Anda di halaman 1dari 159

i

SKRIPSI
HALAMAN SAMPUL

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN TERHADAP KELELAHAN KERJA


PADA PEKERJA PABRIK GULA PT. MAKASSAR TE’NE TAHUN 2018

ANDIKA LATI FOLA


K111 14513

DEPARTEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2018
ii
iii
ii

RINGKASAN

Universitas Hasanuddin
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Andika Lati Fola
“FAKTOR YANG BERHUBUNGAN TERHADAP KELELAHAN KERJA
PADA PEKERJA PABRIK GULA PT MAKASSAR TENE KOTA
MAKASSAR TAHUN 2018”
(xi + 146 Halaman + 18 Tabel + 2 Gambar + 11 Lampiran)

Kelelahan adalah suatu kondisi yang ditandai dengan adanya penurunan


efisiensi kerja, keterampilan serta peningkatan kecemasan atau kebosanan. Seseorang
yang mangalami kelelahan juga dapat dilihat dari perasaan lelah, output menurun dan
kondisi fisiologis yang dihasilkan dari aktifitas yang berlebihan. Kelelahan dapat
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya iklim kerja, beban kerja, asupan energi
dan masa kerja. Bagian produksi merupakan bagian vital dalam lingkup perusahaan
PT Makassar Te’ne, dikarenakan pada bagian ini berhubungan dengan proses
produksi gula yang menuntut mereka untuk bekerja maksimal agar menghasilkan
produk yang berkualitas, selain itu kondisi lingkungan kerja yang tidak normal
memberikan efek tambahan bagi mereka. Hal tersebut dapat menyebabkan pekerja
menjadi kelelahan.
Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross
sectional studyyang bertujuan untuk mengetahui hubungan iklim kerja panas, beban
kerja, asupan energi dan masa kerja terhadap kelelahan kerja pada pekerja pabrik gula
PT Makassar Te’ne tahun 2018. Jumlah sampel sebanyak 40 orang diambil dengan
teknik purposive sampling. Data diperoleh dari responden menggunakan kuesioner,
reaction timer untuk mengukur kelelahan kerja dan Food Recall untuk mandapatkan
data asupan energi. Adapun untuk mengukur iklim kerja panas dilakukan dengan
pengukuran ISBB menggunakan alat Heat Stress Monitor. Data diolah dengan
menggunakan program SPSS yang hasilnya disajikan dalam tabel dan narasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara iklim kerja panas p=
0.032 (p<0.05), beban kerja p= 0.003 (p<0.05), asupan energi p= 0.025 (p<0.05) dan
masa kerja p= 0.000 (p<0.05) dengan kelelahan kerja pada pekerja pabrik Gula PT
Makassar Te’ne Kota Makassar 2018.
Adapun saran penulis terhadap pihak perusahaan adalah dengan memberikan
local exhaustner dan merotasi pekerja pada bagian produksi serta untuk pekerja
dianjurkan terlebih dahulu sarapan pagi sebelum memulai aktifitas, disamping itu
pekerja diminta untuk menyiapkan air minum di tempat kerja serta istirahat yang
cukup agar dapat meminimalisir terjadinya kelelahan kerja.
Jumlah Pustaka : 51 (1990-2016)
Kata Kunci : Kelelahan Kerja, Local Exhaustner

ii
iii

SUMMARY

Hasanuddin University
Public Health Faculty
Occupational Health and Safety
Makassar, March 2018

Andika Lati Fola


“FACTORS RELATED TO WORK FATIGUE IN THA WORKER OF PT
MAKASSAR TE’NE SUGAR FACTORY MAKASSAR 2018”
(146pages, 18tables, 2pictures,11 Appendix)

Fatigue is a condition characterized by a decrease of work efficiency, skill and


increase of anxiety or boredom. Someone who isexperiencing fatigue can also be
seen from feeling tired, decrease output and physiologycal condition resultingvfrom
ekslusive activity. Fatigue can be cause by several factors such as work climate,
workload, energy intake and work period. Production is a vital part in PT Makassar
Te’ne because this sector is related to sugar production process that demands them
to work maximally to produce high quality product, abnormal works environment
condition provide additional effects for them and may cause fatigue for worker
This research type is analytic observational with cross sectional study
approach wich aim to know relatiomn between work climate, energy intake and work
period to work fatigue at workers of PT Makassar Te’ne sugar factory 2018. Total
sample counted 40 people taken by purposive sampling technique, data obtained from
respondent using questionnaires, reaction timer to measure work fatigue and food
recall to get the data of energy intake. To measure hot working climate using heat
stress monitor. Data processed with spss program wich heat the results presented in
the form of tables and narration
Resullt of this research indicate that thre is a correlation between hot work
climate(p=0,032), workload(p=0,003), energy intake(p=0,0025) and working
period(p=0,000) with work fatigue workers of PT Makassar Te’ne Makassar city
sugar factory 2018
Author’s suggestion for the company is provide local exhaustner, totate worker
in encourage workers to have a breakfast before they do activities, provide drinking
water at workplace and to have enough rest time to minimize work fatigue
References : 51 (1990-2016)
Key Work : Work Fatigue, Local Exhaustner

iii
iv

KATA PENGANTAR

Assalamu’Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah, rasa syukur yang tak terhingga penulis haturkan kepada

ALLAH SWT atas segala rahmat, berkah dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan

judul “Faktor yang Berhubungan Terhadap Kelelahan Kerja pada Perkerja

Pabrik Gula PT Makassar Te’ne Tahun 2018”dapat terselesaikan dengan baik.

salam serta sholawat semoga tetap tercurah kepada nabi Muhammad SAW beserta

keluarga dan sahabatnya yang telah membawa kita ke alam penuh dengan ilmu

pengetahuan seperti sekarang ini.

Selama proses penyusunan skripsi ini tentunya tidak luput dari peran orang-

orang tercinta maka pada kesempatan ini perkenankanlah saya menyampaikan ucapan

terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada orang tua saya tercinta,

Ayahanda Gusnadi M.Pd dan Ibunda Sudarmi Mindarwatiyang jasa-jasanya

tidak akan pernah bisa terbalaskan oleh apapun, kepada kakak dan adikku tersayang

Andina Widya Sari, Trisnaldi Rifqi dan Aditya rahman serta Qurrota

A’yunyang tak henti-hentinya mendoakan dan memotivasi penulis hingga akhirnya

skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik

Dengan segala kerendahan hati, penulis juga ingin menyampaikan terima

kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

iv
v

1. Bapak Prof. Dr. drg. Zulkifli, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Hasanuddin, atas ijin penelitian yang telah diberikan.

2. Ibu A. Wahyuni, SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing I dan Bapak

Awaluddin, SKM., M.Kes, selaku dosen pembimbing II, yang telah banyak

memberikan bimbingan, arahan dan motivasi dalam peyusunan skripsi.

3. Dosen Penguji, Bapak Yahya Thamrin, SKM., M.Kes., MOHS.,Ph.D, Ibu

Jumriani Anshar, SKM., M.Kes dan Bapak Andi Imam Arundhana, S.Gz., MA,

yang telah memberikan bimbingan, saran, arahan, serta motivasi sehingga

penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Bapak Muhammad Rachmat, S.KM., M.Kes selaku dosen pembimbing akademik

yang telah membimbing, arahan dan nasehat yang membangun bagi sehingga

penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Kesehatan Mayarakat atas bekal ilmu pengetahuan

yang telah diberikan selama di bangku kuliah.

6. Bapak Saifullah Jabbar selaku HSE Supervisor dan kakanda Aswar Virgiawan,

Kharismanto serta Sunandar selaku SHEO dan kepada Askar Yusuf, Andi

Firmansyah E, Arfandi Setiawan serta Restu Ramdani yang telah banyak

membantu selama penelitian sekaligus menjadi teman tempat berbagi susah

peneliti dan juga kepada seluruh rekan-rekan karyawan PT Makassar Te’ne atas

ijin penelitian, bantuan, bimbingan serta dukungan yang telah diberikan kepada

penulis selama penelitian.

v
vi

7. Para pekerja dan buruh-buruh PT Makassar Te’ne yang telah bersedia dengan

ikhlas membantu menjadi responden dalam penelitian ini. Semoga kita semua

diberikan Keselamatan dan Kesehatan dalam setiap aktivitas kita.

8. Teman-teman Perfeight dan LD Al-Aa’fiyah yang telah menjadi sahabat baik

penulis saat bersedih maupun senang.

9. Sahabat-sahabatku Muhammad Nurkhalik, Muhammad Yahya, Muhammad

Hafif, Anwar, Baso, Idil, Tole, Fandi, Mando dan kak Ilo yang selalu menemani

dan memberi semangat kepada penulis disaat kejenuhan mulai terasa.

10. Rekan-rekan seperjuangan teman PBL Posko Arungkeke, Teman KKN Bilateral

Kerja Sama Universitas Andalas, OHSS, teman sejurusan K3 dan Angkatan 2014

(Vampir) senantiasa memberikan semangat dan dorongan dalam penyelesaian

skripsi ini.

Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan guna

penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, segala puji bagi Allah dan semoga Allah SWT

melimpahkan Rahmat-Nya kepada kita.

Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Makassar, Maret 2018

Penulis

vi
vii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................................ i

RINGKASAN ............................................................................................................. ii

KATA PENGANTAR ............................................................................................... iii

DAFTAR ISI ............................................................................................................. vii

DAFTAR TABEL ..................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. x

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

A. Latar Belakang .............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 6

C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 6

D. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 7

A. Tinjauan Umum Tentang Kelelahan ............................................................. 7

B. Tinjauan Umum Tentang Iklim Kerja Panas ............................................... 22

C. Tinjauan Umum Tentang Beban Kerja ....................................................... 38

D. Tinjauan Umum Tentang Asupan Energi .................................................... 43

E. Tinjauan Umum Tentang Masa Kerja ......................................................... 51

F. Tinjauan Umum Tantang Proses Pembuatan Gula ...................................... 52

G. Kerangka Teori ............................................................................................ 56

H. Batasan Penelitian ....................................................................................... 57

vii
viii

BAB III KERANGKA KONSEP ............................................................................ 59

A. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti ..................................................... 59

B. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ................................................. 62

C. Hipotesis Penelitian ..................................................................................... 65

BAB IV METODE PENELITIAN ......................................................................... 67

A. Jenis Penelitian ............................................................................................ 67

B. Waktu dan Lokasi Penelitian ....................................................................... 67

C. Populasi dan Sampel ................................................................................... 67

D. Pengumpulan Data ...................................................................................... 69

E. Pengolahan dan Penyajian Data .................................................................. 72

F. Analisis Data ............................................................................................... 73

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 76

A. Hasil Penelitian............................................................................................ 76

B. Pembahasan ................................................................................................. 88

C. Keterbatasan Penelitian ............................................................................. 100

BAB VI PENUTUP ................................................................................................ 100

A. Kesimpulan ................................................................................................ 100

B. Saran .......................................................................................................... 100

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................

viii
ix

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Kriteria Kelelahan .................................................................................... 22

Tabel 2. NAB ISBB (˚C) yang Diperkenankan ..................................................... 30

Tabel 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Iklim Kerja ...................................... 35

Tabel 4. Pengaruh Iklim Kerja Terhadap Manusia ................................................ 36

Tabel 5. Kategori Beban Kerja Berdasarkan Denyut Nadi .................................... 42

Tabel 6. Tingkat (Jenis) Kerja dan Energi Kalori yang Dihasilkan\ ...................... 47

Tabel 7. Contoh Tabel Kontingensi 2x2 ................................................................ 60

Tabel 8. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur .............................. 77

Tabel 9. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Pendidikan ..................... 80

Tabel 10. Distribusi Responden Berdasarkan Iklim Kerja Panas ........................... 81

Tabel 11. Distribusi Responden Berdasarkan Beban Kerja .................................... 82

Tabel 12. Distribusi Responden Berdasarkan Asupan Energi ................................ 83

Tabel 13. Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja...................................... 84

Tabel 14. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kelelahan Kerja ............... 85

Tabel 15. Hubungan Iklim Kerja Panas dengan Kelelahan Kerja........................... 86

Tabel 16. Hubungan Beban Kerja dengan Kelelahan ............................................. 87

Tabel 17. Hubungan Asupan Energi dengan Kelelahan ......................................... 88

Tabel 18. Hubungan Masa Kerja dengan Kelelahan ............................................... 89

ix
x

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Kerangka Teori ..................................................................................... 58

Gambar 2. Kerangka Konsep ................................................................................. 64

x
xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian


Lampiran 2 Titik Pengukuran Iklim Kerja Panas
Lampiran 3 Lembar Pengukuran Kelelahan Kerja
Lampiran 4 Master Tabel
Lampiran 6 Lembar Pengukuran Iklim Kerja Panas
Lampiran 7 Analisis Univariat
Lampiran 8 Analisis Bivariat
Lampiran 9 Dokumentasi Penelitian
Lampiran 10 Surat Izin Penelitian dari Dekan FKM UNHAS
Lampiran 11 Surat Izin Penelitian dari Kepala UPT P2T BPKMD
Lampiran 12 Surat Persetujuan Penelitian dari PT Makassar Te’ne

xi
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), setiap

perusahaan berupaya melakukan perlindungan dari kemungkinan terjadinya

kecelakaan akibat kerja dan penyakit akibat kerja yang sewaktu-waktu dapat

membahayakan jiwa pekerjanya sehingga para pekerja dapat bekerja dengan

aman dan nyaman serta berdampak positif terhadap peningkatan produktifitas

kerja dan dapat meminimalisir resiko terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat

kerja (Friend dkk, 2007)

Menurut Undang- Undang No. 1 Tahun 1970 termuat bahwa setiap tenaga

kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya daam melakukan

pekerjaan untuk kesejahteraan dan meningkatkan produksi serta produtivitas

nasional. Selain perihal hak seorang tenaga kerja berkewajiban untuk mematuhi

syarat-syarat keseamatan kerja yang diterapkan dalam suatu perusahaan yang

mengacu pada perundang-undangan

Seiring berkembang pesatnya jumlah tenaga kerja di indonesia akan tetapi

tidak diimbangi dengan adanya upaya dari perusahaan untuk memperhatikan

keselamatan dan kesehatan pekerja, sehingga angka kecekaaan kerja di indonesia

masih cukup tinggi, menurut ILO setiap tahun sebanyak dua juta pekerja

meninggal dunia karena kecelakaan kerja yang disebabkan oleh faktor kelelahan.

Dalam penelitian tersebut dari 58.115 sampel 32,8% diantaranya mengalami


2

kelelahan, sedangkan jika pekerja mengalami kecelakaan kerja diakibatkan oleh

faktor kelelahan, maka akan berdampak langsung pada tingkat produktivitas

kerjanya. Dapat dikatakan bahwa faktor individu pekerja sangatlah berpengaruh

terhadap tingkat produtivitas pekerja seperti masalah tidur, kebutuhan biologis

dan juga kelelahan kerja, dari sekian banyak faktor disampaikan bahwa turunnya

produktivitas tenaga kerja didomisili oleh kelelahan kerja. Kelelahan kerja

memberi konstribusi 50% terhadap terjadinya kecelakaan kerja (Setyawati,2007)

Kelelahan kerja merupakan permasalahan umum yang sering dijumpai

pada tenaga kerja. Permasalahan kelelahan kerja selayaknya harus mendapatkan

perhatian khusus dari pihak perusahaan maupun instansi yang mempekerjaan

tenaga kerja, hal ini dikarenakan apabila tidak diatasi maka akan berdampak

negatif seperti turunnya produktifitas kerja yang ditandai dengan menurunnya

motivasi kerja, berkurangnya fungsi fisiologis, motorik serta dapat mengurangi

semangat kerja (Fatmawaty dkk, 2016)

Kelelahan merupakan suatu faktor yang dapat berdampak pada

menurunnya kapasitas kerja dan daya tahan tubuh pekerja, kelelahan dibagi

menjadi dua yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot ditandai

dengan tremor pada otot dan kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya

semangat untuk bekerja yang penyebabnya ditandai oleh faktor psikis, penyebab

kelelahan umum yaitu monotoni, intensitas, lamanya bekerja mental dan fisik,

keadaan lingkungan (Suma’mur, 2009)


3

Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO)

mempunyai model kesehatan yang dibuat sampai tahun 2020, yang

memperkirakan gangguan psikis pada pekerja seperti perasaan lelah yang begitu

berat dan berujung pada depresi dapat menjadi penyakit pembunuh nomor dua

setelah penyakit jantung.

Sebuah studi Fatigue Management Among Mining Department Shift

Workers At Newmont Ghana Gold Limited Ahafo Mine terkait faktor kelelahan

kerja dari total 200 responden terdapat 95% responden mengalami tekanan

akibat kerja, 98% responden merasakan aktivitas kerja yang monoton, 70%

responden mengalami gangguan waktu istirahat serta 95% responden

mendapatkan jam kerja yang melebihi 12 jam kerja perhari (Desmond, 2013)

Pada studi Driver Fatigue and Road Safety on Poland’s National Roads

ditemukan bahwa dari beberapa penyebab terjadinya kecelakaan 23,5 %

disebabkan oleh kelelahan dan 71,7 % diantaranya mengalami kematian dan luka

serius (Kazimiers, 2013).Penelitian yang dilakukan Agung dkk (2017) pada 90

pekerja pengrajin industry gerabah kota Bantul Yogyakarta menunjukan bahwa

sebanyak 41 orang (45,6%) bekerja dengan beban kerja yang tinggi, sebanyak 35

orang (38,9%) yang bekerja dengan beban kerja yang sedang, dan 14 orang

(15,4%) bekerja dengan beban kerja yang rendah.Responden yang termasuk

dalam kategori gizi lebih sejumlah 27 orang (30,0%), sedangkan yang termasuk

dalam kategori status gizi normal sejumlah 61 orang (67,8%)dan kategori gizi

kurang sejumlah 2 orang (2,2%). Secara keseluruhannya dapat disimpulkan


4

bahwa responden yang mengalami perasaan lelah sejumlah 55 orang (61.4%),

jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan dengan responden yang mengalami

perasaan kurang lelah sejumlah 31 orang (34.4%).

Pada penelitian PT Remco (SBG) kota Jambi 2016 dari 30 orang

responden terdapat 70% responden yang mengalami kelelahan diakibatkan iklim

kerja panas, 68,8 % dari 32 responden lainnya mengalami kelelahan yang

diakibatkan beban kerja (Putri dkk, 2016). Pada penelitian yang dilakukan oleh

Nurul (2016) pada cleaning service Universitas Hasanuddin dari 53 orang

responden sebanyak (81,1%) responden memiliki kategori beban kerja berat

dengan asupan energi yang tidak memenuhi (56,6%), serta masa kerja lama

(67,9%). Hasil pengukuran kelelahan kerja dengan menggunakan reaction timer,

diperoleh bahwa lebih banyak pekerja yang mengalami kelelahan sebanyak 31

orang (62,3%)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ridha (2012) pada salah satu

perusahaan catering di Surayaba ditemukan bahwa pada hasil pengukuran iklim

kerja panas di bagian dapur catering Hikmah Food yaitu sebesar 29ºC, hasil

pengukuran tersebut melebihi NAB yang telah dientukan serta setelah dilakukan

wawancara dengan 43 responden didapatkan hasil bahwa keseluruhannya

mengalami kelelahan kerja.

Penelitian lain yang dilakukan pada PT Kalimantan Stell ditemukan

bahwa dari total 22 responden terdapat 16 orang pekerja yang memiliki masa

kerja > 10 tahun yang mengalami kelelahan kerja, 11 orang responden diketahui
5

memiliki asupan energi tidak normal serta mengalami kelelahan dan terdapat 18

orang responden yang bekerja pada suhu >30°C yang mengalami kelelahan kerja

(Paulina, 2016)

PT Makassar Tene adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang

produksi gula rafinasi dan merupakan satu-satunya kilang gula yang saat ini

beroperasi di wilayah Timur Indonesia yang terletak di kawasan pergudangan

dan kawasan Industri Parangloe Indah kota Makassar. Kilang tersebut memiliki

kapasitas produksi hingga 1.800 ton gula rafinasi per hari dan cukup memenuhi

permintaan gula pasir wilayah ini. PT Makassar Tene memiliki lebih kurang 550

buruh tetap. Adapun fasilitas yang terdapat pada PT Makassar Te’ne adalah

berupa gedung processing A, gedung processing B, gedung workshop, gedung

bahan baku, gedung produksi, laboratorium, control panel, power plant, waste

water treatment plant, gudang dan tempat penyimpanan batubara, water cooling

system( WCS), tangki gua rafinasi tetes dan electrostaticprecipitator

Bagian produksi adalah bagian vital pada perusahaan, dimana suluruh

proses pembuatan gula mulai dari pengolahan bahan baku tebu hingga menjadi

gula keseluruhannya diproses pada bagian produksi. Peralatan proses produksi

yang terdapat pada bagian produksi adalah seperti centrifugal, elevator, filter

press, bucket elevator,screw dan alat proses produksi lainnya yang memiliki

potensi hazard terhadap para pekerja. Pihak perusahaan juga memberlakukan

sistem shift kerja terhadap pekerjanya dengan membagi shift kerja menjadi tiga
6

yaitu shift pertama pukul 07:00-15:00, shift kedua pukul 15:00-23:00 dan shift

ketiga pukul 23:00-07:00.

Berdasarkan observasi awal di lapangan bahwa dibagian produksi tersebut

memiliki potensi hazard berupa iklim kerja panas, debu,getaran dan kebisingan

yang berasal dari alat produksi yang dapat mempengaruhi kesehatan pekerja.

Beberapa pekerja mengeluhkan kondisi panas yang hampir tiap hari mereka

rasakan serta keluhan berupa kondisi kesehatan yang terganggu dikarenakan pola

makan yang tidak teratur.

