digunakan untuk jenis operasi lainnya. Oleh

karena itu, metode ini khusus diaplikasikan untuk elemen kegiatan

konstan seperti set-up, loading/unloading, handling machine, dan

sebagainya. Keuntungan dari metode ini yaitu akan mengurangi

aktivitas pengukuran kerja tertentu, mempercepat proses yang

diperlukan untuk penetapan waktu baku yang dibutuhkan untuk

penyelesaian pekerjaan. Perhitungan waktu baku dengan metode ini

tidak dilakukan dengan aktivitas time study secara langsung,

melainkan dengan cara perhitungan berdasarkan rumus-rumus yang

ada atas elemen pekerjaan tersebut.

b. Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung dengan metode

analisa regresi. Metode analisa regresi berguna untuk

menyederhanakan pengukuran waktu dengan metode standar data.

Hal ini dibutuhkan apabila elemen kerja yang diukur tidak berupa

variabel tertentu.

c. Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung dengan data waktu

Gerakan Pengukuran waktu kerja secara tidak lansung dengan data

waktu gerakan yaitu pengukuran waktu yang tidak langsung

berdasarkan elemen-elemen pekerjaannya, melainkan berdasarkan

elemen-elemen gerakannya. Elemen gerakan timbul dari gagasan

konsep Therbligs yang dikemukakan oleh Frank dan Lilian Gilberth.

Menetapkan waktu baku dengan pengukuran metode ini


menggunakan data waktu gerakan yang terdiri atas sekumpulan

data waktu dan prosedur sistematis yang dilakukan dengan

menganalisa dan membagi setiap operasi kerja yang dilakukan

secara manual kedalam gerakan-gerakan kerja, gerakan anggota

tubuh/gerakan-gerakan manual lainnya.

a. Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung dengan data waktu

gerakan ini dibagi atas beberapa metode, yaitu :

1) Analisa waktu gerakan (motion time analysis)

2) Waktu gerakan baku (motion time standard)

3) Waktu gerakan dimensi (dimention motion time)

4) Faktor-faktor kerja (work factors)

5) Pengukuran waktu gerakan (motion time measurement)

6) Pengukuran waktu gerakan dasar (basic motion time)

b. Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebelum pengukuran agar

di dapat hasil yang baik yaitu :

1) Tetapkan tujuan pengukuran

2) Lakukan penelitian pendahuluan

3) Lakukan pengamatan terhadap kondisi kerja

4) Pilih operator yang baik

5) Lakukan pelatihan operator

6) Uraikan pekerjaan atas elemen –elemen kerja

7) Persiapkan alat-alat pengukuran yang akan digunakan.

2.2 Uji Validitas

Waktu baku adalah waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja yang

memiliki tingkat kemampuan rata-rata untuk menyelesaikan suatu

pekerjaan. Waktu baku yang dimaksud disini sudah termasuk waktu


kelonggaran yang diperoleh dengan memperhatikan situasi dan kondisi

kerja yang diukur. Waktu baku berguna untuk :

1. Perencanaan kebutuhan tenaga kerja

2. Estimasi biaya untuk upah pekerja

3. Penjadwalan produksi dan penganggaran

4. Perencanaan sistem pemberianbonus dan insentif bagi pekerja

5. Indikasi output yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja

Pengukuran waktu baku dapat dilakukan setelah data yang terkumpul

cukup dan ditentukan tingkat keyakinan dan tingkat ketelitian yang

diinginkan. Apabila data yang terkunpul tidak memenuhi syarat uji

kecukupan data, maka perlu dilakukan pengumpulan data ulang agar dapat

dihitung waktu bakunya. Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk

memperolah waktu baku, antara lain

A. Uji Keseragaman Data

1) Data – data yang diperoleh dari observasi dikelompokkan dalam

subgroup kemudian dilakukan perhitungan rata – rata.

..............……….………..…….…………….........Rumus(2.1)

Atau :

2) Hitung standart deviasi dari distribusi harga rata-rata subgroup

.........…..……...……….…….……......................Rumus(2.2)

Atau:

….……............................………….............…….Rumus(2.3)
Dimana :
σ = Standar Deviasi
Xi = Data ke-i
X = Rata-Rata

N = Jumlah Data

3) Menentukan BKA dan BKB sebagai batas kontrol tingkat

penyimpangan data.

