Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS POLA KONSUMSI PURIN DAN TINGKAT PENGETAHUAN

DENGAN HUBUNGAN HIPERURISEMIA PADA PENDUDUK LANSIA


DI PENDESAAN KABUPATEN PIDIE

Auni Batrisyia

Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

aunibatrisyia271@gmail.com

Abstrak:. Asupan purin dapat menyebabkan terjadinya hiperurisemia yang dapat berakhir dengan
gout arthritis dan batu ginjal. Kadar purin terkandung di dalam protein hewani dan nabati.
Masyarakat di Kabupaten Pidie terkenal akan produksi emping melinjo yang paling tinggi di
bandingkan dengan kabupaten lain di Aceh. Masyarakat di Kabupaten Pidie juga memiliki
kebiasaan menggelar acara dengan makan makanan khas yang sebagian berasal dari protein
hewani. penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pola konsumsi makanan serta tingkat
pengetahuan dengan kadar asam urat pada penduduk lansia di pendesaan Kabupaten Pidie. Desain
Penelitian ini menggunakan cross sectional study. pemilihan tempat dilakukan secara purposive
yaitu di salah satu pendesaan di Kabupaten Pidie. Pengetahuan asam urat di peroleh dari 10
pertanyaan (B-S) melalui wawancara. Data asupan purin diperoleh dari data FFQ (Food Frequency
Quessinaire)semi kuantitatif melalui metode wawancara dan data status gizi diperoleh melalui
pengukuran antropometri.

Kata kunci : Hiperurisemia, purin, Kabupaten pidie.

PENDAHULUAN
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut
Usia, yang dimaksud dengan Lanjut Usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia 60
tahun ke atas. Indonesia termasuk Negara yang akan masuk ke penduduk struktur tua, karena
persentase penduduk lanjut usia yang telah mencapai 7,6% dari total penduduk (sensus
penduduk,BPS 2010) dan diproyeksikan akan meningkat dua kali lipat menjadi 15,77% pada tahun
2035.peningkatan ini terjadi seiring dengan Angka Harapan Hidup (AHH) Indonesia yang terus
meningkat dari 69,8 di tahun 2010 dan di proyeksikan menjadi 72,4 pada tahun 2035. 1

Keberhasilan Pembangunan di berbagai bidang terutama bidang kesehatan menyebabkan


terjadinya peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH) penduduk dunia termasuk Indonesia. Namun
di balik keberhasilan peningkatan UHH terselip tantangan yang harus di waspadai yaitu
meningkatnya angka kelahiran, beban penyakit (menular dan tidak menular) dan akan terjadi
peningkatan Angka beban Tanggungan penduduk kelompok dengan usia produktif dengan
kelompok usia tidak produktif. Ditinjau dari aspek kesehatan, kelompok lansia akan mengalami
penurunan derajat kesehatan baik secara alamiah maupun akibat penyakit. 1

Angka kesakitan Lansia tahun 2008 sampai 2012 di daerah perkotan cenderung lebih rendah
dibandingkan daerah pendesaan, hal ini dapat diartikan bahwa derajat kesehatan lansia yang
tinggal di daerah perkotaan relatif lebih baik dibandingkan dengan lansia yang tinggal di daerah
pendesaan. Angka mordibity rate atau angka kesakitan lansia pada tahun 2018 menunjukkan
daerah pendesaan mengalami keluhan kesehatan sebanyak 51,76 dan mengalami sakit sebanyak
27,98. Hal ini berbeda dengan penduduk daerah perkotaan yang memiliki angka mordibity rate
atau kesakitan pada lansia yang mengalami keluhan sakit sebanyak 50,28 dan yang mengalami
sakit sebanyak 24,1. Angka tersebut lebih rendah dari penduduk daerah pendesaan.2

Dengan bertambahnya usia, fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat proses degenerative
sehingga penyakit tidak menular banyak muncul apada usia lanjut. Penyakit yang sering diderita
oleh lansia tahun 2013 menurut Infodatin adalah hipertensi, arthritis, stroke. 3 Pada hasil riset
kesehatan dasar pada tahun 2018 penyakit yang paling banyak diderita oleh lansia adalah
hipertensi 63.5%, masalah gigi 53,6%, penyakit sendi 18%, masalah mulut 17%, diabetes mellitus
5.7%, penyakit jantung 4.5%, stroke 4.4%, gagal ginjal 0.8% dan kanker 0.4%. 2