Dari penjelasan diatas maka dirasa perlunya dilakukan penelitian untuk

mengetahui faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja pada pekerja pabrik

gula PT Makassar Te’ne.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah yang

akan diteliti yaitu apakah ada hubungan antara iklim kerja panas, beban kerja,

asupan energi, dan masa kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja PT Makassar

Te’ne

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang

berhubungan dengan kelelahan kerja pada pekerja pabrik gula PT Makassar

Te’ne.
7

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui hubungan Iklim kerja panas dengan kelelahan kerja

b. Untuk mengetahui hubungan beban kerja dengan kelelahan kerja

c. Untuk mengetahui hubungan asupan energi dengan kelelahan kerja

d. Untuk mengetahui hubungan masa kerja dengan kelelahan kerja

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat ilmiah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan bacaan

yang dapat menambah pengetahuan dan wawasan serta dapat menjadi salah

satu sumber kajian ilmiah, referensi, dan sarana bagi penelitian selanjutnya di

bidang kesehatan masyarakat, khususnya dalam upaya pencegahan dan

pengendalian kelelahan kerja.

2. Manfaat bagi Perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan atau saran

kepada pemilik pabrik dan pekerja tentang faktor yang berhubungan dengan

kelelahan kerja dalam upaya peningkatan derajat kesehatan tenaga kerja dan

peningkatan produktifitas kerja.

3. Manfaat bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menjadi pengalaman yang sangat berharga dan

menambah wawasan serta pengetahuan bagi peneliti dalam

mengaktualisasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama proses

perkuliahan.
7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Kelelahan

1. Pengertian Kelelahan Kerja

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), 2003, pengertian

kelelahan yaitu perihal (keadaan) lelah; kepenatan.kepayahan. Lelah

merupakan suatu perasaan yang diekspresikan dalam bentuk perasaan frustasi,

putus asa, merasa terjebak, tidak berdaya, tertekan dan merasa sedih atau apatis

terhadap pekerjaan.Kelelahan setiap individu dapat tampak berbeda beda, tetapi

semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja

serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 2004).

Kata lelah (fatigue) menunjukkan keadaan tubuh fisik dan mental yang

berbeda, namun akibat dari keseluruhannya dapat berdampak pada

berkurangnya daya kerja dan menurunnya ketahanan tubuh untuk bekerja. Ada

dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum (Suma’mur P.K.,

2009).

Kelelahan kerja termasuk suatu kelompok gejala yang berhubungan

dengan adanya penurunan efisiensi kerja, keterampilan serta peningkatan

kecemasan atau kebosanan. Kelelahan kerja ditandai oleh adanya perasaan

lelah, output menurun, dan kondisi fisiologis yang dihasilkan dari aktivitas

yang berlebihan. MenurutWignjosoebroto(2006) kelelahan akibat kerja juga

7
8

sering kali diartikan sebagai menurunnya performa kerja dan berkurangnya

kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan suatu pekerjaan

2. Jenis-jenis Kelelahan Kerja

Akibat kelelahan kerja dapat dilihat pada pengurangan kapasitas kerja dan

ketahanan tubuh (Suma’mur P.K., 2009). Kelelahan kerja dapat dibedakan

sebagai berikut, yaitu:

a. Berdasarkan proses dalam otot

Berdasarkan proses dalam otot kelelahan dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1) Kelelahan Otot (Muscular Fatigue)

Kelelahan otot atau yang biasa disebut dengan muscular fatigue

merupakan fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya

tekanan melalui fisik atau biasa disebut kelelahan otot secara

fisiologidan gejala yang ditunjukkan tidak hanya berupa berkurangnya

tekanan fisik, namun juga pada makin rendahnya gerakan. Pada

akhirnya kelelahan fisik ini dapat menyebabkan sejumlah hal yang

kurang menguntungkan seperti: melemahnya kemampuan tenaga kerja

dalam melakukan pekerjaan dan meningkatnya kesalahan dalam

melakukan kegiatan kerja, sehingga dapat mempengaruhi produktivitas

kerja. Gejala kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang tampak dari

luar atau eksternal signs (Budiono, dkk, 2003).


9

2) Kelelahan Umum (General Fatigue)

Pada kelelahan umum gejala umum yang biasa timbul adalah

suatu perasaan letih yang luar biasa. Semua aktivitas kerja menjadi

terganggu dan terhambat karena munculnya gejala kelelahan tersebut.

Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis,

segalanya terasa berat dan merasa “ngantuk” (Budiono, dkk, 2003). Hal

ini biasanya ditandai berkurangnya kemauan untuk bekerja yang

disebabkan oleh karena monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik,

keadaan di rumah, kondisi mental, status kesehatan dan keadaan gizi

(Tarwaka,dkk, 2004).

b. Berdasarkan Penyebab Kelelahan

Secara garis besar kelelahan disebabkan oleh beban kerja baik

berupa beban kerja faktor eksternal berupa tugas (task) itu sendiri,

organisasi (waktu kerja, istirahat, kerja gilir (shift kerja), kerja malam,

dll) dan lingkungan kerja (fisik, kimia, biologi, ergonomis dan

psikologis) maupun beban kerja dari faktor internal yang berasal dari

dalam tubuh itu sendiri berupa faktor somatis (umur, jenis kelamin,

ukuran tubuh, kondisi kesehatan, status gizi) dan faktor psikis (motivasi,

kepuasan kerja, keinginan, dll).


10

c. Berdasarkan Waktu Terjadinya

1) Kelelahan Akut

Kelelahan akut biasanya diakibatkan oleh kerja suatu organ atau

seluruh tubuh secara berlebihan.

2) Kelelahan Kronis

Kelelahan kronis terjadi bila kelelahan berlangsung setiap hari,

berkepanjangan dan bahkan terkadang telah terjadi sebelum memulai

suatu pekerjaan.

Menurut Setyawati (1994) kelelahan terbagi menjadi :

a. Kelelahan fisiologis, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh faktor

fisik di tempat kerja antara lain oleh suhu dan kebisingan, getaran

dan pencahayaan.

b. Kelelahan psikologis, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh faktor

psikologis, monotoni pekerjaan (kebosanan sebagai gejala

subjektif yang disebabkan oleh pekerjaan), bekerja karena

terpaksa dan pekerjaan yang bertumpuk-tumpuk.

3. Faktor Penyebab Kelelahan

Keadaan dan perasaan kelelahan kerja adalah reaksi fungsional dari

pusat kesadaran yaitu cortex cerebri, yang dipengaruhi oleh dua sistem

antagonik, yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi).

Apabila sistem penghambat lebih kuat, maka seseorang akanberada dalam

kelelahan atau sebaliknya apabila sistem aktivasi lebih kuat maka seseorang
11

dalam keadaan segar untuk bekerja (Gerandjean & Nurmianto dalam Zuhriyah

2007).

Penyebab kelelahan kerja secara garis besar disebabkan oleh beban

kerja baik berupa beban kerja faktor eksternal berupa tugas (task) itu sendiri,

organisasi (waktu kerja, istirahat, kerja gilir, kerja malam dan lain-lain) dan

lingkungan kerja (fisik, kimia, biologi, ergonomis dan psikologis) sedangkan

beban kerja faktor internal yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri berupa

faktor somatis (umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, kondisi kesehatan, status

gizi) dan faktor psikis (motivasi, kepuasan kerja, keinginan dan lain-lain)

(Russeng, 2011).

Kelelahan dipengaruhi oleh dua faktoryaitu faktor internal dan

faktoreksternal. Yang termasuk faktor internal antara lain faktor individu

seperti faktor somatis atau faktorfisik, gizi, jenis kelamin, usia, pengetahuan

dan gaya hidup. Sedangkan yangtermasuk faktor eksternal adalah keadaan fisik

lingkungan kerja antara lain kebisingan, suhu, pencahayaan, faktor kimia,

faktor biologis, faktor ergonomi,kategori pekerjaan, sifat pekerjaan, disiplin

atau peraturan perusahaan, upah,hubungan sosial dan posisi kerja atau

kedudukan (Suma’mur P.K., 2009).

Kelelahan biasa juga disebabkan oleh kerja statis berbeda dengan kerja

dinamis. Pada kerja otot statis, dengan pengerahan tenaga 50% dari kekuatan

maksimal otot hanya mampu bekerja selama 1 menit, sedangkan pada

pengerahan tenaga <20% kerja fisik dapat berlangsung cukup lama. Tetapi
12

pengerahan tenaga otot statis sebesar 15-20% akan menyebabkan kelelahan dan

nyeri apabila pembebanan berlangsung sepanjang hari (Tarwaka, dkk., 2004).

Sedangkan menurut Suma’mur P.K. (2009) terdapat lima kelompok

penyebab kelelahan kerja, yaitu:

a. Keadaan monoton.

b. Beban dan lamanya pekerjaan baik fisik maupun mental.

c. Keadaan lingkungan kerja, seperti cuaca kerja, penerangan dan kebisingan

di tempat kerja.

d. Keadaan kejiwaan seperti tanggung jawab, kekhawatiran atau konflik.

e. Penyakit, perasaan sakit dan keadaan gizi.

4. Gejala Kelelahan

Kelelahan yang utama adalah ditandai dengan adanya

hambatanterhadap fungsi-fungsi kesadaran otak dan perubahan-perubahanpada

organ-organ di luar kesadaran. Seseorang yang lelahmenunjukkan gejala antara

lain penurunan perhatian, perlambatandan hambatan persepsi, lambat dan sukar

berpikir, penurunankemauan atau dorongan untuk bekerja, kurangnya

efisiensikegiatan-kegiatan fisik dan mental.

Tanda-tanda yang pada umumnya menunjukan :

a. Turunnya perhatian.

b. Hambatan dan lambatnyapersepsi.

c. Lamban dan sukar berfikir.

d. Menurunnyakemampuan atau dorongan untuk bekerja.


13

e. Kurangnya efisiensi kegiatan-kegiatan fisik dan mental

Seseorang yang menderita lelah berat secara terus menerus maka akan

mengakibatkankelelahan kronis ditandai dengangejala lelah sebelum bekerja.

Jika terus berlanjut akanmenimbulkan sakit kepala, pusing, mual dan

sebagainya maka kelelahan itu dinamakanlelah klinis yang akan mengakibatkan

malas bekerja (Mauludi, 2010 dalam Fadel, 2014).

Pada umumnya Gejala atau perasaan atau tanda yang ada hubunganya

dengan kelelahan menurut (Suma’mur P.K., 2009) adalah:

a. Perasaan berat di kepala.

b. Menjadi lelah seluruh badan.

c. Kaki merasa berat

d. Menguap

e. Merasa kacau pikiran

f. Mengantuk

g. Merasa berat pada mata

h. Kaku dan canggung dalam gerakan

i. Tidak seimbang dalam berdiri

j. Mau berbaring

k. Merasa susah berfikir

l. Lelah bicara

m. Gugup

n. Tidak dapat berkonsentrasi


14

o. Tidak dapat menfokuskan perhatian terhadap sesuatu

p. Cenderung untuk lupa

q. Kurang kepercayaan diri

r. Cemas terhadap sesuatu

s. Tidak dapat mengontrol sikap

t. Tidak dapat tekun dalam melakukan pekerjaan

u. Sakit kepala

v. Kekakuan di bahu

w. Merasa nyeri dipunggung

x. Merasa pernafasan tertekan

y. Merasa haus

z. Suara serak

aa. Merasa pening

bb. Spasme kelopak mata

cc. Tremor pada anggota badan

dd. Merasa kurang sehat

Gejala perasaan atau tanda kelelahan 1-10 menunjukkan melemahnya

kegiatan, 11-20 menunjukkan melemahnya motivasi, dan 21-30 gambaran

kelelahan fisik sebagai akibat dari keadaan umum yang melemahkan.


15

5. Proses Terjadinya Kelelahan

Kelelahan diakibatkan karena terkumpulnya produk-produk sisa dalam

otot dan peredaran darah, dimana produk-produk sisa ini bersifat bisa

membatasi kelangsungan aktivasi otot. (Suma’mur P.K., 2009) menjelaskan

keadaan dan perasaan lelah adalah reaksi fungsional dari pusat kesadaraan yaitu

otak (cortex ceberi) yang dipengaruhi atas dua sistem saraf antagonis yaitu

sistem penghambat dan sistem penggerak. Sistem penghambat bekerja terhadap

thalamus yang mampu menurunkan kemampuan manusia beraksi dan

menyebabkan kecenderungan untuk tidur.Sistem penggerak terdapat dalam

formasio retikularis yang dapat merangsang pusat-pusat vegetatif untuk

konversi ergotropis dari organ-organ dalam tubuh ke arah kegiatan bekerja,

berkelahi, melarikan diri dan lain-lain.

Hal ini menyebabkan seseorang pada suatu saat bergantung pada hasil

kerja kedua sistem ini. Apabila sistem penggerak lebih kuat dari sistem

penghambat, maka keadaan orang tersebut ada dalam keadaan segar untuk

bekerja. Sebaliknya, apabila sistem penghambat lebih kuat dari sistem

penggerakmaka orang akan mengalami kelelahan. Itulah sebabnya, seseorang

yang sedah lelah dapat melakukan aktivitas secara tiba-tiba apabila mengalami

suatu peristiwa yang tidak terduga dengan ketegangan emosi.Demikian juga

kerja yang monoton bisa menimbulkan kelelahan walaupun beban kerjanya

tidak seberapa.
16

6. Akibat Kelelahan Kerja

Menurut Tarwaka, dkk (2004) risiko terjadinya kelelahan adalah sebagai

berikut :

a. Motivasi kerja turun

b. Performansi rendah

c. Kualitas kerja rendah

d. Banyak terjadi kesalahan

e. Stress akibat kerja

f. Penyakit akibat kerja

g. Cidera

h. Terjadi kecelakaan akibat kerja

Sementara itu, konsekuensi kelelahan kerja menurut Randall Schuler

(1999) antara lain :

a. Pekerja yang mengalami kelelahan kerja akan berprestasi lebih buruk lagi

darpada pekerja yang masih penuh semangat.

b. Memburuknya hubungan pekerja dengan pekerja lain.

c. Dapat mendorong terciptanya tingkah laku yang menyebabkan

menurunnya kualitas rumah tangga seseorang.


17

7. Penanggulangan Kelelahan Kerja

Menurut Setyawati (2010) kelelahan kerja dapat ditangani dengan:

a. Promosi kesehatan kerja

b. Pencegahan kelelahan kerja terutama ditujukan kepada upaya menekan

faktor-faktor yang berpengaruh secara negatif pada kelelahan kerja dan

meningkatkan faktor-faktor yang berpengaruh secara positif.

c. Pengobatan kelelahan kerja dengan terapi kognitif dan perilaku pekerja

bersangkutan, penyuluhan mental dan bimbingan mental, perbaikan

lingkungan kerja, sikap kerja dan alat kerja diupayakan berciri ergonomis

serta pemberian gizi kerja yang memadai.

d. Rehabilitasi kelelahan kerja, maksudnya melanjutkan tindakan dan

program pengobatan kelelahan kerja serta mempersiapkan pekerja tersebut

bekerja secara lebih baik dan bersemangat.

Menurut Levy (1990), penanggulangan kelelahan kerja secara umum

pada tenaga kerja dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :

a. Lingkungan kerja bebas dari zat berbahaya, penerangan memadai, sesuai

dengan jenis pekerjaan yang dihadapi, maupun pengaturan udara yang

adekuat, bebas dari kebisingan, getaran, serta ketidak nyamanan.

b. Waktu kerja diselingi istirahat pendek dan istirahat untuk makan.

c. Kesehatan umum dijaga dan dimonitor.

d. Pemberian gizi kerja yang memadai sesuai dengan jenis pekerjaan dan

beban kerja.
18

e. Beban kerja berat tidak berlangsung terlalu lama.

f. Tempat tinggal diusahakan sedekat mungkin dengan tempat kerja, kalau

perlu bagi tenaga kerja dengan tempat tinggal jauh diusahakan transportasi

dari perusahaan.

g. Pembinaan mental secara teratur dan berkala dalam rangka stabilitas kerja

dan kehidupannya.

h. Disediakan fasilitas rekreasi, waktu rekreasi dan istirahat dilaksanakan

secara baik.

i. Cuti dan liburan diselenggarakan sebaik-baiknya.

j. Diberikan perhatian khusus pada kelompok tertentu seperti tenaga kerja

beda usia, wanita hamil dan menyusui, tenaga kerja dengan kerja gilir di

malam hari, tenaga baru pindahan.

k. Mengusahakan tenaga kerja bebas alkohol, narkoba dan obat berbahaya.

8. Pengukuran Kelelahan Kerja

Menurut Tarwaka, dkk. (2004), pengukuran kelelahan dapat dilakukan

dengan berbagai cara, yaitu:

a. Kualitas dan Kuantitas Hasil Kerja

Pada metode kualitas dan kuantitas ini, kualitas output digambarkan

sebagai jumlah proses kerja (waktu yang digunakan setiap item) atau

prosesoperasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak

faktor yangharus dipertimbangkan seperti: target produksi, faktor sosial,

dan perilakupsikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas output (kerusakan


19

produk, penolakanproduk) atau frekuensi kecelakaan dapat

menggambarkan terjadinya kelelahan,tetapi faktor tersebut bukanlah

merupakan causal factor. Kuantitas kerja dapatdilihat pada prestasi kerja

yang dinyatakan dalam banyaknya produksi persatuanwaktu. Sedangkan

kualitas kerja didapat dengan menilai kualitas pekerjaan sepertijumlah yang

ditolak, kesalahan, kerusakan material dan sebagainya.

b. Perasaan Kelelahan Secara Subjektif (Subjektive feelings of fatigue)

Subjective Self Rating Tes dari Industrial Fatigue Research

Committee (IFRC) Jepang, merupakan kuesioner untuk mengukur tingkat

kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang

terdiri dari 10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan, meliputi: perasaan

berat di kepala, lelah di seluruh badan, berat di kaki, menguap, pikiran

kacau, mengantuk, ada beban pada mata,gerakan canggung dan kaku,

berdiri tidak stabil, ingin berbaring. Kemudian 10 pertanyaan tentang

pelemahan motivasi: susah berfikir, lelah untuk bicara, gugup, tidak

berkonsentrasi, sulit untuk memusatkan perhatian, mudah lupa,

kepercayaan diri berkurang, merasa cemas, sulit mengontrol sikap, tidak

tekun dalam pekerjaan. 10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik:

sakit di kepala, kaku di bahu, nyeri di punggung, sesak nafas, haus, suara

serak, merasa pening, spasme di kelopak mata, tremor pada anggota badan,

merasa kurang sehat.


20

c. Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2)

KAUPK2 (Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja)

merupakan parameter untuk mengukur perasaan kelelahan kerja sebagai

gejala subjektif yang dialami pekerja dengan perasaan yang tidak

menyenangkan. Keluhan yang dialami pekerja setiap harinya membuat

mereka mengalami kelelahan kronis.

d. Pengukuran Gelombang Listrik Pada Otak

Pengukuran gelombang listrik pada otak dilakukan dengan

menggunakan alat bantu berupa Electroenchepalography (EEG).

e. Uji Mental

Pada metode ini, konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang

dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan menyelesaikan

pekerjaan. Bourdon Wiersma Test, merupakan salah satu alat yang dapat

digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian dan konstansi. Hasil test

akan menunjukkan bahwa semakin lelah seseorang maka tingkat kecepatan,

ketelitian dan konstansi akan semakin rendah atau sebaliknya. Namun

demikian, Bourdon Wiersma test lebih tepat untuk mengukur kelelahan

akibat aktivitas atau pekerjaaan yang lebih bersifat mental.

f. Uji Psiko-Motor (psychomotor test)

Pada metode ini dapat dilakukan dengan cara melibatkan fungsi

persepsi, interpretasi dan reaksi motor dengan menggunakan alat digital

reaction timer untuk mengukur waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka
21

waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran

atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala

lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Terjadinya

pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya perlambatan pada

proses faal syaraf dan otot.

Menurut Sanders (1987) waktu reaksi adalah waktu untuk membuat

suatu respon yang spesifik saat suatu stimulasi terjadi. Waktu reaksi

terpendek biasanya berkisar antara 150 hingga 200 milidetik. Waktu reaksi

tergantung dari stimuli yang dibuat, intensitas dan lamanya perangsangan,

umur subjek, dan perbedaan individu lainnya. Dalam uji pengukuran

menggunakan waktu reaksi, ternyata stimuli terhadap cahaya lebih

signifikan daripada stimuli suara. Hal tersebut disebabkan karena stimuli

suara lebih cepat diterima oleh reseptor daripada stimuli cahaya.

Tabel 2.1. Kriteria Kelelahan Menurut Keputusan


Direktur Jenderal Bina Marga

Keterangan : x adalah hasil pengukuran dengan Reaction Timer


22

B. Tinjauan Umum Tentang Iklim Kerja Panas

1. Pengertian Iklim Kerja Panas (Tekanan Panas)

Tekanan panas adalah kombinasi suhu udara, kelembaban udara,

kecepatan gerakan dan suhu radiasi (Suma’mur P.K., 2009). Iklim Kerja

Panas (tekanan panas) merupakan kumpulan dari faktor lingkungan dan

aktivitas fisik yang dapat meningkatkan jumlah panas di dalam tubuh

(Alpaugh, 1979 dalam Ultani, 2011). Sedangkan menurut pengertian yang

dikeluarkan oleh Occupational Safety Health Administration (OSHA), iklim

kerja panas adalah ketika hubungan pekerjaan dengan temperatur udara yang

tinggi, radiasi dari sumber panas, kelembapan udara yang tinggi, pajanan

langsung dengan benda yang mengeluarkan panas, atau aktivitas fisik secara

terus menerus sehingga menimbulkan tekanan panas.