…..................................…...…………............….Rumus(

2.4)

Dimana :

BAK = Batas kontrol atas

BKB = Batas kontrol bawah

X = Nilai rata-rata

σ = Standar Deviasi

Ketentuan :

Jika Xmin > BKB dan Xmax < BKA maka data seragam

Jika Xmin < BKB dan Xmax > BKA maka data tidak

seragam

B. Uji Kecukupan Data

Untuk mengetahui apakan data yang digunakan sudah mencukupi

atau belum :

Rumus :

………………..…….…….…...………….....................….Rumus(2.5)

Dimana :

N’ = Jumlah data yang dibutuhkan

N = Jumlah pengamatan yang dilakukan

Xi = Data Pengukuran
i = 1,2,3……,n

s = Tingkat Ketelitian yang digunakan

k = Harga Indeks

Dari perhitungan nilai N’ maka dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut:

a. Jika N’ < N, maka data pengamatan cukup

b. Jika N’ > N, maka data pengamatan kurang dan perlu tambahan

data

Tingkat ketelitian (s) yang digunakan adalah tergantung dari tingkat

kepercayaan yang dipakai.

2.3 Tingkat Ketelitian dan Tingkat kepercayaan

Pengukuran dilakukan hanya dengan mengambil beberapa sampel dari

populasi yang ada berdasarkan uji kecukupan data. Hal ini menyebabkan

pengukur kehilangan sebagian kepastian akan rata-rata waktu sebenarnya

yang digunakan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Oleh karena itu,

diperlukan adanya tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang

mencerminkan tingkat ketidakpastian yang diinginkan(Brier, lia dwi jayanti

2020).

Penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu sebenarnya

ditentukan oleh tingkat ketelitian. Besarnya keyakinan pengukuran bahwa

hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian dan tingkat keyakinan

biasanya dinyatakan dalam persen. Didalam aktivitas pengukuran kerja

biasanya digunakan tingkat ketelitian 5% dan tingkat keyakinan 95%.

Artinya, dari 100% harga rata-rata waktu yang diukur untuk suatu elemen

kerja sebesar 95% adalah hasil yang ingin diperoleh atau data

menyimpang sebesar 5%.


2.4 Faktor Penyesuaian dan Kelonggaran

2.4.1 Faktor Penyesuaian

Setelah melakukan pengukuran, pengukur harus mengamati

kewajaran kerja yang ditujukan operator. Ketidakwajaran dapat saja

terjadi misalnya bekerja tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah-olah

diburu waktu, atau karena mengalami kesulitan-kesulitan seperti karena

kondisi ruangan yang buruk. Sebab- sebab seperti ini mempengaruhi

kecepatan kerja yang berakibat terlalu singkat atau terlalu panjangnya

waktu penyelesaian. Hal ini jelas tidak diinginkan karena waktu baku

yang dicari adalah waktu yang diperoleh dari kondisi dan cara kerja

yang baku yang diselesaikan secara wajar. Andaikata ketidakwajaran

ada maka pengukur harus mengetahui dan menilai seberapa jauh hal itu

terjadi. Penilaian perlu diadakan karena berdasarkan inilah penyesuaian

dilakukan(sainuddin 2020).

Biasanya penyesuaian dilakukan dengan mengalikan waktu

siklus rata-rata atau waktu elemen rata-rata dengan suatu harga

p yang disebut faktor penyesuaian. Bila pengukur berpendapat

bahwa operator bekerja diatas normal (terlalu cepat), maka harga p nya

akan lebih besar dari atu (p1); sebaliknya jika operator dipandang

bekerja dibawah normal maka harga p akan lebih kecil dari satu (p).

Seandainya pengukur berpendapat bahwa opeator bekerja dengan

wajar maka harga p nya sama dengan satu (p = 1).

