Anda di halaman 1dari 44

KOMPETENSI GURU SMK DALAM PEMBELAJARAN ABAD 21 DI

KELAS DAN LAPANGAN


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kompetensi Pembelajaran
Dosen Pengampu : Dr. Riyadi, S.T.

Nama Kelompok :
Muhammad Haris 5315161641
Indra Rizky Ramadhan 5315161639

PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
JAKARTA
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas segala
rahmat dan karunia-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Kompetensi Guru Dalam Pembelajaran Abad 21 Di Kelas Dan Lapangan
”, guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas mata kuliah
Kompetensi Pembelajaran.
Selama penyusunan makalah mulai dari awal hingga akhir selesainya
makalah ini penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan, serta bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Riyadi S.T., M.T., selaku Dosen Mata
Kuliah Kompetensi Pembelajaran.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak dalam rangka penyempurnaan makalah ini. Akhir kata penulis berharap
makalah ini dapat bermanfaat terutama untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Jakarta, 5 Juli 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 5

2.1 Pembelajaran Abad 21 ............................................................................... 5

2.2 Tantangan Guru Abad 21 ........................................................................... 5

2.3 Kompetensi Guru Abad 21 ...................................................................... 10

2.3 Orientasi Guru Abad 21 ........................................................................... 10

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 17

3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 17

3.2 Saran ........................................................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 31

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bangsa Indonesia memiliki sumber daya alam (natural resources)yang
serba melimpah. Dengan kekayaan laut yang berlebih, kekayaan bumi yang
melimpah, kekayaan hutan yang membanggakan dan kekayaan alam lainnya yang
serba memadai merupakan bukti dimilikinya keunggulan komparatif secara
optimal. Di sisi lain, ternyata dimilikinya keunggulan komparatif yang optimal itu
tidak diimbangi dengan keunggulan kompetitif yang handal hingga perjalanan
bangsa Indonesia untuk mencapai kemajuan pada berbagai bidang kehidupan
banyak mengalami kendala. Itulah sebabnya, bangsa Indonesia ditantang dapat
meningkatkan daya saing dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya
manusia (human resources)yang dimilikinya.
Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, maka metode yang
paling efektif serta pilihan yang paling tepat ialah meningkatkan mutu pendidikan
nasional. Dalam hal ini guru menjadi tumpuan untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional. Hanya dengan guru yang profesional maka pelaksanaan
pendidikan nasional dapat ditingkatkan mutunya, dan hanya dengan pelaksanaan
pendidikan nasional yang bermutu maka kualitas manusia dapat ditingkatkan.
Dengan manusia yang berkualitas inilah bangsa Indonesia akan mempunyai daya
saing yang memadai di abad 21.
Pada abad 21 nanti tantangan guru tidak ringan, akan tetapi semakin berat.
Di sisi lain tugas guru tidak sederhana tetapi semakin kompleks. Untuk menghadapi
tantangan yang semakin berat dan tugas yang semakin kompleks itulah maka
profesionalisme guru harus dapat ditingkatkan dari yang sudah ada selama ini.
Secara umum, selama ini kesejahteraan guru di Indonesia yang relatif
rendah kalau dibanding dengan kesejahteraan kaum profesional lain diperkirakan
telah menjadi kendala paling mendasar dalam upaya riil peningkatan
profesionalisme guru. Relatif rendahnya kesejahteraan guru diperkirakan telah
berpengaruh pada aktivitas guru baik di dalam kelas, di lingkungan sekolah maupun

1
di lingkungan masyarakat. Relatif rendahnya kesejahteraan guru telah menjadikan
aktivitasnya kurang optimal dan produktif.
Peranan guru sangat penting dan merupakan salah satu kunci utama
keberhasilan pembangunan pendidikan. Sejalan dengan era globalisasi, ilmu
pengetahuan dan teknologi yang berkembang sangat cepat dan makin canggih,
dengan peran yang makin luas maka diperlukan guru yang mempunyai karakter.
Berawal dari proses pendidikan guru, yang nantinya akan menghasilkan tenaga
guru yang profesional dan berkarakter.
Pada abad 21 nanti, ketika profesionalisme guru menjadi prasyarat utama
dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional maka hal-hal yang berkait
dengan upaya peningkatan kualitas guru harus sudah bisa diklarifikasi. Dengan kata
lain pada abad 21 sistem kesejahteraan guru di Indonesia haruslah dapat ditangani
secara lebih baik sehingga benar-benar sebanding dengan beratnya tantangan serta
kompleksnya tugas, begitu pula sistem pengadaan, pengelolaan, dan pengembangan
karir guru harus ditangani secara baik pula sehingga dapat memotivasi guru untuk
berperilaku secara profesional demi mewujudkan para guru abad 21 .
Jadi, yang melatarbelakangi penyusunan makalah ini adalahharapan adanya
pemahaman yang benar terhadap profesionalisme guru sehingga dapat diketahui
dengan pasti tantangan yang akan dihadapi guru di abad ke 21.

1.2 Rumusan Masalah


Dari uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
 Bagaimana keberadaan guru di abad ilmu pengetahuan ini ?
 Bagaimana tantangan guru abad 21 ?
 Bagaimana karakteristik dan ciri-ciri guru abad 21 ?
 Apa sajakah kecakapan utama yang harus dimiliki guru abad 21 ?
 Apa sajakah ketrampilan yang harus dimiliki guru abad 21 ?
 Bagaimana peranan guru abad 21 ?

1.3 Tujuan
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk :
 Mengetahui tantangan guru abad 21

2
 Mengetahui karakteristik dan ciri-ciri guru abad 21
 Mengetahui kecakapan utama yang harus dimiliki guru abad 21
 Mengetahui ketrampilan yang harus dimiliki guru abad 21
 Mengetahui peranan guru abad 21
 Memenuhi tugas mata kuliah Profesi Kependidikan

1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang bisa diambil dari makalah ini, antara lain :
 Dapat memahami tantangan guru abad 21
 Dapat memahami karakteristik guru dan ciri-ciri abad 21
 Dapat memahami kecakapan utama yang harus dimiliki guru abad 21
 Dapat memahami ketrampilan yang harus dimiliki guru abad 21
 Dapat memahami peranan guru abad 21

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pembelajaran Abad 21


Dalam pandangan paradigma positivistik masyarakat berkembang secara
linier seiring dengan perkembangan peradaban manusia itu sendiri yang ditopang
oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Secara berturut-turut
masyarakat berkembang dari masyarakat primitif, masyarakat agraris, masyarakat
industri, dan kemudian pada perkembangan lanjut menjadi masyarakat informasi.
Situasi abad 21 sering kali diidentikan dengan masyarakat informasi tersebut, yang
ditandai oleh munculnya fenomena masyarakat digital. Meneruskan perkembangan
masyarakat industri generasi pertama, sekarang ini, abad 21 dan masa mendatang,
muncul apa yang disebut sebagai revolusi industri 4.0.
Istilah industri 4.0 pertama kali diperkenalkan pada Hannover Fair 2011
yang ditandai revolusi digital. Revolusi industri gelombang keempat, yang juga
disebut industri 4.0, kini telah tiba. Industry 4.0 adalah tren terbaru teknologi yang
sedemikian rupa canggihnya, yang berpengaruh besar terhadap proses produksi pada
sektor manufaktur. Teknologi canggih tersebut termasuk kecerdasan buatan
(artificial intelligent), perdagangan elektronik, data raksasa, teknologi finansial,
ekonomi berbagi, hingga penggunaan robot. Bob Gordon dari Universitas
Northwestern, seperti dikutip Paul Krugman (2013), mencatat, sebelumnya telah
terjadi tiga revolusi industri. Pertama, ditemukannya mesin uap dan kereta api
(1750-1830). Kedua, penemuan listrik, alat komunikasi, kimia, dan minyak (1870-
1900). Ketiga, penemuan komputer, internet, dan telepon genggam (1960-sampai
sekarang). Versi lain menyatakan, revolusi ketiga dimulai pada 1969 melalui
kemunculan teknologi informasi dan komunikasi, serta mesin otomasi (dikutip dari
Tony Prasentiantono, Kompas 10 April 2018, hal. 1).
Indonesia yang merupakan bagian dari masyarakat global, juga berkembang
sebagaimana alur linieristik tersebut, setidaknya dari sudut pandang pemerintah
sejak era Orde Baru. Akan tetapi pada kenyataannya kondisi masyarakat Indonesia
tidak sama dengan perkembangan pada masyarakat Barat yang pernah mengalami
era pencerahan dan masyarakat industri. Perkembangan masyarakat Indonesia