Adapun aktivitas yang mempunyai kontribusi terhadap total tekanan

panas adalah aktivitas yang dapatmeningkatkan panas metabolik dalam tubuh

sesuai dengan intesitas pekerjaan. Terjadinya tekanan panas adalah melalui

kombinasi dari beberapa faktor (lingkungan, pekerjaan, dan pakaian) dan

cenderung untuk meningkatkan suhu inti tubuh, detak jantung/ denyut nadi,

dan keringat. Faktor-faktor lingkungan meliputi temperatur udara,

perpindahan panas radiasi, pergerakan udara, dan tekanan parsial uap air

(kelembapan) seperti yang dinyatakan Bernard dalam Vanani (2008).

Dari penjelasan diatas dapatdisimpulkan bahwa iklim kerja panas

merupakan suatu kombinasi antara pajanan panas yang ditimbulkan oleh


23

lingkungan dan panas yang diakibatkan dari aktivitas fisik manusia atau

disebut juga dengan panas metabolik.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Iklim Kerja Panas

Banyak hal yang menjadi faktor iklim kerja panas terhadap setiap

pekerja, setiap pekerja memiliki tingkatan respon masing masing terhadap

iklim kerja panas.Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan panas dari

masing-masing individu misalnya faktor aklimatisasi, umur, jenis kelamin,

perbedaan suku bangsa, ukuran tubuh, dan gizi (Wahyu, 2003).

a. Aklimatisasi

Aklimatisasi adalah suatu proses adaptasi fisiologis yang

ditandai dengan pengeluaran keringat yang meningkat, penurunan

denyut nadi, dan suhu tubuh sebagai akibat pembentukan keringat

(Siswanto dalam Kurniawan, 2010).Aklimatisasi terhadap suhu tinggi

merupakan hasil penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya.

Untuk aklimatisasi terhadap panas ditandai dengan penurunan frekuensi

denyut nadi dan suhu tubuh sebagai akibat pembentukan keringat.

Aklimatisasi ini ditujukan kepada suatu pekerjaan dan suhu tinggi untuk

beberapa waktu misalnya 2 jam. Mengingat pembentukan keringat

tergantung pada kenaikan suhu dan tubuh. Aklimatisasi panas biasanya

tercapai sesudah 2 minggu. Dengan bekerja dalam suhu tinggi saja

belum dapat menghasilkan aklimatisasi yang sempurna (WHO 1969

dalam Wahyu 2003).


24

WHO (1969) dalam Wahyu (2003) mengemukakan adanya

perbedaan kecil aklimatisasi antara laki-laki dan perempuan. Perempuan

tidak dapat beraklimatisasi dengan baik seperti laki-laki. Hal ini

dikarenakan mereka mempunyai kapasitas kardiovaskuler yang lebih

kecil.

b. Umur

Umur memiliki pengaruh terhadap daya tahan tubuh seseorang,

hal ini dikarenakan banyak faktor penyebab. MenurutWHO daya tahan

seseorang terhadap panas akan menurun pada umur yang lebih tua.

Orang yang lebih tua akan lebih lambat mengeluarkan keringatnya

dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Orang yang lebih tua

memerlukan waktu yang lama untuk mengembalikan suhu tubuh

menjadi normal setelah terpapar panas. Suatu studi menemukan bahwa

70% dari seluruh penderita heat stroke (kondisi suhu tubuh melebihi

40°C) adalah mereka yang berusia lebih dari 60 tahun. Denyut nadi

maksimal dari kapasitas kerja yang maksimal berangsur-angsur

menurun sesuai dengan bertambahnya umur (Wahyu, 2003).

c. Jenis Kelamin

WHO dalam Wahyu (2003) mengemukakan adanya perbedaan

kecil aklimatisasi antara laki-laki dan wanita. Wanita tidak dapat

beraklimatisasi dengan baik seperti laki-laki. Hal ini dikarenakan

mereka mempunyai kapasitas kardiovaskuler yang lebih kecil.


25

d. Ukuran Tubuh

Ukuran tubuh mempengaruhi bagaimana reaksi tubuh seorang

pekerja terhadap iklim kerja panas. Pada umumnya, seseorang dengan

ukuran tubuh yang lebih kecil dapat mengalami tingkatan tekanan panas

yang relatif lebih besar. Alasannya adalah karena mereka mempunyai

kapasitas kerja maksimal yang lebih kecil. Sebuah penelitian

menunjukkan bahwa pekerja yang berat badannya kurang dari 50 Kg

selain mempunyai asupan oksigen maksimal (maximal oxygen

intake)yang rendah tetapi juga toleran terhadap panas daripada mereka

yang mempunyai berat badan rata-rata (Siswanto dalam Kurniawan,

2010).

e. Gizi

Respon tubuh seorang pekerja terhadap iklim kerja panas juga

dipengaruhi oleh jumlah asupan gizi yang diterima seorang pekerja.

Hal ini berhubungan erat dengan proses metabolisme seseorang.

Seseorang yang status gizinya jelek akan menunjukkan respon

yang berlebihan terhadap tekanan panas, hal ini disebabkan karena

sistem kardiovaskuler yang tidak stabil (Nyoman dan Siswanto dalam

Kurniawan, 2010).

3. Hubungan Interaktif Iklim Panas dengan Manusia

Setiap manusia memiliki kemampuan yang terbatas untuk memelihara

suhu tubuh terhadap tempetatur di sekelilingnya. Termoregulasi terjadi


26

karena adanya keseimbangan dua faktor utama yang menentukan tingginya

suhu tubuh yaitu produksi panas dari hasil metabolisme tubuh dan

kecepatan pembuangan panas melalui proses fisiologi tubuh. Seorang

individu yang sehat dapat memelihara suhu jaringan dalam tubuh (suhu inti

tubuh) dengan rentang yang sangat sempit, yaitu sekitar 36-37ºC. Namun,

walaupun terjadi fruktuasi suhu inti tubuh, hanya 1-2ºC dari nilai normal,

keadaan dapat menyebabkanmasalah, dari sekedar berkurangnya

kenyamanan, gangguan penampilan fisik

Proses terciptanya panas dalam tubuh seseorang tergantung dari

kegiatan fisik tubuh, makanan yang telah atau sedang dikonsumsi, pengaruh

panas tubuh sendiri, misalnya pada keadaan demam. Faktor-faktor yang

menyebabkan pertukaran panas antara tubuh dengan lingkungan sekitarnya

adalah konduksi, konveksi, radiasi, dan penguapan keringat (Suma’mur

P.K., 2009).

Pertukaran panas secara konduksi merupakan pertukaran panas

antara tubuh dengan benda-benda sekitar melalui mekanisme sentuhan atau

kontak langsung. Konduksi dapat menghantarkan panas dari tubuh, apabila

benda-benda sekitar lebih rendah suhunya, dan dapat menambah panas

kepada badan apabila suhunya lebih tinggi dari tubuh. Pertukaran panas

secarakonveksi ialah pertukaran panas dari badan dengan lingkungan

melalui kontak udara dengan tubuh.


27

Pertukaran panas secara radiasi merupakan setiap benda termasuk

tubuh manusia selalu memancarkan gelombang panas. Tergantung dari

suhu benda-benda sekitar, tubuh menerima atau kehilangan panas lewat

mekanisme radiasi. Selain itu dan penting sekali, manusia dapat berkeringat

yang dengan penguapan di permukaan kulit atau melalui paru-paru dan

rongga mulut tubuh kehilangan panas untuk penguapan.

4. Indikator Iklim Kerja Panas

Untuk mengetahui besarnya pengaruh panas lingkungan pada tubuh,

para ahli telah berusaha untuk mencari metode pengukuran sederhana yang

dinyatakan dalam bentuk indeks (Depkes RI, 2003).Indikator tekanan panas

dalam industri berfungsi sebagai pengukuran dengan menyatukan efek

sebagai faktor yang mempengaruhi pertukaran panas manusia dan

lingkungannya dalam satu indeks tunggal. Terdapat empat indikator

tekanan panas yaitu :

a. Suhu Efektif

Suhu efektif yaitu indeks sensoris dari tingkat panas yang dialami

oleh seseorang tanpa baju, kerja enteng dalam berbagai kombinasi suhu,

kelembaban dan kecepatan aliran udara (Suma’mur P.K., 2009).

Kelemahan penggunaan suhu efektif adalah tidak memperhitungkan

panas metabolisme tubuh sendiri. Untuk penyempurnaan pemakaian

suhu efektif dengan memperhatikan panas radiasi, dibuatlah skala Suhu

Efektif Dikoreksi (Corrected Effective Temperature Scale).


28

b. Indeks kecepatan keluar keringat selama 4 jam (Predicted-4 Hour

Sweetrate)

Yaitu keringat keluar selama 4 jam, sebagai akibat kombinasi

suhu, kelembaban dan kecepatan udara serta radiasi, dapat pula

dikoreksi dengan pakaian dan tingkat kegiatan pekerjaan

(Suma’mur,2009).

c. Indeks Belding-Heatch (Heat Stress Index)

Indeks Belding-Heatch (Heat Stress Index) adalah standard

kemampuan berkeringat dari seseorang yaitu seseorang muda dengan

tinggi 170 cm dan berat 154 pond dalam keadaan sehat dan memiliki

kesehatan jasmani, serta beraklimatisasi terhadap panas. Dalam

lingkungan panas, efek pendinginan dari penguapan keringat adalah

terpenting untuk keseimbangan termis. Maka dari itu, Belding dan

Heatch mendasarkan indeksnya atas perbandingan banyaknya keringat

yang dikeluarkan untuk mengimbangi panas dan kapasitas maksimal

tubuh untuk berkeringat (Suma’mur P.K., 2009).

d. ISBB (Indeks Suhu Bola Basah)

ISBB merupakan cara pengukuran yang paling sederhana karena

tidak banyak membutuhkan ketrampilan, cara atau metode yang tidak

sulit dan besarnya tekanan panas dapat ditentukan dengan cepat

(Suma’mur P.K., 2009).


29

Indeks ini digunakan sebagai cara penilaian terhadap tekanan

panas dengan rumus:

1) ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,2 x suhu radiasi + 0,1 suhu kering

(Untuk bekerja di luar ruangan).

2) ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,3 x suhu radiasi(Untuk bekerja di

dalam ruangan).

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik

Indonesia (2011) tentang nilai ambang batas tekanan panas untuk stress

terhadap suhu lingkungan kerja yang diperkenankan.

Tabel 2.2
NAB ISBB (ºC) yang diperkenankan
ISBB oC
Pengaturan waktu
Beban kerja
kerja setiap jam
Ringan Sedang Berat
75%-100% 31,0 28,0 -
50%-75% 31,0 29,0 27,5
25%-50% 32,0 30,0 29,0
0%-25% 32,2 31,1 30,5
Sumber: Permenakertrans RI No. PER.13/MEN/X/2011

5. Mekanisme Panas Tubuh

Pada dasarnya, tunuh manusia mampu menghasilakan panas

tersendiri. Proses dalam menghasilkan panas ini disebut metabolisme.

Proses ini pada dasarnya adalah proses oksidasi dari bahan-bahan seperti

karbohidrat, lemak, protein, yang diatur oleh enzim(Santoso dalam

Kurniawan, 2010).
30

Meskipun keadaan suhu diluar tubuh manusia sering berubah-

ubah tetapi manusia memiliki kemampuan untuk mempertahankan suhu

pada tubuhnya . Suhu tubuh manusia dipertahankan hampir menetap oleh

suatu sistem pengatur suhu. Suhu menetap ini adalah akibat

kesetimbangan diantara panas yang dihasilkan di dalam tubuh sebagai

akibat metabolisme dan pertukaran panas tubuh dengan lingkungan

sekitar (Suma’mur P.K., 2009).

Proses metabolisme dalam tubuh merupakan proses kimiawi, dan

proses ini terus berlangsung supaya kehidupan manusia dapat

dipertahankan. Hasil dari metabolisme ini antara lain adalah energi dan

panas. Panas yang dihasilkan inilah yang merupakan sumber utama panas

tubuh manusia. Dengan demikian panas akan terus dibentuk walaupun

dalam keadaan istirahat, selama proses metabolisme berlangsung (Depkes

RI, 2003).

Tubuh manusia selalu akan menghasilkan panas sebagai akibat

dari proses pembakaran zat-zat makanan dengan oksigen. Bila proses

pengeluaran panas oleh tubuh terganggu, maka suhu tubuh akan

pertukaran panas dan proses pertukaran panas ini tergantung dari suhu

lingkungannnya (Siswanto dalam Kurniawan, 2010).

Makin tinggi panas lingkungan, semakin besar pula pengaruhnya

terhadap suhu tubuh. Sebaliknya semakin rendah suhu lingkungan, makin

banyak pula yang hilang. Dengan kata lain, terjadi pertukaran panas
31

antara tubuh manusia yang didapat dari metabolisme dengan tekanan

panas yang dirasakan sebagai kondisi panas lingkungan. Selama

pertukaran ini seimbang dan serasi, tidak akan menimbulkan gangguan,

baik penampilan kerja maupun kesehatan kerja (Depkes RI, 2003).

Menurut Sutarman (1991) ada 3 cara tubuh dalam menghadapi

panas, yaitu :

a. Pengaturan peredaran darah

Keadaan udara lingkungan yang panas maka akan terjadi

vasodilatasi pembuluh darah tepi dan vasokontraksi pembuluh darah

dalam, tetapi dilingkungan dingin akan terjadi vasokontraksi

pembuluh darah tepi dan vasodilatasi pembuluh darah dalam.

b. Dengan memproduksi keringat dan mekanisme penguapan sehingga

menyebabkan penurunan suhu tubuh.

c. Menggigil dimaksudkan suhu udara yang dingin dengan menggigil

akan menyebabkan metabolism dan produksi panas akan menurunkan

laju metabolisme tubuh (Dewi, 2011)

6. Respon Tubuh Menghadapi Panas

Apabila tubuh seseorang tidak melepaskan panas, maka

temperatur tubuh akan meningkat 1°C setiap jam. Proses metabolisme

akan mengubah energi kimia dari makanan yang dicerna ke bentuk energi

lain, terutama energi panas. Karena proses metabolisme ini berlangsung

terus-menerus, walaupun tidak konstan, tubuh harus melepaskan energi


32

panas pada kecepatan tertentu agar tidak terjadi penumpukan panas yang

menyebabkan peningkatan temperatur. Secara keseluruhan, panas yang

didapat dari metabolisme dan sumber-sumber lainnya harus setara dengan

panas yang dilepaskan oleh permukaan tubuh. Inilah esensi dari

homeostatis. Pelepasan panas dapat terjadi melalui cara-cara berikut:

a. Melalui konveksi (juga kadang radiasi & konduksi) panas terutama

dari permukaan kulit yang terbuka dan tidak terinsulasi.

b. Melalui vasodilatasi (pelebaran) pembuluh darah pada kulit,

meningkatkan pelepasan panas melalui kulit.

c. Melalui peningkatan penguapan keringat melalui kulit.

d. Melalui penghembusan udara panas dari paru-paru.

e. Pembuangan panas melalui feses dan urin (James J, 2008).

7. Pengaruh Fisiologis Akibat Iklim Panas

Tarwaka dkk (2004) dalam buku Ergonomi Untuk Keselamatan,

Kesehatan Kerja, dan Produktivitas mengemukakan bahwa tekanan panas

memerlukan upaya tambahan pada anggota tubuh untuk memelihara

keseimbangan panas. Selanjutnya menurut Pulat (1992) bahwa reaksi

fisiologis tubuh (heat strain) oleh karena peningkatan temperatur udara di

luar comfort zone adalah sebagai berikut:

a. Vasodilatasi,

b. Denyut jantung meningkat,

c. Temperatur kulit meningkat,


33

d. Suhu inti tubuh pada awalnya turun kemudian meningkat, dan lain-

lain.

Tekanan panas ditandai dengan adanya beberapa gejala atau

keluhan. Antara lain sebagai berikut :

a. Sakit perut, mual,

b. Berkeringat terlalu banyak,

c. Kelelahan,

d. Haus,

e. Anorexia,

f. Kejang usus, dan

g. Perasaan tidak enak.

Tabel 2.3
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Efek Iklim Kerja
Faktor lingkungan Faktor manusia Pekerjaan
Suhu Usia Kompleksnya tugas
Kelembapan Jenis kelamin Lamanya tugas
Angin Kesegaran jasmani Bebab fisik
Radiasi panas Ukuran tubuh Beban mental
Sinar matahari Kesehatan Beban indera
Debu Aklimatisasi Beban pribadi
Aerosol Gizi Keterampilan
Gas Motivasi yang diisyaratkan
Uap logam Pendidikan
Tekanan barometer Kemampuan fisik
Pakaian Kemampuan mental
Kemantapan emosi
Karakteristik genetis
Sumber: Suma’mur P,K, 2009
34

Menurut Grantham (1992) dan Bernard (1996) reaksi fisiologis

akibat pemaparan panas yang berlebihan dapat dimulai dan gangguan

fisiologis yang sangat sederhana sampai dengan terjadinya penyakit yang

sangat serius.Pemaparan terhadap tekanan panas juga menyebabkan

penurunan berat badan. Menurut hasil penelitian Priatna (1990) bahwa

pekerja yang bekerja selama 8 jam/ hari berturut-turut selama 6 minggu,

pada ruangan dengan Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) antara 32,02-

33,01ºC menyebabkan kehilangan berat badan sebesar 4,23%.Menurut

Nyoman dalam Kurniawan (2010), efek-efek panas bagi tubuh manusia

akan berdampak pada tingkat kemampuan fisik dan mental.

Tabel 2.4
Pengaruh Iklim Kerja Terhadap Manusia
No Tingkat Temperatur (ºC) Efek Terhadap Tubuh
1. ± 49ºC Temperatur yang dapat ditahan
sekitar 1 jam, tetapi jauh di atas
kemampuan fisik dan mental
2. ± 30ºC Aktivitas mental dan daya
tangkap mulai menurun dan
cenderung untuk membuat
kesalahan dalam pekerjaan
3. ± 24ºC Kondisi optimum
4. ± 10ºC Kelakuan fisik yang ekstrim
mulai muncul
Sumber:Nyoman, 2004 dalam Kurniawan, 2010

Harrianto (2009) dalam buku ajar Kesehatan Kerja

mengemukakan, kebanyakan individu akan merasa nyaman bekerja pada

suhu udara 20-27ºC dan kelembapan 35-60%, bila lebih tinggi dari nilai
35

ini tidak terasa nyaman, penampilan kerja akan menurun, bahkan dapat

menimbulkan gangguan kesehatan.

Penyakit akibat pajanan lingkungan panas sebagai berikut:

a. Kelainan kulit

1) Heat edema

Biasanya terjadi pada para pekerja yang baru bekerja di

lingkungan yang panas tanpa melaksanakan periode

aklimatisasi.Paling sering terlihat di pergelangan kaki.Kambali

menjadi normal secara spontan setelah 1 atau 2 hari berada di

lingkungan yang lebih dingin.

2) Erythema ag igne

Nodul-nodul hiperkeratosis yang berlanjut menjadi luka

bakar.

3) Intertrigo rash

Eritema di sekitar ketiak, lipatan siku, lutut, dan leher akibat

keringat yang berlebihan.

b. Heat rash (miliaria)

Obstruksi saluran kelenjar keringat, sehingga terjadi retensi

keringat yang mengakibatkan timbulnya warna kemerahan dan papel-

papel kecil di permukaan kulit.


36

c. Heat Cramps

Rasa nyeri tajam di otot yang dapat terjadi sendiri ataubersama-

sama dengan kelainan akibat pajanan lingkungan panas yang lain. Hal

ini diakibatkan oleh kegagalan tubuh mengganti kehilangan NaCl

yang hilang bersama keringat.Heat cramps sering kali terjadi bila

banyak minum tanpa disertai suplementasi NaCl. Paling sering terjadi

pada otot – otot fleksor tangan dan kaki untuk beberapa menit atau

jam.

d. Heat Exhaustion

Heat Exhaustion diakibatkan oleh kegagalan tubuh untuk

beradaptasi, karena darah mengalir secara serentak ke permukaan

kulit akibat vasodilatasi pembuluh darah kulit. Gejala yang timbul

dalam bentuk pengeluaran keringat yang berlebihan, rasa lemah,

pusing, penglihatan gelap, rasa yang haus, mual, muntah, diare, keram

otot, kesemutan, palpitasi, dan kesukaran bernapas. Penyakit ini akan

sembuh setelah beristirahat di tempat yang dingin dan rehidrasi serta

restorasi cairan elektrolit yang cukup.

e. Heat Syncope

Kesadaran menurun secara mendadak akibat kehilangan cairan

yang berlebihan oleh pengeluaran keringat dan terjadinya hipotensi

serebri, yaitu insufisiensi aliran darah ke otak untuk sementara pada

saat berdiri, akibat terjadinya vasodilatasi pembuluh darah kulit secara


37

serentak sehingga darah menumpuk di tungkai. Biasanya terjadi pada

para pekerja yang tidak melaksanakan aklimatisasi. Penyakit ini akan

sembuh setelah beristirahat.di tempat yang dingin dan rehidrasi serta

restorasi cairan elektrolit yang cukup.

f. Heat Stroke dan Hiperpireksia

Meningkatnya suhu tubuh merupakan gangguan kesehatan

akibat bekerja di lingkungan panas yang paling serius. Gejalanya itu,

kulit memerah, kering karena tubuh tidak mampu lagi menghasilkan

keringat, suhu tubuh mungkin lebih dari 41ºC, lemah, sakit kepala,

rasa berputar, nadi cepat. Kadang-kadang timbul kejang, kesadaran

menurun sampai koma. Gejala hiperpireksia hampir sama dengan heat

stroke, tetapi pada hiperpireksia, kulit masih terasa agak basah.