Pravelensi penyakit sendi berdasarkan diagnosis pada penduduk umur lebih dari 15 tahun menurut
provinsi tahun 2013-2018, Aceh menempati angka tertinggi yaitu 13.3% pada tahun 2018 dengan
usia yang paling tinggi adalah 75 tahun keatas, dimana perempuan lebih mendominasi
dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 8.5% : 6.1%. Daerah pendesaan memiliki angka yang
tinggi yaitu sekitar 7.8% dibandingkan dengan perkotaan yang hanya 6.9%. pravelensi penyakit
sendi berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur lebih dari 15 tahun menerut karakteristik
pendidikan diperoleh angka tertinggi adalah 13.7% pada masyarakat yang tidak atau belum pernah
bersekolah. Sedangkan menurut pekerjaan, angka tertinggi adalah 9.90 pada masyarakat dengan
pekerjaan sebagai petani/buruh tani dan angka terendah adalah pada tingkat sekolah yaitu 1.10. 2

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan penelitian ini adalah untuk mengetahui penderita
hiperurisemia di perdesaan Kabupaten Pidie. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan
status gizi, asupan puri dan tingkat pengetahuan erhadap kejadian hiperurisemia pada masyarakat
pendesaan.

Kebiasaan makan merupakan faktor penting yang berpengaruh kepada status kesehatan dan
kemampuan fisik seseorang lanjut usia. Apabila usia meningkat,jumlah dan frekuensi makan yang
di konsumsi akan menurun jika dibandingakan dengan golongan usia muda. Beberapa penelitian
menemukan bahwa kecepatan metabolisme basal pada orang yang berusia lanjut menurun sekitar
15 sampai 20 persen. Hal ini terutama disebabkan berkurangnya jaringan lemak di dalam tubuh
(massa otot). Aktivitas seperti bekerja, olahraga yang dilakukan pada lansia juga menurun. Oleh
karena itu kebutuhan kalori pun menurun. Sehingga perlu di perhatikan agar densitas zat gizi dari
makanan tetap tercukupi. Asupan gizi yang tepat berperan dalam menciptakan kesehtan lansia
secara optimal. Kecukupan gizi akan terpenuhi jika para lansia memperhatikan pola makan yang
beragam dan bergizi seimbang.4

Banyak faktor yang dapat menyebabkan kelebihan asam urat di dalam darah, namun asupan purin
berkontribusi paling besar untuk terjadinya hiperurisemia, purin dapat berupa adenine, guanine,
xantin, hipoxantin yang merupakan molekul yang terdapat di dalam sel berbentuk nukleotida, yang
mempunyai peranan luas dalam berbagai macam proses biokimia di dalam tubuh. Pada manusia
dan hewan primata purin dimetabolisme sehingga menghasilkan produk akhir berupa asam urat.
Kadar asam urat dalam darah dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor fisik, genetik, dan
asupan makanan.Asupan makanan yang baik dapat mengkontrol kadar asam urat dalam darah.
5
Ada banayak jenis makanan yang dapat menyebabkan kadar asam urat tinggi seperti makanan
yang tinggi akan kandungan purin, makanan yang berprotein tinggi, serta konsumsi alcohol.
Makanan yang kaya akan purin dibagi menjadi tiga bahagian yaitu tinggi,sedang dan rendah.
Makanan dengan kategori tinggi memiliki kandungan purin( 100mg/1000) gram seperti
otak,hati,jeroan, daging bebek, ikan sarden, makarel, ekstrak daging. Kategori makana dengan
kandungan purin sedang (9-100mg/100gram) adalah daging sapi, ikan laut, ayam, udang, tahu &
tempe, asparagus, bayam, daun singkong, kangkung, daun & biji meinjo. Sedangkan kategori
makanan dengan kandungan purin rendah boleh di konsumsi tiap hari adalah nasi, ubi, singkong,
jagung, roti, telur, keju, semua sayuran dan buahan kecuali pada kelompok kategori sedang.
Peningkatan kadar asam urat dalam plasma dapat di sebabkan oleh meningkatnya produksi asam
urat atau menurunya pengeluaran asam urat. Apabila produksi asam urat meningkat akan terjadi
peningkatan pool asam urat, hiperurisemia dan pengeluaran asam urat melalui urin meningkat.
penyebab hiperursemia dibagi dua yaitu primer dan sekunder. Hiperurisemia primer disebabkan
oleh faktor genetik dan lingkungan. Hiperurisemia sekunder terjadi akibat komplikasi dengan
penyakit atau obat dari penyakit ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, hiperlipidemia, hipotiroid,
dan leukemia sedangkan faktor kegemukan dan minum alcohol dapat memicu terjadinya
hiperurisemia.1

