Anda di halaman 1dari 149

SKRIPSI

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KELUHAN

KESEHATAN AKIBAT TEKANAN PANAS PADA

PEKERJA UNIT PRODUKSI IV

PT SEMEN TONASA

ABD. KARIM

K111 15 337

Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk


Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

DEPARTEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
RINGKASAN
Universitas Hasanuddin
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Makassar, Agustus 2019
Abd. Karim
“FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KELUHAN
KESEHATAN AKIBAT TEKANAN PANAS TERHADAP PEKERJA UNIT
PRODUKSI IV PT SEMEN TONASA”
(xv + 103 halaman + 19 Tabel + 4 Gambar + 10 Lampiran)

Keluhan kesehatan akibat tekanan panas merupakan gejala kesehatan yang


dirasakan seseorang akibat tekanan panas yang spesifik dirasakan ditempat kerja
yang dapat menyebabkan penyakit atau gangguan kesehatan yang lebih serius.
Area produksi seperti crusher, raw mill, kiln & coal mill dan finish mill memiliki
potensi tekanan panas yang bersumber dari mesin produksi. Penelitian ini
bertujuan untuk melihat pengaruh faktor umur, iklim kerja, lama kerja, waktu
istirahat dan konsumsi air minum terhadap tingkat keluhan kesehatan akibat
tekanan panas pada pekerja unit produksi IV PT Semen Tonasa.
Penelitian ini dilakukan di Unit Produksi IV PT Semen Tonasa Kabupaten
Pangkep. Jenis penelitian ini adalah observational analitik dengan metode cross
sectional study. Total sampel sebanyak 51 orang. Penarikan sampel dilakukan
dengan metode proportional random sampling. Data diperoleh menggunakan
kuesioner, sedangkan iklim kerja panas dilakukan dengan pengukuran ISBB
menggunakan alat Thermal Environment Monitor model Quest Temp 34 accuracy
±0.5°C (0-100)°C. Data diolah dengan menggunakan program SPSS yang
hasilnya disajikan dalam tabel dan narasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh umur p=0,872
(p>0,05), iklim kerja p=0,173 (p>0,05), lama kerja p=1,0 (p>0,05) dan waktu
istirahat p=0,088 (p>0,05) serta terdapat pengaruh konsumsi air minum p=0,002
(p<0,05) terhadap tingkat keluhan kesehatan akibat tekanan panas pada pekerja
unit produksi IV PT Semen Tonasa.
Sebaiknya pihak perusahaan melakukan edukasi kepada pekerja akan
pentingnya menjaga kondisi tubuh saat bekerja di tempat panas sementara pekerja
seharusnya memperhatikan jumlah konsumsi air minum selama bekerja ditempat
panas dan memanfaatkan waktu istirahat dengan baik untuk mengembalikan
fungsi dan kondisi tubuh setelah bekerja.

Kata Kunci : Keluhan, produksi, pengaruh


Daftar Pustaka : 47 (1992-2018)

v
SUMMARY
Hasanuddin University
Public Health Faculty
Occupational Health and Safety
Makassar, August 2019
Abd. Karim
“FACTORS THAT AFFECTING THE HEALTH COMPLAINTS CAUSED
BY THE HEAT STRESS ON THE WORKERS SECTION IV PT. SEMEN
TONASA”
(xv + 103 Page + 19 Tabels + 4 Pictures + 10 Attachments)

Health complaints that result by heat stress are health symptoms that a
person feels caused by heat stress that specific felt at workplace that can cause
more serious illness or health problems. Production areas such as crushers, raw
mills, kilns & coal mills and finish mills have the potential for heat pressure from
the production machine. This study aims to look at the influence of age, work
climate, length of work, rest periods and drinking water consumption on the level
of health complaints that result by heat stress on production workers IV PT Semen
Tonasa.
This research was conducted in Production Unit IV of PT Semen Tonasa,
Pangkep Regency. This type of research is observational analytic with cross
sectional study method. Total sample of 51 people. Sampling is done by
proportional random sampling method. Data obtained from respondents using a
questionnaire, while to measure the hot working climate is done by measuring
WBGT using Thermal Environment Monitor tool model Temp 34 Quest accuracy
± 0.5 °C (0-100) °C. Data is processed using the SPSS program whose results are
presented in tables and narration.
The results showed that there was no effect of age p=0.872 (p>0.05), hot
working climate p=0.173 (p>0.05), working duration p=1.0 (p>0.05) and break
time p=0.088 (p>0.05) and there is the effect of drinking water consumption
p=0.002 (p<0.005) on the level of health complaints due to heat stress in workers
of production unit IV PT Semen Tonasa.
The company should educate workers on the importance of maintaining
body condition while working in a hot place while workers should pay attention to
the amount of consumption of drinking water while working in a hot place and
make good use of rest periods to restore body function and condition after work.

Key Words : Complaints, production, effect.


Bibliography : 47 (1992-2018)

vi
KATA PENGANTAR

Assalamu’Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah, rasa syukur yang tak terhingga penulis haturkan kepada

ALLAH SWT atas segala rahmat, berkah dan karunia-Nya sehingga skripsi

dengan judul “Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Keluhan Kesehatan

Akibat Tekanan Panas pada Pekerja Unit Produksi IV PT Semen Tonasa”

dapat terselesaikan dengan baik. salam serta sholawat semoga tetap tercurah

kepada nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya yang telah

membawa kita ke alam penuh dengan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.

Selama proses penyusunan skripsi ini tentunya tidak luput dari peran

orang-orang tercinta maka pada kesempatan ini perkenankanlah saya

menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada

orang tua saya tercinta, Ayahanda Muhammad Saidin dan Ibunda Nur Hayati

yang jasa-jasanya tidak akan pernah bisa terbalaskan oleh apapun, kepada kakak

dan adikku tersayang Zulhasni, Hasmawati dan Ikram yang tak henti-hentinya

mendoakan dan memotivasi penulis hingga akhirnya skripsi ini dapat

terselesaikan dengan baik

Dengan segala kerendahan hati, penulis juga ingin menyampaikan terima

kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Aminuddin Syam, SKM., M.Kes., M.Med.Ed, selaku Dekan

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, atas ijin penelitian

yang telah diberikan.

vii
2. Bapak Awaluddin, SKM., M.Kes selaku dosen pembimbing I dan, Ibu A.

Wahyuni, SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing II, yang telah banyak

memberikan bimbingan, arahan dan motivasi dalam peyusunan skripsi.

3. Dosen Penguji, dr. M. Furqaan Naiem, M.Sc, Ph.D, Prof. Dr. dr. H. Muh.

Syafar, MS dan Muh. Fajaruddin Natsir, SKM., M.Kes yang telah

memberikan bimbingan, saran, arahan, serta motivasi sehingga penyusunan

skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Bapak Anwar Mallongi, S.KM., MSc., Ph.D selaku dosen pembimbing

akademik yang telah membimbing, arahan dan nasehat yang membangun bagi

penulis sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Kesehatan Mayarakat atas bekal ilmu

pengetahuan yang telah diberikan selama di bangku kuliah.

6. Bapak Ir. Muhammad Rustam selaku Kepala Seksi K3 Pabrik, bapak Aldes

Biparto Abia selaku Kepala Regu K3 Pabrik PT Semen Tonasa , bapak H.

Tajuddin Nur , Bapak Andi Tenri, Bapak Badaruddin, Bapak Haeruddin,

Bapak Burhanuddin dan kakanda Wahyu Sulistiono, Nasir, Hendri Gunawan,

Ridwan, Riswandi dan Ariansyah serta seluruh anggota group inspeksi

KTA/TTA, Inspeksi Rambu dan Group Damkar PT Semen Tonasa serta

Anggun Pratiwi yang telah banyak membantu selama penelitian sekaligus

menjadi teman tempat berbagi susah peneliti dan juga kepada seluruh rekan-

rekan karyawan PT Semen Tonasa atas ijin penelitian, bantuan, bimbingan

serta dukungan yang telah diberikan kepada penulis selama penelitian.

viii
7. Para karyawan PT Semen Tonasa khususnya unit produksi IV yang telah

bersedia dengan ikhlas membantu menjadi responden dalam penelitian ini.

Semoga kita semua diberikan Keberkahan, Keselamatan dan Kesehatan dalam

setiap aktivitas kita.

8. Teman-teman Perfeight dan LD Al-Aa’fiyah yang telah menjadi sahabat baik

penulis saat bersedih maupun senang.

9. Sahabat-sahabatku Firman, Hasbullah, Andi Muhammad Shalihin, Asrul,

Surya, Muharfian, Abdul Malik dan Kak Hasan Basri yang selalu menemani

dan memberi semangat kepada penulis disaat kejenuhan mulai terasa.

10. Rekan-rekan seperjuangan teman PBL Posko Desa Pattiro, Teman KKN Desa

Sehat Gowa, OHSS, teman sejurusan K3 dan Angkatan 2015 (Gammara)

senantiasa memberikan semangat dan dorongan dalam penyelesaian skripsi

ini.

Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan guna

penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, segala puji bagi Allah dan semoga Allah

SWT melimpahkan Rahmat-Nya kepada kita.

Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Makassar, Juli 2019

Penulis

ix
DAFTAR ISI

RINGKASAN .........................................................................................................v
KATA PENGANTAR…………………………………………..…………...….vii
DAFTAR ISI...........................................................................................................x
DAFTAR TABEL…………………………………………………………...….xii
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………....xv
BAB I: PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang ..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah .........................................................................................8
C. Tujuan Penelitian ..........................................................................................8
D. Manfaat Penelitian ........................................................................................9
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................10
A. Tinjauan Umum Tentang Tekanan Panas ...................................................10
B. Tinjauan Umum tentang Umur ...................................................................31
C. Tinjauan Umum tentang Lama Kerja ..........................................................32
D. Tinjauan Umum tentang Waktu Istirahat ....................................................33
E. Tinjauan Umum tentang Konsumsi Air Minum .........................................35
F. Kerangka Teori............................................................................................37
BAB III: KERANGKA KONSEP ......................................................................38
A. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti ......................................................38
B. Kerangka Konsep ........................................................................................42
C. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif ................................................43
D. Hipotesi Penelitian ......................................................................................46
BAB IV: METODE PENELITIAN ....................................................................48
A. Jenis Penelitian ............................................................................................48
B. Waktu dan Lokasi Penelitian ......................................................................48
C. Populasi dan Sampel ...................................................................................48
D. Pengumpulan Data ......................................................................................50
E. Pengolahan dan Penyajian Data ..................................................................53
F. Analisis Data ...............................................................................................54

x
BAB V: HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................56
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...........................................................56
B. Hasil Penelitian ...........................................................................................62
A. Pembahasan .................................................................................................78
BAB VI: PENUTUP ...........................................................................................102
A. Kesimpulan ...............................................................................................102
B. Saran ..........................................................................................................102
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Pengaruh Suhu Lingkungan Terhadap Manusia ..................................19


Tabel 2.2 NAB ISBB (0C) yang diperkenankan ....................................................30
Tabel 4.1 Contoh Tabel Kontingensi 2x2 ..............................................................55
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur pada
Pekerja Unit Produksi IV PT Semen Tonasa Kab. Pangkep .....................63
Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir pada
Pekerja Unit Produksi IV PT Semen Tonasa Kab. Pangkep ......................64
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Unit Kerja pada Pekerja
Unit Produksi IV PT Semen Tonasa Kab. Pangkep ...................................64
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja pada Pekerja
Bagian Unit Produksi IV PT Semen Tonasa Kab. Pangkep......................65
Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Umur pada Pekerja
Produksi Tonasa IV PT Semen Tonasa Kab. Pangkep ..............................66
Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Iklim Kerja Panas pada
Pekerja Unit Produksi IV PT Semen Tonasa Kab. Pangkep ......................66
Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Kerja pada Pekerja
Unit Produksi IV PT Semen Tonasa Kab. Pangkep ...................................67
Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Waktu Istirahat pada Pekerja
Unit Produksi IV PT Semen Tonasa Kab.Pangkep ....................................68
Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Konsumsi Air Minum
pada Pekerja Unit Produksi IV PT Semen Tonasa Kab. Pangkep .............69
Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Keluhan Kesehatan
pada Pekerja Unit Produksi IV PT Semen Tonasa Kab. Pangkep .............69
Tabel 5.11 Keluhan Kesehatan Akibat Tekanan Panas yang Dialami Responden
pada Pekerja Unit Produksi IV PT Semen Tonasa Kab. Pangkep .............71
Tabel 5.12 Pengaruh Umur terhadap Tingkat Keluhan Kesehatan Akibat Tekanan
Panas pada Pekerja Unit Produksi IV PT Semen Tonasa Kab. Pangkep ...73
Tabel 5.13 Pengaruh Iklim Kerja terhadap Tingkat Keluhan Kesehatan Akibat
Tekanan Panas pada Pekerja Unit Produksi IV PT Semen Tonasa
Kab. Pangkep .............................................................................................74
Tabel 5.14 Pengaruh Lama Kerja terhadap Tingkat Keluhan Kesehatan Akibat
Tekanan Panas pada Pekerja Unit Produksi IV PT Semen Tonasa
Kab. Pangkep .............................................................................................75

xii
Tabel 5.15 Pengaruh Waktu Istirahat terhadap Tingkat Keluhan Kesehatan Akibat
Tekanan Panas pada Pekerja Unit Produksi IV PT Semen Tonasa
Kab. Pangkep .............................................................................................76
Tabel 5.16 Pengaruh Konsusmsi Air Minum terhadap Tingkat Keluhan Kesehatan
Akibat Tekanan Panas pada Pekerja Unit Produksi IV PT Semen Tonasa
Kab. Pangkep .............................................................................................77

xiii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2. 1 Kerangka Teori .................................................................................37

Gambar 3. 1 Kerangka Konsep .............................................................................42

Gambar 5.1 Pabrik PT Semen Tonasa ..................................................................56

Gambar 5.2 Alur Produksi Semen ........................................................................58

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian


Lampiran 2 Layout Pengukuran Iklim Kerja Panas
Lampiran 3 Hasil Pengukuran Iklim Kerja Panas
Lampiran 4 Analisis Univariat
Lampiran 5 Analisis Bivariat
Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian
Lampiran 7 Surat Izin Penelitian dari Dekan FKM UNHAS
Lampiran 8 Surat izin penelitian dari kepala Dinas Penanaman Modal
dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sulawesi Selatan
Lampiran 9 Surat Izin Penelitian dari PT Semen Tonasa
Lampiran 10 Daftar Riwayat Hidup Peneliti

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan kerja merupakan hak asasi manusia dan oleh karena itu

menjadi hal yang wajib dilaksanakan di tempat kerja oleh seluruh pihak

pelaksana pekerjaan. Menurut undang-undang no. 23 tahun 1992 tentang

kesehatan, pasal 23 dinyatakan bahwa K3 harus diselenggarakan di semua

tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya

kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling

sedikit sepuluh orang. Menurut undang-undang no.1 Tahun 1970, bahwa

setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam

melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan dan meningkatkan produksi serta

produtivitas nasional. Landasan inilah yang menjadi dasar pentingnya

melaksanakan upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di tempat kerja.

Pertumbuhan industri yang semakin berkembang menjadikan tenaga

kerja sebuah unsur yang memiliki peran dominan dalam menjalankan

aktivitas industri mulai dari mengelola bahan baku atau material, mesin,

peralatan dan proses lainnya yang dilakukan di tempat kerja guna

menghasilkan suatu produk yang bermanfaat bagi masyarakat. Selama berada

di tempat kerja, para pekerja tidak terlepas dari bahaya dan risiko yang

berkaitan dengan tempat kerja mereka. Kondisi fisik berupa lingkungan kerja

panas merupakan salah satu contoh sumber bahaya di tempat kerja. Iklim

kerja panas hampir pasti ada di semua industri di Indonesia seperti industri

1
2

pembuatan besi dan pengecoran logam baja, batu dan keramik, konstruksi,

pembuatan produk berbahan dasar karet, pertambangan, kaca dan gelas,

tekstil, makanan dan lain-lain (Fajrin, 2014).

Menurut ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah yang berkaitan

dengan temperatur tempat kerja, yaitu Peraturan Menteri Ketenagakerjaan

Republik Indonesia No. 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan

Kerja dan Lingkungan Kerja. NAB terendah untuk iklim kerja ISBB (Indeks

Suhu Basah dan Bola) ruang kerja adalah 28°C dan NAB tertinggi adalah

32,2°C, tergantung pada beban kerja dan pengaturan waktu kerja

(Permenaker, 2018).

Jika pekerja mendapatkan tekanan panas maka akan muncul tanda dan

gejala awal (early signs and symptoms) seperti berkeringat, pusing dan mual.

Apabila tanda dan gejala awal tidak terdeteksi dan tidak segera ditangani,

akan menyebabkan dampak kesehatan yang lebih serius terhadap pekerja,

seperti heat cramps, heat exhaustion dan heat stroke (Worksafe BC, 2007).

Apabila tenaga kerja bekerja melebihi NAB iklim kerja maka dapat

mengalami efek tekanan panas berupa keluhan subjektif akibat tekanan panas

seperti mengeluh rasa panas, banyak keringat, selalu haus, perasaan tidak

enak dan hilangnya nafsu makan yang disebabkan oleh hilangnya cairan dari

tubuh oleh penguapan keringat (Suma’mur, 2009). Menurut Tarwaka (2004,

dikutip dalam Grantham dan Bernard, 2002) reaksi fisiologis akibat tekanan

panas yang berlebihan dapat dimulai dari gangguan fisiologis yang sangat
3

sederhana sampai terjadi penyakit yang serius berupa dehidrasi, heat syncope,

heat rashes, heat cramp, heat exhaustion dan heat stroke.

Biro statistik tenaga kerja Amerika melaporkan terjadi 40 kejadian fataliti

akibat pajanan panas lingkungan pada tahun 2002. 40% dari kematian

tersebut terjadi di industri konstruksi, 25% di industri agrikultur dan

pertambangan, 10% di transportasi dan kebutuhan publik, 7.5% di industri

manufaktur (Puspita, 2012 dalam Mc Kinnon dan Utley, 2005). Berdasarkan

Cencus of Fatal Occupational Injuries (CFOI) Amerika Serikat, dari Tahun

1992 – 2008 menunjukkan terjadi 487 kasus kematian pekerja (rata-rata 29

kasus per tahun) akibat pajanan panas lingkungan (Puspita, 2012 dalam

Jackson dan Rosenberg, 2010).

Di California, Divisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Cal/OSHA)

menyelidiki berbagai laporan penyakit yang berhubungan dengan pajanan

panas. Tahun 2005, terjadi 54% kasus kematian dan 38% rawat inap. Seluruh

korban adalah laki-laki dan sebagian besar bekerja di luar (84%). 46%

mengalami gangguan pada hari pertama mereka bekerja dan 80% dalam

waktu 4 hari pertama mereka bekerja. Hal ini menunjukkan bahwa mereka

belum menyesuaikan diri dalam cuaca panas (Jackson dan Rosenberg, 2010

dalam Puspita 2012). Menurut NIOSH (2016 dikutip dalam Bureau of Labor

Statistics, 2011) menunjukkan terjadi 4.190 kasus cedera atau penyakit yang

disebabkan oleh paparan panas di lingkungan kerja yang panas dan

mengakibatkan pekerja kehilangan waktu kerja selama beberapa hari


4

Di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan Pamungkas dan

Zulkifli, 2013 pada 115 responden, di area PT Unites Tractors TBK,

sebanyak 110 responden (95,7%) merasakan temperatur lingkungan kerja

panas dan 79,1% responden merasa tidak nyaman. Keluhan akibat pajanan

panas yang sangat sering (setiap hari) dirasakan oleh responden adalah

banyak mengeluarkan keringat (64,3%) dan merasa cepat haus (43,5%).

Sedangkan keluhan yang sering dirasakan oleh responden adalah merasa

cepat haus (25,2%), banyak mengeluarkan keringat (20,9%) dan kulit terasa

perih kemerahan (20,9%). Keluhan yang termasuk jarang dirasakan oleh

responden adalah lemas (53%0 dan kurang konsentrasi (50,4%).

Pada penelitian yang dilakukan Saputri dan Hendra, 2014 di PT Frisian

Flag Indonesia Plant Ciracas Tahun 2014 pada 50 sample responden

penelitian, 100% mengalami keluhan akibat pajanan panas dengan frekuensi

yang berbeda-beda. Keluhan paling banyak yang dirasakan adalah

mengeluarkan keringat berelebihan 94,0%, merasa cepat haus 84%, lemas

56% dan merasa cepat lelah 58%. Penelitian yang dilakukan Fajriana, dkk.

(2012) di PT Semen Tonasa pada pekerja produksi bagian kiln, terdapat

sebanyak 33 pekerja yang mengalami keluhan akibat tekanan panas. Keluhan

yang dirasakan oleh pekerja diperngaruhi oleh faktor umur, kebiasaan minum

air, lama paparan, masa kerja dan penggunaan Alat Pelindung Diri. Keluhan

dirasakan oleh pekerja unit kiln pada kisaran suhu antara 29,4oc-31,9oc yang

dianggap telah melewati nilai ambang batas.


5

PT Semen Tonasa adalah produsen semen terbesar di Kawasan Timur

Indonesia yang menempati lahan seluas 715 hektar di Desa Biringere,

Kecamatan Bungoro, Kabupaten Pangkep, sekitar 68 kilometer dari kota

Makassar. Perseroan yang memiliki kapasitas terpasang 5.980.000 ton semen

per tahun ini, mempunyai empat unit pabrik, yaitu Pabrik Tonasa II, III, IV

dan V. Keempat unit pabrik tersebut menggunakan proses kering dengan

kapasitas masing-masing 590.000 ton semen pertahun untuk Unit II dan III,

2.300.000 ton semen per tahun untuk Unit IV serta 2.500.000 ton semen

untuk Unit V.

Bagian produksi adalah bagian vital pada perusahaan, dimana suluruh

proses pembuatan semen mulai dari pengolahan bahan baku hingga menjadi

semen keseluruhannya diproses pada bagian produksi. Unit produksi IV PT

Semen Tonasa terdiri dari empat unit kerja yaitu Crusher, Raw Mill, Kiln &

Coal Mill dan Finish Mill. Berdasarkan hasil observasi di Pabrik PT Semen

Tonasa khususnya Tonasa IV, bahwa semua unit kerja memiliki potensi

paparan tekanan panas terhadap pekerja. Paparan panas yang diterima pekerja

berasal dari mesin yang beroperasi selama 24 jam. Mesin-mesin dan alat kerja

yang disertai dengan panas, akan meningkatkan paparan tekanan panas serta

menambah risiko terhadap para pekerja.

Faktor lain yang sangat menentukan besarnya paparan yang diterima

adalah lama paparan dalam hal ini jumlah jam kerja yaitu 8 jam perhari.

Intensitas paparan tekanan panas lingkungan kerja yang diterima seorang

pekerja tergantung dari area kerjanya, jenis pekerjaannya dan lama mereka
6

bekerja. Dalam kondisi normal, rata-rata jam kerja pekerja yaitu ±7-8 jam

perhari atau 40 jam perminggu tergantung pembagian shift kerja yang

diperoleh, namun bisa bertambah dibeberapa kondisi seperti ketika ada

masalah dengan mesin produksi.

Setiap tahapan proses produksi semen di PT Semen Tonasa memiliki

potensi tekanan panas di setiap area kerja. Tekanan panas yang diperoleh

pekerja berasal dari mesin-mesin yang beroperasi 24 jam. Padatnya pekerjaan

yang dilkukan pekerja semakin menambah intensitas panas yang diterima

oleh tubuh pekerja. Selain itu, beberapa area kerja tidak memiliki ventilasi

udara yang memadai seperti daerah raw mill dan finish mill. Proses produksi

semen juga membutuhkan suhu yang sangat tinggi pada tahap-tahap tertentu

seperti pada bagian kiln yang menghasilkan panas hingga 14000c.