Kedua kondisi ini memerlukan pertolongan secepatnya, yaitu

dengan membuka semua pakaian, menyemprot tubuh korban dengan

air dingin, mendinginkan suhu tubuh, dan meningkatkan proses

evaporasi dengan kipas angin serta membawa korban sesegera

mungkin ke rumah sakit. Heat stroke dan hiperpireksia dapat terjadi

karena tidak dilaksanakan proses aklimatisasi, kondisi tubuh yang

kurang sehat atau adanya gejala demam dan diare yang meningkat

kerentanan terhadap terjadi kondisi ini.


38

C. Tinjauan Umum Tentang Beban Kerja

1. Pengertian Beban Kerja

Beban kerja adalah volume pekerjaan yang dibebankan kepada tenaga

kerja baik berupa fisik atau mental dan menjadi tanggungjawabnya. Seorang

tenaga kerja saat melakukan pekerjaan menerima beban sebagai akibat dari

aktivitas fisik yang dilakukan. Pekerjaan yang sifatnya berat membutuhkan

istirahat yang sering dan waktu kerja yang pendek. Jika waktu kerja ditambah

maka melebihi kemampuan tenaga kerja dan dapat menimbulkan kelelahan

(Suma’mur, 2009).

Menurut Meshkati dalam Tarwaka (2010), beban kerja dapat

didefinisikan sebagai suatu perbedaan antara kapasitas atau kemampuan

pekerja dengan tuntutan pekerjaan yang harus dihadapi. Mengingat kerja

manusia bersifat mental dan fisik, maka masing-masing mempunyai tingkat

pembebanan yang berbeda-beda. Tingkat pembebanan yang terlalu tinggi

memungkinkan pemakaian energi yang berlebihan dan terjadi overstress,

sebaliknya intensitas pembebanan yang terlalu rendah memungkinkan rasa

bosan dan kejenuhan atau understress. Oleh karena itu perlu diupayakan

tingkat intensitas pembebanan yang optimum yang ada diantara kedua batas

yang ekstrim tadi dan tentunya berbeda antara individu yang satu dengan

yang lainnya.

Menurut Tarwaka (2010) dalam Hariyati (2011), beban kerja dapat

didefinisikan sebagai suatu perbedaan antara kapasitas atau kemampuan


39

pekerja dengan tuntutan pekerjaan yang harus dihadapi. Mengingat kerja

manusia bersifat mental dan fisik, maka masing-masing mempunyai tingkat

pembebanan yang berbeda-beda. Tingkat pembebanan yang terlalu tinggi

memungkinkan pemakaian energi yang berlebihan dan terjadi overstress,

sebaliknya intensitas pembebanan yang terlalu rendah memungkinkan rasa

bosan dan kejenuhan atau understress. Oleh karena itu perlu diupayakan

tingkat intensitas pembebanan yang optimum yang berada antara dua batas

ekstrim tadi dan tentunya berbeda antara individu yang satu dengan yang

lainnya.

2. Faktor Yang Mempengaruhi Beban Kerja

Menurut Nurmianto (2003) dalam Utami (2012), faktor yang

mempengaruhi beban kerja, yaitu:

a. Baban yang diperkenankan

b. Jarak angkut dan intensitas pembebanan

c. Frekuensi angkat yaitu banyaknya aktivitas angkat

d. Kemudahan untuk dijangkau oleh pekerja

e. Kondisi lingkungan kerja

f. Keterampilan bekerja

g. Tidak terkoordinasinya kelompok kerja

h. Peralatan kerja beserta keamanannya.

Beban kerja dapat mengakibatkan kelelahan, hal ini dikarenakan

semakin banyak jumlah material yang diangkat dan dipindahkan serta


40

aktifitas yang berulang dalam sehari oleh seorang tenaga kerja, maka akan

lebih cepat mengurangi ketebalan dari intervertebral disc atau elemen yang

berada diantara segmen tulang belakang dan akan dapat meningkatkan risiko

rasa nyeri pada tulang belakang.

3. Penilaian Beban Kerja Berdasarkan Denyut Nadi Kerja

Pengukuran denyut jantung selama kerja merupakan suatu metode

untuk menilai cardiovascular strain. Salah satu peralatan yang dapat

digunakan untuk menghitung denyut nadi adalah Telemetri dengan

menggunakan menggunakan rangsangan Electro Cardio Graph (ECG).

Apabila peralatan tersebut tidak tersedia, maka dapat dicatat secara manual

memakai stopwatch dengan metode 10 denyut Kilbon. Penggunaan nadi kerja

untuk menilai beban kerja mempunyai beberapa keuntungan. Selain mudah,

cepat dan murah juga tidak diperlukan peralatan yang mahal serta hasilnya

cukup reliable. Denyut nadi akan segera berubah seirama dengan perubahan

pembebanan, baik yang berasal dari pembebanan mekanik, fisika, maupun

kimia. Denyut nadi lebih mudah dan dapat digunakan untuk menghitung

indeks beban kerja (Tarwaka 2010, dalam Hariyati, 2011).


41

Tabel 2.5
Kategori Beban Kerja Berdasarkan Denyut Nadi
(dalam denyut nadi permenit)
Kategori Beban Kerja Denyut Nadi (permenit)
Ringan 75-100
Sedang 100-125
Berat 125-150
Sangat Berat 150-175
Sangat Berat Sekali > 175

Sumber: Christensen. Encyclopedia of Occupational Health and


Safety.ILO.Geneva dalam Tarwaka, 2010.

Pengukuran denyut nadi diklasifikasikan menjadi dua cara yaitu :

a. Cara langsung, yakni dilakukan pengukuran denyut nadi setelah

responden selesai melakukan pekerjaannya.

b. Cara tidak langsung, yakni saat responden selesai melakukan

pekerjaannya, beristirahat, kemudian responden disuruh untuk

melakukan aktivitas naik-turun tangga dan setelah itu diukur

denyut nadi.

Apabila peralatan tersebut tidak tersedia maka dapat dicatat secara

manual menggunakan stopwatch dengan metode antara lain :

a. Metode 10 denyut

Cara penghitungannya menggunakan rumus :

10 𝐷𝑒𝑛𝑦𝑢𝑡
Denyut Nadi (Denyut/Menit) = 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢𝑃𝑒𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑥 60
42

b. Metode 15 detik

Cara pengukuran :

1) Tempel dan tekankan (jangan terlalu keras) dengan tiga jari

(telunjuk, tengah, manis) salah satu tangan dipergelangan tangan

lain. Temukan denyut nadi.

2) Hitunglah denyut nadi selama 15 detik. Kemudian, hasilnya

dikalikan empat.

c. Metode 30 detik

Cara pengukuran:

1) Tempel dan tekankan (jangan terlalu keras) dengan tiga jari

(telunjuk, tengah, manis) salah satu tangan dipergelangan tangan

lain. Temukan denyut nadi.

2) Hitunglah denyut nadi selama 15 detik. Kemudian, hasilnya

dikalikan dua.

Pengaruh antara beban kerja dengan kelelahan kerja Bahwa

semakin berat beban kerja maka akan semakin banyak energi dan nutrisi

yang diperlukan atau dikonsumsi, sehingga kondisi fisik pekerja menurun

dan kebutuhan akan oksigen meningkat Ketika pekerja melakukan

aktivitas dengan beban kerja yang berat, jantung dirangsang sehingga

kecepatan denyut jantung dan kekuatan pemompaannya menjadi

meningkat. Jika kekurangan suplai oksigen ke otot jantung menyebabkan


43

dada sakit, Jika terus menerus kekurangan oksigen, maka akan terjadi

akumulasi yang selanjutnya metabolisme anaerobik dimana akan

menghasilkan asam laktat yang mempercepat kelelahan (Santoso, 2004).

Denyut nadi akan berubah seirama dengan perubahan

pembebanan. Berat ringannya beban kerja yang diterima oleh seorang

tenaga kerja dapat digunakan untuk menentukan berapa lama seorang

tenaga kerja dapat melakukan aktivitas pekerjaanya sesuai dengan

kemampuan dan atau kapasitas kerjanya bersangkutan. Penanganan

bahan secara manual, termasuk mengangkat beban, apabila tidak

dilakukan secara ergonomis akan lebih cepat menimbulkan kelelahan

otot pada bagian tubuh tertentu (Tarwaka, 2010).

D. Tinjauan Umum Tentang Asupan Energi

Kesehatan dan daya kerja sangat erat kaitannya dengan tingkat gizi

seseorang.Tubuh memerlukan zat-zat dari makanan untuk pemeliharaan tubuh,

perbaikan kerusakan sel dan jaringan.Zat makanan tersebut diperlukan juga

untuk bekerja dan meningkat sepadan dengan lebih beratnya pekerjaan

(Suma’mur P.K., 2009).Asupan Energi merupakan salah satu penyebab

kelelahan. Seorang tenaga kerja dengan keadaan gizi yang baik akan memiliki

kapasitas kerja dan ketahanan tubuh yang lebih baik, begitu juga sebaliknya.

Pada keadaan gizi buruk dengan beban kerja berat akan mengganggu kerja dan

menurunkan efrisiensi serta ketahanan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit


44

dan mempercepat timbulnya kelelahan (Budiono, 2003).Selama bekerja makanan

yang dibutuhkan oleh tenaga kerja adalah untuk memenuhi kebutuhan gizi

mereka terutama untuk menambah kalori ketika melakukan pekerjaan.Asupan

gizi berhubungan erat dan berpengaruh pada produktivitas dan efisiensi kerja.

Dalam melakukan pekerjaan tubuh memerlukan energi, apabila kekurangan baik

secara kualitatif maupun kuantitatif kapasitas kerja akanterganggu. Selain itu

makanan juga dibutuhkan oleh tubuh untuk melakukan proses metabolisme,

yaitu mengubah bahan makanan yang masuk ke tubuh menjadi energi yang

digunakan selama kerja fisik.

Kerja fisik adalah kerja yang membutuhkan energi fisik sebagai sumber

tenaganya pada otot manusia.Kerja fisik biasa dikonotasikan dengan kerja berat

atau kerja otot. Kerja otot yang berat akan memerlukan konsumsi energi yang

besar. Salah satu kebutuhan utama penggerak otot adalah kebutuhan oksigen

yang dibawa oleh darah ke otot untuk proses pembakaran zat yang menghasilkan

energi (Tarwaka, 2014).


45

Tabel 2.6.Tingkat (Jenis) Kerja dan Energi Kalori yang


Dihasilkan

Jenis Kerja Kegiatan BTU/jam Kkal/jam


Ringan Tidur 250 62,5
Duduk diam 400 100
Duduk, gerakan tangan ringan 450-550 112,5-137,5
(misalnya mengetik)
Duduk, gerakan tangan dan kaki 550-650 137,5-162,5
sedang (misalnya main piano,
menyetir mobil)
Berdiri, kerja ringan padamesin atau 550-650 137,5-162,5
membongkar sesuatu dengan tangan
Sedang Duduk, gerakan tangan dan kaki berat 650-750 162,5-187,5

Berdiri, kerja ringan padamesin atau 650-800 162,5-200


membongkar barang, sedikit berjalan
Berdiri, kerja sedang pada mesin atau 750-1000 187,5-250
membongkar barang, sedikit berjalan
Berjalan dengan mengangkat atau 1000-1400 250-350
mendorong beban yang beratnya
sedang
Mengangkat, mendorong, atau 1500-2000 375-500
menarik berat berulang (misalnya
mencangkul,menyekop)
Berat Kerja berat yang masih mampu 2000-2.400 500-600
dilakukan (mengangkat,mendorong,
dan menaikkan benda berat terus
menerus)

Sumber : Suma’mur PK, Soedirman (2014), Kesehatan Kerja dalam Perspektif


HIPERKES

Dalam penelitian ini untuk menentukan asupan energi tenaga kerja

yaitu dengan melakukan survei konsumsi makanan dengan metode kuantitatif.

Metode kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan yang

dikonsumsi sehingga daftar lain yang dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan

menggunakan daftar konsumsi bahan makanan (DKBM) atau daftar lain yang
46

diperlukan seperti daftar ukuran rumah tangga (URT), daftar konversi mentah-

masak (DKMM) dan daftar penyerapan minyak.

Metode kuantitatif yang digunakan yaitu dengan food recall,

dimaksudkan untuk mengukur jumlah konsumsi makanan setelah satu hari

berakhir. Prinsip dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan

jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dalam

metode recall 24 jam, responden, disuruh menceritakan semua yang dimakan dan

diminum selama 24 jam yang lalu termasuk cara memasak dan merek makanan

bila dibeli dalam bentuk kemasan. Biasanya dimulai sejak ia bangun pagi

kemarin sampai dia istirahat tidur malam harinya, atau dapat juga dimulai dari

waktu saat dilakukan wawancara mundur ke belakang sampai 24 jam penuh

(Supariasa dkk, 2001)

Jika pengukuran hanya dilakukan 1 kali (1 x 24 jam), maka data yang

diperoleh kurang refresentatif untuk menggambarkan kebiasaan makanan

individu. Oleh karena itu, recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang kali

dan harinya tidak berturut-turut (Supariasa dkk,2001). Keberhasilan recall 24

jam tergantung pada daya ingat responden. kemampuan responden

memperkirakan porsi atau berat makanan adan minuman yang di konsumsi,

tingkat motivasi responden dan kegigihan pewawancara (Moesijanti, 2011).


47

Metode recall 24 jam ini mempunyai beberapa kekurangan dan

kelebihan, sebagai berikut (Supariasa dkk, 2001)

Kelebihan metode recall 24 jam:

1. Mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebaniresponden.

2. Biaya relatif murah, karena tidak memerlukan peralatan khusus dan

tempatyang luas untuk wawancara.

3. Cepat, sehingga dapat mencakup banyakresponden.

4. Dapat digunakan untuk responden yang butahuruf.

5. Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi

individu sehingga dapat dihitung intake zat gizisehari.

Kekurangan metode recall 24 jam:

1. Tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari, bila hanya

dilakukan recall satu hari.

2. Ketepatan sangat tergantung pada daya ingat responden. Oleh karena itu

responden harus mempunyai daya ingat yang baik, sehingga metode ini

tidak cocok dilakukan pada anak usia di bawah 7 tahun, orang tua

berusia di atas 70 tahun dan orang yang hilang ingatan atau orang

yangpelupa.

3. The flat slope syndrome, yaitu kecenderungan bagi responden yang

kurus untuk melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate) dan

bagi responden gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (under

estimate).
48

4. Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan terampil dalam

menggunakan alat-alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang dipakai

menurut kebiasaan masyarakat. Pewawancara harus dilatih untuk dapat

secara tepat menanyakan apa-apa yang dimakan oleh responden, dan

mengenal cara-cara pengolahan makanan serta pola pangan daerah yang

akan diteliti secaraumum.

5. Responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan dari

penelitian.

6. Untuk dapat gambaran konsumsi makanan sehari-hari recall jagan

dilakukan pada saat panen, hari pasar, hari akhir pecan, pada saat

melakukan upacara-upacara keagamaan, selamatan danlain-lain.

Keberhasilan recall 24 jam tergantung pada daya ingat

responden. kemampuan responden memperkirakan porsi atau berat

makanan dan minuman yang di konsumsi, tingkat motivasi responden dan

kegigihan pewawancara (Moesijanti, 2011).

Langkah-langkah dalam melakukan food recall adalah

sebagaiberikut:

1. Pewawancara menanyakan kembali dan mencatat semua makanan

dan minuman yang dikonsumsi responden dalam ukuran rumah

tangga responden mengingat apa yang dimakan, perlu diberi

penjelasan waktu kegiatannya sepertu waktu baru bangun, setelah


49

sembahyang, pulang dari bekerja, sesudah tidur siang dan

sebagainnya. Selain dari makanan utama, makanan kecil atau jajan

juga dicatat. Termasuk makanan yang dimakan di luar rumah seperti

restoran, di kantor, di rumah teman atau saudara. Untuk masyarakat

perkotaan konsumsi tablet yang mengandung vitamin dan mineral

juga dicatat serta adanya pemberian tablet besi atau kapsul vitamin A.

Petugas melakukan konversi dari URT ke dalam ukuran berat (gram).

Dalam memperkirakan ke dalam ukuran berat (gram) pewawancara

menggunakan alat bantu seperti contoh ukuran rumah tangga (piring,

gelas, sendok dan lain-lain) atau model dari makanan ( food model).

Makanan yang dikonsumsi dapat dihitung dengan alat bantu ini atau

dengan menimbang langsung contoh makanan yang akan di makan

berikut informasi makananjadi.

2. Menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan

daftar komposisi bahan makanan (DKBM). Analisis zat gizi makanan

ini juga dapat menggunakan software nutrisurvey untuk

mempermudah perhitungan yang kemudian di bandingkan dengan

kebutuhan energi berdasarkan angka metabolisme basal, tingkat

aktivitas fisik dan SDA (Specific Dynamic Action) (Cornelia, dkk,

2015).
50

Menghitung perkiraan BMR seseorang digunakan berat badan

sebenarnya.Secara umum BMR wanita adalah 0.5 kkal/kg BB/jam

dan untuk laki-lakiadalah 1.0 kkal/kg BB/ jam.

BMR = 1 atau 0.9 x BB sebenarnya x 24

Selain BMR, kebutuhan energi dipengaruhi oleh tingkat

aktivitas dan Specific Synamic Action (SDA), aktivitas tubuh pada

umumnya dikelompokkan menjadi empat yaitu sebagai berikut.

1. Aktivitas sangat ringan = 20% xBMR

2. Aktivitas ringan = 30% xBM

3. Aktivitas sedang = 40% x BMR Aktivitas berat = 50% xBMR

Adapun penggolongan pekerjaan menurut WHO, meliputi kerja

ringan yaitu jenis pekerjaan di kantor, dokter, perawat, guru dan

pekerjaan rumah tangga (dengan menggunakan mesin). Kerja sedang

adalah jenis pekerjaan pada industri ringan, mahasiswa, buruh

bangunan, petani, kerja di toko dan pekerjaan rumah tangga (tanpa

menggunakan mesin).Kerja berat adalah jenis pekerjaan petani tanpa

mesin, kuli angkat dan angkut, pekerja tambang, tukang kayu tanpa

mesin, tukang besi, penari dan atlit.

SDA dari intake makanan adalah pengeluaran energi dari efek


51

makanan, yaitu 10% dari total energi makanan.

Kebutuhan energi total = BMR + Tingkat aktivitas + SDA

Menurut (WKNPG, 2004), setelah dilakukan pengambilan data recall

24 jam serta dianalisis menggunakan program NutriSurvey. Hasil analisis

rata-rata asupan energy dan protein kemudian dibandingkan dengan Angka

Kecukupan Gizi (AKG) 2013 individu dan dikalikan 100% maka didapatkan

persen tingkat konsumsi energi dan protein berbentuk rasio. Data asupan

energi dan protein dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu kurang (<80%),

baik (80-100%) dan lebih (>110%).

E. Tinjauan Umum Tentang Masa Kerja

Masa kerja adalah waktu yang dihitung berdasarkan tahun pertama bekerja

hingga saat penelitian dilakukan dihitung dalam tahun.Semakin lama masa kerja

seseorang maka semakin tinggi juga tingkat kelelahan, karena semakin lama

bekerja menimbulkan perasaan jenuh akibat kerja monoton akan berpengaruh

terhadap tingkat kelelahan yang dialami (Setyawati, 2010).

Masa kerja merupakan akumulasi waktu dimana pekerja telah menjalani

pekerjaan tersebut. Semakin banyak informasi yang kita simpan, semakin banyak

keterampilan yang kita pelajari, akan semakin banyak hal yang kita kerjakan.

Masa kerja dapat mempengaruhi pekerja baik positif maupun negatif. Akan

memberikan pengaruh positif bila semakin lama seseorang bekerja maka akan
52

berpengalaman dalam melakukan pekerjaannya. Sebaliknya, akan memberikan

pengaruh negatif apabila semakin lama bekerja akan menimbulkan kelelahan dan

rasa bosan (Melati, 2010).

Secara garis besar masa kerja dapat dikategorikan menjadi 3 (

Bodiono,2003), yaitu:

1. Masa kerja < 6 tahun

2. Masa kerja 6-10 tahun.

3. Masa kerja > 10 tahun.

F. Tinjauan Umum Tantang Proses Pembuatan Gula

Menurut Nurizzati dalam Wahyuni (2007) proses produksi gula pasir

melalui enam tahapan atau stasiun yaitu :

1. Stasiun penggilingan

Pada stasiun penggilingan tebu dimasukan ke dalam mesin

penggilingan dari mesin akan dihasilkan nira perahan pertama dan ampas

tebu. Nira perahan pertama lalu dimasukan ke gilingan II, III, dan IV.Pada

gilingan IV ditambahkan air imbibisi untuk digunakan dalam mesin giling

III, dan dari gilingan III ke gilingan II. Pemberian air imbibisi pada

pemerahan tebu bertujuan untuk menekan kadar gula yang ada dalam

ampas. Nira yang diperoleh dari mesin gilingan I dan II dinamakan nira

mentah.Ampas yang dihasilkan digunakan sebagai bahan bakar pada ketel

uap yang merupakan pusat penggerak dari mesin-mesin yang ada di dalam
53

pabrik.Jadi tujuan stasiun pengilingan adalah memisahkan nira tebu dari

sabut dan menekan kehilangan gula dalam ampas sekecil-kecilnya.