Beberapa cara menetukan faktor penyesuaian :

1. Cara Persentase

Cara persentase merupakan cara yang paling awal digunakan

dalam melakukan penysuaian. Disini besarnya faktor penyesuaian

sepenuhnya ditentukan oleh pengukur melalui pengamatannya


selama melakukan pengukuran. Jadi sesuai dengan pengukuran dia

menentukan harga p yang menurut pendapatnya akan

menghasilkan waktu normal bila harga ini dikalikan dengan waktu

siklus. Terlihat bahwa penyesuaiannya diselesaikan dengan cara

yang sangat sederhana. Memang cara ini merupakan cara yang

paling mudah dan sederhana, namun segera pula terlihat adanya

kekurangan ketelitian sebagai akibat dari ”kasarnya” cara penilaian.

Dari kelemahan inilah kemudian dikembangkan cara-cara lain yang

dipandang sebagai cara yang lebih objektif. Cara-cara ini umumnya

memberikan ”patokan” yang dimaksudkan untuk mengarahkan

penilaian pengukur terhadap kerja operator.

2. Cara Shumard

Cara Shumard memberikan patokan-patokan penilaian melalui

kelas-kelas performance kerja dimana setiap kelas mempunyai nilai

sendiri-sendiri.

Disini pengukur diberi patokan untuk menilai performance kerja

operator menurut kelas-kelas. Seorang yang dipandang bekerja

normal diberi nilai 60, dengan nama performance kerja yang lain

dibandingkanuntuk menghitung faktor penyesuaian. Bila performance

seorang operator dinilai Excellent, maka dia mendapat nilai 80, dan

karena faktor penyesuainya adalah :

P = 80/60 = 1,33

Jika waktu siklus rata-rata sama dengan 276,4 detik, maka

waktu normalnya :

Wn = 276,4 * 1,33 = 367,6 detik

3. Cara Westinghouse
Berbeda dengan cara Shumard, cara Westinghouse mengarahkan

penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran

atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu Ketrampilan, Usaha,

Kondisi kerja, dan Konsistensi. Setiap faktor terbagi kedalam kelas-

kelas dengan nilainya masing-masing. Ketrampilan atau Skill

didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang

ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya

sampai ketingkat tertentu saja untuk keperluan penyesuaian

keterampilan dibagi menjadi

Enam kelas dengan ciri-ciri dari setiap kelas seperti yang

dikemukakan berikut ini:

Tabel 2.1 Westinghouse

Sumber: https://www.bing.com
a. Keterampilan

1. Super Skill :

1) Secara bawahan cocok sekali dengan bawahannya.

2) Bekerja dengan sempurna.


3) Tampak seperti telah terlatih dengan baik.

4) Gerakan-gerakannya sangat halus tetapi sangat cepat

sehingga sulit untuk diikuti.

5) Kadang-kadang terkesan tidak berbeda dengan gerakan-

gerakan mesin.

6) Perpidahan dari satu elemen pekerjaan ke elemen lainnya

tidak

terlampau terlihat karena lancar.

7) Tidak terkesan adanya gerakan-gerakan berpikir dan

merencana tentang apa yang dikerjakan (sudah sangat

otomatis).

8) Secara umum dapat dikatakan bahwa pekerja yang

bersangkutan adalah pekerja yang baik.

2. Excelent Skill :

1) Percaya diri sendiri.

2) Tampak cocok dengan pekerjaanya.

3) Terlihat telah terlatih dengan baik.

4) Bekerjanya teliti dengan tidak banyak melakukan

pengukuran pengukuran atau pemeriksaan-pemeriksaan.

5) Gerakan kerjanya beserta urutan-urutannya dikerjakan tanpa

kesalahan.

6) Menggunakan peralatan dengan baik.

7) Bekerjanya cepat tanpa mengorbankan mutu.

8) Bekerjanya cepat tetapi halus.

9) Bekerjanya berirama dan terkoordinasi.

3. Good Skill :

1) Kualitas hasil baik.


2) Bekerjanya tampak lebih baik daripada kebanyakan

pekerjaan pada umumnya.

3) Dapat memberi petunjuk-petunjuk pada pekerjaan lain yang

keterampilannya lebih rendah.

