Anda di halaman 1dari 15

MODUL 5

JANTAN DAN PEJANTAN

I. PENDAHULUAN

Pengelolaan pejantan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam


suatu usaha peternakan ternak perah (sapi, kerbau, kambing dan domba perah)
secara keseluruhan. Selain betina, keberadaan jantan dan atau pejantan dalam
suatu peternakan sangat penting baik secara langsung maupun tidak langsung
untuk menunjang kesinambungan proses produksi dan reproduksi. Reproduksi
merupakan suatu kemewahan fungsi tubuh yang tidak vital bagi individu tersebut
tetapi sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu bangsa ternak. Defenisi ini
memberikan suatu pemahaman bahwa reproduksi perlu dikelola secara baik
apabila dalam suatu peternakan perah diinginkan hasil/produksi yang optimal dan
efisien.
Pengelolaan pejantan harus sudah dilakukan semenjak masa pedet, dengan
demikian dapat diikuti perkembangan performansnya dari awal. Perawatan dan
latihan yang teratur dapat menghasilkan jantan dan pejantan yang mudah
ditangani dan dikendalikan. Pemberian pakan yang baik (proporsional) sesuai
masa pertumbuhan pedet jantan dapat menunjang pertumbuhan dan
perkembangan pedet jantan menjadi jantan muda yang memiliki kondisi tubuh
prima. Penerapan seleksi dengan metode yang baik dan benar dapat membantu
menyediakan pejantan unggul dalam peternakan. Seleksi dimaksud dapat
dilakukan melalui uji keturunan (progeny test). Kemajuan IPTEKS telah
membuka peluang yang besar untuk mengelola reproduksi tanpa kehadiran
pejantan (yaitu, dengan Inseminasi Buatan dan atau Transfer Embrio). Akan tetapi
kehadiran pejantan unggul dalam suatu peternakan juga memiliki arti tersendiri,
karena peternak dapat dengan mudah melaksanakan proses perkembangbiakan
ternak.
Dengan mempelajari modul ini anda memperoleh sejumlah pengetahuan
tentang bagaimana menangani dan mengelola jantan dan pejantan di dalam suatu

80
peternakan perah. Untuk mempermudah anda dalam mempelajari 5 ini maka
pembahasan materi selanjutnya dikemas dalam beberapa topik yaitu: a)
penanganan pedet jantan; b) pakan sapi jantan; c) menaksir berat badan; d)
mengawinkan pejantan dan e) memilih pejantan.

II. PENYAJIAN

II. 1. PENANGANAN PEDET JANTAN


Selama 10 hari pertama setelah lahir, pedet ditangani dalam kandang
khusus yakni kandang observasi. Setelah masa observasi tersebut biasanya
dipindahkan dalam kandang kelompok (group pens). Setiap group pens
layaknya ditempati sebanyak 5 – 6 pedet dengan umur dan jenis kelamin yang
sama.
Ketika sudah berumur 6 – 8 bulan, pedet jantan sepatutnya tidak dilepas
bersama-sama dengan pedet betina di padang penggembalaan atau areal
gembalaan; mengapa demikian? Pada umur seperti itu aktivitas kelamin dari
pedet jantan mulai tampak, dan bisa saja terjadi perkawinan (coba-coba). Bukan
tidak mungkin bahwa perkawinan coba-coba bisa saja menyebabkan kebuntingan.
Karena itu perlu dihindari kemungkinan terjadinya perkawinan dini. Tahukah
anda apakah akibatnya bila terjadi perkawinan dini?
Perkembangan lebih lanjut, biasanya akan muncul tanda/sifat kelamin
sekunder seperti nervous, galak, tanduk semakin bertumbuh dan suka berkelahi,
dimana hal ini bisa menyebabkan pedet jantan sukar ditangani, bahkan bisa
membahayakan ternak lain dan peternak. Oleh karena itu maka ketika berumur 6
bulan pedet jantan mulai diberi cincin hidung yang terbuat dari logam yang tidak
mudah karat. Pedet yang telah diberi cincin hidung, sekalipun galak tetapi apabila
cincin hidung dipegang dan ditarik maka pedet tersebut akan menurut saja
sehingga mudah dikendalikan. Seiring dengan perkembangan umur dan ukuran
tubuh ternak setelah memasuki 10 – 12 bulan maka cincin hidung sedapat
mungkin dapat diganti dengan yang lebih besar.
Maksud pemberian cincin hidung adalah untuk mempermudah perawatan
dan latihan serta mengurangi bahaya. Latihan bagi jantan diperlukan agar lebih
jinak dan mudah dikuasai serta apabila kelak dipergunakan sebagai pejantan maka

