Anda di halaman 1dari 89

SIKLON TROPIS DI INDONESIA

Tim Penulis

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA


2018
Siklon Tropis di Indonesia
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta: 2018

79 halaman + ix, 14,8 x 21 cm

Siklon Tropis di Indonesia

Penulis:
Mia Khusnul Khotimah
Richard Mahendra Putra
Kiki
Teguh Setyawan
Rahmah Darul Muqomah
Ahmad Muhlis
Hasmororini Sulistami
NN. Ummul Choir OS
Rika Kariani

Editor:
A. Fachri Radjab
Taufiq Hidayah

Layout:
Richard Mahendra Putra

Design sampul:
Alif Adiyasa

Diterbitkan oleh:
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
Jakarta, 2018

Hak cipta dilindungi Undang-Undang


Cetakan pertama, Maret 2018

ISBN No. 978-602-51628-1-7

ii
PRAKATA
Buku Siklon Tropis di Indonesia disusun dalam rangka memperingati 10
tahun beroperasinya Pusat Peringatan Dini Siklon Tropis atau Tropical
Cyclone Warning Center (TCWC) Jakarta. Buku ini membahas mengenai
dasar-dasar pengetahuan siklon tropis, klimatologi siklon tropis, fitur dan
struktur siklon tropis, pembentukan siklon tropis, kejadian siklon tropis 10
tahun terakhir beserta dampak yang ditimbulkannya.

Dalam penyusunan buku ini, Tim Penulis mengucapkan banyak terimakasih


kepada Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, melalui Pusat
Meteorologi Publik, Kedeputian bidang Meteorologi, yang telah mendukung
penyusunan buku Siklon Tropis di Indonesia ini. Selain itu, Tim Penulis
juga hendak menyampaikan apresiasi kepada seluruh tim Peringatan Dini
Cuaca dan juga tim Emergency Roster TCWC Jakarta, yang telah mengawal
dan memberikan pelayanan yang terbaik selama 10 tahun terakhir dalam
kegiatan operasional pemantauan dan peringatan dini siklon tropis di
Indonesia.

Ilmu mengenai siklon tropis merupakan ilmu yang dinamis, dan terus
berkembang. Meskipun kami sudah berusaha sebaik mungkin dalam proses
penyusunan buku ini, namun kami menyadari masih banyak kekurangan di
sana sini. Bagaimanapun, kami berharap semoga usaha kami ini
mendapatkan ridha Allah SWT dan tulisan kecil ini dapat bermanfaat bagi
pembacanya.

Jakarta, Maret 2018


Tim Penulis

iii
PENGANTAR
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau,
dan dengan wilayah yang terbentang tepat di atas garis katulistiwa. Kondisi
cuaca di Indonesia dipengaruhi berbagai fenomena cuaca yang terjadi di
sekelilingnya, termasuk di antaranya angin pasat, monsun, Indian Ocean
Dipole, seruakan dingin, en nino maupun la nina, dan juga siklon tropis.

Banyak siklon tropis tumbuh di sekitar wilayah Indonesia, melintasi wilayah


perairan sebelah utara Papua hingga Laut Cina Selatan, maupun di sebelah
selatan Nusa Tenggara hingga Jawa. Siklon-siklon tropis ini mengakibatkan
perubahan pola angin di wilayah Indonesia, yang kemudian mengakibatkan
bertambah atau berkurangnya curah hujan, gelombang laut, maupun
kecepatan angin. Perubahan pola angin inilah yang kemudian dikenal
sebagai dampak tidak langsung siklon tropis. TIdak sedikit pula bibit maupun
siklon tropis yang muncul ataupun melintasi wilayah daratan maupun
perairan Indonesia. Dan siklon-siklon ini membawa dampak langsung yang
dapat berupa hujan lebat, banjir dan longsor, kenaikan tinggi gelombang,
kenaikan tinggi muka laut, maupun juga angin kencang.

Mengingat dampak siklon tropis inilah, maka dipandang perlu untuk


memperkaya khasanah bahan bacaan dan referensi terkait siklon tropis di
Indonesia. Terutama karena sampai dengan saat ini bahan referensi yang
ada hampir semuanya hanya tersedia dalam bahasa asing. Penyusunan
buku Siklon Tropis di Indonesia ini diharapkan mampu memberikan sedikit
sumbangsih untuk negeri ini, Indonesia. Dan dibalik penyusunannya
tercetus harapan, agar semakin banyak meteorologis Indonesia yang
mendalami siklon tropis, baik dari sisi operasional pelayanan informasi dan
prakiraannya maupun dalam hal kajian dan penelitian.

Kepala Pusat Meteorologi Publik


Drs. Nurhayati, M.Si

iv
DAFTAR ISI
PRAKATA ..................................................................................................... iii
PENGANTAR ................................................................................................ iv
DAFTAR ISI .................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1. Definisi ............................................................................................... 2
1.2. Pusat Peringatan Dini Siklon Tropis................................................... 4
KLIMATOLOGI SIKLON TROPIS ................................................................. 8
2.1. Klimatologi Siklon Tropis Global ........................................................ 8
2.2. Klimatologi Siklon Tropis di Dekat indonesia ................................... 17
FITUR DAN STRUKTUR SIKLON TROPIS ................................................ 19
3.1.Fitur Siklon Tropis ............................................................................. 19
3.2.Struktur Siklon Tropis........................................................................ 23
PEMBENTUKAN SIKLON TROPIS ............................................................ 27
4.1. Berbagai prediktor pembentukan siklon tropis ................................. 28
4.2. Teori pembentukan siklon tropis ...................................................... 33
SIKLON TROPIS DI INDONESIA 10 TAHUN TERAKHIR .......................... 36
DAMPAK SIKLON TROPIS DI INDONESIA ............................................... 53
6.1. Dampak siklon tropis terhadap kondisi cuaca di Indonesia .............. 56
6.2. Dampak siklon tropis terhadap terjadinya bencana di Indonesia ..... 61
6.3. Dampak masing-masing kejadian siklon tropis yang melintasi
wilayah Indonesia ................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 75

v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Tingkat eksposur bencana di berbagai negara di dunia. .......... 1
Gambar 1.2. Pusat peringatan dini siklon tropis di seluruh dunia .................. 6
Gambar 1.3. Wilayah tanggung jawab TCWC Jakarta sejak tahun 2010
hingga sekarang ...................................................................................... 7
Gambar 2.1. Distribusi Pertumbuhan Siklon Tropis di masing - masing
wilayah periode tahun 1985-2014............................................................ 8
Gambar 2.2. Grafik Tahunan siklon tropis secara global dan wilayah periode
tahun 1985-2014 ................................................................................... 10
Gambar 2.3. Grafik Bulanan siklon tropis secara global dan wilayah periode
tahun 1985-2014. .................................................................................. 12
Gambar 2.4. Lintasan siklon tropis secara global periode 1990–2010 ........ 13
Gambar 2.5. Intensitas maksimum siklon tropis (LMI) pada tiap lokasi
periode 1985–2014. Kategori yang digunakan di sini berdasarkan skala
Saffir-Simpson. ...................................................................................... 15
Gambar 2.6.Distribusi intensitas maksimum siklon tropis (LMI) pada tiap
wilayah pertumbuhan. ........................................................................... 16
Gambar 2.7.Grafik Jumlah Tropical Cyclone Tiap Tahun di Indonesia ....... 17
Gambar 2.8.Presentase Jumlah Tropical Cyclone Tiap 5 Tahun di Indonesia
.............................................................................................................. 18
Gambar 3.1. Karakteristik pola perawanan siklon tropis dari tahap depresi
tropis hingga mencapai intensitas matang............................................. 20
Gambar 3.2. Skema fitur-fitur utama siklon tropis yang telah matang ......... 21
Gambar 3.3. Contoh mata siklon dilihar dari citra satelit berbagai kanal: (a)
IR; (b) IR enhanced; (c) microwave 91 GHz; dan (d) microwave
komposit. ............................................................................................... 22
Gambar 3.5. Bagan angin tangensial .......................................................... 23
Gambar 3.6. Grafik angin tangensial dan angin radial ................................ 23
Gambar 3.7. Siklon tropis Adrian tanggal 22 Juni 1999 pukul 14 UTC hasil
estimasi dari data AMSU ....................................................................... 24
Gambar 3.8. Siklon tropis Adrian tanggal 22 Juni 1999 pukul 14 UTC hasil
estimasi dari data AMSU ....................................................................... 26
Gambar 4.1. Skema ITCZ ........................................................................... 27
Gambar 4.2. Kluster perawanan di Samudra Hindia bagian timur .............. 31
Gambar 4.3. Skema Tropical Upper Tropospheric Trough.......................... 33

vi
Gambar 4.3. Model konseptual teori pembentukan siklon tropis oleh Zehr (a)
sebelum surge; (b) setelah surge pertama; (c) setelah surge kedua; (d)
kecepatan angin dan MSLP selama proses pembentukan siklon tropis 34
Gambar 5.1. Siklon tropis Durga ................................................................. 37
Gambar 5.2. Siklon tropis Ilsa ..................................................................... 38
Gambar 5.3. Siklon tropis Kirrily .................................................................. 40
Gambar 5.4. Siklon tropis Paul.................................................................... 42
Gambar 5.5. Siklon tropis Sean .................................................................. 43
Gambar 5.6. Siklon tropis Anggrek ............................................................. 44
Gambar 5.7. Siklon tropis Errol ................................................................... 45
Gambar 5.8. Siklon tropis Grant .................................................................. 46
Gambar 5.9. Siklon tropis Narelle ............................................................... 48
Gambar 5.10. Siklon tropis Ilsa ................................................................... 49
Gambar 5.11. Siklon tropis Ilsa ................................................................... 50
Gambar 5.12. Siklon tropis Cempaka ......................................................... 51
Gambar 5.13. Siklon tropis Dahlia............................................................... 52
Gambar 6.1. Dampak tidak langsung kejadian siklon tropis ........................ 54
Gambar 6.2. Dampak langsung siklon tropis terhadap sistem cuaca di
Indonesia ............................................................................................... 56
Gambar 6.3. Jumlah kejadian hujan lebat akibat siklon tropis yang melintasi
wilayah Indonesia selama periode tahun 2008 hingga 2017 ................. 57
Gambar 6.4. Dampak angin kencang yang disebabkan oleh siklon tropis .. 58
Gambar 6.5. Skala Fujita............................................................................. 59
Gambar 6.6. Dampak puting beliung yang disebabkan oleh siklon tropis ... 60
Gambar 6.7. Dampak siklon tropis berupa hujan es ................................... 61
Gambar 6.8. Diagram pie total dampak bencana akibat siklon tropis di
wilayah Indonesia periode tahun 2008 hingga 2017 .............................. 61
Gambar 6.9. Dampak bencana banjir dan genangan .................................. 62
Gambar 6.10. Dampak siklon tropis berupa pohon tumbang ...................... 63
Gambar 6.11. Dampak siklon tropis berupa tanah longsor ......................... 64
Gambar 6.12. Dampak siklon tropis ............................................................ 64
Gambar 6.13. Siklon tropis yang tumbuh di sekitar wilayah Indonesia
selama 10 tahun terakhir ....................................................................... 65
Gambar 6.14. Peta daerah terdampak siklon tropis Durga ......................... 66
Gambar 6.15. Peta daerah terdampak siklon tropis Ilsa ............................. 67
Gambar 6.16. Peta daerah terdampak siklon tropis Kirrily .......................... 67
Gambar 6.17. Peta daerah terdampak siklon tropis Paul ............................ 68
Gambar 6.18. Peta daerah terdampak siklon tropis Sean ........................... 69
Gambar 6.19. Peta daerah terdampak siklon tropis Anggrek ...................... 69
Gambar 6.20. Peta daerah terdampak siklon tropis Errol ........................... 70

vii
Gambar 6.21. Peta daerah terdampak siklon tropis Grant .......................... 71
Gambar 6.22. Peta daerah terdampak siklon tropis Narelle ........................ 71
Gambar 6.23. Peta daerah terdampak siklon tropis Gillian ......................... 72
Gambar 6.24. Peta daerah terdampak siklon tropis Bakung ....................... 73
Gambar 6.25. Peta daerah terdampak siklon tropis Cempaka .................... 73

viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Tempat Pertumbuhan Siklon Tropis ............................................. 3
Tabel 1.2. Pusat peringatan dini siklon tropis di dunia .................................. 4
Tabel 3.1.Konversi T number dan kecepatan angin maksimum .................. 19
Tabel 5.1. Data teknis Siklon Tropis Durga ................................................. 38
Tabel 5.2. Data teknis Siklon Tropis Ilsa ..................................................... 39
Tabel 5.3. Data teknis Siklon Tropis Kirrily .................................................. 41
Tabel 5.4. Data teknis siSiklon Tropis Paul ................................................. 42
Tabel 5.5. Data teknis Siklon Tropis Sean .................................................. 43
Tabel 5.6. Data teknis Siklon Tropis Anggrek ............................................. 44
Tabel 5.7. Data teknis Siklon Tropis Errol ................................................... 45
Tabel 5.8. Data teknis Siklon Tropis Grant .................................................. 47
Tabel 5.9. Data teknis Siklon Tropis Narelle ............................................... 48
Tabel 5.10. Data teknis Siklon Tropis GILLIAN ........................................... 49
Tabel 5.11. Data teknis Siklon Tropis BAKUNG.......................................... 50
Tabel 5.12. Data teknis Siklon Tropis CEMPAKA ....................................... 51
Tabel 5.13. Data teknis Siklon Tropis Dahlia............................................... 52

ix
PENDAHULUAN
Indonesia terletak tepat di atas garis ekuator, merupakan negara kepulauan
yang terdiri dari lebih dari 17.000 pulau (CFE-DM, 2015). Indonesia memiliki
2 2
wilayah dengan total 4 juta km lautan dan 2 juta km wilayah daratan.
Wilayah Indonesia mengalami tiga jenis hujan dengan lebih dari 220 zona
musim yang berbeda (BMKG, 2017). Berdasarkan World Risk Report
Analysis and prospect (2017), Indonesia memiliki indeks resiko bencana
pada peringkat ke-33 dari 170 negara di dunia, dan memiliki tingkat
eksposur bencana yang sangat tinggi (17.46 hingga 63.66%). Bencana
hidrometeorologi yang terjadi di Indonesia banyak dipengaruhi atau
disebabkan oleh berbagai fenomena cuaca, mulai dari Indian Ocean dipole,
Madden-Jullian oscillation, cold surge, monsoon Asia, monsoon Australia,
westerly wind burst, warm pool, el nino maupun la nina, dan siklon tropis.

Gambar 1.1. Tingkat eksposur bencana di berbagai negara di dunia.


Sumber: World Risk Report Analysis and Prospect, 2017

Gray (1967) pada penelitiannya menemukan bahwa 87% kejadian siklon


o
tropis tumbuh dari gangguan tropis yang terjadi pada lintang kurang dari 20 .
Itulah sebabnya mengapa wilayah Indonesia, yang meskipun terletak di atas
o o
garis ekuator 11 LS hingga 8 LU bukanlah daerah yang bebas dari siklon
tropis. Hal ini terbukti dengan tumbuhnya berbagai siklon tropis di wilayah
ini, seperti misalnya:
a) siklon tropis Vamei (2001) yang menjadi siklon tropis pada
o
koordinat lintang 1.5 LU dan bergerak melintasi Selat Malaka dan
Sumatra Utara;
b) Siklon Kirrily (2009) yang tumbuh sebagai siklon tropis tepat di
atas Pulau Kai, Maluku Tenggara (koordinat lintang 6.2 LS);
c) Siklon Narelle (2013) yang tumbuh pada jarak sekitar 70 km dari
Pulau Sumbawa, NTB;
d) Siklon Gillian (2014) yang tumbuh di Teluk Carpentaria namun
bergerak tepat melalui pulau-pulau di NTT, NTB hingga Bali
sebelum bergerak ke perairan sebelah selatan Jawa;
e) Siklon tropis Anggrek (2010) dan siklon tropis Bakung (2014)
yang tumbuh sebagai bibit siklon di perairan sebelah barat
Lampung dan berkembang menjadi siklon tropis pada koordinat
o
9 LS; dan yang terakhir yaitu
f) Siklon Cempaka (2017) yang tumbuh dan berkembang di
perairan sebelah selatan Jawa; serta
g) Siklon Dahlia (2017) yang tumbuh di perairan sebelah barat daya
Selat Sunda.

1.1. Definisi

Siklon Tropis

Byun dan Lee (2011) mendefinisikan siklon tropis sebagai sistem badai yang
memiliki karakteristik khusus berupa pusat bertekanan rendah dan sejumlah
thunderstorm yang menyebabkan terjadinya angin kencang dan hujan lebat.
Sedangkan WMO RA V Tropical Cyclone Committee (WMO, 2016) melalui
dokumen Operational Plan edisi 2016, mendefinisikan siklon tropis sebagai
sistem tekanan rendah non-frontal berskala sinoptik, yang berkembang di
perairan hangat, dan memiliki sirkulasi angin yang terorganisir dengan
kecepatan angin rata-rata 10 menitan maksimum mencapai setidaknya 34
Bab: PENDAHULUAN

knot (63 km/jam) di dekat pusatnya.

Jika ditinjau secara teknis, siklon tropis terbentuk dari gangguan tropis yang
bertahan selama beberapa hari, kemudian menguat menjadi suatu sistem
tekanan rendah dengan pola perawanan yang teratur. Jika sistem tekanan
rendah ini terus menguat, pola perawanannya semakin berkembang, dan

2
kecepatan angin rata-rata maksimum di dekat pusatnya mencapai lebih dari
34 knot, maka sistem ini kemudian dapat disebut sebagai siklon tropis
(Ramage, 1995).

Dalam membahas siklon tropis, maka akan dikenal istilah pembentukan


(genesis), pertumbuhan (formation), dan perkembangan (development).
Ketiga proses tersebut memiliki karakteristik dan peran masing-masing
terhadap fenomena siklon tropis. Tahap pembentukan (genesis) merupakan
proses peningkatan intensitas sistem sejak masih berupa gangguan tropis,
kemudian menguat menjadi depresi tropis dan terus menguat hingga
akhirnya menjadi siklon atau badai tropis. Sedangkan “perkembangan siklon
tropis” merujuk pada proses dari sejak siklon tropis membentuk gale force
wind (kecepatan angin maksimum > 34 knot), menguat hingga membentuk
storm force wind (kecepatan angin maksimum > 50 knot), bahkan hingga
membentuk hurricane force wind (kecepatan angin maksimum > 64 knot). Di
lain pihak, “pertumbuhan siklon tropis” merujuk pada adanya kejadian siklon
tropis di suatu tempat atau waktu. Misalnya, merujuk pada tempat
pertumbuhan siklon tropis yang biasa disebut juga dengan tropical cyclone
basin.

Tempat pertumbuhan siklon tropis

Siklon tropis tumbuh di hampir semua lautan tropis di dunia, termasuk di


dalamnya Samudra Atantik, Samudra Pasifik bagian timur, barat laut dan
barat daya serta Samudra Hindia (termasuk Laut Arab dan Teluk Benggala).
Kesemua lautan ini dibagi menjadi 7 (tujuh) wilayah pertumbuhan siklon
tropis, sebagaimana dapat dilihat pada tabel 1.1.

Tabel 1.1. Tempat Pertumbuhan Siklon Tropis


Tempat Pertumbuhan
No Batas Wilayah
Siklon Tropis
1 Samudra Atlantik Utara Sebelah utara ekuator, pantai
(Atlantik Utara) barat Afrika hingga 140 BB
Bab: PENDAHULUAN

2 Samudra Atlantik Timur Sebelah utara ekuator, 140 BB


(Atlantik Timur) hingga 180
3 Samudra Pasifik Barat Ekuator hingga 60 LU, 180 hingga
(Western Pacific) 100 BT
4 Samudra Hindia Utara Sebelah utara ekuator, 100 BT
(North Indian Ocean) hingga 45 BT

3
Tempat Pertumbuhan
No Batas Wilayah
Siklon Tropis
5 Samudra Hindia Barat Daya Ekuator hingga 40 LS, pantai timur
(South-West Indian Ocean) Afrika hingga 90 BT
6 Australia dan sekitarnya Ekuator hingga 36 LS, 90 hingga
(Australian Region) 160 BT
7 Samudra Pacific Selatan Ekuator hingga 40 LS, 160 BT
(Southern Pacific) hingga 120 BB

1.2. Pusat Peringatan Dini Siklon Tropis

Tropical Cyclone Regional Specialized Meteorological Center (TC RSMC)


beserta Tropical Cyclone Warning Center (TCWC) bertanggung jawab untuk
mendeteksi siklon tropis pada wilayah tanggung jawabnya, memberikan
informasi umum dan prakiraan posisi, pergerakan dan intensitas siklon tropis
tersebut (WMO, 2007). Informasi dan perkiraan siklon tropis tersebut
disebarkan ke seluruh dunia. Secara keseluruhan, terdapat 6 (enam) RSMC
dan 7 (tujuh) TCWC. Daftar RSMC dan TCWC tersebut beserta wilayah
tanggung jawabnya dapat dilihat pada tabel 1.2. dan gambar 1.1.

