Kel II FARMA
Kel II FARMA
PEMDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obat adalah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan
untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan,
menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau
kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia dan atau hewan serta untuk
memperelok atau memperindah badan atau bagian badan manusia termasuk
pemakaian obat tradisional. Kita harus selalu memperhatikan bagaimana obat
itu bekerja, dosis yang harus dikonsumsi, efek dari pemakaian obat tersebut dan
keadaan dari obat itu sendiri apakah masih dalam keadaan baik atau sudah tidak
layak untuk digunakan sehingga kita terhindar dari hal-hal yang tidak
diinginkan seperti misalnya over dosis atau malah menimbulkan kekebalan bagi
penyakit yang diderita atau bahkan dapat menimbulkan kematian jika salah
dalam mengkonsumsi obat. Jalur pemakaian obat yang paling efektif, (secara
oral, rektal, parenteral) harus ditentukan dan ditetapkan petunjuk tentang dosis-
dosis yang dianjurkan bagi pasien dalam berbagai umur, berat dan status
penyakitnya. Untuk membantu pemakaian alat melalui jalur- jalur pilihannya
telah diformulasikan dan disiapkan bentuk sediaan yang sesuai seperti tablet,
kapsul, injeksi supositoria, ointment, aerosol dan lain-lain. Masing-masing dari
unitunit sediaan dirancang supaya dapat memuat sejumlah bahan obat tertentu
supaya pemakaian sediaannya tepat dan menyenang kan. Perancangan,
pengembangan, dan produksinya biasanya merupakan contoh yang prima dan
aplikasi ilmu-ilmu farmasi campuran dari ilmu dasar, ilmu terpakai dan secara
ilmu kedokteran dengan teknologi kefarmasian.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan dosis obat
2. Apa saja macam-macam dosis obat
3. Factor-faktor apa yang mempengaruhi dosis obat
4. Bagaimana cara penghitungan dosis obat
C. Tujuan Penulisan
1
BAB 11
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dosis
Dosis obat adalah jumlah obat yang diberikan kepada penderita dalam
satuan berat (gram, milli gram, mikrogram) atau satuan isi (liter, mililiter) atau
unit-unit lainnya (unit internasional). Kecuali bila dinyatakan lain maka yang
dimaksud dengan dosis obat yaitu sejumlah obat yang memberikan efek
terapeutik pada penderita dewasa, juga disebut dosis lazim atau dosis
medicinalis atau dosis terapeutik. Bila dosis obat yang diberikan melebihi dosis
terapeutik terutama obat yang tergolong racun ada kemungkinan terjadi
keracunan, dinyatakan sebagai dosis toksik. Dosis toksik ini dapat sampai
mengakibatkan kematian disebut sebagai dosis letal. Obat-obat tertentu
memerlukan dosis permulaan (inisial dose) atau dosis awal (loading dose) yang
lebih tinggi dari dosis pemeliharaan (maintenance dose). Dengan memberikan
dosis permulaan yang lebih tinggi dari dosis pemeliharaan (misalnya dua kali),
kadar obat yang dikehendaki dalam darah dapat dicapai lebih awal. Hal ini
dilakukan antara lain pada pemberian oral preparat sulfa (sulfasoxasol, Trisulfa
pyrimidin), diberikan dosis permulaan 2 gram dan diikuti dengan dosis
pemeliharaan 1 gram tiap 6 jam waktu berikutnya. Dosis adalah dosis
maksimum dewasa untuk pemakaian melalui mulut, injeksi subkutan, dan
rektal. Selain dosis maksimum dikenal juga dosis lazim. Dalam FI ed. III
tercantum dosis lazim untuk dewasa dan bayi atau anak yang merupakan
takaran petunjuk yang tidak mengikat. Dosis atau takaran suatu obat adalah
banyaknya suatu obat yang dapat dipergunakan atau diberikan kepada
seseorang penderita untuk obat dalam maupun obat luar.
2
2. Dosis lazim :
Merupakan dosis yang tidak mengikat, tetapi digunakan sebagai pedoman
umum. Misalnya, obat CTM (4 mg per tablet) disebut dosis lazimnya 6-61
mg/hari dan dosis maksimumnya 40 mg/hari. Jika seseorang minum 3×
sehari tablet, dosis maksimumnya belum dilampaui, tetapi hal ini dianggap
tidak lazim, karena dengan 3× sehari 1 tablet saja sudah dapat dicapai efek
terapi yang optimum.
C. Macam-Macam Dosis
1. Dosis terapi : suatu takaran obat yang diberikan dalam keadaan biasa dan
dapat menyembuhkan penderita.
2. Dosis minimum : suatu takaran obat terkecil yang diberikan yang masih
dapat menyembuhkan dan tidak menimbulkan resistensi pada penderita.