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS ) Aceh tahun 2018 Banyaknya tanaman Melinjo,
tanaman yang dapat menghasilkan dan produksi di Kabupaten pidie itu sangat tinggi dibandingkan
kabupaten yang lain. ini sejalan dengan data BPS dari Kabupaten pidie, jumlah tanaman yang
memproduksi melinjo mencapai 60,068 di tahun 2017. Terdapat 7 sektor industri yaitu industri
pangan, industri sandang, industri kimia, industri bangunan, industri kerajinan, industri logam, dan
industri elektronika. Jumlah unit usaha pada semua sektor industri di kabupaten pidie tahun 2017
adalah 4.346 unit usaha. Pada tahun 2017, jenis industri kerajinan memiliki jumlah unit usaha
paling banyak dan menyerap tenaga kerja paling besar dibandingkan jenis industri kecil lainya,
masing-masing 1.946 unit usaha dengan tenaga kerja 4.727. jumlah usaha pangan terbesar adalah
usaha industri pangan emping melinjo yaitu sebesar 1.357 unit usaha, sementara usaha kerajinan
terbesar adalah kerajinan anyaman tikar pandan dengan 695 unit usaha.6

Makanan yang terbuat dari olahan biji dan daun melinjo tergolong dalam makanan dengan
kategori sedang yang mengandung purin. Selain itu, protein hewani merupakan contoh makanan
dengan kandungan tinggi purin. Mayarakat Aceh masih kental dengan tradisi maulid, acara
syukuran, memperingati tujuh hari, empat puluh hari, dan satu tahun meninggalnya anggota
keluarga, dan lain sebagainya membuat setiap orang dari kabupaten pidie ini kemungkinan
terpapar dengan makanan makanan yang memiliki kadar protein yang bervariasi seperti sedang,
rendah dan bahkan tinggi.7

Pengetahuan gizi penting untuk lansia, hal ini bertujuan untuk mencegah konsumsi makanan yang
tidak baik bagi tubuh sehingga dapat meminimalisir angka kejadian kesakitan pada lansia. tingkat
pengetahuan mencakup 6 tingkatan, yaitu (1) Tahu atau dapat mengingat materi yang sebelumnya;
(2) Memahami, yaitu kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpretasikan dengan benar objek
yang diketahui; (3) Aplikasi yaitu menggunakan materi yang telah dipelajari pada kondisi yang
sebenarnya; (4) Analisis yaitu kemampuan menjabarkan materi kedalam komponen-komponen; (5)
Sintesis yaitu kemampuan menghubungkan bagian-bagian menjadi satu 19 kesatuan yang baru; (6)
Evaluasi yaitu kemampuan melakukan penilaian terhadap suatu objek.
Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap suatu
objek tertentu. pengetahuan umumnya datang dari pengalaman yang dapat diperoleh dari informasi
yang disampaikan oleh guru, orang tua, keluarga, teman, buku, surat kabar dan majalah.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah proses untuk
mengetahui sesuatu yang dilakukan oleh manusia berdasarkan pengalaman, perasaan, pola
pikirnya terhadap objek tertentu. Pengetahuan gizi mempunyai peranan penting dalam
pembentukan kebiasaan makan seseorang, sebab hal ini akan mempengaruhi seseorang dalam
memilih jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi . pengaruh pengetahuan gizi terhadap
konsumsi makanan tidak selalu linier, artinya semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi ibu rumah
tangga, belum tentu konsumsi makanan menjadi baik. Konsumsi makanan jarang dipengaruhi oleh
pengetahuan gizi secara tersendiri, tetapi merupakan interaksi dengan sikap dan keterampilan gizi.
Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang akan cenderung memilih makanan yang murah
dengan nilai gizi yang lebih tinggi, sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan
dan minum sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi. Seseorang yang memiliki
pengetahuan positif tentang makanan maka akan memiliki kualitas makanan yang lebih baik.
Kualitas yang dimaksud adalah ketersediaan zat gizi dalam jumlah dan jenis yang cukup bagi
kesehatan tubuh.1