4) Tampak jelas sebagai pekerja yang cakap.

5) Tidak memerlukan banyak pengawasan.

6) Tidak keragu-raguan.

7) Bekerja stabil.

8) Gerakan-gerakannya terkoordinasi dengan baik.

9) Gerakan-gerkannya cepat.

4. Average Skill :

1) Tampak adanya kepercayaan pada diri sendiri.

2) Gerakannya cepat tetapi tidak lambat.

3) Terlihat adanya pekerjaan-pekerjaan yang perencanaan.

4) Tampak sebagai pekerja yang cakap.

5) Gerakan-gerakannya cukup menunjukkan tiadanya keragu-

raguan.

6) Mengkoordinasikan tangan dan pikiran dengan cukup baik.

7) Tampak cukup terlatih dan arena mengetahui seluk-beluk

pekerjaannya.

8) Bekerja cukup teliti.

9) Secara keseluruhan cukup memuaskan.

5. Fair Skill :

1) Tampak terlatih tapi belum cukup baik.

2) Mengenai peralatan dan lingkungan secukupnya.

3) Terlihat adanya perencanaan-perencanaan sebelum

melakukan gerakan.
4) Tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup.

5) Tampak sepert tidak cocok dengan pekerjaannya tetapi telah

ditempatkan dipekerjaan itu cukup lama.

6) Mengetahui apa yang dilakukan dan harus dilakukan tetapi

tampak tidak selalu yakin.

7) Sebagian waktu terbuang karena kesalahan-kesalahan

sendiri.

8) Jika tidak bekerja dengan sungguh-sungguh outputnya akan

sangat rendah.

9) Biasanya tidak ragu dalam menjalankan gerakan –

gerakannya

6. Poor Skill :

1) Tidak bias mengkoordinasikan tangan dan pikiran.

2) Gerakan-gerakannya kaku.

3) Kelihatan tidak yakin pada urutan-urutan gerakan.

4) Seperti yang tidak terlatih untuk pekerjaan yng

bersangkutan.

5) Tidak terlihat adanya kecocokan dengan pekerjaan.

6) Ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakan kerja.

7) Sering melakukan kesalahan-kesalahan.

8) Tidak adanya kepercayaan pada diri sendiri.

9) Tidak bias mengambil inisiatif sendiri.

b. Usaha

Usaha yang dimaksud disini adalah kesungguhan yang

ditunjukan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaanya.

berikut ini kelas kelas usaha beserta lambang dan nilai

penyesuaiannya
1. Excessive Effort :

1) Kecepatan sangat berlebihan.

2) Usaha sangat bersungguh-sungguh tetapi dapat

membahayakan kesehatannya.

3) Kecepatan yang ditimbulkannya tidak dapat dipertahankan

sepanjang hari kerja.

2. Exelent Effort :

1) Jelas terlihat kecepatan kerjanya yang tinggi.

2) Gerakan-gerakan lebih ekonomis daripada operator-operator

biasa.

3) Penuh perhatian pada pekerjaannya.

4) Banyak memberi saran-saran.

5) Menerima saran-saran dan petunjuk dengan senang.

6) Percaya pada kebaikan maksud pengukuran waktu.

7) Tidak dapat bertahan lebih dari beberapa hari.

8) Bangga atas kelebihannya.

9) Gerakan-gerakan yang salah terjadi sangat jarang sekali.

3. Good Effort :

1) Bekerja berirama.

2) Saat-saat menganggur sangat sedikit bahkan kadang-

kadang tidak ada.

3) Penuh perhatian pada pekerjaannya.

4) Senang pada pekerjaannya.

5) Kecepatan baik dan dapat dipertahankan sepanjang hari.

6) Percaya pada kebaikan maksud pengukuran waktu.

7) Menerima saran-saran dan petunjuk dengan senang hati.

8) Dapat memberi saran-saran untuk perbaikan kerja.


9) Tempat kerjanya diatur baik dan rapi.

4. Average Effort :

1) Tidak sebaik good, tetapi lebih baik dari poor.

2) Bekerja dengan stabil.

3) Menerima saran-saran tetapi tidak melaksanakannya.