3. Dosis maksimum (DM) : suatu takaran obat terbesar yang diberikan yang
masih dapat menyembuhkan dan tidak menimbulkan keracunan pada
penderita.
4. Dosis letal : takaran obat yang dalam keadaan biasa dapat menyebabkan
kematian pada penderita.
a. L.D 50 : takaran yang menyebabkan kematian pada 50 % hewan
percobaan
b. L.D 100: taaran yang menyebabkan kematian pada 100% hewan
percobaan.
5. Dosis toksis : suatu takaran obat yang dalam keadaan biasa dapat
menyebabkan keracunan pada penderita.
3
terhadap respons obat tidak selalu dapat diperkirakan. Ada kemungkinan ketiga
faktor tersebut di bawah ini didapat sekaligus.
1. Faktor Obat
a. Sifat fisika: daya larut obat dalam air/lemak, Kristal/amorf, dan
sebagainya
b. Sifat kimiawi: asam, basa, garam, ester, garam kompleks, pH, pKa
c. Toksisitas: dosis obat berbanding terbalik dengan toksisitasnya
2. Cara Pemberian Obat Kepada Penderita
a. Oral: dimakan atau diminum
b. Parenteral: subkutan, intramuskular, intravena, dan sebagainya
c. Rectal, vaginal, uretral
d. Local, topikal, transdermal
e. Lain-lain: implantasi, sublingual, intrabukal, dan sebagainya
3. Faktor Penderita/ Karakteristik Penderita
a. Umur: neonatus, bayi, anak, dewasa, geriatric
4
lampiran famakope Indonesia edisi III tercantum daftar dosis
maksimum (D.M.) dari sebagian besar obat. Angka yang menunjukkan
D.M. untuk suatu obat ialah dosis tertinggi yang masih dapat diberikan
kepada penderita dewasa; ini umumnya dicantumkan dalam satuan
gram, milligram, microgram, atau satuan internasional, kecuali untuk
beberapa cairan. Bila jumlah atau dosis ini dilebihi, ada kemungkinan
terjadi keracunan.
Dokter yang menuliskan resep tidak terikat akan D.M. obat yang
tercantum; bilamana dianggapnya perlu, dokter boleh melebihi D.M.
ini. Untuk memberitahukan kepada apoteker/apotek bahwa dokter
dengan sadar melebihi D.M. suatu obat, maka dibelakang
angka/jumlah obat yang dituliskan di resep diberi tanda seru (!)
dengan disertai paraf. Contoh: R/ Atropin Sulfas 2 mg ! (Paraf)
Catatan:
D.M. Atropin Sulfas ialah 1 mg. Dosis yang lebih tinggi dapat saja
diberikan/diperlukan dalam keadaan khusus, misalnya bila diperlukan
sebagai antidotum pada keracunan dengan Perticida Cholineesterase
Inhibator.
Apoteker/asisten apoteker yang mengerjakan/membuat obat terikat
akan D.M. obat pada resep; dalam hal D.M. obat berlebih tanpa ada
tanda ! di belakang jumlah yang berlebih itu, maka obat tidak boleh
dibuatkan. Bilamana obat dibuatkan juga dan penderita mendapat
keracunan, maka apoteker/asissten apoteker yang bertanggungjawab
mengenai pembuatan obat tersebut menurut undang-undang yang
berlaku dapat dituntut ke pengadilan. Dengan ditulisnya tanda ! dokter
mengambil alih tanggungjawab dosis yang berlebihan itu.Obat
beracun yang mempunyai D.M., bila diberikan kepada anak, harus
diperhitungkan tersendiri; untuk itu dapat dipergunakan rumus Young:
D.M. obat untuk anak sama dengan kali D.M. dewasa.
(n=umur anak/tahun)
5
bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan
yang terjadi (Boedi, 2006)
Pemberian obat atau terapi untuk kaum lansia, memang banyak
masalahnya, karena beberapa obat sering beinteraksi. Kondisi patologi pada
golongan usia lanjut, cenderung membuat lansia mengkonsumsi lebih
banyak obat dibandingkan dengan pasien yang lebih muda sehingga
memiliki risiko lebih besar untuk mengalami efek samping dan interaksi
obat yang merugikan (Anonim, 2004).
Penyakit pada usia lanjut sering terjadi pada banyak organ sehingga
pemberian obat sering terjadi polifarmasi. Polifarmasi berarti pemakaian
banyak obat sekaligus pada seorang pasien, lebih dari yang dibutuhkan
secara logis-rasional dihubungkan dengan diagnosis yang diperkirakan.