81
sudah terbiasa dengan tugas dan kewajibannya. Untuk maksud ini maka seorang
peternak harus memiliki keberanian, ketekunan, kesabaran serta kasih sayang
terhadap ternaknya sehingga ternak juga merasa dekat dengan manusia (peternak).
Adapun latihan bagi pejantan meliputi pengenalan menggunakan tali leher dan
tidak berontak ketika diikat, menuntun keluar kandang (agar terbiasa dituntun
orang/peternak), mengenali tambat dan bahkan tidak beraksi menolak vagina
buatan (ketika semen ditampung) serta aktivitas-aktivitas lainnya dari ternak
jantan.

II. 2. PAKAN SAPI JANTAN


Program pemberian pakan sapi jantan sama dengan sapi dara selama bulan
pertama masa pemeliharaan. Jantan muda umumnya bertumbuh lebih cepat
daripada dara pada umur yang sama. Oleh karena itu membutuhkan energi dan
nutrisi lainnya lebih banyak dibanding dara untuk mencukupi tuntutan
pertumbuhan yang cepat tersebut dan mendukung perkembangan seksualnya.
Dalam beberapa referensi dinyatakan bahwa makanan (pakan) memainkan
peranan yang sangat vital dalam pencapaian pubertas. Dengan demikian,
pemberian pakan yang kurang dapat menunda permulaan pubertas dan
menyebabkan rendahnya kualitas semen serta memperlambat laju pertumbuhan.
Disamping pemberian konsentrat bebas, jantan muda harus diberi pilihan bebas
terhadap hay berkualitas baik, pada umur 10 bulan porsi terbesar ransum jantan
muda berupa rumput bebas, silase atau hay.
Konsentrat harus terus menerus diberikan dalam jumlah tertentu
tergantung kualitas pakan berserat (roughage) yang dikonsumsi. Konsentrat
yang cukup harus diberikan untuk mendukung pertumbuhan yang cepat tanpa
menyebabkan kegemukan yang berlebihan (excessive fattening). Campuran
konsentrat dengan kadar protein kasar 12% adalah memadai untuk jantan setahun
dan dewasa bila diberikan pakan berserat berkualitas baik apakah legum ataupun
rumput. Suatu aturan yang baik untuk jantan dewasa adalah memberikan hay 1 lb
(= 0,4536 kg) dan konsentrat 0,5 lb per 100 lb berat badan setiap hari. Jadi bila
berat badan jantan tersebut 2000 lb (= 917,2 kg) setiap harinya harus memperoleh
hay 9,172 kg dan campuran konsentrat 4,586 kg. Kegemukan pada jantan harus

82
dihindari karena dapat mengurangi libidonya dan menyebabkan stres parah serta
kelemahan kaki dan paha.
Kelebihan kalsium dalam ransum jantan terutama pada jantan yang lebih
tua dapat menyebabkan masalah. Apabila diberikan legum maka konsentrat yang
diberikan tidak boleh mengandung suplemen kalsium. Biasanya campuran
konsentrat mengandung tambahan kalsium untuk memenuhi kebutuhan induk
laktasi yang kehilangan kalsium tubuh untuk produksi susu. Tetapi dalam hal ini
jantan tidak mengalami kehilangan kalsium. Kelebihan kalsium akan berakibat
ruas tulang belakang dan tulang lainnya membengkok. Karena itu jantan harus
diberikan campuran konsentrat yang berbeda dengan yang diberikan untuk induk
laktasi. Tabel-tabel berikut menyajikan data kebutuhan zat makanan untuk jantan
muda (Tabel 5.1.) dan pejantan dewasa (Tabel 5.2.)