4) Set up dilaksanakan dengan baik.

5) Melakuka kegiatan-kegiatan perencanaan.

5. Fair Effort :

1) Saran-saran perbaikan diterima dengan kesal.

2) Kadang-kadang perhatian tidak ditujukan pada

pekerjaannya.

3) Kurang sungguh-sungguh.

4) Tidak mengeluarkan tenaga dengan secukupnya.

5) Terjadi sedikit penyimpangan dari cara kerja baku.

6) Alat-alat yang dipaki tidak selalu yang terbaik.

7) Terlihat adanya kecenderungan kurang perhatian pada

pekerjaannya.

8) Terlampau hati-hati.

9) Sistematika kerjanya sedang-sedang saja.

6. Poor Effort :

1) Banyak membuang-buang waktu.

2) Tidak memperhatikan adanya minat bekerja.

3) Tidak mau menerima saran-saran.

4) Tampak malas dan lambat bekerja.

5) Melakuka gerakan-gerakan yang tidak perlu untuk

mengambil alat-alat dan bahan-bahan.


6) Tempat kerjanya tidak diatur rapi.

7) Tidak peduli pada cocok/ baik tidaknya peralatan yang

dipakai.

8) Mengubah-ubah tata letak tempat kerja yang telah diatur.

9) Set up kerjanya terlihat tidak baik.

c. Kondisi kerja

Maksud dari kondisi kerja disini adalah kondisi fisik

lingkungannya

seperti keadaan pencahayaan, suhu, dan kebisingan ruangan.

kondisi kerja merupakan sesuatu yang berda diluar operator dan

dtiterima apa adanya tanpa banyak kemampuan untuk

mengubahnya.

Yang dimksud dengan kondisi kerja pada cara Westinghouse

adalah kondisi fisik lingkungannya Seperti keadaan pencahayaan,

temperature, kebisingan ruangan. Kondisi kerja dibagi 6 (enam)

kelas yaitu ideal, exellent, good, average, fair, dan poor. Kondisi

yang ideal tidak selalu sama bagi setiap pekerjaan karena

berdasarkan karateristik masing-masig pekerja membutuhkan

kondisi idealsendiri-sendiri. Sesuatu yang dianggap good untuk

suatu pekerjaan dapat saja dirasakan sebagai fair atau

bahkan poor bagi pekerjaan yang lain. Pada dasarnya

komdisi ideal adalah kondisi yang cocok bagi pekerjaan

bersangkutan, yaitu yang memungkinkan performance maksimal

dari pekerja. Sebaiknya kondisi poor adalah kondisi lingkungan

yang tidak membantu jalannya pekerjaan bahkan sangat

menghambat pencapaian performance yang baik.

d. Konsistensi
Faktor yang menjadi perhatian disini adalah pada saat kita

melakukan pengukuran waktu angka angka yang dicatat tidak

pernah sama semua. waktu yang ditunjukan selalu berubah ubah.

tapi selama dari satu siklus ke siklus lainnya tidak memiliki

perbedaan yang jauh maka tidak apa apa. tapi jika varibilitasnya

tinggi maka ini yang harus menjadi perhatian lebih.

Konsistensi perlu diperhatikan karena kenyataan bahwa pada

setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak

semuanya sama, waktu penyelesaian yang ditunjukkan pekerja

selalu berubah-ubah dari satu siklus kesiklus lainnya, dari jam ke

jam, bahkan dari hari ke hari. Sebagaimana halnya dengan faktor-

faktor lain, Konsisternsi juga dibagi 6 (enam) kelas yaitu : perfect,

exellent, good, average, fair, dan poor.

4. Cara Bedaux dan Sintesa

Dua cara lain yang dikembangkan untuk lebih

mengobjektifkan

penyesuaian adalah cara Bedaux dan cara Sintesa. Pada dasarnya

cara Bedaux tidak banyak berbeda dengan cara Shumard, hanya

saja nilai-nilai pada cara Bedaux dinyatakan dalam ”B” Sedangkan

cara Sintesa agar berbeda dengan cara-cara lain, dimana dalam cara

ini waktu penyelesaian setiap elemen gerakan dibandingkan

dengan harga-harga yang diperoleh dari table-tabel data waktu

gerakan untuk dihitung harga rata-ratanya.harga rata-rata yang dinilai

sebagai penyesuaian bagi satu siklus yang bersangkutan.