4
faktanya tidak secara linier, tetapi lebih berlangsung secara pararel. Artinya, ada
masyarakat yang hingga fase perkembangannya sekarang masih menunjukkan
masyarakat primitif, ada yang masih agraris, ada yang sudah menunjukkan karakter
sebagai masyarakat industrial, dan bahkan ada yang memang sudah masuk dalam
era digital. Semuanya kategori karakter masyarakat tersebut faktanya berkembang
tidak secara linier, tetapi berlangsung secara pararel.
Oleh karena itu, meskipun era digital sudah begitu marak yang ditandai oleh
makin luasnya jangkauan internet; namun demikian ada juga masyarakat yang masih
belum terjangkau internet, dan bahkan masih berupa wilayah blank spot. Kondisi
seperti itu juga berimplikasi terhadap perkembangan pelayanan pendidikan,
sehingga juga berkonsekuensi terhadap karaktiristik guru dan siswanya, meskipun
sudah berada dalam abad 21. Sekolah, guru, dan siswa di daerah perkotaan memang
sudah terkoneksi jaringan internet, tetapi untuk daerah pedesaan masih ada juga yang
belum terambah oleh fasilitas internet, dan bahkan ada pula wilayah yang
samasekali belum terjangkau infrastruktur telekomunikasi. Akan tetapi pada abad
21 sekarang ini masyarakat Indonesia memang sudah menjadi bagian tidak
terpisahkan dengan era digital. Karena itu apa pun harus menyesuaikan dengan
kehadiran era baru berbasis digital, sehingga bagaimana menjadi bagian dari era
digital sekarang ini dengan memanfaatkan teknologi digital dan berjejaring ini
secara produktif.
Menurut Manuel Castell kemunculan masyarakat informasional itu ditandai
dengan lima karateristik dasar: Pertama, ada teknologi-teknologi yang bertindak
berdasarkan informasi. Kedua, karena informasi adalah bagian dari seluruh kegiatan
manusia, teknologi-teknologi itu mempunyai efek yang meresap. Ketiga, semua
sistem yang menggunakan teknologi informasi didefinisikan oleh ‘logika jaringan’
yang memungkinkan mereka memengaruhi suatu varietas luas proses-proses dan
organisasi-organisasi. Keempat, teknologi-teknologi baru sangat fleksibel,
memungkinkan mereka beradaptasi dan berubah secara terus-menerus. Akhirnya,
teknologi-teknologi spesifik yang diasosiasikan dengan informasi sedang bergabung
menjadi suatu sistem yang sangat terintegrasi (dalam Ritzer, 2012: 969).
Menurut Castell sebenarnya sudah sejak dekade 1980-an muncul apa yang ia
sebut sebagai ekonomi informasional global baru yang semakin menguntungkan. “Ia

5
informasional karena produktivitas dan daya saing unit-unit atau agen-agen di dalam
ekonomi ini (entah itu firma-firma, region-region, atau wilayah-wilayah) yang
tergantung secara fundamental pada kapsitas mereka untuk menghasilkan,
memproses, dan menerapkan secara efisien informasi berbasis pengetahuan (Castell,
1996: 66). Ia global karena ia mempunyai “kapasitas untuk bekerja sebagai suatu
unit di dalam waktu nyata pada suatu skala planeter” (Castell, 1996: 92). Hal itu
dimungkinkan untuk pertama kalinya oleh kehadiran teknologi informasi dan
komunikasi yang baru.
Meneruskan konsep ruang mengalir itu, kemudian Scott Lash menganalisis
kemunculan masyarakat informasional itu secara lebih mendalam, detail, dan
canggih. Sama seperti Castells, Lash setuju dengan kemunculan dunia baru, yaitu
masyarakat informasional yang meskipun merupakan kelanjutan dari kapitalisme
lama, tetapi memiliki berbagai karakter yang berbeda. Dengan pendekatan kritis,
Lash menganalisis kapitalisme informasional dengan berusaha memperluasnya
terkait dengan filsafat, teori sosiologi, teori kebudayaan, baik klasik maupun
kontemporer.
Dalam bukunya Critique of Information (2002), Lash memului dengan
sejumlah pertanyaan mendasar, bagaimana ilmu sosial kritis, teori kritik atau kritik
dapat dimungkinkan dalam masyarakat informasi? Apa yang terjadi dalam suatu era
ketika kekuasaan tidak lagi sebuah ideologi sebagaimana era abad sembilanbelas,
tetapi sekarang kekuasaan adalah sebuah informasional dalam arti luas? Ketika era
sebelumnya ideologi diperluas oleh ruang dan waktu, mengklaim universalitas, dan
berbentuk ‘metanaratif’, merupakan sistem kepercayaan, dan menyediakan waktu
untuk refleksi; tetapi sekarang era informasional, ketika informasi itu berada dalam
kemampatan ruang dan waktu, tidak mengklaim universal, dan sekadar titik, sinyal,
dan bahkan sekadar peristiwa dalam waktu. Berlangsung sangat cepat, sekilas, hidup
dalam era informasi hampir tidak ada waktu untuk refleksi. Jadi ketika ilmu sosial
kritik hidup dan berkembang dalam era ideologi kritik, apa yang terjadi ketika ilmu
sosial kritik hidup dalam era informasinal kritik? Dapatkah pemikiran kritis
beroperasi dalam era informasi?
Meskipun Lash adakalanya merujuk pada Castells, tetapi dalam
mendefinisikan informasi sedikit berbeda. Ia mengaku: “saya akan memahami

6
masyarakat informasi berbeda dengan apa yang dirumuskan oleh Bell (1973),
Touraine (1974), dan Castells (1996) yang fokus pada kualitas karakter utama
informasi itu sendiri. Tetapi Menurut Lash informasi harus dipahami secara tajam
dalam kontradiksinya dengan yang lain, kategori sosiokultural awal, yaitu sebagai
monumen naratif dan wacana (discourse) atau institusi. Karakter utama informasi
adalah aliran, tak melekat, kemampatan spasial, kemampatan temporal, hubungan-
hubungan real-time. Informasi tidaklah secara eksklusif, tetapi sebagian besar,
dalam kaitan ini bahwa kita hidup dalam era informasi. Sebagian orang menyebut
kita hidup dalam jaman modern lanjut (Giddens, 1990), sementara yang lain
menyebutnya sebagai jaman postmodern (Harvey, 1989), tetapi konsep tersebut
menurut Lash juga tidak berbentuk. Informasi tidak.
Lash memahami masyarakat informasi berbeda dengan apa yang sering
dirumuskan oleh kalangan sosiolog. Masyarakat informasi sering dipahami dalam
istilah produksi pengetahuan-intensif dan postindustrial di mana barang dan layanan
diproduksi. Kunci untuk memahami ini adalah apa yang diproduksi dalam produksi
informasi bukanlah barang-barang dan layanan kekayaan informasi, tetapi lebih
kurang adalah potongan informasi di luar kontrol. Produksi informasi meliputi
terutama adalah pentinggnya kemampatan. Sebagaimana diktum McLuhan medium
adalah pesan dalam pengertian bahwa media adalah peradigma medium era
informasi. Hanya saja jika dahulu medium dominan adalah naratif, lirik puisi,
wacana, dan lukisan. Tetapi sekarang pesan itu adalah pesan atau ‘komunikasi.’
media sekarang lebih seperti potongan-potongan. Media telah dimampatkan.
Lash mengingatkan bahwa infomasi itu sendiri bersifat statis, komunikasiah
yang membuat informasi menjadi dinamik, kuat, dan sumber energi. Mirip dengan
Habermas, Lash yakin bahwa komunikasi itulah yang sekarang telah menjadi basis
kehidupan sosial kontemporer, karena itu ia menjadikan komunikasi sebagai unit
dasar analisisnya, dan bukan informasi. Lash kemudian melangkah lebih jauh
dengan mengembangkan konsep di seputar isu perkembangan ICT. Ketika ICT itu
sendiri sering diposisikan sebagai entitas tersendiri yang berbeda dengan karakter-
karakter masyarakat sebelumnya dengan titik berat pada produksi industrial, maka
Lash menjelaskan bahwa dalam kategori era ICT itu sendiri telah berkembang
dengan karakter yang berbeda. Oleh karena itu ia mengatakan bahwa telah terjadi

7
dua generasi dalam perkembangan ICT.
Generasi pertama perkembangan ICT secara fundamental adalah
informasional, dengan sektor kuncinya adalah semikonduktor, sofware (sistem
operasi dan aplikasi), dan komputer. Akan tetapi generasi kedua, ekonomi baru
adalah komunikasional, karena itu sentralitasnya adalah internet dan sektor jaringan.
Itulah sebabnya menurut Lash, Cisco Systems, yang membuat sarana jalan, sebagai
‘pipa’ komunikasi internet, yang menjadi kapitalisme pasar lebih tinggi daripada
‘informational’ Microsoft. Inilah yang dikenal sebagai pasangnya media baru (new
media). Dalam pada itu konten dan komunikasi adalah sepenting kode, bukan
berbasis pada sektor kode informasi. Jika ICT generasi pertama sangat erat
berurusan dengan Lembah Silokan California, maka ICT generasi kedua bukan
perkara segar, bersih, dan semi desa Lembah Silokan, tetapi berurusan dengan kotor,
urban ‘silicon allys’. Silicon allys telah menjadi multimedia baru seperti CD-ROMs,
permainan komputer (Allen, Scott, 2000). Mereka adalah multimedia konvergensi
teknologi informasi dengan media.
Sikap Lash terhadap topik diskusi tersebut tetap menegaskan bahwa unit
dasar analisisnya adalah kmunikasi. Komunikasi adalah pertanyaan soal kultur jarak
jauh. Dalam masyarakat industri dulu hubungan-hubungan sosial diletakan pada
suatu tempat dengan prinsip kedekatan, dan hubungan sosial pada saat yang sama
sekaligus adalah ikatan sosial. Akan tetapi sekarang, dalam era informasional,
hubungan sosial dipindahkan oleh komunikasi. Komunikasi adalah intens, dalam
durasi pendek. Komunikasi memecah naratif menjadi pesan pendek/ringkas. Jika
hubungan sosial lama menempatkan tempat dengan prinsip kedekatan, ikatan
komunikasional adalah meletakan tempat pada jarak jauh. Jadi, komunikasi adalah
tentang kebudayaan, bukan kedekatan, yaitu kebudayaan jarak jauh. Culture at-a-
distance meliputi baik komunikasi yang datang dari jauh maupun orang datang dari
jauh agar bertemu secara tatap muka (Boden and Molotch, 1994). Intensitas,
keringkasan, dan ketidakhadiran kontinyuitas naratif adalah prinsip tata kelolanya
(Simmel, 1971; Sennett, 1998).
Suatu komunikasi dan aliran diletakan pada panggung pusat, daripada aturan
sosial dan lembaga/struktur. Sosiologi berargumen lebih progresif lagi, yaitu bahwa
sekarang ini secara umum telah muncul fenomena mediologi. Oleh karena itu