Tabel 1.2. Pusat peringatan dini siklon tropis di dunia


No Nama RSMC / TCWC Wilayah Tanggung Jawab
I United States National Semudra Atlantik Utara, Laut
II Hurricane Center Karibia, Teluk Meksiko,
(NHC/RSMC Miami) Samudra Pasifik Utara
sebelah timur 140 BB
III United States Central Pacific Samudra Pasifik Utara antara
Hurricane Center 180 BB dan 140 BB
(CPHC/RSMC Honolulu)
IV Japan Meteorological Agency Antara 0°N dan 60°N dan
(JMA/RSMC Tokyo) antara 100°E dan 180°E
V India Meteorological Samudra Hindia Utara
Bab: PENDAHULUAN

Department (IMD/RSMC New


Delhi)
VI Météo-France La Reunion Samudra Hindia Selatan
(MFR/RSMC La Reunion) sebelah barat 90 BT
VII Australian Bureau of Wilayah yang dibatasi oleh
Meteorology (BoM/Perth koordinat 10S 090E, 36S

4
No Nama RSMC / TCWC Wilayah Tanggung Jawab
TCWC) 090E, 36S 129E, 15S 129E,
15S 125E, 10S 125E, 10S
090E.
VIII Badan Meteorologi Wilayah yang dibatasi oleh
Klimatologi dan Geofisika koordinat EQ 090ºE, 10S
(BMKG/TCWC Jakarta) 090ºE, 10S 120ºE, 11S 1
20ºE, 11S 128ºE, 09S 128ºE,
09S 141ºE, EQ 141ºE.
IX Australian Bureau of Wilayah yang dibatasi oleh
Meteorology (BoM/Darwin koordinat 15S 125E, 15S
TCWC) 129E, 32S 129E, 32S
138E,14S 138E,10S 141E,
09S 141E, 09S 128E,11S
128E, 11S 125E, 15S 125E.
X Papua New Guinea National Wilayah yang dibatasi oleh
Weather Service (PNG koordinat EQ 141E, 10S 141E,
NWS/TCWC Port Moresby) 09S 144E, 12S 147E, 12S
155E, 08S 155E, 05S 160E,
EQ 160E, EQ 141E.
XI Australian Bureau of Wilayah yang dibatasi oleh
Meteorology (BoM/Brisbane koordinat 05S 160E, 08S
TCWC) 155E, 12S 155E, 12S 147E,
09S 144E, 10S 141E, 14S
138E, 32S 138E, 32S 160E,
05S 160E
XII Fiji Meteorological Service Wilayah yang dibatasi oleh
(FMS/RSMC Nadi) koordinat 25S 160E, 25S
120W, EQ 120W, EQ 60E,
25S 160E.
XIII Meteorological Service of Wilayah yang dibatasi oleh
New Zealand (MSNZ/TCWC koordinat 25S 160E, 25S
Wellington) 120W, 40S 120W, 40S 160E,
Bab: PENDAHULUAN

25S 160E

5
Gambar 1.2. Pusat peringatan dini siklon tropis di seluruh dunia

Pusat Peringatan Dini Siklon Tropis (TCWC) Jakarta

Indonesia merupakan anggota Regional Association V Tropical Cyclone


Committee (RA-V TCC), sebuah komite internasional di bawah Organisasi
Meteorologi Dunia (WMO). Komite ini dibentuk pada sidang WMO RA V - IX
tahun 1986, yang memutuskan pengoperasian pusat-pusat peringatan dini
siklon tropis di seluruh wilayah Pasifik Barat Daya. Pada pertemuan ini
Indonesia mendapat kewajiban untuk memberikan peringatan dini siklon
tropis pada daerah tanggung jawabnya, yaitu daerah yang dibatasi dengan
koordinat 90° hingga 125° BT, serta 0° hingga 10° LS.

Namun karena Indonesia dianggap belum mampu mengemban tanggung


jawab tersebut baik secara infrastruktur maupun SDM, sidang WMO RA V-
XII tahun 1998 memutuskan agar tanggung jawab pembuatan peringatan
dini siklon tropis di daerah tanggung jawab Indonesia tersebut untuk
sementara waktu diambil alih oleh Australia.
Bab: PENDAHULUAN

Setelah mengembangkan infratruktur, pemasangan berbagai hardware dan


software yang diperlukan, serta berbagai aktivitas pengembangan SDM,
pada sidang WMO RA V TCC tahun 2006 diputuskan bahwa Indonesia akan
mengambil alih kembali daerah tanggung jawabnya pada musim siklon
2007/2008. TCWC Jakarta mulai resmi beroperasi pada tanggal 24 Maret
2008 dengan tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

6
- Tanggung jawab internasional untuk mengeluarkan dan
menyebarluaskan informasi dan peringatan dini laut lepas (Gale
and Storm Wind Warning) pada daerah tanggung jawabnya
- mengeluarkan dan menyebarluaskan informasi dan peringatan
dini siklon tropis dan cuaca buruk yang diakibatkannya bagi
masyarakat di seluruh daratan dan pantai indonesia

Dua tahun kemudian, pada sidang WMO RA V TCC ke-13 yang


dilaksanakan di Bali tanggal 26 hingga 29 April 2010, BMKG mengajukan
proposal untuk memperluas wilayah tanggung jawab TCWC Jakarta ke arah
timur. Dengan dukungan dari seluruh peserta sidang, mulai saat itu, wilayah
tanggung jawab TCWC Jakarta mencakup hampir seluruh wilayah daratan
dan lautan Indonesia sebelah selatan ekuator, tepatnya yaitu di dalam
wilayah yang dibatasi oleh koordinat EQ 090ºE, 10S 090ºE, 10S 120ºE, 11S
1 20ºE, 11S 128ºE, 09S 128ºE, 09S 141ºE, EQ 141ºE.

Gambar 1.3. Wilayah tanggung jawab TCWC Jakarta sejak tahun 2010 hingga
sekarang
Sumber: BMKG
Bab: PENDAHULUAN

7
KLIMATOLOGI SIKLON TROPIS
2.1. Klimatologi Siklon Tropis Global

Siklon tropis merupakan fenomena yang dapat menimbulkan dampak yang


signifikan. Dalam satu tahun, jumlah kejadian siklon tropis yang dapat
terbentuk mencapai 80 kejadian siklon tropis. Sekitar dua pertiga dari
kejadian siklon tersebut terbentuk di Belahan Bumi Utara pada bulan Juni
hingga November. Sedangkan kejadian siklon tropis di Belahan Bumi
Selatan biasanya terbentuk pada bulan November hingga Mei. Berkaitan
dengan variabilitas frekuensi siklon tropis dari tahun ke tahun, El Nino
Southern Oscillation (ENSO) sejauh ini memiliki pengaruh dominan di
beberapa wilayah terbentuknya siklon tropis. Kondisi tersebut biasanya
digunakan sebagai hal yang utama dalam memprakirakan statistik musiman
siklon tropis.

Distribusi Pertumbuhan Siklon Tropis

Gambar 2.1. Distribusi Pertumbuhan Siklon Tropis di masing - masing wilayah


periode tahun 1985-2014
(Sumber: The Global Climatology of Tropical Cyclones, Hamish Ramsay 2017)

Berdasarkan Gambar 2.1, terdapat 7 wilayah terbentuknya siklon tropis,


yaitu pada Belahan Bumi Utara dan Bagian Bumi Selatan. Untuk wilayah
BBU dapat dibagi menjadi 4 wilayah yaitu Atlantik Utara, Pasifik Timur
bagian Utara, Pasifik barat bagian Utara dan Utara India. Sedangkan di
wilayah Belahan Bumi Selatan dibagi menjadi 3 wilayah, yaitu Selatan
Pasifik, wilayah Australia dan Selatan India.

Berdasarkan gambar 2.1, secara global Belahan Bumi Utara memiliki nilai
persentase lebih tinggi di bandingkan dengan Belahan Bumi Selatan yaitu
dengan nilai persentase sebesar 70%. Sedangkan untuk wilayah siklon di
Belahan Bumi Selatan, nilai persentasenya adalah 30%. Pada Belahan
Bumi Utara, siklon tropis sering terjadi di wilayah Samudera Pasifik Barat
dengan nilai persentase 31% dan merupakan nilai tertinggi di bandingkan
dengan wilayah lainnnya. Untuk di wilayah Samudera Pasifik Timur dan
Samudera Atlantik Utara, persentase kejadian siklon tropis masing-masing
memiliki nilai 19% dan 16%.Sedangkan siklon tropis paling sedikit terjadi di
wilayah Samudera Hindia bagian Utara dengan nilai presentase 4%.

Untuk wilayah Belahan Bumi Selatan, siklon tropis paling sering terjadi
adalah di sekitar Australia dengan nilai persentase 12%. Sedangkan di
wilayah Samudera Hindia bagian Selatan dan Samudera Pasifik Selatan
masing-masing dengan nilai persentase 11% dan 7%.

Setiap tahunnya terbentuk sekitar 80 siklon tropis di seluruh dunia. Pada


gambar 2.2 terlihat bahwa secara global tahun paling aktif terjadinya siklon
tropis yaitu pada periode tahun 1990 sampai tahun 2014. Selama periode 25
tahun dari tahun 1990 hingga 2014 dengan jumlah rata - rata dari 79 siklon
tropis terjadi (berdasarkan kecepatan MSSW rata – rata 10 menit) dengan
jumlah standar deviasi sekitar 7. Jumlah rata – rata kejadian siklon tropis
secara global sedikti berbeda tergantung pada data yang digunakan dan
periode rata – rata angin, namun bisanya di laporkan diantaranya sekitar 80
dan 90 kejadian siklon tropis per tahunnya (Hamish Ramsay, 2017).

Berdasarkan Gambar 2.2, tahun yang paling aktif terjadinya siklon tropis
Bab: KLIMATOLOGI SIKLON TROPIS

ketika ditinjau secara global adalah pada tahun 1992, 2005 dan 2013.
Sedangkan kejadian siklon tropis yang sedikit terjadi yaitu pada tahun 1987,
1999 dan 2010, dengan total kejadin siklon tropis sekitar 65 kejadian.

Belahan Bumi Utara merupakan wilayah yang paling sering terjadi siklon
tropis yaitu sekitar 65 kejadian pada tahun 1992, 2005 dan tahun 2013.
Sedangkan yang paling jarang terjadi adalah pada tahun 1999 dan tahun
2010 dengan total kejadian siklon tropis 45 kejadian, namun angka ini juga
tidak bisa di bilang sedikit untuk kejadian siklon tropis setiap tahunnya.

9
Bab: KLIMATOLOGI SIKLON TROPIS

Gambar 2.2. Grafik Tahunan siklon tropis secara global dan wilayah periode tahun
1985-2014
(Sumber The Global Climatology of Tropical Cyclones, Hamish Ramsay, 2017)

10
Untuk wilayah Belahan Bumi Selatan, terdapat sekitar 30 sampai 35
kejadian siklon tropis yang terjadi yaitu pada tahun 1985, 1986, 1989, 1997
dan 2005. Pada tahun tersebut merupakan tahun paling aktif terjadinya
siklon tropis. Sedangkan untuk tahun yang jarang terjadi siklon tropis adalah
pada tahun 1992 dengan total kejadian sekitar 15 kejadian siklon tropis.

Pada wilayah Samudera Atlantik Utara, tahun \paling aktif terjadinya siklon
tropis adalah tahun 2005 dengan total kejadian sekitar 27 kejadian siklon
tropis.Adapun tahun yang paling sedikit terjadinya siklon tropis yaitu pada
tahun 2014.

Samudera Pasifik Timur memiliki jumlah kejadian siklon paling aktif pada
tahun 1992 dengan total 25 kejadian siklon tropis. Sedangkan untuk tahun
yang paling sedikitadalah pada tahun 1999 dan tahun 2010 dengan 7
kejadian siklon tropis. Untuk wilayah Samudera Pasifik Barat paling aktif
terjadi pada tahun 1994 dengan total kejadian 32 kejadian siklon tropis.
Sebaliknya pada tahun 2010 hanya 14 siklon tropis yang terbentuk sehingga
menjadikan tahun ini musim siklon paling tidak aktif untuk wilayah ini.Pada
wilayah Samudera Hindia bagian Utara, siklon tropis paling sering terjadi
tahun 1996, 1998, 2010 dan 2013 dengan total kejadian sekitar 5 kejadian
siklon tropis, dan paling sedikit terjadi tahun 2001, 2002 dan 2011 dengan
jumlah 1 kejadian siklon tropis tiap tahunnya. Wilayah ini merupakan wilayah
yang paling sedikit terjadinya siklon tropis.Pada wilayah Samudera Hindia
bagian Selatan paling aktif terjadi pada tahun 1994 dan tahun 2003 dengan
total kejadian siklon tropis 13 kejadian. Sedangkan pada wilayah Austalia
paling aktif terjadi pada tahun 1985, 1986 dan 1999 dengan total kejadian
siklon tropis 14 kejadian. Untuk wilayah Samudera Pasifik Selatan paling
aktif terjadi pada tahun 1998 dengan total kejadian siklon tropis 15 kejadian.
Bab: KLIMATOLOGI SIKLON TROPIS

Gambar 2.3 menunjukkan bahwa waktu kejadian siklon tropis paling aktif
secara global adalah pada Agustus dan September dengan nilai persentase
31% dari total jumlah tahunan. Sedangkan bulan yang jarang terjadi siklon
tropis adalah ketika memasuki April dan Mei dengan nilai persentase 4%
dari total jumlah tahunan. Siklon tropis yang terjadi pada Belahan Bumi
Utara sebagian besar terjadi dari bulan Juni hingga November dengan
puncaknya terjadi sekitar bulan September. Sedangkan siklon tropis yang
terjadi di Belahan Bumi Selatan sebagian besar terjadi dari bulan November
sampai dengan bulan April dengan puncak kejadian pada bulan Januari
hingga Maret.

11
Bab: KLIMATOLOGI SIKLON TROPIS

Gambar 2.3. Grafik Bulanan siklon tropis secara global dan wilayah periode tahun
1985-2014.
Sumber The Global Climatology of Tropical Cyclones, Hamish Ramsay 2017

12
Musim siklon tropis di wilayah Samudera Atlantik Utara dikenal sebagai
“musim badai”. Sebagian besar siklon tropis di wilayah ini terjadi dari bulan
Juni hingga bulan November, dan untuk puncak terjadinya siklon tropis
adalah bulan Agustus dan September. Musim siklon tropis di wilayah
Samudera Pasifik Timur berlangsung pada bulan Mei hingga November,
yang sebagian besar siklon tropis terjadi pada bulan Juni hingga
September.Siklus musiman pada wilayah ini sedikit bergeser di bandingkan
dengan wilayah Atlantik Utara. Wilayah ini dimulai pada bulan Mei hingga
mencapai puncaknya pada bulan Agustus, dan sangat jarang terjadi siklon
tropis di luar bulan Mei hingga November.

Musim siklon di wilayah Samudera Pasifik Barat sedikit lebih unik dibanding
wilayah lainnya. Berdasarkan data pada tahun 1985 hingga 2014, wilayah ini
hampir sepanjang tahun terbentuk siklon tropis. Sebagian besar siklon
tropis di wilayah ini terjadi pada bulan Mei hingga Desember dengan puncak
kejadian terjadi pada bulan Agustus dan Desember yaitu sekitar 10 kejadian
siklon tropis. Hal ini menjadikannya wilayah ini merupakan daerah paling
aktif untuk kejadian siklon tropis.

Bab: KLIMATOLOGI SIKLON TROPIS

Gambar 2.4. Lintasan siklon tropis secara global periode 1990–2010. Kode warna
menunjukkan intensitas berdasarkan skala Saffir-Simpson. Data dari IBTrACS-ALL
(Sumber: The Global Climatology of Tropical Cyclones, Hamish Ramsay 2017)

Berbeda dengan wilayah lainnya, Samudera Hindia bagian Utara memiliki 2


puncak yang berbeda. Puncak pertama terjadi pada bulan April hingga Juni,
sedangkan puncak kedua terjadi pada bulan Oktober hingga November.

13
Namun pada bulan Februari dan Maret, kejadian siklon tropis hanya sekitar
1 kali kejadian.

Wilayah Utara India merupakan wilayah yang memiliki frekuensi kejadian


siklon tropis paling rendah yaitu sekitar 77 siklon tropis yang terbentuk pada
periode tahun 1990 hingga tahun 2014 atau kira-kira 3 kejadian
pertahunnya. Wilayah Samudera Hindia bagian Selatan merupakan wilayah
paling Barat di Belahan Bumi Selatan. Pada umumnya di wilayah ini siklon
tropis terjadi pada bulan Oktober hingga Mei dengan puncak kejadian siklon
tropis pada bulan Januari dan Februari. Tetapi tidak menutup kemungkinan
siklon tropis terjadi di luar musim pada wilayah ini, sekitar satu kejadian
siklon tropis setiap 5 tahunnya.

o
Wilayah terbentuknya siklon tropis di Australia membentang dari 90 E
o
sampai 160 E. Musim siklon pada wilayah ini paling aktif terjadi pada bulan
Desember hingga Aprill, namun puncaknya terjadi pada bulan Januari –
Maret dengan rata-rata 6 kejadian siklon tropis yang terjadi. Pada periode
1985 hingga 2014, rata – rata tahunannya ada sekitar 9 siklon tropis tiap
tahunnya. Wilayah Samudera Pasifik Selatan merupakan wilayah paling
sedikit kejadian siklon tropis di Belahan Bumi Selatan dibandingkan dengan
wilayah lainnya yaitu sekitar 6 kejadian per tahunnya. Pada wilayah ini siklon
tropis terjadi pada bulan Oktober hingga Juni. Puncak dari kejadian siklon
tropis yang di wilayah adalah bulan Januari – Februari dan tidak ada siklon
tropis yang terbentuk pada bulan – bulan Juli hingga September.

Berdasarkan gambar 2.4, dapat ditunjukkan bahwa kejadian siklon tropis


lebih banyak berada di Belahan Bumi Utara. Berdasarkan gambar tersebut,
terlihat bahwa pada umumnya kejadian siklon tropis di wilayah Belahan
Bumi Utara bergerak dari timur ke barat selama tahap awal sampai siklon itu
punah. Kecuali pada wilayah pasifik selatan, dimana siklon tropis bergerak
Bab: KLIMATOLOGI SIKLON TROPIS

dari arah tenggara.

14
Gambar 2.5. Intensitas maksimum siklon tropis (LMI) pada tiap lokasi periode 1985–
2014. Kategori yang digunakan di sini berdasarkan skala Saffir-Simpson.
(Sumber The Global Climatology of Tropical Cyclones, Hamish Ramsay 2017)

Distribusi global pada tiap lokasi dengan intensitas maksimum siklon tropis
(LMI) untuk periode 1985 – 2014 berdasarkan data IBTrACS-WMO di
tunjukkan pada Gambar 2.5. LMI didefinisikan sebagai titik pertama dimana
siklon itu mencapai MSSW (Maximum Sustained Surface Wind)
maksimumnya selama hidupnya.

Berdasarkan gambar 2.5, terlihat bahwa siklon tropis kategori 4 dan 5


berdasarkan skala Saffir - Simpson (SSHWS) banyak terjadi di wilayah
Belahan Bumi Utara dibandingkan Belahan Bumi Selatan. Kejadian siklon
o
tropis kategori 4 dan 5 di Belahan Bumi Utara terjadi pada lintang 17.7 N
o
dan 17.2 N, sedangkan untuk Belahan bumi selatan LMI untuk kategori 5
o o
terjadi pada lintang 13.8 S dan kategori 4 pada lintang 17.4 S untuk semua
kejadian siklon tropis.

Garis lintang rata – rata LMI sangat bervariasi dari di setiap wilayahnya.
Pada wilayah Atlantik Utara, LMI terjadi pada lintang yang lebih tinggi di
Bab: KLIMATOLOGI SIKLON TROPIS

bandingkan wilayah – wilayah lainnya. Secara global, sekitar 42 % siklon


tropis tetap berada pada intensitas tropical storm (30 kt < LMI <56), dan
sisanya sekitar 58% mencapai intensitas hurricane yaitu LMI>=56 (sebagain
besar dengan kategori 1).Pada periode tahun 1985 sampai 2014 telah
tercatat 1.373 sistem yang terjadi diantaranya 458 sistem dengan kategori 1
(19 %), 269 sistem dengan kategori 2 (11 %), 297 sistem dengan kategori 3
(13 %). 308 sistem dengan kategori 4 (13%) dan 41 sistem dengan kategori
5 (2%) (Hamish Ramsay, 2017)

15
Pada Gambar 2.6, kotak yang berwarna merupakan nilai jangkauan
interquartil LMI, dengan nilai median ditunjukkan oleh garis tengah yang
berada pada kotak. Nilai maksimum LMI di tunjukkan dengan garis yang
paling atas dan untuk nilai minimum LMI di tunjukkan dengan garis yang
bawah. Garis horizontal yang berwarna abu – abu menunjukkan nilai
ambang intensitas menurut Saffir – Simpson Hurricane Wind Scale,
mencatat bahwa ambang batas telah di skalakan agar setara dengan
kecepatan MSW rata – 10 menit.

Anomali yang terlihat pada gambar tersebut menunjukkan bahwa wilayah


Pasifik Barat kurangnya siklon tropis yang terjadi dalam kategori 5. Wilayah
ini merupakan jumlah siklon tropis tertinggi di dunia. Badan Meteorologi
Jepang (JMA) yang menyediakan data ke WMO - IBTrACS telah
mendokumentasikan bahwa LMI lebih rendah dibandingkan dengan JTWC.
Misalkan untuk kasus Typhoon Haiyan pada bulan November 2013. Sistem
ini mencapai intensitas maksimum mencapai 125 knot (rata – rata 10 menit)
menurut JMA. Sedangkan menurut JTWC, intensitas maksimum siklon tropis
tersebut mencapai 170 knot. Perbedaan kecepatan angin antara JMA dan
JTWC akan mempengaruhi sistem dengan LMI melebihi 96 knot. Disisi lain,
nilai LMI dari Meteorologi Australia cenderung lebih akurat dibandingkan
JTWC.

Bab: KLIMATOLOGI SIKLON TROPIS

Gambar 2.6.Distribusi intensitas maksimum siklon tropis (LMI) pada tiap wilayah
pertumbuhan.
(Sumber The Global Climatology of Tropical Cyclones, Hamish Ramsay 2017)

16
2.2. Klimatologi Siklon Tropis di Dekat indonesia

Berdasarkan hasil pengolahan data siklon tropis di Indonesia selama 45


o o
tahun sejak tahun 1973 hingga 2017 pada lintang antara 12 LU – 12 LS dan
o o
95 – 141 BT terdapat 500 kali terjadinya siklon tropis. Setiap tahun rata-
rata sekitar 11 siklon tropis terbentuk di wilayah Indonesia. Sesuai dengan
penjelasan sebelumnya bahwa siklon tropis dunia terjadi kurang lebih 80 kali
tiap tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa 14% siklon tropis dunia
melewati wilayah Indonesia. Angka ini tidak dapat dikatakan sedikit untuk
kejadian siklon tropis tiap tahunnya mengingat Indonesia dilalui oleh garis
khatulistiwa.