2. Stasiun pemurnian

Stasiun pemurnian bertujuan untuk memisahkan kotoran terlarut,

kolodial, dan bukan gula dalam nira yang dihasilkan di stasiun

penggilingan.Pada stasiun penggilingan dihasilkan nira yang mengandung

gula dan kotoran.Nira tersebut berwarna hitam kecoklatan.Untuk

menghilangkan kotoran tersebut digunakan kapur sebagai bahan

pengendap. Nira mentah tersebut ditambahkan susu kapur., kemudian

dipanaskan pada suhu 70-75○C yang merupakan pemanasan I (PPI). PP I

dilakukan dengan tujuan membunuh mikroorganisme yang terdapat di

dalam wadah. Kemudian nira mentah ditambah belerang dan dipanaskan

kembali (PP II) dengan suhu 100-105○C untuk menyempurnakan proses

reaksi dan memperbaiki proses pengendapan. Nira mentah tersulfitir ini

ditambah bahan pengendap seperti superflock sampai nira kotor dan nira

jernih terpisah.Sehingga hasil dari tahap pemurnian ini adalah nira bersih

dan nira kotor.Nira kotor kemudian dimasukkan dalam saringan hampa

sampai didapatkan blotong dan nira tapisan. Blotong dimanfaatkan sebagai

pupuk organik, sedangkan nira tapisan dimasukan lagi pada nira mentah

tersulfitir guna mengalami proses lebih lanjut.


54

3. Stasiun penguapan

Stasiun penguapan bertujuan untuk menguapakan sebagian air yang

terkandung dalam nira encer pada suhu 100-105○C sehingga didapatkan

nira kental yang mempunyai konsentrasi tertentu dan uap nira penguapan

dilakukan suatu evaporator.

4. Stasiun Kristalisasi

Kristalisasi merupakan proses mendapatkan kristal gula sebanyak-

banyaknya secara mudah, sederhana dan ekonomis dari suatu larutan yang

mengandung sakarosa. Nira kental mengalami proses kristalisasi pada tiga

tingkat masakan yaitu masakan A, B dan C. Masakan A yaitu

mengkristalkan sukrosa dari nira kental sampai ukuran tertentu dengan bibit

gula C2. Masakan B yaitu mengkristalkan sukrosa dari stroop B dan Klare

C dengan bibit fondant (bubuk gula).Masakan A dan B tidak mengalami

pendinginan untuk kemudian dimasukan pada saringan berputar guna

memisahkan gula dan tetes.Sedangkan masakan C didinginkan selama 24

jam untuk kemudian diamsukan pada saringan berputar guna memisahkan

gul adan tetes. Dari masakan A dihasilakn gula A dan tetes A, masakan B

berupa gula B dan tetes B, serta masakan C berupa gula C dan tetes C.

Proses kristalisasi juga menghasilkan uap nira. Uap nira ini ditambahkan

dengan air injeksi (air pengembun) yang menghasilkan air jatuhan.Air

jatuhan tersebut digunakan untuk mengairi lahan pertanian (tebu dan

palawija).Air jatuhan ditambah air sungai kembali menjadi air injeksi.


55

5. Stasiun pemutaran

Stasiun pemutaran bertujuan untuk memisahkan kristal gula dari

larutan induknya (molase) dengan menggunakan prinsip sentrifugal. Jika

dilakuakan pemutaran dalam sentrifus.Terdapat perbedaan antar

masakan.Kristal yang berasal dari masakan A, harkat kemurniaannya

tinggi, dilapisi oleh larutan induk yang sangat tipis dan berwarna

muda.Sebaliknya masakan C, kristalnya dilapisi oleh lapisan larutan induk

yang tebaldan berwarna kecoklatan. Lapisan yang menempel pada kedua

kristal ini tidak akan lepas walaupun tenaga sentrifugal diperbesar. Cara

untuk mengurangi tebal tipisnya lapisan larutan induk yang menempel pada

kristal adalah dengan pencucian setelah pemusingan kering.

6. Stasiun penyelesaian

Pada stasiun pemutaran gula sifatnya masih dianggap lembab atau

kadar airnya tinggi sehingga perlu dikeringkan sebelum disimpan.

Pengeringan yang dilakukan pada gula hampir sama dengan butiran

lainnya. Perbedaanya adalah bahwa air yang diuapkan hanya terdapat pada

permukaan kristal tergantung pada tebal tipisnya lapisan, cara pengolahan,

dan komposisi kimia lapisan. Setelah kering, gula disaring untuk

memisahkan gula halus, kasar dan normal. Gula normal mempunyai ukuran

kristal antara 0,6 – 1,05 mm yang digunakan sebagai gula produk (gula

yang diperdagangkan). Kristal halus dan kasar dipisahkan dan dilebur untuk

diolah kembali. Gula kemudian dikarungkan dan disimpan untuk dijual


56

G. Kerangka Teori

Berikut adalah bagan kerangka teori yang diadaptasi dari Suma’mur

(2009), Tarwaka (2010) dan Russeng (2011):

Gambar 2.1
Kerangka Teori

FaktorIndividu Faktor Pekerjaan Faktor Ling Kerja

Umur Beban kerja Getaran

Jenis kelamin Masa kerja Kebisingan

Asupan Energi Lama kerja Pencahayaan

Status kesehatan Shift kerja Iklim kerja (Tekanan


Panas)

Kelelahan Kerja
kel

Sumber : Suma’mur (2009), Tarwaka (2010) dan Russeng (2011)


57

H. Batasan Penelitian

Pembahasan Batasan Masalah dalam penelitian ini bertujuan untuk

membatasi pembahasan pada pokok permasalahan penelitian saja.Ruang lingkup

menentukan konsep utama dari permasalahan sehingga masalah-masalah dalam

penelitian dapat dimengerti dengan mudah dan baik.

Berikut alasan peneliti membatasi variabel penelitian :

1. Urgensi penelitian

Peneliti mengurutkan berdasarkan masalah prioritas masalah yang

ada di PT Makassar Te’ne yang berhubungan dengan faktor penyebab

kelelahan kerja

2. Waktu

Dalam hal ini peneliti mendapatkan keterbatasan waktu atau

diberikan oleh pihak PT Makassar waktu selama 1 bulan

3. Realistis

Berdasarkan observasi awal peneliti menemukan bahwa jika

beberapa variabel diteliti maka hasilnya akan homogen atau tidak

bervariasi

4 Keterbatasan Finansial

Dalam hal imi peneliti memiliki keterbatasan finnansial dalam hal

pengadaan alat ukur variabel lainnya.


58

Oleh sebab itu peneliti membatasi variabel penelitian dan mengambil

variabel berupa ;

a. Kelelahan kerja

b. Iklim kerja panas

c. Beban kerja

d. Asupan energi

e. Masa kerja
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti

Kelelahan menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu,

tetapi semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas

kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 2004). Faktor yang mempengaruhi

kelelahan pekerja yaitu: lingkungan kerja, beban kerja, umur pekerja, status gizi,

masa kerja dan lama kerja. Secara sistematis uraian variabel berdasarkan tujuan

penelitian sebagai berikut:

1. Kelelahan kerja

Kelelahan kerja merupakan menurunnya proses efisiensi, performa

kerja dan berkurangnya kekuatan/ketahanan fisik tubuh untuk terus

melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan (Wignjosoebroto, 2000 dalam

Hariyati, 2011). Kelelahan yang dibiarkan terus menerus tanpa penanganan

yang baik akan menyebabkan kelelahan kronis dan berpengaruh langsung pada

derajat kesehatan pekerja serta produktivitas pekerja yang bersangkutan.

Kelelahan kerja kerap kali kurang diperhatikan pada industri kecil atau industri

informal padahal faktor kelelahan ini berdampak besar terhadap produktivitas

suatu industri.

2. Iklim Kerja Panas

Iklim kerja panas adalah salah satu bagian dari ingkungan kerja yang

dapat berpengaruh terhadap kelelahan kerja semakin panas iklim kerja

59
60

disekitar ruang kerja seseorang maka akan semakin berpengaruh terhadap

tingkat kelelahan seseorang, Ikim kerja yang terlalu panas dapat menyebabkan

meningkatnya pengeluaran cairan melalui keringat dan apabila terpapar dalam

waktu yang cukup lama dapat menyebabkan seseorang menjadi kelelahan

3. Beban kerja

Beban kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam menerima

pekerjaan.Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima

seseorang harus sesuai dan seimbang terhadap kemampuan fisik maupun

psikologis pekerja yang menerima beban kerja tersebut.

Beban kerja dapat didefinisikan sebagai suatu perbedaan antara

kapasitas atau kemampuan pekerja dengan tuntutan pekerjaan yang harus

dihadapi.Mengingat kerja manusia bersifat mental dan fisik, maka masing-

masing mempunyai tingkat pembebanan yang berbeda-beda. Pengukuran beban

kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dengan mengukur denyut nadi

selama bekerja, denyut nadi akan segera berubah senada seirama dengan

perubahan pembebanan, baik yang berasal dari pembebanan mekanik, fisika

maupun kimia Tingkat pembebanan yang terlalu tinggi memungkinkan

pemakaian energi yang berlebihan akan menyebabkan kelelahan. Oleh karena

itu perlu diupayakan tingkat intensitas pembebanan yang optimum yang ada

diantara kedua batas yang ekstrim tadi dan tentunya berbeda antara individu

yang satu dengan yang lainnya (Tarwaka, 2010).


61

4. Asupan Energi

Kekurangan gizi yang biasanya dialami oleh pekerja dapat

menyebabkan pekerja untuk lebih mudah merasa letih dan menurunkan daya

kekebalan tubuh yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.

Oleh karena status gizi seseorang dapat mempengaruhi kecepatan kerja

mental dan fisik. Semakin baik gizi pekerja maka kapasitas kerjanya akan

semakin baik sehingga dapat meningkatkan performa dalam bekerja dan

produktivitas kerja memuaskan (Ayu, 2012).

Dalam penelitian ini Asupan Energi pekerja diukur menggunakan

teknik FR 24 jam yang dilaksanakan 2x yaitu 1 hari untuk mewakili hari kerja

dan 1 hari untuk mewakili hari libur, melalui prosedur mencatat semua jenis

makanan yang dikomsumsi oleh responden selama 24 jam sebelumnya

sehingga dapat terlihat pola konsumsi responden.

5. Masa kerja

Menurut Sedarmayanti (1996) dalam Umyati (2009), masa kerja

adalah salah satu faktor yang termasuk ke dalam komponen ilmu kesehatan

kerja. Pekerjaan fisik yang dilakukan secara kontinyu dalam jangka waktu

yang lama akan berpengaruh terhadap mekanisme dalam tubuh (sistem

peredaran darah, pencernaan, otot, syaraf, dan pernafasan). Dalam keadaan

ini kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk sisa dalam otot dan

peredaran darah dimana produk sisa ini bersifat membatasi kelangsungan

kegiatan otot yang berdampak kepada kelelahan kerja


62

A. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 2.2
Kerangka Konsep Penelitian

Iklim Kerja
Panas

Beban Kerja

Kelelahan
Asupan Energi Kerja

Masa Kerja

Keterangan:

: :Variabel independen

: Variabel dependen

: Arah hubungan

B. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Kelelahan

Kelelahan kerja yang akan diukur dalam penelitian ini adalah

kelelahan fisik yang dirasakan oleh responden yang diukur setelah buruh
63

selesai bekerja dengan menggunakan alat Reaction timer, dalam satuan

kelelahan milidetik.

Kriteria objektif :

a. Tidak lelah : angka waktu reaksi <240,0 milidetik

b. Lelah : angka waktu reaksi ≥ 240,0 milidetik

(Setyawaty, 2006)

2. Iklim Kerja Panas

Iklim kerja yang diukur adalah berupa iklim kerja panas. Iklim kerja

panas adalah perpaduan antara suhu,kelembaban, kecepatan udara dan panas

radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja akibat

pekerjaannya.Iklim panas yang ada di tempat kerja diukur dengan

pengukuran ISBB. Nilai ambang batas yang terdapat dibagian produksi

adalah 29,0 dikarenakan bagian produksi tergolong kedalam pengaturan

waktu setiap jam kerja 50%-75% dan termasuk dalam beban kerja sedang.

Pengukuran iklim kerja panas dilakukan pada 5 titik dimana pekerja paling

sering berada saat bekerja yang diakukan pada saat pagi dan siang hari.

Kriteria Objektif :

a.Normal : hasil pengukuran suhu ≤ 29,0

b. Tidak Normal : hasil pengukuran suhu > 29,0

(PER.13/MEN/X/2011)
64

3. Beban Kerja

Beban kerja adalah tingkat beban kerja atau beban yang diterima

pekerjadalam melaksanakan pekerjaannya yang diperoleh dengan mengukur

denyut nadi menggunakan stopwatch dalam satuan denyut/menit. Denyut

nadi diukur pada saat 30 menit sebelum bekerja dan 30 menit setelahburuh

bekerja. Adapun cara menghitung denyut nadi kerja dengan menggunakan 10

denyut adalah sebagai berikut :

10 denyut
Denyut Nadi kerja = x 60 = …denyut/menit
waktu perhitungan

Kriteria Objektif :

a. Beban kerja ringan : < 100 denyut/menit

b. Beban kerja berat : ≥ 100 denyut/menit

(Tarwaka, 2010)

4. Asupan Energi

Asupan energidalam penelitian ini adalah kondisi kecukupan energi

kalori pada pekerja bidang produksiyang di ukur dengan melakukan survey

konsumsi makanan dengan metode food recall 24 jam, dilakukan dengan

mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24

jam yang lalu untuk melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.

Kriteriaobjektif:

a. Tidak memenuhi: jika < 80 % total energi yang dibutuhkan

b. Memenuhi : jika ≥ 80 % Total energi yang dibutuhkan.


65

(WKNPG, 2004)

5. Masa Kerja

Masa kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah waktu bekerja

buruh yang dihitung pada saat pekerja mulai bekerja sampai dengan

penelitian ini dilakukan dalam satuan tahun.

Kriteria objektif :

a. Baru : Jika pekerja bekerja selama < 3 tahun

b. Lama : Jika pekerja bekerja selama ≥ 3 tahun

(UU Tenaga Kerja No.13 Tahun 2003)

C. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis Nol (Ho)

a. Tidak ada hubungan Iklim kerja panas dengan kelelahan kerja pada

pekerja pabrik gula PT Makassar Tene Tahun 2018 Bagian Produksi

b. Tidak ada hubungan beban kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja

pabrik gula PT Makassar Tene Tahun 2018 Bagian Produksi

c. Tidak ada hubungan Asupan Energi dengan kelelahan kerja pada pekerja

pabrik la PT Makassar Tene Tahun 2018 Bagian Produksi

d. Tidak ada hubungan masa kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja

pabrik gula PT Makassar Tene Tahun 2018 Bagian Produksi


66

2. Hipotesis Alternatif (Ha)

f. Ada hubungan iklim kerja panas dengan kelelahan kerja pada pekerja

pabrik gula PT Makassar Tene Bagian Produksi

g. Ada hubungan beban kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja pabrik

gula PT Makassar Tene Bagian Produksi

h. Ada hubungan Asupan Energidengan kelelahan kerja pada pekerja pabrik

gula PT Makassar Tene Bagian Produksi

i. Ada hubungan masa kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja pabrik gula

PT Makassar Tene Bagian Produksi


BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional

analitik dengan pendekatan cross sectional yangbertujuan untuk melihat

hubungan variabel independen terhadap variabel dependen yaitu faktor iklim

kerja panas, beban kerja, asupan energi dan masa kerja dengan kelelahan kerja

pada pekerja pabrik gula PT Makassar Tene Bagian Produksi

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Maret

2018.Lokasipenelitian dilaksanakan padabagian Produksi pada Pabrik Gula PT

Makassar Tene.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pekerja yang bekerja pada

bagian produksi yaitu sebanyak 145 orang dengan sampel minimal sebanyak 37

orang

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang dianggap mewakili

populasi. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan

purposive sampling dengan pertimbangan beberapa kriteria yaitu berupa

pekerja yang berada pada bagian produksi dan yang datang

67
68

pada hari senin hingga jum’at pada area smoking. Perhitungan besar sampel

minimal dalam penelitian ini ditentukan menggunakan rumus Lemeshow

(1997) sebagai berikut:


𝑎
𝑧 2 1 − 2 𝑃(1 − 𝑝)𝑁
𝑛= 𝑎
𝐷2 (𝑁 − 1) + 𝑧 2 1 − 2 𝑃(1 − 𝑝)

Keterangan :

n = besar sampel

N = populasi

P = proporsi untuk sifat tertentu yang diperkirakan terjadi padapopulasi.

Untuk proporsi tertentu yang tidak diketahui, makabesarnya p yang

digunakan adalah 50% (0,5).


𝑎
𝑧 2 1 − 2= standar deviasi dengan derajat kepercayaan 95% = 1,96

𝐷 = tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,1)

Berdasarkan rumus tersebut, maka besar sampel untuk penelitian ini

sebagai berikut:
𝑎
𝑍 2 1 − 2 𝑃(1 − 𝑃)𝑁
𝑛= 𝑎
𝑑2 (𝑁 − 1) + 𝑍 2 1 − 2 𝑃(1 − 𝑃)

1,96 . 0,5(1−0,5)145
n = 0,12 (145−1) +1,96 . 0,5(1−0,5)

71,05
n= 1,93

n = 36,8 37
69

Jadi besar sampel yang akan digunakan pada penelitian ini adalah 37

responden. Untuk pengukuran iklim kerja panas dipiih 5 titik pengukuran

dianggap menjadi intrepetasi titik dari seluruh lingkungan.kerja

D. Pengumpulan Data

1. Data Primer

a. Data primer tentang kelelahan kerja diperoleh melalui pengukuran

langsung di lokasi penelitian yang diukur dengan alat Reaction Timer.

Reaction Timer L77 Lakassidayamerupakan alat untuk mengukur tingkat

kelelahan berdasarkankecepatan waktu reaksi terhadap rangsang cahaya.

Prinsip kerja dari alat ini adalahmemberikan rangsang tunggal berupa

signal cahaya atau lampu yang kemudian diresponsecepatnya oleh tenaga

kerja, kemudian dapat dihitung waktu reaksi tenaga kerja berdasarkan

waktu yang dibutuhkan untuk merespon signal tersebut. Cara

penggunaan alat waktu reaksi (Reaction Timer) yaitu:

a. Alat dihubungkan dengan sumber listrik atau baterry.

b. Alat dihidupkan dengan menekan tombol on atau off pada on

(hidup).

c. Reset angka penampilan sehingga menunjukkan angka “0,000”

dengan menekan tombol “nol”.

d. Dipilih rangsang cahaya dengan menekan tombol “cahaya”.


70

e. Subjek yang akan diperiksa diminta menekan tombol subjek dan

diminta secepatnya menekan tombol setelah melihat cahaya dari

sumber rangsang (lampu).

f. Untuk memberi rangsang, pemeriksa menekan tombol “mulai”.

g. Setelah diberi rangsang subjek menekan tombol maka pada layar

kecil akan menunjukkan angka waktu reaksi dengan satuan

“millidetik”.

h. Pemeriksaan dilakukan sebanyak 20 kali.

i. Data yang dianalisa (diambil rata-rata dari pengukuran ke-6 sampai

ke-15)

j. Catat keseluruhan hasil pada formulir. Setelah selesai pemeriksaan

alat dimatikan dengan menekan tombol “on atau off” pada off dan

lepaskan alat dari sumber listrik atau baterry.

b. Data Primer tentang Iklim Kerja Panas diperoleh melalui pengukuran

suhu ruangan dapur dengan menggunakan HSM(Heat Stress Monitor)

tipe Wibget RSS-214.Langkah kerja HSM (Heat Stress

Monitor)sebagai berikut:

1) Sebelum Heat Stress Monitor diaktifkan, terlebih dahulu dimasukkan

gabus yang telah dibasahi dengan deminelazier dan Aquades sebanyak

1 sendok teh terlebih dahulu pada pengukur suhu basah alami (natural

wet bulb).
71

2) Setelah itu, pengukur suhu kering, pengukur suhu basah alami dan

pengukur suhu bola (radiasi) dipasang pada heat stress monitor.

Ketiga alat ini dipasang secara bersamaan dan dapat pula secara satu

per satu.

3) Tekan tombol power untuk mengaktifkan heat stress monitor dan

tunggu sampai normal (±5 menit).

4) Nilai yang ditunjukkan oleh monitor kemudian dicatat dan diolah

dengan menggunakan rumus untuk menentukan nilai ISBB

5) Setelah melakukan pengukuran tekan kembali tombol power untuk

smenonaktifkan heat stress monitor.

c. Data primer tentang beban kerja diperoleh melalui pengukuran langsung di

lokasi penelitian yaitu dengan mengukur denyut nadi pekerja serta

menggunakan stopwatch untuk mengukur waktu denyut nadi pekerja.

Untuk mengukur beban kerja, alat yang digunakan yaitu stopwatch.

Stopwatch adalah alat untuk mengukur waktu denyut nadi berdenyut

selama 10 denyut dalam satuan detik. Cara pengukurannya yaitu:

1) Lihat dan aturlah posisi jarum pada posisi “0”.

2) Tekan tombol “on/off ” untuk memulai perhitungan.

3) Tekan tombol “on/off ” untuk menghentikan perhitungan.

4) Tekan tombol “on/off ” 2 kali untuk mereset keposisi awal untuk

memulai perhitungan baru.


72

5) Dilakukan sebanyak 5 kali sebelum dan sesudah bekerja kemudian

diambil nilai rata-rata.

d. Data primer tentang asupan energi diperoleh melalui wawancara dengan

mengunakan FR 24 jam yang dilaksanakan 2x yaitu 1 hari untuk

mewakili hari kerja dan 1 hari untuk mewakili hari libur, melalui

prosedur mencatat semua jenis makanan yang dikomsumsi oleh

responden selama 24 jam sebelumnya. Semua makanan yang telah

dicatat dikonversi ke dalam ukuran gram untuk memudahkan

pengolahandata.

e. Data primer tentang masa kerja melalui wawancara dengan

menggunakan kuesioner.