Tabel 5.1. Kebutuhan Zat Makanan untuk Jantan Muda


BB (Kg) PBB (g/h) PK (g) ME TDN (kg) Ca (g) P (g) Vit A
(Mkal) (x 1000 IU)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
100 700 361 7,17 1,89 16 8 4,2
800 381 7,64 2,00 17 9 4,2
900 403 8,09 2,10 18 9 4,2
1000 427 8,47 2,18 19 10 4,2
150 500 476 9,42 2,52 18 11 6,4
600 497 9,91 2,63 19 11 6,4
700 520 10,30 2,72 20 12 6,4
800 539 10,84 2,84 21 13 6,4
900 555 11,47 2,98 21 13 6,4
1000 583 11,73 3,04 22 13 6,4
200 500 602 11,46 3,10 20 13 8,5
600 622 12,01 3,22 21 14 8,5
700 640 12,59 3,35 21 14 8,5
800 660 13,07 3,46 22 15 8,5
900 688 13,52 3,56 23 16 8,5
1000 702 14,05 3,68 23 16 8,5
250 500 684 13,44 3,65 22 16 10,6
600 702 14,00 3,78 23 16 10,6
700 718 14,62 3,92 23 17 10,6
800 736 15,20 4,05 24 17 10,6
900 753 15,78 4,18 25 17 10,6
1000 778 16,13 4,26 25 18 10,6
300 500 777 15,45 4,21 24 18 12,7
600 800 16,13 4,27 25 19 12,7
700 811 16,89 4,54 26 19 12,7
800 827 17,52 4,68 26 19 12,7
900 845 28,09 4,81 27 19 12,7
1000 862 18,70 4,97 27 20 12,7
400 500 828 17,27 4,70 25 19 14,8

83
600 863 18,13 4,91 26 20 14,8
700 873 19,93 5,09 27 20 14,8
800 887 19,60 5,24 27 20 14,8
900 903 20,22 5,38 28 21 14,8
1000 917 20,89 5,53 28 21 14,8
Sumber: Siregar (1990) Hal 85-86

Tabel 5.2. Kebutuhan Zat Makanan untuk Pejantan Dewasa


BB (Kg) PK (g) ME (Mkal) TDN (kg) Ca (g) P (g) Vit A
(x 1000 IU)
500 673 15,95 4,37 20 15 21
600 766 18,29 5,01 23 17 25
700 852 20.52 5,62 26 19 30
800 942 22,52 6,17 29 21 34
900 1017 24,79 6,79 31 23 38
1000 1093 26,83 7,35 34 25 42
1100 1169 28,84 7,90 36 27 47
1200 1244 30,77 8,43 39 29 51
1300 1316 32,67 8,95 41 31 55
1400 1386 34,49 9,45 43 33 59
Sumber: Siregar (1990) Hal 87

Contoh Penyusunan Ransum

Seekor sapi perah jantan memiliki bobot 250 kg, diharapkan dengan
pengelolaan pakan yang baik dapat memberikan pertambahan bobot rata-rata 0,6
kg/hari. Zat makanan yang dibutuhkan terdiri atas bahan kering 6,3 kg; protein
kasar 0,702 kg; energi TDN 3,78 kg/hari. Bahan pakan yang tersedia berupa
rumput lapangan (sebagai pakan utama) dan tepung jagung (sebagai pakan
tambahan). Kandungan bahan kering rumput lapangan 15,0%; dari bahan kering
tersebut protein kasar sebesar 10,2% dan TDN 53,0%; sedangkan bahan kering
tepung jagung 86%; dari bahan kering tersebut terdapat protein kasar 10,6% dan
TDN 90,0%.

Pertanyaan:
Bagaimanakah anda memformulasikan ransum tersebut agar bisa
memenuhi kebutuhan zat-zat makanan bagi sapi jantan tersebut?