Berdasarkan Gambar 2.7, jumlah siklon tropis yang melewati wilayah


Indonesia paling banyak terjadi pada tahun 1985 dengan 18 kali kejadian.
Sedangkan tahun 2017 menjadi tahun yang paling sedikit terjadinya siklon
tropis yang melewati wilayah Indonesia. Fluktuasi jumlah kejadian siklon
tropis di Indonesia cukup signifikan. Kenaikan ataupun penurunan jumlah
dari frekuensi siklon tropis dapat terjadi setiap tahunnya. Perubahan jumlah
kejadian paling signifikan terjadi pada tahun 2006 ke 2007, dimana terjadi
penurunan jumlah kejadian sebanyak 9 kejadian.

Gambar 2.7.Grafik Jumlah Tropical Cyclone Tiap Tahun di Indonesia(atas) dan Grafik
Jumlah Tropical Cyclone Tiap Bulan tahun 1973-2017 (bawah)
Bab: KLIMATOLOGI SIKLON TROPIS

Pada Gambar 2.8, data dikelompokkan setiap 5 tahun menjadi 9 kelompok.


Berdasarkan data tersebut diperoleh hasil persentase yang cukup merata
pada setiap kelompok dimana 7 dari 9 kelompok mempunyai persentasi
10% atau lebih. Namun pada kelompok tahun 1973-1977 dan tahun 2013-
2017 mempunyai nilai persentase yang kurang dari 10%. Jumlah kejadian
siklon tropis di Indonesia paling banyak terjadi sepanjang tahun 1983 hingga
1987 dengan persentase sebesar 15%, sedangkan jumlah terendah terjadi
pada tahun 1973-1977 dengan presentase 7%.

17
Gambar 2.8.Presentase Jumlah Tropical Cyclone Tiap 5 Tahun di Indonesia (a) dan
Presentase Jumlah Tropical Cyclone berdasarkan bulan selama tahun 1973-2017

Berdasarkan pengelompokan tiap bulannya, terjadinya siklon tropis yang


tumbuh dan berkembang serta bergerakdi wilayah Indonesia secara umum
paling banyak terjadi pada bulan Desember. Selama periode tahun 1973
hingga 2017, terdapat 78 kejadian dari 500 kejadian secara keseluruhan
atau 16% dari total kejadian. Jumlah siklon tropis paling banyak berikutnya
terjadi pada bulan November dengan 15% kejadian dan kemudian April
dengan 11% kejadian. Terjadinya siklon tropis paling jarang terjadi pada
bulan September dan Agustus dengan 4% kejadian serta Februari dengan
5% kejadian. Data ini menunjukkan perbedaan yang signifikan mengenai
waktu terjadinya siklon tropis di Indonesia.

Bab: KLIMATOLOGI SIKLON TROPIS

18
FITUR DAN STRUKTUR SIKLON TROPIS
3.1.Fitur Siklon Tropis

Perawanan siklon tropis

Perawanan siklon tropis memiliki pola yang khas, dimana pola perawanan
tersebut akan berubah-ubah mengikuti berbagai tahapan sesuai dengan
perubahan intensitas siklon tropis (Dvorak 1984). Pola perawanan siklon
tropis secara umum memperlihatkan perawanan dingin dan tebal yang
terbentuk di sekitar pusat sirkulasi dan membentuk pita melengkung. Pada
siklon tropis dengan intensitas yang lemah, pita melengkung ini terbentuk
hingga mencapai setengah lingkaran mengelilingi pusatnya, sedangkan
pada siklon tropis yang telah matang, pita melengkung ini sepenuhnya
melingkari pusat sirkulasi, dan di pusat sirkulasi terbentuk mata.

Tabel 3.1.Konversi T number dan kecepatan angin maksimum

Sumber: Dvorak 1973

Pola perawanan yang berubah-ubah sesuai dengan tahapan intensitas


siklon tropis ini yang kemudian menjadikan dikembangkannya analisis
intensitas siklon tropis dengan Teknik Dvorak. Teknik Dvorak adalah teknik
mengestimasi intensitas siklon tropis (dalam bentuk kecepatan angin
maksimum) dengan menganalisis bentuk pola perawanan dan suhu puncak
awan yang terpantau oleh citra satelit. Teknik ini diciptakan pertama kali
oleh Vernon F. Dvorak pada tahun 1973. Dalam perkembangannya, teknik
ini kemudian divalidasi dengan data hasil pengamatan drop sonde yang
didapatkan dari misi-misi aircraft reconnaisanse yang banyak dilakukan
pada kejadian siklon tropis di Samudra Atlantik Utara. Teknik ini juga pada
awalnya dikembangkan hanya dengan menggunakan citra satelit kanal IR
monokrom dan visible. Pada perkembangannya, teknik ini menggunakan
juga citra satelit kanal IR color enhanced, IR split windows, dan microwave.

Teknik Dvorak menggunakan kode yang disebut dengan T number untuk


mewakili intensitas siklon tropis. T number ini berasosiasi dengan kecepatan
angin maksimum di sekitar pusat siklon. Depresi tropis akan memiliki T
number sebesar T1 hingga T1.5, yang berasosiasi dengan kecepatan angin
maksimum sebesar 20 hingga 25 knot. Hubungan antara T number dan
kecepatan angin maksimum dapat dilihat pada tabel 3.1.

Pada kondisi ideal, suatu depresi tropis atau siklon tropis berkembang 1 T
number per hari. Contoh perkembangan pola perawanan siklon tropis
selama proses pembentukan dan perkembangannya hingga mencapai
kondisi matang dapat dilihat pada gambar 3.1.

Bab: FITUR DAN STRUKTUR SIKLON TROPIS

Gambar 3.1. Karakteristik pola perawanan siklon tropis dari tahap depresi tropis
hingga mencapai intensitas matang
Sumber: Dvorak 1973

20
Mata dan dinding mata

Siklon tropis disebut “matang”, apabila suatu siklon tropis telah membentuk
mata siklon di tengah-tengah perawanannya. Fitur-fitur utama siklon tropis
yang telah matang, diantaranya yaitu mata siklon, dinding mata siklon, deret
awan hujan (rainbands), tutupan awan cirrus, aliran udara masuk (inflow),
dan aliran udara keluar (outflow).

Mata siklon adalah daerah di tengah siklon tropis dengan kecepatan angin
yang rendah, tanpa tutupan awan, yang dikelilingi oleh dinding perawanan
konvektif (WMO 2016, 2017). Dinding mata siklon adalah daerah dinding
perawanan konvektif aktif yang mengelilingi mata siklon. Karena daerah
mata siklon tidak tertutup awan, pada citra satelit kanal IR, mata siklon akan
terlihat sebagai daerah dengan suhu puncak awan yang hangat yang
dikelilingi oleh daerah dengan suhu puncak awan terdingin.

Bab: FITUR DAN STRUKTUR SIKLON TROPIS

Gambar 3.2. Skema fitur-fitur utama siklon tropis yang telah matang
Sumber: COMET Program

Mata siklon pada umumnya memiliki ukuran diameter antara 30 - 60 km.


Meskipun demikian, ukuran mata siklon dapat berkisar antara diameter 8 km
hingga 200 km. Tekanan udara di pusat siklon biasanya berkisar antara 1 -
10% lebih kecil dibandingkan dengan tekanan udara di lingkungan
sekitarnya. Pada siklon tropis yang sangat kuat, perbedaan antara tekanan
udara minimum di pusatnya dan di lingkungan sekitarnya dapat mencapai
50-100 hPa, namun perbedaan antara tekanan udara di pusatnya dan di
dinding matanya hanya berkisar antara 10-30 hPa (Willoughby 1998).

21
Tekanan di pusat siklon tropis yang paling rendah yang pernah terjadi
adalah tekanan di pusat siklon tropis Tip pada tanggal 12 Oktober 1979
yang mencapai nilai sebesar 870 hPa (Dunnavan 1980).

Mata siklon dilihat dari citra satelit kanal IR terlihat sebagai daerah dengan
suhu hangat di tengah pola perawanan siklon tropis. Dilihat dengan citra
satelit kanal IR, daerah ini terlihat dalam warna hitam, sedangkan pada
kanal IR color enhanced, warnanya akan sesuai dengan suhu yang
tertangkap oleh sensor satelit. Gambar 3.3. menunjukkan mata siklon tropis
dilihat dari kanal satelit IR, IR enhanced, microwave 91 GHz, dan microwave
komposit.

Bab: FITUR DAN STRUKTUR SIKLON TROPIS

Gambar 3.3. Contoh mata siklon dilihar dari citra satelit berbagai kanal: (a) IR; (b) IR
enhanced; (c) microwave 91 GHz; dan (d) microwave komposit.
Sumber: Navy/NRL Tropical Cyclone Page https://www.nrlmry.navy.mil/TC.html

22
3.2.Struktur Siklon Tropis

Struktur angin

Struktur angin siklon tropis secara tiga dimensi terdiri dari dua sirkulasi,
yaitu sirkulasi primer, yang terbentuk oleh angin tangensial, dan sirkulasi
sekunder yang terdiri dari angin radial dan angin vertikal. Gambar 3.5. dan
2.6. menunjukkan perbedaan antara angin tangensial, angin radial dan
angin vertikal.

Sirkulasi primer Sirkulasi sekunder


a) b) c)

Gambar 3.5. Bagan angin tangensial (a), angin radial (b) dan angin vertikal (c) pada
siklon tropis (Sumber: Biro Meteorologi Australia BoM)

a) b)

Bab: FITUR DAN STRUKTUR SIKLON TROPIS


Gambar 3.6. Grafik angin tangensial dan angin radial (a) serta angin vertikal (b) pada
bidang cross section siklon tropis. Sumbu x menunjukkan jarak titik yang diukur dari
pusat siklon tropis, sumbu y kiri menunjukkan nilai kecepatan angin dalam ms-1, dan
sumbu y kanan menunjukkan ketinggian dalam meter.
Sumber: Chan & Kepert 2010

23
Angin tangensial adalah angin yang dilihat pada bidang horizontal berupa
angin siklonik pada paras bawah dan angin antisiklonik pada paras atas.
Angin ini merupakan angin terkuat jika dibandingkan dengan kedua angin
lainnya.
 Angin tangensial bernilai maksimum di lapisan dekat permukaan
di dalam dinding mata.
 Intensitas atau kecepatannya terbentuk karena adanya gradien
tekanan horizontal.

Gambar 3.7.b. menunjukkan irisan vertikal angin tangensial pada kejadian


siklon tropis Adrian, 22 Juni 1999. Pada gambar ini terlihat bahwa di tengah
mata siklon kecepatan angin sangat kecil, nilai maksimum terpantau di
tengah dinding mata, dan semakin jauh ke arah luar dinding mata nilainya
cenderung semakin berkurang. Demikian juga, semakin besar ketinggiannya
atmosfernya, kecepatan angin tangensial juga semakin berkurang. Pada
paras atas, sekitar 200 hPa, angin antisiklonik dapat terpantai pada skala
horizontal lebih dari 100 km.

a) b)

Bab: FITUR DAN STRUKTUR SIKLON TROPIS

Gambar 3.7. Siklon tropis Adrian tanggal 22 Juni 1999 pukul 14 UTC hasil estimasi
dari data AMSU parameter (a) MSLP, (b) radial-height cross section angin tangensial
Sumber: DeMaria et al 1999

Angin radial (lihat gambar 3.5.b dan 3.6.a) terpantau di paras bawah
sebagai aliran massa udara siklonik konvergen yang naik secara siklonik
sepanjang dinding mata, dan ketika mencapai tropopause berubah menjadi
antisiklonik dan membawa massa udara keluar dari daerah updraft.
 Pada paras bawah, aliran massa udara masuk ke dalam pusat
siklon (inflow) dipengaruhi oleh gesekan pada boundary layer. Inflow

24
ini memberikan bahan bakar berupa massa udara lembab yang
hangat bagi pembentukan rainband dan dinding mata. Nilai
maksimum angin radial pada paras bawah terpantau di dekat
dinding mata siklon di lokasi gradien tekanan bernilai maksimum.
 Pada paras atas, aliran massa udara keluar dari pusat siklon
(outflow) terjadi karena massa udara telah dipaksa naik dan adanya
gradien tekanan. Nilai maksimum angin radial pada paras atas
terletak pada radius > 200 km dari pusat siklon.

Angin vertikal (lihat gambar 3.5.c dan 3.6.b) menunjukkan bagaimana


massa udara naik di titik-titik convective tower yang membentuk dinding
mata dan thunderstorm lain pada sistem perawanan siklon, maupun massa
udara turun di daerah mata siklon.
 Aliran udara naik (updraft) terjadi karena adanya konvergensi pada
paras bawah dan gaya bouyancy. Angin vertikal ini terdapat di
dalam dinding mata maupun di awan-awan vertikal yang
membentuk rainband. Nilai maksimum biasanya terlihat pada
lapisan atas dinding mata. Massa udara yang mengalir naik ini
menyebabkan terjadinya pelepasan panas laten, sehingga
menyebabkan pusat siklon memiliki suhu yang hangat Nikai
kecepatan angin vertikal naik dapat mencapai sekitar 10 hingga 20
m/s.
 Aliran udara turun (downdraft) terjadi pada mata siklon maupun
daerah tanpa awan di sela-sela perawanan vertikal rainband.
Kecepatan aliran udara turun hanya berkisar antara 0.1 hingga 0.2
m/s.

Bab: FITUR DAN STRUKTUR SIKLON TROPIS


Struktur termal siklon tropis

Irisan vertikal yang menunjukkan anomali suhu dalam siklon tropis dapat
dilihat pada gambar 3.8. Gambar ini merupakan kondisi anomali suhu pada
kejadian siklon Adrian tanggal 22 Juni 1999 pukul 14 UTC, dan
menggambarkan kondisi anomali suhu pada siklon tropis yang telah matang.
Pada gambar terlihat bahwa anomali suhu terbesar terdapat di lapisan atas
sekitar 200 hPa, tepat di atas mata siklon. Semakin ke arah luar dan ke arah
lapisan di bawahnya, anomali suhu ini semakin mengecil. Anomali suhu
o
paling kecil terdapat di lapisan dekat permukaan, yaitu mencapai <-1 C.
Anomali suhu negatif ini menandai daerah cold pool, yang terbentuk oleh
presipitasi yang turun dari perawanan siklon tropis.

25
Gambar 3.8. Siklon tropis Adrian tanggal 22 Juni 1999 pukul 14 UTC hasil estimasi
dari data AMSU parameter radial-height cross section anomali suhu
Sumber: DeMaria et al 1999

Siklon tropis memiliki pusat dengan suhu yang lebih hangat dibandingkan
sekitarnya. Gradien suhu ini akan tampak jelas pada siklon tropis yang telah
matang dan membentuk mata. Pada fase ini, suhu terhangat dalam struktur
siklon tropis terletak di mata siklon pada lapisan atas. Pada sub bab
sebelumnya telah disinggung bawah di mata siklon terjadi downdraft.
Downdraft ini, disertai dengan keluarnya panas laten yang menyertainya,
akan mengakibatkan terjadinya anomali suhu positif yang mengakibatkan
area ini menjadi lebih hangat daripada sekitarnya. Dengan nilai suhu yang
lebih besar dibandingkan sekitarnya, tekanan udara di area ini pun lebih
kecil dibandingkan sekitarnya. Pada siklon tropis yang sangat kuat, besar Bab: FITUR DAN STRUKTUR SIKLON TROPIS
gradien tekanan udara antara wilayah di tengah mata siklon dengan dinding
mata dapat mencapai 10-30 hPa (Willoughby 1998).

26
PEMBENTUKAN SIKLON TROPIS
Sekitar 80 kejadian siklon tropis terbentuk setiap tahun di seluruh dunia.
Sebagian besar siklon tropis, yaitu sekitar 87% dari keseluruhan kejadian,
o o
terbentuk di wilayah antara 20 LS hingga 20 LU. McBride (1995)
menyatakan bahwa tidak ada siklon tropis yang terbentuk antara 2.5 derajat
lintang hingga ekuator. Meskipun kenyataannya, terbentuk siklon tropis
o
Vamei pada koordinat 1.5 LU di perairan Natuna pada tahun 2001 (Chang,
o
2003), dan siklon tropis Peipah pada lintang 1.8 LU di perairan Samudra
Pasifik Barat Daya pada tahun 2014 (Lea & Sounders 2015).

“Pembentukan siklon tropis” atau “tropical cyclone genesis” didefinisikan


sebagai proses yang membentuk siklon tropis. Proses ini mengubah
gangguan tropis (tropical disturbance) menjadi depresi tropis (tropical
depression) dan kemudian menjadi siklon tropis (tropical cyclone) atau badai
tropis (tropical storm). Proses pembentukan siklon tropis terhenti ketika
proses penguatan intensitas ini mengakibatkan kecepatan angin maksimum
di dekat pusatnya mencapai minimal 34 knot, atau yang biasa disebut
sebagai gale force wind. Kecepatan angin maksimum yang dimaksud di sini
adalah kecepatan angin rata-rata 10 menit yang terpantau di dekat pusat
siklon, dan terpantau lebih dari setengah keliling melingkari pusat siklon.

Gambar 4.1. Skema ITCZ yang terbentuk oleh angin pasat (a); maupun oleh
monsoon trough di Samudra Hindia Tenggara pada bulan Januari (b) dan monsoon
trough di Pasifik Barat Daya pada bulan Agustus (c). Ketiga skema menunjukkan
aliran massa udara pada troposfer paras bawah.
Diadopsi dari: McBride 1995
Distribusi pembentukan siklon tropis sangat tergantung pada posisi Inter
Tropical Convergence Zone (ITCZ), yang melingkar hampir tanpa terputus
mengelilingi bumi (Gray, 1968). ITCZ ini berperan sebagai daerah
konvergen antara angin pasat timuran dari bumi belahan utara dan bumi
belahan selatan, dan juga membentuk garis konvergensi pada daerah
monsoon. Skema aliran angin pasat yang membentuk ITCZ dapat dilihat
pada gambar 2.1.a.

Pada daerah monsoon, aliran monsoon baratan berinteraksi dengan aliran


angin pasat timuran yang bertiup dari daerah lintang tinggi. Daerah shear
yang memisahkan antara monsoon baratan dan pasat timuran disebut
sebagai monsoon trough atau monsoon shearline, dan secara klimatologis
dikenal sebagai daerah pembentukan siklon tropis (Gray 1967, 1975,
McBride 1995, Montgomery 2008). Skema aliran monsoon dengan monsoon
troughnya dapat dilihat pada gambar 2.1.b. dan 2.1.c.

4.1. Berbagai prediktor pembentukan siklon tropis

Parameter Gray

Klimatologi global siklon tropis yang pertama kali dibuat, yaitu oleh Gray
(1968, 1975, 1979), menunjukkan bahwa siklon tropis terbentuk pada
daerah-daerah yang memiliki karakteristik khusus. Karakteristik ini terdiri dari
6 (enam) parameter, dan biasa dikenal sebagai “Parameter Gray”.
Terpenuhinya keenam Parameter Gray dapat menunjukkan kemungkinan
pembentukan siklon tropis yang cukup tinggi. Bab: PEMBENTUKAN SIKLON TROPIS

Keenam Parameter Gray dapat dibagi menjadi dua yaitu parameter dinamis
dan parameter termal. Masing-masingnya terdiri dari:
a) Parameter dinamis:
 Vortisitas relatif paras bawah yang cukup besar;
 Nilai coriolis yang cukup, yang terdapat pada posisi
o
lintang pada daerah lintang > 3 ;
 Shear vertikal yang rendah;
b) Parameter termal:
o
 Energi termal laut, dengan suhu SST lebih dari 26 C
hingga kedalaman 60 meter;
 Atmosfer labil bersyarat yang tebal;

28
 RH yang cukup besar pada paras bawah dan
menengah.

Parameter termal memiliki variasi yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan
variasi parameter dinamis (Gray 1981), sehingga dapat dijadikan sebagai
prediktor pertama untuk menentukan daerah potensial pertumbuhan siklon
tropis dalam skala musiman. Sedangkan parameter dinamis memiliki variasi
hari ke hari yang cukup besar, sehingga dapat digunakan sebagai prediktor
harian daerah potensial pertumbuhan siklon tropis.

Zehr (1992) menyatakan bahwa shear angin vertikal paras 820-200 hPa
yang lebih besar dari 20 knot akan mengganggu pembentukan maupun
perkembangan siklon tropis. shear angin vertikal yang besar akan
mengakibatkan struktur vertikal siklon tropis akan miring, daerah dense
overcast (yang merupakan daerah konveksi aktif yang tersusun dari awan-
awan konvektif aktif dengan updraft yang kuat) menjadi bergeser menjauh
dari pusat sirkulasi paras bawah. Miringnya struktur vertikal siklon tropis
akan mengakibatkan daerah updraft dan downdraft berada di tempat yang
sama, sehingga pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan awan-awan
konvektif aktif.

Atmosfer labil bersyarat yang tebal dapat dilihat dari perbedaan yang cukup
mencolok antara lapisan permukaan dan lapisan 500 hPa dengan nilai
o
>10 C. Kelembaban relative yang cukup berperan bagi pertumbuhan siklon
tropis dapat dipantau pada paras 700 hingga 500 hPa dimana diperlukan
nilai RH > 70% agar pembentukan presipitasi lebih efisien (Gray 1981).