2. Data Sekunder untuk penelitian ini diperoleh melalui pengumpulan data

yang diperoleh dari Pihak perusahaan PT Makassar Tene.

E. Pengolahan dan Penyajian Data

Tahap pengolahan data adalah sebagai berikut:

1. Mengkode data (data coding)

Sebelum dimasukkan ke komputer, setiap variabel yang telah diteliti diberi

kode untuk memudahkan dalam pengolahan selanjutnya.

2. Menyunting data (data editing)

Data yang telah dikumpulkan diperiksa kelengkapannya terlebih dahulu,

yaitu kelengkapan jawaban kuesioner, konsistensi atas jawaban dan


73

kesalahan jawaban pada kuesioner. Data ini merupakan data input utama

untuk penelitian ini.

3. Memasukkan data (data entry)

Setelah dilakukan penyuntingan data, kemudian memasukkan data dari hasil

kuesioner yang sudah di berikan kode pada masing-masing variabel. Setelah

itu dilakukan analisis data dengan memasukan data-data tersebut dengan

software statistik untuk dilakukan analisis univariat, bivariat (untuk

mengetahui variabel yang berhubungan) dan multivariat.

4. Membersihkan data (data cleaning)

Tahap terakhir yaitu pengecekkan kembali data yang telah dimasukkan

untuk memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan

demikian data tersebut telah siap untuk dianalis.

5. Penyajian Data

Penyajian data yang telah dianalisis sesuai penelitian, kemudian disajikan

dalam bentuk tabel dan narasi untuk diinterpretasi dan dibahas secara jelas.

F. Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan persentase

darisetiap variabel independen (iklim kerja panas, beban kerja, asupan

energidan masa kerja) dan variabeldependen (kelelahan kerja) yang

dikehendaki dari tabel distribusi.


74

2. Analisis Bivariat

Analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen

dandependen dengan melakukan ujiChi Square.Ujiuntuk

menghubungkanvariabel kategorik. Variabel yang termasuk pada ujiChi

Squareyaitufaktor iklim kerja panas, beban kerja, asupan energi dan masa

kerja dihubungkan dengan variabelkelelahan.

Persamaan Chi Square:

(𝑂 − 𝐸)2
𝑋2 = ∑
𝐸

Keterangan :

X2 = Nilai Chi Square

O = Observed (nilai observasi)

E = Expected (nilai harapan)

Untuk melihat hubungan antara variabel independen dan variabel

dependen jika tidak ada nilai E yang kurang dari 5 dipergunakan Chi-Square

dengan Yates’s Corection menggunakan tabel kontigensi 2x2 dengan rumus:

Tabel 4.1
Contoh Tabel Kontingensi 2x2
Tingkat Pengaruh Jumlah
Kategori
Berpengaruh Tidak Berpengaruh Sampel
Kategori 1 a b a+b
Kategori 2 c d c+d
Total a+c b+d N
Sumber: Sugiyono, 2009.
75

n( ad  bc  n ) 2
X2  2
a  b a  c b  d c  d 

Jika terdapat sel yang mempunyai nilai E kurang dari 5 maka mengunakan Fisher

Test dengan rumus:

(a  b)!(c  d )!(a  c)!(b  d )!



n!a!b!c!d!

Interpretasi: H0 ditolak bila p< 0,05 dan Ha diterima


BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bagian produksi PT Makassar Te’ne

kota Makassar. Pengumpulan data dimulai pada tanggal 23 Februari hingga

sampai 9 Maret 2018 terhadap 40 responden pekerja pada bagian produksi

perusahaan sebagai sampel yang diambil dengan cara tekhnik purposive sampling

dengan pertimbangan beberapa kriteriayaitu seperti sampel yang diambil harus

pekerja dari bagian produksi serta pekerja yang datang ke tempat smoking area

setiap hari senin hingga jumat.

Pengumpulan data dan informasi diperoleh dengan wawancara langsung

menggunakan kuesioner kepada responden untuk mengetahui data asupan energi

dan masa kerja. Selanjutnya dilakukan pengukuran lingkungan kerja panas

dengan menggunakan alat heat stress monitor serta menggunakan alat reaction

timer dan stopwatch untuk mengukur kelelahan kerja dan beban kerja pada 40

responden yang bekerja pada bagian produksi.

Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakanprogram

SPSS komputer dan data disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi

silang (crosstab) sesuai dengan tujuan penelitian dan disertai narasi sebagai

penjelasan tabel. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh

jumlah responden sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu 40 responden.

76
76

Adapun hasil penelitian disajikan dalam tabel dan narasi

1. Hasil Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk menganalisis setiap variabel secara

deskriptif. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik setiap

variabel

a. Karakteristik Responden

Karakteristik responden merupakan ciri khas yang melekat pada diri

responden. Dalam penelitian ini, karakteristik responden yang

ditampilkan adalah kelompok umur dan tingkat pendidikan terakhir.

1) Distribusi Responden berdasarkan Kelompok Umur

Penyajian umur responden dikelompokkan ke dalam beberapa

kelompok umur seperti yang ditunjukan pada distribusi tabel berikut

ini :

Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur pada
Pekerja Pabrik Gula PT Makassar Te’ne Kota Makassar
Kelompok Umur Responden
(Tahun) Jumlah (n) Persentase (%)
17-25 2 5
26-35 26 65
36-45 8 20
46-55 4 10
Total 40 100
Sumber : Data Primer, 2018

Tabel 5.1 menunjukan bahwa dari 40 responden, kelompok

umur terbanyak terdapat pada kelompok umur berkisar antara 26-35


77

tahun yaitu sebanyak 26 orang atau sebesar 65% sedangkan kelompok

umur paling sedikit jumlahnya adalah kelompok umur 17-25 yaitu

sebanyak 2 orang atau sebesar 5%

2) Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Tabel 5.2
Distribusi RespondenBerdasarkan Kelompok Pendidikan Terakhir
pada Pekerja Pabrik Gula PT Makassar Te’neKota Makassar
Kelompok Responden
Pendidikan Terakhir Jumlah (n) Persentase (%)
SMP/ Sederajat 2 5
SMA/ Sederajat 32 80
S1 6 15
Total 40 100
Sumber : Data Primer, 2018

Tabel 5.2 menunjukan bahwa dari 40 responden, tingkat

pendidikan responden terbanyak adalah tingkat SMA/ sederajat yaitu

sebanyak 32 orang atau sebanyak 80% dan terendah adalah SMP/

sederajat sebanyak 2 atau sebesar 5%.

b. Iklim Kerja Panas

Penyajian data iklim kerja panas dibagi menjadi2 kelompok yaitu

dikategorikan normal apabila didapatkan hasil pengukuran ≤ 29 ̊ Cdan

dikategorikan tidak normal apabila didapatkan hasil pengukuran >29 ̊ C.


78

Databerdasarkan distribusi responden menurut iklim kerja panas

dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Iklim Kerja Panas pada Pekerja
Pabrik Gula PT Makassar Te’ne Kota Makassar

Responden
Iklim Kerja
Jumlah (n) Persen (%)

Tidak Normal 27 67,5

Normal 13 32,5

Total 40 100

Sumber : Data Primer, 2018

Hasil penelitian pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa pekerja yang

berada pada iklim kerjatidak normal lebih banyak daripada pekerja

dengan iklim kerja normal. Pekerja dengan iklim kerja normal sebanyak

13 orang (32,5%) sedangkan pekerja dengan iklim kerja tidak normal

sebanyak 27 orang (67,5%).

c. Beban Kerja

Penyajian data beban kerja dibagi menjadi 2 kategori yaitu

dikategorikan ringan apabila hasil pengukuran <100 denyut/menit serta

dikategorikan berat apabila hasil pengukuran ≥100

denyut/menitberdasarkan distribusi responden menurut beban kerja dapat

dilihat pada tabel berikut.


79

Tabel 5.4
Distribusi Responden Berdasarkan Beban KerjaPada Pekerja
Pabrik Gula PT Makassar Te’ne Kota Makassar

Frekuensi
Beban Kerja
Jumlah (n) Persen (%)
Berat 24 60

Ringan 16 40

Jumlah 40 100
Sumber: Data Primer 2018

Hasil penelitian pada tabel 5.4 menunjukkan bahwa pekerja

dengan beban kerja sedang lebih banyak daripada pekerja dengan beban

kerja ringan.Pekerja dengan beban kerja sedang sebanyak 16 orang

(40%) sedangkan pekerja dengan beban kerja ringan sebanyak 24 orang

(60%).

d. Asupan Energi

Penyajian data asupan energi pada penelitian ini dikategorikan

menjadi 2 kategori yaitu tidak memenuhi apabila asupan energi <80%

total energi yang dibutuhkan serta dikategorikan memenuhi apabila

≥80% total energi yang dibutuhkan. Penyajian data berdasarkan

distribusi responden menurut asupan energi dapat dilihat pada tabel

berikut :
80

Tabel 5.5
Distribusi Responden BerdasarkanAsupan Energi Pada Pekerja
Pabrik Gula PT Makassar Te’ne Kota Makassar

Frekuensi
Asupan Energi
Jumlah (n) Persen(%)
Tidak Memenuhi 29 72,5

Memenuhi 11 27,5

Jumlah 40 100
Sumber: Data Primer 2018

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 40 jumlah responden dapat

diketahui bahwa jumlah responden dengan asupan energi tidak

memenuhi sebanyak 29 orang responden (72,5%), sedangkan sebanyak

11 orang (27,7%) memiliki asupan energi yang tidak memenuhi.

e. Masa Kerja

Penyajian data responden menurut masa kerja dibagi menjadi 2

kelompok yaitu dikategorikan lama apabila masa kerjanya ≥ 3 tahun

dan dikategorikan baru apabila < 3 tahun berdasarkan distribusi

responden menurut masa kerja dapat dilihat pada tabel berikut :


81

Tabel 5.6
Distribusi Responden Menurut Masa Kerja PadaPekerja
Pabrik Gula PT Makassar Te’ne Kota Makassar
Masa Kerja Frekuensi
(Tahun)
Jumlah (n) Persen (%)
Lama 34 85

Baru 6 15

Jumlah 40 100
Sumber: Data Primer 2018

Tabel 5.6 menunjukkan masa kerja responden dapat diketahui

bahwa dari 40 jumlah responden dapat diketahui bahwa jumlah

responden masa kerja lama sebanyak 34 orang atau sebesar 85% dan

jumlah responden baru sebanyak 6 orang atau sebesar 15%

f. Kelelahan Kerja

Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan alat reaction timer

maka didapatlah hasil pengukuran kelelahan kerja yang dialami

responden. Penyajian data pada penelitian ini dikelompokkan menjadi 2

yaitu kategori mengalami kelelahan apabila waktu reaksi ≥ 240

milidetik serta dikategorikan tidak mengalami kelelahan apabila waktu

reaksi < 240 milidetik.

Penyajian data berdasarkan distribusi responden menurut

kelelahankerja dapat dilihat pada tabel berikut :


82

Tabel 5.7
Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kelelahan Kerja
Pada Pekerja Pabrik Gula PT Makassar Te’ne Kota Makassar
Frekuensi
Kelelahan Kerja
Jumlah (n) Persen (%)
Mengalami Kelelahan 30 75

Tidak Mengalami Kelelahan 10 25

Jumlah 40 100
Sumber: Data Primer 2018

Data yang ditunjukkan oleh tabel 5.7 memperlihatkan bahwa

terdapat pekerja yang mengalami kelelahan sebanyak 10 orang

responden atau sebesar 25%.Sedangkan jumlah pekerja yang tidak

mengalami kelelahan adalah sebanyak 10 orang responden atau sebesar

25%.

2. Hasil Analisis Bivariat

Analisi bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua

variabel.Variabel yang dimaksud yaitu variabel dependen (Kelelahan) dan

variabel independen (iklim kerja panas, beban kerja, asupan energidan masa

kerja).

Berikut ini merupakan hasil analisi bivariat antara variabel dependen

dan variabel independen:

a. Hubungan Iklim Kerja Panas dengan Kelelahan Kerja

Iklim kerja panas menentukan tingkat paparan panas terhadap

pekerja yang mengakibatkan kelelahan atau gangguan. Pada iklim kerja


83

yang terlalu panas dan berlebihan akan mempercepat pula kelelahan

kerja seseorang. Berikut ini merupakan hasil analisis bivariat antara

iklim kerja panas dengan kelelahan pada pekerja pabrik gula PT

Makassar Te’ne kota Makassar:

Tabel 5.8
Hubungan Iklim KerjaPanas dengan Kelelahan Kerja Pada
Pekerja Pabrik Gula PT Makassar Te’ne Kota Makassar
Kategori Kelelahan
Iklim Kerja Total Nilai p
Lelah Tidak Lelah
n % n % n %

Tidak Normal 23 85,2% 4 14,8% 27 100%

p =0,032
Normal 7 53,8% 6 46,2% 13 100%

Jumlah 30 75% 10 25% 40 100%


Sumber : Data Primer, 2018

Hasil analisis pada tabel 5.8 menunjukkan bahwa sebanyak 23

orang pekerja dengan iklim kerja tidak normal mengalami kelelahan

(85,2%) dan sebanyak 7 orang pekerja dengan iklim kerja normal juga

mengalami kelelahan (53,8%).

Hasil uji Fisher menunjukkan bahwa nilai p= 0,032, karena nilai

p< 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Interpretasinya yaitu bahwa

ada hubungan antara iklim kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja

pabrik gula Makassar Te’ne kota Makassar tahun 2018.


84

b. Hubungan Beban Kerja dengan Kelelahan Kerja

Beban kerja menentukan berapa lama seseorang dapat bekerja

tanpa mengakibatkan kelelahan atau gangguan. Pada pekerjaan yang

terlalu berat dan berlebihan akan mempercepat pula kelelahan kerja

seseorang

Berikut ini adalah penyajian data hasil analisis bivariat antara

beban kerja dengan kelelahan kerja:

Tabel 5.9
Hubungan Beban Kerjadengan Kelelahan Kerja Pada Pekerja
Pabrik Gula PT Makassar Te’ne Kota Makassar

Kategori Kelelahan
Total Nilai p
Beban Kerja
Lelah Tidak Lelah
n % n % n %

Berat 22 91,7% 2 8,3% 24 100%

p =0,003
Ringan 8 50% 8 50% 16 100

Jumlah 30 75% 10 25% 40 100


Sumber : Data Primer, 2018

Data yang ditunjukkan oleh tabel 5.9 memperlihatkan bahwa

sebanyak 22 orang responden dengan beban kerja yang berat

mengalami kelelahan (91,7%) dan pada 8 orang responden yang

memiliki beban kerja ringan mengalami kelelahan (50%). Hasil uji

Fisher menunjukkan bahwa nilai p= 0,03, karena nilai p< 0,05 maka
85

Ho ditolak dan Ha diterima. Interpretasinya yaitu bahwa ada hubungan

antara beban kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja pabrik gula PT

Makassar Te’ne kota Makassar tahun 2018.

c. Hubungan Asupan Energi dengan Kelelahan Kerja

Asupan Energi seseorang dalam dalam sehari ternyata ikut

berpengaruh terhadap kelelahan kerja. Semakin rendah asupan energi

seseorang, jumlah kalori yang masuk semakin sedikit dan

menyebabkan semakin cepat merasakan kelelahan. Berikut ini

merupakan hasil analisis bivariat antara asupan energi dengan kelelahan

kerja pada pekerja pabrik gula PT Makassar Te’nekota Makassar:

Tabel 5.10
Hubungan Asupan Energi dengan Kelelahan Kerja Pada Pekerja
Pabrik Gula PT Makassar Te’ne
Kota Makassar
Kategori Kelelahan
Asupan Total Nilai p
Energi Lelah Tidak Lelah
n % n % n %

Tidak
19 65,5% 10 34,5% 29 100
Memenuhi

p =0,025
Memenuhi 11 100% 0 0% 11 100

Jumlah 40 75% 10 25% 40 100


Sumber : Data Primer, 2018
86

Hasil analisis bivariat pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa

sebanyak 19 orang pekerja yang asupan energi tidak memenuhi

mengalami kelelahan (65,5%) serta sebanyak 11 orang pekerja yang

tergolong asupan energi memenuhijuga mengalami kelelahan (100%).

Hasil uji Fisher menunjukkan bahwa nilai p=0,025, karena nilai p <

0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Interpretasinya yaitu bahwa

terdapat hubungan antara asupan energi dengan kelelahan kerja pada

pekerja pabrik gula PT Makassar Te’ne kota Makassar tahun 2018.

d. Hubungan Masa Kerja dengan Kelelahan Kerja

Masa kerja seseorang berpengaruh terhadap kelelahan kerja,

semakin lama seseorang bekerja maka semakin tinggi resiko gangguan

kesehatan yang diterimanya. Berikut ini adalah hasil analisis bivariat

antara masa kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja pabrik gula PT

Makassar Te’ne kota Makassar:


87

Tabel 5.11
Hubungan Masa Kerjadengan Kelelahan Kerja Pada Pekerja
Pabrik Gula PT Makassar Te’ne kota Makassar
Kategori Kelelahan
Total Nilai p
Masa Kerja
Lelah Tidak Lelah
n % n % n %

Lama 28 87,5% 4 12,5% 32 100

p =0,000
Baru 2 25% 6 75% 8 100

Jumlah 30 75% 10 25% 40 100


Sumber : Data Primer, 2018

Hasil analisis pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa sebanyak 28

orang pekerja dengan masa kerja lamamengalami kelelahan dengan

persentase (87,5%). Selain itu, terdapat 2 pekerja dengan masa

kerjabaru juga mengalami kelelahan (25%).

Hasil uji Fisher menunjukkan bahwa nilai p= 0,000, karena nilai

p< 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Interpretasinya yaitu bahwa

ada hubungan antara masa kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja

pabrik gula PT Makassar Te’ne kota Makassar tahun 2018.


88

B. Pembahasan

1. Kelelahan Kerja

Kata lelah (fatigue) menunjukkan keadaan tubuh fisik dan mental yang

berbeda, tetapi semuanya berakibat kapada penurunan daya kerja dan

berkurangnya ketahanan tubuh untuk bekerja.Terdapat dua jenis kelelahan,

yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum (Suma’mur, 2009).Kelelahan kerja

merupakan menurunnya proses efisiensi, performa kerja dan berkurangnya

kekuatan/ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus

dilakukan (Wignjosoebroto, 2000).

Pengukuran kelelahan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

mengukur kelelahan yang bersifat fisik pada pekerja dengan menggunakan

alat ukur reaction timer. pengukuran kelelahan dengan menggunakan

reaction timer pada prinsip kerjanya dengan berdasarkan kecepatan waktu

reaksi pekerja pabrik gula terhadap ransangan cahaya yang menjadi reaksi

pada alat yang digunakan. Pada keadaan yang sehat dan bugar, tenaga kerja

akan lebih cepat merespon rangsangan yang diberikan dan seseorang yang

telah mengalami kelelahan akan lebih lama merespon rangsangan yang

diberikan.

Hasil pengukuran dengan menggunakan reaction timer untuk

mengetahui kelelahan kerja yang dialami oleh pekerja di pabrik gula

menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja mengalami kelelahan.

Berdasarkan hasil pengambilan data yang dilakukan mengenai perasaan


89

kelelahan yang dialami oleh pekerja di pabrik gula dengan wawancara

langsung menggunakan kuesioner diperoleh bahwa mayoritas pekerja

mengaku pernah merasakan tanda- tanda kelelahan seperti haus, sakit kepala,

nyeri punggung dan bahu terasa kaku setalah melakukan pekerjaan.

Sejumlah keluhan yang pernah dirasakan oleh pekerja merupakan gejala

kelelahan yang menunjukkan melemahnya kegiatan yang pada akhirnya

menurunkan aktivitas dan produktivitas.Hal ini disebakan oleh sikap kerja

yang monoton dalam melakukan pekerjaan serta waktu kerja yang panjang

namun jeda istirahat sangat singkat.

Selain itu, kondisi lingkungan kerja yang panas menyebabkan pekerja

lebih cepat mengalami kelelahan yang ditandai dengan keluhan kelelahan

yang paling banyak dialami oleh pekerja yaitu perasaan haus.Keadaan

lingkungan kerja yang panas ini disebabkan oleh tingginya suhu alat

produksi yang digunakan untuk memproses gula.

Hasil pengukuran kelelahan menggunakan kuesioner perasaan

kelelahan dan alat reaction timer saling menguatkan interpretasi bahwa

mayoritas pekerja mengalami kelelahan. Perasaan kelelahan yang bersifat

subjektif yang diukur menggunakan kuesioner diperkuat dengan hasil

pengkuran waktu reaksi dari para pekerja pabrik gula. Hasil dari penelitian

ini memperlihatkan bahwa pekerja pada pabrik gula Makassar Te’ne

sebagian besar mengalami kelelahan kerja. Jika tidak diperhatikan dengan

baik maka ini akan berdampak pada terjadinya kelelahan akut maupun kronis
90

dan pada akhirnya semua akan berdampak pada efisiensi dan produktivitas

kerja yang menurun.

Penyebab kelelahan kerja secara garis besar disebabkan oleh beban

kerja baik berupa beban kerja faktor eksternal berupa tugas (task) itu sendiri,

organisasi (waktu kerja, istirahat, kerja gilir, kerja malam dan lain-lain) dan

lingkungan kerja (fisik, kimia, biologi, ergonomis dan psikologis) sedangkan

beban kerja faktor internal yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri berupa

faktor somatis (umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, kondisi kesehatan, status

gizi) dan faktor psikis (motivasi, kepuasan kerja, keinginan dan lain-lain)

(Russeng, 2011).