8
sekarang ini diberbagai universitas terkemuka di dunia telah mengenalkan dan
mengajarkan tentang sosiologi media. Khususnya sekarang ini telah muncul apa
yang dikenal sebagai logika mediologi. Mediologi akan mengharuskan bekerja
dengan logika media dan komunikasi. Jika sosiologi Durkheimian mengenalkan
konsep anomie, untuk menjelaskan perubahan dari feodalisme ke kapitalisme
pabrik, sekarang mediologi, berbicara anomie postindustri aliran-aliran. Sosiologi
setuju dengan re-teritorialisasi sosial, institusi modern, dan struktur masyarakat
industri. Mediologi berbicara re-teritorialisasi masyarakat jaringan yang datang dari
pengerasan aliran-aliran. Maka pada saat yang sama sekarang muncul fenomena
ekonomi tanda dan ruang.
Begitulah, menurut Lash, dalam masyarakat kapitalisme lanjut, komunikasi
adalah kunci, pergeseran dari logika struktur ke logika arus yang dimungkinkan oleh
jangkauan hubungan yang dibawa oleh outsorcing pada umumnya. Dan outsorcing
ini adalah re-teritorialisasi, misalnya perusahaan-perusahaan menjadi lebih bisa
dikerjakan di rumah tangga. Bahkan kemudian ada perusahaan membolehkan kerja
lembur per minggu di rumah, jadi tidak tergantung pada tempat atau ruang pabrik.
Jadi sekarang ini di jaman tata informasi dan komunikasi global, semuanya serba
outsorcing baik kerja di perusahaan firma, keluarga, negara, dan bahkan juga pada
bidang seni. Karena itu bisa juga refleksivitas di outsourced, dan di eksternalisasi.
Sekarang ini juga ada pergeseran dari akumulasi ke sirkulasi. Namun demikian juga
muncul apa yang disebut sebagai hegemoni sirkulasi di mana sirkulasi modal uang
dipisahkan dari bagian akumulasi modal.

1. Masyarakat Informasional di Indonesia


Pada fase masyarakat industrial fokus utama adalah bagaimana masyarakat
dengan segenap penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi berusaha mengolah
bahan baku yang disediakan oleh alam menjadi komoditas yang berpotensi
meningkatkan kualitas hidup. Akan tetapi sekarang ini, ketika memasuki era
masyarakat informasional, bukan lagi perkara bagaimana berproduksi untuk
akumulasi kapital, akan tetapi bagaimana penguasaan dan kemampuan mengolah
informasi sebagai sumber daya utama untuk meningkatkan kualitas hidup.
Sekarang ini banyak yang sepakat bahwa masyarakat Indonesia mengalami

9
transisi dari masyarakat offline menuju masyarakat online. Ini mengindikasikan
bahwa masyarakat informasional dan komunikasional juga telah hadir yang siapa
pun tidak bisa menolaknya. Dengan kata lain, kehadiran masyarakat informasional
ini sudah merupakan imperatif, atau sebuah keniscayaan. Hampir seluruh aspek
kehidupan dalam bermasyarakat mulai dari aspek ekonomi, politik, kebudayan, dan
sosial-budaya terambah oleh moda-moda informasional dan komunikasional.
Sekarang ini informasi tidak lagi mewujud dalam bentuk pengetahuan yang
terdokumentasi secara padat seperti barang-barang cetakan, tetapi telah berubah
menjadi serba digital. Proses digitalisasi terjadi dalam berbagai aspek kehidupan
manusia yang tentu saja berimplikasi terhadap perubahan nilai, cara pandang, dan
pola-pola perilaku masyarakat.
Dari data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), penetrasi
internet di Indonesia mencapai 132,5 juta orang pada 2016, tumbuh pesat dari 2015
yang baru 88,1 juta orang. Hal itu tidak lepas dari kerja keras para operator
telekomunikasi yang memperluas jangkauan layanan mereka. Bersamaan dengan
itu, pemerintah juga mengeluarkan regulasi yang mendukung (Kompas, 20 Maret
2017, hal. 12). Akan tetapi seiring dengan gegap-gempita tumbuhnya masyarakat
jaringan ini, juga menyodorkan persoalan sosio-kultural seperti kesenjangan digital.
Dalam insitusi keluarga pun juga menyodorkan persoalan kesenjangan antara
generasi para orangtua yang masih disebut sebagai digital immigrant dan generasi
anak-cucunya yang disebut sebagai generasi digital native.
Di Indonesia, target menjadi masyarakat informasi diarahkan pada ukuran
terhubungnya seluruh desa dalam jaringan teknologi komunikasi dan informasi pada
tahun 2015. Determinasi teknologi ini harus diwujudkan dalam determinasi sosial,
dimana masyarakat harus berdaya terhadap informasi. Konsep masyarakat informasi
tidak lagi mengarah seperti era media yang telah muncul pada era industrial atau
sering disebut the first media age dimana informasi diproduksi terpusat (satu untuk
banyak khalayak), arah komunikasi satu arah; Negara mengontrol terhadap semua
informasi yang beredar; reproduksi stratifikasi sosial dan ketidakadilan melalui
media; dan khalayak informasi yang terfragmentasi. Akan tetapi masyarakat
informasi yang berada pada the second media age yang memiliki karakter informasi
desentralistik; komunikasi dua arah; kontrol Negara yang distributif; demokratisasi

10
informasi; kesadaran individual yang mengutama; dan adanya orientasi individual.
Luapan konten informasi dan teknologi yang memungkinkan untuk user
generated sebagaimana karakter media baru seperti munculnya blogs, website,
citizen journalism, atau pun digitalisasi yang memungkinkan semakin banyaknya
jumlah siaran televisi, radio, webcast, dan juga semakin mudahnya menerima
terpaan informasi dimana saja, menjadikan masyarakat memiliki kesempatan yang
sangat besar menjadi konsumen informasi. Era informasi seharusnya menjadikan
masyarakat menjadi prosumen, produsen sekaligus konsumen informasi.
Ciri utama masyarakat informasi adalah bahwa semua aktivitas
masyarakatnya berbasis pada pengetahuan. Oleh karena itu, dalam dunia di mana
informasi dan pengetahuan terus beredar, pemerintah bercita-cita untuk membangun
negara sebagai masyarakat yang berpengetahuan. Akan tetapi justru di sinilah
kemudian menimbulkan masalah, sebab perkembangan masyarakat di Indonesia
tidak linier dan homogen. Ada sebagaian masyarakat yang sudah berada dalam tahap
siap memasuki masyarakat informasi karena telah mempunyai basis pengetahuan
kuat dan menggunakannya sebagai dasar utama bagi aktivitasnya. Sementara banyak
juga warga masyarakat yang berakar kuat pada kultur agraris, tradisional, penuh
mistik, dan pandangan dunianya kurang mampu cepat beradaptasi terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Akibatnya ketika pemerintah
membangun infrastruktur ICT secara signifikan, sebagian besar warga masyarakat
kurang mampu memanfaatkan ICT untuk kepentingan yang produktif, karena
rendahnya tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya pengetahuan.

2. Implikasinya terhadap Pendidikan


Perubahan peradapan menuju masyarakat berpengetahuan (knowledge
society). menuntut masyarakat dunia untuk menguasai keterampilan abad 21 yaitu
mampu memahami dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (ICT
Literacy Skills). Pendidikan memegang peranan sangat penting dan strategis dalam
membangun masyarakat berpengetahuan yang memiliki keterampilan: (1) melek
teknologi dan media; (2) melakukan komunikasi efektif; (3) berpikir kritis; (4)
memecahkan masalah; dan (5) berkolaborasi. Akan tetapi persoalan ICT Literacy ini
dalam masyarakt kita masih masalah mendasar bagi upaya menuju masyarakat