Teori McBride
Bab: PEMBENTUKAN SIKLON TROPIS

McBride (1979, 1995) menyatakan bahwa ada aspek-aspek skala sinoptik


yang memiliki peran sangat penting dalam proses pembentukan siklon
tropis. Aspek-aspek ini terjadi pada skala luas, dan memiliki pengaruh
terhadap pembentukan bibit siklon tropis pada area yang mengalaminya
yaitu:
a) Siklon tropis terbentuk dari pre-existing disturbance dengan deep
convective yang cukup;
b) Pre-existing disturbance tersebut membentuk struktur termal
dengan pusat hangat pada troposfer bawah;

29
c) Terjadi peningkatan vortisitas relatif pada troposfer bawah, yang
mempu “memutar” massa udara, dan terpantau pada wilayah
selebar 1000 hingga 2000 km;
d) Shear vertikal lemah terpantau pada wilayah yang luas;
e) Pusat siklon tropis dapat terbentuk dari meso-vorteks di paras
menengah yang berkembang dari wilayah altrostratus yang luas
(misalnya Mesoscale Convective System, atau MCS);
f) Pertumbuhan siklon tropis seringkali berhubungan dengan
interaksi antara disturbance dan trough lapisan atas.

Yang dimaksud dengan pre-existing disturbance adalah wilayah konveksi


aktif (kluster perawanan) dengan perawanan kumulonimbus yang persisten,
yang skalanya mencapai beberapa ratus kilometer. Kluster perawanan di
Samudra Pasifik Barat Daya maupun Samudra Hindia Tenggara seringkali
berkaitan dengan monsoon trough, sedangkan kluster perawanan di
Samudra Atlantik Utara berkaitan dengan trough gelombang timuran.
Contoh kluster perawanan di sekitar Samudra Hindia Tenggara dapat dilihat
pada gambar 2.2. Pada gambar tersebut terlihat bahwa daerah Samudra
Hindia sebelah timur hingga bagian barat Indonesia merupakan daerah
konveksi yang sangat aktif, membentuk kluster perawanan skala luas
dengan skala horizontal mencapai lebih dari 300 km. Kluster perawanan
tersebut merupakan daerah potensial untuk tumbuhnya bibit-bibit siklon
tropis.

Pre-existing disturbance harus bertahan beberapa hari sebelum dapat


tumbuh menjadi siklon tropis. Sebagai contohnya, 70% kluster perawanan di
wilayah Pasifik Barat Laut yang bertahan selama beberapa hari akan
tumbuh menjadi siklon tropis (Zehr, 1992). Yang dimaksud dengan periode
“bertahan beberapa hari” ini sangat bervariasi. Di wilayah perairan sebelah
Bab: PEMBENTUKAN SIKLON TROPIS

timur Australia, periode ini bisa mencapai 1 - 2 hari (McBride dan Keenan
1982), di perairan sebelah barat dan utara Australia, periode ini biasanya
mencapai 2 - 4 hari (McBride, 1995), sedangkan di perairan Pasifik Barat
Laut, periode ini berkisar antara 1 - 8 hari (Zehr, 1992).

30
Gambar 4.2. Kluster perawanan di Samudra Hindia bagian timur, tanggal 1 Februari
2017 pukul 00.00 UTC
(Sumber: CIMSS TC Webpage Product Archive http://tropic.ssec.wisc.edu/)

Depresi tropis biasanya memiliki pusat sirkulasi dengan suhu yang hangat
pada troposfer atas. Namun demikian, pada lapisan di bawah sekitar 700
hPa, suhu pusat sirkulasi ini dingin. Menghangatnya suhu pusat sirkulasi
pada paras bawah inilah yang dapat menyebabkan menguatnya sistem
depresi tropis (Yanai 1961, Davidson et al 1990, McBride 1995).

Mekanisme menghangatnya pusat sirkulasi pada paras bawah dapat


dijelaskan sebagai berikut:
 Proses diawali dengan teramatinya vortisitas maksimum di
ketinggian sekitar 700 hPa di pusat sirkulasi suatu depresi tropis.
 Vortisitas maksimum tersebut akan menimbulkan thermal wind
yang menyebabkan lapisan di bawahnya memiliki suhu cukup
dingin.
Bab: PEMBENTUKAN SIKLON TROPIS

 Pada suatu ketika, sekitar 2 - 3 hari sebelum depresi tropis


menguat menjadi siklon tropis, vortisitas maksimum ini akan
turun, hingga mencapai batas atas boundary layer di sekitar 900
hPa.
 Turunnya daerah vortisitas maksimum inilah yang kemudian
menyebabkan menghangatnya pusat sirkulasi pada lapisan
bawah.

Perbedaan antara nilai vortisitas paras bawah antara kluster perawanan


yang tumbuh menguat dan kluster perawanan yang melemah bernilai
setidaknya dua kali lipat. Vortisitas relatif paras bawah yang cukup besar ini

31
harus terpantau pada wilayah yang luas di sekitar daerah kluster perawanan
(McBride 1995). Menemukan suatu kluster perawanan di daerah yang
vortisitas relatif paras bawahnya meningkat dalam waktu beberapa hari
terakhir dapat menjadi indikasi awal bahwa kluster perawanan tersebut
berpotensi tumbuh menjadi siklon tropis. Hal ini disebabkan karena
peningkatan nilai vortisitas tersebut menguatkan kluster perawanan dengan
“memutar” atau spin-up massa udara di daerah tersebut.

Pada beberapa kasus, vortisitas yang cukup besar pada daerah yang luas
terjadi karena peningkatan aliran massa udara di sebelah utara dan selatan
monsoon trough. Peningkatan aliran massa udara tersebut dideteksi pada
paras bawah mengidentifikasi adanya peningkatan kecepatan angin
monsunal di lapisan bawah, maupun peningkatan divergensi kecepatan
angin di lapisan atas.

Shear angin vertikal yang lemah, atau bahkan tidak ada, akan menyebabkan
kelembaban dan danomali suhu terakumulasi di suatu kolom vertikal tepat di
atas disturbance. Sedangkan shear angin vertikal yang kuat akan
membentuk “ventilasi” bagi kolom tersebut dengan cara menjauhkan pusat
hangat di lapisan atas dari pusat sirkulasi paras bawah (Tuleya dan Kurihara
1981, Tuleya 1988, McBride 1995).

Kluster perawanan depresi tropis dapat terdiri dari satu MCS atau lebih.
MCS dapat diidentifikasi sebagai wilayah perawanan yang luas dengan suhu
o
puncak awan kurang dari -70 C, yang menandakan adanya selimut awan
altostratus dengan durasi hidup yang cukup lama (McBride 1995). Beberapa
MCS yang berbentuk trailing stratiform dapat membentuk vorteks dengan
pusat hangat yang disebut dengan Mesoscale Convective Vortex (MSV)
(Chen & Frank 1993). Pada tahap awalnya, terbentuknya MCV ini terjadi
Bab: PEMBENTUKAN SIKLON TROPIS

pada skala horizontal yang dapat mencapai 100 hingga 200 km, dengan
vortisitas maksimum pada paras antara 700 hingga 300 hPa, dan vortisitas
permukaan yang lemah di dekat permukaan. Dan pusat siklon tropis
kemudian dapat berkembang dari vorteks kecil di lapisan menengah yang
turun hingga lapisan permukaan dan menguat (McKinley & Elsberry 1993,
Ritchie 1993).

Pembentukan siklon tropis di Pasifik Barat Laut seringkali berhubungan erat


dengan Tropical Upper Tropospheric Trough (TUTT). TUTT adalah tekanan
rendah pada lapisan atas yang terdapat di wilayah yang luas di sekitar
daerah tropis.

32
Adanya TUTT akan mengakibatkan :
1) Membantu pertumbuhan bibit siklon tropis dengan cara
memperkuat outflow channel depresi tropis yang terbentuk agak
jauh dari daerah yang dilaluinya. Hal ini terjadi karena TUTT
menarik massa udara dari gangguan tropis tersebut, sehingga
tekanan MSLP gangguan tropis tersebut akan semakin turun
(Riehl 1948, Sadler 1976).
2) Melemahkan depresi tropis yang dilaluinya, karena TUTT
menimbukan shear vertikal yang besar di daerah yang dilaluinya.

Gambar 4.3. Skema Tropical Upper Tropospheric Trough. Garis tanpa putus
menunjukkan streamline angin lapisan 200 hPa. Garis putus-putus yang tebal
menunjukkan posisi TUTT.
Sumber: Fitzpatrick et al 1995

TUTT banyak berperan pada pembentukan siklon tropis di daerah Pasifik


Barat. Di wilayah perairan sekitar Australia, TUTT yang bergerak perlahan
Bab: PEMBENTUKAN SIKLON TROPIS

dapat mengakibatkan rapid development siklon tropis, sedangkan TUTT


yang bergerak cepat akan mengakibatkan siklon tropis yang tumbuh
perlahan (McBride & Keenan 1982, Fisher et al 2017).

4.2. Teori pembentukan siklon tropis

Hingga saat ini ada beberapa teori pembentukan siklon tropis. Teori yang
cukup populer adalah Teori Zehr. Penjelasan mengenai ketiga teori tersebut
akan disajikan pada sub bab berikut.

33
Teori Zehr

Teori Zehr dikemukakan oleh Raymond Milton Zehr pada penelitiannya yang
berjudul Tropical Cyclogenesis in the Western North Pacific. Kajian ini
meneliti mengenai pembentukan siklon tropis (tropical cyclogenesis) di
Samudra Pasifik Barat Daya. Data satelit pertigajaman dengan kanal IR
digunakan untuk mengidentifikasi daerah deep convective.

Teori Zehr mengemukakan bahwa siklon tropis terbentuk dalam tahap-tahap


sebagai berikut:
a) Mesoscale vorteks lemah awalnya terpantau pada sirkulasi siklonik
skala luas dalam suatu sistem gangguan tropis (gangguan tropis ini
dalam bentuk MCS). Pada saat ini konvergensi positif terpantau di
paras bawah hingga menengah, dan ada divergensi kuat di paras atas.

a) Sebelum b) Setelah surge c) Setelah


d)
surge pertama surge kedua

Bab: PEMBENTUKAN SIKLON TROPIS

Gambar 4.3. Model konseptual teori pembentukan siklon tropis oleh Zehr (a) sebelum
surge; (b) setelah surge pertama; (c) setelah surge kedua; (d) kecepatan angin dan
MSLP selama proses pembentukan siklon tropis
Sumber: Zehr 1992

b) Tahap pertama Teori Zehr: Terjadi surge yang mengarah ke MCS yang
memicu terjadinya proses pembentukan awan konvektif menjadi
intensif. Pembentukan awan yang sangat aktif ini mengakibatkan

34
terpantaunya perawanan deep convective di citra satelit. Perawanan
deep convective ini tidak bertahan lama, hanya sekitar 6 jam, dan
setelahnya, perawanan akan berkurang kembali. Karena perawanan
yang terbentuk sesudah surge pertama ini menunjukkan puncak
konveksi selama periode beberapa hari proses pembentukan siklon
tropis, maka kemudian masa ini disebut sebagai Early Convective
Maximum (ECM). Pada periode ECM terpantau adanya divergensi di
paras bawah, meso-vorteks di paras menengah dan divergensi di
paras atas. Surge pertama ini terjadi sekitar tiga hari sebelum
terbentuknya siklon tropis.

c) Tahap kedua Teori Zehr: Terjadi surge kedua yang mengarah ke MCS,
mengakibatkan konvergensi yang cukup kuat terbentuk di paras
bawah. Surge ini akan kembali menyebabkan terjadinya puncak
konveksi, yang penambahan perawanannya akan terpantau melalui
citra satelit secara signifikan. Masa sesudah terjadinya surge kedua ini
disebut sebagai Second Convective Maximum (SCM), dan pada saat
itu MSLP mulai turun secara signifikan, dan kecepatan angin
maksimum di dekat pusat sirkulasi juga mulai terlihat meningkat. SCM
juga hanya berlangsung selama beberapa jam. Sesudahnya,
perawanan akan sedikit menurun, dan akan meningkat lagi perlahan
sesuai dengan peningkatan kecepatan angin di pusat sirkulasinya dan
penurunan MSLP di pusatnya.

Yang dimaksud surge pada teori ini adalah angin yang terpantau di paras
bawah (sekitar 850 hPa) pada wilayah yang cukup luas (skala horizontal >10
km), dengan arah angin yang seragam, dan kecepatan angin yang cukup
besar > 20 knot, berlangsung selama minimal beberapa jam. Surge ini dapat
terjadi pada aliran angin pasat ataupun angin monsoon.
Bab: PEMBENTUKAN SIKLON TROPIS

Zehr (1992) menyatakan bahwa faktor-faktor berikut ini diperlukan untuk


pembentukan gangguan tropis menjadi siklon tropis:
a) Shear angin vertikal yang lemah
b) Konvergensi paras bawah yang cukup
c) Vortisitas relatir paras bawah yang cukup

35
SIKLON TROPIS DI INDONESIA 10 TAHUN
TERAKHIR

Dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir, yakni periode tahun 2008 hingga 2017,
tercatat telah terjadi 13 (tiga belas) siklon tropis di wilayah perairan dan
daratan Indonesia. Siklon-siklon tropis tersebut adalah sebagai berikut:
1) Siklon tropis Durga
2) Siklon tropis Ilsa (15 - 24 March 2009)
3) Siklon tropis Kirrily (18 April – 1 May 2009)
4) Siklon tropis Paul (23 March – 3 April 2010)
5) Siklon tropis Sean (21 April – 25 April 2010)
6) Siklon tropis Anggrek (30 October - 5 November 2010)
7) Siklon tropis Errol (12 April – 18 April 2011)
8) Siklon tropis Grant (21 December 2011 – 2 January 2012)
9) Siklon tropis Narelle (5 January – 15 January 2013)
10) Siklon tropis Gillian (6 – 26 March 2014)
11) Siklon tropis Bakung (10 December – 13 December 2014)
12) Siklon tropis Cempaka (22 November – 1 December 2017)
13) Siklon tropis Dahlia (24 November – 5 December 2017)

Analisis lengkap dari ketiga belas siklon tropis tersebut dijelaskan pada sub
bab berikut ini.

Siklon tropis Durga (20 - 25 April 2008)

Pertumbuhan siklon tropis Durga diawali dengan tumbuhnya depresi tropis


(Tropical Depression) pada tanggal 22 April 2008 jam 00.00 UTC di
o
Samudera Hindia sebelah Barat Daya Sumatera Selatan (sekitar 8.1 LS dan
o
90.4 BT), tepatnya disebelah barat wilayah tanggung jawab TCWC Jakarta.
Depresi tropis ini memiliki pergerakan ke arah Timur Laut – Timur. Hal
tersebut menyebabkan sistem depresi tropis ini memasuki wilayah tanggung
jawab TCWC Jakarta pada tanggal 22 April 2008 pukul 19.00 WIB atau 12
jam setelah depresi tropis ini pertama kali terdeteksi.

Pada tanggal 23 April 2008 jam 00.00 UTC, diketahui bahwa sistem tekanan
rendah ini telah memasuki kategori siklon tropis. Hal ini dapat dilihat dari
kecepatan angin permukaan di dekat pusat tekanan rendah telah mencapai
≥35 knots. Begitu pula dengan adanya persistensi sirkulasi angin yang
cukup kuat dan stabil pada lapisan bawah hingga menengah (Low-Mid Level
Wind). Selain itu juga didukung oleh kondisi vortisitas pada daerah pusat
tekanan rendah yang telah memiliki nilai negatif. Berdasarkan pengukuran
parameter tekanan permukaan laut (Mean Sea Level Pressure/MSLP),
diketahui bahwa tekanan udara di wilayah ini selama 24 jam lebih rendah
dibandingkan dengan hari sebelumnya.

Gambar 5.1. Siklon tropis Durga dilihat dari citra satelit tanggal 24 April 2008 a) kanal
inframerah, (b) visible, c) Microwave, dan d) microwave komposit (Sumber :
https://www.nrlmry.navy.mil) e) Peta lintasan (Sumber: BMKG)

Bab: SIKLON TROPIS DI INDONESIA 10 TAHUN TERAKHIR


Seiring dengan pergerakan siklon tropis Durga menuju arah Tenggara
meninggalkan AOR TCWC Jakarta, pada tanggal 24 April 2008 jam 00.00
UTC merupakan kondisi puncak siklus hidup siklon tropis Durga setelah
kecepatannya mencapai 40 knots untuk beberapa waktu. Kemudian siklon
tropis ini mulai melemah dan punah pada tanggal 25 April 2008 jam 06.00
UTC. Keadaan ini dapat dianalisa dengan kembali memperhatikan kondisi
parameter meteorologi tiap lapisan dan perawanan dari citra satelit.

Tabel 5.1. menunjukkan data teknis Siklon Tropis Durga yang meliputi
tekanan di pusat dan angin maksimum.

37
Tabel 5.1. Data teknis Siklon Tropis Durga
Jam Tekanan Angin Jam Tekanan Angin
Tanggal Lat. Long. Tanggal Lat. Long.
(UTC) (hPa) (kt) (UTC) (hPa) (kt)
20/04/2008 0 -5.6 82.2 1004 23/04/2008 6 -9.1 95.9 984 50
20/04/2008 6 -5.6 82.6 1004 23/04/2008 12 -9.3 97.2 984 50
20/04/2008 12 -6.3 83.5 1002 20 23/04/2008 18 -9.8 97.5 984 50
20/04/2008 18 -6.4 83.9 1002 20 24/04/2008 0 -9.9 98.3 984 50
21/04/2008 0 -7.3 85.4 1000 25 24/04/2008 6 -10.7 99.2 984 50
21/04/2008 6 -8.0 85.7 1000 25 24/04/2008 12 -11.3 99.7 990 35
21/04/2008 12 -7.8 86.5 998 25 24/04/2008 18 -11.7 99.8 990 35
21/04/2008 18 -7.9 87.7 996 30 25/04/2008 0 -12.6 100.1 990 35
22/04/2008 0 -8.0 88.9 996 30 25/04/2008 6 -13.8 100.2 996 30
22/04/2008 6 -8.1 90.3 990 40 25/04/2008 12 -14.6 100.0 996 30
22/04/2008 12 -8.0 92.6 984 50 25/04/2008 18 -15.3 99.6 1000 25
22/04/2008 18 -8.0 93.4 984 50 26/04/2008 0 -16.3 99.6 1000 25
23/04/2008 0 -8.5 94.8 984 50 26/04/2008 6 -17.0 99.4 1000 20

Siklon tropis Ilsa (15 - 24 March 2009)

Siklon tropis Ilsa teridentifikasi pertama kali sebagai bibit siklon tropis 22S
pada tanggal 15 Maret 2009 di Laut Timor sebelah timur Kupang. Dua hari
berada dalam kategori bibit siklon, 22S pada akhirnya mencapai intensitas
siklon tropis dengan kecepatan angin maksimum 35 knots dan tekanan
udara di pusatnya mencapai 1000 hPa pada 17 Maret 2009 pukul 18.00
UTC ketika berada di Samudera Hindia sebelah selatan Jawa Timur. Siklon
tropis Ilsa merupakan salah satu siklon tropis yang mengalami intensifikasi
cepat seiring pergerakannya ke barat daya. Analisis lapisan atas
mengindikasikan adanya pergerakan sistem yang dekat dengan pusat

Bab: SIKLON TROPIS DI INDONESIA 10 TAHUN TERAKHIR


tekanan tinggi lintang sub tropis.

Gambar 5.2. Siklon tropis Ilsa dilihat dari citra satelit tanggal 19 Maret 2011 pukul
11.30 UTC a) kanal inframerah, (b) visible, c) Microwave, dan d) microwave komposit
(Sumber : https://www.nrlmry.navy.mil) e) Peta lintasan (Sumber: BMKG)

Kondisi wind shear vertikal melemah dan berkontribusi terhadap cepatnya


proses intensifikasi siklon tropis Ilsa. Dalam waktu 42 jam sejak menjadi
siklon tropis, Ilsa mencapai kategori 4 (kategori Australia) dan bertahan

38
selama 12 jam sebagai Severe Tropical Cyclone. Dikarenakan oleh kondisi
kecepatan angin maksimum tertinggi hingga 90 knots dan memiliki mata
(eye) dalam periode hidupnya, Ilsa menjadi siklon tropis kedua terkuat di
basin Samudera Hindia sebelah selatan Indonesia pada tahun 2009. Ilsa
mulai melemah sejak 23 Maret dimana dalam beberapa jam sebelumnya
terjadi penurunan aktivitas konvektif yang sangat signifikan dilihat dari
animasi citra satelit. Kondisi permukaan yang tidak mendukung dan
masuknya udara kering di lapisan menengah sistem siklon tropis Ilsa
menyebabkan intensitas Ilsa yang semakin melemah dan akhirnya punah
pada 24 Maret 2011.