Pada pengukuran yang dilakukan Fajriana, dkk. (2012) di PT Semen

Tonasa, hasil pengukuran menunjukkan unit produksi dengan rata-rata suhu

diatas ambang batas sesuai dengan Permenaker no. 5 tahun 2018 yaitu kisaran

27,0oc hingga 37,9oc terutama pada operasi kiln. Suhu lingkungan kerja yang

tinggi dengan lama paparan selama 8 jam akan memberikan dampak tekanan

panas yang besar kepada pekerja. Paparan tekanan panas yang tinggi selama

bekerja akan menimbulkan keluhan keluhan kesehatan akibat tekanan panas.

Efek tekanan panas yang terjadi secara terus menerus dan tidak segera

ditangani dengan baik dapat berkembang menjadi penyakit akibat pajanan

panas (heat related disorders) yang diawali gejala awal (early symptoms and

signs) secara subjektif oleh para pekerja (Worksafe BC, 2007).


7

Unit produksi IV memiliki kapasitas produksi 2.300.000 ton pertahun

yang sudah beroperasi sejak tahun 1996. Kapasitas produksi unit produksi IV

merupakan yang teringgi jika dibandingkan dengan unit produksi I, II dan III.

Operasi unit produksi IV yang sudah berlangsung sejak lama dari tahun 1996

tentunya memiliki sejumlah risiko yang mengancam kesehatan para

pekerjanya. Jika dibandingkan dengan semua unit produksi, unit produksi IV

dianggap memiliki risiko yang lebih besar karena kapasitas produksi yang

besar dan proses produksi yang sudah berlangsung lama.

Berdasarkan observasi awal di lapangan dan wawancara dengan pekerja

bahwa seluruh area pabrik khususnya unit produksi memiliki potensi panas di

setiap unit kerja. Pekerja mengeluhkan kondisi panas yang hampir tiap hari

mereka rasakan serta keluhan berupa kondisi kesehatan yang terganggu

dikarenakan pajanan tekanan panas tempat mereka bekerja. Keluhan-keluhan

kesehatan yang tidak segera ditangani akan berdampak pada munculnya

penyakit akibat tekanan panas bahkan bisa berakibat lebih fatal dan

menimbulkan kematian. Sementara itu belum ada pengendalian signifikat

yang dilakukan baik pihak manajemen maupun pihak K3 dalam pengendalian

tekanan panas di lingkungan kerja, bahkan keluhan kesehatan akibat tekanan

panas yang dirasakan pekerja cenderung dianggap biasa-biasa saja dan

sesuatu yang normal terjadi didalam pabrik.

Dari penjelasan diatas maka penting perlunya dilakukan penelitian untuk

mengetahui faktor yang mempengaruhi keluhan ksehatan akibat tekanan

panas pada pekerja unit produksi IV PT Semen Tonasa, sehingga bisa


8

menjadi bahan evaluasi perusahaan dan pihak K3 untuk menjamin

sepenuhnya keselamatan dan kesehatan kerja karyawannya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah yang

akan diteliti yaitu apakah ada hubungan antara tekanan panas, umur, lama

kerja, waktu istirahat dan pola konsumsi air minum dengan keluhan kesehatan

akibat tekanan panas pada pekerja unit produksi IV PT Semen Tonasa

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor

mempengaruhi tingkat keluhan kesehatan akibat tekanan panas pada

pekerja unit produksi IV PT Semen Tonasa.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui adanya pengaruh iklim kerja terhadap tingkat

keluhan kesehatan akibat tekanan panas.

b. Untuk mengetahui adanya pengaruh umur terhadap tingkat keluhan

kesehatan akibat tekanan panas

c. Untuk mengetahui adanya pengaruh lama kerja terhadap tingkat

keluhan kesehatan akibat tekanan panas

d. Untuk mengetahui adanya pengaruh waktu istirahat terhadap tingkat

keluhan kesehatan akibat tekanan panas

e. Untuk mengetahui adanya pengaruh pola konsumsi air minum terhadap

tingkat keluhan kesehatan akibat tekanan panas


9

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat ilmiah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan bacaan

yang dapat menambah pengetahuan dan wawasan serta dapat menjadi

salah satu sumber kajian ilmiah, referensi, dan sarana bagi penelitian

selanjutnya di bidang kesehatan masyarakat, khususnya dalam upaya

pencegahan dan pengendalian gangguan kesehatan akibat tekanan panas.

2. Manfaat bagi Perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan atau saran

kepada pemilik pabrik dan pekerja tentang faktor yang mempengaruhi

keluhan kesehatan akibat tekanan panas dalam upaya peningkatan derajat

kesehatan tenaga kerja dan peningkatan produktifitas kerja, menjadi bahan

referensi dalam mengupayakan pengendalian terhadap tekanan panas dan

keluhan yang dirasakan pekerja akibat tekanan panas.

3. Manfaat bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menjadi pengalaman yang sangat bermakna dan

menambah wawasan serta pengetahuan bagi peneliti dalam

mengimplementasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama proses

perkuliahan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Tekanan Panas

1. Pengertian Tekanan Panas

Tekanan panas (Heat Stress) merupakan gabungan dari produksi

panas oleh tubuh tenaga kerja itu sendiri, iklim kerja, yang merupakan

kombinasi dari suhu udara, kelembapan udara, kecepatan gerakan udara

dan panas radiasi serta beban kerja yang harus ditanggung oleh tenaga

kerja (Istiqomah dan Erwin, 2013). Menurut ACGIH (2010), Heat Stress

adalah beban kerja panas yang diterima pekerja akibat panajan panas dari

kombinasi antara panas metabolik, faktor lingkungan (tediri dari

temperatur udara, kelembaban, pergereakan udara dan panas radiasi) dan

pakaian pekerja. Sedangkan menurut Pamungkas dan Zulkifili (2013

dikutip dalam Bernard 2002), heat stress adalah kombinasi dari faktor

lingkungan, pekerjaan dan pakaian yang dapat meningkatkan temperatur

tubuh, denyut jantung, dan produksi keringat.

Tekanan panas merupakan kumpulan dari faktor lingkungan dan

aktivitas fisik yang dapat meningkatkan jumlah panas di dalam tubuh.

Faktor lingkungan meliputi temperatur udara, perpindahan panas radiasi,

pergerakan udara, dan kelembaban. Tekanan panas terjadi melalui

kombinasi dari beberapa faktor (lingkungan, pekerjaan dan pakaian) dan

cenderung untuk meningkatkan suhu inti tubuh, detak jantung/denyut

nadi, dan keringat (Apridiansyah dan Ardi, 2018).

10
11

Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa, tekanan panas

(heat stress) adalah beban panas yang diterima oleh tubuh pekerja akibat

aktivitas fisik dan faktor lingkungan yang dapat meningkatkan jumlah

panas di dalam tubuh dan meningkatkan temperature tubuh, denyut

jantung dan produksi keringat.

2. Sumber Panas

1. Panas dari Aktivitas

Panas dari aktivitas merupakan jumlah panas yang berasal dari

tubuh pekerja itu sendiri melalui proses metabolisme tubuh. Panas

yang diakibatkan metabolisme sangat tergantung kepada aktivitas

tubuh (Worksafe BC, 2007).

2. Panas dari lingkungan

Operasi yang melibatkan udara suhu tinggi, sumber panas radiasi,

kelembaban tinggi, kontak fisik langsung dengan benda panas, atau

kegiatan fisik yang berat berpotensi menginduksi tekanan panas pada

pekerja yang terlibat dalam operasi tersebut (Kuswana, 2016).

Pada dasarnya terdapat 3 (tiga) sumber panas yang penting

(Suma’mur, 2009) yaitu:

1) Iklim kerja : Keadaan suhu panas udara ditempat kerja yang

ditentukan oleh faktor-faktor keadaanantara lain, suhu udara,

kelembaban udara, kecepatan gerak udara dan suhu radiasi

2) Proses Produksi dan mesin akan mengeluarkan panas secara nyata

sehingga lingkungan kerja menjadi lebih panas


12

3) Kerja otot tenaga kerja dalam melaksanakan pekerjaannya

memerlukan energi yang diperoleh dari bahan nutrisi yaitu

karbohidrat, lemak, protein dan oksigen yag diperlukan dalam

proses oksidasi untuk menghasilkan energi yang merupakan panas

yang disebut metabolisme.

Sumber panas dalam ruangan berasal dari mesin produksi yang

memproses pencampuran bahan, panas radiasi sinar matahari melalui

atap pabrik serta kurangnya bukaan atau ventilasi dalam ruangan.

Sedikitnya ventilasi ruangan menambah beban panas ruangan kerja. Hal

tersebut diakibatkan oleh panas dalam ruangan cenderung terakumulasi

dan terperangkap di dalam ruangan karena tidak adanya saluran

pertukaran udara dalam dan udara luar. Kondisi ini mengakibatkan

banyak pekerja merasakan ketidaknyamanan dalam bekerja yang

ditunjukkan dengan pekerja keluar dan masuk ruangan pada saat bekerja

(Huda dan Khristoffel, 2012).

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tekanan Panas

Respon tubuh yang dialami setiap orang akibat pajanan panas

berbeda-beda, meskipun terpapar dalam lingkungan panas yang sama. Hal

ini menunjukkan adanya perbedaan kondisi fisiologi masing-masing

individu yang berperan terutama dalam merespon tekanan panas. Faktor-

faktor yang mempengaruhi tekanan panas dari masing-masing individu

misalnya faktor aklimatisasi, umur, jenis kelamin, perbedaan suku bangsa,

ukuran tubuh, dan gizi (Fajrin, 2014 dalam Wahyu, 2010).


13

a. Aklimatisasi

Secara sederhana, aklimatisasi dapat diartikan sebagai proses

pengkondisian tubuh terhadap lingkungan kerja yang panas. Menurut

ACGIH (2010), aklimatisasi adalah adaptasi fisiologis tubuh secara

perlahan-lahan yang dapat memperbaiki kemampuan individu dalam

bertoleransi dengan tekanan panas.

Aklimatisasi adalah suatu proses adaptasi fisiologis yang ditandai

dengan pengeluaran keringat yang meningkat, penurunan denyut nadi,

dan suhu tubuh sebagai akibat pembentukan keringat. Aklimatisasi

terhadap suhu tinggi merupakan hasil penyesuian diri seseorang

terhadap lingkungannya. Aklimatisasi panas biasanya tercapai sesudah

2 minggu (Salami dkk, 2015).

Seseorang yang secara teratur bekerja di lingkungan yang panas

akan memiliki risiko lebih rendah terkena gangguan kesehatan akibat

pajanan panas dibandingkan dengan orang yang tidak teraklimatisasi.

Kemampuan untuk bekerja akan meningkat dan risiko terhadap

gangguan akibat pajanan panas akan menurun (Worksafe BC, 2007).

b. Umur

Daya tahan seseorang terhadap panas akan menurun seiring dengan

pertambahan umur. Menurut Worksafe BC (2007), Pekerja dengan

umur lebih tua (40 sampai 65 tahun) umumnya kurang mampu dalam

mengatasi panas. Orang yang lebih tua, lebih lambat mengeluarkan

keringat dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Orang yang


14

lebih tua, membutuhkan waktu yang lebih lama dalam menormalkan

kembali suhu tubuhnya setelah terpapar panas (Fajrin, 2014). Respon

kelenjar keringan terhadap perubahan temperature akan menjadi lebih

lambat seiring dengan pertambahan umur seseorang, sehingga proses

pengeluaran keringan menjadi kurang efektif dalam mengendalikan

suhu tubuh (NIOSH, 2016).

c. Jenis Kelamin

Jenis kelamin tidak terlalu banyak memberi pengaruh terhadap

efek tekanan panas. Kecenderungannya adalah laki-laki lebih sedikit

mudah berkeringat dan wanita yang memiliki tubuh gemuk lebih sulit

untuk melakukan proses pendinginan tubuh (Iridiastadi, 2016).

Menurut Salami dkk, (2015 dikutip dalam WHO,1969)

mengemukakan adanya perbedaan dalam hal aklimatisasi antara pria

dan wanita. Wanita tidak dapat melakukan aklimatisasi sebaik pria

karena mereka kapasitas kardiovaskulernya lebih kecil.

d. Status Gizi

Seseorang yang status gizinya jelek akan menunjukkan respon

yang berlebihan terhadap tekanan panas, hal ini disebabkan karena

sistem kardiovaskuler yang tidak stabil (Ultani, 2011). Seseorang

yang memiliki kelebihan berat badan lebih mudah menghasilkan

panas sehingga lebih berisiko mengalami keluhan subjektif (Triami,

2018). Orang dengan kelebihan berat badan juga dapat menghasilkan

panas lebih banyak selama kegiatan (Worksafe BC, 2007).


15

e. Ukuran Tubuh

Ukuran tubuh seseorang mempengaruhi reaksi fisiologis tubuh

terhadap panas. Kelebihan lemak menyebabkan meningkatnya insulasi

terhadap tubuh yang dapat mengurangi kehilangan panas dalam tubuh.

Orang dengan kelebihan berat badan juga dapat menghasilkan panas

lebih banyak selama kegiatan (Worksafe BC, 2007).

Orang gemuk mempunyai fungsi sirkulasi lebih buruk dari pada

orang yang tidak gemuk. Orang yang tidak berbadan gemuk relatif

lebih tahan panas pada saat melakukan pekerjaan mulai dari kapasitas

kerja minimum sampai kapasitas kerja maksimum (Fajrin, 2014).

f. Pakaian Kerja

Pakaian kerja merupakan pakaian khusus yang digunakan para

pekerja ssat mereka bekerja yang disesuaikan dengan jenis pekerjaan

mereka. Pemilihan jenis pakaian kerja mempertimbangkan bahaya dan

risiko apa saja yang dihadapi pekerja berhubungan dengan pekerjaan

mereka, karena pakaian kerja diharapkan berfungsi sebagai pelindung

bagi pekerja. Penggunaan pakaian khusus kerja dalam kegiatan

industri, yang lebih dari sekedar pakaian biasa sangat diperlukan

untuk melindungi kulit dari goresan atau sayatan, iritasi, atau dari

bahan-bahan yang berbahaya (Puspita, 2012).

Besaran tekanan panas yang diterima pekerja sangat tergantung

dari ketebalan pakaian, warna pakaian dan kelonggaran pakaian.

Secara umum, untuk lingkungan yang panas dengan tingkat panas


16

radiasinya rendah sebaiknya cukup menggunakan pakaian yang tipis

(pakaian biasa). Sedangkan, untuk lingkungan kerja yang tingkat

panas radiasinya tinggi sebaiknya menggunakan pakaian yang

menutup seluruh tubuh (coverall), tetapi dipilih yang longgar dan

terbuat dari bahan ringan (Puspita, 2012 dalam WHO 1969).

4. Efek Tekanan Panas Terhadap Tubuh

Tenaga kerja yang bekerja di lingkungan kerja panas, membutuhkan

upaya tambahan pada anggota tubuhnya untuk menjaga keseimbangan

panas. Menurut Tarwaka dkk (2004), bahwa reaksi fisiologis akibat

pemaparan panas yang berlebihan dapat dimulai dari gangguan fisiologis

yang sangat sederhana sampai dengan terjadinya penyakit yang sangat

serius. Reaksi fisiologis tubuh akibat peningkatan temperatur udara di luar

suhu nyaman bekerja diantaranya:

a. Vasodilatasi

b. Denyut jantung meningkat

c. Temperatur kulit meningkat

d. Suhu inti tubuh pada awalnya turun kemudian meningkat

Tekanan panas ditandai dengan adanya beberapa gejala atau keluhan

berupa sakit perut, mual, berkeringat terlalu banyak, kelelahan, haus,

anorexia, kejang usus, dan perasaan tidak enak (Farida dkk, 2007).

Menurut Ramdan (2007), tekanan panas yang berlebihan memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap kelelahan kerja. Selain itu, pekerja

yang terpapar suhu tinggi akan mengalami gangguan kesehatan akibat


17

tekanan panas. Kebanyakan individu akan merasa nyaman bekerja pada

suhu udara 20-27oC dan kelembaban 35-60%, bila lebih tinggi dari nilai

ini tidak terasa nyaman, penampilan kerja akan menurun, bahkan dapat

menimbulkan gangguan kesehatan. Menurut Suma’mur dan Soedirman

(2014), tenaga kerja yang bekerja dengan beban kerja tertentu di

lingkungan kerja panas yang tinggi dapat menderita gangguan dan

penyakit yang berhubungan dengan suhu udara panas (heat- related

disease). Dengan demikian, sangat penting untuk mengetahui dan

mampu mengenali gejala dari heat- related disease, mulai dari yang

menyebabkan ketidaknyamanan sementara (temporary discomfort),

sampai yang biasanya berupa kondisi fatal, antara lain heat stroke.

Menurut Pamungkas dan Zulkifili (2013 dikutip dalam Bernard,

2002) Pajanan tekanan panas yang berlebihan dapat mengakibatkan heat-

related disorders atau penyakit akibat pajanan panas seperti heat stroke,

heat exhaustion, dehydration, heat syncope, heat cramps dan heat rash.

Berikut ini adalah beberapa dari heat- related disease dan gejala-

gejalanya : Suma’mur dan Soedirman, (2014)

a. Heat rash adalah iritasi kulit yang disebabkan oleh keringat yang

terlalu banyak atau biang keringat karena panas dan lembab. Pada

kulit tampak seperti cluster merah dan kulit melenting (pimples) atau

blister kecil.

b. Heat cramp ditandai dengan banyak keluar keringat dan

mengakibatkan hilangnya garam Na dari tubuh. Heat cramp terasa


18

sebagai otot lengan, kaki, atau perut menjadi nyeri akibat kontraksi

mendadak (muscle spasms). Suhu badan biasanya normal, kulit

lembab dan dingin, tetapi berkeringat.

c. Heat syncope adalah tiba-tiba pusing atau fainting yaitu keadaan tidak

sadar secara sementara atau lemas sesudah bekerja atau mengeluarkan

tenaga dalam lingkungan yang panas atau terpapar suhu yang tinggi

dengan tidak sadar secara sementara atau lemas sesudah bekerja atau

mengeluarkan tenaga dalam lingkungan yang panas atau terpapar suhu

yang tinggi dengan tanda-tanda kulit pucat dan berkeringat tetapi tetap

dingin, denyut nadi cepat tapi lemah, dan suhu tubuh normal.

d. Kelelahan akibat panas (heat exhaustion) adalah isyarat bahwa tubuh

menjadi terlalu panas. Penderita heat exhaustion akan mengalami

haus, kepala puyeng, lemah, mungkin pingsan, tidak terkoodinasi,

mual, berkeringat sangat banyak, suhu tubuh biasanya normal, denyut

nadi normal atau meningkat, kulit dingin, lembab, dan lengket. Heat

exhaustion adalah bentuk heat related-disease yang dapat berkembang

beberapa hari setelah terpapar suhu tinggi.

e. Heat stroke adalah kondisi serius yang mengancam nyawa apabila

tubuh kehilangan kemampuan mengontrol suhu sehingga perlu

mengetahui gejala-gejala awal muncul dalam heat stroke yaitu :

1) Demam yang meningkat cepat menjadi suhu yang berbahaya dalam

hitungan menit, suhu tubuh di atas 40oC bahkan lebih tinggi lagi.

2) Kebingungan
19

3) Hasrat untuk berkelahi

4) Perilaku eksentrik

5) Merasa keadaan tidak sadar secara sementara atau lemah

6) Berdiri atau jalan tidak mantap, tidak percaya diri (staggering)

7) Denyut nadi kuat dan cepat

8) Kulit kering dan panas

9) Tidak berkeringat

10) Vertigo, tremor, dan konvulsi

11) Gangguan mental ditandai dengan percakapan membingungkan dan

halusinasi atau delirium, serta koma

12) Dehidrasi adalah kehilangan air dari tubuh karena terlalu banyak

keringat akibat terpapar panas tinggi dalam waktu relatif lama.

13) Hipertermia adalah penyakit akibat pemanasan berlebihan dari

tubuh tenaga kerja yang bekerja pada suhu tinggi.

Menurut Nyoman dalam Ultani, (2011), efek-efek panas bagi tubuh

manusia akan berdampak pada tingkat kemampuan fisik dan mental.

Tabel 2.1
Pengaruh Suhu Lingkungan Terhadap Manusia
No Tingkat Temperatur Efek Terhadap Tubuh
(ºC)
1. ± 49ºC Temperatur yang dapat ditahan sekitar 1
jam, tetapi jauh di atas kemampuan fisik
dan mental
2. ± 30ºC Aktivitas mental dan daya tangkap mulai
menurun dan cenderung untuk membuat
kesalahan dalam pekerjaan
3. ± 24ºC Kondisi optimum
4. ± 10ºC Kelakuan fisik yang ekstrim mulai
muncul
Sumber: Nyoman, 2004 dalam Ultani, 2011
20

Menurut Kuswana (2016), terjadi 3 tahap yang timbul jika terpapar

dengan suhu tinggi yang ekstrem. Tingkatan yang paling ringan yaitu

heat cramps. Gejalanya adalah kram otot yang amat menyakitkan,

biasanya terjadi pada otot lengan atau kaki. Tingkatan selanjutnya yaitu

heat exhaustion, gejalanya adalah berkeringat berat, merasa haus, lemas,

pusing, mual, sakit kepala dan lelah. Jika heat exhaustion tidak segera

ditangani maka cepat berlanjut ke tingkatan yang terberat yaitu heat

stroke. Gejalanya antara lain berkeringat, suhu tubuh lebih dari 41oC,

kulit yang panas, memerah, sampai tidak berkeringat (kering), penurunan

kesadaran, denyut nadi yang cepat dan pernapasan yang cepat dan dalam.

5. Pencegahan dan Pengendalian Munculnya Gangguan Kesehatan

Akibat Tekanan Panas

Pencegahan terhadap gangguan kesehatan akibat tekanan panas

menurut Indra, (2014 dalam Anggraini, 2010) adalah sebagi berikut.

a. Air minum

Air minum merupakan unsur pendingin tubuh yang penting dalam

lingkungan panas. Air diperlukan untuk mencegah terjadinya

dehidrasi akibat berkeringat dan pengeluaran urin.

b. Garam

Saat pengeluaran keringat yang banyak, cairan tubuh yang

mengandung mineral dalam tubuh dikeluarkan. Olehnya itu perlu

menambah asupan garam bagi tubuh, namun tidak boleh dalam jumlah

yang berlebihan karena dapat menimbulkan haus dan mual.


21

c. Makanan

Sesudah makan, sebagian besar darah mengalir ke daerah usus

untuk menyerap hasil pencernaan.

d. Istirahat

Istirahat sangat bermanfaat untuk menghindari terjadinya efek

kelelahan kumulatif.

e. Tidur

Untuk menghindari efek kelelahan setelah aktivitas fisik yang

berat,terutama yang dilakukan pada lingkungan kerja yang panas,

tubuh memerlukan istirahat yang cukup dan tidur sekitar 7 jam sehari.

f. Pakaian

Pakaian dapat melindungi permukaan tubuh terhadap radiasi sinar

matahari. Selain itu, pakaian merupakan penghambat terjadinya

konveksi antara kulit dengan aliran udara. Untuk mendapatkan efek

yang menguntungkan, baju yang pakai harus cukup longgar terutama

bagian leher, ujung lengan, ujung celana, dan sebagainya.

Menurut Worksafe BC (2007), apabila pekerja terpajan dengan

kondisi lingkungan yang dapat menyebabkan heat-related disorder perlu

dilakukan pengendalian melalui engineering control. Apabila

engineering control sulit untuk diterapkan, maka dapat dilakukan

administrative control (seperti pengaturan jam kerja dan istirahat yang

sesuai) atau personal protective equipment (alat pelindung diri).


22

Menurut Triami (2018 dalam Harrianto 2010), cara mengurangi

risiko gangguan kesehatan akibat bekerja di lingkungan panas yaitu:

a. Pengendalian Administratif

1) Aklimatisasi sebelum melaksanakan beban kerja yang penuh.

2) Untuk mempersingkat pajanan dibutuhkan jadwal istirahat yang

pendek tetapi sering dan rotasi pekerja yang memadai.

3) Ruangan dengan penyejuk rasa (AC) perlu disediakan untuk

memberikan efek pendingin pada pekerja waktu istirahat.