2.4.2 Faktor Kelonggaran

Selain data yang seragam, jumlah pengukuran yang cukup dan

penysuaian satu hal lain yang kerapkali terlupakan adalah menembah


kelonggaran atas waktu normal yang telah didapatkan. Kelonggaran

diberikan untuk tiga hal yaitu :

1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi

Yang termasuk kedalam kebutuhan pribadi disini adalah hal-hal

seperti minum sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, kekamar

kecil, bercakap-cakap dengan teman sekerja sekedar untuk

menghilangkan ketegangan ataupun kejemuan dalam kerja.

Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk kebutuhan pribadi

seperti itu, berbeda-beda dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya

karena setiap pekerjaan mempunyai karakteristik sendiri-sendiri

dengan ”tuntutan” yang berbeda-beda.

Berdasarkan penelitian, ternyata besarnya kelonggaran ini bagi

pekerja pria berbeda dengan pekerja wanita; misalnya untuk

pekerjaan-pekerjaan ringan pada kondisi-kondisi normal pria

memerlukan 2 - 2.5 dan wanita 5% (persentase ini adalah dari waktu

normal).

a. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa Fatique

Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil

produksi baik jumlah maupun kwalitas. Jika rasa fatique telah

datang dan pekerja harus bekerja untuk menghasilkan

performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja

lebih besar dari normal dan ini akan menambah rasa fatique. Bila

ini berlangsung terus pada akhirnya akan terjadi fatique total

yaitu jika anggota badan yang bersangkutan sudah tidak dapat

melakukan gerakan kerja sama sekali walaupun sangat

dikehendaki. Hal demikian jarang terjadi karena berdasarkan

pengalamannya pekerja dapat mengatur kecepatan kerjanya


sedemikian rupa, sehingga lambatnya gerakan-gerakan kerja

ditujukan untuk menghilangkan rasa fatique ini.

2. Kelonggaran untuk hambatan-hambatan tak terhindarkan

Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan lepas dari

berbagai hambata. Ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti

mengobrol yang berlebihan dan menganggur dengan sengaja. Ada

pula hambatan yang tidak dapat dihindarkan karena berada diluar

kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya. Beberapa contoh yang

termasuk kedalam hambatan tak terhindarkan, yaitu :

a. Menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas

b. Melakukan penyesuaian

c. Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti mengganti

alat potong yang patah, memasang kembali ban yang lepas dan

sebagainya

d. Mengasah alat potong

e. Mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang

2.5 Perhitungan Waktu Baku

Setelah dilakukan pengukuran data yang digunakan untuk

memperoleh waktu baku, maka langkah selanjutnya adalah menghitung

waktu baku dari data yang terkumpul tersebut. Waktu baku diperoleh dari

perhitungan berikut.

1. Perhitungan Waktu Siklus

Waktu siklus adalah waktu penyelesaian satuan-satuan produk

sejak bahan baku mulai diproses ditempat kerja yang bersangkutan

Rumus yang digunakan adalah:


……………………………………...............................Rumus( 2.6
)

Dimana :

Ws = Waktu Siklus

n = Jumlah pengukuran

Xi = Nilai aktual teramati

2. Perhitungan Waktu Normal

Waktu normal adalah waktu penyelesaian suatu produk yang

dilakukan oleh seorang operator dengan mempertimbangkan factor

kecepatan kerja operator tersebut, apakah bekerja terlalu cepat, normal

atau lambat

…...…...………............................……........Rumus(2.7)

Dimana:

P = faktor penyesuaian.

Adapun pembagian faktor penyesuaian, yaitu :

a. p = 1 / p = 100% berarti bekerja normal.

b. p > 1 / p > 100% berarti bekerja cepat.

c. p < 1 / p < 100% berarti bekerja lambat.