11
informasi. Rendahnya tingkat ICT Literacy, terutama pada masyarakat pedesaan
menjadi faktor signifikan terhadap menetapnya fenomena kesenjangan informasi di
Indonesia.
Mark Poster pada awal dekade sembilanpuluhan telah mempublikasikan
buku The Second Media Age, yang mengakabarkan datangnya periode baru yaitu
hadirnya teknologi interaktif dan komunikasi jaringan, terutama sejak hadirnya
internet, yang akan mengubah masyarakat. Jadi sudah sejak awal, para akademisi
telah memprediksi bahwa kehadiran Internet akan mempunyai pengaruh signifikan
terhadap perubahan social. World Wide Web (www) adalah dunia yang terbuka,
fleksibel, dan merupakan lingkungan informasi yang dinamik, yang membuat
keberadaan manusia mampu mengembangkan orientasi baru terhadap ilmu
pengetahuan, dan mendorong lebih banyak berinteraksi, community-base, dunia
demokrasi yang saling memberdayakan. Internet mengembangkan tempat untuk
bertemu secara virtual yang memperluas jaringan social ke seluruh dunia,
menciptakan kemungkinan baru untuk pengetahuan, dan memberi peluang untuk
berbagi perspektif secara lebih luas.
Merespons perkembangan baru, yaitu era masyararakat informasional dan
komunikasional yang ditandai oleh kehadiran media baru, pemerintah dalam
pembangunan sektor pendidikan mengeluarkan kebijakan. Beberapa kebijakan
Kementerian Pendidikan Indonesia yang berisi pemanfaatan ICT dalam
pembelajaran sudah cukup lama hingga sekarang, termasuk penerapan Kurikulum
2013 juga mendorong proses pembelajaran berbasis ICT, sehingga penetrasi media
baru (new media) dalam dunia pendidikan semakin intensif dan ekstensif. Terdapat
kesepakatan umum bahwa Information and Communication Technologies (ICT)
adalah baik untuk pengembangan dunia pendidikan. Bank Dunia mengarisbawahi
bahwa para pendidik dan para pengambil keputusan sepakat bahwa ICT merupakan
hal yang sangat penting bagi pengembangan masa depan pendidikan dalam era
Melinium. Teknologi ini, khususnya internet yang mampu membangun kemampuan
jaringan informasi dapat meningkatkan akses melalui belajar jarak jauh, membuka
jaringan pengetahuan bagi murid, melatih guru-guru, menyebarluaskan materi
pendidikan dengan kualitas standar, dan mendorong penguatan upaya efisiensi dan
efektivitas kebijakan administrasi pendidikan.

12
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyatakan pemanfaatan TIK dalam pendidikan melalui
Pendidikan Jarak Jauh bahwa “(1) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan pada
semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan, (2) Pendidikan jarak jauh berfungsi
memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat
mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler, (3) Pendidikan jarak jauh
diselenggarakan dalam bentuk, modus dan cakupan yang didukung oleh sarana dan
layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan
standar nasional pendidikan. Jadi sistem pendidikan jarak jauh telah menjadi suatu
inovasi yang berarti dalam dunia pendidikan nasional. Sistem pendidikan jarak jauh
yang dimulai dengan generasi pertama korespondensi (cetak), generasi kedua
multimedia (Audio, VCD, DVD), generasi ketiga pembelajaran jarak jauh
(telekonferensi/TVe), generasi keempat pembelajaran fleksibel (multimedia
interaktif) dan generasi kelima e-Learning (web based course), akhirnya generasi
keenam pembelajaran mobile (koneksi nirkabel/www). Seperti tercantum secara
eksplisit dalam Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional 2005 – 2009,
terlihat jelas bahwa TIK memainkan peran penting dalam menunjang tiga pilar
kebijakan pendidikan nasional, yaitu:(1) perluasan dan pemerataan akses; (2)
peningkatan mutu, relevansi dan daya saing; dan (3) penguatan tata kelola,
akuntabilitas dan citra publik pendidikan, untuk mewujudkan pendidikan yang
bermutu, akuntabel, murah, merata dan terjangkau rakyat banyak. Dalam Renstra
Depdiknas 2005 – 2009 dinyatakan peran strategis TIK untuk pilar pertama, yaitu
perluasan dan pemerataan akses pendidikan, diprioritaskan sebagai media
pembelajaran jarak jauh. Sedangkan untuk pilar kedua, peningkatan mutu, relevansi
dan daya saing, peran TIK diprioritaskan untuk penerapan dalam pendidikan/proses
pembelajaran. Terakhir, untuk penguatan tata kelola, akuntabilitas dan citra publik,
peran TIK diprioritaskan untuk sistem informasi manajemen secara terintegrasi.
Perubahan era yang kemudian mengubah karakter masyarakat secara
bertahap, menghadirkan realitas baru seperti masyarakat informasional dan
komunikasional juga berimplikasi terhadap perkembangan media, yang kemudian
dikenal sebagai media baru. Media baru yang berbasis internet dan web ini
beroperasi secara masif, ekstensif, dan intensif merasuk ke berbagai sector

13
kehidupan, tidak terkecuali sektor pendidikan. Oleh karena itu dapat dipahami jika
pemerintah Indonesia mengantisipasi dan kemudian menstransformasikan diri
dengan mengeluarkan berbagai kebijakan pendidikan berbasis TIK tersebut.
Berbagai regulasi juga terus diciptakan guna mengikuti kehadiran media baru ini.
Dengan hadirnya ICT dunia pendidikan bisa membawa dampak positif
apabila teknologi tersebut dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran,
tetapi bisa menjadi masalah baru apabila lembaga pendidikan tidak siap. Untuk itu,
perlu dilakukan suatu kajian tentang dampak positif dan negatif dari pemanfataan
Teknologi Komunikasi dan Informasi (ICT) sebagai media komunikasi untuk
meningkatkan kualitas pendidikan. Hasil penelitian Kurniawati et,al (2005)
menunjukan bahwa pada umumnya pendapat guru dan siswa tentang manfaat ICT
khususnya edukasi net antara lain : (1) Memudahkan guru dan siswa dalam mencari
sumber belajar alternative; (2 ) Bagi siswa dapat memperjelas materi yang telah
disampaikan oleh guru, karena disamping disertai gambar juga ada animasi menarik;
(3) Cara belajar lebih efisien; (4) Wawasan bertambah; (5) Mengetahui dan
mengikuti perkembangan materi dan info-info lain yang berhubungan dengan
bidang studi; dan (5) Membantu siswa melek ICT (Pujiriyanto, 2012).
Atas perubahan tersebut, maka dalam proses pembelajaran juga sangat
intensif terekspose (terpaan) oleh kehadiran media baru, dan ini menyodorkan
fenomena tentang mediatisasi pembelajaran. Masif, ekstensif, dan intensifnya media
baru dalam proses pembelajaran ini akhirnya juga mengubah moda-moda belajar
yang bergantung pada media. Fenomena baru inilah yang kemudian dikenal sebagai
mediatisasi pembelajaran, di mana media tampil begitu kuat dan menentukan, dan
akhirnya aktivitas pembelajaran bukan sekadar memanfaatkan media akan tetapi
lebih dari itu mengikuti logika media.
Kuatnya logika media itu kemudian membawa konsekuensi terhadap
perubahan pola dan moda belajar pada lembaga strategis seperti sekolah. Misalnya,
hubungan guru dan murid dan aktivitas belajarnya tidak lagi bergantung pada satu
sumber belajar yang tersedia di lingkungan sekolah, akan tetapi juga mau tidak mau
harus menerima kehadiran media baru berbasis internet dan web ini sebagai sumber
belajar. Karakter media baru sebagai penyedia konten (isi) begitu besar dan bahkan
tidak terbatas jauh melebihi gudang pengetahuan yang disediakan pada lingkungan

14
sekolah. Aksesnya pun terbuka lebar karena tata kelola informasinya sangat canggih
dan sangat mudah dan cepat diakses oleh siswa dalam aktivitas belajar. Sekarang ini
pokok-pokok bahasan yang diajarkan guru pada ruang kelas, akan dengan mudah
dikonfirmasikan melalui google atau pun yahoo yang begitu banyak dan mudah
menyediakan informasi pengetahuan yang relevan dengan pembelajaran di sekolah.
Lebih dari itu, media baru juga menyediakan aplikasi pembelajaran secara virtual
yang mirip dengan pembelajaran di ruang kelas pada setiap sekolah.
Akan tetapi, kehadiran media baru ini juga menghadirkan berbagai persoalan
yang berkait dengan perilaku belajar siswa dan sikap guru terhadap maraknya
pembelajaran digital ini. Sebut saja misalnya tentang sikap minimalis dan
pragmatisme belajar siswa yang sangat fenomenal seperti ketergantungan pada
google atau yahoo setiap kali menghadapi masalah atau pun penugasan dalam
pembelajaran di kelas. Sikap guru pun masih variatif dalam menghadapi hadirnya
media baru dan mediatisasi pembelajaran ini karena terkait kesenjangan
keterampilan dan pengetahuan tentang media baru, yang masuk dalam generasi
digital imigrant yang harus menghadapi murid yang masuk dalam kategori digital
native.

2.2 Tantangan Guru


Abad ke-21 adalah abad yang sangat berbeda dengan abad-abad
sebelumnya. Perkembangan ilmu pengetahuan yang luar biasa disegala
bidang.pada abad ini, terutama bidang Information and Communication
Technology (ICT) yang serba canggih (sophisticated) membuat dunia ini
semakin sempit, karena kecanggihan teknologi ICT ini beragam informasi dari
berbagai sudut dunia mampu diakses dengan instant dan cepat oleh siapapun
dan dari manapun, komunikasi antar personal dapat dilakukan dengan mudah,
murah kapan saja dan di mana saja.
Perubahan- perubahan tersebut semakin terasa, termasuk didalamnya pada
dunia pendidikan. Guru saat ini menghadapi tantangan yang jauh lebih besar dari era
sebelumnya. Guru menghadapi klien yang jauh lebih beragam, materi pelajaran
yang lebih kompleks dan sulit, standard proses pembelajaran dan juga tuntutan
capaian kemampuan berfikir siswa yang lebih tinggi, untuk itu dibutuhkan guru yang

15
mampu bersaing bukan lagi kepandaian tetapi kreativitas dan kecerdasan bertindak
(hard skills- soft skills).
Menurut Susanto (2010), terdapat 7 tantangan guru di abad 21, yaitu :
1. Teaching in multicultural society, mengajar di masyarakat yang memiliki
beragam budaya dengan kompetensi multi bahasa.
2. Teaching for the construction of meaning, mengajar untuk mengkonstruksi
makna (konsep).
3. Teaching for active learning, mengajar untuk pembelajaran aktif.
4. Teaching and technology, mengajar dan teknologi
5. Teaching with new view about abilities, mengajar dengan pandangan baru
mengenai kemampuan.
6. Teaching and choice, mengajar dan pilihan.
7. Teaching and accountability, mengajar dan akuntabilitas.
Untuk memecahkan masalah tersebut di atas, guru dituntut mampu untuk membaca
setiap tantangan yang ada pada masa kini. guru harus mampu untuk mencari sendiri
pemecahan masalah yang timbul dari dampak kemajuan zaman karena tidak semua
kemajuan zaman berdampak baik, dampak negatif juga harus diperhitungkan.