4) Penyediaan air minum yang cukup.

b. Pengendalian Teknik

Pengendalian teknik merupakan usaha yang paling efektif untuk

mengurangi pajanan lingkungan panas yang berlebihan, dengan cara :

1) Mengurangi produksi panas metabolik tubuh.

2) Automatisasi dan mekanisasi beban tugas akan meminimalisasi

kebutuhan kerja fisik pekerja.

3) Mengurangi penyebaran panas radiasi dari permukaan-permukaan

benda yang panas, dengan cara isolasi/penyekat (melapisi

permukaan benda-benda yang panas dengan bahan yang memiliki

emisi yang rendah seperti aluminium atau cat), perisai (bahan

yang dapat memantulkan panas) dan remote control.

4) Mengurangi bertambahnya panas konveksi, seperti penggunaan

kipas angin untuk meningkatkan kecepatan gerak udara di ruang

kerja panas.
23

5) Mengurangi kelembaban. AC, peralatan penarik kelembaban dan

upaya lain untuk mengeliminasi uap panas sehingga dapat

mengurangi kelembaban di lingkungan tempat kerja.

c. Alat Pelindung Diri

1) Untuk bekerja di tempat kerja yang panas dan lembab, perlu

disediakan baju yang tipis dan berwarna terang hingga

pengeluaran panas tubuh dengan proses evaporasi keringat

menjadi lebih efisien.

2) Kacamata yang dapat menyerap panas radiasi bila bekerja dekat

dengan benda-benda yang sangat panas, misalnya cairan logam

atau oven yang panas.

Menurut Iridiastadi (2016), beberapa teknik pengendalian panas yang

disarankan OSHA sebagai berikut :

a. Aklimatisasi, adaptasi secara bertahap di tempat kerja yang panas

selama beberapa hari.

b. Cairan, pemberian minuman (dingin, tapi bukan air es) secara

berkala, misalnya satu gelas per 20 menit. Dorong pekerja untuk

terus-menerus melakukan kebiasaan ini. Minuman cukup beberapa

air, tanpa harus mengandung elektrolit tambahan.

c. Engineering, pengendalian dengan ventilasi yang cukup untuk

membawa udara segar dari luar ruangan, penggunaan sistem

pembuangan udara lokal, penggunaan AC atau Air treatment,

penggunaan kipas angin bermanfaat saat dry bulb temperature tidak


24

lebih dari 35oC, insulasi objek (mesin dan proses) penghasil panas

serta lapisan penangkal antara pekerja dan sumber panas.

d. Administratif, pendendalian dengan cara pelatihan kepada pekerja

dengan harapan meningkatkan kesadaran akan bahaya yang

ditimbulkan karena paparan panas, pekerja diminta mengenali

bahaya, pelatihan kepada pekerja untuk fokus pada kebiasaan yang

perlu dilakukan, menurunkan beban kerja melalui modifikasi cara

kerja, rotasi kerja, penambahan pekerja, pemberian tempat istirahat

yang nyaman dan teduh, pemberian istirahat yang berkala dan

terjadwal dan pekerjaan berat dilakukan saat pagi hari atau sore hari.

Selain melakukan pencegahan terhadap dampak tekanan panas bagi

kesehatan pekerja, sangat penting pula dalam melakukan upaya

pengendalian terhadap kemungkinan risiko tekanan panas di tempat kerja

khususnya unit produksi. Menurut Ardiningsih, (2013) tingginya iklim

kerja pada ruang produksi sehingga pihak perusahaan disarankan perlu

pengaturan lama kerja dan jam istirahat, penyediaan air minum di sekitar

tempat kerja tenaga kerja yang mudah dijangkau oleh tenaga kerja,

penyediaan pakaian kerja yang terbuat dari katun guna mempermudah

penguapan keringat untuk seluruh tenaga kerja, penggunaan ventilasi

dorong tarik pada bagian produksi sehingga panas yang dihasilkan dari

proses produksi dapat keluar dan digantikan dengan udara yang dingin

dan pengendalian secara teknis pada mesin oven yaitu dengan

mengisolasi sumber panas. Sebaiknya tenaga kerja dengan umur setengah


25

lanjut usia untuk tidak ditempatkan di tempat kerja yang panas atau

dilakukan rotasi kerja

6. Respon Tubuh Terhadap Tekanan Panas

Manusia memiliki kemampuan aklimatisasi yaitu kemampuan dalam

menyesuaikan suhu tubuh dengan lingkungannya melalui mekanisme

pengaturan panas (termoregulasi). Apabila suhu tubuh meningkat lebih

dari titik tetap (37-38°C), tubuh secara otomatis akan terstimulus untuk

melakukan serangkaian mekanisme untuk mempertahankan suhu dengan

cara menurunkan produksi panas dan meningkatkan pengeluaran panas,

sehingga suhu kembali pada titik tetap. Pengeluaran panas dilakukan

melalui produksi keringat atau evaporasi (Budiartha, 2009).

Menurut Suma’mur (2009), suhu tubuh manusia hampir menetap

(homoeotermis) oleh suatu sistem pengatur suhu (thermoregulatory

system). Termoregulasi dapat dicapai oleh adanya keseimbangan dua

faktor utama yang menentukan tingginya suhu tubuh yaitu produksi panas

dari hasil metabolisme tubuh dan kecepatan pembuangan panas melalui

proses fisiologi tubuh. Akibat dari keseimbangan antara panas yang

dihasilkan dalam tubuh dengan pertukaran panas antara tubuh dengan

lingkungan sekitar membuat suhu tubuh menetap (stabil) (Fajrin, 2014).

Faktor yang menyebabkan pertukaran panas antara tubuh dengan

lingkungan sekitarnya adalah konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi

(Fajrin, 2014). Selain itu, tubuh menghasilkan panas melalui proses

metabolisme sel dengan mengubah energi kimia dari makanan ke dalam


26

bentuk energi yang lain, termasuk panas. Metabolisme berlangsung secara

terus-menerus dan menghasilkan panas, maka tubuh harus melepaskan

energi panas untuk mencegah terjadinya penumpukan panas yang

menyebabkan peningkatan suhu tubuh (Lisrianti, 2014).

Menurut Dewi (2010 dikutip dalam Sutarman, 1991) ada 3 cara tubuh

dalam menghadapi tekanan panas, yaitu :

a. Pengaturan peredaran darah

Keadaan udara lingkungan yang panas maka akan terjadi vasodilatasi

pembuluh darah tepi dan vasokontraksi pembuluh darah dalam, tetapi

dilingkungan dingin akan terjadi vasokontraksi pembuluh darah tepi

dan vasodilatasi pembuluh darah dalam.

b. Dengan memproduksi keringat dan mekanisme penguapan sehingga

menyebabkan penurunan suhu tubuh.

c. Menggigil dimaksudkan suhu udara yang dingin dengan menggigil

akan menyebabkan metabolisme dan produksi panas akan

menurunkan laju metabolisme tubuh.

Dalam mengatur suhu tubuh, tubuh manusia selalu membuang panas,

jika tubuh tidak membuang panas, maka akan terjadi peningkatan panas

10C setiap jam (Lisrianti, 2014). Pelepasan panas dapat terjadi melalui

cara-cara berikut (Lisrianti, 2014 dalam James J, 2008) :

a. Konveksi (juga kadang radiasi & konduksi) panas terutama dari

permukaan kulit yang terbuka dan tidak terinsulasi.

b. Pembuangan panas melalui feses dan urin


27

c. Vasodilatasi (pelebaran) pembuluh darah pada kulit, meningkatkan

pelepasan panas melalui kulit.

d. Peningkatan penguapan keringat melalui kulit.

e. Penghembusan udara panas dari paru-paru.

7. Mekanisme Perpindahan Panas

Sumber tekanan panas yang dirasakan seseorang diperoleh dari

aktivitas tubuhnya dan panas dari lingkungan mereka. Panas yang

diperoleh dari aktivitas tubuh, berasal dari proses yang diperoleh dari

hasil metabolism yang senantiasa mengasilkan panas. Adapun panas yang

bersumber dari lingkungan karena panas dapat berpindah dari satu objek

ke objek yang lain setiap waktu.

a. Konduksi

Konduksi ialah pertukaran panas tubuh dengan benda-benda

sekitar melalui mekanisme sentuhan atau kontak langsung. Konduksi

dapat menghilangkan panas dari tubuh, apabila benda-benda sekitar

lebih rendah suhunya dan dapat menambah panas kepada badan

apabila suhunya lebih tinggi dari tubuh (Suma’mur, 2009). Terjadi

perpindahan panas lansung kulit disekitar tubuh dengan benda-benda

kerja yang dihadapi melalui sentuhan lansung (Kuswana, 2016).

b. Konveksi

Konveksi merupakan mekanisme perpindahan panas antara tubuh

dengan lingkungan melalui udara. Pertukaran panas oleh proses


28

konveksi bergantung pada pergerakan udara dari hembusan angin dan

ventilasi (Triami, 2018 dalam Harrianto, 2010).

c. Radiasi

Energi panas yang berpindah secara radiasi terjadi dalam bentuk

gelombang elektromagnetik. Ketika gelombang elektromagnetik

melalui sebuah objek, pada saat itulah gelombang elektromagnetik

mentransfer (memindahkan) panas ke objek tersebut (Puspita, 2012

dalam Jarvis dan Simonson, 2004). Panas yang berpindah dari suatu

media ke media lain tidak membutuhkan kontak langsung maupun

pergerakan udara (Puspita, 2012 dalam Tatly, 1988).

d. Evavorasi

Evaporasi merupakan proses penguapan air (keringat) melalui

kulit. Setiap satu gram air (keringat) yang mengalami evaporasi akan

menyebabkan kehilangan panas tubuh sebesar 0.58 kilokalori

(Puspita, 2012). Pertukaran panas tubuh oleh proses evaporasi

bergantung pada suhu benda-benda yang berada di sekeliling

permukaan tubuh (Triami, 2018 dalam Harrianto, 2010).

8. Indikator Tekanan Panas

Indikator tekanan panas dalam industri dimaksudkan sebagai cara

pengukuran dengan menyatukan efek sebagai faktor yang mempengaruhi

pertukaran panas manusia dan lingkungannya dalam satu indeks tunggal.


29

Ada empat indikator tekanan panas yaitu :

a. Suhu Efektif

Suhu efektif yaitu indeks sensoris dari tingkat panas (rasa panas)

yang dialami oleh seseorang tanpa baju, kerja enteng dalam berbagai

kombinasi suhu, kelembapan, dan kecepatan aliran udara.

Kelemahan penggunaan suhu efektif adalah tidak memperthitungkan

panas metabolisme tubuh sendiri. Untuk penyempurnaan pemakaian

suhu efektif dengan memperhatikan panas radiasi, dibuatlah skala

suhu efektif dikoreksi (corected effective temperature scale).

b. Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) (Wet Bulb-Globe Temperature

Index),

ISBB merupakan cara pengukuran yang paling sederhana karena

tidak banyak membutuhkan keterampilan, metode yang tidak sulit

dan besarnya tekanan panas bisa ditentukan cepat (Suma’mur, 2009).

Indeks ini digunakan sebagai cara penilaian terhadap tekanan

panas dengan rumus:

1) ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,2 x suhu radiasi + 0,1 suhu

kering (adanya paparan sinar matahari).

2) ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,3 x suhu radiasi (tanpa adanya

penyinaran sinar matahari)

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia (2018)

tentang nilai ambang batas tekanan panas untuk stress terhadap suhu

lingkungan kerja yang diperkenankan.


30

Tabel 2.2
NAB ISBB (0C) yang diperkenankan
Pengaturan ISBB oC
waktu kerja Beban kerja
setiap jam Ringan Sedang Berat

75%-100% 31,0 28,0 -


50%-75% 31,0 29,0 27,5
25%-50% 32,0 30,0 29,0
0%-25% 32,2 31,1 30,5
Sumber: Permenaker RI No.5 tahun 2018.
c. Indeks Kecepatan Keluar Keringat Selama 4 Jam (Predicted-4-

Hours Sweetrate disingkat P4SR)

Yaitu banyaknya prediksi keringat keluar selama 4 jam sebagai

akibat kombinasi suhu, kelembapan dan kecapatan aliran udara serta

panas radiasi. Nilai prediksi ini dapat pula dikoreksi untuk bekerja

dengan berpakaian dan juga menurut tingkat kegiatan dalam

melakukan pekerjaan.

d. Indeks Belding-Hacth

Yaitu kemampuan berkeringat orang standar yaitu orang muda

dengan tinggi 170 cm dan berat badan 154 pon, dalam keadaan sehat

dan memiliki kesegaran jasmani, serta aklimatisasi iklim kerja panas.

Indeks ini didasarkan atas perbandingan banyaknya keringat

yang diperlukan untuk mengimbangi panas dan kapaistas maksimal

tubuh untuk berkeringat. Untuk menentukan indeks tersebut,

diperlukan pengukuran suhu kering dan suhu basah, suhu bola,

kecepatan aliran udara, dan produksi panas sebagai akibat kegiatan

melakukan pekerjaan.
31

B. Tinjauan Umum tentang Umur

Umur merupakan salah satu karakteristik individu yang mempunyai

hubungan erat dengan pajanan faktor fisik di tempat kerja. Hubungan umur

dengan pajanan di tempat kerja sangat berkaitan dengan kejadian penyakit

tertentu. Umur merupakan salah satu variabel yang selalu diperhatikan dalam

penelitian-penelitian epidemiologi. Angka kesakitan maupun kematian yang

tercatat dalam statistik kependudukan kesehatan hampir semuanya memiliki

hubungan dengan status usia (Triami, 2018 dalam Notoatmodjo, 2003).

Siregar (2011) mengklasifikasikan umur menjadi 2 kategori yaitu dewasa

muda untuk mereka yang umurnya kurang dari atau sama dengan 40 tahun

dan separuh baya untuk mereka yang berumur di atas 40 tahun. Proses menua

umumnya terasa sejak usia 40 tahun. Proses ini berlangsung secara alamiah,

terus menerus dan berkesinambungan yang selanjutnya akan menyebabkan

perubahan anatomi, fisiologi, dan biokimia pada jaringan tubuh dan akhirnya

akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan.

Semakin tua umur seseorang, maka kebutuhan energi semakin menurun.

Hal ini diikuti dengan kemampuan kerja otot yang semakin menurun terutama

pada pekerja berat. Hal ini mempengaruhi produktivitas maksimal seseorang

dan cenderung lebih cepat mengalami kelelahan. Daya tahan seseorang

terhadap tekanan panas cenderung akan menurun seiring pertambahan usia.

Umur 25 tahun dianggap sebagai umur puncak, sedangkan 25-60 tahun

terdapat penurunan kapasitas fisik 25 % untuk kekuatan otot, 60 % untuk

kemampuan sensoris dan motoris. Sesuai dengan teori (Majiah, 2014 dalam
32

Richard dan JR, 1999) bahwa pekerja yang berusia tua memiliki risiko yang

lebih besar untuk terkena dampak tekanan panas karena mereka mengalami

penurunan jumlah maksimal oksigen yang dihirup sebesar 30%, sehingga

menyebabkan cadangan oksigen di pembuluh darah menjadi berkurang

C. Tinjauan Umum tentang Lama Kerja

Lama kerja merupakan waktu seseorang berada di tempat kerja dan

melakukan pekerjaannya dalam satu hari kerja. Secara normal lama kerja

yang diperkenankan yaitu tidak lebih dari 8 jam perhari. Jika semakin lama

seorang pekerja berada ditempat kerjanya maka semakin besar pula potensi

bahaya yang akan diterima pekerja tersebut (Pasira’, 2016).

Ketentuan waktu kerja diatur dalam undang-undang No. 13 Tahun 2003

tentang ketenagakerjaan. Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa setiap

pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja sesuai pasal 77 ayat 1.

Waktu kerja meliputi:

1. Tujuh jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu

untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau

2. Delapan jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu

untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu (pasal 77, ayat (2) ).

Waktu kerja bagi seseorang menentukan kesehatan yang bersangkutan,

efisiensi, efektivitas, dan produktivitas. Aspek terpenting dalam hal waktu

kerja meliputi lamanya seseorang mampu bekerja dengan baik, hubungan

antara waktu kerja dan waktu istirahat (Pasira’, 2016). Umumnya, seseorang

akan mampu bekerja dengan baik dalam sehari pada umumnya 6-10 jam.
33

Sisanya (14-18 jam) dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga dan

masyarakat, istirahat, tidur, dan lain-lain (Fajrin, 2014).

Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan lama kerja tidak

disertai efisiensi, efektivitas dan produktivitas yang optimal, bahkan biasanya

terlihat penurunan kualitas dan hasil kerja serta bekerja dengan waktu yang

berkepanjangan timbul kecenderungan untuk terjadinya kelelahan, gangguan

kesehatan, penyakit, kecelakaan dan ketidakpuasan (Suma’mur, 2009).

D. Tinjauan Umum tentang Waktu Istirahat

Waktu istirahat merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditawar dengan

tujuan mempertahankan kapasitas kerja. Waktu istirahat dibutuhkan tidak

hanya bagi kerja fisik, tetapi juga oleh jabatan yang menimbulkan tegangan

mental dan saraf. Istirahat dibutuhkan untuk mempertahankan ketangkasan

digital, ketajaman indera serta ketekunan konsentrasi mental (Fajrin, 2014).

Menurut Suma’mur (2009) bahwa istirahat 30 menit setelah 4 jam bekerja

sangat penting untuk pemulihan kemampuan fisik dan mental. Aktivitas tidak

dapat dilakukan terus-menerus, harus diselingi istirahat untuk memberi

kesempatan tubuh melakukan pemulihan. Pada saat istirahat, maka tubuh

mempunyai kesempatan membangun kembali tenaga yang telah digunakan.

1. Periode Istirahat

a. Spontan

Istirahat spontan jelas merupakan istirahat yang diselipkan oleh

pekerja sendiri untuk melepas lelah. Meski tidak akan memakan waktu

lama meskipun sering dilakukan, terutama pada pekerjaan yang berat.


34

b. Tersembunyi

Istirahat sembunyi (mengerjakan hal-hal yang tidak penting) adalah

istirahat yang dilakukan dengan melaksanakan pekerjaan yang tidak ada

kaitannya dengan tugas yang sedang dikerjakan. Dengan kerja

sekunder, pekerja berupaya untuk mendapatkan total melepas lelah

yang banyak bagi pemulihannya.

c. Kondisi pekerjaan

Istirahat kondisi pekerjaan adalah istirahat yang terdiri dari segala

macam waktu menunggu, tergantung pada pengaturan pekerjaannya

atau gerakan mesin. Seringkali waktu tunggu semacam itu terjadi ketika

operasi mesin telah selesai.

d. Telah ditentukan

Yaitu istirahat yang telah ditetapkan dan diberlakukan atas dasar

penelitian kerja. Apabila ditentukan banyak waktu istirahat pendek

yang disisipkan selama bekerja, maka istirahat tersembunyi dan

istirahat spontan akan berkurang, baik dari segi jumlah atau lamanya.

2. Pengaruh Waktu Kerja dan Waktu Istirahat

Sebuah penelitian yang dilakukan Taylor dalam Hermanto (2006) pada

pekerjanya menemukan bahwa hasil kerja sangat dipengaruhi oleh

lamanya waktu bekerja, lamanya waktu istirahat dan frekuensi istirahat.

Bekerja 6 jam dan istirahat 1 jam berbeda hasil yang dicapai dengan

bekerja 5 jam dengan istirahat 1 atau 2 jam. Begitu juga akan lain hasilnya

bila bekerja 6 jam dengan dua kali setengah jam.


35

Pengaturan waktu istirahat harus disesuaikan dengan sifat, jenis

pekerjaan, dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya seperti

lingkungan kerja panas, dingin, bising, dan berdebu. Secara umum, di

Indonesia telah ditentukan lamanya waktu kerja sehari maksimum adalah 8

jam kerja dan selebihnya adalah waktu istirahat. Pemberian waktu istirahat

secara umum dimaksudkan untuk (Fajrin, 2014):

a. Mencegah terjadinya kelelahan yang berakibat kepada penurunan

kemampuan fisik dan mental serta kehilangan efisiensi kerja.

b. Memberi kesempatan tubuh melakukan pemulihan atau penyegaran.

c. Memberikan kesempatan waktu untuk melakukan kontak sosial.

E. Tinjauan Umum tentang Konsumsi Air Minum

Air minum merupakan unsur pendingin tubuh yang penting dalam

lingkungan panas. Air diperlukan untuk mencegah terjadinya dehidrasi akibat

berkeringat dan pengeluaran urin. Kehilangan air yang banyak dari tubuh

dalam bentuk keringat bertujuan pendinginan dengan penguapan. Kehilangan

dapat mencapai 6 liter air dalam sehari.

Air minum harus disediakan bagi tenaga kerja yang bekerja di lingkungan

kerja panas, untuk mendorong mereka minum secara sedikit demi sedikit

dengan frekuensi yang sering, misalnya 1 gelas setiap 20-30 menit. Tenaga

kerja yang minum pada saat haus saja tidak akan memberikan hasil yang

memuaskan (Abduh, 2012 dalam Moeljosoedarmo, 2008).

Mengkonsumsi air minum dalam jumlah yang cukup dapat menjaga

kesehatan. Selain itu, dengan konsumsi air minum yang cukup menjamin
36

ketersediaan air sehingga dapat mencegah terjadinya dehidrasi akibat

berkeringat dan pengeluaran urine. Kekurangan air dapat menyebabkan

dehidrasi yang berfek pada mudah lelah, gangguan konsentrasi, bahkan

penurunan kesadaran. Idealnya Setiap hari manusia minum air putih minimal

dua liter atau setara dengan 8 gelas perhari. Tetapi pada lingkungan keja yang

panas, pada pekerja perlu mengkonkonsumsi air lebih dari 2 liter perhari

(Ultani, 2011 dalam Sawka, et al, 1997). Menurut Direktorat Kesehatan Kerja

RI, 2014, bekerja di lingkungan kerja panas diperlukan konsumsi air minum ≥

2,8 liter/hari.
37

F. Kerangka Teori

Gambar 2. 1
Kerangka Teori
Sumber: Suma’mur, 2009

Sumber Panas

1. Iklim Kerja
2. Proses Produksi
dan Mesin
3. Kerja Otot

Pertukaran Panas

1. Konduksi
2. Konveksi Tekanan Panas
3. Radiasi
4. Evavorasi

Faktor Manusia

1. Aklimatisasi Faktor Pekerjaan


2. Jenis Kelamin 1. Kompleksnya Tugas
3. Usia 2. Lama Bekerja
4. Ukuran Tubuh Respon Fisiologi
3. Masa Kerja
5. Status Gizi 4. Beban Kerja
6. Pakaian Pekerja 5. Istirahat
7. Kebiasaan Minum
Air

Keluhan Kesehatan
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti

Kerangka konsep ini mengacu kepada kerangka teori yang digunakan oleh

beberapa sumber, bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi kelelahan

kerja. Pada kerangka konsep ini terdiri dari variabel independen dan variabel

dependen. Variabel independen terdiri dari tekanan panas, umur, lama kerja,

waktu istirahat dan pola konsumsi air minum sedangkan variabel

dependennya adalah keluhan kesehatan.

1. Tekanan Panas

Tekanan panas merupakan salah satu kondisi temperatur lingkungan

kerja yang ekstrim yang menyebabkan perubahan fisiologis tubuh manusia

dan juga mempengaruhi perilaku; seperti sikap mudah marah, menurunnya

semangat dan motivasi, dan meningkatnya angka kemangkiran.

Efek tekanan panas yang terjadi secara terus menerus dan tidak segera

ditangani dengan baik dapat berkembang menjadi penyakit akibat pajanan

panas (heat related disorders) yang diawali dengan tanda dan gejala awal

(early symptoms and signs) secara subjektif oleh para pekerja. Menurut

Puspita, 2012 dalam Bernard, 2002, pajanan tekanan panas yang

berlebihan dapt mengakibatkan heat-related disorders atau penyakit akibat

pajanan panas seperti heat stroke, heat exhaustion, dehydration, heat

syncope, heat cramps dan heat rash.