Penyelesaian:
Untuk memenuhi energi 3,78 kg TDN/hari dibutuhkan rumput lapangan
sebanyak 3,78/0,53 x 1kg = 7,13 kg bahan kering atau dalam bahan segar menjadi
100/15,0 x 7,13 = 47,5 kg. Dalam 47,5 kg rumput segar tersebut terdapat:
- bahan kering sebanyak: 7,13 kg, dan

84
- protein kasar sebanyak: 10,2% x 7,13kg = 0,727kg

Tabel 5.3. Selisih Kebutuhan dan Ketersediaan Nutrisi


Uraian BK (kg) PK (kg) Energi/TDN (kg)
Kebutuhan 6,30 0,702 3,78
Tersedia dari rumput (47,5 kg) 7,13 0,727 3,78
Selisih dengan kebutuhan 0,83 0,025 0
1 kg rumput lapangan segar mengandung energi TDN sebanyak: 3,78/47,5
x 1 kg = 0,08 kg
1 kg tepung jagung dari berat keringnya menyumbang energi TDN
sebanyak: 86/100 x 90/100 x 1 kg = 0,77 kg
Dengan demikian 1 kg tepung jagung dalam berat keringnya setara
dengan 0,77/0,08 x 1 kg = 9,63 kg rumput lapangan segar.
1 kg tepung jagung mengandung bahan kering 0,86 kg; sedangkan 9,63 kg
rumput lapangan segar mengandung bahan kering: 0,15 x 9,63 kg = 1,44 kg.
Perbedaan bahan kering antara 1 kg tepung jagung dan 9,63 kg rumput
lapangan segar sebesar: 1,44 – 0,86 = 0,58 kg. Dalam hal ini apabila 1 kg tepung
jagung dipakai untuk menggantikan 9,63 kg rumput lapangan segar akan terdapat
kekurangan bahan kering sebanyak 0,58 kg. Namun apabila ransum tersebut
hanya berupa rumput lapangan segar sebanyak 47,5 kg maka akan terdapat
kelebihan bahan kering sebanyak 0,83 kg.
Kelebihan bahan kering rumput lapangan segar sebanyak 0,83 kg ini
ekuivalen dengan: 0,83/0,58 x 1 kg = 1,43 kg tepung jagung. Dari hasil
perhitungan tersebut di atas maka ransum yang dapat diformulasikan untuk
memenuhi kebutuhan sapi jantan tersebut adalah:
- Tepung Jagung = 1,43 kg
- Rumput Lapangan Segar = 47,5 – (9,63 x 1,43) kg = 33,5 kg

II.3. MENAKSIR BOBOT BADAN


Dalam pengelolaan pemberian pakan kepada ternak apakah dalam bentuk
segar maupun atas dasar bahan kering selalu didasari pada bobot badan. Untuk
mengetahui datan bobot badan sapi perah atau ternak lainnya baik anak, remaja
maupun dewasa dapat dilakukan dengan menimbang ternak tersebut

85
menggunakan alat timbang konvensional atau alat timbang khusus. Namun
demikian ada satu hal yang patut diperhatikan bahwa selain harga timbangan yang
kemungkinan mahal dan tidak terjangkau oleh petani juga kemungkinan
timbangan khusus yang dimaksud (misalnya untuk ternak besar seperti sapi dan
kerbau) tidak mudah dibawa kemana-mana apalagi sampai ke pelosok daerah
perdesaan.
Menghadapi persoalan seperti ini maka dipergunakan metode pendekatan
dengan menaksir atau menduga bobot badan berdasarkan data berbagai ukuran
linear tubuh. Umumnya ukuran linear tubuh dimaksud mencakup panjang badan,
lingkar dada dan tinggi pundak/gumba. Ukuran-ukuran tersebut, didefenisikan
oleh Hardjosubroto dan Astuti (1993) sebagai berikut:
1. Tinggi pundak/gumba (cm): jarak lurus antara titik tertinggi tulang gumba
sampai permukaan tanah, diukur pada ruas tulang rusuk ke 3 dan 4.
2. Panjang badan absolute (cm): jarak antara ujung sendi bahu sampai ke
bungkul tulang duduk.
3. Lingkar dada (cm): ukuran keliling yang dikur mengelilingi dada tepat di
belakang tulang siku.
Peralatan yang dipakai berupa tongkat ukur (untuk mengukur panjang
badan dan tinggi pundak/gumba) dan pita ukur untuk mengukur lingkar dada.
Suatu penelitian pendugaan berat sapi perah menggunakan ukuran lingkar dada
telah didapatkan satu persamaan regresi yang bisa dipakai dalam menduga berat
badan sapi perah, yaitu:
1. untuk sapi perah jantan:
B = 101,1 – 2,493 L + 0,02317 L2
2. untuk sapi perah betina dewasa:
B = 601,8 – 9,033 L + 0,04546 L2
Keterangan: B = bobot badan (kg)
L = lingkar dada (cm)