2.3 Kompetensi Guru


Guru yang mampu menghadapi tantangan tersebut adalah guru yang
profesional yang memiliki kualifikasi akademik dan memiliki kompetensi-
kompetensi antara lain kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, dan kompetensi sosial yang kualifaid.
a. Kompetensi profesional
Kompetensi profesioanal sekurang-kurangnya meliputi :
1. Menguasai subtansi bidang studi dan metodologi keilmuannya
2. Menguasai struktur dan materi kurikulum bidang studi
3. Menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam
pembelajaran
4. Mengorganisasikan materi kurikulum bidang studi
5. Meningkatkan kualitas pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas
b. Kompetensi pedagogic

16
Kompetensi pedagogik sekurang-kurangnya meliputi:
1. Memahami karakteristik peserta didik dari aspek fisik, sosial, kultural,
emosional, dan intelektual
2. Memahami latar belakang keluarga dan masyarakat peserta didik dan
kebutuhan belajar dalam konteks kebhinekaan budaya
3. Memahami gaya belajar dan kesulitan belajar peserta didik
4. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik
5. Menguasai teori dan prinsip belajar serta pembelajaranYang mendidik
6. Mengembangkan kurikulum yang mendorong keterlibatan peserta didik
dalam pembelajaran
7. Merancang pembelajaran yang mendidik
8. Melaksanakan pembelajaran yang mendidik
9. Mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran
c. Kompetensi kepribadian
Kompetensi kepribadian sekurang-kurangnya meliputi:
1. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan
berwibawa
2. Menampilkan diri sebagai pribadi yang berakhlak mulia dan sebagai
teladan bagi peserta didik dan masyarakat
3. Memiliki sikap, perilaku, etika, tata cara berpakaian, dan bertutur bahasa
yang baik
4. Mengevaluasi kinerja sendiri
5. Mengembangkan diri secara berkelanjutan
d. Kompetensi social
Kompetensi sosial sekurang-kurangnya meliputi:
1. Berkomunikasi secara efektif dan empatik dengan peserta didik, orang tua
peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan dan masyarakat
2. Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di sekolah dan
masyarakat
3. Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di tingkat lokal,
regional, nasional dan global
4. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) untuk

17
berkomunikasi dan mengembangkan diri
5. Memiliki sikap, perilaku, etika, tata cara berpakaian dan bertutur bahasa
yang baik

2.4 Orientasi Guru Abad 21


Tuntutan dunia internasional terhadap tugas guru memasuki abad ke-21
tidaklah ringan. Guru diharapkan mampu dan dapat menyelenggarakan proses
pembelajaran yang bertumpu dan melaksanakan empat pilar belajar yang
dianjurkan oleh Komisi Internasional UNESCO untuk Pendidikan, hal ini didasari
bahwa Pendidikan merupakan komunikasi terorganisasi dan berkelanjutan yang
dirancang untuk menumbuhkan kegiatan belajar pada diri peserta didik (education
as organized and sustained communication designed to bring about Learning).
UNESCO merekomendasikan empat pilar dalam bidang pendidikan, yaitu:
1. Learning to know (belajar untuk mengetahui)
Learning to know, yaitu proses belajar untuk mengetahui, memahami, dan
menghayati cara-cara pemerolehan pengetahuan dan pendidikan yang
memberikan kepada peserta didik bekal-bekal ilmu pengetahuan. Proses
pembelajaran ini memungkinkan peserta didik mampu mengetahui,
memahami, dan menerapkan, serta mencari informasi dan/atau menemukan
ilmu pengetahuan.
2. Learning to do (belajar melakukan atau mengerjakan)
Learning to do, yaitu proses belajar melakukan atau mengerjakan sesuatu.
Belajar berbuat dan melakukan (Learning by doing) sesuatu secara aktif ini
bermakna pendidikan seharusnya memberikan bekal-bekal kemampuan atau
keterampilan. Peserta didik dalam proses pembelajarannya mampu
menggunakan berbagai konsep, prinsip, atau hukum untuk memecahkan
masalah yang konkrit.
3. Learning to live together (belajar untuk hidup bersama)
Learning to live together, yaitu pendidikan seharusnya memberikan bekal
kemampuan untuk dapat hidup bersama dalam masyarakat yang majemuk
sehingga tercipta kedamaian hidup dan sikap toleransi antar sesama manusia.
4. Learning to be (belajar untuk menjadi/mengembangkan diri sendiri). Learning

18
to be, yaitu pendidikan seharusnya memberikan bekal kemampuan untuk
mengembangkan diri. Proses belajar memungkinkan terciptanya peserta didik
yang mandiri, memiliki rasa percaya diri, mampu mengenal dirinya,
pemahaman diri, aktualisasi diri atau pengarahan diri, memiliki kemampuan
emosional dan intelektual yang konsisten, serta mencapai tingkatan kepribadian
yang mantap dan mandiri
Pada abad 21 pendidikan telah mengalami pergeseran atau perubahan
paradigma pendidikan, yaitu:
1. dari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat
2. dari belajar terfokus penguasaan pengetahuan ke belajar holistik
3. dari citra hubungan guru siswa yang konfrontatif ke citra hubungan
kemitraan
4. dari pengajar yang menekankan pengetahuan skolastik (akademik) ke
penekanan keseimbangan fokus pendidikan nilai,
5. dari kampanye melawan buta aksara ke kampanye melawan buat teknologi,
budaya, dan komputer,
6. dari penampilan guru yang terisolasi ke penampilan dalam tim kerja,
7. dari konsentrasi eksklusif pada kompetisi ke orientasi kerja sama.

Tiga konsep pendidikan abad 21 telah diadaptasi oleh Kementerian


Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia untuk mengembangkan kurikulum
baru untuk Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah
Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Ketiga konsep
tersebut adalah 21st Century Skills (Trilling dan Fadel, 2009), scientific approach
(Dyer, et al., 2009) dan authentic assesment (Wiggins dan McTighe, 2011);
Ormiston, 2011; Aitken dan Pungur, 1996; Costa dan Kallick, 1992).
Selanjutnya, tiga konsep tersebut diadaptasi untuk mengembangkan
pendidikan menuju Indonesia Kreatif tahun 2045. Adaptasi dilakukan untuk
mencapai kesesuaian konsep dengan kapasitas peserta didik dan kompetensi
pendidik dan tenaga kependidikannya.

19
2.5 Uji Kompetensi Guru
a. Standar Kelulusan UKG
UKG (Ujian Kompetensi Guru) merupakan sebuah kegiatan berupa ujian
yang berfungsi untuk mengukur kompetensi dasar mengenai bidang studi atau
subject matter dan juga pedagogik dalam domain seorang pengajar, dalam hal
ini guru sekolah.
UKG memiliki tujuan untuk memperkuat peran guru dalam melaksanakan
pendidikan. Sehingga guru mampu memberikan dan juga meningkatkan mutu
pendidikan di Indonesia. UKG juga dapat digunakan untuk memetakan kondisi
objektif setiap guru sehingga dapat dijadikan sebagai informasi penting bagi
pemerintah ketika akan mengambil sebuah kebijakan yang terkait dengan
materi dan juga strategi dalam memberikan pembinaan yang dibutuhkan oleh
guru.
UKG ( Ujian Kompetensi Guru ) kali pertama dilaksanakan pada tahun
2014 silam, pada saat itu standar kelulusan untuk UKG hanya sekitar 4.7 saja.
Hal ini sangatlah wajar karena ini adalah kali pertama sistem ini dilaksanakan.
Namun, seperti yang sudah dijelaskan pada tujuan UKG tadi, tentunya setiap
tahun standar kelulusan untuk UKG selalu meningkat.