Berikut ini merupakan data teknis kejadian Siklon tropis Ilsa:

Tabel 5.2. Data teknis Siklon Tropis Ilsa


J am Lintan Tek anan Angin J am Lintan Tek anan Angin
Tanggal Bujur Tanggal Bujur
(UTC) g (hPa) (Kt) (UTC) g (hPa) (Kt)
15-Mar-09 0 9.9 128.7 1006 20 19-Mar-09 18 16.1 105.9 958 90
15-Mar-09 6 10.1 127.9 1006 20 20-Mar-09 0 16.1 105.2 966 80
15-Mar-09 12 10.3 126.8 1006 20 20-Mar-09 6 16.0 104.4 966 80
15-Mar-09 18 10.5 125.7 1004 25 20-Mar-09 12 15.9 103.9 966 80
16-Mar-09 0 10.7 124.6 1004 25 20-Mar-09 18 15.8 103.1 966 80
16-Mar-09 6 11.1 123.3 1004 25 21-Mar-09 0 15.8 102.4 966 80
16-Mar-09 12 11.9 122.4 1004 25 21-Mar-09 6 16.0 101.6 966 80
16-Mar-09 18 12.1 121.4 1004 25 21-Mar-09 12 16.1 101.1 966 80
17-Mar-09 0 12.3 119.8 1004 25 21-Mar-09 18 16.1 100.2 968 80
17-Mar-09 6 12.7 118.1 1002 30 22-Mar-09 0 16.3 99.5 972 75
17-Mar-09 12 12.9 116.4 1002 30 22-Mar-09 6 16.5 98.8 976 70
17-Mar-09 18 13.0 114.7 1000 35 22-Mar-09 12 16.7 97.9 980 65

Bab: SIKLON TROPIS DI INDONESIA 10 TAHUN TERAKHIR


18-Mar-09 0 13.4 113.4 996 40 22-Mar-09 18 17.0 96.7 986 60
18-Mar-09 6 13.5 111.7 994 45 23-Mar-09 0 17.2 95.6 992 50
18-Mar-09 12 13.7 110.9 990 50 23-Mar-09 6 17.4 94.3 996 45
18-Mar-09 18 14.4 109.7 984 60 23-Mar-09 12 18.1 92.9 998 40
19-Mar-09 0 15.1 108.7 976 70 23-Mar-09 18 18.6 91.4 1000 35
19-Mar-09 6 15.9 107.6 968 80 24-Mar-09 0 19.1 90.1 1002 30
19-Mar-09 12 16.2 106.9 958 90 24-Mar-09 6 19.5 89.0 1002 25

Siklon tropis Kirrily (18 April – 1 May 2009)

Siklon tropis Kirrily termasuk dalam siklon tropis yang terjadi di lintang
rendah dan pertama kali terdeteksi sebagai vortex lemah pada 17 April di
Laut Arafura. Kondisi perairan hangat dengan suhu muka laut ≥ 28°C dan
adanya seruakan massa udara hangat dari tenggara telah mendukung
sistem ini sehingga semakin berkembang menjadi bibit siklon tropis 27S.
Selama sepuluh hari berstatus sebagai bibit siklon tropis, kemudian
diperkuat dengan adanya faktor divergensi pada lapisan atas yang baik dan
wind shear vertikal yang lemah, maka bibit 27S berkembang hingga
mencapai intensitas >34 knots pada 26 April 2009 pukul 12.00 UTC.

39
Gambar 5.3. Siklon tropis Kirrily dilihat dari citra satelit tanggal 27 April 2009 a) kanal
inframerah, (b) visible, c) Microwave, dan d) microwave komposit (Sumber :
https://www.nrlmry.navy.mil) e) Peta lintasan (Sumber: BMKG)

Berdasarkan pengamatan citra satelit pada tanggal 27 April 2009,


menunjukkan sistem perawanan yang sudah terbentuk dengan baik dan
adanya konveksi kuat di sekitar pusat sirkulasi paras bawah. Kirrily
mempertahankan kekuatannya dalam intensitas siklon tropis hingga tanggal
28 April pukul 00.00 UTC. Setelah itu Kirrily bergerak ke barat laut,
kemudian berbelok sedikit ke timur laut dan kembali bergerak ke barat
mendekati wilayah dengan massa udara kering dan wind shear vertikal yang
kuat. Pergerakan Kirrily semakin menuju daerah lintang rendah dengan
gaya Coriolis yang semakin kecil, dan akhirnya melemah dengan kecepatan
angin 30 knots kemudian berangsur punah.

Bab: SIKLON TROPIS DI INDONESIA 10 TAHUN TERAKHIR


Tabel 5.3, menunjukkan bagaimana perkembangan dan karakteristik siklon
tropis Kirrily hingga punah:

40
Tabel 5.3. Data teknis Siklon Tropis Kirrily
J am Lintan Tek anan Angin J am Lintan Tek anan Angin
Tanggal Bujur Tanggal Bujur
(UTC) g (hPa) (k t) (UTC) g (hPa) (k t)
17-Apr-09 6 7.2 133.3 1005 20 24-Apr-09 12 8.7 134.8 1008 20
17-Apr-09 12 7.3 133.0 1007 20 24-Apr-09 18 8.5 135.0 1007 25
17-Apr-09 18 7.6 132.6 1007 20 25-Apr-09 0 8.2 135.1 1008 20
18-Apr-09 0 7.9 132.3 1008 20 25-Apr-09 6 8.0 135.4 1007 25
18-Apr-09 6 8.3 131.9 1006 20 25-Apr-09 12 7.9 135.6 1006 25
18-Apr-09 12 8.2 131.5 1008 20 25-Apr-09 18 7.8 135.8 1005 25
18-Apr-09 18 8.0 131.0 1007 20 26-Apr-09 0 7.6 135.7 1004 30
19-Apr-09 0 7.7 130.6 1008 25 26-Apr-09 6 7.4 135.1 1003 30
19-Apr-09 6 7.6 130.3 1005 25 26-Apr-09 12 7.3 134.9 999 35
19-Apr-09 12 7.6 130.0 1007 20 26-Apr-09 18 7.1 134.6 999 35
19-Apr-09 18 7.5 129.7 1006 20 27-Apr-09 0 6.6 134.4 999 35
20-Apr-09 0 7.3 129.6 1007 25 27-Apr-09 6 6.3 134.3 999 35
20-Apr-09 6 6.9 129.9 1004 25 27-Apr-09 12 6.1 134.1 999 35
20-Apr-09 12 6.9 130.8 1006 20 27-Apr-09 18 6.0 133.8 999 35
20-Apr-09 18 6.9 131.5 1005 20 28-Apr-09 0 5.9 133.4 999 35
21-Apr-09 0 6.9 132.0 1007 25 28-Apr-09 6 5.6 133.0 1002 30
21-Apr-09 6 7.0 132.5 1004 25 28-Apr-09 12 5.3 133.2 1004 30
21-Apr-09 12 7.1 132.8 1006 20 28-Apr-09 18 5.4 133.2 1006 25
21-Apr-09 18 7.1 133.0 1006 20 29-Apr-09 0 5.1 133.0 1007 25
22-Apr-09 0 7.2 133.2 1007 20 29-Apr-09 6 5.0 132.7 1007 25
22-Apr-09 6 7.3 133.2 1005 25 29-Apr-09 12 5.0 132.5 1009 20
22-Apr-09 12 7.4 133.0 1007 20 29-Apr-09 18 4.9 132.4 1009 20
22-Apr-09 18 7.5 132.9 1006 25 30-Apr-09 0 4.9 132.1 1009 20
23-Apr-09 0 7.7 132.9 1007 25 30-Apr-09 6 5.0 131.7 1009 25
23-Apr-09 6 7.9 133.0 1006 25 30-Apr-09 12 5.0 131.4 1009 25
23-Apr-09 12 8.2 133.2 1008 20 30-Apr-09 18 5.0 131.2 1009 25
23-Apr-09 18 8.4 133.5 1008 25 01-Mei-09 0 5.1 131.0 1009 25
24-Apr-09 0 8.7 134.0 1008 20 01-Mei-09 6 5.0 130.5 1009 25
24-Apr-09 6 8.7 134.5 1006 20

Siklon tropis Paul (23 March – 3 April 2010)

Siklon Tropis Paul teridentifikasi pada awalnya sebagai sebuah pusat


sirkulasi tekanan rendah yang berada dekat dengan monsoon trough di

Bab: SIKLON TROPIS DI INDONESIA 10 TAHUN TERAKHIR


Laut Arafura, tepatnya diantara Papua Nugini dan Pantai Utara Australia.
Sistem tekanan rendah tersebut teridentifikasi sebagai bibit 22P bergerak ke
selatan menuju Australia bagian utara kemudian mengalami peningkatan
intensitas dan akhirnya menjadi siklon tropis pada 28 Maret 2010.
Kecepatan angin maksimum pada kejadian siklon tropis Paul selama
periode hidupnya mencapai 55 knots yakni pada 29 Maret 2010. Meskipun
siklon tropis Paul bergerak mendekati daratan sebagaimana dilihat di
gambar lintasannya, siklon tropis ini mampu mencapai kategori 2 siklon
tropis (Australian Scale). Setelah 24 jam mencapai intensitas tertingginya,
pada 30 Maret 2010 pukul 0600 UTC, siklon tropis Paul mulai melemah
perlahan dan akhirnya punah.

41
Gambar 5.4. Siklon tropis Paul dilihat dari citra satelit tanggal 29 Maret 2010 pukul
08.30 UTC kanal a) kanal inframerah, (b) visible, c) Microwave, dan d) microwave
komposit (Sumber : https://www.nrlmry.navy.mil) e) Peta lintasan (Sumber: BMKG)

Berikut adalah tabel tentang informasi pertumbuhan siklon tropis Paul:

Tabel 5.4. Data teknis siSiklon Tropis Paul


Jam Lintan Tekanan Angin Jam Lintan Tekanan Angin
Tanggal Bujur Tanggal Bujur
(UTC) g (hPa) (kt) (UTC) g (hPa) (kt)
22-Mar-10 18 8.4 143.5 1004 29-Mar-10 18 13.0 135.7 985 55
23-Mar-10 0 7.9 141.0 1007 30-Mar-10 0 13.1 135.3 993 40
23-Mar-10 6 7.9 140.0 1005 30-Mar-10 6 13.1 135.1 996 30
23-Mar-10 12 7.9 139.0 1006 30-Mar-10 12 13.1 134.9 996 30
23-Mar-10 18 7.9 138.0 1005 30-Mar-10 18 13.4 134.9 997 30
24-Mar-10 0 8.4 138.0 1006 31-Mar-10 0 13.8 135.1 998 30
24-Mar-10 6 8.4 138.0 1004 31-Mar-10 6 14.1 135.5 997 30
24-Mar-10 12 8.4 138.0 1006 31-Mar-10 12 14.2 135.7 997 30
24-Mar-10 18 8.9 137.5 1004 31-Mar-10 18 14.4 136.1 998 30

Bab: SIKLON TROPIS DI INDONESIA 10 TAHUN TERAKHIR


25-Mar-10 0 8.9 137.5 1007 01-Apr-10 0 14.7 136.9 998 30
25-Mar-10 6 9.4 137.5 1004 01-Apr-10 6 15.6 137.5 999
25-Mar-10 12 9.8 136.1 1006 01-Apr-10 12 16.0 137.9 998
25-Mar-10 18 9.9 135.0 1004 01-Apr-10 18 16.2 138.3 999
26-Mar-10 0 9.4 134.8 1006 02-Apr-10 0 16.4 138.2 1000
26-Mar-10 6 9.4 134.3 1003 25 02-Apr-10 6 16.6 137.8 1001
26-Mar-10 12 9.7 133.9 1005 25 02-Apr-10 12 16.7 137.5 1003
26-Mar-10 18 10.4 134.8 1003 25 02-Apr-10 18 16.8 137.3 1004
27-Mar-10 0 10.6 135.8 1003 25 03-Apr-10 0 16.7 136.9 1006
27-Mar-10 6 11.1 136.4 1001 30 03-Apr-10 6 17.0 136.1 1003
27-Mar-10 12 12.2 136.9 1001 30 03-Apr-10 12 17.1 136.0 1006
27-Mar-10 18 12.7 136.5 999 30 03-Apr-10 18 16.7 135.8 1005
28-Mar-10 0 13.0 136.5 995 40 04-Apr-10 0 15.8 136.2 1007
28-Mar-10 6 12.9 136.6 994 40 04-Apr-10 6 15.6 136.0 1004
28-Mar-10 12 12.8 136.5 991 45 04-Apr-10 12 13.8 135.5 1006
28-Mar-10 18 12.9 136.7 988 50 04-Apr-10 18 13.8 135.5 1004
29-Mar-10 0 13.2 136.4 987 50 05-Apr-10 0 14.1 135.2 1006
29-Mar-10 6 13.2 136.2 982 55 05-Apr-10 6 13.5 134.8 1003
29-Mar-10 12 13.2 135.9 982 55

42
Siklon tropis Sean (21 April – 25 April 2010)

Siklon Tropis Sean lahir pada pagi hari tanggal 20 April 2010 di perairan
Samudra Hindia, tepatnya di sebelah selatan Bali. Siklon tropis Sean
bergerak relatif ke Selatan Barat Daya menjauhi wilayah Indonesia dengan
intensitas yang terus menguat. Siklon tropis ini mencapai intensitas
maksimum pada pukul 18.00 UTC tanggal 23 April 2010 dengan kecepatan
angin maksimum mencappai 55 knot dan tekanan minimum 988 hPa berada
o o
di posisi -16.4 LS 112.8 BT di wilayah Samudera Hindia sebalah barat
Darwin. Siklon Tropis Sean telah hidup selama 162 jam ketika akhirnya ia
punah pada tanggal 25 April 2010 jam 06.00 UTC.

Gambar 5.5. Siklon tropis Sean dilihat dari a) citra satelit tanggal 24 April 2010 kanal
Inframerah, Visible, Microwave, dan RGB (Sumber : https://www.nrlmry.navy.mil) b)
Peta lintasan (Sumber: BMKG)

Bab: SIKLON TROPIS DI INDONESIA 10 TAHUN TERAKHIR


Tabel berikut ini merupakan data pencatatan pertumbuhan dari siklon tropis
Sean:

Tabel 5.5. Data teknis Siklon Tropis Sean


Jam Lintan Tekanan Angin Jam Lintan Tekanan Angin
Tanggal Bujur Tanggal Bujur
(UTC) g (hPa) (kt) (UTC) g (hPa) (kt)
20-Apr-10 6 -9.9 117.5 1006 20 23-Apr-10 12 -14.4 113.7 990 50
20-Apr-10 12 -9.9 117.4 1006 20 23-Apr-10 18 -15 113.3 988 55
20-Apr-10 18 -9.9 117.2 1005 20 24-Apr-10 0 -15.6 113.1 988 55
21-Apr-10 0 -9.9 117 1004 25 24-Apr-10 6 -16.4 112.8 988 55
21-Apr-10 6 -10.1 116.8 1004 25 24-Apr-10 12 -17 112.6 990 50
21-Apr-10 12 -10.5 116.5 1002 25 24-Apr-10 18 -17.2 111.9 996 40
21-Apr-10 18 -11.1 116.2 1002 25 25-Apr-10 0 -17.4 111.3 998 35
22-Apr-10 0 -11.8 115.9 1002 25 25-Apr-10 6 -18 110.5 1000 30
22-Apr-10 6 -12.2 115.6 1002 25 25-Apr-10 12 -18.2 109.7 1002 30
22-Apr-10 12 -12.6 115.3 1000 35 25-Apr-10 18 -18.2 108.3 1002 30
22-Apr-10 15 -12.9 114.9 998 35 26-Apr-10 0 -18.2 107 1004 25
22-Apr-10 18 -13.1 114.7 996 40 26-Apr-10 6 -18.1 105.5 1004 25
23-Apr-10 0 -13.4 114.3 994 45 26-Apr-10 12 -18.1 104.3 1004 25
23-Apr-10 6 -13.9 114 990 50

43
Siklon tropis Anggrek (30 October - 5 November 2010)

Siklon Tropis Anggrek teridentifikasi sebagai bibit siklon di Samudera Hindia


sebelah barat daya Sumatera yang masuk dalam wilayah tanggung jawab
TCWC Jakarta. Bibit ini terus berkembang dan menjadi siklon tropis ketika
masih berada di lintang kurang dari 10°LS sehingga pemberian nama siklon
dilakukan oleh TCWC Jakarta. Pada hari berikutnya setelah dinamakan
siklon tropis Anggrek oleh TCWC Jakarta, siklon ini bergerak ke selatan
keluar dari wilayah tanggung jawab TCWC Jakarta. Anggrek mencapai
kategori 2 untuk siklon tropis ketika memasuki wilayah tanggung jawab
TCWC Perth pada tanggal 1 November 2010 dan mulai melemah tiga hari
setelahnya.

Gambar 5.6. Siklon tropis Anggrek dilihat dari citra satelit tanggal 1 November 2010

Bab: SIKLON TROPIS DI INDONESIA 10 TAHUN TERAKHIR


kanal a) kanal inframerah, (b) visible, c) Microwave, dan d) microwave komposit
(Sumber : https://www.nrlmry.navy.mil) e) Peta lintasan (Sumber: BMKG)

Berikut adalah data teknis Siklon Tropis Anggrek yang meliputi


tekanan di pusat dan angin maksimum.

Tabel 5.6. Data teknis Siklon Tropis Anggrek


Jam Lintan Tekanan Angin Jam Lintan Tekanan Angin
Tanggal Bujur Tanggal Bujur
(UTC) g (hPa) (kt) (UTC) g (hPa) (kt)
30-Okt-10 0 7.5 96.0 1002 30 01-Nov-10 18 11.2 98.2 986 50
30-Okt-10 6 7.7 96.0 1002 30 02-Nov-10 0 12.1 98.3 990 50
30-Okt-10 12 7.8 95.6 1002 30 02-Nov-10 6 12.5 98.1 992 45
30-Okt-10 18 8.0 95.7 1000 30 02-Nov-10 12 12.9 97.9 990 45
31-Okt-10 0 8.1 96.1 998 35 02-Nov-10 18 13.2 97.7 990 45
31-Okt-10 6 8.6 96.3 998 35 03-Nov-10 0 13.9 97.4 996 40
31-Okt-10 12 9.3 96.7 996 40 03-Nov-10 6 14.2 97.0 995 40
31-Okt-10 18 9.6 97.0 994 45 03-Nov-10 12 14.7 96.7 998 40
01-Nov-10 0 9.9 97.4 989 50 03-Nov-10 18 15.1 96.2 998 40
01-Nov-10 6 10.6 97.5 989 50 04-Nov-10 0 15.3 95.5 1003 30
01-Nov-10 12 10.9 98.0 987 50 04-Nov-10 6 15.1 94.8 1001 30

44
Siklon tropis Errol (12 April – 18 April 2011)

Siklon tropis Errol sudah terdeteksi sejak tanggal 12 April 2011 pada jam
00.00 UTC. Kemudian terjadi peningkatan kecepatan angin sehingga
potensi untuk menjadi siklon tropis sangat besar. Pada tanggal 14 April 2011
jam 06.00 UTC, intensitasnya meningkat menjadi siklon tropis dan di beri
nama siklon tropis Errol.
Siklon tropis Errol terus meningkat intensitasnya pada tanggal 16 April 2011
jam 06.00 UTC dengan kecepatan angin 55 knots dan tekanannya 986 mb.
Pergerakan dari siklon tropis Errol ini yaitu kearah Barat Laut semakin
mendekati wilayah Indonesia. Siklon tropis Errol mulai menurun kecepatan
anginnya pada tanggal 18 April 2011 jam 00.00 UTC di Samudera Hindia
sebelah Tenggara Kupang dengan kecepatan angin 30 knots dan tekanan
1002 mb.

Bab: SIKLON TROPIS DI INDONESIA 10 TAHUN TERAKHIR


Gambar 5.7. Siklon tropis Errol dilihat dari citra satelit tanggal 16 April 2011 kanal a)
kanal inframerah, (b) visible, c) Microwave, dan d) microwave komposit (Sumber :
https://www.nrlmry.navy.mil) e) Peta lintasan (Sumber: BMKG)

Berikut ini adalah data teknis kejadian siklon tropis Errol yang meliputi
tekanan udara dan angin maksimum:

Tabel 5.7. Data teknis Siklon Tropis Errol


Jam Lintan Tekanan Angin Jam Lintan Tekanan Angin
Tahun Bujur Tahun Bujur
(UTC) g (hPa) (kt) (UTC) g (hPa) (kt)
12/04/2011 0 -10.9 125 1004 15/04/2011 6 -12.6 126.1 996 40
12/04/2011 6 -11.1 125.4 1004 15/04/2011 12 -12.5 126 996 40
12/04/2011 12 -11.4 125.5 1004 15/04/2011 18 -12 125.4 997 40
12/04/2011 18 -11.7 125.5 1004 16/04/2011 0 -11.6 125.1 989 50
13/04/2011 0 -11.7 125.8 1004 16/04/2011 6 -11.2 124.8 986 55
13/04/2011 6 -11.8 125.9 1004 16/04/2011 12 -10.9 124.7 986 55
13/04/2011 12 -11.8 126 1004 16/04/2011 18 -11 124.4 991 50
13/04/2011 18 -11.8 125.9 1004 25 17/04/2011 0 -10.8 124.1 993 50
14/04/2011 0 -12.2 126.1 1004 25 17/04/2011 6 -10.9 124 999 40
14/04/2011 6 -12.2 126.2 1000 35 17/04/2011 12 -10.9 123.2 1001 35
14/04/2011 12 -12.4 126.3 1000 35 17/04/2011 18 -10.5 123.6 1000 35
14/04/2011 18 -12.5 126.3 1000 35 18/04/2011 0 -10.1 123.5 1002 30
15/04/2011 0 -12.6 126.1 996 35

45
Siklon tropis Grant (21 December 2011 – 2 January 2012)

Bibit siklon Grant pertama muncul pada tanggal 21 Desember 2011, dan
kemudian tumbuh menjadi siklon tropis pada tanggal 24 Desember 2011.
Setelah menjadi siklon tropis, Grant bergerak ke arah barat kemudian
berpindah ke arah selatan menuju Australia bagian utara seiring dengan
semakin meningkat intensitasnya. Pada tanggal 25 Desember 2011, siklon
tropis Grant mencapai intensitas maksimumnya, dengan kecepatan angin
maksimum 55 knot dan tekanan minimumnya 978 mb.

Siklon tropis Grant mulai bergerak ke selatan menuju ke arah Australia pada
tanggal 25 Desember 2011, hingga akhirnya mencapai daratan pada
tanggal 26 Desember 2011 dengan intensitas yang terus menurun hingga
akhirnya punah di daratan Australia.

Bab: SIKLON TROPIS DI INDONESIA 10 TAHUN TERAKHIR


Gambar 5.8. Siklon tropis Grant dilihat dari citra satelit tanggal 28 Desember 2012
kanal a) kanal inframerah, (b) visible, c) Microwave, dan d) microwave komposit
(Sumber : https://www.nrlmry.navy.mil) e) Peta lintasan (Sumber: BMKG)

Berikut adalah data teknis Siklon Tropis Grant yang meliputi tekanan di
pusat dan angin maksimum.