Misalkan seekor sapi perah betina memiliki ukuran lingkar dada 120cm,
maka bobot badan sapi tersebut adalah:
B (kg) = 601,8 – 9,033 (120) + 0,04546 (120)2
= 601,8 – 1083,96 + 654,624
= 172,5

86
Jadi bobot badan sapi betina tersebut adalah 172,5 kg.
Selain menggunakan satu ukuran linear tubuh, pendugaan bobot badan
juga dapat dilakukan dengan menggunakan data dari dua ukuran linear tubuh.
Camoens (1976) menggunakan data tinggi pundak dan lingkar dada dalam
menduga berat badan kerbau dengan formula:
B = 40 T – 11 L -450
Keterangan: T = tinggi pundak (inchi)
L = lingkar dada (inchi)
B = berat badan (pound)
1 inchi = 2,54 cm; 1 pound = 0,4536 kg

Misalkan seekor kerbau memiliki tinggi pundak 45 inchi dan lingkar dada
50 inchi, maka bobot badan kerbau tersebut adalah:
B (pound) = 40 (45) – 11 (50) - 450
= 1800 – 550 – 450
= 800
Jadi bobot badan kerbau tersebut adalah 800 pound atau 362,88 kg
Disadari bahwa bobot badan yang diperoleh dari hasil pendugaan ini
belum tepat seratus persen sebagaimana yang didapatkan dengancara menimbang
menggunakan alat timbangan ternak. Hasil pendugaan dengan menggunakan
formula sebagaimana di atas hampir mendekati bobot sesungguhnya. Dengan
demikian dapat membantu masyarakat terutama petani peternak yang jauh dari
jangkauan alat timbang, berapa bobot badan ternak sapi/kerbau yang
dipeliharanya.

II. 4. MENGAWINKAN JANTAN


Pengelolaan perkawinan yang baik dan benar adalah salah satu cara untuk
mencegah kegagalan atau pengurangan pendapatan peternak dari hasil penjualan
susu. Saat pedet jantan berumur 10 – 12 bulan sudah mengalami pubertas. Ini
berarti bahwa aktivitas reproduksinya (mengawini betina, menghasilkan
sperma/semen) sudah mulai. Namun demikian belum direkomendasikan
pemakaiannya sebagai pejantan. Pemakaian untuk mengawini betina baru dimulai
pada saat berumur 1 ½ tahun dengan frekwensi kawin 1 kali seminggu. Seiring

87
dengan pertambahan umur maka frekwensi kawin dapat ditingkatkan yakni pada
umur 2 tahun dengan frekwensi 2 – 3 kali seminggu.
Pada umur 3 – 4 tahun sudah dapat dipakai untuk memacek 4 kali
seminggu maksimal selama 2 minggu kemudian diistirahatkan selama 10 – 14
hari baru boleh dipakai lagi. Kemampuan dan kapasitas hasil perkawinan dari
pejantan tersebut yang terbaik diketahui setelah umur 5 – 7 tahun, hal ini ada
hubungannya dengan puncak pertumbuhan tubuh jantan tersebut tercapai pada
umur 5 tahun. Apabila jantan sering dipakai untuk mengawini betina sebelum
puncak pertumbuhannya tercapai dapat berakibat penurunan kondisi tubuh, libido
(nafsu untuk kawin) dan fertilitasnya.
Hasil-hasil perkawinan yang dilakukan selama periode-periode
sebelumnya sebaiknya dicatat untuk dijadikan sebagai sumber informasi yang
penting terutama untuk pelaksanaanseleksi/pemilihan jantan terbaik yang akan
dijadikan sebagai unggulan dalam peternakan tersebut. Tidak hanya itu saja, tetapi
ketika jantan itu mulai digunakan untuk mengawini betina maka sebaiknya diikuti
pula dengan kegiatan/prosedur evaluasi kualitas semen. Evaluasi terhadap semen
meliputi kuantitas dan kualitas, yakni menyangkut: volume semen, jumlah dan
kepadatan sperma, motilitas dan pergerakan.