38
39

2. Umur

Daya tahan seseorang terhadap panas akan menurun pada umur yang

lebih tua. Orang yang lebih tua akan lebih lambat mengeluarkan

keringatnya dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Orang yang

lebih tua memerlukan waktu yang lama untuk mengembalikan suhu tubuh

menjadi normal setelah terpapar panas. Pekerja yang berusia 40-50 tahun

akan lebih cepat menderita kelelahan dibandingkan dengan pekerja relatif

lebih muda. Dengan menanjaknya umur maka kemampuan jasmani dan

rohanipun akan menurun secara perlahan-lahan (Nurmianto, 2003).

3. Lama Kerja

Lama kerja merupakan waktu seseorang berada di tempat kerja dan

melakukan pekerjaannya dalam satu hari kerja. Secara normal lama kerja

yang diperkenankan kepada setiap pekerja yaitu tidak lebih dari 8 jam

perhari. Semakin lama berada ditempat kerjanya maka semakin besar pula

potensi bahaya yang akan diterima pekerja tersebut. Lama waktu kerja

juga akan membuat pekerja terpapar tekanan panas yang lebih lama juga

kerja sehingga lebih berisiko menurunkan kondisi tubuh sehingga menjadi

cepat lelah, mudah terserang penyakit, menyebabkan kecelakaan kerja dan

akhirnya berdampak pada penurunan produktivitas kerja.

4. Waktu Istirahat

Waktu istirahat merupakan kebutuhan fisiologis yang bertujuan untuk

mempertahankan kapasitas kerja. Menurut Suma’mur (2009) bahwa

istirahat setengah jam setelah 4 jam bekerja terus-menerus sangat penting


40

artinya baik untuk pemulihan kemampuan fisik dan mental maupun

pengisian energi yang sumbernya berasal dari makanan.

Istirahat dimaksudkan untuk memberi kesempatan tubuh melakukan

pemulihan. Pada saat istirahat tersebut, maka tubuh mempunyai

kesempatan membangun kembali tenaga yang telah digunakan

(katabolisme). Waktu istirahat harus diberikan secukupnya, baik antara

waktu kerja maupun di luar jam kerja (istirahat pada malam hari).

5. Pola Konsumsi Air Minum

Air minum merupakan unsur pendingin tubuh yang penting dalam

lingkungan panas. Air diperlukan untuk mencegah terjadinya dehidrasi

akibat berkeringat dan pengeluaran urine. Kehilangan air yang banyak dari

tubuh dalam bentuk keringat bertujuan pendinginan dengan penguapan.

Kekurangan air dapat menyebabkan dehidrasi yang berfek pada mudah

lelah, gangguan konsentrasi, bahkan penurunan kesadaran. Air minum

harus disediakan bagi tenaga kerja yang bekerja di lingkungan tempat

kerja panas, dengan cara seperti itu mereka didorong untuk minum secara

sedikit demi sedikit dengan frekuensi yang sering, misalnya 1 gelas setiap

20-30 menit. Mengkonsumsi air minum dalam jumlah yang cukup dapat

menjaga kesehatan pekerja.

6. Tingkat Keluhan Kesehatan

Tingkat Keluhan Kesehatan merupakan berbagai gangguan kesehatan

yang dirasakan oleh pekerja/responden selama bekerja yang merupakan

akibat dari tekanan panas yang diterima selama bekerja. Semakin banyak
41

keluhan yang dialami tenaga kerja menunjukkan bahwa terjadi gangguan

kesehatan yang bisa mengganggu produktivitas kerja (Istiqomah dan

Erwin, 2013). Tingkat keluhan kesehatan akibat tekanan panas yang

dialami pekerja ditentukan berdasarkan jumlah keluhan yang dirasakan

dan frekuensi seberapa sering pekerja merasakan keluhan akibat tekanan

panas.
42

B. Kerangka Konsep

Tekanan Panas

Umur

Tingkat Keluhan
Lama Kerja
Kesehatan

Waktu Istirahat

Pola Konsumsi Air


Minum

Keterangan :

= Variabel Independen

= Variabel Dependen

= Arah Hubungan
43

C. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Tingkat Keluhan Kesehatan Akibat Tekanan Panas

Tingkat keluhan kesehatan akibat tekanan panas dalam penelitian ini

adalah keluhan yang dialami dan dirasakan para responden (pekerja).

Berdasarkan kuesioner, panduan penilaian dan pemberian skoring dengan

menggunakan 4 pilihan untuk melihat frekuensi masing-masing keluhan

kesehatan yang dirasakan. Adapun panduan penentuan penilaian dan

skoringnya adalah sebagai berikut

Jumlah pilihan =4

Jumlah pertanyaan = 15

Skoring

1 (pilihan jawaban Tidak Pernah)

2 (pilihan jawaban Jarang)

3 (pilihan jawaban Sering)

4 (pilihan jawaban Sangat Sering)

Jumlah skor terendah = skoring terendah x jumlah pertanyaan

= 1 x 15

= 15 (25%)

Jumlah skor tertinggi = skoring tertinggi x jumlah pertanyaan

= 4 x 15

= 60 (100%)

Kemudian diukur dengan menggunakan rumus Sudarto:

I = R/K
44

Keterangan:

I = interval kelas

R = range

R= skor tertinggi - skor terendah

R= 100% - 0 %

R= 100%

K= jumlah kategori = 2 kategori 1. Keluhan berat


2. Keluhan ringan
Maka intervalnya kelasnya (I) :

𝐼 = 50 %

Kriteria Objektif

Keluhan Berat = Jika jumlah skor ≥50%

Keluhan Ringan = Jika jumlah skor <50%

2. Tekanan Panas

Tekanan Panas dalam penelitian ini adalah iklim kerja panas yang

diukur di bagian produksi PT Semen Tonasa pada saat responden sedang

bekerja yang diukur menggunakan Heat Stress Monitor jenis Thermal

Environment Monitor model quest temp 34, accuracy ± 0,5°C(0-100°C)

yang diletakkan di sekitar tempat yang sering digunakan oleh responden

saat bekerja. Iklim panas yang ada di tempat kerja diukur dengan

pengukuran ISBB.
45

Nilai ambang batas yang terdapat dibagian produksi adalah 27,5°C

dikarenakan bagian produksi tergolong kedalam pengaturan waktu setiap

jam kerja 50%-75% dan termasuk dalam beban kerja berat.

Kriteria Objektif

Normal = hasil pengukuran suhu ≤ 27,5

Tidak Normal = hasil pengukuran suhu > 27,5

(Permenaker No. 5 Tahun 2018)

3. Umur

Umur dalam penelitian ini adalah lama hidup responden terhitung dari

lahir sampai saat dilakukan penelitian dan dinyatakan dalam satuan tahun

dengan pembulatan ke bawah. Metode pengumpulan data dengan

menggunakan kuesioner

Kriteria Objektif

Tua = bila umur responden ≥40 tahun

Muda = bila umu responden <40 tahun

(Siregar, 2011)

4. Lama Kerja

Lama kerja dalam penelitian ini adalah lamanya responden bekerja di

tempat kerja dalam sehari yang dinyatakan dalam satuan jam.

Kriteria Objektif

Memenuhi syarat = Jika lama bekerja ≤8 jam

Tidak Memenuhi syarat = Jika lama kerja >8 jam

(Undang-undang Ketenagakerjaan no. 13 tahun 2003).


46

5. Waktu Istirahat

Waktu Istirahat dalam penelitian ini adalah durasi waktu yang

digunakan untuk beristirahat selama jam kerja dan dinyatakan dalam

satuan jam.

Kriteria objektif

Cukup = Jika waktu istirahat ≥60 menit

Kurang= Jika waktu istirahat < 60 Menit

(Suma’mur, 2009)

6. Kebiasaan Minum Air

Kebiasaan Minum Air dalam penelitian ini adalah akumulasi

banyaknya air yang dikonsumsi oleh responden dalam satu hari dan

dinyatakan dalam satuam liter (1 liter = 4 gelas).

Kriteria Objektif

Kurang = jika minum air <11 gelas/hari

Cukup = jika minum air ≥11 gelas/hari

(Direktorat Kesehatan Kerja RI, 2014)

D. Hipotesi Penelitian

1. Hipotesis Nol (H0)

a. Tidak ada pengaruh iklim kerja terhadap tingkat keluhan kesehatan

pada pekerja bagian produksi

b. Tidak ada pengaruh umur terhadap tingkat keluhan kesehatan akibat

tekanan panas pada pekerja bagian produksi


47

c. Tidak ada pengaruh lama kerja terhadap tingkat keluhan akibat tekanan

panas pada pekerja bagian produksi.

d. Tidak ada pengaruh waktu istirahat terhadap tingkat keluhan akibat

tekanan panas pada pekerja bagian produksi

e. Tidak ada pengaruh kebiasaan minum air terhadap tingkat keluhan

akibat tekanan panas pada pekerja bagian produksi.

2. Hipotesis Alternatif (Ha)

a. Ada pengaruh iklim kerja terhadap tingkat keluhan kesehatan pada

pekerja bagian produksi.

b. Ada pengaruh umur terhadap tingkat keluhan kesehatan akibat tekanan

panas pada pekerja bagian produksi.

c. Ada pengaruh lama kerja terhadap tingkat keluhan akibat tekanan panas

pada pekerja bagian produksi.

d. Ada pengaruh waktu istirahat terhadap tingkat keluhan akibat tekanan

panas pada pekerja bagian produksi.

e. Ada pengaruh kebiasaan minum air terhadap tingkat keluhan akibat

tekanan panas pada pekerja bagian produksi.


BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan studi observasional dengan desain Cross

sectional study yaitu suatu penelitian untuk mempelajari suatu dinamika

kolerasi antara variabel independen dengan variabel dependen dan observasi

sekaligus pada waktu yang bersamaan. Dalam penelitian ini variabel

independennya adalah tekanan panas, umur, kebiasaan minum air, lama kerja,

waktu istirahat dan variabel dependennya adalah tingkat keluhan kesehatan

akibat tekanan panas pada pekerja unit produksi IV PT Semen Tonasa.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2019

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di unit Produksi IV PT Semen Tonasa.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah karyawan yang bekerja di unit produksi

IV di PT Semen Tonasa yang berjumlah 102 orang yang terbagi dalam

empat unit kerja, berikut rinciannya:

a. Crusher = 22 orang

b. Raw Mill = 24 orang

c. Kiln dan Coal Mill = 34 orang

48
49

d. Finish Mill = 22 orang

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang dianggap mewakili

populasi dalam penelitian. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini

menggunakan cara proportional random sampling, yaitu dengan metode

pemilihan sampel di mana setiap anggota populasi mempunyai peluang

yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Sedangkan lokasi

pengambilan sampel dipusatkan di unit produksi IV PT Semen Tonasa.

Untuk menentukan jumlah sampel yang diambil pada penalitian ini

menggunakan rumus sebagai berikut:

N
𝑛=
Ne² + 1

102
=
102.0,1 + 1

𝑛 = 51

Dimana : n = banyaknya sampel

N = banyaknya populasi

e = persen kelonggaran ketidak-telitian karena kesalahan

s pengambilan sampel yang masih

dapat ditolerir, yaitu 0,1 atau 10 %.


50

Jadi jumlah sampel penelitian sebanyak 51 orang yang terdiri dari :

- Crusher
22
= 102 𝑥 51 = 11 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔

- Raw Mill
24
= 102 𝑥 51 = 12 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔

- Kiln & Coal Mill


34
= 102 𝑥 51 = 17 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔

- Finish Mill
22
= 102 𝑥 51 = 11 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔

Maka : 11 + 12 + 17 + 11 = 51 orang

Jadi, jumlah sampel dalam penelitian sebanyak 51 orang yang

semuanya merupakan karyawan di unit produksi IV PTSemen Tonasa.

D. Pengumpulan Data

1. Data Primer

a. Data Primer tentang Tekanan Panas diperoleh melalui pengukuran

suhu ruangan dapur dengan menggunakan Thermal Environment

Monitor model Quest Temp 34 accuracy ±0.5°C (0-100)°C.

Dalam melakukan pengukuran iklim kerja panas (tekanan panas)

di tempat kerja, beberapa hal yang harus diperhatikan adalah :

1) Penentuan Titik Pengukuran

Adanya pekerja yang melaksanakan pekerjaan dan berpotensi

terpapar tekanan panas menjadi alasan utama layak tidaknya suatu


51

are di setiap unit kerja dijadikan sebagai titik pengukuran. Suatu

area kerja yang mempunyai sumber panas tidak cukup menjadi

syarat dilkukan pengukuran tanpa adanya pekerja yang bekerja

dan berpotensi mengalami tekanan panas di area tersebut.

Tidak ada pedoman baku tentang jumlah titik yang menjadi

dasar pengukuran tekanan panas suatu area kerja.mSelama kita

yakin bahwa area kerja yang mempunyai potensi menyebabkan

tekanan panas pada pekerja sudah diukur, maka jumlah

pengukuran yang diperoleh dianggap cukup.

2) Lama Pengukuran

Lama pengukuran iklim kerja panas dengan pengukuran

Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) mengikuti pedoman SNI-16-

7061-2004, yaitu pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali selama 8

jam kerja yaitu pada awal shift, pertengahan shift dan akhir shift.

3) Langkah pengukuran menggunakan Questemp 34

a) Tahap Persiapan

 Peralatan yang harus ada : Questemp 34, tripod kamera

(pijakan), aquadest, kain katun dan baterai yang sesuai.

 Pastikan alat dalam kondisi baik dan berfungsi dengan

benar serta masih dalam masa kalibrasi.

 Pasang alat pada tripod kamera.

b) Tahap Pengukuran

 Letakkan alat di titik pengukuran (tinggi alat 60-110 cm).


52

 Basahi sumbu pada thermometer suhu basah alami dengan

menggunakan aquadest secukupnya (perkirakan

thermometer tetap basah selama pengukuran).

 Nyalakan alat dengan menekan power hingga muncul data

view dan biarkan alat selama 5-10 menit untuk proses

adaptasi dengan titik kondisi titik pengukuran.

 Aktifkan pembacaan alat dengan menekan “run”.

Biarakan alat menjalankan proses membaca dan

penyimpan data selama pengukuran (10-15 menit/titik).

 Bila telah selesai, tekan kembali “run” dan catat hasilnya.

c) Interpretasi Hasil Pengukuran

Hasil pengukuran yang telah didaptkan selanjutnya

dibandingkan dengan hasil pengukuran yang berlaku yaitu

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan no. 5 tahun 2018 tentang

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja.

b. Data Primer tentang Keluhan Kesehatan Akibat Tekanan Panas,

umur, lama kerja, waktu istirahat dan kebiasaan minum air diperoleh

dengan menggunakan kuesioner. Pengumpulan data menggunakan

kuesioner dengan membagikan kuesioner kepada responden untuk

mereka isikan sesuai dengan data masing-masing.

2. Data Sekunder

Data Sekunder untuk penelitian ini diperoleh melalui pengumpulan

data yang diperoleh dari pihak perusahaan PT Semen Tonasa.


53

E. Pengolahan dan Penyajian Data

Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi dengan menggunakan

program SPSS. Tahap pengolahan data adalah sebagai berikut :

1. Menyunting data (data editing)

Data yang telah dikumpulkan diperiksa kelengkapannya terlebih

dahulu, yaitu kelengkapan jawaban kuesioner, konsistensi atas jawaban

dan kesalahan jawaban pada kuesioner.

2. Mengkode data (data coding)

Sebelum dimasukkan ke komputer, setiap variabel yang telah diteliti

diberi kode untuk memudahkan dalam pengolahan selanjutnya.

3. Memasukkan data (data entry)

Selanjutnya masukkan data dari hasil kuesioner yang sudah di berikan

kode pada masing-masing variabel. Setelah analisis data dengan

memasukan data-data tersebut ke software statistik untuk analisis

univariat, bivariat (untuk mengetahui variabel yang berhubungan).

4. Membersihkan data (data cleaning)

Tahap terakhir yaitu pengecekkan kembali data yang telah dimasukkan

untuk memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan

demikian data tersebut telah siap untuk dianalis.

5. Penyajian Data

Penyajian data yang telah dianalisis sesuai penelitian, kemudian

disajikan dalam bentuk tabel dan narasi untuk diinterpretasi dan dibahas

secara jelas.
54

F. Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan

persentase dari setiap variabel independen (tekanan panas, umur, lama

kerja, waktu istirahat dan pola minum air minum) dan variabel dependen

(keluhan kesehatan) yang dikehendaki dari tabel distribusi.

2. Analisis Bivariat

Analisis yang dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independen

terhadap variabel dependen dengan melakukan uji Chi Square. Uji untuk

menghubungkan variabel kategorik. Variabel yang termasuk pada uji Chi

Square yaitu faktor tekanan panas, umur, lama kerja, waktu istirahat dan

pola minum air minum dihubungkan dengan variabel tingkat keluhan

kesehatan.

Persamaan Chi Square:

2
(𝑂 − 𝐸)2
𝑋 = ∑
𝐸

Keterangan :

X2 = Nilai Chi Square

O = Observed (nilai observasi)

E = Expected (nilai harapan)

Untuk melihat hubungan antara variabel independen dan variabel

dependen jika tidak ada nilai E yang kurang dari 5 dipergunakan Chi-

Square dengan Yates’s Corection menggunakan tabel kontigensi 2x2

dengan rumus:
55

Tabel 4.1
Contoh Tabel Kontingensi 2x2
Tingkat Pengaruh
Kategori ;
Berpengaruh Tidak Berpengaruh
Kategori 1 A b a+b
Kategori 2 C d c+d
Total a+c b+d N
Sumber: Sugiyono, 2009.

n( ad  bc  n ) 2
X 
2 2
a  b a  c b  d c  d 
Jika terdapat sel yang mempunyai nilai E kurang dari 5 maka

mengunakan Fisher Test dengan rumus:

(a  b)!(c  d )!(a  c)!(b  d )!



n!a!b!c!d!

Interpretasi: H0 ditolak bila p< 0,05 dan Ha diterima.


BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Sejarah Singkat PT Semen Tonasa

Sumber: Data Primer, 2019


Gambar 5.1
Pabrik PT Semen Tonasa

PT Semen Tonasa adalah produsen semen terbesar di Kawasan Timur

Indonesia dengan lahan seluas 715 hektar di Desa Biringere, Kecamatan

Bungoro, Kabupaten Pangkep, sekitar 68 kilometer dari kota Makassar.

Pabrik PT Semen Tonasa dibangun berdasarkan keputusan MPRS No.

II/MPRS/1960 tanggal 5 Desember 1960, tentang Pola Pembangunan

Nasional Semesta Berencana tahapan 1961-1969. Pemerintah menetapkan

pendirian pabrik semen di Sulawesi Selatan yang berlokasi di Desa

56
57

Tonasa, Kecamatan Balocci, Kabupaten Pangkep. Pabrik Semen Tonasa

unit I beroperasi dengan kapasitas 120.000 ton per tahun dan merupakan

proyek Departemen Perindustrian Republik Indonesia bekerjasama dengan

Pemerintah Cekoslovakia.

Pada tanggal 2 September 1976, dibangun pabrik unit produksi 2 dan

mulai beroprasi pada tahun 1980 dengan kapasitas 510.000 ton/tahun

kemudian ditahun 1991 dioptimalisasi menjadi 590.000 ton/tahun. Pabrik

ini merupakan hasil kerjasama pemerintah Indonesia dengan Pemerintah

Kanada. Sebelumnya, tahun 1985 kembali dibangun pabrik tonasa 3 yang

merupakan hasil kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan Jerman

Barat. Lokasi pabrik unit produksi 3 berada dilokasi yang sama dengan

unit produksi 2 dengan kapasitas 590.000 ton/tahun.

Untuk menjawab kebutuhan semen yang semakin meningkat, kembali

dibangun pabrik tonasa IV pada tahun 1990 dengan kapasitas produksi

mencapai 2.300.000 ton/tahun yang mulai beroperasi pada tahun1996.

Selanjutnya ditahun 2007, kembali dibentuk pabrik tonasa V dengan

kapasitas 2,5 juta ton/tahun yang mulai beroperasi ada tahun 2014.

Saat ini pabrik PT Semen Tonasa terdiri dari 4 unit produksi yaitu Unit

Produksi Tonasa2/3, Unit Produksi Tonasa 4 dan Unit Produksi Tonasa 5

dengan total kapasitas produksi mencapai 6,7 ton/tahun. Selain itu, PT

Semen Tonasa memiliki fasilitas penunjang seperti Pembangkit Listrik

Tenaga Uap (BTG), Pelabuhan Biringkassi dan 11 Packing Plant yang

tersebar di Kawasan Indonesia Timur.


58

2. Proses Produksi PT Semen Tonasa

Sumber: Semen Indonesia Group


Gambar 5.2
Alur Produksi Semen

Bahan mentah semen adalah batu kapur, pasir silika, tanah liat dan

pasir besi beserta bahan tambahan lain tergantung jenis semen yang

diinginkan. Bahan mentah dihancurkan dan digiling di bagian crusher,

kemudian dicampur dan dipanaskan di dalam sistem pemanas awal

(cyclone) untuk pemisahan zat kapur karbonat dengan kapur oksida di unit

kerja raw mill. Bahan baku yang sudah tercampur selanjutnya dimasukkan

ke kiln untuk dipanaskan sehingga terjadi reaksi antara zat kapur oksida

dan unsur lain membentuk zat kapur silika dan aluminat pada temperatur

sampai 1400ºC dalam kiln menghasilkan semen setengah jadi atau klinker.

Proses selanjutnya adalah penggilingan klinker di finish mill dengan

menambahkan sejumlah bahan tambahan seperti gipsum pada

perbandingan tertentu tergantung jenis semen yang akan di produksi. Hasil

dari penggilingan ini adalah semen yang siap untuk dijual ke pasaran

dalam kemasan kantong maupun curah.


59

3. Unit Kerja Produksi IV PT Semen Tonasa

1. Crusher

Unit Kerja Crusher merupakan tempat proses pertama bahan baku

pembuatan semen di PT Semen Tonasa. Crusher terdiri dari 2 bagian,

crusher tanah liat (Clay Crusher), crusher batu kapur (Lymstone

Crusher). Proses kerja crusher dimulai dari memasukkan material ke

dalam pisau pemotong oleh mobil dump truck langsung. Batu kapur di

dapatkan dari blasting gunung batu kapur di lokasi tambang.

Sementara material tanah liat berasal dari berbagai tempat baik di

daerah sekitar pabrik maupun dari luar kabupaten Pangkep.

Sebagian besar proses di crusher dikerjakan dengan menggunakan

mesin dan di control monitoring menggunakan komputer dan secara

manual oleh para pekerja bagian crusher. Pengontrolan manual

dilakukan untuk menjaga dan mengawasi proses yang dilakukan mesin

seperti membersihkan mesin dari bahan baku yang berserakan, karena

selama proses pemecehan bahan baku, terdapat bahan baku yang

berjatuhan dan berserakan di sekitar mesin, apabila tidak segera

dibersihkan bisa mengganggu proses yang berjalan. Pengontrolan ini

dilakukan secara continyu dan pekerja selalu standby di lokasi

walaupun tidak ada masalah dengan proses yang berjalan.

2. Raw Mill

Raw Mill merupakan proses selanjutnya setelah crusher. Unit raw

mill menjadi tempat pencampuran bahan baku antara batu kapur, tanah
60

liat dan pasir silica. Takaran bahan disesuikan dengan jenis semen

yang akan di produksi. Untuk memudahkan proses pencampuran, batu

kapur kembali di pecah menjadi lebih kecil lagi

Pekerjaan di raw mill dilakukan monitoring dan pengontrolan

langsung oleh pekerja bagian raw mill. Pengontrolan dan pengawasan

yang dilakukan juga hampir sama dengan crusher mulai dari

pengecekan kondisi mesin secara manual hingga membersihkan

tumpahan material yang terbuang selama proses.

c. Kiln dan Coal Mill

Kiln dan Coal Mill sebenarnya memiliki pekerjaan yang berbeda

namun saling mendukung. Kiln merupakan tempat pembakaran bahan

yang sudah dicampur, sementara coal mill merupakan penyedia dan

supply power dari pembakaran batu bara untuk menggerakkan mesin

kiln dan melakukan pembakaran.