Diantara demikian banyak obat yang ditelan pasti terjadi interaksi obat yang
sebagian dapat bersifat serius dan sering menyebabkan hospitalisasi atau
kematian. Kejadian ini lebih sering terjadi pada pasien yang sudah berusia
lanjut yang biasanya menderita lebih dari satu penyakit. Penyakit utama
yang menyerang lansia ialah hipertensi, gagal jantung dan infark serta
gangguan ritme jantung, diabetes mellitus, gangguan fungsi ginjal dan hati.
Selain itu, juga terjadi keadaan yang sering mengganggu lansia seperti
gangguan fungsi kognitif, keseimbangan badan, penglihatan dan
pendengaran. Semua keadaan ini menyebabkan lansia memperoleh
pengobatan yang banyak jenisnya(Darmansjah, 1994).
KONSEP DASAR PEMAKAIAN OBAT
Ada tiga faktor yang menjadi acuan dasar dalam pembuatan atau
peresepan obat
a. Diagnosis dan patofisiologi penyakit
b. Kondisi organ tubuh
c. Farmakologi klinik obat (Boedi, 2006)
6
Setelah dokter mendiagnosis penyakit pasien, maka sebelum penentuan
obat yang dibeikan perlu dipertimbangkan kondisi organ tubuh serta
farmakologi dari obat yang akan diresepkan. Pada usia lanjut banyak hal-
hal yang lainnya yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan obat, karena
pada golongan lansia berbagai perubahan fisiologik pada organ dan sistema
tubuh akan mempengaruhi tanggapan tubuh terhadap obat. Adapun prinsip
umum penggunaan obat pada usia lanjut :
1) Berikan obat hanya yang betul-betul diperlukan artinya hanya bila ada
indikasi yang tepat. Bila diperlukan efek plasebo berikan plasebo yang
sesungguhnya
2) Pilihlah obat yang memberikan rasio manfaat yang paling
menguntungkandan tidak berinteraksi dengan obat yang lain atau
penyakit lainnya
3) Mulai pengobatan dengan dosis separuh lebih sedikit dari dosis yang
biasa diberikan pada orang dewasa yang masih muda.
4) Sesuaikan dosis obat berdasarkan dosis klinik pasien, dan bila perlu
dengan memonitor kadar plasma pasien. Dosis penuNjang yang tepat
umumnya lebih rendah.
5) Berikan regimen dosis yang sederhana dan sediaan obat yang mudah
ditelan untuk memelihara kepatuhan pasien
6) Periksa secara berkala semua obat yang dimakan pasien, dan hentikan
obat yang tidak diperlukan lagi (Manjoer, 2004)
7
sempurna, antara lain hepar, ginjal dan susunan saraf pusat. Tambahan lagi,
distribusi cairan tubuh berbeda pada anak kecil dengan orang dewasa, oleh
karena cairan tubuh pada anak secara persentase berat badan juga lebih
besar.
Oleh karena fungsi hepar anak yang baru belum sebagaimana
semestinya, maka konjugasi dengan asam glukuronat hampir tidak terjadi.
Cadangan glycine untuk konjugasi sangat terbatas, tetapi kemampuan
konjugasi dengan cara asetilasi dan sulfatasi sudah ada.Fungsi ginjal anak
yang baru lahir juga belum sempurna. Ini disebabkan jaringan ginjal masih
mengalami diferensiasi yang mengakibatkan berkurangnya filtrasi
glomerulus. Baru pada umur di atas satu tahun si anak menghasilkan urine
dengan konsentrasi seperti orang dewasa; sampai umur satu tahun ini si
anak membutuhkan empat sampai enam kali air disbanding dengan orang
dewasa bila diperhitungkan per satuan berat badan.
Susunan saraf pusat (SSP) pun belum berkembang sempurna pada anak
baru lahir. Biar pun besarnya otak seorang anak umur satu tahun telah
mencapai 2/3 dari besar otak orang dewasa, tetapi koordinasi SSP dengan
susunan saraf autonomic masih belum sempurna.Mengenai cairan tubuh
total, anak yang baru lahir mempunyai 29,7% lebih cairan tubuh dari orang
dewasa, bila dihitung per satuan berat badan. Pada umur 6 bulan seluruh
cairan tubuh masih 20,7% lebih tinggi, dan anak sampai umur 7 tahun pun
masih mempunyai 5,5% lebih cairan tubuh.
Faktor-faktor di atas (di samping faktor-faktor endogen dan eksogen
lainnya) menyebabkan respons terhadap obat berbeda pada anak dengan
orang dewasa. Parameter-parameter perbedaan anak dengan dewasa adalah
sebagai berikut :
1) Pola ADME (Absorpsi, Distribusi, Metabolisme, Ekskresi)
a. Perbedaan absorpsi (penyerapan) oleh karena perbedaan relative dari
“kepadatan” sel
8
b. Perbedaan distibusi oleh karena persentase cairan ekstraselular dan
cairan tubuhtotal relatif lebih tinggi
c. Perbedaan metabolism oleh karena proses enzimatik yang belum
sempurna
d. Perbedaan ekskresi oleh karena glomerulus dan tubuli belum
berkembang secara lengkap.