Hiperurisemia terjadi akibat peningkatan kadar asam urat serum lebih dari 6.8 mg/dl. 8 Asam urat
merupakan produk akhir dari metabolisme purin. Proses metabolsime purin terjadi di hepar
manusia Hal ini yang menjadi salah satu pemicu tingginya kadar asam urat di dalam darah.
Hiperurisemia dapat menyerang pria pada usia sekitar 30-50 tahun dan merupakan penyakit yang
diturunkan oleh generasi sebelumnya, tetapi tidak terjadi pada wanita. 9 Wanita dapat terserang
hiperurisemia setelah mengalami menopause. Hal ini berkaitan dengan peran hormon estrogen
yang berperan dengan proses regulasi asam urat di dalam darah. Pria memiliki risiko lebih besar
untuk terserang hiperurisemia dibandingkan pada wanita pada semua usia. 5

Gout adalah penyakit progresif akibat deposisi krital monosodium urat di persendian, ginjal dan
jaringan ikat lainya sebagai hiperurisemia yang telah berlangsung kronik . Perjalanan alamiah gout
terdiri dari tiga fase, yaitu :a) hiperurisemia tanpa gejala klinis, b) arthritis gout akut diselingi
interval tanpa gejala klinis(fase interkritikal), dan c) arthritis gout kronis.8

Gout adalah gangguan akibat reaksi inflamasi yang disebabkan oleh adanya Kristal monosodium
urat pada cairan sendi dan jaringan periartikular. Asam urat jarang terjadi pada anak-anak, karena
kapasitas sekresi ginjal terhadap asam urat masih baik dan belum mengalami proses degeneratif
seperti yang terjadi pada lansia. Jika ada serangan awal gout arthritis pada anak maka diharuskan
untuk mengevaluasi defek enzim pada metabolism purinya. 10

Terdapat empat tahap perjalanan klinis dari penyakit gout yang tidak diobati. Tahap pertama
adalah hiperurisemia asimtomatik. Nilai normal asam urat serum pada laki-laki adalah 5.1 ± 1.0
mg/dL dan pada perempuan adalah 4.0 ± 1.0 mg/dL. Nilai-nilai ini meningkat sampai 9-10 mg/dL
pada seseorang dengan gout. Dalam tahap ini pasien tidak menunjukkan gejala-gejala selain dari
peningkatan asam urat serum. Hanya 20% dari pasien hiperurisemia asimtomatik yang berlanjut
menjadi serangan gout akut .11

Kriteria diagonis arthritis gout akut dapat menggunakan kriteria menurut American college of
rheumatology (ACR)/European League against Rheumatism (EULAR). 8
Langkah–langkah dalam menggunakan kriteria ACR/EULAR Tahun 2015

pada Tabel 1, sebagai berikut:


Minimal 1 episode bengkak, nyeri pada sendi
Langkah 1: Kriteria
awal perifer atau burs

• Ditemukan kristal MSU pada sendi atau bursa


yang terlibat (misalnya cairan sinovial) atau tofus.
• Jika ditemukan, maka dapat diklasiϐikasikan
Langkah 2: Kriteria
sebagai gout tanpa mengaplikasikan kriteria
Cukup
klasifikasi pada tabel 1.