Tahun Standar Kelulusan


2014 4,7
2015 5,5
2016 6,0
2017 7,0
2018 7,5
2019 8,0

b. UKG Guru Bahasa Indonesia Peserta PLPG 2017


Universitas Muhammadiyah Makassar merupakan salah satu pelaksana
PLGP sejak tahun 2009 sampai 2017, untuk tahun 2017 peserta PLPG
ditunjukkan seperti tabel berikut ini

20
Tahun Standar Kelulusan
Guru Kelas 150
Bahasa Indonesia 19
Bahasa Inggris 52
Matematika 48
Bahasa Arab 8
PPKn 14
Budidaya Perikanan 17
Jumlah 308

2.6 Keterampilan dan Pengetahuan Abad 21 (21st Century Skills)


Skema ini menyajikan pandangan menyeluruh tentang keterampilan dan
pengetahuan peserta didik abad ke-21. Ada tiga subjek inti pendidikan abad 21,
yaitu: 1) Life and Career Skills, 2) Learning and innovations Skills – 4Cs, 3)
Information, Median and Technologi Skills.
a. Life and Career Skills
Life and Career skills (keterampilan hidup dan berkarir), meliputi:
1) Fleksibilitas dan adaptabilitas
Peserta didik memiliki kemampuan mengadaptasi perubahan dan fleksibel
dalam belajar dan berkegiatan dalam kelompok
2) Memiliki inisiatif dan dapat mengatur diri sendiri
Peserta didik memiliki kemampuan mengelola tujuan dan waktu, bekerja
secara independen dan menjadi peserta didik yang dapat mengatur diri
sendiri.
3) Interaksi sosial dan antar-budaya
Peserta didik memiliki kemampuan berinteraksi dan bekerja secara efektif
dengan kelompok yang beragam.
4) Produktivitas dan akuntabilitas
Peserta didik mampu mengelola projek dan menghasilkan produk.
5) Kepemimpinan dan tanggungjawab
Peserta didik mampu memimpin teman-temannya dan bertanggungjawab

21
kepada masyarakat luas.
b. Learning and Innovation Skills
Learning and innovation skills (keterampilan belajar dan berinovasi) meliputi:
1) Berpikir kritis dan mengatasi masalah
Peserta didik mampu mengunakan berbagai alasan (reason) seperti induktif
atau deduktif untuk berbagai situasi; menggunaan cara berpikir sistem;
membuat keputusan dan mengatasi masalah
2) Komunikasi dan kolaborasi
Peserta didik mampu berkomunikasi dengan jelas dan melakukan kolaborasi
dengan anggota kelompok lainnya.
3) Kreativitas dan inovasi
Peserta didik mampu berpikir kreatif, bekerja secara kreatif
c. Information Media and Technology Skills
keterampilan teknologi dan media informasi (Information media and
technology skills), meliputi:
1) Literasi informasi
Peserta didik mampu mengakses informasi secara efektif (sumber nformasi) dan
efisien (waktunya); mengevaluasi informasi yang akan digunakan secara kritis
dan kompeten; mengunakan dan mengelola informasi secara akurat dan efektf
untuk mengatasi masalah.
2) Literasi media
Peserta didik mampu memilih dan mengembangkan media yang digunakan
untuk berkomunikasi.
3) Literasi ICT
Peserta didik mampu menganalisis media informasi; dan menciptakan media
yang sesuai untuk melakukan komunikasi.

Pengembangan pendukung pencapaian konsep pendidikan abad 21 tersebut di


atas dikembangan framework seperti pada gambar 2.2. berikut ini.
Unsur-unsur atau sistem yang diperlukan untuk memastikan kekeberhasilan
penguasaan konsep pendidikan dan keterampilan pengetahuan abad 21, yaitu:
1) Standarisasi penilaian

22
Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan
dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta
didik.
2) Kurikulum,
Kurikulum pada dasarnya merupakan tujuan setiap program pendidikan yang
diberikan kepada anak didik, karena kurikulum merupakan alat antuk mencapai
tujuan, maka kurikulum harus dijabarkan dari tujuan umum pendidikan.
3) Pengembangan profesionalisme pendidik
Pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) adalah untuk meningkatkan
kualitas layanan pendidikan di sekolah/madrasah dalam rangka meningkatkan
mutu pendidikan. Sedangkan secara khusus tujuan pengembangan keprofesian
berkelanjutan adalah sebagai berikut;
a) Meningkatkan kompetensi guru untuk mencapai standar kompetensi yang
ditetapkan dalam peraturan perundangan yang berlaku.
b) Memutakhirkan kompetensi guru untuk memenuhi kebutuhan guru dalam
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni untuk memfasilitasi
proses pembelajaran peserta didik.
c) Meningkatkan komitmen guru dalam melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya sebagai tenaga profesional.
d) Menumbuhkan rasa cinta dan bangga sebagai penyandang profesi guru.
e) Meningkatkan citra, harkat, dan martabat profesi guru di masyarakat.
f) Menunjang pengembangan karir guru

4) Pembelajaran inovatif
Pembelajaran inovatif juga mengandung arti pembelajaran yang dikemas oleh
guru atau instruktur lainnya yang merupakan wujud gagasan atau teknik yang
dipandang baru agar mampu menfasilitasi siswa untuk memperoleh kemajuan dalam
proses dan hasil belajar. Pembelajaran inovatif bisa mengadaptasi dari model
pembelajaran yang menyenangkan. “Learning is fun” merupakan kunci yang
diterapkan dalam pembelajaran inovatif. Jika siswa sudah menanamkan hal ini di
pikirannya tidak akan ada lagi siswa yang pasif di kelas, perasaan tertekan,
kemungkinan kegagalan, keterbatasan pilihan, dan tentu saja rasa bosan.

23
Membangun metode pembelajaran inovatif sendiri bisa dilakukan dengan cara
diantaranya mengakomodir setiap karakteristik diri. Artinya mengukur daya
kemampuan serap ilmu masing-masing orang. Pembelajaran inovatif adalah
pembelajaran yang lebih bersifat student centered. Artinya, pembelajaran yang lebih
memberikan peluang kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan secara
mandiri (self directed) dan dimediasi oleh teman sebaya (peer mediated
instruction). Pembelajaran inovatif mendasarkan diri pada paradigma
konstruktivistik.

2.7 Pendekatan Saintifik (Scientific Approach)


Pendekatan saintifik diadaptasi dari konsep Inovator’s DNA (Dyer, et al.,
2009). Pendekatan saintifik yang digunakan dalam pembelajaran dikemas secara
berurutan, menjadi (1) mengamati (observing), (2) menanya (questioning), (3)
menalar (associating), (4) mencoba (experimenting) dan (5) membuat jejaring
(networking).

Tabel Pendekatan saintifik dalam sistem pembelajaran


LANGKAH KEGIATAN BELAJAR KOMPETENSI YANG
PEMBELAJARAN DIKEMBANGKAN
Membaca, mendengar, Melatih kesungguhan,
Mengamati menyimak, melihat (tanpa atau ketelitian, mencari informasi
dengan alat)
Menanya Mengajukan pertanyaan Mengembangkan kreativitas,
tentang informasi yang tidak rasa ingin tahu, kemampuan
dipahami dari apa yang diamati merumuskan pertanyaan untuk
atau pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang
mendapatkan informasi perlu untuk hidup cerdas dan
tambahan tentang apa yang belajar sepanjang hayat
diamati (dimulai dari
pertanyaan faktual sampai ke
pertanyaan yang
bersifat hipotetik)

24
Mengumpulkan informasi/ melakukan eksperimen Mengembangkan sikap teliti,
eksperimen membaca sumber lain selain jujur,sopan, menghargai
buku teks pendapat orang lain,
mengamati objek/ kemampuan berkomunikasi,
kejadian/aktivitas wawancara menerapkan kemampuan
dengan nara sumber mengumpulkan informasi
melalui berbagai cara yang
dipelajari, mengembangkan
kebiasaan belajar dan
belajar sepanjang hayat.
Mengasosiasikan/ mengolah informasi yang sudah Mengembangkan sikap jujur,
mengolah informasi dikumpulkan baik terbatas dari teliti, disiplin, taat aturan, kerja
hasil kegiatan keras, kemampuan menerapkan
mengumpulkan/eksperimen prosedur dan
mau pun hasil dari kegiatan kemampuan berpikir

25
LANGKAH KEGIATAN BELAJAR KOMPETENSI YANG
PEMBELAJARAN DIKEMBANGKAN
mengamati dan kegiatan induktif serta deduktif dalam
mengumpulkan informasi. menyimpulkan .
Pengolahan informasi yang
dikumpulkan dari yang
bersifat menambah keluasan
dan kedalaman sampai
kepada pengolahan
informasi yang bersifat
mencari solusi dari berbagai
sumber yang memiliki
pendapat yang berbeda
sampai kepada yang
bertentangan
Mengkomunikas Menyampaikan hasil Mengembangkan sikap jujur,
ikan pengamatan, kesimpulan teliti, toleransi, kemampuan
berdasarkan hasil analisis berpikir sistematis,
secara lisan, tertulis, atau mengungkapkan pendapat
media lainnya singkat dan jelas, dan
mengembangkan kemampuan
berbahasa yang
baik dan benar.