II. 4. MEMILIH PEJANTAN


Dalam program ini, sejumlah pedet jantan dalam peternakan diikuti
perkembangannya dan dievaluasi penampilan eksteriornya. Jantan-jantan yang
secara eksterior tidak bagus sebaiknya disingkirkan dari program pembibitan
Jantan-jantan tersebut selanjutnya digemukkan dan layak sebagai ternak potong.
Jantan-jantan yang memiliki penampilan eksterior baik dipertahankan dalam
peternakan dan selanjutnya dilakukan uji keturunan (progeny test), untuk
melihat performans turunannya. Apabila dari hasil uji ini masih didapatkan ada
yang kurang baik (tidak sesuai kriteria) maka harus dikeluarkan. Jantan yang
dikeluarkan ini masih bisa dipakai di tempat lain dengan kriteria seleksi yang
lebih rendah dari kriteria yang dipakai dalam peternakan. Sementara jantan yang
baik dipertahankan sebagai unggulan dalam peternakan. Diagram 5.1.
memperlihatkan alur kegiatan pelaksanaan pemilihan jantan sapi perah untuk
dijadikan sebagai unggulan, yang dimulai semenjak masa pedet.

88
Pada peternakan kambing perah, syarat yang paling penting adalah
kambing harus sehat, usia masih muda dan tidak pernah terkena penyakit
berbahaya/menular. Untuk calon pejantan (pemacek) adalah: tidak cacad fisik,
bentuk tubuh baikdan normal, kaki kokoh dan otot kuat, tanduk yang serasi,
berbulu halus dan bersih, scrotum besar dan normal, usia kurang dari satu tahun
dengan bobot 20 – 25 kg.

PEDET-PEDET
JANTAN

PEDET-PEDET JANTAN PEDET-PEDET JANTAN


DENGAN EKSTERIOR DENGAN EKSTERIOR
PALING BAIK KURANG BAIK

SALURKAN KE BALAI- KELUARKAN ATAU


BALAI INSEMINASI CULLING
BUATAN

PROGENY TESTING PEJANTAN


YANG KURANG BAIK

PEJANTAN PALING BAIK KELUARKAN ATAU


ATAU BIBIT UNGGUL CULLING

Diagram 5. 1. Pelaksanaan Pemilihan Pedet Jantan Sebagai Bibit


(Sumber: Siregar, 1990, hal. 112)

III. PENUTUP

III.1. RANGKUMAN

89
Pengelolaan pejantan dilakaukan semenjak masa pedet, sehingga
mengetahui performansnya dariawal. Ketika pedet jantan berumur 6 – 8 bulan,
sebaiknya dipisahkan dari pedet betina untuk menghindari kemungkinan
terjadinya “perkawinan dini”. Pemberianpakan yang abaik dapat menunjang
pubertas dan kualitas semen serta laju pertumbuhan. Selain konsentrat bebas,
jantan muda harus diberi pilihan bebas terhadap hay berkualitas baik. Pada umur
10 bulan porsi terbesar ransum jantan muda berupa rumput bebas, silase atau hay.
Konsentrat dengan kadar protein kasar 12 % sudah memadai untuk jantan muda
dan dewasa yang mengkonsumsi pakan serat berkualitas baik legum ataupun
rumput. Ketika pubertas (umur 10 – 12 bulan) belum dibolehkan diapakai sebagai
pejantan. Penggunaan untuk mengawini betina secara bertahap mulai berumur 1 ½
tahun dengan frekwensi kawin 1 kali seminggu; 2 – 3 kali seminggu pada umur 2
tahun; 4 kali seminggu pada umur 3 – 4 tahun. Jantan yang secara eksterior tidak
bagus dikeluarkan dan yang baik dilakukan uji keturunan (progeny test).
Jantan yang baik dari hasil uji ini dipertahankan sebagai unggulan dalam
peternakan.