Sedikit berbeda dengan unit kerja sebelumnya, pekerjaan di kiln

juga melalui pengontrolan komputer dan pengontrolan langusng, tetapi

pengontrolan langung di kiln sebagian besar hanya pengecekan mesin

dan jarang melakukan pembersihan material akan tetapi pengecekan

mesin yang dilakukan berada tepat di sisi mesin kiln dengan suhu

pembakaran mencapai 1400°C. Sementara coal mill, juga banyak

melakukan pembersihan material dan penyiraman area kerja dan mesin

secara rutin, karena material batu bara yang berserakan sewaktu-waktu

dapat memunculkan api apabila terlalu panas.


61

d. Finish Mill

Finish Mill merupakan unit kerja terakhir dari proses produksi

semen. Semen setengah jadi berupa klinker dari kiln kemudian masuk

ke finish mill untuk dicampurkan kembali dengan gypsum.

Bagain finish mill merupakan bagian dengan beban kerja paling

berat. Jenis pekerjaannya hampir sama dengan crusher dan raw mill,

yaitu pengontrolan melalui komputer dan manual oleh pekerja, hanya

saja pengotrolan manual di finish mill membutuhkan tenaga dan waktu

kerja yang lebih. Hal ini karena material yang dibersihkan di finish mill

volumenya lebih banyak dan setiap saat harus dibersihkan karena akan

memunculkan debu semen apabila tidak segera dibersihkan.

4. Gambaran Tekanan Panas PT Semen Tonasa

Unit Produksi Tonasa IV merupakan salah satu unit produksi kunci

karena kapasitas produksi yang besar. Terkait paparan tekanan panas,

semua unit kerja memiliki potensi paparan panas namun dengan frekuensi

yang berbeda. Selain itu paparan tekanan panas sangat tergantung pada

jumlah jam kerja karyawan. Jumlah jam kerja menunjukkan lamanya

paparan tekanan panas di tempat kerja. Tekanan panas yang di dapatkan

berasal dari panas yang dihasilkan mesin produksi yang beroperasi 24 jam

dan hanya berhenti ketika ada problem. Selain itu tekanan panas juga

berasal dari tubuh pekerja karena padatnya aktivitas pekerjaan.

Terkait jumlah jam kerja dalam kondisi normal, secara umum hampir

sama, yaitu 7-8 jam per hari yang dibagi ke dalam 3 shift, kecuali unit
62

kerja crusher hanya 2 shift. Dalam keadaan tertentu memiliki beban kerja

dan waktu kerja yang lebih lama seperti pada saat over haul, karena

seluruh mesin dilakukan pengecekan dan perbaikan dengan target waktu

pengerjaan yang dibatasi biasanya 2 pekan, namun kenyataannya lewat

dari waktu yang targetkan 3-4 pekan tergantung kerusakan pada mesin.

B. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PT Semen Tonasa Kabupaten Pangkajene

dan Kepulauan di bagian produksi pabrik Tonasa IV. Pengumpulan data

dimulai pada tanggal 18 April sampai 13 Mei 2019 terhadap 51 responden

pekerja unit produksi IV yang telah diambil sebagai sampel penelitian dengan

metode proportional random sampling, yaitu dengan metode pemilihan

sampel di mana setiap anggota populasi (unit kerja) mempunyai peluang yang

sama untuk dipilih menjadi anggota sampel.

Pengumpulan data dan informasi diperoleh dengan wawancara langsung

dengan responden menggunakan kuesioner untuk mengetahui informasi umur

responden, jumlah jam kerja responden, jumlah waktu istirahat responden,

kebiasaan minum air responden dan tingkat keluhan kesehatan yang dialami

responden di tempat kerja. Selanjutnya dilakukan pengukuran iklim

lingkungan kerja panas di setiap unit kerja tempat responden bekerja.

Data yang yang diperoleh kemudian diolah menggunakan program SPSS

kemudian disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi silang

(crosstab) sesuai tujuan penelitian dan disertai narasi sebagai penjelasan

tabel.
63

1. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk menganalisis setiap variable secara

deskriptif untuk mengetahui karakteristik setiap variable.

a. Karakteristik Individu

Karakterisktik umum responden merupakan ciri khas yang melekat

pada diri responden. Dalam penelitian ini, karakteristik responden yang

ditampilkan adalah kelompok umur dan tingkat pendidikan terakhir.

1) Distribusi Responden berdasarkan Kelompok Umur

Umur responden dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok

umur seperti yang ditunjukkan pada tabel distribusi berikut:

Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur pada
Pekerja Unit Produksi IV PT Semen Tonasa
Kab. Pangkep
Kelompok Umur Responden
(Tahun) Jumlah (n) Persentase (%)
17-25 5 9
26-35 18 35
36-45 14 28
46-55 13 26
56-65 1 2
Total 51 100
Sumber : Data Primer, 2019

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 51 responden, kelompok

umur terbanyak terdapat pada kelompok umur berkisar antara 26-

35 tahun yaitu sebanyak 18 orang atau sebesar 35%, sedangkan

kelompok umur paling sedikit jumlahnya yaitu kelompok umur

antara 56-65 tahun yaitu 1 orang atau 2%.


64

2) Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terkahir

Data berdasarkan pendidikan terakhir responden dapat dilihat

pada distribusi tabel berikut:

Tabel 5.2
Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
pada Pekerja Unit Produksi IV PT Semen Tonasa
Kab. Pangkep
Kelompok Responden
Pendikan
Jumlah (n) Persentase (%)
Terakhir
SD 1 2
SMP/Sederajar 7 14
SMA/Sederajat 36 70
Perguruan Tinggi 7 14
Total 51 100
Sumber : Data Primer, 2019

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 51 responden, tingkat

pendidikan responden terbanyak adalah tingkat SMA/Sederajat

yaitu 36 orang atau 70% sedangkan tingkat pendidikan dengan

jumlah terendah adalah tingkat SD yaitu 1 orang atau 2%.

3) Distribusi Responden Berdasarkan Unit Kerja

Data responden berdasarkan unit kerja dapat dilihat pada tabel


distribusi berikut :
Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Unit Kerja pada
Pekerja Unit Produksi IV PT Semen Tonasa
Kab. Pangkep
Responden
Unit Kerja
Jumlah (n) Persentase (%)
Crusher 11 22
Raw Mill 12 23
Kiln & Coal Mill 17 33
Finish Mill 11 22
Total 51 100
Sumber : Data Primer, 2019
65

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 51 responden terdistribusi

pada 4 unit kerja. Responden dengan jumlah terbanyak pada unit

kerja Kiln & Coal Mill yaitu sebanyak 17 orang atau 33%. Raw

Mill sebanyak 12 orang atau 23%, Crusher dan Finish Mill

masing-masing 11 orang atau 22%.

4) Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja

Data responden berdasarkan masa kerja dibagi menjadi 2

kelompok yaitu kategori lama apabila masa kerjanya ≥3 tahun dan

baru apabila masa kerjanya <3 tahun. Distribusi responden menurut

masa kerja dapat dilihat pada tabel distribusi sebagai berikut :

Tabel 5.4
Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja pada
Pekerja Bagian Unit Produksi IV PT Semen Tonasa
Kab. Pangkep
Responden
Unit Kerja
Jumlah (n) Persentase (%)
Baru 1 2
Lama 50 98
Total 51 100
Sumber : Data Primer, 2019

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 51 responden, jumlah

responden dengan masa kerja baru yaitu 1 orang (2%) sedangkan

responden dengan masa kerja lama yaitu sebanyak 50 orang (98%).

b. Distribusi Responden Berdasarkan Umur

Penyajian data distribusi responden berdasarkan umur dibagi

menjadi 2 kelompok yaitu dikategorikan tua apabila responden berumur

>40 tahun dan muda apabila responden berumur ≤40 tahun.


66

Data berdasarkan distribusi responden menurut iklim kerja panas

dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.5
Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Umur pada
Pekerja Unit Produksi IV PT Semen Tonasa
Kab. Pangkep
Responden
Umur
Jumlah (n) Persentase (%)
Muda 26 51
Tua 25 49
Total 51 100
Sumber : Data Primer, 2019

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 51 responden, jumlah responden

dengan kategori umur muda lebih banyak dari responden kategori umur

tua. Jumlah responden kategori umur tua sebanyak 26 orang (51%),

sedangkan responden kategori umur tua sebanyak 25 orang (49%).

c. Distribusi Responden Iklim Kerja

Penyajian data iklim kerja panas dibagi menjadi 2 kelompok yaitu

dikategorikan normal apabila didapatkan hasil pengukuran ≤28°C dan

dikategorikan tidak normal apabila didapatkan hasil pengukuran >28°C.

Data berdasarkan distribusi responden menurut iklim kerja panas

dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.6
Distribusi Responden Berdasarkan Iklim Kerja Panas pada
Pekerja Unit Produksi IV PT Semen Tonasa
Kab. Pangkep.
Responden
Iklim Kerja
Jumlah (n) Persentase (%)
Tidak Normal 40 78
Normal 11 22
Total 51 100
Sumber : Data Primer, 2019
67

Berdasarkan tabel 5.6, dari 51 responden, jumlah responden yang

berada pada iklim kerja tidak normal lebih banyak dari pada responden

dengan iklim kerja normal. Responden dengan iklim kerja tidak normal

sebanyak 40 orang atau 78% sedangkan responden dengan iklim kerja

normal sebanyak 11 orang atau 22%.

d. Distribusi Responden Lama Kerja

Penyajian data lama kerja dibagi menjadi 2 kategori yaitu

dikategorikan tidak memenuhi syarat apabila jumlah jam kerja >8

jam/hari dan dikategorikan nmemenuhi syarat apabila jumlah jam kerja

≤8 jam/hari.

Data berdasarkan distribusi lama kerja dapat dilihat pada tabel

distribusi berikut :

Tabel 5.7
Distribusi Responden Berdasarkan Lama Kerja pada Pekerja
Unit Produksi IV PT Semen Tonasa Kab. Pangkep.
Responden
Lama Kerja
Jumlah (n) Persentase (%)
Tidak Memenuhi Syarat 5 10
Memenuhi Syarat 46 90
Total 51 100
Sumber : Data Primer, 2019

Tabel 5.7 menunjukkan dari 51 responden, jumlah responden

dengan lama kerja memenuhi syarat lebih banyak daripada responden

dengan lama kerja tidak memenuhi syarat Responden dengan lama

kerja memenuhi syarat sebanyak 46 orang atau 90%, sedangkan jumlah

responden dengan lama kerja tidak memenuhi syarat yaitu 5 orang atau

10%.
68

e. Distribusi Responden Waktu Istirahat

Penyajian data tentang waktu istirahat dibagimenjadi 2 kategori

yaitu dikategorikan Cukup apabila jumlah waktu istirahat ≥60 menit

dan dikategorikan Tidak Cukup apabila <60 menit.

Data distribusi waktu istirahat dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.8
Distribusi Responden Berdasarkan Waktu Istirahat pada
Pekerja Unit Produksi IV PT Semen Tonasa Kab.Pangkep
Responden
Waktu Istirahat
Jumlah (n) Persentase (%)
Cukup 40 78
Kurang 11 22
Total 51 100
Sumber : Data Primer, 2019

Tabel 5.8 menunjukkan dari 51 responden, jumlah responden

dengan waktu istirahat cukup lebih banyak daripada responden dengan

waktu istirahat kurang. Responden dengan waktu istirahat cukup

sebanyak 40 orang atau 78%, sedangkan jumlah responden dengan

waktu istirahat kurang yaitu 11 orang atau 22%.

f. Distribusi Responden Konsumsi Air Minum

Penyajian data tentang konsumsi air minum dibagi menjadi 2

kategori yaitu dikategorikan cukup apabila jumlah konsumsi air

sebanyak ≥11 gelas/hari dan dikategorikan kurang apabila jumlah

konsumsi air minum <11 gelas/hari.

Data berdasarkan distribusi konsumsi air minum dapat dilihat pada

tabel distribusi berikut :


69

Tabel 5.9
Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Konsumsi Air
Minum pada Pekerja Unit Produksi IV PT Semen Tonasa
Kab. Pangkep.
Konsumsi Air Responden
Minum Jumlah (n) Persentase (%)
Cukup 15 29
Kurang 36 71
Total 51 100
Sumber : Data Primer, 2019

Tabel 5.9 menunjukkan dari 51 responden, jumlah responden

dengan konsumsi air minum kurang lebih banyak daripada responden

dengan konsumsi air minum cukup. Responden dengan konsumsiair

minum kurang sebanyak 36 orang atau 71%, sedangkan jumlah

responden dengan konsumsi air minum cukup yaitu 15 orang atau 29%.

g. Distribusi Responden Tingkat Keluhan Kesehatan

Penyajian data tingkat keluhan kesehatan responden dibagi menjadi

2 kategori yaitu dikategorikan Keluhan Ringan apabila jumlah skor

<50% dan dikategorikan Keluhan Berat apabila jumlah skor ≥50% dari

total skor keluhan.

Data penyajian tingkat keluhan kesehatan responden dapat dilihat

pada tabel berikut :

Tabel 5.10
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Keluhan
Kesehatan pada Pekerja Unit Produksi IV PT Semen Tonasa
Kab. Pangkep
Tingkat Keluhan Responden
Kesehatan Jumlah (n) Persentase (%)
Keluhan Ringan 22 43
Keluhan Berat 29 57
Total 51 100
Sumber : Data Primer, 2019
70

Tabel 5.10 menunjukkan bahwa dari 51 responden, jumlah

responden dengan tingkat keluhan kesehatan berat lebih banyak dari

pada jumlah responden dengan keluhan kesehatan ringan. Jumlah

responden dengan keluhan kesehatan berat sebanyak 29 orang atau 56%

sedangkan jumlah responden dengan keluhan kesehatan ringan

sebanyak 22 orang atau 43%.


71

Data keluhan kesehatan akibat tekanan panas yang dialami

responden dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.11
Distribusi Jenis Keluhan Kesehatan Akibat Tekanan Panas yang Dialami
Responden pada Pekerja Unit Produksi IV PT Semen Tonasa Kab. Pangkep

Keluhan Akibat Frekuensi Jawaban


No n %
Tekanan Panas
SS S J TP
27 18 6
1 Banyak Keringat 51 100 0 (0,0)
(52,9%) (35,3%) (11,8%)
4 21 24
2 Kejang otot/Kram 27 53 2 (3,9%)
(7,85) (41,2%) (47,1%)
11 20 16
3 Detak Jantung Cepat 35 69 4 (7,8%)
(21,6%) (39,3%) (31,4%)
Terdapat biang 7 13 27
4 24 47 4 (7,8%)
Keringat (13,7%) (25,5%) (52,9%)
9 13 19 10
5 Jarang Kencing 41 80
(17,6%) (25,5%) (37,3%) (19,6%)
7 22 20
6 Kulit Kemerahan 31 61 2 (3,9%)
(13,7%) (43,1%) (39,2%)
19 13 16 3
7 Merasa cepat haus 48 94
(37,3%) (25,5%) (31,4%) (5,9%)
2 18 30
8 Merasa Mual 21 41 1 (2%)
(3,9%) (35,5%) (58,8%)
Pusing atau 3 26 21
9 30 59 1 (2%)
berkunang-kunang (5,9%) (51,0%) (41,2%)
3 28 19
10 KurangKonsentrasi 32 63 1 (2,0%)
(5,9%) (54,9%) (37,3%)
6 15 23 7
11 Cepat lelah 44 86
(11,8%) (29,4%) (45,1%) (13,7%)
4 18 26
12 Kulit terasa panas 25 49 3 (5,9%)
(7,8%) (35,3%) (51,0%)
14 16 19
13 Kulit terasa kering 32 63 2 (3,9%)
(27,5%) (31,4%) (37,3%)
7 17 24 3
14 Letih 48 94
(13,7%) (33,3%) (47,1%) (5,9%)
4 15 22 10
15 Tidak Nyaman 41 80
(7,8%) (29,4%) (43,1%) (19,6)
Sumber : Data Primer, 2019
72

Berdasarkan tabel 5.11 menunjukkan bahwa dari 51 responden,

keluhan kesehatan yang sering dialami responden adalah banyak

keringat (100%), kejang otot/kram (53%), detak jantung cepat (69%),

jarang kencing (80%), kulit kemerahan (61%), merasa cepat haus

(94%), merasa mual (41%), pusing atau berkunang-kunang (59%),

kurang konsentrasi (63%), cepat lelah (86%), kulit terasa tering (63%),

letih (94%) dan tidak nyaman (80%).

2. Hasil Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua

variabel. Variabel yang dimaksud yaitu variabel dependen (Keluhan

Kesehatan Akibat Tekanan Panas) dan variabel independen (umur, iklim

kerja, lama kerja, waktu istirahat dan konsumsi air minum).

Berikut ini merupakan hasil tabulasi silang antara variabel yang diteliti,

kemudian dilakukan analisis antara variabel independen dengan variabel

dependen.

a. Pengaruh Umur terhadap Tingkat Keluhan Kesehatan Akibat

Tekanan Panas

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh data

mengenai pengaruh umur terhadap tingkat keluhan kesehatan akibat

tekanan panas. Berikut adalah hasil tabulasi silang antara umur dengan

tingkat keluhan kesehatan akibat tekanan panas dapat dilihat dalam

tabel berikut :
73

Tabel 5.12
Pengaruh Umur terhadap Tingkat Keluhan Kesehatan
Akibat Tekanan Panas pada Pekerja Unit Produksi IV
PT Semen Tonasa Kab. Pangkep
Tingkat Keluhan
Kesehatan Total Nilai p
Umur
Berat Ringan
n % n % n %
Tua 15 60 10 40 25 100
p = 0, 872
Muda 14 53,8 12 46,2 26 100
Jumlah 29 56,9 22 43,1 51 100
Sumber : Data Primer, 2019

Hasil analisis pada tabel 5.12 menunjukkan bahwa persentase

responden yang mengalami keluhan kesehatan berat lebih banyak

pada pekerja dengan kategori umur tua (>40 tahun) sebanyak 15 orang

(60%) dibandingan dengan pekerja dengan umur muda (≤40 tahun)

sebanyak 14 orang (53,8%).

Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa nilai p=0,872, karena

nilai p>0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak. Interpretasinya yaitu

bahwa tidak ada pengaruh umur terhadap tingkat keluhan kesehatan

akibat tekanan panas yang dialami responden pada pekerja unit

produksi IV PT Semen Tonasa Kab. Pangkep.

b. Pengaruh Iklim Kerja terhadap Tingkat Keluhan Kesehatan

Akibat Tekanan Panas

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh data

mengenai pengaruh iklim kerja terhadap tingkat keluhan kesehatan

akibat tekanan panas. Berikut adalah hasil tabulasi silang antara iklim

kerja dengan tingkat keluhan kesehatan akibat tekanan panas dapat

dilihat dalam tabel berikut :


74

Tabel 5.13
Pengaruh Iklim Kerja terhadap Tingkat Keluhan Kesehatan
Akibat Tekanan Panas pada Pekerja Unit Produksi IV
PT Semen Tonasa Kab. Pangkep
Tingkat Keluhan
Kesehatan Total Nilai p
Iklim Kerja
Berat Ringan
n % n % n %
Tidak 25 62,5 15 37,5 40 100
Normal p= 0,173
Normal 4 36,4 7 63,6 11 100
Jumlah 29 56,9 22 43,1 51 100
Sumber : Data Primer, 2019

Hasil analisis pada tabel 5.13 menunjukkan bahwa persentase

responden yang mengalami keluhan kesehatan berat lebih banyak

pada pekerja yang bekerja pada iklim kerja tidak normal sebanyak 25

orang (62,5%) dibandingan dengan pekerja yang bekerja dengan iklim

kerja normal sebanyak 4 orang (46,7%).

Hasil uji Fisher Exact menunjukkan bahwa nilai p=0,173, karena

nilai p>0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak. Interpretasinya yaitu

bahwa tidak ada pengaruh iklim kerja terhadap tingkat keluhan

kesehatan akibat tekanan panas yang dialami responden pada pekerja

unit produksi IV PT Semen Tonasa Kab. Pangkep.

c. Pengaruh Lama Kerja terhadap Tingkat Keluhan Kesehatan

Akibat Tekanan Panas

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh data

mengenai pengaruh lama kerja terhadap tingkat keluhan kesehatan

akibat tekanan panas. Berikut adalah hasil tabulasi silang antara lama
75

kerja dengan tingkat keluhan kesehatan akibat tekanan panas dapat

dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 5.14
Pengaruh Lama Kerja terhadap Tingkat Keluhan Kesehatan
Akibat Tekanan Panas pada Pekerja Unit Produksi IV
PT Semen Tonasa Kab. Pangkep
Tingkat Keluhan
Lama Kesehatan Total Nilai p
Kerja Berat Ringan
n % n % n %
Tidak 3 60 2 40 5 100
Memenuhi
Syarat p= 1,000
Memenuhi 26 56,5 20 43,5 46 100
Syarat
Jumlah 29 56,9 22 43,1 51 100
Sumber : Data Primer, 2019

Hasil analisis pada tabel 5.14 menunjukkan bahwa persentase

responden yang mengalami keluhan kesehatan berat lebih banyak

pada pekerja dengan jumlah jam kerja memenuhi syarat sebanyak 26

orang (60%) dibandingan dengan jumlah jam kerja tidak memenuhi

syarat sebanyak 3 orang (46%).

Hasil uji Fisher Exact menunjukkan bahwa nilai p=1,000 karena

nilai p>0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak. Interpretasinya yaitu

bahwa tidak ada pengaruh lama kerja terhadap tingkat keluhan

kesehatan akibat tekanan panas yang dialami responden pada pekerja

unit produksi IV PT Semen Tonasa Kab. Pangkep.


76

d. Pengaruh Waktu Istirahat terhadap Tingkat Keluhan Kesehatan

Akibat Tekanan Panas

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh data

mengenai pengaruh waktu istirahat terhadap tingkat keluhan

kesehatan akibat tekanan panas. Berikut adalah hasil tabulasi silang

antara waktu istirahat dengan tingkat keluhan kesehatan akibat

tekanan panas dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 5.15
Pengaruh Waktu Istirahat terhadap Tingkat Keluhan
Kesehatan Akibat Tekanan Panas pada Pekerja Unit
Produksi IV PT Semen Tonasa Kab. Pangkep
Tingkat Keluhan
Waktu Kesehatan Total Nilai p
Istirahat Berat Ringan
n % n % n %
Kurang 9 81,8 2 18,2 11 100
p= 0,088
Cukup 20 50 20 50 40 100
Jumlah 29 56,9 22 43,1 51 100
Sumber : Data Primer, 2019

Hasil analisis pada tabel 5.15 menunjukkan bahwa persentase

responden yang mengalami keluhan kesehatan berat lebih banyak

pada pekerja dengan waktu istirahat cukup sebanyak 20 orang (50%)

dibandingan dengan pekerja yang bekerja dengan waktu istirahat

kurang sebanyak 9 orang (81,8%).

Hasil uji Fisher Exact menunjukkan bahwa nilai p=0,088, karena

nilai p>0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak. Interpretasinya yaitu

bahwa tidak ada pengaruh waktu istirahat terhadap tingkat keluhan

kesehatan akibat tekanan panas yang dialami responden pada pekerja

unit produksi IV PT Semen Tonasa Kab. Pangkep.