2.8 Penilaian Autentik (Authentic Assesment)


Salah satu konsep pada kurikulum 2013 sebagai akibat perubahan kurikulum
tersebut adalah penilaian autentik (Authentic Assessment). Penilaian autentik adalah
pengukuran yang bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk
ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
Istilah Assessment merupakan sinonim dari penilaian, pengukuran,
pengujian, atau evaluasi. Istilah autentik merupakan sinonim dari asli, nyata, valid,

26
atau reliabel. Secara konseptual penilaian autentik lebih bermakna secara signifikan
dibandingkan dengan tes pilihan ganda terstandar sekali pun.
Ketika menerapkan penilaian autentik untuk mengetahui hasil dan prestasi
belajar peserta didik, guru menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi
pengetahuan, aktivitas mengamati dan mencoba, dan nilai prestasi luar sekola h.
Berikut ini jenis-jenis penilaian autentik:
1) Penilaian Kinerja
Penilaian autentik sebisa mungkin melibatkan partisipasi peserta didik,
khususnya dalam proses dan aspek-aspek yang akan dinilai. Guru dapat
melakukannya dengan meminta para peserta didik menyebutkan unsur- unsur
proyek/tugas yang akan mereka gunakan untuk menentukan kriteria
penyelesaiannya
2) Penilaian Proyek
Penilaian proyek (project assessment) merupakan kegiatan penilaian terhadap
tugas yang harus diselesaikan oleh peserta didik menurut periode/waktu tertentu.
Penyelesaian tugas dimaksud berupa investigasi yang dilakukan oleh peserta
didik, mulai dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian,
pengolahan, analisis, dan penyajian data.
3) Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio merupakan penilaian atas kumpulan artefak yang
menunjukkan kemajuan dan dihargai sebagai hasil kerja dari dunia nyata.
Penilaian portofolio bisa berangkat dari hasil kerja peserta didik secara
perorangan atau diproduksi secara berkelompok, memerlukan refleksi peserta
didik, dan dievaluasi berdasarkan beberapa dimensi.
4) Penilaian Tertulis
Tes tertulis berbentuk uraian atau esai menuntut peserta didik mampu
mengingat, memahami, mengorganisasikan, menerapkan, menganalisis,
mensintesis, mengevaluasi, dan sebagainya atas materi yang sudah dipelajari.
Tes tertulis berbentuk uraian sebisa mungkin bersifat komprehensif, sehingga
mampu menggambarkan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta
didik

27
2.9 Kompetensi Guru Dalam Pembelajaran Abad 21 Di Kelas
Jauh sebelum proses pembelajaran di mulai, kegiatan penataan lingkungan
belajar sudah disiapkan. Lingkungan belajar di suatu sekolah perlu disiapkan
supaya guru dan siswa lebih mengenal dan dapat memanfaatkan seoptimal mungkin
lingkungan sekolahnya. Beberapa kegiatan yang perlu dicek kesiapannya oleh guru
pada awal semester antara lain:

a. Kesiapan lingkungan sekolah/kelas.


Pada awal tahun akademik, guru perlu mengecek kesiapan lingkungan
sekolah/kelas. Hal-hal yang perlu dicek antara lain kebersihan, kesehatan
dan keindahan lingkungan sekolah. Untuk dapat menciptakan lingkungan
yang bersih, sehat dan indah perlu dicek fasilitas perawatan ruang kelas,
tenaga pembersih, sumber-sumber dan peralatan yang sudah ada dan masih
dapat digunakan, intensitas penggunaan ruang, dan lain lain. Dengan
mengecek kesiapan ruang kelas/sekolah sejak dini maka pelaksanaan
pembelajaran hari pertama tidak akan terjadi kekacauan misalnya karena
ruang kelas kotor, banyak sampah, sarang laba-laba dan debu menempel di
perabot ruang setelah hari libur sekolah.

b. Kesiapan ruang kelas.


Guru perlu memastikan kesiapan ruang untuk kegiatan belajar mengajar.
Hal-hal yang perlu dicek antara lain kesiapan perabot (meja, kursi, filling
cabinets) saluran listrik/lampu, area kerja, dan penataan ruang kelas.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat menata ruang kelas antara
lain: Jumlah siswa per rombongan belajar, strategi pembelajaran yang akan
digunakan, meja guru dan meja siswa, letak pintu masuk dan jendela, letak
papan tulis permanen, letak monitor televisi atau layar LCD, meja
komputer, rak buku, lemari penyimpan dokumen, dll. Pastikan bahwa
penataan tempat duduk tidak menghalangi pandangan guru untuk melihat
semua aktivitas siswa. Dengan mengecek kesiapan ruang kelas maka
pembelajaran hari pertama dan seterusnya tidak mengalami kekacauan
misalnya karena barang inventaris ruang pindah tempat, jumlah kursi tidak
sesuai dengan jumlah siswa, LCD tidak dapat dinyalakan, dsb.

29
c. Dekorasi ruang kelas.
Ruang kelas yang menarik dapat menambah gairah belajar. Dinding ruang
kelas dapat ditempel gambar, poster, chart, peta. Hiasan dinding tersebut
sekaligus dapat berfungsi sebagai media pembelajaran dan memberi
beragam informasi yang menambah pengetahuan. Di luar ruang kelas dapat
di tambahkan majalah dinding atau papan informasi. Dengan dekorasi ruang
yang bagus, siswa menjadi kerasan untuk belajar dan tinggal di ruang kelas.
d. Lay out ruang kelas
Strategi pembelajaran dan jumlah rombongan belajar turut menentukan lay
out ruang kelas. Berikut ini diberikan beberapa contoh penataan (lay out)
ruang kelas untuk beberapa strategi pembelajaran mulai dari lay out ruang
tradisisional sampai lay out ruang kelas modern.
1) Lay out ruang kelas tradisional
Ruang kelas tradisonal disusun berbaris dengan semua tempat duduk
menghadap ke papan tulis/layar. Luas ruang turut menentukan
ukuran dan jenis perabot. Jika ruang kelas cukup luas dan
rombongan belajar tidak terlalu banyak maka ruang dapat diisi meja
tulis untuk semua siswa. Sebaliknya, jika ruang kelas sempit maka
siswa cukup diberi kursi dengan meja tulis lipat yang menempel di
kursi. Berikut ini diberikan contoh lay out ruang kelas tradisional.

Gambar 2.1. Lay out ruang kelas tradisional

30
Gambar 2.2. Lay out ruang kelas elektronik
2) Lay out ruang kelas modern
Ruang kelas modern dilengkapi dengan komputer dan fasilitas
multimedia. Ruang kelas modern memberi kesempatan kepada
siswa untuk belajar secara terpadu (blended) antara pembelajaran
tatap muka dan e learning. Contoh lay out ruang kelas modern dapat
dilihat pada gambar ini.

Gambar 2.3 Lay out ruang kelas modern


3) Lay out ruang diskusi
Pembelajaran menggunakan metode diskusi membutuhkan lay out
ruang yang berbeda. Beberapa tipe diskusi dilakukan secara
berkelompok dengan jumlah anggota kelompok 3 – 6 orang. Semua
anggota kelompok diskusi harus duduk dalam satu tempat dan saling
berhadapan. Penataan tempat duduk untuk setiap jenis diskusi

31
berbeda. Berikut ini diberikan contoh lay out tempat duduk diskusi
kelompok secara umum.
a) Diskusi Kelompok

Gambar 2.3. Lay out ruang diskusi kelompok


b) Diskusi tipe jigsaw
Pada pembelajaran diskusi kelompok tipe jigsaw, anggota
kelompok diskusi berpindah dari kelompok awal ke
kelompok tim ahli dan kembali lagi ke kelompok
sebelumnya. Penataan tempat duduk tidak berbeda dengan
tipe diskusi yang lain, tetapi guru perlu menyiapkan ruang
gerak yang cukup leluasa untuk perpindahan kelompok
diskusi tersebut.
Contoh lay out tempat duduk untuk diskusi tipe Jigsaw.

Gambar 2.4. Lay out ruang diskusi tipe Jigsaw

32
c) Diskusi tipe fishbowl
Penataan tempat duduk tipe fishbowl diatur melingkar
dengan satu tempat duduk ditaruh di tengah supaya menjadi
pusat perhatian anggota kelompok lainnya.

Gambar 2.5 Lay out ruang diskusi tipe fishbowl

4) Lay out ruang Laboratorium Komputer


Pembelajaran di laboratorium komputer yang berbasis pada paket
sofware sebagai alat-alat belajar (computer-assisted learning) ditata
seperti gambar berikut ini. Jaringan komputer guru disambungkan
menggunakan jaringan LAN (Local Area Network). Siswa dapat
menjalankan program melalui bimbingan langsung dari server
komputer guru. Tata letak meja dan kursi disesuaikan dengan besar
ruangan dapat sejajaratau lingkaran.

33
Gambar 2.6 Lay out ruang laboratorium komputer

2.10 Tantangan Guru SMK dalam Proses Pembelajaran di Lapangan


Guru menghadapi banyak tantangan dalam proses pembelajaran. Tantangan
tersebut berasal dari perkembangan teknologi digital di bidang informasi dan
komunikasi yang memberi dampak pada teknologi pembelajaran dan perubahan
karakter peserta didik dalam belajar. Untuk membahas tantangan guru dalam proses
pembelajaran tersebut maka berikut ini dipelajari fenomena fenomena yang terjadi
di sekolah maupun di masyarakat.

Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) memiliki perkembangan yang


pesat. Perkembangan TIK memiliki dampak langsung bagi dunia pendidikan,
karena TIK ini banyak digunakan oleh kalangan pendidik maupun peserta didik.
TIK telah mengubah cara hidup, bekerja, bermain dan belajar. Beberapa ilustrasi
perkembangan TIK yang banyak digunakan oleh peserta didik dan dunia
pendidikan saat ini dapat dilihat pada gambar 2.7:

34
Gambar 2.7 Perkembangan TIK

35
Gambar 2. 8. Perkembangan TIK

TIK pada saat ini telah berkembang sampai pada teknologi Wireless Local
Area Networks (WLANs) and mobile computing devices; Voice over Internet
Protocol (VoIP); and Web-based collaboration tools, administrative and
application infrastructure. Setiap tahun selalu muncul aplikasi baru yang
menawarkan cara efektif kepada pendidik dan peserta didik untuk membuat
halaman web, video dan konten layanan bergerak, aplikasi dan konten e publishing.
Dengan teknologi internet, kegiatan belajar mengajar tidak terbatas dengan tatap
muka tetapi bisa dilakukan melalui bantuan internet atau lebih dikenal dengan
sebutan e-learning atau cyber learning.