III.2. TUGAS TUGAS


1. Jelaskan bagaimana saudara menangani pedet jantan sehingga kelak menjadi
pejantan yang mudah dikendalikan?
2. Jelaskan mengapa perkawinan dini tidak diperbolehkan dalam manajemen
peternakan perah yang professional?
3. Buatlah Skema/Bagan alir pelaksanaan pemilihan sapi jantan untuk dijadikan
sebagai pejantan dalam suatu peternakan sapi perah!
4. Apakah yang akan terjadi apabila seekor pejantan setelah berumur 2 tahun
sering dipakai untuk mengawini betina dengan frekwensi kawin lebih dari 4
kali seminggu? Jelaskan pendapat saudara!

III.3. TES MANDIRI

1 B - Pedet jantan ketika berumur 6 – 8 bulan apabila dilepas di padang


S pengembalaan tidak boleh bersama-sama dengan pedet betina
2 B - Sejak umur 6 bulan sebaiknya pedet jantan diberi cincin hidung
S supaya sifat kelamin sekundernya bisa muncul dengan sempurna
3 B - Disamping pemberian konsentrat bebas, jantan muda harus diberi

90
S pilihan bebas terhadap hay berkualitas baik, pada umur 10 bulan
porsi terbesar ransum jantan muda berupa rumput bebas, silase
atau hay.
4 B - Sapi perah jantan muda dengan bobot 400 kg membutuhkan
S kalsium dalam ransum lebih sedikit dibandingkan dengan yang
berbobot 250 kg.
5 B - Seekor sapi jantan membutuhkan bahan kering ransum sebanyak
S 6,30 kg; Jika sapi tersebut diberikan rumput lapangan sebanyak
47,5 kg (BK = 15,0%) maka akan terdapat kekurangan bahan
kering sebanyak 0,83 kg
6 B - Seekor sapi jantan membutuhkan Protein kasar ransum sebanyak
S 0,702 kg; Jika sapi tersebut diberikan rumput lapangan sebanyak
47,5 kg (BK = 10,2%) maka akan terdapat kelebihan protein
kasar sebanyak 0,025 kg
7 B - Pedet jantan sudah mencapai pubertas pada umur 10 – 12 bulan ,
S namun demikian belum direkomendasikan pemakaiannya sebagai
pejantan. Penggunaannya untuk mengawini betina baru dimulai
pada saat berumur 1 ½ tahun dengan frekwensi kawin 1 kali
seminggu.
8 B - Kemampuan dan kapasitas hasil perkawinan dari pejantan yang
S terbaik diketahui setelah umur 5 – 7 tahun.
9 B - Sehubungan dengan memilih pejantan, maka jantan yang secara
S eksterior tidak bagus sebaiknya disingkirkan dan digemukkan
untuk dijadikan ternak potong.
10 B - Jantan-jantan dengan eksterior yang bagus selanjutnya sudah
S dapat dijadikan pejantan unggul dalam peternakan.

III.4. UMPAN BALIK

Sekarang, cocokkan jawaban anda dengan jawaban tes formatif yang ada
di bagian akhir modul ini. Hitunglah jumlah jawaban anda yang benar, kemudian
gunakan rumus yang ada berikut ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda
mempelajari materi modul satu ini.

Tingkat penguasaan = jumlah jawaban anda yang benar x 100%


10

Arti tingkat penguasaan yang anda capai:


90% - 100% = baik sekali
80% - 89% = baik
70% - 79% = cukup
- 69% = kurang
Apabila anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, anda dapat
meneruskan mempelajari modul 6. Tetapi kalau nilai anda berada di bawah 80%

91
maka anda harus mengulangi mempelajari modul ini terutama pada bagian yang
anda belum menguasainya.