77

e. Pengaruh Konsumsi Air Minum terhadap Tingkat Keluhan

Kesehatan Akibat Tekanan Panas

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh data

mengenai pengaruh konsumsi air minum terhadap tingkat keluhan

kesehatan akibat tekanan panas. Berikut adalah hasil tabulasi silang

antara konsumsi air minum responden dengan tingkat keluhan

kesehatan akibat tekanan panas dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 5.16
Pengaruh Konsusmsi Air Minum terhadap Tingkat Keluhan
Kesehatan Akibat Tekanan Panas pada Pekerja Unit
Produksi IV PT Semen Tonasa Kab. Pangkep
Tingkat Keluhan
Konsumsi
Kesehatan Total Nilai p
Air
Berat Ringan
Minum
n % n % n %
Kurang 26 72,2 10 27,8 36 100
p= 0,002
Cukup 3 20 12 80 15 100
Jumlah 29 56,9 22 43,1 51 100
Sumber : Data Primer, 2019

Hasil analisis pada tabel 5.16 menunjukkan bahwa persentase

responden yang mengalami keluhan kesehatan berat lebih banyak

pada pekerja dengan konsumsi air minum kurang sebanyak 26 orang

(72,2%) dibandingan pekerja dengan konsumsi air minum cukup

sebanyak 3 orang (81,8%).

Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa nilai p= 0,002, karena

nilai p<0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Interpretasinya yaitu

bahwa ada pengaruh konsumsi air minum terhadap tingkat keluhan

kesehatan akibat tekanan panas yang dialami responden pada pekerja

unit produksi IV PT Semen Tonasa Kab. Pangkep.


78

C. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh umur, tekanan panas,

lama kerja, waktu istirahat dan konsumsi air minum terhadap tingkat keluhan

kesehatan akibat tekanan panas pada pekerja unit produksi IV PT Semen

Tonasa Kab. Pangkep. Adapun hasil dari analisis data variabel-variabel

penelitian dinarasikan sebagai berikut:

1. Tingkat Keluhan Kesehatan Akibat Tekanan Panas

Keluhan kesehatan akibat tekanan panas adalah gejala kesehatan yang

dirasakan seseorang akibat tekanan panas yang spesifik dirasakan

ditempat kerja (Triami, 2018). Keluhan kesehatan yang dirasakan

umumnya dipengaruhi beberapa faktor baik faktor fisik kondisi

lingkungan kerja, beban kerja maupun dari individu pekerja sendiri.

Dalam penelitian ini, data tingkat keluhan kesehatan yang dirasakan

responden diperoleh dengan memberikan sejumlah pertanyaan yang

berkaitan dengan keluhan kesehatan akibat tekanan panas menggunakan

kuesioner. Tingkat keluhan kesehatan digambarkan dari total banyaknya

keluhan dan frekuensi masing-masing keluhan yang dialami responden.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa dari 51 responden

pada pekerja unit produksi IV PT Semen Tonasa seluruhnya 100% pernah

mengalami keluhan kesehatan akibat tekanan panas, tetapi dengan

frekuensi atau tingkat keseringan yang berbeda-beda. Perbedaan tingkat

frekuensi keluhan yang dirasakan pekerja menunjukkan adanya respon

yang berbeda dari setiap pekerja terhadap faktor yang ada di lingkungan.
79

Keluhan yang sangat sering dirasakan responden adalah banyak

keringat yaitu 27 orang (52,9%) kemudian merasa cepat haus sebanyak 19

orang (37,9%) sedangkan keluhan kesehatan yang hampir sebagian besar

tidak pernah dirasakan responden adalah perasaan mual yaitu sebanyak 30

orang (58,8%) kemudian terdapat biang keringat sebanyak 27 orang

(52,9%) dan kulit terasa pucat yaitu sebanyak 26 orang (51,0%)

responden yang tidak merasakan keluhan.

Bekerja dengan tekanan panas lingkungan kerja berpotensi

menimbulkan bahaya bagi kesehatan maupun keselamatan pekerjaan.

Menurut ACGIH (2010), orang yang bekerja dengan tekanan panas

dilingkungan kerjanya secara otomatis mengalami respon fisiologis yang

merupakan respon tubuh untuk menghilangkan panas dari tubuh. Dalam

kehidupan sehari-hari, respon fisiologi ini dikenal dengan istilah keluhan

kesehatan. Keluhan kesehatan akibat tekanan panas yang dirasakan

pekerja dipengaruhi oleh banyak faktor di lingkungan kerja baik dari

faktor fisik lingkungan kerjanya, beban pekerjaan maupun dari individu

pekerja sendiri seperti kebiasaan konsumsi air minum.

Apabila suhu tubuh meningkat lebih dari titik tetap (37-38°C), tubuh

secara otomatis akan terstimulus untuk melakukan serangkaian

mekanisme untuk mempertahankan suhu dengan cara menurunkan

produksi panas dan meningkatkan pengeluaran panas, sehingga suhu

kembali pada titik tetap. Pengeluaran panas dilakukan melalui produksi

keringat atau evaporasi (Budiartha, 2009).


80

Keluhan kesehatan akibat tekanan panas merupakan gejala awal yang

dapat menyebabkan penyakit atau gangguan kesehatan yang lebih serius.

Apabila keluhan tidak dikenali dan segera ditangani akan menimbulkan

gangguan kesehatan akibat tekanan panas (heat related disorders) seperti

heat exhaustion, heat syncope, heat cramps dan heat rash.

Menurut Puspita (2012 dikutip dalam Bernard, 2002), Heat

exhaustion merupakan kelelahan akibat pajanan panas diawali dengan

gejala merasa kelelahan, tubuh terasa lemas, banyak mengeluarkan

keringat, penglihatan kabur, pusing, sakit kepala, bahkan bisa mengalami

ketidaksadaran diri (pingsan). Berdasarkan hasil penelitian, seluruh

responden merasakan banyak mengeluarkan keringat dan sebanyak 27

orang (52,9%) sangat sering mengalami keluhan tersebut, pusing

sebanyak 30 orang (59%), cepat lelah sebanyak 44 orang (86%), kurang

konsentrasi sebanyak 32 orang (32%) dan merasa mual sebanyak 21

orang (41%). Hal ini menunjukkan bahwa gejala heat exhaustion

dirasakan oleh pekerjaan di unit produksi IV PT Semen Tonasa.

Menurut Suma’mur dan Soedirman (2014), heat rash adalah iritasi

kulit akibat terlalu banyak keringat karena panas dan lembab. Heat rash

ditandai dengan gejala kulit kemerahan,terdapat biang keringat dan

banyak keringat. Berdasarkan penelitian, seluruh responden merasakan

gejala heat rash dengan frekuensi yang berbeda-beda. Dari 51 responden

100% mengalami banyak keringat, kulit kemerahan 31 orang 61% dan


81

biang keringat sebanyak 24 orang (47%). Hal ini menunjukkan gejala heat

rash pernah dirasakan oleh pekerja unit produksi IV PT Semen Tonasa.

Menurut Suma’mur dan Soedirman (2014), heat syncope adalah

keadaan tidak sadar sementarayang tiba-tiba dirasakan setelah bekerja di

tempat panas. Gejala heat syncope seperti pusing atau berkunang-kunang

dan detakjantung cepat. Berdasarkan penelitian sebanyak 30 orang (59%)

merasakan keluhan pusing dan berkunang-kunang, 35 orang (69%)

merasakan detak jantung cepat. Hal ini menunjukkan pekerja unit

produksi IV merasakan gejala heat syncope.

Menurut Puspita 2012, heat cramp adalah nyeri otot yang dirasakan

pada bagian tubuh yang digunakan pada saat bekerja di tempat panas.

Gejala heat cramp yang sering dirasakan yaitu kejang otot atau kram.

Berdasarkan penelitian, sebanyak 27 orang (53%) pernah merasakan

kejang otot atau kram. Keluhan otot kejang yang dirasakan oleh

responden menandakan mereka merasakan adanya gejala heat cramp.

Heat stroke adalah kondisi serius yang mengancam nyawa apabila

tubuh kehilangan kemampuan megontrol suhu. Gejala heat stroke yang

sering muncul seperti demam, merasa cepat haus, kebingungan, hasrat

ingin berkelahi, tidak sadar sementara, denyut jantung cepat, kulit terasa

kering dan panas. Berdasarkan penelitian gelaja heat stroke dirasakan

oleh pekerja unit produksi IV PT Semen Tonasa seperti denyut jantung

cepat sebanyak 35 orang (69%), merasa cepat haus sebanyak 48 orang

(94%), kulit terasa panas dan pucat sebanyak 35 orang (69%), kulit terasa
82

kering sebanyak 32 orang (63%) dan kurang konsentrasi sebanyak 32

orang. Hal ini menandakan bahwa pekerja unit produksi IV merasakan

gejala heat stroke ketika mereka bekerja di tempat panas.

Menurut Maulidiani (2012), keluhan subjektif yang dirasakan pekerja

merupakan gejala awal kemungkinan gangguan kesehatan akibat tekanan

panas namun belum sampai pada gangguan kesehatan yang serius. Hal ini

karena lama paparan tekanan panas tidak berlangsung lama dan terputus-

putus yang memungkinkan para pekerja untuk melakukan istirahat

sejenak untuk mengembalikan kembali suhu tubuh ke kondisi normal.

Keluhan yang dirasakan pekerja bukan merupakan keluhan yang bersifat

akumulatif, melainkan keluhan yang dirasakan hanya pada saat pekerja

terpajan panas ketika melakukan pekerjaan saja. Perlu pemeriksaan dan

analisis medis lebih lanjut untuk dapat mengidentifikasi apakah pekerja

benar-benar mengalami gangguan kesehatan akibat tekanan panas.

Belum ada pengendalian secara berkelanjutan yang dilakukan baik

pihak K3 maupun manajemen terkait keluhan kesehatan dan keluhan

lingkungan kerja yang tidak nyaman karena lingkungan panas. Keluhan

kesehatan akibat tekanan panas merupakan hal yang umumnya dianggap

biasa-biasa saja oleh para pekerja, terlebih lagi pihak manajemen. Padahal

hal ini dapat berdampak buruk pada kesehatan dan keselamatan pekerja,

selain itu keluhan kesehatan dan keluhan lingkungan kerja yang tidak

nyaman dan berlangsung terus-menerus dalam waktu yang lama akan

berdampak pada produktivitas kerja. Hal ini sesuai dengan penelitian


83

yang dilakukan Annuriyana (2010) tentang hubungan tekanan panas

dengan produktivitas tenaga kerja bagian pencetakan genteng di Klaten,

bahwa terdapat hubungan antara tekanan panas dengan produktivitas

pekerja, semakin tinggi tekanan panas lingkungan kerja maka akan

semakin rendah produktivitasnya dan sebaliknya semakin rendah tekanan

panas lingkungan kerja maka produktivitas kerjanya akan semakin tinggi.

2. Pengaruh Umur terhadap Tingkat Keluhan Kesehatan Akibat

Tekanan Panas

Umur merupakan salah faktor yang dapat mempengaruhi bagaimana

seseorang memberikan respon terhadap faktor lingkungan mereka

bekerja. Kemampuan fisik seseorang dalam melakakan pekerjaan maupun

merespon berbagai macam faktor lingkungan akan menurun seiring

dengan pertambahan usia. Pekerja yang berumur tua dan muda memiliki

perbedaan dalam bekerja dan kemampuan mereka merespon tekanan

pekerjaan termasuk tekanan panas.

Berdasarkan penelitian ini, responden kategori umur muda (≤40

tahun) lebih banyak daripada responden kategori tua (>.40 tahun).

Kategori umur tua sebanyak 25 orang (49%) sedangkan kategori umur

muda sebanyak 26 orang (51%). Hasil tabulasi silang untuk pengaruh

umur terhadap tingkat keluhan kesehatan akibat tekanan panas,

menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh umur terhadap keluhan

kesehatan akibat tekanan panas pada pekerja unit produksi IV PT Semen

Tonasa. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Puspita tahun 2012 pada
84

pekerja di area produksi pelumas Jakarta PT Pertamina (Persero) tahun

2012 yang menyatakan tidak ada hubungan bermakna antara umur dengan

tingkat keluhan subjektif yang dirasakan responden. Penelitian lain yang

sejalan dengan yaitu, penelitian yang dilakukan Anjani (2013) pada

pekerja pengasapan ikan industri rumah tangga di Kelurahan Ketapang

Kecamatan Kendal bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan

keluhan subjektif pada pekerja yang terpajan panas. Menurut Anjani

(2013), tidak adanya hubungan disebabkan karena sebagian besar

responden juga merupakan usia kerja produktif dalam artian bahwa data

yang diperoleh hampir sama antara jumlah pekerja muda dan tua.

Dalam penelitian ini, keluhan berat lebih banyak dialami oleh

responden kategori umur tua yaitu 15 dari 25 orang (60%) daripada

kategori umur muda yaitu 14 dari 26 orang (53,8%). Hal ini mendandakan

bahwa pekerja yang berumur tua lebih berpotensi mengalami keluhan

kesehatan. Bahkan menurut Puspita (2012), bahwa pekerja kategori umur

tua diatas 40 tahun 1,4 kali lebih beresiko merasakan keluhan kesehatan

akibat tekanan panas dibanding dengan pekerja umur dibawah 40 tahun.

Sesuai dengan teori (Majiah, 2014 dalam Richard dan JR, 1999) bahwa

pekerja yang berusia tua memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena

dampak tekanan panas karena mereka mengalami penurunan jumlah

maksimal oksigen yang dihirup sebesar 30%, sehingga menyebabkan

cadangan oksigen di pembuluh darah menjadi berkurang. Hal ini dapat

menyebakan pekerja merasa cepat lelah. Selain itu, pekerja usia tua juga
85

memiliki fungsi jantung dan kelenjar keringat yang semakin berkurang

serta kemampuan tubuh untuk memproduksi keringat menjadi lebih

lambat sehingga menyebabkan semakin berkurangnya kemampuan tubuh

dalam mentoleransi panas (Majiah, 2014 dalam Worksafe BC, 2007).

Menurut Istiqomah dan Erwin (2013 dalam Nawawinetu 2010),

kemampuan mentolerir panas akan semakin menurun saat umur semakin

bertambah. Memasuki usia tua, kemampuan tubuh melakukan

pendinginan melalui penguapan keringat menjadi lebih lambat karena

proses tubuh untuk menghasilkan keringat jauh lebih lambat daripada

tenaga kerja yang berumur lebih muda. Hal yang berbeda pada pekerja

usia muda, Menurut Anjani (2013), seseorang yang berumur muda

memiliki kemampuan lebih baik dalam mengembalikan suhu tubuh

menjadi normal daripada orang yang telah berumur tua, hal ini disebabkan

karena pertambahan usia diikuti dengan proses degenerasi organ sehingga

kemampuan organ akan menurun pula.

Secara teori, kategori umur tua seharusnya lebih banyak yang

menderita keluhan berat,namun pada tabel 5.12, terdapat perbandingan

angka yang hampir sama antara tua dan muda yang mengalami keluhan

berat. Diantara keluhan yang paling sering dialami umur muda adalah

banyak keringat, cepat haus dan letih. Berdasarkan penelitian dilapangan,

penyebabnya adalah padatnya pekerjaan, selain itu iklim kerja yang panas

dan konsumsi air minum yang kurang. Sebanyak 23 orang (88,5%)

kategori umur muda yang bekerja di tempat panas dan 14 orang (57%)
86

yang memiliki konsumsi air minum yang kurang. Meskipun hasil

penelitian menunjukkan bahwa pekerja kategori umur tua lebih banyak

merasakan keluhan kesehatan, akan tetapi secara keseluruhan responden

mengalami keluhan kesehatan baik yang tua maupun yang muda. Menurut

Indra (2014), hal ini karena keluhan kesehatan yang dirasakan tidak

disebabkan oleh usianya, melainkan faktor lain seperti suhu ruangan yang

tinggi, masa kerja yang tergolong lama ataupun penyesuaian tubuh yang

baru terbentuk sehingga rentan mengalami keluhan akibat tekanan panas.

Pengaturan penempatan karyawan bisa menjadi satu pengendalian

terhadap pajanan tekanan panas. Menurut Ardiningsih (2013 dikutip

dalam Siswanto 1991), tenaga kerja usia tua sebaiknya tidak dipekerjakan

di tempat kerja panas karena kelenjar keringat mereka menunjukkan

respon lebih lambat terhadap tekanan panas. Bentuk lain pengendalian

tekanan panas seperti pengaturan lama kerja dan jam istirahat, penyediaan

air minum di sekitar tempat kerja, penggunaan APD berupa pakaian kerja

dari katun guna mempermudah penguapan keringat dan ventilasi yang

cukup untuk setiap area kerja dan mengisolasi mesin sumber panas.

3. Pengaruh Iklim Kerja terhadap Tingkat Keluhan Kesehatan Akibat

Tekanan Panas.

Menurut Permenaker No. 5 tahun 2018 yang dimaksud iklim kerja

adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara

dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga

kerja sebagai akibat pekerjaannya meliputi tekanan panas dan tekanan


87

dingin. Secara sederhana, iklim kerja panas (tekanan panas) merupakan

kumpulan faktor lingkungan dan aktivitas fisik yang dapat meningkatkan

jumlah panas di dalam tubuh (Ultani, 2011 dalam Alpaugh,1979).

Tekanan panas terjadi akibat kombinasi dari beberapa faktor

(lingkungan, pekerjaan dan pakaian) yang cenderung meningkatkan suhu

inti tubuh. Tenaga kerja yang bekerja di lingkungan panas, memiliki

risiko penyakit akibat tekanan panas (heat related disorders). Olehnya itu

sangat penting untuk memperhatikan lingkungan kerja yang sehat bagi

pekerja dan menciptakan lingkungan kerja yang nyaman bagi pekerja.

Berdasarkan penelitian bahwa dari 51 responden terdapat 43 orang

(84,3%) mengatakan tempat kerja mereka panas dan 29 (56,9%)

diantaranya merasa terganggu dengan kondisi panas di tempat kerjanya.

Sementara hasil pengukuran iklim kerja panas di bagian produksi IV PT

Semen Tonasa diperoleh bahwa unit kerja raw mill, kiln & coal mill dan

finish mill memiliki ISBB >NAB yang diperkenankan yaitu 27,5°C

Sementara unit kerja crusher memiliki nilai ISBB <NAB yaitu 29, hal ini

bisa jadi karena unit kerja crusher dilengkapi dengan ventilasi yang cukup

sehingga terjadi sirkulasi udara yang baik. Dari 51 responden sebanyak 40

(78%) responden bekerja di iklim kerja tidak normal atau >NAB dan

11(22%) orang bekerja di iklim kerja normal atau <NAB. Dari 40 orang

yang bekerja di iklim kerja >NAB, 25 (62,5%) mengalami keluhan berat

dan 15 orang (37,5%) mengalami keluhan ringan. Sementara 11 orang


88

yang bekerja di iklim kerja normal, 4 orang (36%) mengalami keluhan

berat dan 7(64%) orang mengalami keluhan ringan.

Hasil analisis bivariat antara iklim kerja dengan tingkat keluhan

kesehatan akibat tekanan panas diketahui bahwa tidak ada pengaruh iklim

kerja terhadap tingkat keluhan kesehatan akibat tekanan panas pada

pekerja unit produksi Tonasa IV PT Semen Tonasa. Hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian Anjani (2013) pada pekerja pengasapan ikan

industry rumah tangga di Kelurahan Ketapang Kecamatan Kendal yang

menyatakan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara iklim kerja

dengan keluhan subjektif, hal ini karena adanya perilaku kerja yang tidak

sama dari tiap pekerja, kontruksi bangunan yang berbeda-beda dan

kemampuan tubuh seseorang dalam mengolah panas juga berbeda-beda.

Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan Puspita (2012) pada

pekerja area produksi pelumas Jakarta PT Pertamina (Persero) tahun 2012

bahwa tidak ada hubungan antara tekanan panas dengan tingkat keluhan

subjektif yang dirasakan responden akibat tekanan panas. Faktor lain yang

disebutkan karena tubuh mampu beradaptasi dengan lingkungan kerja

panas dalam jangka waktu tertentu. Namun secara keseluruhan bahwa

seluruh pekerja merasakan keluhan kesehatan akibat tekanan panas tetapi

dengan frekuensi yang berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan teori bahwa

pajanan tekanan panas dapat menimbulkan berbagai macam jenis keluhan

kesehatan yang merupakan bentuk respon alami tubuh terhadap tekanan

panas. Peningkatan suhu lingkungan kerja sebesar 1°C saja dari nilai
89

ambang batas yang diperkenankan, memiliki potensi yang lebih besar

menimbulkan keluhan kesehatan.

Pada tabel 5.13, menunjukkan angka pekerja yang bekerja di iklim

kerja tidak normal cukup tinggi yang mengalami keluhan berat. Adapun

keluhan yang paling banyak dirasakan pekerja yang bekerja di tempat

kerja tidak normal adalah banyak keringat, cepat haus, letih, jarang

kencing, cepat lelah. Hal ini jelas karena paparan tekanan panas selama

bekerja. Selain itu karena kurangnya konsumsi air minum, terdapat 29

(72,5%) pekerja yang bekerja di tempat kerja panas memiliki konsumsi

air minum yang kurang. Selain itu berdasarkan penelitian dilapangan

bahwa sebagian besar pekerja mengenakan pakaian tertutup sehingga

menambah tekanan panas yang dialami pekerja. Namun hal ini sulit

dihindari karena alasan mereka untuk menghindari debu. Pekerja juga

saat bekerja ditempat panas merasa kesulitan konsumsi air, karena

sebagian besar mereka hanya minum ketika beristirahat di unit kerja

masing-masing dan jarang sekali mereka membawa air minum ke lokasi

dimana mereka bekerja.

Keluhan kesehatan yang dirasakan merupakan sebuah respon

fisiologis yang otomatis terjadi sebagai respon terhadap tekanan panas.

Menurut Ardiningsih (2013) keluhan kesehatan mulai dirasakan apabila

terjadi peningkatan suhu tubuh >38°C. Paparan panas lingkungan kerja

yang dirasakan terus-menerus, semakin memperbesar kemungkinan

terkena gangguan kesehatan akibat tekanan panas. Respon tubuh akibat


90

paparan panas yang berlebihan dapat dimulai dari gangguan fisiologis

sederhana sampai terjadinya penyakit yang sangat serius (Tarwaka

dkk,2004). Menurut Sari, (2017 dikutip dalam HIPERKES 2011), bahwa

faktor fisik seperti tekanan panas dapat menimbulkan gangguan

kesehatan. Keluhan kesehatan yang dirasakan akibat paparan tekanan

panas apabila tidak segera diatasi dapat berdampak pada munculnya

penyakit kerja yang diakibatkan oleh tekanan panas seperti, heat stroke,

heat syncope, heat cramp dan heat fatigue bahkan bisa berakibat lebih

fatal dan mengancam nyawa pekerja (NIOSH, 2016).

Menurut Ardiningsih (2013), besarnya respons fisiologi yang

dirasakan tenaga kerja terhadap tekanan panas dapat dicegah atau

dikurangi dan mencegah penyakit akibat kerja dan produktivitas kerja

dapat dipertahankan dengan melakukan pengendalian baik secara teknis,

administratif maupun penggunaan alat pelindung diri. Banyak hal yang

dapat dilakukan dalam mengendalikan tekanan panas di tempat kerja

seperti: menurut Puspita (2012 dalam worksafe BC, 2007), engineering

control merupakan metode paling efektif dalam mengurangi paparan

panas yang lebih. Contoh engineering control yang dapat dilakukan

seperti, mengurangi aktivitas pekerjaan melalui system automatisasi,

menutup sumber panas untuk mengurangi perpindahan panas radiasi,

menyediakan ventilasi yang memadai untuk mengurangi udara panas.

Pengendalian dapat pula dilakukan dengan administrative control

seperti pembatasan waktu pajanan panas (Puspita, 2012 dikutip dalam


91

NIOSH, 1986) seperti, bila memungkinkan buat jadwal kerja dimana

pekerjaan di tempat yang panas dilakukan pada waktu yang lebih dingin

seperti pagi hari, sore hari atau malam hari, mengubah pola kerja dan

istirahat sehingga waktu istirahat menjadi lebih lama, membuat ketentuan

bahwa pekerja dapat menghentikan pekerjaannya jika merasakan panas

yang berlebih ketika bekerja.

Menurut NIOSH 2016, pekerja seharusnya mampu melaksanakan

sebuah medical monitoring program untuk mencegah dampak negatif dan

mengenali secara dini gejala yang berhubungan dengan keluhan kesehatan

akibat panas lingkungan kerja. Selain itu, pelatihan keselamatan penting

untuk membekali mereka sebelum bekerja lingkungan panas, termasuk

bagaimana mereka mampu mengenali gejala heat related illness.