Penelitian yang dialakukan oleh Ranella (2016) mengenai faktor yang

berhubungan dengan kelelahan kerja pada petugas kesehatan RS Elim Toraja

Utara ditemukan bahwa faktor penyebab kelelahan kerja disebabkan oleh

faktor beban kerja, status gizi dan masa kerja. Penelitian lainnya yang

dilakukan oleh Seviana (2016) menemukan bahwa salah satu penyebab

kelelahan kerja adalah berupa iklim kerja panas

Pemilik pabrik sebaiknya lebih memperhatikan kondisi pekerjanya

karena ketika kelelahan ini tidak diperhatikan maka akan berdampak buruk

bagi pekerja dan bahkan pemilik usaha. Untuk itu perlu dilakukan

penyesuaian lama kerja serta pemberian jeda istirahat yang cukup agar

pekerja terhindar dari keluhan kelelahan kerja.Selain itu, pemilik pabrik juga
91

sebaiknya mengatur dengan baik jumlah jam kerja maksimal pekerja

terpapar panas sehingga para pekerja tidak terpapar panas yang berlebihan.

2. Hubungan Iklim Kerja Panas dengan Kelelahan

Tekanan panas adalah kombinasi suhu udara, kelembaban udara,

kecepatan gerakan dan suhu radiasi (Suma’mur, 2009). Iklim Kerja Panas

(tekanan panas) merupakan kumpulan dari faktor lingkungan dan aktivitas

fisik yang dapat meningkatkan jumlah panas di dalam tubuh (Alpaugh, 1979

dalam Ultani, 2011)

Adapun aktivitas yang mempunyai kontribusi terhadap total tekanan

panas adalah aktivitas yang dapatmeningkatkan panas metabolik dalam tubuh

sesuai dengan intesitas pekerjaan. Terjadinya tekanan panas adalah melalui

kombinasi dari beberapa faktor (lingkungan, pekerjaan, dan pakaian) dan

cenderung untuk meningkatkan suhu inti tubuh, detak jantung/ denyut nadi,

dan keringat.Faktor-faktor lingkungan meliputi temperatur udara,

perpindahan panas radiasi, pergerakan udara, dan tekanan parsial uap air

(kelembapan) seperti yang dinyatakan Bernard dalam Vanani (2008).

Banyak hal yang menjadi faktor iklim kerja panas terhadap setiap

pekerja, setiap pekerja memiliki tingkat respon masing masing terhadap iklim

kerja panas. Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan panas dari masing-

masing individu misalnya faktor aklimatisasi, umur, jenis kelamin, perbedaan

suku bangsa, ukuran tubuh dan gizi (Wahyu, 2003)


92

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap 5 sampel titik diperoleh bahwa

terdapat3titik yang suhu ruangannya >29°C dan 2 titik yang suhu

ruangannya ≤ 29°C, adapun 3 titik tersebut berada dilantai 5,4 dan 2 dengan

alat kerja berupa vaccum pan dan centrifugal, setelah dilakukan pengukuran

ditemukan 7 orang responden yang berada pada iklim kerja normal yang

mengalami kelelahan, berdasarkan hasil analisa peneliti menyimpulkan

bahwa terdapat faktor lain yang melatarbelakangi penyebab terjadinya

kelelahan pada 7 orang responden iniadalah berupa masa kerja responden

yang tergolong lama. Hasil analisis univariat untuk hubungan iklim kerja

panas dengan kelelahan pada pekerja pabrik gula diperoleh p = 0,032.

Karena nilai P yang dihasilkan <0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Interpretasinya yaitu bahwa terdapat hubungan antara iklim kerja panas

dengan kelelahan kerja pada pekerja pabrik gula PT Makassar Te’ne. Hal ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan Krisanti (2011) di bagian produksi

CV. Rakabu Furniture Surakarta yang menyebutkan adanya hubungan yang

signifikan antara tekanan panas dan kelelahan kerja (p<0,05).

Penelitian yang dilakukan Sukmal (2010) tentang kebisingan dan

tekanan panas dengan perasaan kelelahan kerja pada tenaga kerja bagian

drilling pertamina EP Jambi didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan

yang signifikan antara tekanan panas dengan perasaan kelelahan kerja pada

tenaga kerja dengan nilai p: 0,045


93

Terdapat penelitian terkait sebelumnya yang tidak sejalan dengan hasil

penelitian ini seperti penelitian yang dilakukan oleh Ade (2014) yang

menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara iklim kerja panas dengan

kelelahan kerja.

Setelah ditemukannya hubungan antara iklim kerja panas dengan

kelelahan kerja pada PT Makassar Te’ne, untuk mengatasinya pihak

perusahaan harus mengontrol suhu ruangan serta mengatur jam kerja pekerja

sehingga pekerja tidak terlalu lama mendapat paparan dari iklim kerja panas

yang dapat berdampak kepada kesehatan mereka, hal ini berkenaan dengan

hasil pengamatan peneliti yang melihat bahwa gedung pada bagian produksi

dirancang dengan tidak memiliki ventilasi udara hal ini menyebabkan

terkurungnya panas dari proses alat produksi.

3. Hubungan Beban Kerja dengan Kelelahan kerja

Beban kerja adalah volume pekerjaan yang dibebankan kepada tenaga

kerja baik berupa fisik atau mental dan menjadi tanggungjawabnya.Seorang

tenaga kerja saat melakukan pekerjaan menerima beban sebagai akibat dari

aktivitas fisik yang dilakukan.Pekerjaan yang sifatnya berat membutuhkan

istirahat yang sering dan waktu kerja yang pendek.Jika waktu kerja ditambah

maka melebihi kemampuan tenaga kerja dan dapat menimbulkan kelelahan

(Suma’mur, 2009).

Menurut Nurmianto (2003) dalam Ultani (2012), faktor yang

mempengaruhi beban kerja yaitu berupa beban yang diperkenankan, jarak


94

angkut dan intensitas pembebanan, frekuensi angkat yaitu banyaknya

aktivitas angkat, kemudahan untuk dijamgkau oleh pekerja, kondisi

linkungan kerja, keterampilan bekerja, tidak terkoordinasinya kelompok

kerja, peralatan yang digunakan beserta keamanannya.Beban kerja dapat

mengakibatkan kelelahan, hal ini dikarenakan semakin banyak jumlah

material yang diangkat dan dipindahkan serta aktifitas yang berulang dalam

sehari oleh seorang tenaga kerja, maka akan lebih cepat mengurangi

ketebalan dari intervertebral disc atau elemen yang berada diantara segmen

tulang belakang dan akan dapat meningkatkan risiko rasa nyeri pada tulang

belakang

Pekerjaan sebagai buruh pabrik gula tergolong pekerjaan yang

mengandalkan kekuatan fisik dalam menjalankan pekerjaannya. Beban kerja

menentukan berapa lama seseorang dapat bekerja tanpa mengakibatkan

kelelahan atau gangguan. Pada pekerjaan yang terlalu berat dan berlebihan

akan mempercepat pula kelelahan kerja seseorang.

Aktifitas yang dilakukan pekerja bagian Produksi PT Makassar Te’ne

berhubungan dengan pengontrolan alat-alat produksi seperti sentrifugal,

vaccum pan, strike receiver dan vibrating, pengontrolan alat produksi

tersebut harus dilakukan secara konsisten selama 2 menit sekali hal ini

dikarenakan alat-alat produksi tersebut beroperasi selama 24 jam. Aktifitas

tersebut yang menjadi beban kerja fisik dari pekerja bagian produksi
95

disamping itu aktifitas naik turun tangga juga berkontribusi dalam hal

penambahan bebean kerja fisik pekerja.

Hasil analisis bivariat dengan uji fisher antara beban kerja dengan

kelelahan kerja mendapatkan nilai p= 0,003, karena nilai p< 0,05 maka Ho

ditolak dan Ha diterima. Interpretasinya yaitu bahwa ada hubungan antara

beban kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja pabrik gula PT Makassar

Te’nekota Makassar tahun 2018. Dengan demikian maka benar bahwa

terdapat hubungan antara beban kerja dengan kelelahan kerja.

Hasil analisis bivariat juga menunjukkan hasil yang menarik yaitu

terdapat 8 orang pekerja dengan beban kerja ringan yang turut mengalami

kelelahan. Hal ini dapat terjadi karena keluhan kelelahan dapat dipengaruhi

oleh faktor lain, seperti lingkungan kerja yang panas serta masa kerja.

Kondisi bagian produksi yang panas berpengaruh langsung pada kondisi

kelelahan pekerja, hal ini diperkuat dengan masa kerja pekerja yang

tergolong lama. Faktor inilah yang mempengaruhi sehingga para pekerja

yang memiliki beban kerja ringan tetap mengalami kelelahan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Didimus (2016) terhadap 34 orang pekerja pabrik tahu di kecamatan

Mamajang.Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat hubungan

antara beban kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja pabrik tahu

mamajang. menurut penelitian tersebut, hubungan beban kerja dan kelelahan

kerja dipengaruhi dari kondisi lingkungan kerja fisik seperti panas dan lama
96

kerja pekerja, sehingga semakin mempengaruhi keadaan kelelahan pekerja.

Selain itu faktor status gizi yang tidak normal akan berpangaruh terhadap

beban kerja seseorang. Kondisi beban kerja yang berat dapat mempengaruhi

kelelahan kerja. Denyut nadi akan segera berubah seirama dengan perubahan

pembebanan, baik yang berasal dari pembebanan mekanik, fisika, maupun

kimiawi sehingga menyebabkan terjadinya perubahan irama jantung.

Penelitian yang dilakukan oleh Ranella (2016) terhadap petugas

pelayanan kesehatan unit penyakit dalam RS Elim Toraja juga sejalan

dengan penelitian ini. Berdasarkan penelitiannya didapatkan hasil bahwa

beban kerja yang tidak sesuai berpengaruh signifikan terhadap terjadinya

kelelahan kerja pada pekerja.

Penelitian terkait sebelumnya yang tidak sejalan dengan penelitian ini

adalah penelitian yang dilakukan oleh Setyowati (2013) pada pekerja Mebel

kabupaten Jepara bahwa tidak terdapat hubungan antara beban kerja dengan

kelelahan kerja dengan hasil analisis bivariat p=1.000

4. Hubungan Asupan Energi dengan Kelelahan Kerja

Asupan makan juga dapat diartikan sebagai jumlah makanan yang

dinyatakan dalam bentuk energi, karbohidrat, lemak dan protein.Pada

penelitian ini untuk mengetahui tingkat konsumsi energi seseorang

menggunakan metode recall selama 2 hari (1 hari mewakili hari kerja dan 1

hari mewakili hari libur) dengan menanyakan kepada subjek penelitian

makanan/minuman apa saja yang dikonsumsi 24 jam sebelumnya yang


97

kemudian dibandingkan dengan total kebutuhan energi yang diperoleh

dengan menjumlah kebutuhan BMR, tingkat aktivitas fisik dan SDA

(Specific Dynamic Action)

Berdasarkan uji fisher diperoleh nilai (p= 0,024) karena nilai p<0,05

maka terdapat hubungan antara asupan energi dengan kelelahan kerja.Pada

penelitian ini terdapat hubungan antara asupan energi dengan kelelehan kerja

pada pekerja pabrik gula karena dari hasil penelitian diperoleh bahwa

penyebab asupan energi yang mereka makan /konsumsi tidak memenuhi gizi

seimbang, seperti makanan yang mereka konsumsi dari pagi sampai malam

tidak beragam dan kebiasaan pekerja yang tidak sarapan pagi sebelum

bekerja. Dimana hal tersebut yang membuat membuat asupan energi yang

mereka makan/konsumsi kurang. Terdapat 11 pekerja dengan asupan energi

memenuhi tetapi mengalami kelelahan, menurut analisa peneliti ditemukan

bahwa kelelahan terjadi disebabkan karenat adanya 10 orang pekerja yang

memiliki masa kerja lama yaitu ≥ 3 Tahun. Hal itu membuat pekerja akan

lebih mudah untuk mengalami kelelahan kerja disebabkan oleh faktor masa

kerja

Asupan Energi merupakan salah satu penyebab kelelahan. Seorang

tenaga kerja dengan keadaan gizi yang baik akan memiliki kapasitas kerja

dan ketahanan tubuh yang lebih baik, begitu juga sebaliknya. Pada keadaan

gizi buruk dengan beban kerja berat akan mengganggu kerja dan menurunkan

efrisiensi serta ketahanan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit dan


98

mempercepat timbulnya kelelahan (Budiono, 2003)

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Nurul (2016) yang menunjukan terdapat 56,6 % pekerja mengalami defisit

energi. Defisit energi terjadi karena pekerja mengkonsumsi makanan di

bawah AKG, yaitu 1800 kkal-2200 kkal (usia 14-49 tahun ) Hasil uji statistik

dengan chi-square diperoleh nilai p= 0.000 (p<0.05). Hal ini menunjukkan

bahwa ada hubungan antara asupan energi dengan kelelahan kerja pada

petugas cleaning service fakultas Universitas Hasanuddin.

Penelitian terkait sebelumnya yang tidak sejalan dengan penelitian ini

adalah penelitian yang dilakukan oleh Setyowati (2013) pada pekerja Mebel

kabupaten Jepara bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan energi

dengan kelelahan kerja dengan hasil analisis bivariat p=1.000

5. Hubungan Masa Kerja dengan Kelelahan Kerja

Masa kerja adalah lamanya seseorang bekerja. Semakin lama ia bekerja,

semakin besar pula kemungkinan untuk menderita penyakit yang dapat

ditimbulkan dari pekerjaannya tersebut. Semakin lama seseorang bekerja di

suatu tempat, semakin besar pula kemungkinan mereka terpapar oleh faktor-

faktor lingkungan di tempat kerja mereka. Pekerjaan baik fisik maupun

mental dapat menimbulkan gangguan kesehatan atau penyakit akibatkerja

sehingga akan berakibat pada efisiensi dan produktivitas kerja seorang tenaga

kerja. Menurut Melati (2010)Masa kerja merupakan akumulasi waktu dimana

pekerja telah menjalani pekerjaan tersebut. Semakin banyak informasi yang


99

kita simpan, semakin banyak keterampilan yang kita pelajari, akan semakin

banyak hal yang kita kerjakan. Masa kerja dapat mempengaruhi pekerja baik

positif maupun negatif. Akan memberikan pengaruh positif bila semakin

lama seseorang bekerja maka akan berpengalaman dalam melakukan

pekerjaannya. Sebaliknya, akan memberikan pengaruh negatif apabila

semakin lama bekerja akan menimbulkan kelelahan dan rasa bosan.

Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa nilai p = 0,000, karena nilai

p< 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Interpretasinya yaituterdapatnya

hubungan antara masa kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja pabrik gula

PT Makassar Te’ne kotaMakassar tahun 2018.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Raden (2014) memperoleh hasil

yang sejalan dengan penelitian ini. Dari hasil penelitian yang dilakukan

untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja, faktor

masa kerja memiliki hubungan signifikan dengan kelelahan kerja dengan

nilai p-value sebesar 0,00.

Penelitian yang dilakukan oleh Nurul (2016) tentang faktor yang

berhubungan dengan kelelahan kerja sejalan dengan penelitian ini. Analisis

bivariat untuk melihat hubungan antara masa kerja dengan kelelahan kerja

diperoleh hasil p = 0,000 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa

terdapat hubungan antara masa kerja dengan kelelahan kerja pada petugas

cleaning service fakultas Universitas Hasanuddin.


100

Pada penelitian terkait lainnya terdapat penelitian yang tidak sejalan

dengan hasil penelitian ini, yaitu dalam Fitriana(2012) pada penelitan

mengenai faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja pada pekerja

bagian produksi PT. Eastern Pearl Flour Mills didapatkan hasil bahwa tidak

terdapat hubungan antara masa kerja dengan kelelahan.

Dari analisis ini dapat diketahui bahwa semakin lama masa kerja

seseorang maka semakin tinggi tingkat kelelahan. Ini disebabkan oleh karena

semakin lama seseorang bekerja maka perasaan jenuh akibat pekerjaan yang

monoton tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat kelelahan yang

dialaminya.

C. Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, antara

lain:

1. Pada penelitian ini tidak semua faktor penyebab kelelahan kerja diukur

sehingga bisa saja ada kemungkinan variabel yang tidak diteliti menjadi

penyebab utama kelelahan kerja seperti shift kerja dan perilaku pekerja

2. Pengukuran beban kerja hanya menggunakan pengukuran nadi tidak

menggunakan alat Electro Cardio Graph (ECG) sebagai gold standard


BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai faktor yang berhubungan dengan

kelelahan kerja pada pekerja pabrik gula PT Makassar Te’ne, maka diambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Ada hubunganantara iklim kerja panas dengan kelelahan kerja.

2. Ada hubunganantara beban panas dengan kelelahan kerja.

3. Ada hubunganantara asupan energi dengan kelelahan kerja.

4. Ada hubunganantara masa kerja dengan kelelahan kerja.

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan oleh peneliti yaitu sebagai berikut:

1. Sangat dianjurkan untuk memberikanlocal exhaustner agar suhu tempat

kerja lebih kondusif.

2. Sebaiknya pihak perusahaan merotasi pekerja yang memiliki beban kerja

berat ke lokasi yang memiliki beban kerja ringan

3. Pekerja dianjurkan untuk sarapan pagi terlebih dahulu sebelum bekerja

4. Pekerja harus diberi jeda istirahat yang cukup agar pekerja dapat

memulihkan kondisi fisik, disamping itu pemberian minum bagi pekerja

juga disarankan untuk mencegah dehidrasi.

5. Peneliti selanjutnya disarakan untuk meneliti variabel lain yang dianggap

berhubungan dengan kelelahan seperti perilaku pekerja.

100
DAFTAR PUSTAKA

Agung, Widodo. 2017. Beban Kerja, Status Gizi dan Perasaan Kelelahan Kerja
Pada Industri Kerajinan Gerabah. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Ayu, Friska. 2012. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelelahan Kerja Pada
Operator SPBU Pasti Pas di Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar.
Skripsi. Makassar: FKM Unhas