36
Siswa mengenal TIK dalam usia yang lebih dini daripada gurunya. Pada
beberapa hal tertentu, kemungkinan siswa akan lebih unggul dan lebih cepat belajar
TIK daripada gurunya. Douglas Rushkoff menyatakan bahwa: Children are native
to cyberspace, and we, as adults, are immigrants.” Hal ini tidak mengherankan
karena anak-anak sekarang sejak kecil sudah dikenalkan dengan komputer dan
dunia maya sedangkan orang yang telah dewasa adalah pendatang baru pada dunia
maya tersebut. Menurut Alvin Toffler: The illiterate of the 21st century will not be
those who cannot read and write, but those who cannot learn, unlearn, and
relearn”. Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa buta aksara pada abad 21,
bukan diukur dari ketidakmampuan seseorang membaca dan menulis, tetapi adalah
orang yang tidak dapat belajar, tidak belajar atau belajar kembali. Buta aksara
diukur dari orang-orang yang buta teknologi digital (digital literacy) karena di
dalam teknologi digital tersebut tersimpan banyak ilmu pengetahuan dan teknologi
yang dapat dipelajari.

Dunia maya memberi banyak pilihan positif dan negatif yang dapat
dimanfaatkan oleh siswa. Situs internet menawarkan berbagai jenis tool, aplikasi
dan content mulai dari informasi ilmiah, populer sampai ke hiburan. Jenis
tool/content yang dikunjungi juga beragam. Menurut beberapa hasil survei, aplikasi
yang paling banyak digunakan orang di dunia maya adalah jejaring sosial (social
networking) face book. Berikut ini disampaikan beberapa hasil survei tentang
penggunaan internet. Hasil penelitian yang dilaporkan oleh Berry (2010)
memperoleh temuan:

1. lebih dari 400 juta merupakan pengguna aktif facebook;


2. lebih dari satu trilyun URLs (Uniform Resource Locator) tersebar di
google
3. sekitar 500 juta penjelajah per hari mengakses situs dari US
4. Perpustakaan google telah memindai buku lebih dari 10 juta
5. Video you tube di upload dan ditonton setiap menit (Berry,
2010: 43)
Hasil penelitian berikutnya dikutip dari Suryadarma (2012). Secara visual diperoleh
data pengguna internet seperti tertulis pada gambar 2.9.

37
Gambar 2. 9. Jumlah Pengunjung Internet

` Data pada gambar 2.9 menunjukkan jumlah pengunjung internet melalui


google search engine dalam sehari sudah mencapai 620 juta. Jumlah ini belum
termasuk pengunjung yang menggunakan media searching lainnya. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan betapa banyak jumlah interaksi antara orang dengan internet,
dan betapa banyak jenis konten yang tersedia di internet. Orang cukup berdiam diri
di depan komputer yang tersambung dengan internet untuk mencari suatu
informasi. Penggunaan internet secara lebih spesifik di kalangan guru dalam
meningkatkan kapasitas profesinya dilaporkan oleh et Life (2008), melalui
penelitannya yang berjudul “Guru Amerika: Masa Lampau, Sekarang dan Masa
Depan” sebagai berikut:

Hanya sekitar 15% guru berpatisipasi pada jejaring profesi online. Kurang dari 60%
guru melakukan komunikasi virtual dengan teman dari luar daerahnya, 40%
mengambil sumber umber secara online dan hanya 28% menulis dan membacalog
berisi pelajaran (Berry, 2010: 65)

Data tersebut menunjukkan meskipun internet telah menyediakan banyak


fasilitas untuk belajar maupun sharing pengalaman tetapi baru sebagian guru saja

38
yang telah memanfaatkan. Penggunaan internet oleh guru di negara maju seperti
Amerika masih belum optimal, apalagi di Indonesia yang fasilitas aksesnya masih
terbatas. Berdasarkan hasil survey (Suryadarma, 2011), perbandingan
perkembangan jumlah pengguna internet di negara maju dan negara berkembang
per 100 orang penduduk dapat dilihat pada gambar 2.10

Negara berkembang tertinggal 20 tahun dengan negara maju. Pada saat


negara berkembang baru mulai menggunakan internet (tahun 1998), di negara maju
jumlah pengguna internet sebesar 17 per 100 penduduk. Dua puluh tahun kemudian
(2007) penduduk negara berkembang yang telah menggunakan internet baru
mencapai 17 per 100 orang, sama seperti kondisi negara maju 20 tahun yang lalu.

Gambar 2. 10. Perkembangan jumlah pengguna internet tahun


1997-2007

Teknologi digital berkembang sangat cepat. Komputer, laptop, tablet


sekarang ini sudah tidak menjadi barang mewah lagi untuk dimiliki oleh peserta
didik SMK di kota besar. Kementerian Pendidikan Nasional (MoE, Minister of
Education) Indonesia dan Telkom merancang program “SabakMoE”, yakni
program pendidikan berbasis TIK yang memungkinkan siswa menggunakan
tablet/iPhet untuk mendapatkan informasi (Ellyzar, 2012). Laptop, notebook, tablet
ini juga memungkinkan siswa untuk menyimpan ribuan e-book pendidikan, materi
pengayaan dan aplikasi pendidikan dari internet.

39
Menurut data dari negara-negara OECD diperoleh informasi rasio jumlah
siswa yang menggunakan komputer dari negara negara OECD, negara maju dan
negara berkembang seperti Indonesia. Berikut ini diambil cuplikan hasil survei
tersebut. “On average across OECD countries, the computers-per student ratio –
the ratio of computers available for students in the modal grade for 15-year-olds to
students in that grade – was 0.56 ountries with the highest levels of computers per
student in 2009 were Australia, New Zealand, the United Kingdom, Austria,
Denmark, Canada, the United States and Norway, all with computer-student ratios
above 0.72. The lowest levels were reported in the partner countries Tunisia,
Indonesia, Montenegro, Brazil and Kyrgyzstan, with only one computer available
per five or more students.

Penggunaan komputer oleh siswa di negara Indonesia masih tergolong


rendah jika dibandingkan dengan negara-negara maju seperti Eropah, Australia dan
Amerika Serikat. Namun demikian, beberapa tahun ke depan, jumlah siswa
Indonesia yang memiliki komputer akan terus bertambah. Komputer pada
umumnya terhubung dengan jaringan internet yang dapat dimanfaatkan untuk
belajar, bermain dan berkomunikasi dengan teman menggunakan jejaring sosial.

Perkembangan dunia maya (cyberspace) memberi perubahan besar dalam


dunia pendidikan. Barnett Berry (2011) mengidentifikasi kenyataan yang muncul
saat ini sebagai dampak kemajuan teknologi digital yang harus dihadapi guru yaitu:
(1) perubahan ekologi belajar untuk siswa dan guru; (2) kemudahan koneksi dengan
dunia maya; (3) perbedaan cara yang ditempuh untuk bisa berkarir secara
profesional; (4) tuntutan memiliki inovasi untuk menjadi wirausaha di masa depan.

40
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dinamika
kehidupan yang berkembang sangat cepat menuntut adanya peningkatan
kemampuan profesional guru agar profesi guru tidak larut dalam perkembangan
zaman. Upaya peningkatan kemampuan profesional tidak seharusnya berhenti
ketika guru memperoleh ijazah pendidikan keguruannya. Akan tetapi harus terus
dikembangkan melalui pembinaan-pembinaan dan studi kasus di lapangan agar
pengalaman yang diperoleh lebih nyata.

3.2 Saran
Melalui makalah ini kami menyarankan agar peranan organisasi profesi
guru tidak hanya menekankan kepada perbaikan sosial profesi, tetapi juga pada
upaya peningkatan profesionalitas dan pembinaan guru. Akhirnya semua pihak
diharapkan terlibat secara aktif dalam rangka bersama-sama berjuang sehingga
calon guru nantinya kedepan menjadi pribadi-pribadi guru yang profesional,
berkarakter, otonom dan kreatif serta cerdas, sebuah guru masa depan yang
diidamkan masyarakat yaitu seorang guru abad 21.

41
DAFTAR PUSTAKA

Jahiriansyah, Wahyudi dan M. Syukri. 2013. Peran Kepala Sekolah Sebagai


Pendidik Dalam Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Guru. Jurnal Pendidikan
dan Pembelajaran Vol 2, No 10. Diakses dari id.portalgaruda.org pada 4 Oktober
2017.
Malik, Oemar. 2009. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan
Kompetensi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Muhson, Ali. 2004. Meningkatkan Profesionalisme Guru: Sebuah Harapan.
Yogyakarta. Jurnal Ekonomi dan Pendidikan. Volume 2, Nomor 1.
Mulyasa, Enco. 2013. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Musfah, Jejen. 2015. Peningkatan Kompetensi Guru melalui Pelatihan dan
Sumber Belajar Teori dan Praktik. Jakarta: Prenadamedia Group.
Nursyamsi. 2014. Pengembangan Kepribadian Guru. Padang. Jurnal Al-
Ta’lim. Volume 21, Nomor 1.
Rifma. 2013. Problematika Kompetensi Pedagogik Guru Sekolah Dasar.
Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan Vol XIII, No 1. Diakses dari id.portalgaruda.org
pada 4 Oktober 2017.
Siswoyo, Dwi. 2013. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Undang-Undang Nomer 14 Tahun 2005

42

Anda mungkin juga menyukai