Beberapa pengendalian yang telah dilakukan di PT Semen Tonasa

khususnya pada bagian produksi Tonasa IV yaitu perusahaan

menyediakan air minum di tiap unit kerja, menyediakan ruangan yang

ber-AC untuk tempat istirahat pekerja dan recovery, membuat jadwal shift

kerja untuk mengurangi paparan pekerja pada unit kerjanya.

4. Pengaruh Waktu Istirahat terhadap Tingkat Keluhan Kesehatan

Akibat Tekanan Panas

Istirahat merupakan sebuah kebutuhan mutlak yang harus ketika

bekerja dalam rangka pemulihan tubuh kembali normal setelah

melakukan istirahat. Pengaturan waktu istirahat saat bekerja merupakan

salah satu bentuk pola kerja yang sangat erat kaitannya dengan pajanan
92

tekanan panas. Pengaturan waktu istirahat yang sesuai sangat penting

dalam melakukan pemulihan kembali untuk mengembalikan suhu tubuh

dalam keadaan normal (Puspita, 2012 dalam Worksafe BC 2007).

Berdasarkan hasil penelitian bahwa hanya 11 orang (22%) yang

memiliki waktu istirahat yang kurang dan 40 orang (78%) memilik waktu

istirahat cukup. Dari 11 orang yang memiliki waktu istirahat kurang, 9

(81,8%) diantaranya mengalami keluhan berat sementara 40 orang dengan

istirahat cukup 20 (50%) diantaranya juga merasakan keluhan berat.

Hasil analisis bivariat pengaruh waktu istirahat terhadap tingkat

keluhan kesehatan akibat tekanan panas bahwa tidak ada pengaruh waktu

istirahat tehadap keluhan kesehatan yang dirasakan responden. Penelitian

ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Istiqomah dan Erwin, 2013,

bahwa tidak ada hubungan lama istirahat dengan munculnya keluhan

subjektif akibat tekanan panas.

Pengaturan waktu kerja setiap jam area produksi IV PT Semen Tonasa

dikategorikan ke dalam pola kerja 75%-100%, pekerja bekerja selama 8

jam dengan waktu istirahat 45-60 menit. Dalam keadaan normal, mereka

dapat melakukan istirahat sejenak selama proses produksi. Dengan

pengaturan seperti itu seharusya pekerja tidak atau hanya merasakan

keluhan ringan. Namun secara keseluruhan bahwa responden dengan

waktu istirahat cukup maupun kurang tetap merasakan adanya keluhan

kesehatan namun dengan frekuensi yang berbeda-beda. Hal ini bisa saja
93

disebabkan pekerja baru beristirahat setelah lebih dari 4 jam bekerja,

selain itu beberapa pekerja masih melakukan pekerjaan di jam istirahat.

Pada tabel 5.14 menunjukkan bahwa terdapat 20 responden (50%)

yang memiliki waktu istirahat cukup mengalami keluhan berat. Keluhan

yang paling banyak dirasakan adalah Banyak Keringat, cepat haus, jarang

kencing, letih, cepat lelah. Berdasarkan penelitian bahwa faktor yang

menjadi penyebab pekerja dengan waktu istirahat cukup mengalami

keluhan kesehatan akibat tekanan panas berat adalah karena iklim kerja

dan kebiasaan minum air yang kurang. Sebanyak 30 responden (75%)

dengan waktu istirahat cukup bekerja di tempat kerja yang termasuk iklim

kerja tidak normal dan 20 repsonden (70%) yang memiliki waktu istirahat

cukup memiliki kebiasaan minum air yang kurang.

Padatnya pekerjaan dan tekanan panas menjadi faktor lain keluhan

kesehatan yang dirasakan. Rata-rata setiap unit kerja memiliki pekerjaan

yang cukup padat, terlebih lagi dalam keadaan tertentu seperti saat over

haul. Kondisi pekerjaan saat over haul mengalami peningkatan yang

cukup signifikan karena pekerjaan yang dituntut cepat selesai sesuai target

yang ditentukan. Selain itu, beban tekanan panas semakin menambah

risiko adanya keluhan kesehatan yang dirasakan. Kondisi seperti ini akan

menyita waktu istirahat pekerja karena target waktu yang ditentukan

untuk menyelesaikan pekerjaan dan waktu istirahat pekerja akan semakin

berkurang karena ketika waktu istirahat terkadang mereka masih

melakukan pekerjaan lain demi mencapai target waktu yang ditentukan.


94

Bekerja di tempat panas ditambah beban kerja yang padat sejatinya

membutuhkan waktu istirahat yang lebih lama karena tekanan panas

menjadi beban tambahan di tempat kerja yang menambah risiko pekerja

terkena dampak dari pekerjaannya seperti keluhan kesehatan. Menurut

Indra (2014) bahwa waktu istirahat yang cukup yaitu 1 jam atau lebih

selama jam kerja seharusnya dapat mencegah tejadinya efek tekanan

panas. Efek dari tekanan panas berupa perasaan lelah sebenarnya dapat

dikurangi dengan melakukan istirahat yang cukup, menurut suma’mur

(2009) beristirahat 30 menit setelah melakukan pekerjaan selama 4 jam

sangat penting untuk pemulihan kemampuan fisik dan mental maupun

pengisian energi yang sumbernya berasal dari makanan.

Sehubungan dengan waktu istirahat, bentuk pengedalian yang sudah

dilakukan oleh PT Semen Tonasa diantaranya waktu istirahat selama 1

jam, pekerja boleh melakukan istirahat sejenak ketika mereka bekerja,

telah disediakan tempat istirahat dekat dengan tempat kerja dan adanya

pembagian shift kerja.

5. Pengaruh Lama Kerja terhadap Tingkat Keluhan Kesehatan Akibat

Tekanan Panas

Lama Kerja adalah waktu seseorang berada di tempat kerja dan

melakukan pekerjaannya dalam satu hari kerja. Pengaturan lama kerja

telah diatur menurut undang-undang no 13 tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan yaitu 8 jam/hari untuk 5 hari kerja/minggu atau 7

jam/hari untuk 6 hari kerja/minggu.


95

Berdasarkan hasil penelitian bahwa dari 51 responden, sebanyak 46

orang (90.2%) memiliki waktu kerja normal. Sebanyak 26 Orang (56,5%)

dari 46 orang dengan jumlah jam kerja normal mengalami keluhan berat

dan terdapat 3 orang dengan jumlah jam kerja tidak normal yang

mengalami keluhan berat. Sehingga total responden yang mengalami

keluhan kesehatan berat sebanyak 29 orang.

Hasil analisis bivariat lama kerja dengan tingkat keluhan kesehatan

akibat tekanan panas menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh lama kerja

terhadap tingkat keluhan kesehatan akibat tekanan panas pada pekerja unit

produksi Tonasa IV PT Semen Tonasa. Hal ini sejalan dengan penelitian

Indra (2014) tentang determinan keluhan akibat tekanan panas pada

pekerja bagian dapur rumah sakit di kota Makassar tahun 2014 , yang

mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara lama kerja dengan keluhan

kesehatan yang dialami pekerja. Begitu dengan penelitian yang dilakukan

Puspita (2012) pada pekerja area produksi pelumas Jakarta PT Pertamina

tahun 2012, bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara lama kerja

dengan tingkat keluhan kesehatan akibat tekanan panas.

Tidak ada pengaruh lama kerja terhadap tingkat keluhan kesehatan

yang dirasakan pekerja bagian produksi Tonasa IV PT Semen Tonasa, hal

ini disebabkan oleh suhu tempat kerja di setiap unit kerja tidak seluruhnya

berada diatas nilai ambang batas sementara keluhan kesehatan yang

dirasakan secara keseluruhan ada disemua unit kerja. Pada tabel 5.15,

menunjukkan bahwa terdapat 26 (56,9%) respoden dengan jam kerja


96

memenuhi syarat mengalami keluhan berat. Angka ini terbilang cukup

besar karena seharusnya responden dengan jam kerja yang memenuhi

syarat tidak banyak mengalami keluhan berat. Keluhan kesehatan yang

paling banyak dirasakan adalah banyak keringat, cepat haus dan letih.

Berdasarkan penelitian dilapangan beberapa hal yang dapat menyebabkan

keluhan berat dialami pekerja yang memiliki jam kerja memenuhi syarat

diantaranya karena beban kerja yang padat, waktu istirahat yang tidak

cukup dan yang paling berpengaruh adalah iklim kerja dan kebiasaan

konsumsi air minum. Terdapat 36 responden (78,3%) yang memiliki jam

kerja sesuai syarat bekerja pada iklim kerja yang tidak normal sementara

31 respoden (67,4%) yang memiliki jam kerja memenuhi syarat memiliki

kebiasaan minum air yang kurang dari 11 gelas/hari. Hal ini juga sangat

dipengaruhi cara berpakaian yang tertutup dan akan semakin menambah

tingkat tekanan panas yang dirasakan.

Jam kerja di PT Semen Tonasa sesuai dengan undang-undang

ketenagakerjaan no.13 tahun 2003. Namun pekerjaan dilapangan

terkadang menuntut pekerja untuk menambah jam kerjanya. Banyak

faktor yang dapat mengakibatkan pekerja menambah jumlah jam kerjanya

diantaranya karena tuntutan pekerjaan yang sewaktu-waktu dapat berubah

seperti adanya problem pada mesin produksi, beberapa pekerja memilih

lembur dan menambah jam kerjanya, selain itu beberapa pekerja memang

memiliki jam kerja yang lebih yaitu pekerja yang memiliki shift 7/7

(masuk jam 7 pagi pulang jam 7 malam).


97

Waktu kerja menandakan lamanya paparan tekanan panas di tempat

kerja dalam artian semakin lama seseorang bekerja, maka semakin besar

pula paparan tekanan panas yang diterima dan risiko keluhan kesehatan

akan semakin bertambah pula, namun faktor lain seperti beban kerja juga

dapat mempengaruhi besarnya paparan yang dirasakan (Alam, dkk, 2014).

Menurut Suma’mur (2009), waktu kerja yang panjang mengakibatkan

paparan tekanan panas juga semakin bertambah, bahkan waktu kerja yang

diperpanjang justru biasanya tidak disertai dengan efisiensi, keefektifan

bahkan produktivitas justru mengalami penurunan.

Pengaturan jam kerja dan waktu istirahat seharusnya bisa menjadi

solusi sebagai bentuk pengendalian keluhan kesehatan akibat tekanan

panas. Hal ini karena lamanya paparan berbanding lurus dengan keluhan

kesehatan yang dirasakan responden meskipun dalam frekuensi yang

berbeda-beda. Selain itu bentuk pengendalian yang lain dalam kaitannya

dengan pengaturan jam kerja seperti yang dikatakan Puspita (2012 dalam

NIOSH, 1986) yaitu membatasi waktu pajanan, dalam hal ini tidak

mengurangi jumlah jam kerja. Pembatasan waktu pajanan yang dimaksud

diantaranya, jika memungkinkan jadwalkan pekerjaan dilingkungan

panas, dilakukan pada waktu pagi, sore atau malam hari, pekerjaan

maintenance dan perbaikan area panas dilakukan pada musim yang lebih

dingin dalam satu tahun dan menambah jumlah karyawan untuk

mengurangi waktu pajanan pada setiap pekerja.


98

6. Pengaruh Konsumsi Air Minum terhadap Tingkat Keluhan

Kesehatan Akibat Tekanan Panas

Konsumsi air minum merupakan salah satu cara untuk

mengembalikan cairan tubuh yang hilang akibat keringat karena paparan

panas di tempat kerja. Idealnya setiap hari manusia mengonsumsi air

putih minimal 2 liter atau setara dengan 8 gelas/hari. Berbeda halnya

orang yang bekerja dengan paparan panas lingkungan kerjanya, menurut

Ultani (2011), orang yang bekerja dengan paparan panas lingkungan

kerjanya minimal konsumsi air lebih dari 2 liter/hari.

Berdasarkan penelitian, sebanyak 36 responden (71%) memiliki

kebiasaan minum air kurang dan hanya 15 (29%) orang yang memiliki

kebiasaan minum air yang cukup. Hasil uji analisis bivariat antara

konsumsi air minum dengan tingkat keluhan kesehatan akibat tekanan

panas menunjukkan konsumsi air minum memiliki pengaruh terhadap

tingkat keluhan kesehatan akibat tekanan panas pada pekerja unit

produksi IV PT Semen Tonasa. Hal ini sejalan dengan penelitian Fajrin

(2014) terhadap petugas laundry rumah sakit di kota Makassar, bahwa

kebiasaan konsumsi air minum memiliki hubungan dengan keluhan

kesehatan. Penelitian lain yang sejalan yaitu penelitian yang dilakukan

Hidayat (2016) pada pekerja pandai besi bahwa terdapat hubungan antara

kuantitas minum air dengan keluhan subjektif akibat tekanan panas.

Semakin sedikit konsumsi air responden, semakin besar pula risiko

mengalami keluhan subjektif akibat tekanan panas.


99

Secara keseluruhan responden merasakan keluhan kesehatan akibat

pajanan tekanan panas, namun dengan frekuensi yang berbeda tiap

individu perkerja. Tabel 5.16 menunjukkan bahwa terdapat 26 responden

(72,2%) yang termasuk kurang konsumsi air minum mengalami keluhan

berat. Diantara keluhan yang paling sering dirasakan adalah banyak

keringat, cepat haus, jarang kencing, letih, cepat lelah. Berdasarkan

penelitian dilapangan, tingginya keluhan berat selain karena konsumsi air

yang kurang, faktor lain yang menjadi penyebabnya adalah faktor iklim

kerja. Sebanyak 29 responden (80,6%) pekerja yang memiliki kebiasaan

minum air kurang bekerja di iklim kerja tidak normal. Paparan tekanan

panas di tempat kerja akan menyebabkan banyak mengeluarkan keringat

akibatnya tubuh banyak kehilangan cairan, ketika hal itu tidak direspon

dengan konsumsi air yang cukup maka akan menimbulkan banyak

keluhan yang lain.

Keluhan kesehatan akibat tekanan panas yang dirasakan sebagian

besar responden adalah dehidrasi, ditandai perasaan cepat lelah, letih dan

perasaan cepat haus karena tubuh banyak kehilangan cairan akibat banyak

berkeringat. Berdasarkan penelitian, 100% responden merasakan banyak

keringat, masing-masing 48 (94%) orang merasakan cepat haus dan letih

serta cepat lelah 44 (86%) orang. Hal ini menunjukkan potensi responden

mengalami dehidrasi cukup besar. Menurut Puspita, (2012) dehidrasi

karena pajanan panas saat bekerja merupakan ancaman serius bagi

pekerja, karena semua efek dehidrasi selama pajanan tekanan panas


100

memiliki hubungan dengan peningkatan penyimpanan panas dalam tubuh

dan insiden heat strain lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa dehidrasi

yang dirasakan oleh pekerja yang terpapar tekanan panas di tempat kerja

merupakan indikasi bahwa ada keluhan lain yang pasti akan dirasakan

juga sebagai akibat dari dehidrasi.

Dalam penelitian ini, didapatkan sebanyak 48 orang (94,1%)

responden yang mengonsumsi air putih biasa dan hanya 6 orang (11,8%)

saja responden yang juga mengonsumsi tambahan air kemasan pengganti

ion tubuh. Menurut Puspita (2012), keluhan kesehatan biasanya banyak

terjadi karena umumnya pekerja hanya mengonsumsi air mineral kemasan

galon saja, bukan cairan pengganti ion tubuh, padahal responden banyak

kehilangan cairan elektrolit dari banyak mengeluarkan keringat.

Rata-rata kebiasaan konsumsi air responden menunjukkan sebagian

besar responden minum air lebih dari 30 menit sekali. Hanya 5 orang dari

51 responden yang memiliki kebiasaan minum air pada rentan waktu 10-

30 menit untuk 1 gelas air. Responden hanya minum pada saat haus saja,

sementara menurut Endargo dan Eko (2015), salah satu cara yang

dilakukan pekerja dalam mengendalikan tekanan panas yaitu mereka

minum 1 gelas air dalam rentan waktu 20-30 menit, meskipun tidak

menghilangkan keluhan kesehatan seluruhnya, cara ini dinilai efektif

mengurangi keluhan kesehatan yang mereka rasakan.

Sebanyak 36 (71%) responden dengan konsumsi air minum kurang,

26 orang (72,2%) mengalami keluhan berat dan 10 orang (27,8%)


101

mengalami keluhan ringan. Dari hasil penelitian ini dapat kita simpulkan

bahwa, pekerja yang memiliki kebiasaan konsumsi air minum yang

kurang umumnya mengalami banyak keluhan kesehatan akibat tekanan

panas, begitupula sebaliknya. Menurut Sari (2017), Kebiasaan minum air

dalam jumlah yang cukup dapat mencegah timbulnya keluhan akibat

tekanan panas. Pekerja memiliki asupan cairan yang cukup merupakan

cara intervensi yang paling efektif untuk menjaga kesehatan dan

produktivitas pekerja selama bekerja. Pekerja dalam lingkungan panas

sekurang-kurangnya harus mengonsumsi air sebanyak 2,8 liter

Keseimbangan air dalam tubuh perlu dijaga melalui pemenuhan

kebutuhan air. Hal ini untuk menggantikan pengeluaran air dari

pernafasan, kulit, ginjal (urin) serta saluran pencernaan (Santoso, 2012).

Keseimbangan cairan tubuh merupakan keseimbangan antara jumlah

cairan yang masuk dengan cairan yang keluar. Apabila terjadi

ketidakseimbangan cairan di dalam, akan menimbulkan keluhan

kesehatan seperti dehidrasi. Dehidrasi yang berkepanjangan dapat

menyebabkan gangguan fungsi ginjal.

Di PT Semen Tonasa khususnya unit produksi IV, sebagian besar unit

kerja telah disediakan air minum dalam bentuk galon. Secara tidak

langsung memberikan kemudahan bagi pekerja untuk konsumsi air

minum terutama bagi pekerja di lingkungan kerja panas. Namun banyak

faktor yang menyebabkan pekerja memiliki kebiasaan minum air sesuai

dengan kebutuhan mereka seperti pengetahuan.


BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, analisis data serta pembahasan faktor yang

mempengaruhi keluhan kesehatan akibat tekanan panas pada pekerja unit

produksi IV PT Semen Tonasa, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Tidak ada pengaruh umur terhadap tingkat keluhan kesehatan akibat

tekanan panas pada pekerja bagian produksi.

2. Tidak ada pengaruh iklim kerja terhadap tingkat keluhan kesehatan pada

pekerja bagian produksi.

3. Tidak ada pengaruh lama kerja terhadap tingkat keluhan akibat tekanan

panas pada pekerja bagian produksi.

4. Tidak ada pengaruh waktu istirahat terhadap tingkat keluhan akibat

tekanan panas pada pekerja bagian produksi.

5. Ada pengaruh kebiasaan minum air terhadap tingkat keluhan akibat

tekanan panas pada pekerja bagian produksi.

B. Saran

1. Untuk perusahaan sebaiknya mampu memberikan edukasi kepada pekerj

akan pentingnya menjaga kondisi tubuh mereka saat bekerja terutama

bekerja di lingkungan panas.

2. Pekerja sebaiknya memperhatikan konsumsi air minumnya saat bekerja

dan menggunakan waktu istirahat sebaik mungkin untuk mengembalikkan

fungsi dan kondisi tubuh mereka setelah bekerja.

102
103

3. Pekerja sebaiknya beristirahat sejenak (30 menit) setelah bekerja 4 jam di

tempat kerja yang panas.

4. Untuk pihak K3 dan perushaan sebaiknya melakukan evaluasi dan

pengendalian terhadap lingkungan kerja panas yang melebihi Nilai

Ambang Batas yang diperkenanankan pada unit kerja Raw Mill, Kiln &

Coal Mill dan Finih Mill.


DAFTAR PUSTAKA

Abduh, M, M, 2012. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan


Subjektif Akibat Heat Stress Pada Karyawan Lapangan Di Parkir
Basement Pusat Perbelanjaan Mtc Karebosi Dan Karebosi Link Kota
Makassar Tahun 2012. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin.

ACGIH, 2010 Stress and Strain dalam TLVs and BEIs Heat Threshold Limit
Values for Chemical Subtances and Physical agents & Biological Exposure
Indices. United States.

Alam, A.dkk., 2014. Factors Related To Subjective Complaint ao Heat Pressures


in Employees Basement Mtc Karebosi Makassar. International Refereed
Journal of Engineering and Science (IRJES), Vol 3, No. 12:49-54.

Anjani, S, 2013. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Subyektif


pada Pekerja yangTerpajan Tekanan Panas (Heat Stress) di Pengasapan
Ikan Industri Rumah Tangga Kelurahan Ketapang Kecamatan Kendal.
Tugas Akhir. Fakultas Kesehatan Universitas Dain Nuswantoro Semarang.

Annuriyana, I, 2010. Hubungan Tekanan Panas dengan Produktivitas Tenaga


Kerja Bagian Pencetakan Genteng di Desa Jelobo Wonosari Klaten.
Skripsi. Klaten. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

Apridiansyah Yovi & Ardi Mijaya, 2018. Sistem Pakar Diagnosa Gangguan
Kesehatan Akibat Tekanan Panas Terhadap Tubuh dengan Metode Forward
Chaining. Journal Scientific and Applied of Informatics. Vol , No. 1.

Ardiningsih, R, 2013. Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Heat Strain pada


Tenaga Kerja yang Terpapar Panas di PT Aneka Boga Makmur. The
Indonesian Journal of Occupational Safety and Health. Vol. 2, No. 2:145-
153.

Budiartha, Putu, 2009. “Regulasi Suhu Tubuh”. Tersedia dalam :


http://nursingbegin.com/regulasi-suhu-tubuh. (Diakses 11 Juli 2019)

Direktorat Kesehatan Kerja RI. Bekerjasama dengan Perhimpunan Spesialis


Kedokteran Okupasi Indonesia, 2014. Pedoman kebutuhan cairan bagi
pekerja agar tetap sehat dan produktif. Edisi1

Dewi, D. P. I, 2011. Hubungan Tekanan Panas Dengan Tekanan Darah Pada


Karyawan Di Unit Fermentasi PTINDO ACIDATAMA. Tbk. Kemiri.
Kebakkramat Karanganyar. Laporan Khusus. Surakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

Endargo, A.T & Eko Hartini, 2015. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Keluhan Subyektif pada Pekerja Bagian Pembakaran di Pembuatan Batu
Bata Kelurahan Penggaron Kidul Kecamatan Pedurungan Semarang 2015.
Artikel Skripsi. Semarang. Fakultas Kesehatan Universitas Dian
Nuswantoro.

Fajriana, W, Ruseeng, S & Wahyu, A, 2012. Gambaran tentang Keluhan Akibat


Tekanan Panas pada Karyawan Seksi Operasi Kiln PT Semen Tonasa Tahun
2012. Indonesia One Search.

Fajrin, N, 2014. Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kesehatan Akibat


Tekanan Panas pada Pekerja Instalasi Laundry Rumah Sakit di Kota
Makassar Tahun 2014. Makassar : Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin

Farida, Ummi., dkk, 2007. Hubungan antara Beban Kerja dan Tekanan Panas
dengan Tingkat Kelelahan pada Pekerja Pembuatan Tahu di Kelurahan
Jomblang Kecamatan Candi Sari Kota Semarang. Skripsi. Semarang
Universitas Muhammadiyah Semarang.

Hermanto, O. L., 2006. Rancangan Upah Operator dengan Pendekatan Efisiensi


Kerja di PT Karsima Utama Karya Bagian Peleburan. Skripsi. Bandung:
FT UNIKOM.

Hidayat, R.A, 2016. Hubungan Konsumsi Air Minum dengan Keluhan Subjektif
Akibat Tekanan Panas pada Pekerja Pandai Besi di Bantaran Probolinggo.
Jurnal Keperawatan, Vol 1, No.1.