46
Tabel 5.8. Data teknis Siklon Tropis Grant
Jam Lintan Tekanan Angin Jam Lintan Tekanan Angin
Tanggal Bujur Tanggal Bujur
(UTC) g (hPa) (kt) (UTC) g (hPa) (kt)
21-Des-11 0 -10.4 134.5 1004 20 26-Des -11 6 -12.5 132.6 996 30
21-Des-11 6 -9.5 132.3 1000 20 26-Des -11 12 -13.1 132.6 998 20
21-Des-11 12 -9.5 132.3 1001 20 26-Des -11 18 -13.3 132.9 997 20
21-Des-11 18 -9.7 132.4 1000 20 27-Des -11 0 -13.4 132.9 999 20
21-Des-11 21 -9.8 132.5 1000 20 27-Des -11 6 -13.9 133.6 999 20
22-Des-11 0 -10.0 132.4 1000 20 27-Des -11 12 -13.9 134.3 1000 20
22-Des-11 6 -10.1 132.0 999 20 27-Des -11 18 -13.9 134.7 1001 20
22-Des-11 12 -10.2 131.1 999 20 28-Des -11 0 -14.0 135.3 1001 20
22-Des-11 18 -10.4 131.3 999 20 28-Des -11 6 -14.0 136.2 1000 25
23-Des-11 0 -10.5 131.7 999 25 28-Des -11 12 -14.2 137.1 999 25
23-Des-11 6 -10.7 132.5 998 25 28-Des -11 18 -14.3 138.0 998 25
23-Des-11 12 -10.5 132.0 999 25 29-Des -11 0 -14.3 139.2 1001 20
23-Des-11 18 -10.6 131.5 998 25 29-Des -11 6 -13.9 140.2 1002 20
24-Des-11 0 -10.7 131.4 998 25 29-Des -11 12 -13.6 140.7 1001 20
24-Des-11 6 -10.7 131.4 997 25 29-Des -11 18 -13.6 141.5 1000 20
24-Des-11 12 -10.7 131.9 996 30 30-Des -11 0 -13.5 142.7 1000 21
24-Des-11 18 -10.5 132.4 993 35 30-Des -11 6 -13.5 143.7 1001 22
25-Des-11 0 -10.6 132.4 993 35 30-Des -11 12 -13.0 145.4 1002 23
25-Des-11 6 -10.9 132.7 982 50 30-Des -11 18 -12.8 146.1 1003 25
25-Des-11 12 -11.4 132.7 978 55 31-Des -11 0 -12.4 146.9 1003 25
25-Des-11 18 -11.9 132.7 984 50 31-Des -11 6 -12.5 148.5 1004 25
26-Des-11 0 -12.3 132.6 990 40

Siklon tropis Narelle (5 January – 15 January 2013)

Narelle sudah terpantau sebagai bibit siklon tropis di Laut Timor sebelah
timur Kupang pada 5 Januari 2013. Bibit siklon bergerak ke barat mendekati

Bab: SIKLON TROPIS DI INDONESIA 10 TAHUN TERAKHIR


wilayah yang sangat mendukung proses intensifikasi, seperti windshear
vertikal yang lemah, perairan sangat hangat (>30°C), dan outflow lapisan
atas yang baik. Faktor tersebut membuat bibit siklon menguat menjadi siklon
tropis Narelle tiga hari kemudian di Samudera Hindia sebelah barat daya
Pulau Sumba. Intensifikasi siklon tropis Narelle sangat kuat dan
menunjukkan adanya mata siklon (eye) dari citra satelit. Berdasarkan skala
Australia, Narelle termasuk dalam siklon tropis kategori 4 (Severe Tropical
Cyclone) dimana kecepatan angin maksimum berkisar 86–107 knots, dan
merupakan siklon tropis kuat yang muncul pada awal tahun 2013. Narelle
berada dalam kategori 4 siklon tropis selama tiga hari, dengan kecepatan
angin maksimum tertinggi mencapai 105 knots pada tanggal 11 dan 12
Januari. Kemudian Narelle bergerak ke selatan pada 14 Januari memasuki
wilayah lintang subtropis dan melemah dengan cepat pada 15 Januari.

47
Gambar 5.9. Siklon tropis Narelle dilihat dari citra satelit tanggal 11 Januari 2013
kanal a) kanal inframerah, (b) visible, c) Microwave, dan d) microwave komposit
(Sumber : https://www.nrlmry.navy.mil) e) Peta lintasan (Sumber: BMKG)

Berikut adalah data teknis Siklon Tropis Narelle yang meliputi tekanan di
pusat dan angin maksimum.

Tabel 5.9. Data teknis Siklon Tropis Narelle


J am Lintan Tek anan Angin J am Lintan Tek anan Angin
Tanggal Bujur Tanggal Bujur
(UTC) g (hPa) (k t) (UTC) g (hPa) (k t)
05-Jan-13 0 9.9 125.8 1002 10-Jan-13 6 15.5 115.2 964 75
05-Jan-13 6 9.9 126.3 1001 10-Jan-13 12 16.2 115.0 952 85
05-Jan-13 12 10.4 126.0 1002 20 10-Jan-13 18 16.5 114.4 949 90
05-Jan-13 18 10.4 125.8 1003 20 11-Jan-13 0 16.9 113.8 943 95
06-Jan-13 0 10.4 125.5 1000 25 11-Jan-13 6 17.5 113.2 938 100
06-Jan-13 6 10.7 125.0 1001 25 11-Jan-13 12 17.8 112.7 930 105
06-Jan-13 12 11.0 123.7 1002 25 11-Jan-13 18 18.2 112.3 930 105

Bab: SIKLON TROPIS DI INDONESIA 10 TAHUN TERAKHIR


06-Jan-13 18 11.1 122.9 1002 25 12-Jan-13 0 18.5 112.0 932 105
07-Jan-13 0 11.3 121.8 1001 25 12-Jan-13 6 19.2 112.0 936 100
07-Jan-13 6 11.2 121.4 1001 25 12-Jan-13 12 19.8 111.6 941 95
07-Jan-13 12 11.2 120.7 999 25 12-Jan-13 18 20.4 111.3 950 85
07-Jan-13 18 11.5 119.9 997 30 13-Jan-13 0 21.3 110.8 965 70
08-Jan-13 0 11.8 119.1 995 35 13-Jan-13 6 22.2 110.4 969 65
08-Jan-13 6 12.0 118.4 993 40 13-Jan-13 12 23.2 110.1 976 50
08-Jan-13 12 12.1 117.8 987 45 13-Jan-13 18 24.2 110.0 983 45
08-Jan-13 18 12.3 117.2 985 50 14-Jan-13 0 25.2 109.9 987 40
09-Jan-13 0 12.5 116.7 982 55 14-Jan-13 6 26.4 109.7 994 35
09-Jan-13 6 12.9 116.4 978 60 14-Jan-13 12 27.5 109.5 1000 25
09-Jan-13 12 13.3 116.1 972 65 14-Jan-13 18 28.7 109.2 1001 25
09-Jan-13 18 13.6 115.9 972 65 15-Jan-13 0 29.9 109.0 1004 20
10-Jan-13 0 14.3 115.7 967 70 15-Jan-13 6 31.0 109.5 1006 15

Siklon tropis Gillian (6 – 26 March 2014)

Gillian merupakan siklon tropis terkuat kedua dalam musim siklon tropis
2013-2014 di Australia. Pada mulanya Gillian berkembang sebagai bibit
siklon di Teluk Carpentaria pada 8 Maret 2014. Bibit ini bergerak ke barat
laut Queensland pada tanggal 10 Maret 2014 sebagai siklon tropis lemah.
Gillian berada dalam skala siklon tropis yang lemah dalam beberapa hari
karena faktor wind shear vertikal yang kuat serta interaksi dengan daratan
dan udara kering yang tidak mendukung. Ketika melemah, Gillian bergerak

48
ke utara dan melintasi Nusa Tenggara Timur yakni Pulau Timor pada 18
Maret 2014. Kemudian pada 21 Maret 2014, siklon tropis Gillian menjadi
siklon tropis kembali dan bergerak menjauhi Indonesia. Siklon tropis Gillian
berdampak di Indonesia berupa gelombang tinggi, hujan lebat dan angin
kencang.

Gambar 5.10. Siklon tropis Ilsa dilihat dari citra satelit tanggal 11 Januari 2013 kanal
a) kanal inframerah, (b) visible, c) Microwave, dan d) microwave komposit (Sumber :
https://www.nrlmry.navy.mil) e) Peta lintasan (Sumber: BMKG)

Berikut adalah data teknis Siklon Tropis GILLIAN yang meliputi tekanan di
pusat dan angin maksimum:

Tabel 5.10. Data teknis Siklon Tropis GILLIAN


Jam Lintan Tekanan Angin Jam Lintan Tekanan Angin

Bab: SIKLON TROPIS DI INDONESIA 10 TAHUN TERAKHIR


Tanggal Bujur Tanggal Bujur
(UTC) g (hPa) (Knot) (UTC) g (hPa) (Knot)
06-Mar-14 0 10.0 139.0 16-Mar-14 0 10.8 138.4 1003 23
06-Mar-14 12 10.0 139.0 16-Mar-14 12 10.1 136.9 1005 23
07-Mar-14 0 9.3 138.2 17-Mar-14 0 10.3 136.0 1006 23
07-Mar-14 6 9.8 138.7 1003 23 17-Mar-14 12 10.2 134.2 1004 28
07-Mar-14 12 9.6 138.5 1004 23 18-Mar-14 0 9.6 131.1 1006 28
08-Mar-14 0 10.2 139.0 1001 28 18-Mar-14 12 9.6 128.4 1004 32
08-Mar-14 12 10.9 140.1 998 32 19-Mar-14 0 8.6 124.0 1006 23
09-Mar-14 0 12.4 140.1 995 37 19-Mar-14 12 7.6 120.7 1006 19
09-Mar-14 12 12.8 141.0 997 37 20-Mar-14 0 8.0 117.0 1006 19
10-Mar-14 0 13.6 141.3 999 32 20-Mar-14 12 9.1 113.8 1006 19
10-Mar-14 12 13.7 141.9 1004 23 21-Mar-14 0 9.2 110.5 1006 23
11-Mar-14 0 14.0 141.6 1002 23 21-Mar-14 12 9.6 107.2 999 32
11-Mar-14 12 14.2 141.8 1004 23 22-Mar-14 0 10.0 105.4 992 37
12-Mar-14 0 14.8 141.8 1008 14 22-Mar-14 12 11.4 104.7 977 60
12-Mar-14 12 15.6 139.5 1007 19 23-Mar-14 0 12.9 104.1 960 83
13-Mar-14 0 14.6 138.0 1006 23 23-Mar-14 12 14.6 103.7 939 102
13-Mar-14 12 14.7 138.6 1006 23 24-Mar-14 0 16.2 103.6 937 102
14-Mar-14 0 14.0 139.3 1002 28 24-Mar-14 12 18.0 103.6 967 74
14-Mar-14 12 13.1 139.9 1001 32 25-Mar-14 0 19.0 103.8 982 56
15-Mar-14 0 11.6 139.4 999 32 25-Mar-14 12 20.4 103.7 988 46
15-Mar-14 12 11.0 138.6 1004 23 26-Mar-14 0 21.8 102.7 1000 32

49
Siklon tropis Bakung (10 December – 13 December 2014)

Siklon Tropis Bakung pertama kali terindentifikasi sebagai bibit siklon di


Samudera Hindia sebelah barat daya Sumatera Selatan pada tanggal 10
Desember 2014. Bibit siklon ini berada di area tanggung jawab TCWC
Jakarta sehingga berhak memberikan nama terhadap siklon tropis ini dan di
beri nama BAKUNG. Bibit siklon ini terus tumbuh dan mencapai intensitas
siklon tropis pada tanggal 11 Desember 2014 jam 19.00 WIB. Siklon tropis
Bakung mencapai intensitas tertinggi dengan kecepatan angin maksimum
40 knots (75 km/jam) dengan tekanan 995 mb. Siklon tropis Bakung
bergerak ke arah Barat hingga Barat barat daya dan menjauhi wilayah
Indonesia.

Gambar 5.11. Siklon tropis Ilsa dilihat dari citra satelit tanggal 11 Desember 2014

Bab: SIKLON TROPIS DI INDONESIA 10 TAHUN TERAKHIR


kanal a) kanal inframerah, (b) visible, c) Microwave, dan d) microwave komposit
(Sumber : https://www.nrlmry.navy.mil) e) Peta lintasan (Sumber: BMKG)

Berikut adalah data teknis Siklon Tropis BAKUNG yang meliputi tekanan di
pusat dan angin maksimum
.
Tabel 5.11. Data teknis Siklon Tropis BAKUNG
Jam Lintan Tekanan Angin Jam Lintan Tekanan Angin
Tanggal Bujur Tanggal Bujur
(UTC) g (hPa) (kt) (UTC) g (hPa) (kt)
11-Des-14 6 -8.9 96.8 1002 30 12-Des-14 6 -9.5 92.8 991 40
11-Des-14 12 -9.2 94.5 1002 50 12-Des-14 12 -9.85 91.33 991 40
11-Des-14 18 -9.3 94.3 1000 50 12-Des-14 18 -10.2 90.8 991 40
12-Des-14 0 -9.2 92.9 995 40 13-Des-14 0 -10.2 91.5 991 40

Siklon tropis Cempaka (22 November – 1 December 2017)

Pada 25 November 2017 pukul 07.00 WIB, sebuah daerah tekanan rendah
teridentifikasi tumbuh di dalam area tanggungjawab TCWC Jakarta,
tepatnya di Samudera Hindia selatan Jawa Tengah. Gangguan tropis ini

50
terus-menerus dimonitoring oleh prakirawan BMKG untuk melihat potensi
tumbuhnya menjadi siklon tropis. Pada 26 November 2017 dini hari, pusat
tekanan rendah ini dinyatakan sebagai bibit siklon tropis dan diberi nama
95S. Dan kemudian pada 27 November 2017 pukul 19.00 WIB, BMKG
menyatakan bahwa 95S telah mencapai intensitas siklon tropis dan diberi
nama CEMPAKA, dengan posisi di Samudera Hindia selatan Cilacap yang
jarak sekitar 100 km di sebelah selatan-barat daya. Tekanan dan kecepatan
angin maksimum siklon tropis ini mencapai 999 hPa dan 35 knot atau sekitar
65 km/jam. Sistem gangguan tropis ini bergerak kearah timur laut mendekati
wilayah Jawa Tengah.

Gambar 5.12. Siklon tropis Cempaka dilihat dari citra satelit tanggal 27 November
2017 kanal a) kanal inframerah, (b) visible, and c) Microwave (Sumber :
https://www.nrlmry.navy.mil); (d) radar dan e) Peta lintasan (Sumber: BMKG)

Bab: SIKLON TROPIS DI INDONESIA 10 TAHUN TERAKHIR


Berikut adalah data teknis Siklon Tropis CEMPAKA yang meliputi tekanan di
pusat dan angin maksimum

Tabel 5.12. Data teknis Siklon Tropis CEMPAKA


Jam Lintan Tekanan Angin Jam Lintan Tekanan Angin
Tanggal Bujur Tanggal Bujur
(UTC) g (hPa) (kt) (UTC) g (hPa) (kt)
25-Nov-17 18 9.6 109.4 1003 25 27-Nov-17 12 8.4 111.0 998 35
26-Nov-17 0 9.2 109.5 1003 25 27-Nov-17 18 8.5 111.2 999 35
26-Nov-17 6 9.5 109.0 1005 20 28-Nov-17 0 8.7 111.0 998 35
26-Nov-17 12 9.1 109.2 1004 20 28-Nov-17 6 8.5 110.2 998 35
26-Nov-17 18 9.0 109.5 1005 20 28-Nov-17 12 9.4 111.0 999 35
27-Nov-17 0 9.0 110.5 1004 20 28-Nov-17 18 9.5 111.5 1000 35
27-Nov-17 6 8.6 110.8 999 35 29-Nov-17 0 9.9 110.0 1003 25

Siklon tropis Dahlia (24 November – 5 December 2017)

Pada 26 November 2017 pukul 07.00 WIB, terdapat sebuah daerah tekanan
rendah di Samudera Hindia sebelah Barat Daya Bengkulu yang bergerak ke
arah timur tenggara. Pusat tekanan rendah tersebut awalnya dinyatakan

51
sebagai bibit siklon tropis dengan nama 96S. Kemudian pada tanggal 29
November 2017 pukul 19.00 WIB, BMKG menyatakan bahwa 95S telah
mencapai intensitas siklon tropis dan diberi nama DAHLIA, dengan posisi
siklon di Samudera Hindia sebelah Selatan – Barat Daya Bengkulu yang
berjarak sekitar 540 km di sebelah Selatan – Barat Daya Bengkulu. Tekanan
dan kecepatan angin maksimum siklon tropis ini mencapai 998 hPa dan 35
knot atau sekitar 65 km/jam. Sistem gangguan tropis ini bergerak kearah
barat menjauhi wilayah Indoensia. Siklon tropis Dahlia merupakan siklon
tropis ke-lima yang tumbuh di wilayah tanggungjawab TCWC Jakarta,
setelah siklon tropis Cempaka tumbuh di wilayah tanggungjawab TCWC
Jakarta 3 hari sebelumnya.

Gambar 5.13. Siklon tropis Dahlia dilihat dari a) citra satelit tanggal 6 Desember 2017
kanal a) kanal inframerah, (b) visible, c) Microwave, dan d) microwave komposit
(Sumber : https://www.nrlmry.navy.mil) e) Peta lintasan (Sumber: BMKG)

Bab: SIKLON TROPIS DI INDONESIA 10 TAHUN TERAKHIR


Berikut adalah data teknis Siklon Tropis Dahlia yang meliputi tekanan di
pusat dan angin maksimum.

Tabel 5.13. Data teknis Siklon Tropis Dahlia


Jam Lintan Tekanan Angin Jam Lintan Tekanan Angin
Tanggal Bujur Tanggal Bujur
(UTC) g (hPa) (kt) (UTC) g (hPa) (kt)
26-Nov-17 0 -6.1 93.1 1005 0 30-Nov-17 18 -9.5 108.6 993 40
26-Nov-17 6 -6.3 94.0 1005 0 01-Des-17 0 -9.6 109.3 987 50
26-Nov-17 12 -6.3 94.2 1005 0 01-Des-17 6 -10.1 109.6 987 50
27-Nov-17 0 -6.6 94.2 1005 0 01-Des-17 12 -10.4 110.1 985 50
27-Nov-17 12 -7.7 97.5 1005 0 01-Des-17 18 -10.6 110.5 985 50
28-Nov-17 0 -8.0 98.6 1005 20 02-Des-17 0 -10.5 110.8 989 50
28-Nov-17 6 -8.1 98.8 1005 20 02-Des-17 6 -10.7 111.1 989 45
28-Nov-17 12 -8.2 99.7 1005 20 02-Des-17 12 -11.1 111.6 996 35
28-Nov-17 18 -8.4 100.4 1005 20 02-Des-17 18 -11.4 111.8 998 35
29-Nov-17 0 -8.3 100.9 1004 20 03-Des-17 0 -12.4 112.3 1000 30
29-Nov-17 6 -8.2 101.5 1003 30 03-Des-17 6 -13.7 112.1 1000 30
29-Nov-17 12 -8.5 102.6 998 35 03-Des -17 12 -14.8 112.0 999 30
29-Nov-17 18 -8.5 103.5 998 35 03-Des-17 18 -15.3 111.5 999 30
30-Nov-17 0 -8.7 104.9 998 35 04-Des-17 0 -16.3 111.3 1001 30
30-Nov-17 6 -9.0 106.3 995 35 04-Des-17 6 -16.9 111.0 1001 25
30-Nov-17 12 -9.1 107.4 995 40

52
DAMPAK SIKLON TROPIS DI INDONESIA
Karena ukurannya yang cenderung besar disertai dengan angin kencang
dan gumpalan awan, siklon tropis dapat menimbulkan dampak yang cukup
signifikan di lokasi yang dilaluinya. Berdasarkan lokasinya, dampak kejadian
siklon tropis dapat dibedakan menjadi dua, yaitu dampak langsung dan
dampak tidak langsung.

Dampak langsung dari peristiwa siklon tropis didefinisikan sebagai dampak


yang dirasakan tepat di bawah radius ukuran siklon tropis. Dampak ini
diakibatkan oleh angin kencang dan pertumbuhan awan-awan konvektif
yang sangat aktif dalam radius ukuran siklon tropis. Angin kencang di
daratan akan menyebabkan kerusakan di daerah pemukiman, dan jika
terjadi di lautan akan menyebabkan kenaikan tinggi gelombang yang cukup
signifikan. Pertumbuhan awan konvektif yang aktif berarti hujan deras dapat
turun selama berjam-jam, yang kemudian dapat mengakibatkan terjadinya
banjir atau longsor. Awan cumulonimbus juga dapat membentuk microburst
yang merusak, puting beliung, dan juga hujan es. Siklon tropis kuat yang
bergerak di wilayah perairan mengarah ke daratan akan dapat mendorong
massa air laut ke daratan. Hal ini, ditambah dengan gelombang tinggi, akan
menimbulkan yang disebut dengan storm surge, atau gelombang badai,
yang berupa kenaikan tinggi muka laut di daerah pantai.

Contoh dari dampak langsung siklon tropis yang terjadi di Indonesia adalah
ketika terjadi peristiwa siklon tropis Kirrily di atas Kepulauan Kai, Laut
Banda, pada tanggal 27 April 2009. Siklon Tropis Kirrily menyebabkan hujan
lebat dan storm surge di wilayah ini. Pada saat itu, dilaporkan puluhan
rumah rusak dan puluhan lainnya terendam, jalan raya rusak, dan
gelombang tinggi terjadi sejak tanggal 26 hingga 29 April 2009. Curah hujan
tercatat per 24 jam yang di Tual adalah sebanyak 20 mm, 92 mm dan 193
mm, pada tanggal 27, 28 dan 29 April 2009.