Bayu, Raden Mas. 2016. Kelelahan Otot Tangan pada Tenaga Kerja Angkut di
Gudang Logistik Sub Divre Bulog. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin. Makassar
Budiono, Sugeng A. M, dkk. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja
Edisi ke 2. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Departemen Tenaga Kerja RI 1970. Undang-Undang No 01 Tahun 1970 Tentang
Kesehatan dan Keselamatan Kerja.Jakarta : Depnaker RI
Depkes RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta
Depkes RI. 2003. Modul Pelatihan Bagi Fasilitator Kesehatan Kerja. Jakarta :
Depkes RI Pusat Kesehatan Kerja
Desmond, Godfred, Napoleon.Fatigue Management Among Diming Departement
Shift Workers At Newmont Ghana Gold Limited Ahafo Mine : International
Jurnal of Scientific & Technology Research, Ghana. 2013
Dewi, D. P. I, 2011.Hubungan Tekanan Panas Dengan Tekanan Darah Pada
Karyawan Di Unit Fermentasi PT.INDO ACIDATAMA.Tbk.Kemiri.
Kebakkramat Karanganyar. Laporan Khusus. Surakarta: Fakultas
KedokteranUniversitas Sebelas Maret
Fadel, Muhammad. 2014. Faktor Yang Berhubungan dengan Kelelahan Kerja pada
Pengemudi Pengangkutan Bahan Bakar Minyak di Terminal Bahan Bakar
Minyak (TBBM) PT. Pertamina (Persero) Kota Parepare. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Makassar
Fadilah, Nurul. 2016. Faktor yang Berhubugan Terhadap Kelelahan Kerja pada
Petugas Cleaning Service Fakultas Universitas Hasanuddin. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Makassar
Fatmawaty, dkk. 2014. Faktor Yang Berhubungandengan Kelelahan Kerja Pada
Perawat IGD di RSUD Haji Makassar, FKIK UIN Alaudin Makassar.
Fitriana. 2012. Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Kerja pada Karyawan
Bagian Produksi PT. Eastern Pearl Flour Milss (EPFM). Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Gowa. Makassar
Friend MA, Khon, J.P. Fundamental of Occupational Safety and Health. Fourth
Edition.Government Institute.Lanham. 2007
Grantham, D., 1992. Occupational Health & Safety:Guidebook for the WHSO.
Queensland: Merino Lithographics Moorooka
Harrianto, R., 2009. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Hariyati, Maulina. 2011. PengaruhBebanKerja Terhadap Kelelahan Kerja Pada
Pekerja Linting Manual Di PT. Djitoe Indonesia Tobacco
Surakarta.Skripsi. Surakarta. Fakultas Kedokteran UNS Surakarta.
James J, Colin Baker & Helen Swain. 2008. Prinsip-Prinsip Sains Untuk
Keperawatan. Jakarta. Erlangga, p:141
Jamroz, Kazimiers. Driver Fatigue and Road Safety On Poland’s National Roads.
Departement Of Highway Engineering Gdansk University. Poland. 2003.
Krisanti. 2011. Hubungan Antara Tekanan Panas dengan Kelelahan Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi CV Rakabu Furniture. Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Kurniawan, A. 2010. Perbedaan Tekanan Darah Tenaga KerjaSebelum dan Sesudah
Terpapar Tekanan Panasdi Industri Mebel CV.Gion & RahayuKartasura,
SukoharjoJawa Tengah.Skripsi sarjana.Surakarta: Fakultas
KedokteranUniversitas Sebelas Maret
Lemeshow, Stanley. 1997, Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan, Gadjah
MadaUniversity, Yogyakarta.
Levy, BS, Wegman, DH. 1990. Occupational Health, Recognizing and Preventing
Work-related Disease and Injury (4th), Lippincott Williams, Philadelphia.
Listriana, Ade Wira. 2016.Hubungan Tekanan Panas dengan Kelelahan Kerja
Pekerja Instalasi Gizi Rumah Sakit Universitas Hasanuddin . Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Makassar
Mauludi, Moch, Noval. 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan
pada pekerja diproses produksi kantong semen PBD (paper bag division) PT.
Indocement Tunggal Prakarsa TBK Citeureup Bogor Tahun 2010.Skripsi.
Melati, Srini.2010. Hubungan Antara Umur, Masa Kerja Dan Status Gizi Dengan
Kelelahan Kerja Pada Pekerja Mebel Di Cv. Mercusuar Dan Cv. Mariska
Desa Leilem Kecamatan Sonder Kabupaten Minahasa. Jurnal. Universitas
Sam Ratulangi
Nurmianto, Eko. 2003. Ergonomi Konsep Dasar Dan Aplikasinya. Surabaya: Guna
Widya.
Parubak, Ranella Rara’. 2016. Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Kerja
pada Petugas Pelayanan Kesehatan RS Elim Toraja Utara.
Pasira’, Didimus. 2016. Faktor Yang Berhubungan dengan Kelelahan Kerja pada
Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Mamajang. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin. Makassar
Paulina, Faktor-Faktor Yang Berhubugan Dengan Kelelahan Pada Pekerja di PT
Kalimantan Stell :Jurnal Vokasi Kesehatan, Kalimantan. 2016
Pemerintah Republik Indonesia.Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
Prasasti, C.I. 2005.Pengaruh Kualitas Udara dalam Ruangan Ber–Ac Terhadap
Gangguan Kesehatan.Surabaya: Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol.1 UNAIR
Pulat, B. M., 1992. Fundamentals of Industrial Ergonomics. New Jersey: Hall
International Englewood Cliffs
Putri, Asipsam.2016 Hubungan Antara Suhu Lingkungan Kerja Panas dan Beban
Kerja Terhadap Kelelahan Pada Tenaga Kerja Dibagian Produksi PT Remco
(SBG) Kota Jambi.Prodi Kesehatan Masyarakat STIKES Harapan Ibu.Jambi.
Ramayanti, Ridha Analisis Hubungan Status Gizi dan Iklim Kerja dengan Kelelahan
Kerja di Catering Hikmah Food: The Indonesian Journal of Occupational
Safety and Health , Surabaya. 2015.
Randall S. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia Menghadapi Abad 21.
Jakarta: Erlangga.
Rinawati, Seviana. 2016. Hubugan Tekanan Panas dengan Kelelahan dan Tekanan
Darah pada Pekerja Kerajinan Tembaga Wirun. Fakultas Kedokteran
Universitas Negeri Semarang. Semarang
Rudianto, Jait. 2011. Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil tentang zat Besi
selama Kehamilan di Klinik Bersalin Delima Belawan Tahun 2011. Karya
Tulis Ilmiah.
Russeng, Syamsiar. 2011. Kelelahan Kerja dan Kecelakaan Lalu Lintas. Yogyakarta:
Ombak.
Sanders, M.S. 1987.Human Factors In Engineering And Design , 6th edt. McGraw-
Hill Book Company. USA.
Santoso G. 2004. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Prestasi
Pustaka, p: 52-54
Setyawati. 1994. Kelelahan Kerja Kronis : Kajian tehadap Perasaan Kelelahan
Kerja, Penyusunan Alat Ukur serta Hubungannya dengan Waktu Reaksi dan
Produktivitas Kerja. Disertasi, Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta.
Setyawati, L. 1994. Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KUPK2).
Yogyakarta: Arcan
Setyawati, K. 2010. Selintas Tentang Kelelahan Kerja. Yogyakarta: Amara Books.
Setyowati, Dina Lusiana. 2013. Penyebab Kelelahan Kerja pada Pekerja Mebel.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. Semarang
Sukmal, Eko. 2010. Kebisingan dan Tekanan Panas dengan Perasaan Kelelahan
Kerja pada Tenaga Kerja Bagian Drilling Pertamina EP. Politeknik
Kesehatan Jambi
Suma’mur P.K, 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja
(HIPERKES).Jakarta: Sagung Seto.
Tarwaka, Bakri, S. & Sudiajeng,L. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan
Kerja dan Produktivitas.Surakarta : UNIBA Press.
Tarwaka.2010. Ergonomi Industri Dasar-dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi
di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press
Ultani, J., 2011. Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan Akibat Tekanan Panas
Pada Karyawan Departement Process Plant (FURNACE) PT. INCO
Sorowako.Skripsi tidak diterbitkan Makassar: FKM Unhas
Umyati. 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Kerja pada
Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh
Tangerang Tahun 2009. Skripsi. Jakarta: FKM Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah.
Vanani, N.S., 2008. Gambaran Tekanan Panas dan Keluhan Subjektif pada Pekerja
di Bagian Curing PT Multisrrada Arah Sarana, Tbk. Skripsi sarjana.Jakarta:
FKMUI
Wahyu, A., 2003. Higiene Perusahaan, Makassar: UNHAS Press
Wahyuni, T. H., Rifai, J., dan Sibarani, P. N. 2007. Proses Pembuatan Gula
Pasir.Universitas Sumatra Utara. Medan
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WKPNG), 2004. Lembaga ilmu
Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
Wignjosoebroto, Sritomo. 2006. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu Teknik Analisis
Untuk Peningkatan Produktivitas Kerja.Surabaya: GunaWidya.
Zuhriyah, Fitri. 2007. Hubungan antara kesesakan dengan kelelahan akibat bekerja
pada karyawan bagian penjahitan perusahaan konveksi PT. Mondrian Klaten
Jawa Tengah.Jurnal.Semarang:Psikologi Diponegoro.
LAMPIRAN I
KUESIONER PENELITIAN

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN TERHADAP KELELAHAN KERJA

PAKA PEKERJA PABRIK GULA PT MAKASSAR TE’NE

TAHUN 2018

A. Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2)

Jawablah pertanyaan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Tidak Pernah (TP) : Anda tidak pernah merasakan gejala atau perasaan

tersebut setelah bekerja dalam satu periode shift kerja.

b. Pernah (P) : Anda merasakan gejala atau perasaan tersebut

dalam satu periode shift kerja.

Alternatif Jawaban
No Pertanyaan TP P
Perasaan Kelelahan
Apakah anda merasa susah berpikir pada saat dan
setelah bekerja?
Apakah anda merasa enggan atau lelah saat
berbicara?
Apakah anda merasa gugup setelah bekerja?
Apakah anda merasakan susah berkon-sentrasi
setelah bekerja?
Apakah anda sulit memusatkan perhatian ?
Apakah anda merasa sering lupa dalam waktu dekat
ini?
Apakah anda merasa kurang percaya diri setelah
bekerja?
Apakah anda merasa cemas?
Apakah anda merasa sulit untuk mengontrol sikap
setelah bekerja?
Apakah anda merasa malas atau kurang tekun
dalam melakukan pekerjaan anda?
Apakah anda merasa sakit kepala setelah bekerja?
Apakah bahu anda terasa kaku setelah bekerja?
Apakah anda merasa nyeri pada punggung setelah
bekerja?
Apakah nafas anda terasa sesak pada saat dan
setelah bekerja?
Apakah tenggorokan anda terasa haus setelah
bekerja?
Apakah suara anda terasa serak setelah bekerja?
Apakah anda pernah merasakan bagian tubuh anda
gemetar tanpa disadari pada saat dan setelah
bekerja?

B. PENGUKURAN KELELAHAN KERJA (REACTION TIMER)

Tingkat Kelelahan
Tingkat kelelahan berdasarkan waktu reaksi yang ditempuh?
1 Pengukuran Rata-rata (Milidetik)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36

Kategori :

1. Tidak Lelah ( < 240 mili detik)

2. Lelah ( > 240 mili detik)

C. PENGUKURAN TEKANAN PANAS DI BAGIAN PRODUKSI


PT MAKASSAR TENE

No. Tanggal Lokasi NAB Tekanan Panas Ket.


Pengukuran ISBB ISBB2 ISBB rata-
1(°C) (°C) rata(°C)
D. Lembar Observasi Beban Kerja Pada Pekerja Pabrik Gula PT Makassar

Tene Bagian Produksi

DENYUT NADI HASIL PENGUKURAN

Sebelum Sesudah Rata-rata Hasil


No RESPONDEN
Ket :

a. Beban kerja ringan < 100 denyut/menit

b. Beban kerja berat ≥ 100 dennyut/menit


E. FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM

NO.Responden :
Nama :
Umur :
JenisKelamin :
TinggiBadan :
BeratBadan :

Hari ke :

waktu Janis Bahan


makan makanan Energi (kalori)
Jenis Banyaknya
URT Gram

Pagi

siang

Malam

Total
Kuisioner Masa Kerja Pekerja PT Makassar Tene Bagian Produksi

MASA KERJA
No Pertanyaan Jawaban
Sejak kapan anda bekerja di tempat ini? (tahun)
Apa jenis pekerjaan yang anda lakukan sebelumnya?
Berapa lama anda bekerja di tempat tersebut? (tahun)
Apakah anda pernah bekerja sebelumnya di tempat lain
(jenis pekerjaan yang sama)?
1. Ya (lanjut ke no.5)
2. Tidak
Berapa lama anda bekerja di tempat tersebut?
LAMPIRAN II
Denah Titik Pengukuran Iklim Kerja Panas

Titik Lantai 1

Titik Lantai 2

Titik Lantai 3
Titik Lantai 4

Titik Lantai 5
LAMPIRAN III
MASTER TABEL KELELAHAN KERJA PEKERJA PABRIK GULA PT MAKASSAT TE’NE
N U BEBAN Rata- Ket Asupan 80% Rata- Ket
A M KERJA rata Energi KEB rata
M JENIS U MASA KELELAHAN Sebelu Sesud 1 2 ENERGI
NO A KELAMIN R KERJA KERJA KET m ah TOTAL
1 SI L 35 7 326,08 Lelah 88 111,8 99,9 Ringan 2554 2731,8 2100 2642,9 Memenuhi
HM 9 240,46 Lelah 71,8 90 80,9 Ringan 1690 1852,8 2100 1771,4 Tidak
2 L 30 Memenuhi
AM 9 365,22 Lelah 101 120,8 110,9 Berat 2058 1720 2100 1889 Tidak
3 L 32 Memenuhi
MD 1 267,84 Lelah 94 97,56 95,7 Ringan 2036 2001,2 2100 2018,6 Tidak
4 L 34 Memenuhi
HN 10 247,8 Lelah 87 90,8 88,9 Ringan 2100 1900 2100 2000 Tidak
5 L 36 Memenuhi
AB 9 355,38 Lelah 111,4 115 113,2 Berat 1050 1080 2100 1095,4 Tidak
6 L 33 Memenuhi
7 HN L 32 9 267,8 Lelah 78,2 79 78,6 Ringan 2118 2300 2100 2209,8 Memenuhi
JL 2 230,48 Tidak 50,6 Ringan 1800 1756 1778 Tidak
8 L 27 lelah 51 50,8 2180 Memenuhi
ML 9 400,7 Lelah 90 116,88 103,44 Berat 1888 2001,8 2100 1944,8 Tidak
9 L 31 Memenuhi
SI 9 397,4 Lelah 93,38 110 101,69 Berat 1633 1524 2100 1578,5 Tidak
10 L 32 Memenuhi
11 HD L 31 9 265,36 Lelah 98 105,2 101,6 Berat 2244 2033,8 2100 2138,9 Memenuhi
MA 8 217,84 Tidak 100 120 110 Berat 1485 1755 2100 1620 Tidak
12 L 31 lelah Memenuhi
UN 9 265,76 Lelah 115,3 117,7 116,5 Berat 1655 1845 2100 1750 Tidak
13 L 36 Memenuhi
14 RZ L 29 9 380,46 Lelah 114 120 117 Berat 2530 2684 2180 2607 Memenuhi
15 HA L 32 9 267,8 Lelah 102,18 116 109,09 Berat 1788 1972 2100 1880 Tidak
Memenuhi
SH 2 202,7 Tidak 66,6 80 73,2 Ringan 1888 2036 2100 1962 Tidak
16 L 34 lelah Memenuhi
17 ZA L 32 9 457,88 Lelah 97.32 113,2 105,26 Berat 4732 4200 2100 4466 Memenuhi
KT 7 222,98 Tidak 106 116 111 Berat 1633 1527 2100 1580 Tidak
18 L 31 lelah Memenuhi
RD 1 225,36 Tidak 88,2 90,8 89,5 Ringan 1784 1474 2140 1629 Tidak
19 L 18 lelah Memenuhi
SD 9 297,82 Lelah 101,18 102,2 101,69 Berat 1566 1744 2100 1655 Tidak
20 L 33 Memenuhi
BH 10 214,76 Tidak 67 88 77,5 Ringan 1166 986 2100 1076,8 Tidak
21 L 34 lelah Memenuhi
AK 6 340,4 Lelah 103,3 112.5 107,9 Berat 1255 1101 2100 1178,8 Tidak
22 L 47 Memenuhi
JN 9 225,3 Tidak 61,2 83,2 72,2 Ringan 1799 2197 2180 1998 Tidak
23 L 28 lelah Memenuhi
SM 7 354,32 Lelah 108,6 118,24 113,42 Berat 1093 1233 2100 1163 Tidak
24 L 34 Memenuhi
SN 8 417,84 Lelah 99,8 101,88 100,84 Berat 1575 1865 2100 1720 Tidak
25 L 37 Memenuhi
26 AS L 50 9 306,22 Lelah 98,2 115,8 107,14 Berat 2349 2400 1860 2374,5 Memenuhi
KG 2 205,2 Tidak 72,8 83 77,9 Ringan 1013 1033 2100 1023 Tidak
27 L 45 lelah Memenuhi
JK 9 470,46 Lelah 104,4 106 105,2 Berat 1817 1655 2100 1736 Tidak
28 L 31 Memenuhi
29 RW L 43 9 260,46 Lelah 103,22 119 111,11 Berat 2219 2355 2100 2287 Memenuhi
AS 8 360,32 Lelah 100,38 103 101,69 Berat 1624 1944 2100 1784 Tidak
30 L 42 Memenuhi
IS 9 217,94 Tidak 73,8 80 76,9 Ringan 1223 1425 2100 1324 Tidak
31 L 37 lelah Memenuhi
32 AF L 30 8 265,46 Lelah 112 114,4 113,2 Berat 1950 2100 2100 2025 Tidak
Memenuhi
LK 9 260,34 Lelah 98 105,72 101,86 Berat 1908 1652 2180 1780 Tidak
33 L 29 Memenuhi
SR 9 277,92 Lelah 101 102,38 101,69 Berat 1368 1580 2180 1747 Tidak
34 L 25 Memenuhi
Al 9 275,5 Lelah 110,6 111,62 111,11 Berat 1132 1312 2100 1222 Tidak
35 L 34 Memenuhi
FD 2 230,42 Tidak 63,76 72,6 68,18 Ringan 1822 1936 2100 1879 Tidak
36 L 46 lelah Memenuhi
37 Jl L 28 8 463,4 Lelah 92 106 99 Ringan 2396 2048 2180 2222 Memenuhi
38 AR L 33 9 328,06 Lelah 102,32 106 104,16 Berat 2465 2135 2100 2300 Memenuhi
39 ID L 38 8 299,87 Lelah 87,54 91,2 89,8 Ringan 2631 2369 2100 2500 Memenuhi
40 NR L 24 9 328,09 Lelah 86,8 89 87,9 Ringan 3078 3414 2180 3244 Memenuhi
LAMPIRAN IV
LEMBAR PENGUKURAN IKLIM KERJA PANAS PEKERJA GULA
PT MAKASSAR TE’NE KOTA MAKASSAR TAHUN 2018

NO LOKASI TANGGAL NAB ISBB ISBB RATA- JUMLAH HASIL


PENGAMBILAN 1 2 RATA PEKERJA
1 Lantai 1 28/02/2018 29 ̊ 25,1 28,5 26,8 6 Normal
2 Lantai 2 28/02/2018 29 ̊ 29,3 31,1 30,2 10 Tidak Normal
3 Lantai 3 28/02/2018 29 ̊ 26,3 28,1 27,2 7 Normal
4 Lantai 4 28/02/2018 29 ̊ 31,5 33,3 32,4 9 Tidak Normal
5 Lantai 5 28/02/2018 29 ̊ 29,5 30,1 29,8 8 Tidak Normal
LAMPIRAN V
ANALISIS UNIVARIAT

Kelelahan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Lelah 30 75.0 75.0 75.0

Tidak Lelah 10 25.0 25.0 100.0

Total 40 100.0 100.0

Iklim Kerja Panas

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Normal 27 67.5 67.5 67.5

Normal 13 32.5 32.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

Beban Kerja

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Berat 24 60.0 60.0 60.0

Ringan 16 40.0 40.0 100.0

Total 40 100.0 100.0

Asupan Energi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak memenuhi 29 72.5 72.5 72.5

memenuhi 11 27.5 27.5 100.0

Total 40 100.0 100.0


Masa Kerja

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Lama 32 80.0 80.0 80.0

Baru 8 20.0 20.0 100.0

Total 40 100.0 100.0

Umur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tua 33 82.5 82.5 82.5

Muda 7 17.5 17.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

Pendidikan Terakhir

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid SMP 2 5.0 5.0 5.0

SMA 32 80.0 80.0 85.0

S1 6 15.0 15.0 100.0

Total 40 100.0 100.0


LAMPIRAN VI
ANALISIS BIVARIAT

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Iklim Kerja * Kelelahan 40 100.0% 0 .0% 40 100.0%

Beban Kerja * Kelelahan 40 100.0% 0 .0% 40 100.0%

Asupan Energi * Kelelahan 40 100.0% 0 .0% 40 100.0%

Masa Kerja * Kelelahan 40 100.0% 0 .0% 40 100.0%

Masa Kerja * Kelelahan


Crosstab

Kelelahan

Lelah Tidak Lelah Total

Masa Kerja Lama Count 28 4 32

% within Masa Kerja 87.5% 12.5% 100.0%

Baru Count 2 6 8

% within Masa Kerja 25.0% 75.0% 100.0%

Total Count 30 10 40

% within Masa Kerja 75.0% 25.0% 100.0%


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value Df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 13.333a 1 .000

Continuity Correctionb 10.208 1 .001

Likelihood Ratio 11.876 1 .001

Fisher's Exact Test .001 .001

Linear-by-Linear Association 13.000 1 .000

N of Valid Casesb 40

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,00.

b. Computed only for a 2x2 table

Asupan Energi * Kelelahan


Crosstab

Kelelahan

Lelah Tidak Lelah Total

Asupan Energi Tidak memenuhi Count 19 10 29

% within Asupan Energi 65.5% 34.5% 100.0%

memenuhi Count 11 0 11

% within Asupan Energi 100.0% .0% 100.0%

Total Count 30 10 40

% within Asupan Energi 75.0% 25.0% 100.0%


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value Df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 5.057a 1 .025

Continuity Correctionb 3.386 1 .066

Likelihood Ratio 7.624 1 .006

Fisher's Exact Test .038 .024

Linear-by-Linear Association 4.931 1 .026

N of Valid Casesb 40

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,75.

b. Computed only for a 2x2 table

Beban Kerja * Kelelahan


Crosstab

Kelelahan

Lelah Tidak Lelah Total

Beban Kerja Berat Count 22 2 24

% within Beban Kerja 91.7% 8.3% 100.0%

Ringan Count 8 8 16

% within Beban Kerja 50.0% 50.0% 100.0%

Total Count 30 10 40

% within Beban Kerja 75.0% 25.0% 100.0%


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value Df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 8.889a 1 .003

Continuity Correctionb 6.806 1 .009

Likelihood Ratio 9.038 1 .003

Fisher's Exact Test .007 .005

Linear-by-Linear Association 8.667 1 .003

N of Valid Casesb 40

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,00.

b. Computed only for a 2x2 table

Iklim Kerja * Kelelahan

Crosstab

Kelelahan

Lelah Tidak Lelah Total

Iklim Kerja Tidak Normal Count 23 4 27

% within Iklim Kerja 85.2% 14.8% 100.0%

Normal Count 7 6 13

% within Iklim Kerja 53.8% 46.2% 100.0%

Total Count 30 10 40

% within Iklim Kerja 75.0% 25.0% 100.0%


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value Df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 4.596a 1 .032

Continuity Correctionb 3.077 1 .079

Likelihood Ratio 4.390 1 .036

Fisher's Exact Test .052 .042

Linear-by-Linear Association 4.481 1 .034

N of Valid Casesb 40

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,25.

b. Computed only for a 2x2 table


LAMPIRAN VII
Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Pengukuran Kelelahan Kerja dan Beban Kerja


Sumber: Data Primer 2018

Gambar 2. Pemasangan Heat Sress Monitor


Sumber: Data Primer 2018
Gambar 3. Pengukuran Food Recall
Sumber: Data Primer 2018

Gambar 4. Pengukuran Iklim Kerja Panas


Sumber: Data Primer 2018
LAMPIRAN VIII
Surat izin penelitian dari Dekan FKM UNHAS
LAMPIRAN IX
Surat izin penelitian dari kepala UPT P2T BKPMD
Provinsi Sulawesi Selatan
LAMPIRAN X
Surat Persetujuan penelitian dari PT Makassar Te’ne
LAMPIRAN XI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Andika Lati Fola

Alamat : Jl. Perintis Kemerdekaan IV Lr 4 Makassar SULSEL

Tempat/tgl lahir : Padang, 15 Oktober 1995

Agama : Islam

Bangsa : Indonesia

Pendidikan Terakhir : 1. SD Negeri 16 Koto Malintang

2. SMP Negeri 2 Tanjung Raya

3. SMA Negeri Agam Cendekia

Anda mungkin juga menyukai