HIPERKES, 2011. Praktikum Laboratorium Hiperkes Bagi Mahasiswa.


Yogyakarta: Dinas Tenaga

Huda, L.N., & Kristoffel, C.P, 2012. Kajian Termal Akibat Paparan Panas dan
Perbaikan Lingkungan Kerja. Jurnal Teknik Industri. Vol. 14, No. 2:129—
136.

Indra, 2014. Determinan Keluahan Akibat Tekanan Panas pada Pekerja Bagian
Dapur Rumah Sakit di Kota Makassar Tahun 2014. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin

Iridiastadi, H, 2016. Ergonomi Suatu Pengantar. Bandung : PT Remaja


Rosdakarya.
Istiqomah, F.H., & Erwin D.N, 2013. Faktor Dominan yang Berpengaruh
terhadap Munculnya Keluhan Subjektif Akibat Tekanan Panas pada Tenaga
Kerja di PT Iglas (Persero) tahun 2013. The Indonesian Juornal of
Occupational Safety and Health, Vol. 2, No. 2:175-184.

Kuswana, W.S, 2016. Ergonomi dan K3. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Lisrianti, A.W, 2014. Hubungan Tekanan Panas dengan Kelelahan pada Pekerja
Instalasi Gizi (Dapur) Rumah Sakit Kota Makassar Tahun 2014. Skripsi.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.

Majiah, T., & Hendra, 2014. Gambran Keluhan Subyektif Akibat Pajanan
Tekanan Panas pada Pekerja Kebersihan PT X Mitra Kerja PT Indonesia
Power Unit Bisnis Pembangkit Suralaya Tahun 2014. Depok. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Maulidiani, A.F, 2012. Gambaran Keluhan Subjektif Pekerja Akibat Tekanan


Panas di Are Peleburan, Proses Sekunder, dan Pengecoran Slab Steel Plant
(SSP) PT Krakatau Steel Cilegon, Banten Tahun 2012. Skripsi. Universitas
Indonesia.

NIOSH, 2016. Criteria For a Recommended Standart Occupational Exposure to


Hot Environments Revised Criteria 2016. U.S Department of Health and
Human Services National Institute for Occupational Safety and Health.
Washington DC.

Nurmianto, Eko, 2003. Ergonomi Konsep Dasar Dan Aplikasinya. Surabaya:


Guna Widya.

Pamungkas, T.R., & Zulkifili, 2013. Analisis Tekanan Panas dan Keluhan
Subjektif Akibat Tekanan Panas pada Pekerja di Area PTUnited Tractors
Tbk. Tahun 2013. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia.

Pasira’, D., 2016. Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Kerja pada
Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Mamajang Kota Makassar tahun 2016.
Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.

Permenaker No. 5 Tahun 2018. Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan
Lingkungan Kerja. Menteri Ketenagakerjaan.

Puspita, H.A, 2012. Analisis Tekanan Panas dan Tingkat Keluhan Subjektif pada
Pekerja di Area Produksi Pelumas Jakarta PT Pertamina (Persero) Tahun
2012. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Ramdan, I.M, 2007. Dampak Giliran Kerja, Suhu dan Kebisingan terhadap
Perasaan Kelelahan Kerja di PT LJP Provinsi Kalimantan Timur. The
Indonesian Journal of Public Health. Vol. 4, No. 1:8-13.

Salami, I.R.S., dkk, 2015. Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan Kerja.


Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Santoso, 2012. Higiene Perusahaan Panas. Solo: Fakultas Kedokteran


Universitas Sebelas Maret

Saputri, Z.D., & Hendra, 2014. Analisis Pajanan Tekanan dan Keluhan Subjektif
pada Pekerja di Bagian Produksi PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas
Tahun 2014.

Sari, M.P, 2017. Iklim Kerja Panas dan Konsumsi Air Minum saat
bekerjaTerhadap Dehidrasi. Higea Journal of Public Health Research and
Development,Vol. 1, No. 2:108-118.

Siregar, & Dina, 2011. Hubungan Tingkat Kebisingan dengan Keluhan Kesehatan
pada Masinis Dipo Lokomotif Medan Tahun 2011. Skripsi. Medan:
Universitas Sumatera Utara.

Soedirman & Suma’mur, 2014. Kesehatan Kerja dalam Perspektif Hiperkes &
Keselamatan Kerja. Jakarta : Erlangga

Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


Alfabeta

Suma'mur, 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta:


CV Sagung Seto.

Tarwaka, dkk., 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan


Produktivitas. Surakarta : UNIBA PRESS.

Triami, R., 2018. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan subjektif


Akibat Tekanan Panas pada Pekerja Laundry di Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Dr. Pirngadi Medan Tahun 2018. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Ultani, J, 2011. Faktor Yang Berhubungan dengan Keluhan Akibat Tekanan


Panas pada Karyawan Departement Process Plant (FURNACE) PT INCO
Sorowako. Skripsi. Makassar: Universitas Hasanuddin

UU No.1/1970, Tentang Keselamatan Kerja. Depnaker RI


UU No. 13 Tahun 2003. Tentang Ketenagakerjaan. Depnakertrans.

UU No.23 Tahun 1992.Tentang Kesehatan. Departemen Kesehatan Republik


Indonesia

Worksafe BC, 2007. Preventing Heat Stress At Work. British Columbia.(online):


http://www.worksafebc.com/publications/health_and_safety/by_topic/assets
/pdf/heat_stress.pdf. Diakses 10 November 2018.
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1

Kuesioner Penelitian

KUESIONER

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELUHAN KESEHATAN


AKIBAT TEKANAN PANAS PADA PEKERJA UNIT
PRODUKSI IV PT. SEMEN TONASA
TAHUN 2019

I. Identitas Responden
1. No. Responden :
2. Tanggal survei : .........................
3. Nama : .........................
4. Jenis Kelamin : Laki-laki/ Perempuan
5. Umur : .........................tahun
6. Shift kerja : a. I b. II c. III
7. Pendidikan Terakhir : ........................
Petunjuk Pengisian

 Pilihlah salah satu jawaban dengan memberi tanda silang ( X ) sesuai


dengan pilihan Saudara.
 Apabila ingin mengganti jawaban, coret jawaban sebelumnya dengan
tanda =
II. Gambaran Umum Lingkungan Kerja
1. Apakah Saudara merasa suhu dan kondisi lingkungan tempat saudara
bekerja itu panas?
a. Ya b. Tidak
2. Apakah saudara merasa terganggu atau tidak nyaman oleh panas di tempat
saudara bekerja?
a. Ya b. Tidak
III. Pertanyaan Penelitian
A. Pertanyaan tentang lama kerja
3. Pukul berapa saudara mulai bekerja setiap harinya dan sampai pukul
berapa?
Pukul ………..-………….
4. Apakah saudara terus-menerus berada di tempat kerja selama jam
kerja?
a. Ya b. Tidak
5. Berapa hari saudara bekerja dalam seminggu?......................
B. Pertanyaan tentang waktu istirahat
6. Apakah disekitar tempat kerja, disediakan tempat istirahat?
a. Ya b. Tidak
7. Apakah saudara bisa istirahat sejenak saat bekerja?
a. Ya b. Tidak
8. Berapa lama saudara istirahat selama saudara bekerja perharinya?
a. <30 menit c. 45-60 menit
b. 30-45 menit d. >60 menit
9. Apakah saudara merasa waktu istirahat saudara cukup?
a. Ya b. Tidak
10. Apakah selama waktu istirahat, anda tidak melakukan pekerjaan lain?
a. Ya b. Tidak
C. Pertanyaan tentang kebiasaan minum air
11. Apakah perusahaan menyediakan air minum di tempat saudara
bekerja?
a. Ya b. Tidak
12. Menurut saudara, apakah lokasi air minum terjangkau oleh saudara?
a. Ya b. Tidak
13. Apakah saudara minum air selama melakukan pekerjaan?
a. Ya b. b. Tidak (Lanjut ke pertanyaan
12)
14. Jika ya, jenis minuman apa yang saudara minum?
a. Air putih
b. Air teh
c. Kopi
d. Air pengganti ion tubuh (seperti : pocari sweat, hydro,
coolant)
e. Minuman berenergi (seperti : extra joss, kratingdaeng,
kukubima energi)
f. Lainnya, sebutkan …………………
15. Berapa kali saudara minum selama bekerja? .........................kali
16. Setiap berapa lama (rentang waktu) saudara minum air? ............ jam
............. menit
17. Selama melakukan pekerjaan, berapa banyak air yang saudara
minum?............. gelas
18. Berapa banyak air yang saudara minum dalam sehari?..............gelas
IV. Keluhan Akibat Tekanan Panas
Petunjuk Pengisian.

1. Berilah tsaudara check list () disalah satu kolom yang disediakan
sesuai dengan keluhan yang saudara rasakan.
2. Apabila ingin mengganti jawaban, coret jawaban sebelumnya dengan
saudara =.
SS : Sangat Sering, Keluhan dirasakan setiap hari
S : Sering, Keluhan dirasakan 3-4 kali dalam seminggu
J : Jarang, Keluhan dirasakan 1-2 kali dalam seminggu
TP: Tidak Pernah ada keluhan
Apakah selama atau pada saat bekerja di bagian produksi PT. Semen
Tonasa saudara pernah merasakan gejala atau keluhan seperti di
bawah ini:
SS S J TP
Keluhan akibat tekanan (1-2 (Tidak
No. (Setiap (3-4
panas kali) kali) Pernah)
Hari)
1 Banyak keringat
2 Kejang otot/Kram
3 Detak Jantung Cepat
4 Terdapat biang keringat
5 Jarang Kencing
6 Kulit kemerahan
7 Merasa cepat haus
8 Merasa mual
9 Pusing atau berkunang-kunang
10 Kurang Konsentrasi
11 Cepat lelah
12 Kulit terasa panas dan pucat
13 Kulit terasa kering
14 Letih
15 Tidak Nyaman
LAMPIRAN 2

Layuot Pengukuran Iklim Kerja Panas


LAMPIRAN 3

Hasil Pengukuran Iklim Kerja Panas

Hasil Pengukuran Unit Produksi IV


PT Semen Tonasa
2019

Nama Alat : Thermal Environment Monitor


Model : Quest Temp 34
Accuracy : ±0.5°C (0-100°C)

No Unit Lokasi Tanggal Rata- NAB Hasil


Kerja Pengambilan rata
ISBB
1 Crusher Lantai 1 Rabu, 10/4/2019 27,3 29 Normal
Lantai 2 Rabu, 10/4/2019 27,5 Normal
2 Raw Mill Lantai 1 Jumat, 12/4/2019 28,7 27,5 Tidak Normal
Lantai 2 Jumat, 12/4/2019 30,6 Tidak Normal
3 Finish Lantai 1 Senin, 15/4/2019 29.54 27,5 Tidak Normal
Mill Lantai 2 Senin, 15/4/2019 29.23 Tidak Normal
Lantai 3 Senin, 15/4/2019 29.15 Tidak Normal
4 Coal Lantai 1 Rabu, 17/4/2019 30,8 27,5 Tidak Normal
Mill Lantai 2 Rabu, 17/4/2019 29,6 Tidak Normal
Lantai 3 Jumat, 19/4/2019 28,9 Tidak Normal
5 Kiln Pondasi 1 Sabtu, 20/4/2019 28,6 27,5 Tidak Normal
Pondasi 2 Sabtu, 20/4/2019 31,1 Tidak Normal
Pondasi 3 Sabtu, 20/4/2019 31,6 Tidak Normal
LAMPIRAN 4

Analisis Univariat

Umur Responden
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Muda 26 51.0 51.0 51.0
Tua 25 49.0 49.0 100.0
Total 51 100.0 100.0

Umur Responden
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 16-25 5 9.8 9.8 9.8
26-35 18 35.3 35.3 45.1
36-45 14 27.5 27.5 72.5
45-55 13 25.5 25.5 98.0
56-65 1 2.0 2.0 100.0
Total 51 100.0 100.0

Pendidikan Responden
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid SD 1 2.0 2.0 2.0
SMP/Sederajat 7 13.7 13.7 15.7
SMA/Sederajat 36 70.6 70.6 86.3
Perguruan 7 13.7 13.7 100.0
Tinggi
Total 51 100.0 100.0
Shift Kerja
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Shift 1 41 80.4 80.4 80.4
Shift 2 10 19.6 19.6 100.0
Total 51 100.0 100.0

Masa Kerja
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Baru 1 2.0 2.0 2.0
Lama 50 98.0 98.0 100.0
Total 51 100.0 100.0

Unit Kerja
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Crusher 11 21.6 21.6 21.6
Raw Mill 12 23.5 23.5 45.1
Kiln dan Coal 17 33.3 33.3 78.4
Mill
Finish Mill 11 21.6 21.6 100.0
Total 51 100.0 100.0

Iklim Kerja
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid >NAB 40 78.4 78.4 78.4
<NAB 11 21.6 21.6 100.0
Total 51 100.0 100.0
Jumlah Jam Kerja
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Tidak 5 9.8 9.8 9.8
Normal
Normal 46 90.2 90.2 100.0
Total 51 100.0 100.0

Waktu Istirahat
Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid Tidak 11 21.6 21.6 21.6
Cukup
Cukup 40 78.4 78.4 100.0
Total 51 100.0 100.0

Kebiasaan Minum Air


Frequenc Cumulative
y Percent Valid Percent Percent
Valid Kurang 36 70.6 70.6 70.6
Cukup 15 29.4 29.4 100.0
Total 51 100.0 100.0

Banyak keringat
Frequenc Cumulative
y Percent Valid Percent Percent
Valid J 6 11.8 11.8 11.8
S 18 35.3 35.3 47.1
SS 27 52.9 52.9 100.0
Total 51 100.0 100.0
Kejang otot/kram
Frequenc Cumulative
y Percent Valid Percent Percent
Valid TP 24 47.1 47.1 47.1
J 21 41.2 41.2 88.2
S 4 7.8 7.8 96.1
SS 2 3.9 3.9 100.0
Total 51 100.0 100.0

Detak jantung cepat


Frequenc Cumulative
y Percent Valid Percent Percent
Valid TP 16 31.4 31.4 31.4
J 19 37.3 37.3 68.6
S 11 21.6 21.6 90.2
SS 4 7.8 7.8 98.0
22 1 2.0 2.0 100.0
Total 51 100.0 100.0

Terdapat biang keringat


Frequenc Cumulative
y Percent Valid Percent Percent
Valid TP 27 52.9 52.9 52.9
J 13 25.5 25.5 78.4
S 7 13.7 13.7 92.2
SS 4 7.8 7.8 100.0
Total 51 100.0 100.0
Jarang kencing
Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid TP 10 19.6 19.6 19.6
J 19 37.3 37.3 56.9
S 13 25.5 25.5 82.4
SS 9 17.6 17.6 100.0
Total 51 100.0 100.0

Kulit kemerahan
Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid TP 20 39.2 39.2 39.2
J 22 43.1 43.1 82.4
S 7 13.7 13.7 96.1
SS 2 3.9 3.9 100.0
Total 51 100.0 100.0

Merasa cepat haus


Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid TP 3 5.9 5.9 5.9
J 16 31.4 31.4 37.3
S 13 25.5 25.5 62.7
SS 19 37.3 37.3 100.0
Total 51 100.0 100.0

Merasa mual
Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid TP 30 58.8 58.8 58.8
J 18 35.3 35.3 94.1
S 2 3.9 3.9 98.0
SS 1 2.0 2.0 100.0
Total 51 100.0 100.0
Pusing atau berkunang-kunang
Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid TP 21 41.2 41.2 41.2
J 26 51.0 51.0 92.2
S 3 5.9 5.9 98.0
SS 1 2.0 2.0 100.0
Total 51 100.0 100.0

Kurang konsentrasi
Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid TP 19 37.3 37.3 37.3
J 28 54.9 54.9 92.2
S 3 5.9 5.9 98.0
SS 1 2.0 2.0 100.0
Total 51 100.0 100.0

Cepatlelah
Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid TP 7 13.7 13.7 13.7
J 23 45.1 45.1 58.8
S 15 29.4 29.4 88.2
SS 6 11.8 11.8 100.0
Total 51 100.0 100.0

Kulit terasa panas dan pucat


Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid TP 26 51.0 51.0 51.0
J 18 35.3 35.3 86.3
S 4 7.8 7.8 94.1
SS 3 5.9 5.9 100.0
Total 51 100.0 100.0
Kulit terasa kering
Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid TP 19 37.3 37.3 37.3
J 16 31.4 31.4 68.6
S 14 27.5 27.5 96.1
SS 2 3.9 3.9 100.0
Total 51 100.0 100.0

Letih
Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid TP 3 5.9 5.9 5.9
J 24 47.1 47.1 52.9
S 17 33.3 33.3 86.3
SS 7 13.7 13.7 100.0
Total 51 100.0 100.0

Tidak nyaman
Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid TP 10 19.6 19.6 19.6
J 22 43.1 43.1 62.7
S 15 29.4 29.4 92.2
SS 4 7.8 7.8 100.0
Total 51 100.0 100.0

Tingkat Keluhan
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Keluhan 22 43.1 43.1 43.1
Ringan
Keluhan Berat 29 56.9 56.9 100.0
Total 51 100.0 100.0
LAMPIRAN 5

Analisis Bivariat
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Umur Responden * Tingkat 51 100.0% 0 .0% 51 100.0%


Keluhan
Iklim Kerja * Tingkat 51 100.0% 0 .0% 51 100.0%
Keluhan
Jumlah Jam Kerja * Tingkat 51 100.0% 0 .0% 51 100.0%
Keluhan
Waktu Istirahat * Tingkat 51 100.0% 0 .0% 51 100.0%
Keluhan
Kebiasaan Minum Air * 51 100.0% 0 .0% 51 100.0%
Tingkat Keluhan

Umur Responden * Tingkat Keluhan

Umur Responden * Tingkat Keluhan Crosstabulation

Tingkat Keluhan

Keluhan Ringan Keluhan Berat Total

Umur Muda Count 12 14 26


Responden % within Umur Responden 46.2% 53.8% 100.0%

% within Tingkat Keluhan 54.5% 48.3% 51.0%

% of Total 23.5% 27.5% 51.0%

Tua Count 10 15 25

% within Umur Responden 40.0% 60.0% 100.0%

% within Tingkat Keluhan 45.5% 51.7% 49.0%

% of Total 19.6% 29.4% 49.0%


Total Count 22 29 51

% within Umur Responden 43.1% 56.9% 100.0%

% within Tingkat Keluhan 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 43.1% 56.9% 100.0%


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df (2-sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .197a 1 .657


Continuity Correctionb .026 1 .872
Likelihood Ratio .197 1 .657
Fisher's Exact Test .779 .436
Linear-by-Linear Association .193 1 .661
N of Valid Cases 51

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.78.
b. Computed only for a 2x2 table

Iklim Kerja * Tingkat Keluhan


Crosstab

Tingkat Keluhan

Keluhan Ringan Keluhan Berat Total

Iklim Kerja >NAB Count 15 25 40

% within Iklim Kerja 37.5% 62.5% 100.0%

% within Tingkat Keluhan 68.2% 86.2% 78.4%

% of Total 29.4% 49.0% 78.4%

<NAB Count 7 4 11

% within Iklim Kerja 63.6% 36.4% 100.0%

% within Tingkat Keluhan 31.8% 13.8% 21.6%

% of Total 13.7% 7.8% 21.6%


Total Count 22 29 51

% within Iklim Kerja 43.1% 56.9% 100.0%

% within Tingkat Keluhan 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 43.1% 56.9% 100.0%


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df (2-sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 2.403a 1 .121


Continuity Correctionb 1.455 1 .228
Likelihood Ratio 2.392 1 .122
Fisher's Exact Test .173 .114
Linear-by-Linear Association 2.356 1 .125
N of Valid Cases 51

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.75.
b. Computed only for a 2x2 table

Lama Kerja* Tingkat Keluhan


Crosstab

Tingkat Keluhan

Keluhan Ringan Keluhan Berat Total

Lama Kerja Tidak Count 2 3 5


Memenuhi % within Jumlah Jam Kerja 40.0% 60.0% 100.0%
Syarat % within Tingkat Keluhan 9.1% 10.3% 9.8%

% of Total 3.9% 5.9% 9.8%

Memenuhi Count 20 26 46
Syarat % within Jumlah Jam Kerja 43.5% 56.5% 100.0%

% within Tingkat Keluhan 90.9% 89.7% 90.2%

% of Total 39.2% 51.0% 90.2%


Total Count 22 29 51

% within Jumlah Jam Kerja 43.1% 56.9% 100.0%

% within Tingkat Keluhan 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 43.1% 56.9% 100.0%


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df (2-sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .022a 1 .881


Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .022 1 .881
Fisher's Exact Test 1.000 .632
Linear-by-Linear Association .022 1 .883
N of Valid Cases 51

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.16.
b. Computed only for a 2x2 table

Waktu Istirahat * Tingkat Keluhan


Crosstab

Tingkat Keluhan

Keluhan Ringan Keluhan Berat Total

Waktu Istirahat Tidak Cukup Count 2 9 11

% within Waktu Istirahat 18.2% 81.8% 100.0%

% within Tingkat Keluhan 9.1% 31.0% 21.6%

% of Total 3.9% 17.6% 21.6%

Cukup Count 20 20 40

% within Waktu Istirahat 50.0% 50.0% 100.0%

% within Tingkat Keluhan 90.9% 69.0% 78.4%

% of Total 39.2% 39.2% 78.4%


Total Count 22 29 51
% within Waktu Istirahat 43.1% 56.9% 100.0%

% within Tingkat Keluhan 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 43.1% 56.9% 100.0%


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df (2-sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 3.561a 1 .059


Continuity Correctionb 2.382 1 .123
Likelihood Ratio 3.854 1 .050
Fisher's Exact Test .088 .059
Linear-by-Linear Association 3.491 1 .062
N of Valid Cases 51

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.75.
b. Computed only for a 2x2 table

Konsumsi Air Minum * Tingkat Keluhan


Crosstab

Tingkat Keluhan

Keluhan Ringan Keluhan Berat Total

Konsumsi Air Kurang Count 10 26 36


Minum % within Kebiasaan Minum Air 27.8% 72.2% 100.0%

% within Tingkat Keluhan 45.5% 89.7% 70.6%

% of Total 19.6% 51.0% 70.6%

Cukup Count 12 3 15

% within Kebiasaan Minum Air 80.0% 20.0% 100.0%


% within Tingkat Keluhan 54.5% 10.3% 29.4%

% of Total 23.5% 5.9% 29.4%


Total Count 22 29 51

% within Kebiasaan Minum Air 43.1% 56.9% 100.0%

% within Tingkat Keluhan 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 43.1% 56.9% 100.0%


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df (2-sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 11.772a 1 .001


Continuity Correctionb 9.739 1 .002
Likelihood Ratio 12.184 1 .000
Fisher's Exact Test .001 .001
Linear-by-Linear Association 11.541 1 .001
N of Valid Cases 51

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.47.
b. Computed only for a 2x2 table
LAMPIRAN 6

Dokumentasi Penelitian

Gambar 1 : Wawancara Kuesioner


Sumber : Data Primer 2019

Gambar 2 : Wawancara Kuesioner


Sumber : Data Primer, 2019
Gambar 3 : Pengukuran Iklim Kerja Panas
Sumber : Data Primer, 2019

Gambar 4 : Pengukuran Iklim Kerja Panas


Sumber : Data Primer, 2019
Lampiran 7

Surat Izin Penelitian dari Dekan FKM UNHAS


Lampiran 8

Surat izin penelitian dari kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Provinsi Sulawesi Selatan
Lampiran 9

Surat Izin Penelitian dari PT Semen Tonasa


Lampiran 10

Daftar Riwayat Hidup Peneliti

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Abd. Karim

Alamat : Jl. Perintis Kemerdekaan VII Lr. 7 Pondok Anwar

aaaaaaaaaaaaaaaMakassar

Tempat/tgl lahir : Pakewa, 9 Agustus1997

Agama : Islam

Bangsa : Indonesia

Pendidikan : 1. SD Negeri 179 Kaban

2. SMP Negeri 7 Alla

3. SMA Negeri 2 Parepare

Anda mungkin juga menyukai