Dampak tidak langsung didefinisikan sebagai dampak yang dirasakan di


lokasi yang jauh dari siklon tropis, yang timbul karena keberadaan suatu
siklon tropis mengubah pola cuaca di daerah yang jauh dari lokasi siklon
tropis tersebut. Berubahnya pola cuaca ini dapat berupa bergeser, ataupun
berubahnya intensitas garis konvergensi maupun monsoon trough.
Pergeseran, pelemahan atau penguatan konvergensi maupun monsoon
trough membawa akibat susulan yang dapat berupa bertambah ataupun
berkurangnya hujan di suatu tempat.

Seperti diketahui, Indonesia jarang dilintasi oleh siklon tropis. Namun


demikian, keberadaan siklon tropis di sekitar Indonesia, terutama yang
terbentuk di sekitar Pasifik Barat Laut, Samudra Hindia Tenggara dan
sekitar Australia akan mempengaruhi pola cuaca di Indonesia. Perubahan
pola cuaca oleh adanya siklon tropis inilah yang kemudian menjadikan
siklon tropis memberikan dampak tidak langsung terhadap kondisi cuaca di
wilayah Indonesia.

Daerah Pumpunan Angin (Konvergensi)

Siklon tropis yang terbentuk di sekitar perairan sebelah utara maupun


sebelah barat Australia seringkali mengakibatkan terbentuknya daerah
pumpunan angin di sekitar Jawa atau Laut Jawa, NTB, NTT, Laut Banda,
Laut Timor, hingga Laut Arafuru. Pumpunan angin inilah yang
mengakibatkan terbentuknya lebih banyak awan-awan konvektif penyeab
hujan lebat di daerah tersebut.

Ketika diamati menggunakan citra satelit, daerah pumpunan angin terlihat


sebagai daerah memanjang yang penuh dengan awan tebal yang terhubung
dengan perawanan siklon tropis, sehingga terlihat seolah-olah siklon tropis
tersebut mempunyai ekor. Itulah sebabnya daerah pumpunan angin ini
seringkali disebut sebagai ekor siklon tropis.
Bab: DAMPAK SIKLON TROPIS DI INDONESIA
a) b)

Gambar 6.1. Dampak tidak langsung kejadian siklon tropis (a) Citra satelit MTSAT
saat terjadi siklon Narelle (9 Januari 2013) di Selatan Nusa Tenggara Barat; dan (b)
streamline pada tanggal yang sama jam 00 UTC

54
Pengamatan Citra satelit MTSAT dan peta streamline jam 00.00 UTC pada
tanggal 9 Januari 2013 yang ditunjukkan oleh gambar di atas adalah contoh
terbentuknya daerah pumpunan angin (konvergensi) di wilayah Sumatra
bagian selatan, Laut Jawa, Pulau Jawa hingga Bali dan Nusa Tenggara
Barat yang memicu kumpulan awan hujan yang sangat masif di wilayah
tersebut.

Daerah Belokan Angin

Pada Gambar 6.1. diatas, selain daerah pumpunan angin (konvergensi),


juga terlihat adanya daerah belokan angin (shear) terutama di wilayah
Sumatra bagian utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi
Selatan, dan Nusa Tenggara Timur. Daerah belokan angin ini juga dapat
mengakibatkan terbentuknya lebih banyak awan-awan konvektif penyebab
hujan lebat di daerah tersebut.

Daerah Defisit Kelembaban

Selain berdampak pada kondisi angin, keberadaan siklon tropis di sekitar


Indonesia juga dapat mempengaruhi kondisi kelembabannya. Berdasarkan
Gambar 6.1. di atas, selain kejadian siklon tropis Narelle di perairan selatan
Nusa Tenggara Barat, terdapat juga daerah pusat tekanan rendah di utara
Maluku Utara (1004 mb), sebelah utara Kalimantan Barat (1006 mb), dan
Tenggara Papua Nugini (1003 mb) sehingga menunjukkan interaksi tiga
pusat tekanan rendah. Namun siklon tropis Narelle lebih dominan untuk
menarik massa udara di wilayah Indonesia tengah dan timur. Hal ini akan Bab: DAMPAK SIKLON TROPIS DI INDONESIA
mengakibatkan daerah Kalimantan Timur bagian utara, Kalimantan Utara,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara bagian selatan, Maluku Utara bag.
Selatan, Maluku, Papua Barat dan Papua mengalami defisit kelembaban
yang berakibat wilayah ini justru udaranya kering dan kondisi cuacanya
cenderung cerah tak berawan.

Untuk mempermudah analisis, buku ini tidak menyajikan pembahasan


dampak siklon tropis dengan dibedakan berdasarkan dampak langsung dan
tidak langsung, namun dengan dibedakan menjadi dampak terhadap kondisi
cuaca dan terhadap terjadinya bencana.

55
6.1. Dampak siklon tropis terhadap kondisi cuaca di Indonesia

20
18 Puting Beliung 17
Angin Kencang
16
Hujan Lebat
14 12
Hujan Es
12 10
10 8
8 7 7 7
6
6 5 5 5 55
4 4
4 3 3 3
2 22
2 1 11 1 1 111 1 1 1 1 1 1
0

Gambar 6.2. Dampak langsung siklon tropis terhadap sistem cuaca di Indonesia

Bab: DAMPAK SIKLON TROPIS DI INDONESIA


dalam bentuk diagram batang (atas) dan diagram pie (bawah)

Berdasarkan data sepuluh tahun terakhir (2008 – 2017) kejadian siklon


tropis yang tumbuh di sekitar wilayah geografis Indonesia baik daratan dan
lautan, fenomena cuaca yang dominan tumbuh ketika terjadi siklon tropis
adalah hujan lebat dan angin kencang. Siklon tropis Narelle (5 – 15 Januari
2013) dan siklon tropis Gillian (6 – 24 Maret 2014) adalah contoh siklon
tropis yang pernah memberikan dampak yang signifikan terhadap cuaca
yang muncul di Indonesia.

Berdasarkan diagram Pie hasil olahan data kejadian siklon tropis selama
tahun 2008 – 2017 yang tumbuh di wilayah Indonesia, terlihat bahwa
dampak siklon tropis yang terjadi di sekitar Indonesia akan mengakibatkan

56
beberapa fenomena cuaca ekstrem. Fenomena cuaca yang dominan
tumbuh ketika terjadi siklon tropis adalah hujan lebat yaitu 45 % (61
kejadian) dan disusul dengan angin kencang, puting beliung dan hujan es.

Hujan Lebat

Salah satu dampak dari peristiwa siklon tropis adalah hujan lebat.
Berdasarkan definisi BMKG, hujan lebat merupakan hujan yang memiliki
intensitas paling rendah 50 milimeter yang turun dalam kurun waktu 24 jam
dan/atau 20 milimeter dalam kurun waktu satu jam. Akumulasi intensitas
curah hujan yang tinggi di suatu wilayah dapat mengakibatkan tanah
longsor. Jika kondisi tanah sudah tidak mampu meresap air hujan, maka
dapat mengakibatkan terjadi genangan, banjir ataupun sungai meluap.

Gambar 6.3. Jumlah kejadian hujan lebat akibat siklon tropis yang melintasi wilayah
Indonesia selama periode tahun 2008 hingga 2017

Berdasarkan hasil monitoring kejadian hujan lebat ketika siklon tropis di


wilayah Indonesia, terlihat bahwa dampak hujan lebat yang paling tinggi
adalah ketika terjadi siklon tropis Gillian. Sedangkan untuk dampak berupa Bab: DAMPAK SIKLON TROPIS DI INDONESIA
hujan lebat yang paling sedikit di wilayah Indonesia adalah ketika siklon
tropis Ilsa.

Angin Kencang

Angin kencang memiliki definisi angin yang memiliki kecepatan diatas 25


knots atau 45 km/jam. Fenomena cuaca ekstrim seperti hujan lebat, angin
kencang, petir dan badai biasanya dikaitkan dengan penyebab terjadinya
seperti adanya siklon tropis, angin puting beliung, palung tekanan rendah
dan daerah ITCZ (Zakir, 2006). Seperti keberadaan siklon tropis Joyce pada

57
tanggal 13 Januari 2018 yang membuat wilayah Kota Bandung mengalami
angin kencang 27 km/ jam selama beberapa hari dari arah Barat.

a) b)

Gambar 6.4. Dampak angin kencang yang disebabkan oleh siklon tropis (a) Peta
streamline tanggal 11 Januari 2018 saat terjadi siklon tropis Joyce di perairan sebelah
utara Australia bagian barat. (sumber : www.bom.gov.au) (b) Jumlah kejadian angin
kencang akibat siklon tropis di wilayah monitoring
dan tanggungjawab TCWC Jakarta selama periode tahun 2008 hingga 2017

Pada ilustrasi di atas, keberadaan siklon tropis Joyce yang jauh dari wilayah
Indonesia telah menyebabkan perubahan pola transpor masa udara di
wilayah Indonesia. Berdasarkan peta streamline diatas menunjukkan bahwa
terjadi potensi peningkatan kecepatan angin di wilayah Sumatra bagian
selatan, Pulau Jawa dan Bali Nusa Tenggara saat siklon tropis Joyce terjadi.

Berdasarkan hasil monitoring kejadian angin kencang di Indonesia, terlihat


bahwa dampak kejadian siklon tropis berupa angin kencang yang paling

Bab: DAMPAK SIKLON TROPIS DI INDONESIA


banyak adalah ketika terjadi siklon tropis Narelle. Sedangkan untuk peristiwa
siklon tropis lainnya, dampak berupa angin kencang tidak terlalu sigifikan.

Puting Beliung

Puting beliung adalah istilah lokal yang digunakan di Indonesia untuk


menyebut Tornado dengan intensitas lemah. Tornado merupakan vorteks
yang bergerak, berupa angin berpusar yang kuat dan merusak, berbentuk
awan corong (funnel-cloud) dan berasal dari sistem awan badai besar.
Intensitas tornado dinyatakan dengan skala Fujita, yang dikembangkan oleh
Tetsuya Theodore Fujita, seorang ahli meteorologi kelahiran Jepang yang
mengembangkan sistem klasifikasi tornado berdasarkan kerusakannya pada
struktur bangunan dan vegetasi.

58
Gambar 6.5. Skala Fujita Bab: DAMPAK SIKLON TROPIS DI INDONESIA
Sumber: Encyclopedia Britanica, berdasarkan Fujita, 1971

Berdasarkan skala Fujita tersebut, tornado memiliki kecepatan angin


setidaknya 64 km/jam atau 34 knot (lihat gambar 6.3). Yang disebut sebagai
puting beliung di Indonesia adalah tornado dengan intensitas skala Fujita 0
hingga 1, yaitu dengan kecepatan angin berkisar antara 64 km/jam hingga
181 km/jam. Angin puting beliung biasanya sering terjadi pada siang atau
sore hari pada musim pancaroba, dengan durasi kejadian 3 hingga 10
menit. Walaupun terjadi cukup singkat, angin ini mampu merusak benda-
benda yang dilewatinya, termasuk rumah, pohon, alat transportasi dan
kadang kala dapat menimbulkan korban jiwa.

59
Puting beliung seringkali tumbuh sebagai produk awan cumulonimbus,
seperti halnya kilat, petir dan hujan es. Di daerah radius perawanan siklon
tropis tumbuh awan-awan konvektif yang sangat aktif, dan banyak
diantaranya adalah awan cumulonimbus. Awan cumulonimbus juga
seringkali tumbuh di daerah konvergensi maupun monsoon trough.
Beberapa di antara awan Cumulonimbus yang intens tersebut akan
“melahirkan” puting beliung.

a) b)

Gambar 6.6. Dampak puting beliung yang disebabkan oleh siklon tropis: (a) contoh
foto kejadian puting beliung (b) Jumlah kejadian puting beliung akibat siklon tropis
yang terjadi di wilayah Indonesia periode tahun 2008 hingga 2017

Database yang disusun dari berbagai laporan dari berbagai media massa
menunjukkan bahwa frekuensi kejadian puting beliung paling banyak terjadi
pada saat kejadian siklon tropis Narelle dibandingkan pada saat kejadian
siklon tropis lainnya.

Hujan Es

Hujan es adalah hujan yang berbentuk butiran es yang mempunyai garis Bab: DAMPAK SIKLON TROPIS DI INDONESIA
tengah mimimal 5 (lima) milimeter (mm) yang berasal dari awan
Cumulonimbus. Fenomena ini sifatnya lokal, tidak merata, terjadi sangat
mendadak, dan sulit diperkirakan (Fadholi, 2012). Di Indonesia, terjadinya
hujan es biasanya terjadi hanya sekitar beberapa menit saja, kemudian
setelah itu akan kembali ke hujan air normal seperti biasanya. Biasanya,
kejadian hujan lebat atau hujan es disertai kilat/petir dan angin kencang
berdurasi singkat lebih banyak terjadi pada masa transisi/pancaroba musim
baik dari musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya.

Hujan es terjadi karena adanya konveksi kuat yang ditandai oleh masuknya
udara hangat dan basah (mengandung banyak uap air) pada lapisan udara
bagian bawah serta didukung dengan adanya udara kering (kurang

60
mengandung uap air) dengan kondisi lingkungan tidak stabil bersyarat pada
lapisan udara bagian atas troposfer. Kondisi tersebut sangat mendukung
pertumbuhan awan cumulonimbus (Cb) yang berpotensi untuk
menghasilkan aktivitas konvektif yang berbahaya dalam bentuk badai guntur
yang kuat dan disertai hujan es serta angin kencang (Fadholi, 2012).

a) b)

Gambar 6.7. Dampak siklon tropis berupa hujan es (a) Hujan Es di wilayah Bandung,
Jawa Barat tanggal 17 Maret 2017 (b) Jumlah kejadian hujan es akibat siklon tropis di
wilayah monitoring dan tanggungjawab TCWC Jakarta (2008-2017)

6.2. Dampak siklon tropis terhadap terjadinya bencana di Indonesia

Keberadaan siklon tropis membawa pengaruh besar terhadap sistem cuaca


di sekitarnya. Hujan lebat, angin kencang, puting beliung, dan hujan es yang
ditimbulkan kemudian membawa dampak susulan, yaitu bencana. Bencana
ini dapat berupa banjir/genangan, pohon tumbang, rumah rusak, hingga

Bab: DAMPAK SIKLON TROPIS DI INDONESIA


adanya korban jiwa.

Gambar 6.8. Diagram pie total dampak bencana akibat siklon tropis di wilayah
Indonesia periode tahun 2008 hingga 2017

61
Banjir/ Genangan

Pengertian banjir adalah kondisi dimana volume air yang berlebihan


merendam suatu wilayah daratan. Di wilayah Indonesia, banjir kerap terjadi
akibat luapan sungai yang tidak mampu menampung debit air, ataupun
limpasan air di daratan akibat menurun atau menghilangnya kemampuan
tanah menyerap air. Peristiwa banjir biasanya disebabkan oleh hujan yang
memiliki intensitas tinggi atau durasi lama. Meskipun demikian, kemampuan
tanah dalam menyimpan debit air hujan setiap daerah berbeda. Sebagai
contoh, curah hujan 100 mm/hari di wilayah Papua kemungkinan besar tidak
akan menyebabkan banjir. Sedangkan di daerah perkotaan seperti Jakarta,
hujan kategori sedang 50 mm/ hari saja dapat memicu terjadinya genangan
di beberapa tempat.

a) b)

Gambar 6.9. Dampak bencana banjir dan genangan (a) Jumlah banjir/ genangan

Bab: DAMPAK SIKLON TROPIS DI INDONESIA


akibat siklon tropis yang terjadi di wilayah Indonesia selama perode tahun 2008
hingga 2017; (b) infografis sebaran curah hujan selama siklon tropis Cempaka

Berdasarkan hasil pengolahan data sepuluh tahun terakhir (2008 – 2017)


untuk kejadian siklon tropis yang tumbuh di sekitar wilayah Indonesia,
menunjukkan bahwa dampak bencana banjir dan bangunan rusak
merupakan dampak dominan yang muncul akibat aktifitas siklon di wilayah
Indonesia. Banjir sering diakibatkan oleh kenaikan curah hujan signifikan di
wilayah terdampak siklon. Seperti misalnya saat kejadian siklon tropis
Cempaka yang menyebabkan banjir di wilayah Yogyakarta, Jawa Tengah
bagian selatan seperti Wonogiri dan sekitarnya, Jawa timur bag. Timur
seperti Malang, Pacitan hingga Bali.

62
Pohon Tumbang

a) b)

Gambar 6.10. Dampak siklon tropis berupa pohon tumbang (a) Jumlah kejadian
pohon tumbang akibat siklon tropis di wilayah monitoring dan tanggungjawab TCWC
Jakarta selama periode tahun 2008 hingga 2017; (b) pohon tumbang merusak
bangunan rusak di daerah Lembang, Bandung (30/1102017) akibat hujan disertai
angin kencang ketika siklon tropis Dahlia berlangsung. (Sumber: pikiranrakyat.com)

Angin dengan kecepatan diatas 25 (dua puluh lima) knot atau 45 (empat
puluh lima) km/jam sangat berbahaya bagi dahan ataupun batang pohon
yang sudah lapuk. Siklon tropis menjadi pemicu angin kencang beberapa
hari di wilayah terdampak langsung maupun tidak langsungnya. Akibat angin
kencang disertai hujan lebat tersebut kerap membuat daya cengkeram akar
di tanah menjadi lemah sehingga pohon pun tumbang. Pohon yang tumbang
di pinggir jalan ataupun area pemukiman penduduk sangat berbahaya
karena dapat mengakibatkan kerusakan bangunan, gangguan transportasi
hingga korban jiwa. Berdasarkan data monitoring dampak siklon tropis,
menunjukkan bahwa pohon tumbang menjadi persentase dampak terbesar
nomor tiga ketika terjadinya siklon tropis. Seperti misalnya siklon tropis Bab: DAMPAK SIKLON TROPIS DI INDONESIA
Cempaka tanggal 28 November 2017 lalu yang menumbangkan kurang
lebih 120 pohon di wilayah Yogyakarta mengakibatkan gangguan listrik dan
transportasi, kerusakan bangunan dan fasilitas umum serta membawa
korban luka dan empat orang korban jiwa.

Tanah Longsor

Tanah yang jenuh oleh air hujan akan sangat labil dan rawan terjadi tanah
longsor. Kondisi hujan dengan intensitas lebat selama berhari-hari akan
memicu terjadinya longsor di area tersebut. Sehingga informasi peringatan
dini informasi siklon tropis menjadi informasi yang sangat dibutuhkan saat

63
terjadi siklon di area sekitar Indonesia mengingat jumlah kejadian tanah
longsor yang cukup banyak ketika siklon terjadi yaitu sekitar delapan kali
kejadian (4 %).

a) b)

Gambar 6.11. Dampak siklon tropis berupa tanah longsor (a) Jumlah kejadian tanah
longsor akibat siklon tropis di wilayah monitoring dan tanggungjawab TCWC Jakarta
selama periode tahun 2008 hingga 2017; (b) Tanah longsor dan banjir di wilayah
Pacitan, Jawa Timur (28/1102017)
(Sumber: aceh.tribunnews.com)

Bangunan Rusak

Bangunan rusak ketika siklon tropis terjadi merupakan laporan kerusakan


bangunan akibat banjir, angin kencang, angin puting beliung maupun
tertimpa pohon tumbang dan material lainnya. Bangunan rusak memberikan
kerugian materiil yang besar terhadap masyarakat. Selain itu juga kerusakan
bangunan juga akan menyebabkan korban jiwa.

a) b) Bab: DAMPAK SIKLON TROPIS DI INDONESIA

Gambar 6.12. Dampak siklon tropis (a) Jumlah bangunan rusak akibat siklon tropis di
wilayah monitoring dan tanggungjawab TCWC Jakarta selama periode tahun 2008
hingga 2017; (b) Jumlah korban jiwa akibat siklon tropis di wilayah monitoring dan
tanggungjawab TCWC Jakarta selama periode tahun 2008 hingga 2017

64
Korban Jiwa

Selama pendataan sepuluh tahun kejadian siklon tropis, terekap oleh BMKG
dari pendataan bencana di media massa sekitar 21 orang korban jiwa akibat
bencana selama siklon hidup. Jumlah terbesar dari siklon Cempaka yaitu
kurang lebih 17 orang. Kebanyakan korban akibat hanyut oleh banjir,
tertimpa runtuhan tanah longsor dan bangunan rusak serta sejumlah kecil
akibat tertimpa pohon.

6.3. Dampak masing-masing kejadian siklon tropis yang melintasi


wilayah Indonesia

Pengumpulan arsip analisis siklon tropis dari database TCWC Jakarta


menunjukkan ada 13 (tigabelas) siklon tropis yang tumbuh di wilayah
geografis ndonesia (Gambar 6.12). Dari ketigabelas siklon tersebut, yang
memberi dampak besar adalah siklon tropis Cempaka yang menyebabkan
kerugian ekonomi cukup besar. Meskipun demikian, secara umu, wilayah
yang paling sering terdampak oleh siklon tropis adalah wilayah Sumatra,
Jawa, Kalimantan dan Sulawesi.

a) b)

Bab: DAMPAK SIKLON TROPIS DI INDONESIA

Gambar 6.13. Siklon tropis yang tumbuh di sekitar wilayah Indonesia selama 10
tahun terakhir (a) sebaran; dan (b) peta daerah terdampak

65
Siklon Tropis Durga (20 – 25 April 2008)

Daur hidup siklon tropis Durga sejak menjadi bibit siklon tropis hingga punah
adalah 6 hari. Posisi pusat siklon adalah Samudera Hindia sebelah Barat
Daya Sumatera Selatan. Sebaran dampak bencana siklon tropis Durga
adalah di wilayah Sumatera bagian Utara, Kalimantan Tengah serta wilayah
Jawa bagian barat dan selatan. Bencana hidrometeorologis yang dominan
muncul pada saat siklon tropis Durga adalah kejadian hujan lebat.