III. 5. KUNCI JAWABAN TES MANDIRI

No. 1 Jawaban B
Jelas, bahwa hal ini untuk menghindari kemungkinan terjadinya perkawinan dini
dimana ini tidak diharapkan.
No. 2, Jawaban S
Memberikan cincin pada hidung pedet jantan ketika mulai berumur 6 bulan,
dimaksudkan untuk memudahkan peternak dalam menangani pedet tersebut,
karena pada umur 6 bulan sifat-sifat/tanda kelamin sekunder mulai muncul
seperti, nervus, galak dan lainnya.
No. 3, Jawaban B
Hal ini dimaksudkan agar jantan muda tersebut tidak mengalami kegemukan.
No. 4. Jawaban S
Semakin besar ukuran tubuh (semakin berat) tuntutan kebutuhan akan kalsium
juga bertambah; dengan demikian kebutuhan kalsium bagi jantan muda dengan
bobot 400 kg lebih banyak dibandingkan dengan yang memiliki bobot 250 kg.
No. 5. Jawaban S
Kebutuhan bahan kering sapi tersebut = 6,30 kg. Jumlah rumput lapangan segar
yang diberikan sebanyak 47,5 kg dengan kandungan bahan kering 15,0%. Ini
berarti bahwa bahan kering rumput lapangan yang diberikan sebanyak 15/100 x
47,5 kg = 7,13. Jadi ada kelebihan bahan kering sebanyak 0,83 kg- bukan
kekurangan.
No. 6. Jawaban B
Kebutuhan protein kasar sapi tersebut = 0,702 kg. Jumlah rumput lapangan segar
yang diberikan sebanyak 47,5 kg dengan kandungan protein kasar 10,2%. Ini
berarti bahwa protein kasar dalam bahan kering rumput lapangan yang diberikan
sebanyak 10,2/100 x 7,13 kg = 0,727 kg. Jadi ada kelebihan protein kasar
sebanyak 0,025 kg

92
No. 7. Jawaban B
Walaupun sudah menunjukkan pubertas itu berarti kedewasaan kelamin sudah
tercapai namun kedewasaan tubuh belum tercapai. Oleh karenanya perlu untuk
ditangguhkan beberapa saat hingga berumus 1 ½ tahun baru dapat dipakai
mengawini betina itupun dengan frekuensi yang terbatas.

No. 8. Jawaban B
Karena pada umur tersebut seekor pejantan sudah mencapai usia
kematangan/kedewasaan yang sesungguhnya.
No. 9 Jawaban B
Karena jantan tersebut tidak memenuhi kriteria untuk dijadikan sebagai pejantan,
namun masih bisa dialih fungsikan dalam hal ini menghasilkan daging. Disinilah
letak keunggulan ternak perah dimana selain susu sebagai produk utama juga
menghasilkan daging dalam jumlah dan kualitas yang tidak kalah dengan ternak
sapi potong.
No. 10 Jawaban S
Sekalipun jantan tersebut memiliki eksterior bagus, namun untuk bisa dijadikan
sebagai pejantan unggul harus melalui uji keturunan, untuk membuktikan bahwa
jantan tersebut memiliki keturunan yang mempunyai kinerja/performans yang
baik.

III.6. KEPUSTAKAAN

Bath, D. L., F. N. Dickinson, H. A. Tucker and R. D. Apleman, 1978, Dairy


Cattle: Principle Practices Problem Profits, 2nd ed. Lea and Febiger,
Philadelphia.

Eustice, R. F. 1988. Pedoman Pengelolahan Sapi Perah. Namdi Amerta Agung,


Salatiga.

Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan,


Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Hardosubroto, W. dan J.M. Astuti, 1993. Buku Pintar Peternakan, PT. Gramedia
Widisarana Indonesia, Jakarta.

93
Murti, T.W. dan G. Ciptadi, 1987, Kerbau Perah dan Kerbau Kerja, Mediyatama
Sarana Perkasa, Jakarta.

Murtidjo, B.A., 1993, Kambing sebagai Ternak Potong dan Perah, Kanisius,
Yogyakarta.

Quinn, T. 1980. Dairy Farm Management. Publishing by Van Nostrand


Reinhold Company a Division of Litton Educational Publishing Inc., New
York

Siregar S. 1990. Sapi Perah; Jenis , Teknik Pemeliharaan dan Analisa Usaha,
Penebar Swadaya, Jakarta

94

Anda mungkin juga menyukai