3. Perhitungan Waktu Baku

Waktu baku adalah waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh

seorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang

dijalankan dalam sistem kerja terbaik.Waktu baku diperoleh dari

perhitungan waktu normal dengan tingkat kelonggaran/allowance yang

diberikan.

………………………........................……….....Rumus( 2.8)

Dimana:
L = kelonggaran atau allowance yang diberikan kepada pekerja untuk

menyelesaikan pekerjaannya disamping waktu normal. Kelonggaran

dinyatakan dalam persen dari waktu normal.

2.6 Analisis Regresi Linear

Pada pasangan variabel (xi,yi), apabila yi merupakan variabel yang

diamati (diukur setelah xi ditentukn) maka analisis penentuan y sebagai

fungsi x disebutanalisis regresi. Apabila peubah dari acak rataan y yang

berkaitan linear dengan suatu nilai tetap x, maka persamaan linear

populasi dinyatakan sebagai :

μ y|x =α+βx α dan β


koefisien regresi linear merupakan dua parameter

yang ditaksir dari data sampel. Bila taksiran untk kedua parameter tersebut

μ y|x
masing – masing dinyatakan dengan a dan b, maka dapat ditaksir

dengan y dari bentuk garis regresi berdasarkan sampel atau garis

kecocokan regresi. Hubungan antara variabel bebas x dan variabel tidak

bebas y yang dicocokkan pada data percobaan ditandai dengan

persamaan prediksi yang disebut ersamaan regresi.

…………....…..............................……………..……...Rumus(2.9)

Besarnya konstanta a dan b dapat dicari dari persamaan-persamaan

dibawah ini :

………….............................…...............…Rumus(2.10)

Dimana :

b = Koefisien regresi

N =Jumlah data

X = Variabel faktor penyebab (independent)


Y = Variabel respon (dependent)

X2 = Variabel faXktor penyebab (independent) pangkat 2

Y2 = Variabel respon (dependent) pangkat 2

XY= Variabel independent dikali dengan Variabel dependent

…………………………………..……........…............Rumus(2.11)

Dimana :

a = Konstanta

N =Jumlah data

X = Variabel faktor penyebab (independent)

Y = Variabel respon (dependent)

X2 = Variabel faktor penyebab (independent) pangkat 2

Y2 = Variabel respon (dependent) pangkat 2

XY=Variabel independent dikali dengan Variabel dependent

pangkat 2

σ2
Sedangkan untuk menaksir parameter yang menggambarkan variasi

acak atau variasi galat percobaan diekitar garis regresi dapat dicari

sebagai berikut :

………………………….............………….………………….....Rumus(2.12)

Dimana :

JKG = jumlah kuadrat galat

Jxx = total jumlah kuadrat x terkoreksi

Jyy = total jumlah kuadrat y terkoreksi

Jxy = jumlah kuadrat regresi = JKR


2
S2 = taksiran takbias untuk σ dari data sampel

2.7 Uji Hipotesis

2.7.1 Uji Serentak/simultan (Uji F)

Uji F pada dasarnya dimaksudkan untuk membuktikan secara

statistik bahwa keseluruhanvariabel independen berpengaruh secara

bersama – sama keseluruhan terhadap variabel dependen.

Langkah pengujiannya adalah sebagai berikut :

1. Menentukan formulasi H0 dan HA

a) H0 : bi = 0 artinya tidak ada pengaruh dari variabelin dependen

secara bersama-sama terhadap variabel dependen.

b) HA : bi ≠ 0 artinya ada pengaruh dari veriabel independen secara

bersama – sama terhadap variabel dependen.