2) Sensitivitas intrinsik yang berlainan terhadap bahan obat, khususnya
obat golongan Narkoba
3) Redistribusi dari zat-zat endogen
9
Referensparameter Ratio Konsentrasi obat dalam
dan Penderita Cairan Cairan Cairan tubuh
Dosis (D) ekstrasellular intrasellular seluruhnya
LPT Neonatus 1 1 1
Cara-cara perhitungan dosis obat untuk yang dapat dipakai adalah sebagai
berikut:
(lihat tabel 1)
Dasar ini dipergunakan bagi banyak jenis obat. Perhitungan dosis secara
individual ini lebih baik daripada perhitungan/perbandingan dengan dosis
dewasa. Ada dua cara untuk menghitung dosis individual untuk anak, yaitu:
10
a. Sesuai dengan berat badan anak dalam Kg.
LPT anak/m2 =
T = Tinggi/cm
BB = berat badan/kg
11
untuk wanita hamil juga wanita menyusui karna obat dapat diserap oleh
bayinya melalui ASI.
4. Untuk anak-anak dibawah 20 tahun diperlukan perhitngan khusus,
karena respon tubuh anak atau bayi terhadap obat tidak dapat disamakan
dengan orang dewasa.
5. Memilih dan menetapkan dosis memang tidak mudah kerena harus
memperhatikan beberapa factor yaitu:
a. Penderita : usia, bobot badan , jenis kelamin, luas permukaan tubuh,
toleransi, habituasi, adiksi dan sensitivitas, kondisi penderita.
b. Obat : sifat kimia/fisika obat, sifat farmakokinetik (ADME), jenis obat.
c. Penyakit : sifat dan jenis kelamin, kasus penyakit.
Aturan pokok perhitungan dosis untuk anak tidak ada sehingga pakar
mencoba untuk membuat perhitungan berdasarkan usia, bobot badan, dan
luas permukaan tubuh (body surface area).
12
n
b. Rumus Fried : × dosis dewasa
120
( n dalam bulan)
n
c. Rumus Dilling: × dosis dewasa
20
13
i Rumus Clark (AS)
ii Rumus Thremick-Fier (Jerman)
iii Rumus Black (Belanda)
b. Rumus Catzel:
14
Luas permukaan tubuh anak
× 100 × dosis dewasa
Luas permukaan tubuh dewasa
15
3 tahun : 14,97 kg : 33%
BERDASARKAN FI 1995
Usia Berat Badan (kg) % dosis anak terhadap
dosis dewasa
Neonatus 3,4 <12,5%
1 bulan 4,2 <14,5%
3 bulan 5,6 18%
6 bulan 7,7 22%
1 tahun 10 25%
3 tahun 14 33%
5 tahun 18 40%
7 tahun 23 50%
12 tahun 37 75%
9. Dosis dengan pemakaian berdasarkan jam
a. Menurut FI ed.III satu hari dihitung 24 jam sehingga untuk
pemakaian sehari dihitung: 24/n kali;
n = selang waktu pemberian
Misalnya, s.o.t.h (tiap 3 jam): 24/3 kali = 8 × sehari semalam.
16
b. Menurut Van Duin.
Pemakaian sehari dihitung untuk 16 jam, kecuaali antibiotic
dihitung sehari semalam 24 jam. Untuk contoh yang sama,
pemakaian sehari dihitung sebagai berikut: (16/3 + 1) kali = (5,3 +
1) kali = 6,3 kali; dibulatkan menjadi 7 kali sehari semalam.
10. Dosis maksimum untuk larutan yang mengandung sirop dalam jumlah besar
(lebih dari 16,67% atau 1/6 bagian), bobot jenis (BJ) larutan itu dihitung 1,3
sehingga berat larutan tidak sama dengan volume larutan.
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡
Volume: 𝐵𝐽
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dosis obat adalah jumlah obat yang diberikan kepada penderita dalam
satuan berat (gram, milligram, microgram) atau satuan isi (liter, milliliter) atau
unit-unit lainnya (Unit Internasional). Dalam memberikan dosis obaat harus
sesuai dengan kondisi dan usia pasien. Dengan menggunakan rumus yang telah
ditetapkan untuk menentukan dosis yang tepat. Agar pasien merasa puas atas
tindakan keperawatan yang kita berikan. Macam-macam dosis obat: dosis
terapi, dosis maksimum, dosis toksik, dosis lethal, initial dose, loading dose,
maintenance dose. Cara perhitungan dosis obat dibedakan menjadi dua yaaitu
berdasarkan usia dan berdasarkan berat badan.
18