Gambar 6.14. Peta daerah terdampak siklon tropis Durga

Siklon Tropis Ilsa (15 - 24 March 2009)

Bab: DAMPAK SIKLON TROPIS DI INDONESIA


Daur hidup siklon tropis Ilsa dari fase bibit siklon tropis hingga punah adalah
10 hari. Posisi pusat bibit siklon adalah di Laut Timor sebelah timur Kupang
dan posisi pusat siklon bergerak di Samudera Hindia sebelah selatan Jawa
Timur. Dari data rekap bencana, dampak bencana siklon tropis Ilsa adalah
di wilayah Jabodetabek. Bencana hidrometeorologis yang dominan muncul
adalah kejadian hujan lebat yang mengakibatkan dan disertai angin kencang
serta hujan es.

66
Gambar 6.15. Peta daerah terdampak siklon tropis Ilsa

Siklon Tropis Kirrily (18 April – 1 May 2009)

Daur hidup siklon tropis Kirrily dari fase bibit siklon tropis hingga punah
adalah 14 hari. Posisi pusat siklon adalah di Laut Arafura. Namun dampak
sebaran bencana yang diakibatkan oleh siklon tropis Kirrily hingga di wilayah
Riau, Kalimantan Timur dan Jabodetabek. Bencana hidrometeorologis yang
dominan muncul adalah kejadian hujan lebat yang mengakibatkan dan
disertai angin kencang serta hujan es.

Bab: DAMPAK SIKLON TROPIS DI INDONESIA

Gambar 6.16. Peta daerah terdampak siklon tropis Kirrily

67
Siklon tropis Paul (23 March – 3 April 2010)

Daur hidup siklon tropis Paul sejak fase bibit siklon tropis hingga punah
adalah 12 hari. Posisi pusat bibit siklon adalah di Laut Arafura tepatnya
diantara Papua Nugini dan Pantai Utara Australia kemudian bergerak ke
Selatan dan membentuk pusat siklon tropis di Utara Australia. Sebaran
dampak bencana siklon tropis Paul adalah di wilayah Pulau Jawa tepatnya
di Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Barat dan Jawa Timur. Bencana
hidrometeorologis yang dominan muncul adalah kejadian hujan lebat disertai
angin kencang yang mengakibatkan banjir, bangunan rusak dan pohon
tumbang.

Gambar 6.17. Peta daerah terdampak siklon tropis Paul

Bab: DAMPAK SIKLON TROPIS DI INDONESIA


Siklon tropis Sean (21 April – 25 April 2010)

Daur hidup siklon tropis Sean dari fase bibit siklon tropis hingga punah
adalah 5 hari. Posisi pusat siklon adalah perairan Samudra Hindia, tepatnya
di sebelah selatan Bali. Sebaran dampak bencana siklon tropis Sean adalah
di wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah Bencana hidrometeorologis yang
dominan muncul adalah kejadian hujan lebat disertai angin kencang dan
hujan es yang mengakibatkan pohon tumbang.

68
Gambar 6.18. Peta daerah terdampak siklon tropis Sean

Siklon tropis Anggrek (30 Oktober - 5 November 2010)

Daur hidup siklon tropis Anggrek dari fase bibit siklon tropis hingga punah
adalah 7 hari. Posisi pusat siklon adalah Samudera Hindia sebelah barat
daya Sumatera. Sebaran dampak bencana siklon tropis Anggrek adalah di
wilayah Sumatra Barat dan Jawa Tengah dengan bencana
hidrometeorologis yang dominan muncul adalah kejadian hujan lebat disertai
angin puting beliung yang menyebabkan banjir dan bangunan rusak.

Bab: DAMPAK SIKLON TROPIS DI INDONESIA

Gambar 6.19. Peta daerah terdampak siklon tropis Anggrek

69
Siklon Tropis Errol (12 April – 18 April 2011)

Daur hidup siklon tropis Errol dari fase bibit siklon tropis hingga punah
adalah 7 hari. Posisi pusat siklon adalah Samudera Hindia sebelah
Tenggara Kupang. Sebaran dampak bencana yang terdata dari siklon tropis
Errol adalah di wilayah Jawa Barat dan Jawa Timur. Bencana
hidrometeorologis yang dominan muncul adalah kejadian hujan lebat disertai
angin puting beliung yang menyebabkan banjir dan bangunan rusak.

Gambar 6.20. Peta daerah terdampak siklon tropis Errol

Siklon tropis Grant (21 Desember 2011 – 2 Januari 2012)

Daur hidup siklon tropis Grant dari fase bibit siklon tropis hingga punah Bab: DAMPAK SIKLON TROPIS DI INDONESIA
adalah 13 hari. Posisi pusat siklon adalah Utara Australia, Selatan Saumlaki.
Sebaran dampak bencana yang terdata dari siklon tropis Grant adalah di
wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Kalimantan
Selatan Bencana hidrometeorologis yang dominan muncul adalah kejadian
hujan lebat disertai angin puting beliung yang menyebabkan banjir dan
bangunan rusak.

70
Gambar 6.21. Peta daerah terdampak siklon tropis Grant

Siklon Tropis Narelle (5 – 15 Januari 2013)

Daur hidup siklon tropis Narelle dari fase bibit siklon tropis hingga punah
adalah 11 hari. Posisi pusat siklon adalah Laut Timor sebelah timur Kupang.
Sebaran dampak bencana yang terdata dari siklon tropis Narelle adalah di
wilayah Sumatra, Jawa, Bali dan Sulawesi Selatan. Bencana
hidrometeorologis yang dominan muncul adalah kejadian hujan lebat disertai
angin kencang dan puting beliung yang menyebabkan banjir, pohon
tumbang, bangunan rusak dan korban jiwa.

Bab: DAMPAK SIKLON TROPIS DI INDONESIA

Gambar 6.22. Peta daerah terdampak siklon tropis Narelle

71
Siklon Tropis Gillian (6 – 26 March 2014)

Daur hidup siklon tropis Gillian dari fase bibit siklon tropis hingga punah
adalah 21 hari. Pergerakan siklon ini juga cukup jauh dengan posisi pusat
bibit siklon di Teluk Carpentaria. Pusat siklon tropis ini sempat terbentuk di
tempat yang sama kemudian melemah kembali dan menguat kembali
menjadi siklon tropis di wilayah Samudra Hindia sebelah selatan Jawa
Barat. Sebaran dampak bencana yang terdata dari siklon tropis Gillian
merata di seluruh wilayah Indonesia yaitu di wilayah Sumatra, Jawa, Bali
Nusa Tenggara, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara dan Papua. Bencana
hidrometeorologis yang dominan muncul adalah kejadian hujan es, hujan
lebat yang disertai angin kencang dan puting beliung yang menyebabkan
banjir, pohon tumbang dan bangunan rusak.

Bab: DAMPAK SIKLON TROPIS DI INDONESIA

Gambar 6.23. Peta daerah terdampak siklon tropis Gillian

Siklon tropis Bakung (10 – 13 Desember 2014)

Daur hidup siklon tropis Bakung dari fase bibit siklon tropis hingga punah
adalah 4 hari. Posisi pusat siklon adalah Samudera Hindia sebelah barat
daya Sumatera Selatan. Sebaran dampak bencana yang terdata dari siklon
tropis Bakung adalah di wilayah Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah dan
Jawa Timur. Bencana hidrometeorologis yang dominan muncul adalah
kejadian hujan lebat disertai angin puting beliung yang menyebabkan banjir
dan bangunan rusak.

72
Gambar 6.24. Peta daerah terdampak siklon tropis Bakung

Siklon tropis Cempaka (22 November – 1 Desember 2017)

Daur hidup siklon tropis Cempaka dari fase bibit siklon tropis hingga punah
adalah 10 hari. Posisi pusat siklon adalah Samudera Hindia selatan Jawa
Tengah dan Yogyakarta. Sebaran dampak bencana yang terdata dari siklon
tropis Cempaka adalah di wilayah Jawa. Bencana hidrometeorologis yang
dominan muncul adalah kejadian hujan lebat disertai angin kencang puting
beliung yang menyebabkan banjir, pohon tumbang, bangunan rusak dan
korban jiwa

Bab: DAMPAK SIKLON TROPIS DI INDONESIA

Gambar 6.25. Peta daerah terdampak siklon tropis Cempaka

73
Siklon tropis Dahlia (24 November – 5 Desember 2017)

Daur hidup siklon tropis Dahlia dari fase bibit siklon tropis hingga punah
adalah 12 hari. Posisi pusat siklon adalah Samudera Hindia sebelah Selatan
– Barat Daya Bengkulu. Sebaran dampak bencana yang terdata dari siklon
tropis Dahlia adalah di wilayah Sumatra bagian utara, Pulau Jawa,
Kalimantan Utara dan Sulawesi Selatan. Bencana hidrometeorologis yang
dominan muncul adalah kejadian hujan lebat disertai angin kencang puting
beliung yang menyebabkan banjir, pohon tumbang, bangunan rusak dan
korban jiwa

Gambar 6.26. Peta daerah terdampak siklon tropis Dahlia

Bab: DAMPAK SIKLON TROPIS DI INDONESIA

74
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Zakir dan Hari Tirto, 2006: Modul Praktis Pengenalan Cuaca dan
Iklim, Jakarta
BMKG (2017) Prakiraan musim hujan 2017/2018 di Indonesia. Jakarta,
BMKG. Tersedia dari: https://www.bmkg.go.id/iklim/prakiraan-
musim.bmkg [Diakses tanggal 28 Februari 2018].
Brown, B.R. & Hakim, G.J. (2013) Variability and predictability of a three-
dimentional hurricane in statistical equilibrium. AMS Journal of the
atmospheric science. 70. 1806-1820.
Byun, K-Y & Lee, T-Y. (2012) Remote effects of tropical cyclones on heavy
rainfall over the Korean peninsula: statistical and composite
analysis. Tellus A: Dinamical Meteorology and Oceanography.
2012(64). Tersedia dari:
https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.3402/tellusa.v64i0.14983[D
iakses tanggal 20 Februari 2018].
Camargo, S.J., & Sobel, S.H. (2004) Formation of tropical strorms in an
atmospheric general circulation model. Tellus. 2004(1). 56-67.
CFE-DMHA (2015) Indonesia Management Reference Handbook. Hawaii,
Center of Excellence in Disaster Management and Humanitarian
Assistance.Tersedia dari:
https://reliefweb.int/report/indonesia/indonesia-disaster-
management-reference-handbook-2015 [Diakses tanggal 18
Februari 2018].
Chan, J. C. L & Kepert, J.D. (2010) Global perspective on tropical cyclones:
From science to mitigation. World scientific series on Asia-Pacific
weather and climate. 4. Singapore, World Scientific.
Chang, C.-P., Liu, C. H., & Kuo, H. C. (2003) Typhoon Vamei: An equatorial
tropical cyclone formation. Geophys. Res. Let. 30 (50).1-4.
Davidson, N.R, Holland, G.J., McBride, J.L. & Keenan, T.D. (1990) On the
Bab: DAFTAR PUSTAKA

formation of AMEX tropical cyclones Irma and Jason. Mon. Wea.


Rev. 118. 1981-2000.
DeMaria, Zehr, Hilgendorf, Knaff, Connell, & Phillips (1999) Tropical
Cyclones. Dalam RAMM-CIRA Quarterly Report April, May, June
1999. Colorado, CIRA Colorado State University. Tersedia dari
http://rammb.cira.colostate.edu/quarterly_reports/3qtr99/tropica3.ht
m [Diakses tanggal 3 Maret 2018].

75
Dunnavan, G.M. & Diercks, J.W. (1980) An analysis of super typhoon tip
(October 1979). Monthly Weather Review. 1980. 1915-1923.
Tersedia dari https://journals.ametsoc.org/doi/pdf/10.1175/1520-
0493%281980%29108%3C1915%3AAAOSTT%3E2.0.CO%3B2
[Diakses tanggal 3 Maret 2018].
Dvorak, V. F. (1984) Tropical Cyclone Intensity Analysis using Satellite Data.
NOAA Technical Report NESDIS 11. Washington DC, US
Department of Commerce.
Emanuel, K. (1998) Tropical Cyclones. Cambridge, Massachusetts Institute
of Technology. Tersedia dari
http://wind.mit.edu/~emanuel/geosys/geosys.html [Diakses tanggal
3 Maret 2018].
Fadholi, A., 2012, Analisis Kondisi Atmosfer Pada Cuaca Ekstrem Hujan Es,
Simetri-Jurnal Ilmu Fisika Indonesia, Vol. 1 no 2(D).
Fischer, M.S., Tang, B.H., & Corbosiero, K.L. (2017) Assessing the influence
of upper-tropospheric troughs on tropical cyclone intensification
rates after genesis. American Meteorological Society. 145. 1295-
1313.
Fitzpatrick, P.J., Knaff, J.A. Landsea, C.W. & Finley S.V. (1995) A
systematic bias in the Aviation model's forecast of the Atlantic
tropical upper tropospheric trough: Implications for tropical cyclone
forecasting. Wea. Forecasting. 10. 433-446. Tersedia di
http://www.aoml.noaa.gov/hrd/Landsea/bias/ [Diakses tanggal 3
Maret 2018].
Gray, W. M. (1998) The Formation of tropical cyclones. Meteorol.
Atmos.Phys. 6. 37-69. Tersedia dari
http://shoni2.princeton.edu/ftp/lyo/journals/Atmos/Gray-
FormationOfTropicalCyclones-MeteorolAtmosPhys1998.pdf
[Diakses tanggal 7 Maret 2018].
Gray, W.M. (1967) Global View of the Origin of Tropical Disturbances and
Storms. Atmospheric Science Paper No. 114. Colorado,
Department of Atmospheric Science Colorado State University.
Tersedia dari:
Bab: DAFTAR PUSTAKA

https://dspace.library.colostate.edu/bitstream/handle/10217/107/01
14_Bluebook.pdf [Diakses tanggal 20 Februari 2018].
Gray, W.M. (1967) Global view of the origin of tropical disturbances and
storms. Technical Paper No. 114. Colorado, Department of
Atmospheric Science.
Gray, W.M. (1975) Tropical cyclone genesis. Atmospheric Science Paper
No. 234. Colorado, Department of Atmospheric Science Colorado

76
State University. Tersedia dari:
https://dspace.library.colostate.edu/bitstream/handle/10217/247/02
34_Bluebook.pdf;sequence=1 [Diakses tanggal 20 Februari 2018].
Gray, W.M. (1979) Hurricanes: Their Formation, Structure and Likely Role in
the Tropical Circulation. In: Shaw, D.B., Ed., Meteorology over the
Tropical Oceans, Royal Meteorological Society, James Glaisher
House, Grenville Place, Bracknell, 155-218.
http://aceh.tribunnews.com/2017/11/28/11-orang-meninggal-dunia-akibat-
tertimbun-tanah-longsor-hilang-nyawa-saat-dini-hari diakses
tanggal 4 Maret 2018
http://lensa.id/5-kota-di-indonesia-yang-pernah-turun-hujan-es/21634/
diakses tanggal 3 Maret 2018
http://pusatkrisis.kemkes.go.id/bagaimana-proses-terjadinya-angin-puting-
beliung diakses tanggal 3 Maret 2018
http://web.meteo.bmkg.go.id/id/component/content/article/37-siklon-
tropis/274-dampak-siklon-tropis diakses tanggal 1 Maret 2018
http://www.bom.gov.au/cgi-
bin/charts/charts.view.pl?idcode=IDX0014&file=IDX0014.201801
110000.gif diakses tanggal 3 Maret 2018
http://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2017/11/30/siklon-tropis-dahlia-
tumbangkan-banyak-pohon-di-lembang-414888 diakses tanggal
3 Maret 2018
http://www.tribunnews.com/metropolitan/2017/11/23/detik-detik-mengerikan-
angin-puting-beliung-menerjang-sidoarjo-puing-rumah-hancur-
beterbangan diakses tanggal 3 Maret 2018
https://www.bonepos.com/penampakan-angin-puting-beliung-gegerkan-
warga-wajo diakses tanggal 3 Maret 2018
Jorgensen, D.P. (1983) Mesoscale and convective-scale characteristics of
mature hurricanes Part I: General observations by research aircraft.
Journal of the Atmospheric Sciences. 41. 1268-. Tersedia dari
https://www.math.nyu.edu/caos_teaching/hurricanes/jorgensen84.p
df [Diakses tanggal 3 Maret 2018]
Kirch, L., Luther, S., Mucke, P., Prütz, R., Radtke, K. & Schrader, C. (2017)
Bab: DAFTAR PUSTAKA

World Risk Report: Analysis and prospects 2017. Berlin, Bündnis


Entwicklung Hilft. Tersedia dari:
https://reliefweb.int/report/world/world-risk-report-2017 [Diakses
tanggal 28 Februari 2018].
Lea, A. & Sounders, M. (2015) Summary of 2014 NW Pacific Typhoon
Season and Verification of Authors’ Seasonal Forecasts.

77
Marks, F.D. & Houze, R.A. (1987) Inner core structure of Hurricane Alicia
from airborne Doppler radar observations. J. Atmos.Sci.,44,1296-
1317. Tersedia dari:
https://atmos.washington.edu/MG/PDFs/JAS87_mark_inner.pdf
[Diakses tanggal 3 Maret 2018]
McBride, J. L. & Gray, P. I. W. M. (1979) Observational analysis of tropical
cyclone formation. Colorado, Departments of Atmospheric Science.
Tersedia dari:
https://dspace.library.colostate.edu/bitstream/handle/10217/35/030
8_Bluebook.pdf [Diakses tanggal 20 Februari 2018].
McBride, J. L. & Zehr, R. (1981) Observational analysis of tropical cyclone
formation. Part II: Comparison of non-developing versus developing
systems. Journal of Atmospheric Science. 38(6). 1132-1151.
Tersedia dari: https://journals.ametsoc.org/doi/pdf/10.1175/1520-
0469%281981%29038%3C1132%3AOAOTCF%3E2.0.CO%3B2
[Diakses tanggal 20 Februari 2018].
McBride, J. L. (1995) Tropical cyclone formation, di Global Perspective on
Tropical Cyclones, R. L. Elsberry, ed., Tech. Docu. 693, World
Meteorological Organization, 63-105.
Ramage, C.S. (1995) Forecasters guide to tropical meteorology. Illinois, Air
Weather Service. Tersedia dari:
http://www.dtic.mil/dtic/tr/fulltext/u2/a302314.pdf [Diakses tanggal
20 Februari 2018].
Ramsay, Hamish. 2017. The Global Climatology Tropical Cyclone. Oxford
Research Encyclopedia Natural Hazar Science
(naturalhazardscience.oxfordre.com). (c) Oxford University Press,
2016.
Raymond, D. J. (2012) Balanced thermal structure of an intensifying tropical
cyclone. Tellus. 2012(64).
Riehl, H. (1948) On the formation of typhoons. Journal of meteorology. 5(6).
247-264. Tersedia dari
https://journals.ametsoc.org/doi/pdf/10.1175/1520-
0469(1948)005%3C0247:OTFOT%3E2.0.CO%3B2 [Diakses
Bab: DAFTAR PUSTAKA

tanggal 3 Maret 2018].


Sadler, J.C. (1976) Role of tropical upper tropospheric trough in early
season typhoon development. Monthly weather review. 104. 1266-
1278. Tersedia di
https://journals.ametsoc.org/doi/pdf/10.1175/1520-
0493%281976%29104%3C1266%3AAROTTU%3E2.0.CO%3B2
[Diakses tanggal 3 Maret 2018].

78
Tuleya, R.E. & Kurihara, Y. (1981) A numerical study on the effect of
environmental flow tropical storm genesis. Monthly weather review.
109. 2487-2506. Tersedia di
http://www.aos.wisc.edu/~aos718/environmental%20interaction/tule
yashear.pdf [Diakses tanggal 3 Maret 2018].
Velden, C., et al (2006) The Dvorak Tropical Cyclone Intensity Estimation
Technique: A Satellite-based method that has endured for over
than 30 years. American Meteorological Society. 2006. 1195-1210.
Willoughby (1998) Tropical Cyclone Eye Thermodynamics. Monthly Weather
Review. 126. 3053-3067. Tersedia dari https://www.e-
education.psu.edu/worldofweather/files/worldofweather/Willoughby
Paper1998.pdf [Diakses tanggal 3 Maret 2018].
WMO (2007) Fact-Finding Mission to Fiji, Nadi and Suva, Fiji, 9-13 July
2007: Mission Report. Geneva, World Meteorological Organization.
WMO (2010) WMO RA V Tropical Cyclone Committee for the South Pacific
and South-East Indian Ocean Thirteenth Session FInal Report.
Tersedia dari:
https://www.wmo.int/pages/prog/www/tcp/documents/RAVTCC-
13FinalReport.pdf [Diakses tanggal 28 Februari 2018].
WMO (2016) Report No. TCP-24. Tropical Cyclone Operational Plan for the
South-East Indian Ocean and the Southern Pacific Ocean. 2016
ed. Geneva, World Meteorological Organization.
WMO (2016a)Report No. TCP-12. Tropical Cyclone Operational Plan for the
South-West Indian Ocean. 2016 ed. Geneva, World Meteorological
Organization.
WMO (2016b) Report No. TCP-24. Tropical Cyclone Operational Plan for the
South-East Indian Ocean and the Southern Pacific Ocean. 2016
ed. Geneva, World Meteorological Organization.
WMO (2017a) Report No. TCP-21. Tropical Cyclone Operational Plan for the
Bay of Bengal and the Arabian Sea. 2017 ed. Geneva, World
Meteorological Organization.
WMO (2017b). Report No. TCP-23. Typhoon Committee Operational Manual
Meteorological Component. 2017 ed. Geneva, World
Bab: DAFTAR PUSTAKA

Meteorological Organization.
WMO (2017c) Report No. TCP-30. Regional Association IV Hurricane
Operational Plan for North America, Central America and the
Caribbean. 2017 ed. Geneva, World Meteorological Organization.
Zehr, Raymond. (1992). Tropical Cyclogenesis in the Western North Pacific.

79

Anda mungkin juga menyukai