2. Tes Statistik

a) Jika F-hitung > F-tabel, maka H0 ditolak dan HA diterima, berarti

ada pengaruh yang signifikan antara variabel independen (x)

secara bersama – sama terhadap variabel dependen (y)

b) Jika F-hitung < F-tabel, maka H0 ditolah dan HA diterima, berarti

tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel independen

(x) secara bersama – sama terhadap variabel dependen (y)

2.7.2 Uji Signifikasi Individu (Uji t)

Uji t digunakan untuk menguji kemaknaan atau keberartian

koefisien

regresi partial. pengujian melalui uji t yaitu dengan membandingkan

thitung dengan ttabel pada taraf nyata α = 0,05. Uji t berpengaruh positif

dan signifikan apabila hasil perhitungan thitung lebih besr dari ttabel atau

probabilitas kesalahan lebih kecil dari 5% (P < 0.05). selanjutnya akan


dicari nilai koefisien determinasi partial (r2) untuk mengetahui pengaruh

variabel bebas (x) secara partial terhadap variabel tidak bebas (y)

Langkah pengujiannya adalah sebagai berikut :

1. Menentukan Formulasi H0 dan HA

a) H0 : bi < 0 artinya H0 tidak ada pengaruh yang positif dan

signifikan antara variabel bebas dan variabel terikat

b) HA : bi > 0 artinya HA ada pengaruh yang positif dan signifikan

antara variabel bebas dan variabel terikat.

2. Tes Statistik

a) Jika T-hitung > T-tabel, maka H0 ditolak dan HA diterima, berarti

ada pengaruh yang signifikan antara masing – masing variabel

independen dan variabel depenen.

b) Jika T-hitung < T-tabel, maka H0 ditolak dan HA diterima, berarti

tidak ada pengaruh yang signifikan antara masing – masing

variabel independen dan variabel depenen


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Landasan Praktikum

Dalam melakukan praktikum perlu adanya landasan serta tujuan yang

menjadi dasar bagi praktikan untuk melakukan percobaan. Selain itu alat

dan bahan juga penting untuk diketahui. Tidak mungkin untuk melakukan

percobaan tanpa mengetahui alat dan bahan, karena data yang ingin di

kumpulkan harus menggunakan alat dan bahannya juga ada. Selanjutnya

langkah-langkah kerja dalam melakukan percobaan juga harus

dilaksanakan sesuai prosedur agar lancarnya suatu kegiatan praktikum.

3.2 Materi Pengolahan Data

Untuk mendukung proses praktikum maka perlu adanya materi – materi

penunjang. Materi ini berguna sebagai informasi dalam melakukan

pengolahan data.

3.3 Pengumpulan Data

Dalam percobaan dilakukan pengambilan data terhadap sebuah obyek

(lego dan Pasak) yang kemudian diambil datanya lalu mencatatnya pada

lembar pengmatan. Data yang diambil sebanyak sebanyak 40 kali.

3.4 Pengolahan Data

Setelah mengumpulkan data, data tersebut kemudian di olah sesuai

prosedur pengolahan data yang telah dipelajari di bab II. Berikut langkah –

langkah penyajiannya :

Lego

a. Menghitung waktu rata-rata dan standar deviasi (uji keseragaman

data)

b. Membuat grafik out of control dan uji kecukupan data


c. Setelah itu melakukan uji kombinasi dan regresi linear

3.5 Analisa Hasil Olahan Data

Setelah melakukan pengumpulan dan pengolahan data maka data akan

dilakukan analisis dengan membandingkan nilai-nilai hasil praktikum

dengan teori yang ada.

3.6 Kesimpulan

Data yang telah dianalisa dan dibahas, kemudian disimpulkan dengan

berdasar pada tujuan percobaan.


3.7 Flowchart mulai

mulai

Latar Belakang

Tujuan Praktikum

Batasan Praktikum

Alat – alat yang digunakan :


1. Diner lamp
2. Stop Watch
3. Lego
4. Speaker
5. Work sheet

Pengumpulan data

Pengolahan Data
Σ Xi
X=
N

Tes kecukupan data

Data Tidak
Data cukup Cukup

Tes kecukupan data

Data Seragam Data tidak seragam

A
3.7.1 Flowchart Regresi linier

Regresi Linier

Uji t
H0 = β = 0
H1 = β ≠ 0

Perhitungan Waktu:

1. Waktu Siklus

2. Waktu Normal

3. Waktu Baku

Uji f
H0 = β = 0
H1 = β ≠ 0

Analisa dan Pembahasan

1.Kesimpulan
2.Saran

Penutup

Gambar 3.1 FlowChart

Anda mungkin juga menyukai