Langkah 3: Kriteria • Digunakan apabila tidak memenuhi kriteria cukup. •


Klasifikasi Diklasifikasikan sebagai gout jika jumlah skor dari kriteria
pada tabel 1 ≥ 8.

Berdasarkan uraian diatas, penulis terdorong dan merasa perlu untuk melakukan penelitian
mengenai analisis pola konsumsi dan tingkat penegetahuan dengan hubungan kadar asam urat
pada lanjut usia di pendesaan Kabupaten Pidie .

KESIMPULAN

Tujuan melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui keterkaitan antara pola konsumsi
makanan, tingkat pengetahuan dan hubungannya dnegan kadar asam urat tinggi (hiperurisemia)
pada lansia pendesaan di Kabupaten Pidie. Konsumsi makanan yang tinggi kandungan purin biasa
beresiko terjadinya hiperurisemia yang akan menjadi pecetus dariberbagai penyakit sseperti gout
arthritis dan batu ginjal. Lansia atau lanjut usia sangat rentan akan terjadinya hiperurisemia karena
fungsi kerja tubuh yang sudah mulai menurun akibat faktor degenerative. Pengetahuan akan
makan makanan ang kaya akan kandungan gizi sangat di butuhkan agar merungangi angka
mortalitas dan mordibitas pada lansia dan untuk meningkatkan Usia Harapan Hidup (UHH), serta
untuk kesejahteraan suatu bangsa.

DAFTAR PUSTAKA

1. Fajarina E. Analisis Pola Konsumsi Dan Pola Aktivitas Dengan Kadar Asam Urat Pada
Lansia Wanita Peserta Pemberdayaan Lansia Di Bogor. Anal Pola Konsumsi Dan Pola Akt
Dengan Kadar Asam Urat Pada Lansia Wan Peserta Pemberdaya Lansia Di Bogor.
2011;(Pola Konsumsi Dan Pola Aktivitas Dengan Kadar Asam Urat):1–83.

2. Kementerian Kesehatan RI Badan Penelitian dan Pengembangan. Hasil Utama Riset


Kesehatan Dasar. Kementrian Kesehat Republik Indones [Internet]. 2018;1–100. Available
from: http://www.depkes.go.id/resources/download/info-terkini/hasil-riskesdas-2018.pdf

3. Kemenkes. Infodatin-Lansia.2014.Pdf. 2014.

4. Pandji D. Menembus Dunia Lansia. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok


Gramedia; 2012. 107–109 p.
5. Kejadian T, Pada H. Pengetahuan Asam Urat, Asupan Purin Dan Status Gizi Terhadap
Kejadian Hiperurisemia Pada Masyarakat Perdesaan. Media Pendidikan, Gizi, dan
Kuliner. 2018;7(2):1–11.

6. Aceh BP. Provinsi Aceh Dalam Angka 2018. 2018; Available from:
https://aceh.bps.go.id/publication/2018/08/16/efb8d64a5865c3960ff0af75/provinsi-aceh-
dalam-angka-2018.html

7. Ilyas, No. Agung S. Maryati D. Beberapa faktor yang berhubungan Dengan Kejadian
Hiperurisemia pada pasien rawat jalan di Rs Dustira Cimahi. Gizi Indon. 2014;37(2):91–
100.

8. Sumariyono, Alwi I. Pedoman Diagnosis dan Pengelolahan Gout. Penghimpunan


Rheumatologi Indonesia. 2018. 20 p.

9. Parthasarathy P, Vivekanandan S. Urate crystal deposition, prevention and various


diagnosis techniques of GOUT arthritis disease: a comprehensive review. Heal Inf Sci Syst
[Internet]. 2018;6(1):1–13. Available from: https://doi.org/10.1007/s13755-018-0058-9

10. Fathallah-Shaykh SA, Cramer MT. Uric acid and the kidney. Pediatr Nephrol.
2014;29(6):999–1008.

11. Jansen Dirken-Heukensfeldt KJM, Teunissen TAM, Van De Lisdonk EH, Lagro-Janssen
ALM. Clinical features of women with gout arthritis. A systematic review. Clin
Rheumatol. 2010;29(6):575–82.

Anda mungkin juga menyukai